Anda di halaman 1dari 5

KELOMPOK 2

 EKO RAHTOMO
 NOVA APRILITA
 LINDAWATI
 PRESILIA SARTIKA ROLI
 SAFRIANA
 RITA MEUTIA
LK. 1.2 Eksplorasi Penyebab Masalah

Masalah yang telah Analisis eksplorasi


No. Hasil eksplorasi penyebab masalah
diidentifikasi penyebab masalah
1 MASIH ADA
PESERTA DIDIK Hasil Kajian Literatur
YANG BELUM
BISA MEMBACA Mebaca memiliki peran yang sangat vital dalam menyumbang generasi-generasi emas
pembawa kemajuan, dengan membaca akan meningkatkan kecerdasan dan pengetahuan.
Menurut F. M. Hodgson dalam buku berjudul Learning Modern Language (1960), membaca
adalah suatu proses untuk memperoleh pesan yang disampaikan penulis melalui media
berupa kata-kata atau bahasa tulis.
Menurut R.C. Anderson, membaca adalah penyandiaan kembali (recording) dan pembacaan
sandi (decoding). Di mana sandi tersebut berupa lambang atau simbol bahasa tulis.
Menurut Henry G. Tarigan dalam buku berjudul Teknik Pengajaran Ketrampilan Berbahasa
(1987), membaca adalah suatu proses yang dilakukan dan digunakan oleh pembaca untuk
memperoleh pesan yang disampaikan penulis melalui media kata-kata atau bahasa tulis.
Pada beberapa sekolah termasuk tingkat SMA masih terdapat peserta didik yang masih
belum bisa membaca, hal ini salah satunya bisa disebabkan karena ada peserta didik yang
mengalami disleksia.
Disleksia merupakan suatu bentuk gangguan pembelajaran bahasa (language learning).
Tanda umumnya mulai tampak saat ah nak mulai sekolah. Anak seringkali dianggap lambat
dan kurang pandai oleh guru, orang tua dan teman. Beberapa tanda yang dapat mengarah
kepada diagnosis disleksia adalah
- Kesulitan membaca, mengenali huruf dan angka
- Sulit memahami kata baru yang rumit
- Tertukar penggunaan huruf atau kata saat menulis atau mengeja
- Tidak senang membaca, sulit fokus, kurang minat baca
Masih banyak lagi tanda yang dapat mengarah pada disleksia, namun tentu diagnosisnya
hanya dapat ditegakkan setelah anak menjalani tes psikologis. Pada dasarnya anak dengan
disleksia tidak berarti memiliki kecerdasan rendah mental. Hanya saja, karena sulit membaca
dan menulis, anak menjadi lambat dan tertinggal sehingga akhirnya kehilangan minat dan
kepercayaab diri.
HASIL BELAJAR Menurut Rusmono (2017) menyatakan bahwa Hasil belajar adalah perubahan perilaku
SISWA MASIH individu yang meliputi ranah kognitif, afektif, dan pisikomotorik. Perubahan perilaku tersebut
RENDAH diperoleh setelah siswa menyelesaikan program pembelajarannya melalui interaksi dengan
berbagai sumber belajar dan lingkungan belajar.
Hasil belajar adalah “kompetensi atau kemampuan tertentu baik kognitif, afektif maupun
psikomotorik yang dicapai atau dikuasai peserta didik setelah mengikuti proses belajar
mengajar” (Kunandar, 2013:62).
Hasil belajar yaitu “perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut
aspek kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai hasil dari kegiatan belajar” (Susanto, 2013:5).

Pendapat yang senada dikemukakan oleh Wasliman (dalam Susanto, 2013:12), hasil belajar
yang dicapai oleh peserta didik merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang
mempengaruhinya, baik faktor internal maupun eksternal. Secara rinci diuraikan sebagai
berikut:

1. Faktor internal; faktor internal merupakan faktor yang bersumber dari dalam diri
peserta didik, yang mempengaruhi kemampuan belajarnya. Faktor internal ini
meliputi: kecerdasan, minat dan perhatian, motivasi belajar, ketekunan, sikap,
kebiasaan belajar, serta kondisi fisik dan kesehatan.
2. Faktor eksternal; faktor yang berasal dari luar diri peserta didik yang mempengaruhi
hasil belajar yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat.

Selanjutnya, dikemukakan oleh Wasliman (dalam Susanto, 2013:13) bahwa sekolah


merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan hasil belajar siswa. Semakin tinggi
kemampuan belajar siswa dan kualitas pengajaran di sekolah, maka semakin tinggi pula
hasil belajar siswa. Kuaalitas pengajaran di sekolah sangat ditentukan oleh guru. Guru
adalah komponen yang sangat menentukan dalam implementasi suatu strategi
pembelajaran.
Pembelajaran Dalam Buku Pembelajaran Berbasis HOTS ditulis oleh Ridwan Abdullah sani
berbasis HOTS Menurut Sani (2019:2) kemampuan berpikir tingkat tinggi didefinisikan sebagai informasi
( Hight Order yang disimpan dalam ingatan kita dan memperoleh informasi baru selanjutnya
Thinking Skill ) menghubungkan, menyusun dan mengembangkan informasi yang ada agar mencapai suatu
belum konsisten tujuan dan memperoleh jawaban pada situasi yang membingungkan. Transformasi itu sendiri
diterapkan menjadikan siswa mampu menganalisis, mensintesis atau menggabungkan fakta dan ide,
menggeneralisasi, menjelaskan sampai pada suatu kesimpulan atau interpretasi.

Kajian literaturnya :

Jurnal Pendidikan Geografi Undiksha Volume 8, Number 2, Agustus 2020, pp. 76-89 P-ISSN:
2614-591X E-ISSN: 2614-1094 DOI: http://dx.doi.org/10.23887/jjpg.v8i2.25352 Open Access:
https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJPG

Kualitas Penerapan Asesmen Autentik Berbasis HOTS


Kendala-kendala Guru dalam pembelajaran dan Penyusunan Soal-soal Asesmen Autentik
Berbasis HOTS yaitu
 Waktu dan pemikiran harus disiapkan dengan matang sehingga dalam penyusunan
soal memerlukan waktu yang lama
 Waktu yang kurang dan kurang referensi tentang soal HOTS,
 Sulit membedakan soal hots dan lots
 kemampuan kognitif siswa yang tidak sama
 Kurang mampu menganalisis KI dan KD, Saat menyusun indikator pencapaian
kompetensi, dan saat memilih kata-kata operasional yang tepat
 Waktu belajar efektif yang singkat sehingga kurang waktu saat evaluasi
 Pemahaman guru terhadap pembelajaran HOTS masih rendah
 Evaluasi dari kurikulum belum maxsimal tentang proses pembelajaran dan soal –
soal HOTS

Pratama, N. S., & Istiyono, E. (2015). Studi Pelaksanaan Pembelajaran Fisika Berbasis
Higher Order Thinking (Hots) Pada Kelas X Di SMA Negeri Kota Yogyakarta. Prosiding
Seminar Nasional Fisika Dan Pendidikan Fisika (SNFPF) Ke-6, 104–112

 Penelitian dari Pratama & Istiyono (2015) bahwa penerapan HOTS pada guru-guru
yang diteliti terlaksana sedang,sehingga belum sepenuhnya guru-guru menerapkan
HOTS dalam pembelajaran.
 Rapih, S., & Sutaryadi. (2018). Perpektif guru sekolah dasar terhadap Higher Order
Tinking Skills (HOTS): pemahaman, penerapan dan hambatan. Premiere
Educandum, 8(1), 78–87.
 Hal ini juga sejalan dengan penelitian dari Rapih & Sutaryadi (2018) bahwa guru-guru
menyatakan sudah menerapkan HOTS namun kenyataam dilapamgan, tidak
sepenuhnya HOTS diterapkan dalam seluruh proses pembelajaran. Kandungan
HOTS pada soal yang telah dibuat guru-guru belum sepenuhnya HOTS dapat
dikarenakan oleh pemahaman guru-guru yang masih kurang mengenai HOTS mulai
dari pemahaman konsep, ciri-ciri, langkah penyusunan, dan cara mengevaluasi.
Selain itu soal-soal yang dibuat oleh guru-guru belum sepenuhnya HOTS dapat
disebabkan oleh kesulitan-kesulitan yang dialami oleh guru-guru. Pada pemaparan
kendalakendala penerapan HOTS, guru-guru banyak menyatakan kesulitan dalam
penyusunan soal disebabkan oleh kesulitan dalam pemilihan KI dan KD, refrensi yang
masih kurang, dan waktu yang dibutuhkan dalam penyusunan soal-soal berbasis
HOTS cukup lama sehingga guru-guru merasa kekurangan waktu untuk penyusunan
soal.

Anda mungkin juga menyukai