Disusun : Kelompok 1
Nama Nim
Muh Shapri 0910580620006
Dewi Baharuddin 0910580620021
Muh Yusran Sukri 0910580620016
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................ii
DAFTAR ISI...............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1
A. Latar Belakang..................................................................................................1
B. Tujuan Penulisan...............................................................................................1
C. Rumusan Masalah.............................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................2
A. Kesimpulan.......................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................8
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lebih dari 90% pasokan daging sapi lokal berasal dari peternakan rakyat yang
kurang efisien, sehingga pertumbuhan produksi daging sapi lokal belum dapat
memenuhi permintaan nasional. Harga daging sapi impor lebih rendah
dibandingkan daging lokal, sehingga di tingkat peternak terjadi penyesuaian harga
yang merugikan. Naskah ini mendiskripsikan gagasan yang dapat
memformulasikan strategi alternatif untuk membangun industri peternakan sapi
potong rakyat. Strategi yang diperlukan untuk membangun industri peternakan
sapi potong rakyat, diantaranya adalah (1) Pengadaan fasilitas pasar peternakan
guna memudahkan akses untuk mendapatkan sarana produksi; (2) Ketersediaan
teknologi yang dapat diterapkan peternak dan memberikan perbaikan
kesejahtaraan melalui peningkatan produktivitasnya; (3) Menciptakan pasar
produk ternak yang menguntungkan bagi peternak; dan (4) Terbentuknya
subsistem lembaga pembiayaan tingkat perdesaan untuk mendanaipeningkatan
produksi dan produktivitas usaha. Perlu adanya keterkaitan secara bersinergi
diantara strategi tersebut disertai dukungan kebijakan pemerintah yang
operasional.
B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut :
1
BAB II
ISI
A. Tipologi Usaha Peternakan di Indonesia
Menurut Soehadji (1992), tipologi usaha peternakan berdasarkan skala
usaha dan tingkat pendapatan peternakan dpt diklassifikasikan menjadi 4
kelompok usaha :
2
B. PERBEDAAN USAHA PETERNAKAN RAKYAT DAN USAHA
PETERNAKAN KOMERSIL
Usaha peternakan rakyat adalah usaha yang dilakukan oleh rakyat antara
lainpetani disamping usaha taninya.Perusahaan peternakan yaitu peternakan yang
di selenggarakan dalam bentuk suatu perusahaan secara komersial dan
mempunyai izin usaha.
Usaha peternakan rakyat mencirikan sebagai tipe usaha peternakan di pedesaan.
Beberapa ciri umum tipe usaha ini :
3
dan terbatasnya modal dan pemakaian teknologi. Cara ini dapat digambarkan
hanya merupakan usaha sambilan, memanfaatkan by produk pertanian dan sangat
berguna untuk saving keluarga. Dari tipe usaha ini tentu telah ada yang
berkembang ke arah usaha semi intensif.
Usaha peternakan rakyat atau small farmers merupakan usaha peternakan
yang melaksanakan biosekuriti secara terbatas, karena masalah biaya sedangkan
perkandangan terbuka, sehingga terjadi hubungan dengan ternak liar.
Secara terperinci ciri-ciri system peternakan rakyat adalah :
a. Peternak sapi dan kerbau rakyat mendirikan wadah dan bersatu didalamnya
untuk menggalang sumber daya yang dimiliki untuk diarahkan pada
keberlangsungan peternakan rakyat dibidang usaha ternak potong secara
agribisnis, dengan pengertian peternak melalui wadah dimaksud mampu
mengendalikan kegiatan hulu sampai dengan hilir sub sistem agribisnis
usaha ternak potong yang tentunya pemasaran termasuk didalamnya.
4
Peternak dengan peluang perolehan yang tinggi akan bergairah dalam
pengembangan usahanya dan selanjutnya akan muncul pendatang baru sebagai
investor untuk menanamkan modalnya dalam usaha pengembangan ternak potong
tersebut. Argumentasi penguat dapat ditinjau dari realitas dan keunggulan
usahatani skala kecil. Pertama, usaha pertanian tidak pernah akan lenyap selama
manusia masih perlu makan. Kedua, kenyataan bahwa kepemilikan faktor
produksi (lahan, modal) petani kita sangat sempit dan terbatas. Ketiga, sebagian
besar penduduk masih bergantung pada sektor pertanian di pedesaan. Keempat,
kontribusi pertaniansangat besar dalam menunjang sector industry hulu dan hilir
serta jasa pertanian, baik dalam kontribusi komoditi pertanian,pendapatan, pasar
maupun penyerapan tenaga kerja. Kelima,program-program dalam skala kecil
lebih memungkinkan adanya partisipasi, lebih mudah disesuaikan, serta lebih peka
menjawab kebutuhan petani. Keenam, program kecil membutuhkan teknologi
sederhana yang disesuaikan dengan kemampuan pelakupelakunya. Terakhir,
program-program skala kecil memberi ruang yang besar bagi partisipasi dan
kemandirian demi pencapaian masyarakat yang bebas, demokratis dan berkeadian
sosial.
a. Usaha pembibitan
5
b. Usaha makanan ternak
d. 3 jumlah feedlot
6
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dengan demikian dari penjelasan tentang tipologi usaha peternakan dan
usaha peternakan rakyat serta usaha peternakan komersial terdapat banyak sekali
perbedaan dari mulai cara pemeliharaan ternak maupun pakan yang di berikan
untuk ternak nya. Selain itu dari segi kesehatan ternak sangatlah berbeda, satu di
pelihara di kandang biasa dan satu dipelihara dengan system kandang yang sangat
ketat dan ruangan tertutup.
7
DAFTAR PUSTAKA
Agus A. 2013. Pakan ternak secara mandiri. Yogyakarta (Indonesia): PT Citra Adi
Pratama.
Amir P, Knipscheer HC. 1989. Conducting on-farm animal research. Procedure &
economi analysis. Singapore (Singapore): Singapore National Printed Ltd.
BPS. 2013. Hasil sensus pertanian 2013. Jakarta (Indonesia): Badan Pusat
Statistik.
Direktorat Pangan dan Pertanian. 2011. Strategi dan kebijakan dalam percepatan
pencapaian swasembada daging sapi 2014 (suatu penelaahan konkrit). Info
Kaji Bappenas. 8:70-77.
Ditjen PKH. 2013. Statistik peternakan dan kesehatan hewan 2013. Jakarta
(Indonesia): Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Ekowati T, Darwanto DH, Nurtini S, Suryantini A. 2011. The analysis of beef
cattle subsystem agribusiness implementation in Central Java Province,
Indonesia. JITAA. 36:281-289.
Ginting SP. 2012. Prospek penerapan teknologi proses pakan berbasis hasil
samping industri perkebunan pada ruminansia kecil. Wartazoa. 22:53-64.
Maart-Noelck SC, Musshoff O. 2013. Investing today or tomorrow? An
experimental approach to farmers’ decision behaviour. JAE. 64:295-318.
Mahendra AVH, Arifin Z, Abdillah Y. 2014. Analisis dampak kebijakan
pembatasan kuota impor sapi terhadap kinerja perusahaan (studi kasus pada
PT
Great Giant Livestock (GGLC), Lampung Tengah- Lampung). J Admisnistrasi
Bisnis. 13:1-8.
Mayulu H, Sunarso, Sutrisno CI, Sumarsono. 2010. Kebijakan pengembangan
peternakan sapi potong di Indonesia. J Litbang Pertanian. 29:34-41.
Penson JB, Capps O, Rosson CP. 2005. Introduction to agricultural economic. 3rd
ed. Upper Saddle River (US): Prentice Hall.
Prawiradiputra BR. 2011. Tanaman pakan untuk menunjang rehabilitasi
peternakan di lereng Gunung Merapi. Wartazoa. 21:171-178.
8
Prawirodigdo S, Utomo B. 2011. Inovasi teknologi dekomposisi limbah organik
dalam penyediaan pakan. Wartazoa. 21:60-71.
Purba HJ, Hadi PU. 2012. Dinamika dan kebijakan pemasaran produk ternak sapi
potong di Indonesia Timur. Anal Kebijakan Pertanian. 10:361-373.
Riani NZ. 2011. Kecenderungan konsumsi marginal di kalangan masyarakat
Indonesia. J Tingkap. 7:189- 199.
Rizov M, Pokrivcak J, Ciaian P. 2013. Common agricultural policy (CAP)
subsidies and productivity of the EU farms. JAE. 64:537-557.
Rouf AA, Daryanto A, Fariyanti A. 2014. Daya saing usaha sapi potong di
Indonesia: Pendekatan domestic resources cost. Wartazoa. 24:97-107.
Stür W, Khanh TT, Duncan A. 2013. Transformation of smallholder beef cattle
production in Vietnam. Int J Agric Sust. 11:363-381.
Suswono. 2012. Blue print program swasembada daging sapi dan kerbau
(PSDSK) 2014. Edisi revisi. Jakarta (Indonesia): Kementerian Pertanian.