Anda di halaman 1dari 6

PANCASILA SEBAGAI SISTEM NILAI DAN ETIKA

POLITIK PANCASILA

Oleh: M.Tegar Pratama (2010603004)


Mahasiswa Universitas Islam Negeri Raden Fatah, Sumatera Selatan

Abstrak
Pengertian secara sederhana tentang Politik adalah, Suatu kegiatan untuk mencapai cita-cita
yang berhubungan dengan kekuasaan, Pancasila yang diakui sebagai dasar negara, sebagai pedoman
dan toluk ukur kehidupan berbangsa dan bernegara di Republik Indonesia, harus dipahami, dihayati
dan diamalkan dalam tata kehidupan berpolitik. Etika politik Pancasila adalah suatu proses
pengambilan keputusan dan kebijakan lainnya yang harus dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila, karena
Pancasila mempunyai nilai yang sangat fundamental sebagai dasar falsafah Bangsa Indonesia
sebagaimana yang tercantum dalam UUD 1945. Oleh karena itu, setiap warga Negara dan
penyelenggara Negara harus mempelajari, memahami, menghayati dan mengamalkan Pancasila
dalam segala bidang kehidupan berbangsa bernegara dan bermasyarakat, karena Pancasila
merupakan suatu landasan moral etik dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat.
Etika berkaitan dengan berbagai masalah nilai, karena etika pada pokoknya membicarakan masalah-
masalah yang berkaitan dengan predikat nilai “susila” dan “tidak susila”, “baik” dan “buruk”, sifat
seseorang dikatakan susila atau bijak apabila ia melakukan kebajikan, sebaliknya seseorang
dikatakan tidak susila apabila ia melakukan kejahatan.
Kata Kunci: Etika, Politik, Pancasila
I. Pendahuluan norma-norma etika, moral maupun norma
hukum dalam kehidupan kenegaraan maupun
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat
kebangsaan. Adakah terdengar lagi gaung
pada hakikatnya merupakan suatu nilai luhur
Pancasila dalam kancah kehidupan bangsa
merupakan sumber dari segala penjabaran
Indonesia dewasa ini? Agaknya untuk melihat
norma baik norma moral, norma hukum
hal itu, perlu penelaahan yang cukup luas
maupun norma kenegaraan lainnya. Adapun
sudut pandangnya. Atau dapat dikatakan
nilai-nilai tersebut akan dijabarkan secara jelas
bahwa jika Pancasila dilihat sebagai sebuah
sehingga dapat dijadikan sebagai suatu
fenomena, maka perlu juga dilihat fenomena
pedoman. Norma-norma tersebut meliputi :
atau esensi dari fenomena itu, dengan begitu
1. Norma moral yaitu yang berkaitan dengan
sudut pandangnya tidak hanya dibatasi pada
tingkah laku manusia yang dapat diukur dari
tataran luaran yang nampak, tetapi juga
sudut baik maupun yang buruk.
berupaya melihat apa yang sedang terjadi di
2. Norma hukum yaitu suatu sistem peraturan
dalamnya. Akhir-akhir ini kita tahu bahwa,
perundang-undangan yang berlaku di
Pancasila sedang mengalami satu fase
Indonesia.
delegitimize, keberadaan Pancasila akhir-akhir
Jadi sila-sila Pancasila pada hakikatnya
ini yang sebagai sebuah pandangan hidup
bukanlah merupakan suatu pedoman yang
Bangsa Indonesia sebagai pandangan hidup
langsung bersifat normatif ataupun praksis
bersama tak lagi “diakui”.
melainkan merupakan suatu sistem nilai–nilai
Pancasila sekarang sudah tidak sakti
etika yang harus dijabarkan lebih lanjut dalam
lagi, meski kita masih sering mendengar tiap

1
tahunnya pada akhir bulan September dan 9. Memahami dan menjelaskan berbagai
awal Oktober selalu ada peringatan hari permasalahan aktual dewasa ini, khususnya
Kesaktian Pancasila. tentang nilai-nilai Pancasila untuk
Ada satu hal yang selama ini menjadi memecahkan permasalahan tersebut.
pertanyaan terkait dengan Pancasila ini.
Apakah Pancasila benar-benar ada dalam diri II. Pembahasan
bangsa ini, yang sejak awal dirumuskan
A. Pendekatan Historis
hingga sekarang ini, disepakati sebagai
pedoman peri kehidupan dan cara pandang Pembahasan historis Pancasila dibatasi
bersama sebagai sebuah bangsa yang beraneka pada tinjauan terhadap perkembangan rumusan
ragam? Atau ia hanyalah sebuah slogan yang Pancasila sejak tanggal 29 Mei 1945 sampai
didengungkan sebagai sebuah pilihan-pilihan dengan keluarnya Instruksi Presiden RI No.12
para politis kita untuk melegitimasi atau Tahun 1968. Pembahasan ini didasarkan pada
mengukuhkan keberadaan bangsa Indonesia. dua pengandaian, yakni:
Hanya sebagai legitimator yang sekali-kali 1. Tentang dasar Negara Indonesia merdeka
digunakan kala dibutuhkan. Tak pernah benar- baru dimulai pada tanggal 29 Mei 1945, saat
benar menjadi pedoman hidup bangsa ini. dilaksanakan sidang Badan Penyelidik
Dengan cara lain kita dapat melihat hal Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan
itu. Pertama, Pancasila ada sebagai pedoman Indonesia (BPUPKI);
bangsa setelah dirumuskan dan ditetapkan 2. Sesudah Instruksi Presiden No.12 Tahun
sebagai pedoman hidup bangsa ini. Kedua, 1968 tersebut, kerancuan pendapat tentang
Pancasila sebenarnya telah hadir dalam rumusan Pancasila dapat dianggap tidak ada
kelokalan-kelokalan bangsa ini yang kemudian lagi.
disintesiskan dan dinyatakan sebagai sebuah Permasalahan Pancasila yang masih
pedoman hidup bersama oleh kelompok- terasa mengganjal adalah tentang penghayatan
kelompok lokal yang telah menyatu menjadi dan pengamalannya. Hal ini tampaknya belum
sebuah Bangsa yang besar, yaitu Bangsa terselesaikan oleh berbagai peraturan, seperti
Indonesia. pencabutan Ketetapan MPR No.II/MPR/1978
Dari uraian di atas, pertanyaan yang tentang (Eka Prasetya Panca Karsa)
sangat urgen untuk dijawab yaitu: tampaknya juga belum diikuti upaya
1. Pengertian etika politik dalam Pancasila. penghayatan dan pengamalan Pancasila secara
2. Peran Pancasila sebagai etika politik. lebih ‘alamiah’.
3. Nilai-nilai apa yang terkandung dalam Tinjauan historis Pancasila dalam
Pancasila sebagai etika politik. kurun waktu tersebut kiranya cukup untuk
4. Norma-norma apa yang terdapat pada memperoleh gambaran yang memadai tentang
Pancasila sebagai etika politik. proses dan dinamika Pancasila hingga menjadi
5. Memahami pengertian Pancasila. Pancasila otentik. Hal itu perlu dilakukan
6. Memahami pengertian teori asal mula mengingat bahwa dalam membahas Pancasila,
terbentuknya Pancasila. kita terikat pada rumusan Pancasila yang
7. Memahami dan menjelaskan tentang otentik dan pola hubungan sila-silanya yang
hubungan Pancasila dan Pembukaan selalu merupakan satu kebulatan yang utuh.
Undang-Undang Dasar 1945
8. Memahami dan menjelaskan pemikiran dan
pelaksanaan Pancasila serta Reformasi

2
1. Sidang BPUPKI – 29 Mei 1945 dan 1 Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
Juni 1945 kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan; 5) Mewujudkan suatu keadilan
Dalam sidang BPUPKI tanggal 29 Mei social bagi seluruh rakyat Indonesia.
1945, Mr. Muhammad Yamin menyampaikan Dalam sidang BPUPKI tanggal 14 Juli
telaah pertama tentang dasar negara Indonesia 1945, “Piagam Jakarta” diterima sebagai
merdeka sebagai berikut: 1) Peri Kebangsaan; rancangan Mukadimah hukum dasar
2) Peri Kemanusiaan; 3) Peri Ketuhanan; 4) (konstitusi) Negara Republik Indonesia.
Peri Kerakyatan dan 5) Kesejahteraan Rakyat. Rancangan tersebut – khususnya sistematika
Ketika itu ia tidak memberikan nama terhadap dasar negara (Pancasila) – pada tanggal 18
lima azas yang diusulkannya sebagai dasar Agustus disempurnakan dan disahkan oleh
negara. Pada tanggal 1 Juni 1945, dalam Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
sidang yang sama, Ir. Soekarno juga (PPKI) menjadi: 1) Ketuhanan Yang Maha
mengusulkan lima dasar negara sebagai Esa; 2) Kemanusiaan yang adil dan beradab;
berikut: 1) Kebangsaan Indonesia; 2) 3) Persatuan Indonesia; 4) Kerakyatan yang
Internasionalisme; 3) Mufakat atau dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
Demokrasi; 4) Kesejahteraan Sosial; 5) permusyawaratan/ perwakilan; 5) Keadilan
Ketuhanan Yang Berkebudayaan. sosial bagi seluruh rakyat Indonesia;
Dalam pidato yang disambut gegap- sebagaimana tercantum dalam alinea keempat
gempita itu, ia mengatakan: “… saya namakan Pembukaan UUD 1945.
ini dengan petundjuk seorang teman kita – ahli
bahasa, namanja ialah Pantja Sila …” (Anjar 3. Konstitusi RIS (1949) dan UUD
Any, 1982; 26). Sementara (1950)

2. Piagam Jakarta 22 Juni 1945 Dalam kedua konstitusi yang pernah


menggantikan UUD 1945 tersebut, Pancasila
Rumusan lima dasar negara (Pancasila)
dirumuskan secara ‘lebih singkat’ menjadi:
tersebut kemudian dikembangkan oleh
1) Pengakuan Ketuhanan Yang Maha Esa;
“Panitia 9” yang lazim disebut demikian
2) Perikemanusiaan;
karena beranggotakan sembilan orang tokoh
3) Kebangsaan;
nasional, yakni para wakil dari golongan Islam
4) Kerakyatan;
dan Nasionalisme. Mereka adalah: Ir.
5) Keadilan sosial.
Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, Mr. A.A.
Sementara itu di kalangan masyarakat
Maramis, Abikusno Tjokrosoejoso,
pun terjadi kecenderungan menyingkat
Abdulkahar Muzakir, H.A. Salim, Mr.
rumusan Pancasila dengan alasan praktis/
Achmad Subardjo, K.H. Wachid Hasjim, Mr.
pragmatis atau untuk lebih mengingatnya
Muhammad Yamin. Rumusan sistematis dasar
dengan variasi sebagai berikut:
negara oleh “Panitia 9” itu tercantum dalam
1) Ketuhanan;
suatu naskah Mukadimah yang kemudian
2) Kemanusiaan;
dikenal sebagai “Piagam Jakarta”, yaitu: 1)
3) Kebangsaan;
Ke-Tuhanan dengan kewajiban menjalankan
4) Kerakyatan atau Kedaulatan Rakyat;
syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya; 2)
5) Keadilan sosial.
Menurut dasar kemanusiaan yang adil dan
Keanekaragaman rumusan dan atau
beradab; 3) Persatuan Indonesia; 4)
sistematika Pancasila itu bahkan tetap

3
berlangsung sesudah Dekrit Presiden 5 Juli individu dan sebagai makhluk sosial. Sebagai
1959 yang secara implisit tentu mengandung makhluk individu manusia memiliki
pula pengertian bahwa rumusan Pancasila kewajiban-kewajiban terhadap dirinya sendiri,
harus sesuai dengan yang tercantum dalam terhadap Tuhan, dan terhadap wilayah-wilayah
Pembukaan UUD 1945. hidup mereka yang berkenaan dengan sisi
individu. Sedangkan sebagai makhluk sosial,
4. Instruksi Presiden RI No.12 Tahun 1968 manusia diarahkan untuk mengatur hidup
sesuai dengan garis kodrat mereka sebagai
Rumusan yang beraneka ragam itu
makhluk sosial, berkenaan dengan nilai-nilai
selain membuktikan bahwa jiwa Pancasila
moral yang menentukan sikap dan tindakan
tetap terkandung dalam setiap konstitusi yang
antar manusia.
pernah berlaku di Indonesia, juga memung-
Sedangkan dimensi politik dalam etika
kinkan terjadinya penafsiran individual yang
politik di sini adalah dalam pengertiannya
membahayakan kelestariannya sebagai dasar
yang lebih luas. Bukan hanya berkenaan
negara, ideologi, ajaran tentang nilai-nilai
dengan sistem kemasyarakatan atau hubungan
budaya dan pandangan hidup bangsa
antar manusia, sebagai misal, yang mencakup
Indonesia. Menyadari bahaya tersebut, pada
kehidupan bermasyarakat, melainkan juga
tanggal 13 April 1968, pemerintah
hubungan kenegaraan, pemerintah yang
mengeluarkan Instruksi Presiden RI No.12
menentukan dalam pelaksanaan kebijakan
Tahun 1968 yang menyeragamkan tata urutan
pemerintahan yang tentang menyangkut
Pancasila seperti yang tercantum dalam
berbagai hal tentang kepentingan publik, serta
Pembukaan UUD 1945, yaitu :.
kegiatan-kegiatan lain dari berbagai lembaga
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
sosial, partai politik dan organisasi keagamaan
2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
yang berkaitan langsung dengan kehidupan
3. Persatuan Indonesia
kemasyarakatan dan pemerintahan dengan
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmad
batasan sesuai dengan konsep-konsep
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/
pemerintahan (state), kekuasaan (power),
Perwakilan.
pengambilan keputusan (decision making),
5. Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat
pembagian (distribution), dan alokasi
Indonesia
(allocation), pengertian itu dapat diperluas lagi
ke dalam tatanan manusia sebagai makhluk
B. Analisis
yang berpolitik dan dapat disebutkan pula
Dalam pembagian cabang-cabang ilmu bahwa segala tindakan manusia atau bahkan
pengetahuan, etika adalah anak cabang dari manusia itu sendiri tidak akan lepas dari
filsafat. Masuk dalam kategori filsafat praktis. orientasi dan praktik-praktik politik.
Pembahasannya langsung mengarah pada Manusia hidup karena berpolitik.
tindakan dan bagaimana manusia harus Secara kodrati sebagai makhluk individu dan
berbuat. Filsafat praktis ini diupayakan untuk makhluk sosial manusia akan memerlukan
memberi pemahaman pada manusia dalam aturan-aturan atau norma-norma untuk dapat
mengarahkan tindakannya. Begitulah etika menjalani hidupnya. Kata kunci dari dimensi
sebagai bagian dari filsafat praktis. Kemudian politik ini adalah kaitannya dengan hak dan
etika masih dibagi lagi menjadi etika individu kewajiban manusia sebagai warga negara,
dan etika sosial. Manusia memang memiliki sebagai anggota masyarakat, sebagai individu
kedua dimensi itu yaitu sebagai makhluk

4
dan sosial serta sebagai makhluk Tuhan Yang III. Penutup
Maha Esa.
1. Simpulan
Dengan melihat dua dimensi ini, maka
etika politik dalam Pancasila dapat kita Etika politik termasuk lingkup etika
simpulan bahwa dalam pelaksanaan kegiatan sosial yang berkaitan dengan bidang
berpolitik kita harus berpedoman pada butir- kehidupan politik, politik juga memiliki makna
butir yang terdapat dalam Pancasila, dan bermacam-macam kegiatan, dalam sistem
bagaimana cara kita bersikap dan bertindak politik negara dan politik lainnya harus
antar satu dengan yang lain sesuai dengan hak berpedoman dan mengacu pada butir-butir
dan kewajiban kita. Dengan kata lain bahwa yang terdapat dalam Pancasila, dengan tujuan
Pancasila adalah sebagai moral identity kita, demi kepentingan Negara dan kepentingan
baik sebagai warga negara, sebagai warga masyarakat (publik) dan bukan semata-mata
masyarakat dan sebagai makhluk Tuhan Yang untuk kepentingan pribadi atau individu.
Maha Esa, karena Pancasila sebagai Dalam hubungan dengan etika politik
pandangan hidup dan pedoman hidup kita bahwa pengertian politik harus dipahami
bersama, sebagai misal: secara lebih luas yaitu yang menyangkut
Dalam sila ke 1. Ketuhanan Yang seluruh unsur yang membentuk sesuatu
Maha Esa, maka dalam kegiatan politik, kita persekutuan hidup yang disebut Negara dan
tidak boleh melupakan apa yang menjadi Masyarakat. Dalam kapasitas berhubungan
kewajiban kita sebagai makhluk Tuhan Yang dengan moral, maka kebebasan manusia dalam
Maha Esa. menentukan tindakan harus bisa
Dalam sila ke 2. Kemanusiaan yang dipertanggungjawabkan, sesuai aturan yang
adil dan beradab, maka dalam kegiatan politik, telah ditetapkan dan disesuaikan dengan
kita harus mengikuti aturan-aturan yang telah keadaan masyarakat sekelilingnya.
ditetapkan, bersikap sopan santun sesuai adat Sifat serta ciri khas kebangsaan dan
istiadat yang berlaku. kenegaraan Indonesia bukanlah totalitas
Dalam sila ke 3. Persatuan Indonesia, individualistis ataupun sosialistis melainkan
maka dalam kegiatan politik, kita harus segala keputusan kegiatan dan kebijakan serta
mengutamakan kepentingan Negara dan arah dari tujuan politik harus dapat
Masyarakat daripada kepentingan pribadi atau dipertanggungjawabkan secara moral.
golongan.
Dalam sila ke 4. Kerakyatan yang 2. Saran
dipimpin oleh hikmad kebijaksanaan dalam
Pancasila hendaknya disosialisasikan
permusyawaratan/Perwakilan, maka dalam
secara mendalam sehingga dalam kehidupan
kegiatan politik kita selalu berkoordinasi/
berbangsa, bernegara dan bermasyarakat serta
musyawarah untuk mencapai kesepakatan dan
berpolitik dalam berbagai segi kegiatan dapat
selalu bijaksana dalam bersikap dan bertindak
terwujud dengan baik dan lancar. Untuk
sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada,
mewujudkan masyarakat yang adil dan
dan
makmur, pemerintah selaku pemegang amanat
Dalam sila ke 5. Keadilan sosial bagi
rakyat dan penyelenggara Negara harus
seluruh Rakyat Indonesia, maka dalam
mentaati peraturan yang telah ditetapkan,
kegiatan politik kita harus jujur, adil dan
karena kekuatan politik suatu negara
bersifat sosial tanpa pamrih apapun, kecuali
ditentukan oleh kondisi pemerintah yang
demi kesejahteraan bersama.

5
absolut, pemerintah yang didukung penuh oleh DAFTAR PUSTAKA
rakyat, karena kedaulatan tertinggi berada di
tangan dan rakyat merupakan bagian
terpenting dari terbentuknya suatu Negara. Kaelan, Pendidikan Pancasila Yuridis
Kenegaraan, Jogjakarta: Paradigma,
1996.
Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan
Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia, 1980.
Notonagoro, Beberapa Hal Mengenai
Falsafah Pancasila, Jakarta: Cet. 9,
Pantjoran Tujuh, Cet. 9, 1980.
Soeprapto, Pendidikan Pancasila Untuk
Perguruan Tinggi, Jakarta: LP.3 UGM,
1997.
Suhadi, 1995, Pendidikan Pancasila, Diktat
Kuliah Fakultas Filsafat, Jogjakarta:
UGM, 1995

Anda mungkin juga menyukai