Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH ERGONOMI

KERJA SHIFT

Disusun Oleh:

Al Ciptaning Laras

2106798912

Dosen Pembimbing:

Ibu Ambar W. Roestam, SKM, MOH

MAGISTER KEDOKTERAN KERJA

DEPARTEMEN ILMU KEDOTERAN KOMUNITAS

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA 2022

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dengan ditemukannya lampu listrik, waktu kerja tidak lagi terbatas pada siang hari.
Revolusi industri juga menghasilkan peningkatan waktu kerja, termasuk dimulainya operasi
sepanjang waktu, atau 24 jam terus menerus. Hari ini kita hidup dalam 'masyarakat 24 jam'.
Masyarakat menuntut agar layanan tertentu tersedia 24 jam sehari, seperti penyediaan listrik dan
telekomunikasi, dan layanan polisi, pemadam kebakaran, dan perawatan kesehatan.
Kerja shift melibatkan pergantian tim pekerja yang masing-masing bekerja dalam "shift"
tertentu (jam kerja), dan yang biasanya melakukan tugas kerja yang sama sehingga operasi dapat
dilanjutkan lebih lama dari yang diizinkan oleh pekerja tunggal mana pun. Jadwal kerja shift
tentu mengharuskan beberapa pekerja untuk bekerja untuk periode waktu yang berada di luar
jam kerja jam 7 pagi hingga 5 sore, namun urutan pergantian shift biasanya mengikuti pola yang
dapat diprediksi dan teratur. Oleh karena itu, kerja shift tidak boleh disamakan dengan jam kerja
tidak teratur, di mana waktu kerja bervariasi dengan cara yang tidak dapat diprediksi dan tidak
teratur
Kerja shift, terutama kerja termasuk shift malam, adalah kondisi yang paling banyak
dipelajari di dunia medis. Hal ini dikarenakan kerja shift dapat mengganggu homeostasis dan
Kesehatan kesejahteraan manusia pada beberapa level tertentu. Pada tingkat biologis, gangguan
dan bahkan pembalikan siklus tidur/bangun, yang terkait dengan pola aktivitas/istirahat yang
dimodifikasi, merupakan tekanan yang signifikan untuk regulasi endogen ritme "sirkadian"
(sekitar 24 jam) dari fungsi biologis, yang didorong oleh jam tubuh Tetap terjaga di malam hari
dan mencoba untuk tidur di siang hari bukanlah kondisi fisiologis bagi makhluk diurnal seperti
manusia, yang karenanya dipaksa untuk menyesuaikan keadaan psiko-fisiologis mereka dengan
pergeseran fase fluktuasi harian fungsi biologis, yang biasanya diaktifkan siang hari dan depresi
pada malam hari.
Berdasarkan penjelasan diatas, jelas terlihat bahwa kerja shift dapat menjadi potensi
hazard dan risiko kerja. Oleh karena itu, makalah ini akan mencoba mengkaji lebih dalam
tentang shift kerja dan pengaruhnya terhadap kesehatan dan produktivitas pekerja.
1.2 Rumusan Masalah
Apa dan bagaimana pengaruh kerja shift terhadap Kesehatan dan tingkat produktivitas pekerja?

1.3. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Menjelaskan tentang definisi dan jenis kerja shift
2. Mengetahui pengaruh kerja shift terhadap tingkat Kesehatan dan produktivitas kerja dari
pekerja yang menjalaninya.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Shift Kerja


Arti shift kerja secara sederhana adalah pergeseran jadwal kerja dari “waktu/jam kerja normal”.
Dalam konteks ini, karyawan yang menjalani sistem shift bisa saja bekerja dari sore hingga dini
hari. Umumnya, sebuah perusahaan akan memberlakukan hingga tiga shift dalam satu hari, yakni
pagi, siang, dan malam (masing-masing memiliki durasi 8 jam kerja).

2.2. Undang-Undang yang Mengatur Tentang Shift Kerja


Sesuai ketentuan, tidak semua perusahaan bisa menerapkan sistem kerja shift. Hal ini telah diatur
oleh pemerintah melalui Keputusan Kementerian Ketenagakerjaan No. 233 Tahun 2003 tentang
Jenis dan Sifat Pekerjaan yang Dijalankan Secara Terus-Menerus. Aturan tersebut menjelaskan
bahwa penerapan sistem kerja shift dijalankan berdasarkan kesepakatan perusahaan dan
karyawannya .Secara lebih rinci, Pasal 4 KEP.233 /MEN/2003 menyebutkan bidang pekerjaan
apa saja yang dapat menerapkan sistem shift. Di sisi lain, Undang-Undang No. 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan pun mengatur pembagian shift kerja. Hal ini tertuang dalam Pasal 77
sampai dengan 85.

Adapun beberapa poin-poin umum dan penting dalam ketentuan tersebut antara lain sebagai
berikut.

 Jam kerja yang memberlakukan tiga shift, jumlah jam kerja maksimal tiap shift adalah 8
jam per hari (termasuk jam istirahat).

 Jumlah jam kerja selama seminggu (akumulatif) adalah 40 jam.

 Jika seorang karyawan bekerja melebihi batasan tersebut, maka harus sepengetahuan dan
surat perintah tertulis dari perusahaan dan dihitung sebagai lembur.

Pasal 77 ayat (1) dan (2) UU Cipta Kerja No.11/2020 mewajibkan setiap pengusaha untuk
melaksanakan ketentuan jam kerja. 
 7 jam kerja dalam 1 hari atau 40 jam kerja dalam 1 minggu untuk 6 hari kerja dalam 1
minggu; atau

 8 jam kerja dalam 1 hari atau 40 jam kerja dalam 1 minggu untuk 5 hari kerja dalam 1
minggu.

2.2.1. Ketentuan Shift Kerja bagi Karyawan Perempuan

UU Ketenagakerjaan juga secara khusus mengatur tentang shift kerja bagi karyawan perempuan. 

 Karyawan maupun perempuan yang berusia kurang dari 18 tahun maupun yang sedang
hamil dilarang dipekerjakan antara pukul 23.00 sampai 07.00.
 Perusahaan wajib menyediakan layanan (angkutan) antar jemput bagi karyawan
perempuan, baik berangkat maupun pulang, jika menjalani shift pukul 23.00 hingga
05.00.

2.3. Jenis-Jenis Shift Kerja


2.3.1. Macam-Macam Shift Kerja Berdasarkan Ada Tidaknya Pergeseran Shift

 Perpindahan Permanen

Perpindahan permanen dalam shift kerja artinya seorang karyawan bekerja dengan shift yang


sama setiap hari. Jika A telah bersepakat untuk menjalani shift malam, maka dia akan terus
bekerja pada shifttersebut sampai ditentukan kesepakatan berikutnya.

 Pergeseran Rotasi

Sistem atau pergeseran sistem rotasi berarti seorang karyawan akan bekerja dengan shift yang
berbeda-beda. Seorang pekerja bisa saja mendapat shift malam hari ini, namun besok atau
minggu selanjutkan akan ganti shift kerja menjadi siang. Sebagai catatan, sistem shift yang
dilakukan selama 24/7 memerlukan empat tim kerja.

2.3.2. Pembagian Waktu Kerja Sistem Shift


 Shift Pagi-Siang

Shift ini bisa dibilang sebagai shift paling normal karena memiliki jam kerja yang relatif sama
dengan mayoritas pekerjaan (nine to five) dan relatif sesuai dengan ritme sirkadian tubuh.

 Shift Malam

Shift malam biasanya berlaku pukul 20.00 sampai 03.00 atau 23.00 sampai 07.00. Layanan ini
banyak diterapkan pada instansi pelayanan 24 jam seperti call center, polisi, rumah sakit, dan
sebagainya.

 Shift Panjang

Shift panjang tidak sama dengan double shift atau lembut insidental. Jenis shift ini adalah kerja
rutin yang mencakup 10 jam kerja dan 1 jam istirahat. 

 Flexible Time

Sistem ini makin banyak diadopsi terutama pada perusahaan yang lebih modern untuk memenuhi
kebutuhan work-life balance. Karyawan diberi kebebasan untuk menentukan sendiri jam
kerjanya asal sesuai dengan total jam kerja maksimal mingguan.

2.3.3. Rostering Shift Kerja 

Rostering bisa diartikan sebagai pengaturan jadwal shift kerja yang diterapkan pada karyawan
oleh perusahaan yang menggunakan sistem kerja shift. Rostering atau pengaturan
atau pembagian jadwal shift kerja dapat dilakukan menggunakan tiga metode berikut.

 3 Grup 2 Shift

Satu minggu kerja terdiri dari 3 grup, 2 shift, dan dua hari libur.

 3 Grup 3 Shift

Durasi kerja jadwal ini lebih sedikit, tetapi jam kerja lebih panjang (misal: 7 jam kerja pada
Senin-Jumat + 5 jam pada Sabtu).
 4 Grup 3 Shift

Karyawan bekerja lima hari dalam seminggu dengan durasi tujuh jam kerja + 1 jam istirahat dan
jatah libur 2 hari saat pergantian shift ketiga dan pertama.

2.4. Prevalensi Kerja Shift

Tingkat prevalensi untuk jumlah pekerja shift bervariasi antar negara, dan juga di dalam negara
di antara sektor pekerjaan yang berbeda. Tingkat prevalensi juga dapat berbeda tergantung pada
definisi yang digunakan untuk 'kerja shift'. Data yang dikumpulkan oleh Biro Statistik Tenaga
Kerja AS menunjukkan bahwa 5% pekerja Amerika bekerja di malam hari, 4% adalah pekerja
malam tetap atau pekerja dengan jam kerja tidak teratur, dan 4% lainnya adalah pekerja shift
bergilir. Ini total 13% dari tenaga kerja Amerika, dan diperkirakan mencakup sekitar 15,5 juta
pekerja. Sektor-sektor dengan tingkat kerja shift yang lebih tinggi adalah mereka yang terlibat
dengan keselamatan publik (misalnya polisi, pemadam kebakaran) dan pekerja transportasi dan
utilitas publik.
Menurut Australian Bureau of Statistics (ABS), pada November 2000, ada 7.715.600 karyawan
berusia 15 tahun ke atas di Australia. Empat belas persen (1.076.000) dari karyawan ini telah
bekerja shift kerja dalam empat minggu sebelum survei. “Kerja shift” didefinisikan oleh ABS
sebagai “sistem kerja di mana jam kerja harian di tempat kerja dibagi menjadi setidaknya dua
periode kerja yang ditetapkan (shift), untuk kelompok pekerja yang berbeda”. Pekerja shift lebih
cenderung menjadi pekerja paruh waktu dibandingkan dengan karyawan penuh waktu (16% vs.
13%), dan lebih cenderung laki-laki daripada perempuan di keduanya (14% laki-laki vs. 11%
perempuan) dan pekerjaan paruh waktu (17% pria vs. 16% wanita). Industri dengan proporsi
pekerja shift tertinggi adalah pertambangan (37%), kesehatan dan pelayanan masyarakat (32%)
dan akomodasi, kafe dan restoran (31%). Pekerjaan dengan proporsi pekerja shift tertinggi
adalah pekerja produksi dan transportasi (24%), yang meliputi operator pabrik dan mesin,
pengemudi kendaraan bermotor dan kereta api, dan pekerja produksi dan transportasi lainnya.

2.5. Efek Kerja Shift terhadap Irama Sirkardian

Shift kerja yang menjadwalkan seorang pekerja untuk bekerja melalui jam-jam malam hari akan
terasa sulit bagi kebanyakan pekerja. Hal ini dikarenakan kerja shift malam mengharuskan
pekerja untuk bekerja pada saat fisiologi tubuh biasanya diprogram untuk tidur, dan tidur pada
saat fisiologi tubuh biasanya diprogram untuk bangun. Hal Ini mengakibatkan pekerja tidak
dapat bekerja dengan optimal dan efektif di tempat kerja atau tidur dengan efisien di rumah. Dua
faktor yang terlibat, sistem ritme sirkadian (yaitu proses sirkadian) dan kebutuhan homeostatis
untuk tidur sangat berperan terhadap hal tersebut.
Kerja shift, terutama shift malam, adalah kondisi yang paling banyak dipelajari dalam dunia
medis. Hal ini dikarenakan kerja shift dapat mengganggu homeostasis dan kesejahteraan manusia
pada berbagai level. Pada tingkat biologis, gangguan dan, kadang-kadang, pembalikan siklus
tidur/bangun, yang terkait dengan pola aktivitas/istirahat yang dimodifikasi, merupakan stressor
yang sangat berpengaruh terhadap regulasi endogen ritme "sirkadian" (sekitar 24 jam), yang
diatur oleh j”am tubuh” yang terletak di inti suprachiasmatic ensefalon dan disinkronkan oleh
isyarat lingkungan (khususnya siklus terang/gelap) melalui rangsangan cahaya.
Bekerja di malam hari dan tidur di siang hari bukanlah kondisi fisiologis ideal bagi makhluk
diurnal seperti manusia, yang akhirnya akan dipaksa untuk menyesuaikan keadaan psiko-
fisiologis mereka dengan pergeseran fase fluktuasi harian fungsi biologis, yang biasanya
diaktifkan siang hari dan menurun pada malam hari. Pergeseran fase ini terjadi dengan kecepatan
sekitar satu jam per hari dan dapat sangat bervariasi sesuai dengan durasi dan perpanjangan tugas
malam di sepanjang jadwal shift. Selama hari normal, kewaspadaan dan konsentrasi puncak
terjadi di pagi dan sore hari, ditopang oleh aktivasi sirkadian ritme biologis dan oleh pemulihan
yang diberikan oleh tidur malam yang normal. Ini secara progresif menurun selama jam-jam sore
dan malam, dan, sebaliknya, kantuk meningkat karena penurunan sirkadian sebagian besar fungsi
psikofisik dan perpanjangan waktu terjaga. Hal itu tentulah akan semakin meningkat dalam
kondisi kurang tidur yang berulang dan kumulatif, seperti untuk beberapa shift malam berturut-
turut
Pekerja yang bekerja dalam pekerjaan rolling shift banyak yang mengalami tekanan terus-
menerus untuk menyesuaikan diri secepat mungkin dengan periode tugas yang berganti terus
menerus. Sebaliknya pekerja malam permanen dapat menyesuaikan hampir sepenuhnya, asalkan
mereka terus mempertahankan siklus tidur/bangun terbalik mereka juga pada hari libur mereka.
Jadi, pekerja malam permanen akan dapat lebih beradaptasi terhadap shift malam.
Ketidaksesuaian antara ritme sirkadian akan menyebabkan bertanggung jawab sindrom "jet lag"
(atau lebih tepat disebut sebagai "shift-lag" bagi pekerja). Sindrom in ditandai dengan perasaan
lelah, kantuk, insomnia, masalah pencernaan, lekas marah, kondisi mental yang memburuk, dan
bahkan memperbesar masalah Kesehatan kronis seperti sindrom metabolic. Hal ini selanjutnya
akanmengurangi efisiensi kinerja. Pekerja hanya akan pulih setelah beberapa hari , tergantung
pada panjang dan durasi pergeseran fase yang dikenakan, karakteristik pribadi (misalnya usia),
dan strategi coping.
Poin kunci dari evaluasi klinis adalah kemampuan untuk membedakan masalah yang "dapat
ditoleransi" (sesuai dengan gangguan sementara dari siklus tidur/bangun) dari gangguan yang
lebih parah atau patologis yang memerlukan intervensi segera di tempat kerja. Untuk gangguan
yang bersifat patologis, dokter spesialis okupasi perlu bekerja sama dengan para ahli di bidang
lain, seperti ahli saraf dan ahli tentang fisiologi tidur, untuk proses diagnostik dan tatalaksana
yang tepat.

2.6. Masalah Kesehatan Akibat Kerja Shift

2.6.1 Gangguan Tidur, Kelelahan Kronis, dan Masalah Psikoneurotik


Tidur merupakan fungsi utama yang terganggu oleh kerja shift. Durasi tidur biasanya berkurang
sebelum shift pagi, tergantung pada waktu mulai bekerja, dan di antara shift malam saat pekerja
mencoba untuk tidur ketika jam tubuh mereka mengharapkan mereka untuk bangun. Pekerja
mungkin mengalami kesulitan untuk tertidur dan tetap tertidur di siang hari, sementara kondisi
lingkungan (khususnya pencahayaan dan kebisingan) juga seringkali jauh dari ideal.
Kedua faktor yaitu homeostatis dan sirkadian (siklus tidur/bangun) berinteraksi dalam
menentukan sejauh mana penurunan kewaspadaan dan kinerja psikofisik dapat dipertahankan,
dan terlebih lagi di malam hari. Ini mungkin lebih diperparah oleh jadwal kerja, dan khususnya
jumlah malam shift berturut-turut, waktu mulai shift pagi, dan waktu istirahat yang lebih pendek
di antara shift. Gangguan tidur yang terjadi bisa memburuk dan berlangsung lama. Selanjutnya
dapat menyebabkan peningkatan insiden gejala kelelahan kronis, gugup, kecemasan terus-
menerus, dan depresi.

2.6.2. Gangguan Pencernaan dan Metabolisme


Banyak pekerja shift mengalami gangguan pencernaan, yang tercermin dari tidak optimalnya
waktu makan dan kualitas makanan yang dikonsumsi, yaitu peningkatan konsumsi makanan
kemasan dan minuman berkafein. Studi yang dilakukan selama 50 tahun terakhir menunjukkan
bahwa 20–75 persen pekerja malam dan shift, dibandingkan dengan 10–25 persen pekerja siang,
mengeluhkan gangguan nafsu makan, buang air besar tidak teratur, sembelit, dispepsia, mulas,
perut nyeri dan perut kembung. Dalam jangka panjang, banyak pekerja juga mengalami
gangguan yang lebih serius, seperti gastritis kronis, gastroduodenitis, dan tukak lambung. Sebuah
tinjauan studi epidemiologi menemukan prevalensi gangguan tersebut secara umum lebih tinggi
(rata-rata dua hingga lima kali lebih tinggi) di antara pekerja shift yang jadwal kerjanya termasuk
kerja malam.
Dalam beberapa tahun terakhir, peningkatan prevalensi gangguan metabolisme pada pekerja shift
juga telah ditemukan. Diperkirakan bahwa hal ini mungkin mencerminkan beberapa faktor, yaitu
(1) ketidaksesuaian ritme sirkadian fase anabolik dan katabolik; (2) perubahan gaya hidup sehari-
hari (yaitu pola makan yang tidak seimbang, waktu asupan makanan yang tidak teratur,
konsumsi karbohidrat yang rendah dan peningkatan konsumsi minuman berkafein atau
beralkohol di malam hari); dan (3) pola sosiotemporal yang terganggu (yaitu tekanan waktu,
konflik pekerjaan-non-pekerjaan) dengan konsekuensi tingkat stres yang lebih tinggi.

2.6.4. Masalah Kardiovaskular


Berbagai penelitian telah menyimpulkan bahwa pada pekerja shift terdapat prevalensi yang lebih
tinggi dari kelebihan berat badan dan obesitas dan peningkatan kadar trigliserida darah.
Sehubungan dengan intoleransi glukosa, terdapat prevalensi yang lebih tinggi (dua kali lipat)
diabetes tipe 2 pada pekerja shift dibandingkan dengan pekerja dengan jam kerja normal. Salah
satu penelitian menyatakan bahwa terjadi peningkatan risiko (RR = 3,73) untuk diabetes tipe 2
pada pekerja yang bekerja > 50 jam / minggu.
Sejumlah studi epidemiologi telah menunjukkan bahwa terdapat peningkatan prevalensi faktor
risiko kardiovaskular di antara pekerja shift. Angka morbiditas dan peningkatan risiko relatif
infark miokard ditemukan pada pekerjaan dengan proporsi pekerja shift yang tinggi.

2.6.5. Kanker
Beberapa studi epidemiologi baru-baru ini telah meneliti hubungan antara kanker dan kerja shift.
Insiden kanker payudara yang sedikit lebih tinggi pada wanita yang bekerja shift, termasuk kerja
malam telah dilaporkan dalam empat studi terhadap perawat (OR atau RR 1,36-2,21), di
empat studi terhadap pramugari (rasio Incidence Rate 1,42 dan 2,0), dan dalam satu studi
operator radio dan telegraf laut (OR = 1,5). Penjelasan yang mungkin untuk hubungan semacam
itu didasarkan pada gangguan sekresi melatonin dan perubahan sumbu gonadotropin akibat
gangguan paparan gelap-terang dan pola aktivitas tidur, dengan konsekuensi deregulasi gen
sirkadian yang terlibat dalam jalur terkait kanker (yaitu inaktivasi Per2 dan penghambatan
ekspresi gen Periode) dan penurunan pertahanan kekebalan (penekanan aktivitas sel pembunuh
alami dan perubahan keseimbangan sitokin T-helper 1/T-helper 2), seperti yang telah ditemukan
pada percobaan yang dilakukan terhadap hewan pengerat.

Kecelakaan
Pekerja shift lebih rentan terhadap kesalahan dan kecelakaan kerja karena berkurangnya
kewaspadaan dan kemampuan kinerja. Perlu diperhatikan bahwa cedera industri lebih tinggi
pada shift malam, dan juga menunjukkan peningkatan yang lebih besar pada shift malam
berturut-turut daripada shift siang berturut-turut.
BAB III

Kesimpulan dan Saran

3.1. Kesimpulan

 Shift kerja adalah pergeseran jadwal kerja dari “waktu/jam kerja normal”. Dalam konteks
ini, karyawan yang menjalani sistem shift bisa saja bekerja dari sore hingga dini hari.
Umumnya, sebuah perusahaan akan memberlakukan hingga tiga shift dalam satu hari,
yakni pagi, siang, dan malam (masing-masing memiliki durasi 8 jam kerja).
 Kerja shift berpengaruh terhadap irama sirkardian dan homeostasis tubuh, yang
selanjutnya dapat mengakibatkan gangguan Kesehatan terdapat para pekerja yang bekerja
di dalam system kerja shift. Masalah Kesehatan yang dapat terjadi antara lain masalah
gangguan tidur, kardiovaskular, kanker, metabolisme.

3.2 Saran

Untuk mencegah terjadinya masalah Kesehatan akibat kerja shift, diperlukan penyesuaian-
penyesuaian sebagai berikut:

 Shift harus pendek, dengan durasi maksimal 8 jam per shift.Rotasi shift harus sesuai
urutan (misalnya pagi-sore-malam).
 Shift malam tidak boleh dilakukan selama tiga kali berturut-turut.
 Harus ada hari libur setelah 2 shift malam berurutan.
 Perlu dilakukan surveilance medis rutin, yaitu screening sebelum kerja shift, pemeriksaan
rutin tiap 6 sampai 12 bulan sekali, dan pemeriksaan setelah penerapan shift
dihentikan.Diadakan program agar dapat dilakukan pemeriksaan medis sebelum kerja
shift, umumnya 6 bulan setelah penugasan
Daftar Pustaka

Buxton, Sandra. 2003. Shift Work: An Occupational Health and Safety Hazard. Murdoch
University.
Costa, Giovanni & Folkard, Simon. (2010). Shift work and extended hours of work.
10.1201/b13467-127.
James, Stephen M., et al. Shift Work: Disrupted Circadian Rhythms and Sleep—Implications for
Health and Well-Being. Curr Sleep Med Rep. 2017 June; 3(2): 104–112.
Jehan, Shezia, et al. Shift Work and Sleep: Medical Implications and Management. Sleep Med
Disord. 2017 ; 1(2):
Pati, Atanu & Parganiha, Arti & Reinberg, Alain. Shift work: Consequences and management.
Current science. 2001; 81(1).

Anda mungkin juga menyukai