Anda di halaman 1dari 13

KULIT

Kulit merupakan organ tubuh yang menutupi seluruh permukaan yang berfungsi sebagai pelindung
tubuh dari cedera dan patogen, kulit juga mengatur suhu tubuh, mengendalikan kehilangan cairan
yang tak terasa serta menyimpan vitamin D, lemak, dan air. (Wibowo, 2011)

Dermatitis Atopik (Eksim)

Peradangan yang terjadi pada seseorang yang mengalami sensitisasi terhadap suatu alergen.
Beberapa bahan yang bersifat iritan juga dapat menimbulkan kerusakan jaringan dan kelainan klinik
berupa eflorensi polimorfik. (Wistiani, 2016)

Klasifikasi Penyakit

Berdasarkan kontak iritan dibagi berdasarkan faktor eksogen dan endogen, reaksi kimia DKI akut, DKI
akut terhambat, DKI kronik, iritan subjektif, iritan suberitemataous, dermatitis frictional, trauma DKI,
pustular. (Wijaya, 2016)

Etiologi dan Epidemiologi


Etiologi : -Faktor eksogen : Sifat kimia iritan,karakteristik paparan, lingkungan (suhu, kelembaban),
mekanik (gesekan,tekanan), radiasi ultraviolet (UV).

- Faktor endogen : genetik, jenis kelamin, etnis, lokasi kulit, dan riwayat atopik.

Epidmiologi : Survey biostatistik tenaga kerja terhadap seluruh penduduk di amerika sebesar 90-95%
dan sekitar 81% kasus dermatitis kontak prevalensi dari 1 januari 1993 sampai 31 Desember 2010
tercatat 958 kasus (33%). (Wijaya, 2016)
Patofisiologi

Membran lemak
Iritan
c Jaringan lemak hilang
keratinosit rusak

Berubah menjadi PG
dan LT
Fosfolipase dan AA
Denaturasi keratin
aktif

Faktor nekrosis
Vasodilatasi Sitotoksik
terlepas

Manifestasi Klinik

1. Nyeri dan gatal

2. Eritema dan kulit kering

3. Hiperkeratosis

4. Kulit mengeras

5. Inflamasi

(Wijaya, 2016)

Manajemen Terapi

1. Golongan Obat : Kortikosteroid

2. Indikasi : Penyakit dermatologis, kolagen, keadaan alergi, inflamasi

3. Contoh obat : Hydrocortisone cream 2,5%

4. Dosis : Anak-anak dan dewasa oleskan tipis pada area yang terkena/ gatal

5. Rute pemberian : Topikal

6. Mekanisme Kerja : Glukokortikoid kerja pendek, menekan pembentukan, pelepasan, dan aktivitas
mediator inflamasi endogen, termasuk prostaglandin, kinin, histamin, enzim liposom, dan sistem
komplemen, mengubah respon imun tubuh.

7. Kontraindikasi : infeksi jamur sistemik, penggunaan IM dalam purpura trombositopenia idiopatik,


pemberian vaksin virus pada pasien yang menerima dosis kortikosteroid immunosupresif

8. Efek samping : Eritema, lesi, iritasi, kekeringan, rasa terbakar, infeksi sekunder, kulit pecah-pecah
Daftra pustaka

- Wijaya, I.P.G.I, Permada I.G.K & Rusyari, L.M.M. 2016. Edukasi dan penatalaksanaan dermatitis
kontak iritan kronis di RSUP Sunglah Denpasar Bali. 2014/2015. Jurnal Medika Udayana

- A to Z drugs facts
Herpes

Herpes ialah radang kulit yang ditandai dengan pembentukan gelembung-gelembung berisi air pada
dasar peradangan dan berkelompok (Tetty Setiowati ; Deswaty Furqonita, 2007). Sedangkan
menurut Kamus Kedokteran, herpes adalah erupsi kulit yang menyebar yang disebabkan oleh virus
herpes dan ditandai oleh pembentukan vesikel kecil yang mengelompok. Sehingga bisa ditarik
kesimpulan, herpes merupakan suatu penyakit kulit yang ditandai dengan munculnya gelembung-
gelembung secara berkelompok di permukaan kulit

Klasifikasi Penyakit

Herpes di bedakan menjadi dua jenis, yaitu :

a. Herpes Zoster Tergolong dalam infeksi akut yang disebabkan oleh virus Varisela Zoster (VZV).
Ditandai dengan timbulnya gelembung berisi cairan pada tubuh bagian punggung, dada, dahi,
atau daerah dari thoracallis 3 sampai lumbalis 2. Herpes jenis ini seringkali terjadi pada orang
yang pernah menderita varisela (cacar air) sebelumnya. Hal tersebut dikarenakanVZV juga
merupakan penyebab varisela. Ketika varisela sembuh, virus tersebut tetap berada dalam tubuh
penderita pada tahap laten dan tidak menunjukkan gejala apapun. Virus baru bisa aktif kembali
ketika daya tahan tubuh penderita menurun.
b. Herpes Genitalis Penyakit herpes genetalis timbul akibat adanya infeksi atau peradangan pada
kulit, terutama dibagian vagina, penis, pintu dubur/ anus, pantat, dan selangkangan. Penyebab
penyakit herpes genetalis adalah virus herpes simplek. Herpes Genitalis ini tergolong dalam
penyakit menular seksual.

Etiologi dan Epidemiologi

Epedemiologi : Secara resmi WHO pada 21 Januari 2015 menyatakan bahwa terdapat masalah
kesehatan global yang diangkat pada tahun 2015. Permasalahan tersebut terkait dengan Herpes
Simpleks tipe 2. Dalam rilis tersebut, WHO menunjukkan sebuah estimasi penderita Herpes Simplex
Virus Type 2 (HV 2) yang berjumlah lebih dari 400 juta orang di seluruh dunia pada tahun 2012,
demikian penelitian yang dipublikasikan oleh Plos One

Etiologi : Bula bisa terasa gatal dan nyeri. Dan apabila pecah, bula bisa memudahkan terjadinya
infeksi bakteri pada daerah sekitarnya serta krusta yang lebih dalam. Oleh karena itu, penting untuk
menjaga agar bula tidak pecah akibat garukan atau geseran benda-benda yang nantinya bisa
menjadi jalan masuk kuman yang lain. Selain itu, bula yang bergerombol di sepanjang kulit yang
dilalui oleh syaraf yang terinfeksi, kadang-kadang menimbulkan kelemahan pada otot yang dikontrol
oleh saraf. Misalnya, saraf yang terkena adalah saraf motorik maupun sensorik.
Patofisiologi

Manifestasi Klinik

Manifestasi klinis yang seringkali terjadi pada herpes zoster adalah timbulnya bula. Bula merupakan
suatu lepuhan atau gelembung yang di dalamnya berisi cairan.Timbulnya bula bisa disebabkan oleh :

• Adanya iritasi, baik dari bahan kimia ataupun iritasi fisik (luka bakar)

• Alergi, bisa karena gigitan serangga

• Obat-obatan, seperti obat furosemid (diuretik) yang penggunaannya bisa meningkatkan


sensitivitas pada matahari sehingga bisa memicu timbulnya bula.

• Infeksi, misalnya penyakit cacar air

Manajemen Terapi

Terapi sistemik yang bersifat simtomatik. Contoh obat berupa salep Aciclovir dan Asam Mefenamat.
Salep Aciclovir :

● Kegunaan : Menghambat virus herpes simplex (HSV) tipe I dan HSV tipe II, Varicella Zoster,
Epstein-Barr, dan Cytomegalovirus.

● Indikasi : Pengobatan infeksi virus herpes simplex pada kulit dan selaput lendir, termasuk herpes
genitalis yang inisial dan rekuren.

● Kontraindikasi : Untuk penderita yang hipersensitif terhadap acyclovir.

● Efek samping : Nyeri ringan termasuk rasa terbakar sementara dan rasa yang menyengat. Reaksi
lokal termasuk pruritus, rash, vulvitis, dan edema.
Asam Mefenamat :

• Kandungan: Pada asam mefenamat 500 mg, mengandung Asam Mefenamat 500 mg.

• Kegunaan : Menghilangkan rasa nyeri baik akut maupun kronik, ringan sampai sedang.

• Indikasi : Sakit kepala, sakit gigi, dismenore primer, termasuk nyeri karena trauma, nyeri sendi,
nyeri otot, nyeri sehabis operasi, nyeri pada persalinan.

• Kontraindikasi : Pada penderita tukak lambung, radang usus, gangguan ginjal, asma dan
hipersensitif terhadap asam mefenamat.

• Efek samping: Dapat terjadi gangguan saluran cerna, antara lain iritasi lambung, kolik usus, mual,
muntah dan diare, rasa mengantuk, pusing, sakit kepala, penglihatan kabur, vertigo, dispepsia

Dafatar pustaka

● Setiowati, Tetty dan Furqonita, Deswaty. 2007. Biologi Interaktif. Jakarta: Azka Press.
URTIKARIA
a) DEFINISI
Urtikaria adalah kelainan kulit yang ditandai dengan peninggian kulit yang timbul
mendadak dan/atau disertai angiodema; ukurannya bervariasi, biasanya dikelilingi
eritema, terasa gatal atau sensasi terbakar, umumnya menghilang dalam 1-24 jam.
Angioedema terjadi akibat edema lapisan dermis bagian bawah dan jaringan
subkutan, biasanya lebih dirasakan sebagai sensasi nyeri, dan menghilang setelah 72
jam. (Siannoto, 2017)

b) KLASIFIKASI
Urtikaria dapat di klasifikasi kan berdasarkan durasi dan factor pencetus.
Berdasarkan durasi, Urtikaria dibedakan menjadi :
- Urtikaria akut = terjadi <6 minggu
- Urtikaria kronis = terjadi >6 minggu
Berdasarkan faktor, urtikaria dibedakan menjadi:

c) ETIOLOGI
Etiologi urtikaria akut sebagian besar dapat diketahui melalui anamnesis dan
pemeriksaan fisik menyeluruh, jarang dibutuhkan pemeriksaan penunjang. Pada anak
etiologi yang sering adalah infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). (Siannoto, 2017)

d) EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia, prevalensi urtikaria belum diketahui pasti. Penelitian di Palembang
tahun 2007 pada 3000 remaja usia 14-19 tahun, mendapatkan prevalensi urtikaria
sebesar 42,78%.5 Sebanyak 8-20% populasi diperkirakan pernah atau akan menderita
urtikaria dalam perjalanan hidupnya dan sebanyak 0,1% akan berkembang menjadi
urtikaria kronis spontan.1,6 Prevalensi urtikaria kronis lebih kecil dibandingkan
urtikaria akut, yaitu 1,8% pada dewasa dan berkisar antara 0,1-0,3% pada anak.7
Prevalensi urtikaria kronis pada dewasa berdasarkan durasinya adalah: 6-12 minggu
(52,8%), 3-6 bulan (18,5%), 7-12 bulan (9,4%), 1-5 tahun (8,7%), >5 tahun (11,3%).
(Siannoto, 2017)
e) PATOFISIOLOGI
Urtikaria

Diperantarai
sel mast

Sel mast teraktivasi

Mengeluarkan histamine dan mediator


lain seperti platelet activating faktor (PAF)
dan sitokin

Menyebabkan aktivasi saraf sensoris,


vasodilatasi, ekstravasasi plasma,
serta migrasi sel-sel inflamasi lain ke
lesi urtikaria

f) MANIFESTASI KLINIS
1. Ditandai dengan timbulnya peninggian pada kulit
2. Peninggian pada kulit harus memenuhi kriteria :
- Ditemukan edema sentral dengan ukuran bervariasi dan disertai eritema
- Terasa gatal, kadang sensasi terbakar
- Umumnya dapat hilang dalam 1-24 jam ada yang < 1 jam (Siannoto, 2017)

g) MANAJEMEN TERAPI
1. Antihistamin1
Antihistamin-H1 non-sedatif/ generasi kedua (azelastine, bilastine, cetirizine,
desloratadine, ebastine, fexofenadine, levocetirizine, loratadine, mizolastine, dan
rupatadine)
2. Antagonis H2
Antagonis H2 (cimetidine) diberikan dalam kombinasi dengan antagonis H1 pada
urtikaria kronis
3. Antagonis reseptor leukotrien
4. Kortikosteroid
kortikosteroid yang disarankan adalah prednison 15 mg/hari,
5. Agen anti-inflamasi
dapson, sulfasalazine, hidroksiklorokuin, dan kolkisin.
6. Imunosupresan
Imunosupresan yang saat ini digunakan adalah inhibitor kalsineurin (siklosporin).
Imunosupresan lain (azatioprin, metotreksat, siklofosfamid, dan mikofenolat
mofetil)
7. Agen biologis
Obat baru yang sekarang mulai digunakan adalah omalizumab. (Siannoto, 2017)

Di Indonesia, sampai saat ini belum ada pedoman terapi untuk urtikaria. Sebagian
besar institusi menganut pedoman terapi EEACI (European Academy of Allergy and Clinical
Immunology)/GA2 LEN (the Global Allergy and Asthma European Network)/EDF (the
European Dermatology Forum)/WAO (World Allergy Organization) yang diadopsi oleh
AADV (Asian Academy of Dermatology and Venereology) untuk urtikaria kronis di Asia
pada tahun 2010.

h) DAFTAR PUSTAKA

Siannoto, M. (2017). Diagnosis dan Tatalaksana Urtikaria. Cdk-250, 44(3), 190–194.


PANU
a. DEFINISI
Panu adalah salah satu penyakit kulit yang dikarenakan oleh jamur, penyakit panu
ditandai dengan bercak yang ada pada kulit dibarengi rasa gatal pada waktu
berkeringat. Bercak-bercak ini dapat berwarna putih, coklat atau merah
bergantung warna kulit si penderita. Penyakit ini disebabkan oleh jamur
Malassezia furfur.
(M. Ferry Satrya Putra, M. Nasip, 2015)

b. KLASIFIKASI
-

c. ETIOLOGI
- PV disebabkan oleh organisme normal pada kulit berupa jamur lipofilik yang
dahulu disebut sebagai Pityrosporum orbiculare dan Pityrosporum ovale,
tetapi saat ini telah diklasifikasikan dalam satu genus Malassezia.
- PV terjadi karena bentuk ragi yang saprofit pada kulit berkembang menjadi
bentuk miselium parasitik dan menimbulkan gejala klinis. Faktor - faktor
yang mempengaruhi proses tersebut antara lain lingkungan, kadar CO2 yang
meningkat pada kondisi oklusif, sebum pada dewasa muda, hiperhidrosis,
penggunaan kortikosteroid sistemik, penyakit Cushing, kondisi
imunosupresif, dan malnutrisi. (Verawaty & Karmila, 2017)

d. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi PV di seluruh dunia mencapai 50% pada daerah panas, lembab dan
hanya 1,1% pada daerah beriklim dingin dan merupakan dermatomikosis
terbanyak kedua di antara dermatofitosis lain di Indonesia. 2,3 Lingkungan yang
hangat dan lembab diperkirakan menjadi salah satu faktor pencetus. Indonesia
terletak pada garis ekuator dengan temperatur sepanjang tahun sekitar 30°C dan
kelembaban 70%. PV lebih banyak dijumpai pada kelompok usia dewasa muda
baik laki-laki maupun perempuan. Pada laki-laki terbanyak dijumpai pada usia 21-
25 tahun, sedangkan pada perempuan terbanyak dijumpai pada usia 26-30 tahun.
Di daerah tropis, laki-laki cenderung lebih banyak menderita PV dibandingkan
dengan perempuan, yang dikaitkan dengan jenis pekerjaan.(Verawaty & Karmila,
2017)
e. PATOFISIOLOGI

f. MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis PV umumnya berupa makula atau patch warna putih, merah atau
kecoklatan yang tidak gatal, terkadang rasa gatal terutama saat berkeringat.
Penggunaan terminologi versikolor sangat sesuai untuk penyakit ini karena warna
skuama bervariasi dari putih kekuningan, kemerahan, hingga coklat. Pada orang
kulit putih, lesi berwarna lebih gelap dibandingkan dengan kulit normal. Pada lesi
awal biasanya akan muncul area hipopigmentasi sedangkan pada lesi yang lebih
lama akan muncul area hiperpigmentasi. Lesi awal berupa makula atau patch
berbatas tegas, tertutup skuama halus yang terkadang tidak tampak jelas.
(Verawaty & Karmila, 2017)
g. MANAJEMEN TERAPI
h. DAFTAR PUSTAKA
M. Ferry Satrya Putra, M. Nasip, I. B. (2015). Hubungan Antara Kebiasaan
Mandi, Penggunaan Handuk Dan Mengganti Pakaian Dengan Kejadian
Penyakit Panu Pada Masyarakat Yang Berusia 15- 44 Tahun Di Kecamatan
Mempawah Hilir Kabupaten Mempawah. Kesehatan, 1–9.
Verawaty, L., & Karmila, I. D. (2017). Penatalaksanaan Pitiriasis Versikolor.
Bagian Kesehatan Kulit Kelamin FK Universitas Udayana, 3–10.

Anda mungkin juga menyukai