Anda di halaman 1dari 23

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerja Gilir

a.

Pengertian Kerja Gilir

Kerja gilir adalah suatu pengaturan jam kerja yang menggunakan dua atau lebih kelompok gilir pekerja dalam rangka memperluas jam kerja melebihi jam kerja kantor yang konvensional. Konsep umum untuk jam kerja normal adalah selama delapan jam kerja yang terjadi selama siang hari sedangkan jadwal kerja diluar kerja normal dinyatakan sebagai kerja abnormal atau tidak biasa (Wallace, 2002). Pendekatan secara konvensional pada kerja gilir adalah membagi hari secara sama dalam tiga periode dengan interval waktu delapan jam yaitu siang hari, sore hingga malam hari dan jam tengah malam (Dewi,2006). Jenis jenis waktu kerja ada empat kelompok besar, yaitu: a. Kerja siang : meliputi periode bekerja antara pukul 07.00 hingga pukul 15.00 b. Jam kerja berpindah tetap, seseorang yang bekerja pada salah satu dari waktu gilir, yaitu: Gilir pagi : yaitu pukul 07.00 s/d pukul 15.00 Gilir sore : yaitu pukul 15.00 s/d pukul 23.00 Gilir malam : yaitu pukul 23.00 s/d pukul 07.00

c. Kerja gilir rotasi : meliputi pergantian atau selang seling dari waktu gilir , bias kerja gilir atau hanya dua gilir d. Kerja roster : sama dengan kerja bergilir rotasi akan tetapi kurang teratur dan lebih fleksibel Ada beberapa sistem kerja gilir yang biasa digunakan di seluruh dunia . Klasifikasi yang biasa dipakai adalah : a. Sistem gilir tetap (permanen) : yaitu sistem gilir dimana orang bekerja pada jam kerja gilir tertentu dengan periode yang panjang b. Sistem gilir yang berputar : yaitu sistem gilir dimana orang bekerja dalam tipe gilir yang berbeda. Terdapat tiga tipe sistem gilir yang termasuk sistem gilir yang berputar adalah : Putaran cepat : yaitu selama 1 sampai 4 hari dengan pola kerja 2 kali pagi, 2 kali siang, 2 kali malam dan 2 hari libur. Disebut juga sistem metropolitan Putaran lambat : yaitu 1 minggu gilir malam, 1 minggu gilir pagi, 1 minggu sore dan libur dengan jumlah hari tertentu. Gilir tetap : Sistem gilir dimana pekerja, bekerja pada jam kerja gilir tertentu dengan periode yang panjang. Arah putaran gilir dapat searah jarum jam (pagi-sore-malam) dan berlawanan dengan arah jarum jam (pagi-malam-sore) c. Sistem gilir tidak kontinyu, biasanya mencakup kurang dari 7 hari, bias mencakup sampai akhir minggu tetpi bias juga tidak d. Sistem gilir kontinyu, sampai akhir minggu tetap bekerja

10

Dalam merencanakan jadwal kerja gilir maka faktor - fakrtor tersebut dibawah ini harus mempertimbangkan, yaitu : a. Lama Kerja ILO (International Labour Organisation) merekomendasikan untuk kerja gilir malam dibatasi hanya 8 jam. b. Jumlah gilir malam Bila panjangnya seri kerja gilir malam yang dilaksanakan lebih dari 4 hari akan menjadi beban yang berat sekali. Dalam studi lapangan dibuktikan bahwa terdapat perbaikan tingkat kewaspadaan dan kesehatan secara umum ketika pada pekerja gilir tujuh hari putaran diganti dengan 2-3 hari putaran c. Arah rotasi Arah rotasi searah jarum jam yaitu pagi-sore-malam harus lebih banyak daripada rotasi berlawanan arah jarum jam. Terbuki bahwa perubahan arah rotasi dari berlawanan jarum jam menjadi searah jarum jam dapat meningkatkan hasil produksi dan kondisi kesehatan pekerja. d. Siklus rotasi Direkomendasikan bahwa rotasi gilir harus jangka pendek. Sebaiknya gilir malam diikuti segera dengan istirahat penuh selama 24 jam. Seperti ditunjukan dalam table di bawah ini.

Untuk rotasi gilir jangka pendek, sistim rotasi yang biasa dipakai di United Kingdom yaitu sistim 2-2-2 (metropolitan rota) dan sistim 2-2-3 (contimental rota). Pada sistim 2-2-2 bebas akhir pekan (sabtu atau minggu) datang hanya satu

11

kali dalam 8 minggu dan pada sistim 2-2-3 bebas akhir pecan terjadi setiap 4 minggu (Sofrina, 2004). Di Indonesia, sistem gilir yang banyak digunakan adalah dengan pengaturan jam kerja secara bergilir mengikuti pola 5-5-5 yaitu lima hari kerja gilir pagi (07.0015.00), lima harikerja gilir sore (15.00-23.00) dan lima hari kerja gilir malam (23.00-07.00) diikuti dengan dua hari libur pada setiap akhir kerja gilir (Dewi, 2006)

b. Dampak Kerja Gilir Sofrina (2004) mengemukakan bahwa sistem kerja gilir terdapat dampak positif dan dampak negatif. Dampak positifnya adalah memaksimalkan sumber daya yang ada, memberikan lingkungan kerja yang sepi khususnya kerja gilir malam dan memberikan waktu libur yang banyak. Sedangkan dampak negatifnya adalah penurunan kinerja, keselamatan kerja dan masalah kesehatan.

Tidak semua orang dapat menyesuaikan diri dengan sistem kerja gilir karena membutuhkan banyak sekali penyesuaian waktu, seperti waktu tidur, waktu makan dan waktu berkumpul bersama keluarga. Secara umum, semua fungsi tubuh berada dalam keadaan siap digunakan pada siang hari. Sedangkan pada malam hari adalah waktu untuk istirahat dan pemulihan sumber energi. Monk mengatakan, individu yang tergolong tipe siang mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan kerja gilir malam. Individu dengan tipe siang adalah individu yang bangun tidur lebih pagi dan tidur malam lebih awal dari rata-rata populasi.(Sofrina, 2004)

12

Kerja gilir dan kerja malam hari merupakan kondisi yang dapat menghambat kemampuan adaptasi pekerja baik dari aspek biologis maupun sosial. Kerja gilir malam berpengaruh terhadap kesehatan fisik, mental, menganggu irama sirkadian, waktu tidur dan makan, mengurangi kemampuan kerja dan meningkatkan kesalahan dan kecelakaan kerja, menghambat hubungan sosial dan keluarga.

Irama sirkadian adalah proses-proses yang saling berhubungan yang dialami tubuh untuk menyesuaikan perubahan waktu selama 24 jam (Tayyari dan Smith, 2004), sehingga seseorang akan terganggu jika terjadi perubahan jadwal kegiatan seperti pada kerja gilir karena irama sirkadian atau jam biologis tubuh tidak mampu mengatasi perubahan situasi yang ada. Ada kecenderungan meningkatnya kecemasan dan agresivitas pada akhir suatu kerja gilir. Tambahan durasi kerja gilir (extended-duration shift), yang didefinisikan bekerja lebih dari 24 jam terus menerus, akan meningkatkan tingkat kesalahan. Lima kali tambahan durasi kerja gilir per bulan akan meningkatkan kelelahan sampai 300% dan berakibat fatal (Dewi, 2006).

c.

Hubungan Kerja Gilir dengan Kesehatan

Kerja gilir dapat mempengaruhi kesehatan. Tubuh disinkronkan dengan siang dan malam oleh ritme sirkadian. Seseorang yang bekerja malam atau mulai hari kerja sebelum jam 6 pagi, berjalan bertentangan dengan ritme sirkadian. Hal ini dapat menyebabkan masalah kesehatan.(Tjita, 2002)

13

Didi Purwanto menemukan prevalensi insomnia (sulit tidur) 48,1% dimana prevalensi pada pekerja gilir hampir dua kali lebih tinggi dibandingkan pekerja non gilir. Kondisi sulit tidur akan sangat mengganggu. Umumnya orang membutuhkan sekitar 6-8 jam tidur dalam sehari, kondisi ini sulit tercapai pada pekerja yang mengalami gangguan tidur akibat kerja gilir. Pada orang yang bekerja di malam hari sampai pagi hari, tubuh tidak mengikuti polanya untuk tidur tetapi terus diusahakan terjaga. Pada saat ingin tidur di pagi hari, tubuh tidak melihat adanya sinkron dengan lingkungan yang sudah terang. Kondisi 'kebingungan' tubuh inilah yang memicu adanya suatu gangguan tidur yang terkait dengan kerja gilir.Pada saat jam kerja seseorang tidak sesuai dengan irama sirkadiannya, tubuh orang tersebut akan dipaksa untuk tidur saat jam terjaga dan pada saat jam kerja justru dia akan mengantuk. Jika sudah timbul gejala-gejala seperti susah tidur, sakit kepala, rasa lelah saat bangun tidur, mudah tersinggung, berkurangnya kewaspadaan, dan sulit berkonsentrasi merupakan tanda mengalami gangguan tidur. Kondisi yang sering diungkapkan oleh penderita biasanya adalah kesulitan tidur saat jam kerja berakhir atau merasa mengantuk tetapi tidak bisa jatuh tertidur.

Gangguan pencernaan lebih sering terjadi pada pekerja dengan kerja gilir. Keluhan umum adalah sembelit dan diare. Studi kasus di Swedia menunjukkan bahwa ulkus peptik (luka pada lambung) lebih sering pada pekerjaan dengan kerja gilir dan yang bekerja malam hari seperti supir taksi, pengemudi truk, pedagang keliling, pekerja pabrik, tukang pos. Prevalensi ulkus lambung 2,38% pada pekerja shift dibandingkan dengan 1,03% pada pekerja tanpa kerja gilir.

14

Pekerja gilir memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena penyakit kardiovaskular dibandingkan dengan pekerja tidak kerja gilir. Studi di Denmark melaporkan adanya peningkatan risiko kanker payudara pada perempuan usia 30-54 tahun yang bekerja di malam hari seperti pramugari, perawat, penyiar dan operator telepon. Theorell dan kerstedt menunjukkan bahwa serum konsentrasi kalium, asam urat, gula darah, kolesterol dan kadar lemak total meningkat selama bekerja malam hari. Koller dkk di Austria menemukan prevalensi penyakit metabolik 3,5% pada pekerja gilir, dan 1,5% pada pekerja tidak gilir. Prevalensi diabetes (kencing manis) ditemukan meningkat dengan meningkatkan paparan kerja gilir.

Pada kehamilan, menunjukkan adanya hubungan antara kerja gilir dengan bayi lahir rendah, kelahiran prematur, peningkatan risiko keguguran dan menstruasi yang tidak teratur. Para pekerja gilir malam juga beresiko mengalami kanker. Pada saat tidur, kadar sel-sel pembunuh alami dalam darah sangat tinggi. Ini adalah sel penguat daya tahan tubuh, termasuk dari serangan sel tumor atau kanker. (Tjita, 2002).

Dari beberapa penelitian, menemukan bahwa faktor manusia menempati posisi yang sangat penting terhadap terjadinya kecelakaan kerja yaitu antara 80-85%. Salah satu penyebabnya adalah kelelahan akibat gangguan tidur yang dipengaruhi oleh kekurangan waktu tidur dan ganguan irama sirkadian akibat kerja gilir (Tjita, 2002).

Tjita(2002) menyatakan bahwa pekerja gilir malam memiliki resiko 28% lebih tinggi mengalami cidera atau kecelakaan. Empat kecelakaan terbesar pusat listrik

15

tenaga nuklir disebabkan oleh faktor manusia pada waktu permulaan kerja gilir pagi.

Survei pengaruh kerja gilir terhadap kesehatan dan keselamatan kerja yang dilakukan Smith , melaporkan bahwa frekuensi kecelakaan paling tinggi terjadi pada akhir rotasi kerja gilir (malam) dengan rata-rata jumlah kecelakaan 0,69% per tenaga kerja (Sofrina, 2004).

B. Gula Darah a. Pengertian Gula Darah Gula darah adalah istilah yang mengacu kepada tingkat glukosa dalam darah. Konsentrasi gula darah, atau tingkat glukosa serum diatur ketat dalam tubuh. Glukosa yang dialirkan melalui darah adalah sumber utama energi untuk sel-sel tubuh. Umumnya tingkat gula dalam darah bertahan pada batas-batas 4-8 mmol/L/hari (70-150 mg/dl), kadar ini meningkat setelah makan dan biasanya berada pada level terendah di pagi hari sebelum orang-orang mengkonsumsi makanan (Harper, 2003).

b. Kadar Gula Darah Kadar gula darah sepanjang hari bervariasi dimana akan meningkat setelah makan dan kembali normal dalam waktu 2 jam. Kadar gula darah yang normal pada pagi hari setelah malam sebelumnya berpuasa adalah 70-110 mg/dL darah. Kadar gula darah biasanya kurang dari 120-140 mg/dL pada 2 jam setelah makan atau minum cairan yang mengandung gula maupun karbohidrat lainnya (Jayanti, 2010)

16

Kadar gula darah yang normal cenderung meningkat secara ringan tetapi bertahap setelah usia 50 tahun, terutama pada orang-orang yang tidak aktif bergerak. Peningkatan kadar gula darah setelah makan atau minum merangsang pankreas untuk menghasilkan insulin sehingga mencegah kenaikan kadar gula darah yang lebih lanjut dan menyebabkan kadar gula darah menurun secara perlahan (Jayanti, 2010) Patokan patokan yang dipakai di Indonesia adalah : 1. Kriteria diagnosis untuk gangguan kadar gula darah. Pada ketetapan terakhir yang dikeluarkan oleh WHO dalam petemuan tahun 2005 disepakati bahwa angkanya tidak berubah dari ketetapan sebelumnya yang dikeluarkan pada tahun 1999, yaitu:

Tabel I. Kriteria diagnosis untuk gangguan kadar gula darah


Metode Pengukuran Kadar Gula Darah Normal DM < 6,1 mmol/L (<110 mg/dL)

IGT

IFG < 6,1 mmol/L (< 110mg/dL)

Gula darah Puasa (Fasting Glucose) Gula darah 2 jam setelah makan (2-h glucose)

7,0 mmol/L ( 126 mg/dL)

< 7.0 mmol/L (< 126 mg/dL) 11,1 mmol/L

11,1 Nilai yang mmol/L sering dipakai tidak spesifik (200mg/dL) <7,8 mmol/L (<140 mg/dL)

<7,8 mmol/L (<140 mg/dL) Jika diukur

(200mg/dL)

Dalam tabulasi diatas WHO mengeluarkan standard dalam 2 satuan yang sering digunakan yaitu mmol/L dan mg/dL.

17

2. Kadar gula darah normal (Normoglycaemia) Normoglycaemia adalah kondisi dimana kadar glukosa darah yang ada mempunyi resiko kecil untuk dapat berkembang menjadi diabetes atau menyebabkan munculnya penyakit jantung dan pembuluh darah 3. IGT (Impairing Glucose Tolerance) IGT oleh WHO didefinisikan sebagai kondisi dimana seseorang mempunyai resiko tinggi untuk terjangkit diabetes walaupun ada kasus yang menunjukkan kadar gula darah dapat kembali ke keadaan normal. Seseorang yang kadar gula darahnya termasuk dalam kategori IGT juga mempunyai resiko terkena penyakit jantung dan pembuluh darah yang sering mengiringi penderita diabetes. Kondisi IGT ini menurut para ahli terjadi karena adanya kerusakan dari produksi hormon insulin dan terjadinya kekebalan jaringan otot terhadap insulin yang diproduksi. 4. IFG (Impairing Fasting Glucose) Batas bawah untuk IFG tidak berubah untuk pengukuran gula darah puasa yaitu 6.1 mmol/L atau 110 mg/dL. IFG sendiri mempunyai kedudukan hampir sama dengan IGT. Bukan entitas penyakit akan tetapi sebuah kondisi dimana tubuh tidak dapat memproduksi insulin secara optimal dan terdapatnya gangguan mekanisme penekanan pengeluaran gula dari hati ke dalam darah.

c. Metode Pengukuran Kadar Gula Darah Metode pengukuran kadar gula standar menggunakan bahan plasma darah yang berasal dari pembuluh vena. Plasma darah adalah bagian cair dari darah. Intinya adalah darah yang sudah tidak mengandung bahan-bahan

18

padat lagi seperti sel darah merah hematokrit dan yang lainnya. Pada alat pengukur gula darah portabel yang banyak terdapat di pasaran, metode mendapatkan plasma dari darah dengan melakukan penyaringan darah yang diambil yang dilakukan oleh strip tempat menaruh sediaan darah yang diambil. Pengukuran kadar gula darah sebaiknya dilakukan sesegera mungkin setelah darah diambil dari vena. Pengukuran darah vena dan kapiler pada saat puasa memberikan hasil yang identik pada saat puasa tetapi tidak untuk pengukuran 2 jam setelah makan dimana hasil dari darah kapiler menunjukkan nilai yang lebih tinggi.

Terdapat metode pemeriksaan kadar gula darah lainnya yang dapat membantu menentukan pengelompokan gangguan kadar gula darah yaitu OGTT (Oral Glucose Tolerance Test = Tes Toleransi Glukosa Oral ). Hal ini penting disebutkan karena tes glukosa darah puasa saja mempunyai nilai kegagalan untuk mendeteksi diabetes yang telah diderita sebelumnya sebesar 30% OGTT merupakan metode pengukuran yang dapat mengidentifikasi kondisi IGT secara akurat OGTT diperlukan untuk memastikan seseorang mengalami gangguan toleransi glukosa yang tidak terdeteksi dan juga berarti mengeluarkan orang tersebut dari kecurigaan yang ada. Tes OGTT disarankan untuk dilakukan pada seseorang yang memiliki kadar gula puasa 6.1 6.9 mmol/L atau 110 125 mg/dL untuk menentukan kepastian status toleransi glukosanya.

Adapun prosedur Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) adalah sebagai berikut:

19

Tiga hari sebelum tes, pasien harus mendapatkan diet karbohidrat yang adekuat, minimal 150 gram per hari dengan aktivitas fisis yang normal.

Pasien dipuasakan selama 10 16 jam sebelum pemeriksaan dimulai kecuali untuk pasien yang dilakukan TTGO dengan indikasi hipoglikemia.

Dalam keadaan basal diperiksa kadar glukosa plasma, insulin serum, serta glukosa dan keton urin.

Selanjutnya pasien diberi glukosa oral 1,75 g/kgBB maksimal 75 gram yang dilarutkan dalam 200 ml air dan diminum dalam waktu 5 10 menit.

Selama tes, pasien tetap dalam keadaan tidur atau duduk. Pengambilan darah vena kembali dilakukan pada menit ke 30, 60, 90 dan 120.

Interpretasi hasil dari TTGI tersebut sebagai berikut : Penilaian hasil Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) Kadar glukosa darah dianggap normal bila : Kadar glukosa darah puasa <110 mg/dl Kadar glukosa darah pada jam ke2 <140 mg/dl

Anak dianggap mengalami gangguan TTGO apabila : Kadar glukosa darah puasa < 140 mg/dl Kadar glukosa darah pada jam ke-2 < 140 199 mg/dl

Anak didiagnosis DM apabila : Kadar glukosa darah puasa 140 mg/dl Kadar glukosa darah pada jam ke-2 200 mg/dl

20

WHO juga menggunakan istilah Intermediate Hyperglycaemia untuk menggambarkan kadar gula dalam darah antara normal dan diabetes (IFG dan IGT) karena WHO bermaksud menghilangkan stigma diabetes terhadap orang yang tidak memenuhi kriteria untuk dikatakan memiliki kondisi diabetes dan juga menekankan bahwasanya kondisi intermediate glycaemia ini masih dapat kembali ke kondisi normal. WHO mendefinisikan diabetes sebagai kondisi dimana terdapat kenaikan kadar gula dalam darah yang berimplikasi meningkatnya faktor resiko terhadap penyakit yang didasari karena kerusakan pembuluh darah kecil dan besar serta berkurangnya kualitas hidup seseorang.

Dari definisi ini, kita dapat mengambil sebuah kesimpulan sederhana bahwa batasan yang dibuat WHO untuk menentukan seseorang diabetes atau tidak mengambil pertimbangan besar kecilnya kemungkinan muncul penyakit pembuluh darah dan jantung dari kondisi kadar gula darah seseorang. Pada kondisi dimana seseorang memiliki kadar gula darah dibawah batas kadar gula darah diabetes maka orang tersebut aman dari kemungkinan faktor resiko yang dapat timbul seandainya kondisi berada di dalam wilayah batas diabetes (Iswantoro, 2009).

d. Cara Pengukuran Kadar Gula Darah Glukosa dapat diukur dalam darah atau serum keseluruhan, yaitu plasma. Secara historis, nilai glukosa darah diberikan dalam hal seluruh darah, namun sebagian besar laboratorium sekarang mengukur dan melaporkan tingkat glukosa serum. Karena sel darah merah (eritrosit) memiliki

21

konsentrasi yang lebih tinggi protein (misalnya, hemoglobin) daripada serum, serum memiliki kandungan air lebih tinggi dan glukosa akibatnya lebih terlarut daripada darah. Untuk mengkonversi dari seluruh glukosa darah, perkalian dengan 1,15 telah terbukti pada umumnya memberikan tingkat serum / plasma (Price, 2005).

Pengumpulan darah dalam tabung untuk analisis kimia bekuan serum memungkinkan metabolisme glukosa dalam sampel dengan sel darah sampai dipisahkan dengan sentrifugasi. Sel darah merah, misalnya, tidak memerlukan insulin untuk asupan glukosa dari darah. Lebih tinggi dari jumlah normal jumlah darah putih atau merah sel dapat menyebabkan glikolisis yang berlebihan di sampel dengan pengurangan substansial tingkat glukosa jika sampel tidak diproses dengan cepat. Suhu lingkungan di mana sampel darah disimpan sebelum pemusingan dan pemisahan plasma / serum juga mempengaruhi kadar glukosa. Pada suhu lemari es, glukosa tetap relatif stabil selama beberapa jam dalam sampel darah. Pada suhu kamar (25 C), kehilangan 1 sampai 2% dari total per jam glukosa harus diharapkan dalam sampel darah keseluruhan. Kehilangan glukosa bawah kondisi ini dapat dicegah dengan menggunakan tabung Fluorida (yaitu, abu-abu atas) sejak fluoride menghambat glikolisis. Namun, seharusnya hanya digunakan ketika darah akan diangkut dari satu laboratorium rumah sakit lain untuk pengukuran glukosa. Merah-atas tabung pemisah serum juga melestarikan glukosa dalam sampel setelah disentrifugasi mengisolasi serum dari sel (Price, 2005)

22

Perhatian khusus harus diberikan untuk menarik sampel darah dari lengan yang berlawanan di mana garis intravena dimasukkan, untuk mencegah kontaminasi dari sampel dengan cairan intravena. Atau, darah dapat diambil dari lengan yang sama dengan infus setelah infus telah dimatikan selama setidaknya 5 menit, dan lengan diangkat untuk menguras cairan infus jauh dari vena (Price, 2005).

Arteri, kapiler dan darah vena memiliki kadar glukosa yang sebanding dalam individu berpuasa. Setelah makan tingkat vena agak lebih rendah dari darah kapiler atau arteri, sebuah perkiraan umum adalah sekitar 10%. Dua metode utama telah digunakan untuk mengukur glukosa. Yang pertama, masih digunakan di beberapa tempat adalah metode kimia mengeksploitasi properti nonspesifik mengurangi glukosa dalam reaksi dengan zat indikator yang berubah warna saat berkurang. Karena senyawa darah lainnya juga memiliki sifat mengurangi (misalnya, urea, yang dapat normal pada pasien uremik yang tinggi), teknik ini dapat menghasilkan pembacaan yang salah dalam beberapa situasi (5 sampai 15 mg / dl telah dilaporkan). Teknik yang lebih baru, menggunakan enzim khusus untuk glukosa, kurang rentan terhadap jenis kesalahan ini. Dua enzim yang paling umum digunakan adalah glukosa oksidase dan heksokinase. (Hartono, 2007)

e. Glukometer (Easy Touch GCU Meter) Pengertian Glukometer dan Easy Touch GCU Meter

1.

23

Glukometer merupakan suatu alat yang berfungsi untuk mengetahui kadar glukosa di dalam darah. Glukometri adalah teknik untuk mendapatkan nilai konsentrasi glukosa dalam darah perifer atau sentral. Nilai pengukuran dinyatakan dalam mg/dl atau mmol memiliki nilai klinis yang penting untuk mengetahui adanya gangguan metabolisme seperti diabetes melitus, denutrisi, dan beberapa gangguan lain seperti koma hiperosmolar, sindrom malabsorbsi, dan hipoglikemia yaitu suatu keadaan dimana kadar glukosa lebih rendah dari nilai kadar normal (King, 2010). Touch

Easy

GCU

Meter

Blood

glucose/Cholesterol/Uric

Acid

Multifunction Monitoring System adalah alat yang dirancang untuk memonitor kadar glukosa, kolesterol dan asam urat. Alat ini digunakan untuk memonitor kesehatan bagi orang-orang yang menderita diabetes, hiperkolesterolemia dan hiperuresemia (Users Manual Easy Touch GCU Meter, 2009).

Gambar 3. Easy Touch GCU Meter, Anonim, 2011

24

2. Profil Alat Easy Touch GCU Meter : Easy Touch GCU Meter : Chiuan Rwey Enterprise : Bioensor : Plasma : 20-600 mg/dL

Glukometer Pembuat Prinsip Kerja Kalibrasi Rentang Pengukuran

Metode Pengambilan sampel : Tetes Waktu tes glukosa Jumlah sampel L Tipe Sampel Sumber Energi Nomor seri : 10 detik : 4 L : Darah Kapiler : Batre 1,5 V (AAA) x 2 : 3010C035087

Easy Touch GCU Blood glucose/Cholesterol/Uric Acid Multifunction Monitoring System dikemas dalam sebuah tas kecil, di dalam kemasan terdiri dari beberapa alat seperti : Easy Touch GCU Meter Alat penusuk (lancet device) Tes strip glukosa, tes strip kolesterol dan tes strip asam urat Buku penggunaan Easy Touch GCU Buku catatan Lanset Dua buah batre AAA (1,5 V)

25

3. Prinsip Kerja Glukometer

Glukometer memiliki prinsip kerja biosensor. Biosensor pertama kali diperkenalkan oleh Clark dan Lyson pada tahun 1962. Biosensor merupakan gabungan dari bioreseptor dan transduser. Bioreseptor merupakan alat yang digunakan untuk menyensor kehadiran konsentrasi elemen biologi, misalnya, enzim, antibody, sel hidup, dan jaringan lainnya. Perangkat transduser berfungsi untuk mengubah sinyal biokimia menjadi sinyal listrik yang kemudian akan dibaca pada layar glukometer (Mayes, 2001).

Gambar 4. Prinsip kerja biosensor, Anonim, 2011

26

Gambar 5. Struktur Bioreseptor, Anonim, 2011

Gambar 6. Reaksi spesifik glukosa, Anonim, 2011

Menurut Whitaker (2009) untuk mengukur glukosa, terdapat tiga buah transduser berbeda yang dapat digunakan yaitu : 1. Sensor oksigen, yang mengukur konsentrasi oksigen. 2. Sensor PH, yang mengukur asam glukonik 3. Sensor peroksidase, yang mengukur konsentrasi glukosa. Enzim glukosa oksidase yang digunakan pada reaksi pertama menyebabkan sifat reaksi spesifik untuk glukosa, khususnya B-D glukosa

27

Reaksi kimia : Glukosa + O2


glukosa oksidase

O-glukono--lakton + H2O2

Kadar glukosa 4. Langkah-langkah dalam Menggunakan Easy Touch GCU Meter Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum menggunakan Easy Touch GCU Meter : Sebelum melakukan pengukuran glukosa darah selalu periksa kode nomor pada kartu yang sesuai dengan label nomor pada botol tes strip, bila kode nomor pada kartu tidak sesuai maka hasil yang didapatkan akan salah. Menulis dan mengingat kapan pertama kali botol tes strip dibuka karena strip tes baik untuk digunakan 3 bulan setelah pertama kali dibuka. Langkah-langkah penggunaan Easy Touch GCU Meter dalam mengukur kadar glukosa darah : 1. Memasukkan kode nomor glukosa yang sesuai dengan kode yang tertera pada botol tes strip glukosa ke dalam celah kode yang

berada di belakang alat Easy Touch GCU Meter. 2. Mengambil satu strip tes glukosa dari botol. 3. Memasukkan strip tes glukosa ke dalam celah strip yang ada pada alat, kemudian alat akan menampilkan nomor kode misalnya 6005. Kemudian akan muncul simbol
Glu

28

4. Meremas jari yang akan ditusuk dengan lanset kemudian mengusapnya dengan menggunakan alkohol, kemudian

menusukkan lanset yang telah dimasukkan ke dalam alat penusuk (lancet device ) ke jari. 5. Mengelap tetesan darah pertama kemudian teteskan tetesan darah berikutnya ke tes strip. 6. Kemudian akan terdengar bunyi Beep. Alat akan segera menghitung mundur 10 detik, kemudian akan menampilkan hasilnya di layar. 7. Mengecek nilai kadar glukosa dengan kadar normal glukosa yang ada di botol strip tes. 8. Membuang strip tes yang telah digunakan

5. Kelebihan dan Kekurangan Glukometer

5.1 Kelebihan Glukometer

Menurut Reinauer et al., (2002) beberapa kelebihan glukometer diantaranya: Presisi tinggi Tidak memerlukan proses pemipetan Menggunakkan darah kapiler Harga yang relatif murah Mudah digunakan

29

5.2 Kekurangan Glukometer

Menurut Reinauer et al., (2002) beberapa kekurangan glukometer diantaranya: Interval pengukuran yang terbatas Ketidaktepatan pengukuran Kurangnya kompatibilitas dengan sampel kontrol Efek suhu menyebabkan hasil yang salah Lebih tinggi biaya bahan habis pakai Sampel darah yang dipakai harus cukup Alkohol dapat menyebabkan ketidakakuratan pengukuran Tes strip yang telah dibuka lebih dari 3 bulan maka akan menyebabkan hasil tidak akurat beberapa serat (larut atau tidak larut) adalah kimia karbohidrat. Makanan juga umumnya mengandung komponen-komponen yang mempengaruhi glukosa (gula dan lainnya) pencernaan; lemak, misalnya memperlambat proses pencernaan, bahkan untuk konstituen seperti makanan mudah ditangani sebagai pati. Menghindari efek makanan terhadap pengukuran glukosa darah adalah penting untuk hasil yang dapat diandalkan karena efek-efek yang sangat variabel.

f. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Peningkatan Kadar Gula Darah Faktor faktor yang mempengaruhi kenaikan gula darah antara lain : Kandungan serat dalam bahan makanan Proses pencernaan

30

Cara pemasakan Ada atau tidaknya zat anti terhadap penyerapan makanan sebagai zat anti nutrient

Waktu makan dengan kecepatan lambat atau cepat Peka tidaknya makanan

Anda mungkin juga menyukai