Anda di halaman 1dari 3

Kaitan Teori Gaya Kepemimpinan dengan R.

A Kartini
1. Studi Ohio State University
1) Consideration
Kartini dalam kepemimpinannya demi merintis perubahan bagi kaum wanita, beliau
tidak segan-segan untuk turun ke bawah, bergaul dengan masyarakat biasa, berdiskusi
untuk mengembangkan ide-ide dan cita-cita untuk merombak status sosial kaum
wanita dan cara-cara kehidupan dalam masyarakat.
2) Initiating Structure
Dalam perjuangannya, Kartini mendirikan sekolah kepandaian putri, disana beliau
mengajarkan langsung tentang kegiatan wanita, seperti belajar jahit-menjahit serta
kepandaian putri lainnya.
2. Studi University of Michigan
(1) Task-oriented behavior (perilaku berorientasi ketugasan).
Sekolah yang didirikan Kartini memberikan fasilitas untuk perempuan yang belajar
disana, seperti peralatan jahit-menjahit.
(2) Relationship-oriented behavior (perilaku berorientasi hubungan)
Meskipun lahir dari keturunan bangsawan, tidak menjadikan Kartini sombong atau
hidup berfoya-foya. Dalam masa pingitan, Kartini membuka sekolah untuk anak-anak
perempuan yang tinggal di sekitar rumahnya. Ia mengajarkan membaca, menulis,
berhitung, bernyanyi, serta keterampilan lainnya sesuai dengan yang dibutuhkan oleh
anak-anak tersebut.
(3) Participatif leadership (kepemimpinan partisipatif)
Dalam memimpin sekolah, Kartini selalu mengikutsertakan bawahan atau
pengikutnya untuk bersama-sama berperan dalam berdiskusi mengenai langkah
perubahan yang harus dilakukan untuk wanita pada zaman itu.

3. Teori Kisi-Kisi Kepemimpinan (The Leadership Grid)


(1) Resources (R1)
Kecerdasan serta memiliki wawasan luas membuat Kartini memiliki terobosan untuk
membawa perubahan pada wanita di zaman itu. Selama dipingit Kartini mengajari
anak-anak perempuan yang tinggal di sekitar rumahnya untuk membaca, menulis,
berhitung serta keterampilan lainnya. Ketika sudah menikah, dibantu oleh suaminya,
Kartini mendirikan sekolah kepandaian putri.
(2) Relationship (R2)
Kartini berinteraksi langsung kepada anak-anak yang ia ajari serta para perempuan di
sekolah kepandaian putri. Kartini memotivasi perempuan tersebut supaya
kehidupannya lebih layak dan berpendidikan.
(3) Result (R3)
Kartini yang dikenal sebagai tokoh pahlawan nasional yang berjasa dalam hal
pendidikan dan emansipasi wanita memiliki sejumlah prestasi, di antaranya:
 Mendirikan sekolah wanita pertama yang berdiri di sebelah kantor
pemerintahan Kabupaten Rembang
 Mendirikan Sekolah Wanita oleh Yayasan Kartini di Semarang yang
kemudian meluas ke Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon serta
daerah lainnya.
 Menerbitkan buku ‘Habis Gelap Terbitlah Terang’ yang mengubah pola pikir
masyarakat Belanda terhadap wanita pribumi pada saat itu.

(4) Teori Kepemimpinan Kontijensi dan Teori Kepemimpinan Situasional


(1) Teori Kontinum Perilaku Pemimpin
Kartini lahir di tengah-tengah keluarga bangsawan, karena privilege yang ia
miliki, membuat Kartini bisa bersekolah di ELS (Europese Lagere School) dan
mempelajari Bahasa Belanda sehingga membuat Kartini bisa berkorespondensi
dengan temannya yang berada di Belanda yang membuat Kartini mulai tertarik
dengan pola pikir perempuan Eropa. Hingga kemudian ia mulai berpikir untuk
berusaha memajukan perempuan pribumi.
(2) Teori Gaya Kepemimpinan Berbagi Kekuasaan
Untuk mencapai tujuan sosial perempuan yang dicetus oleh Kartini, beliau
berusaha untuk membuat para perempuan saat itu mampu untuk berinisiatif,
mengembangkan kreativitas dan inovasi serta mengambil keputusan untuk dirinya
sendiri.
(3) Teori Konsep Kecocokan Pemimpin (Leaership Match Concept)
Dalam memimpin para perempuan, Kartini menerapkan pemimpin termotivasi
hubungan. Kartini menekankan hubungan personal yang baik terhadap para
perempuan yang ia ajar. Ia sangat memperhatikan apa yang dipikirkan dan
dirasakan oleh para perempuan pada saat itu. Kartini mendorong para perempuan
untuk berpendidikan, memiliki keterampilan, dan memperolah kesetaraan serta
kesempatan yang sama dengan laki-laki.
(4) Teori Kepemimpinan Situasional (Situational Leadership Theory)
Pada zamannya, Kartini sangat memberontak terhadap sistem feodalisme, Kartini
merasa bahwa hal itu tidak manusiawi. Semua manusia mempunyai kedudukan
yang sama, masing-masing diantaranya mempunyai hak yang sama untuk saling
mengasihi dan menyayangi tanpa ada perbedaan kedudukan dalam keluarga—
sebagai yang di tuakan— yang kemudian memunculkan batasan dalam kehidupan
sehari-hari. Tanggung jawab itulah yang sangat dielu-elukan oleh Kartini kepada
pada perempuan di zaman itu.
(5) Teori Pengambilan Keputusan Normatif
Dalam melakukan perjuangannya untuk memajukan perempuan pribumi, Kartini
mengambil keputusan untuk membangun sekolah, memperbaiki masalah
emansipasi wanita, serta memperbaiki masalah sosial di kalangan wanita oleh
dirinya sendiri, atas kesadaran dari dirinya dan apa yang ia lihat di lingkungannya.

(5) Teori Kepemimpinan Primal


Sebagai pemimpin perempuan pada zamannya, Kartini memiliki kecerdasan
emosional. Tindakan yang dilakukan Kartini memiliki pengaruh besar terhadap para
perempuan pada zaman itu bahkan hingga sekarang. Kartini memiliki optimisme,
inisiatif, empati, serta mampu mengembangkan orang lain sehingga bisa membuat
para perempuan di zaman itu berpendidikan dan dapat memiliki hak untuk dapat
dihormati.

Sumber:
Soeroto, S. (2019). Kartini Sebuah Biografi Rujukan Figur Pemimpin Teladan. PT Balai Pustaka
(Persero): Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai