Anda di halaman 1dari 53

Modul Inventarisasi Hutan

KEMENTERIAN INVENTARISASI HUTAN


LINGKUNGAN HUDUP
WAKTU :
DAN KEHUTANAN TEKNIK-TEKNIK NOMOR
9 MINGGU
PUSAT DIKLAT SDM SAMPLING DALAM C3.1.2
EFEKTIF
LINGKUNGAN HIDUP INVENTARISASI HUTAN
DAN KEHUTANAN

I. CEK PENGUASAAN KOMPETENSI

Dalam rangka mengetahui kemampuan awal peserta didik terhadap materi pembelajaran,
berikut ini tersedia daftar pertanyaan yang harus dijawab

Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan singkat dan jelas.


1. Apa yang peserta didik ketahui tentang sensus ?
2. Apa yang peserta didik ketahui tentang sampling?
3. Jelaskan pengertian dari sampling?
4. Sebutkan teknik sampling yang biasa digunakan dalam inventarisasi hutan?
5. Apa tujuan dilakukan teknik sampling?

II. TUJUAN PEMBELAJARAN

Tujuan dari pembelajaran ini adalah : Setelah mengikuti pembelajaran ini,


peserta didik dapat (1) Menjelaskan teori sampling (2) Menjelaskan Metode
Sampling (3) Menerapkan Teknik Simple Random Sampling (4) Menerapkan
Teknik Systematic Sampling (5) Menerapkan Teknik Stratified Sampling

III. MATERI PEMBELAJARAN

A. Teori Sampling
1. Uraian Materi

TP 1. Peserta didik dapat menjelaskan teori sampling

a. Sensus

SMK Kehutanan 30
Modul Inventarisasi Hutan

Rancangan atau disain inventarisasi hutan sangat menentukan ketelitian dari data dan
informasi yang akan dikumpulkan. Apabila setiap unit dari populasi akan diamati maka
inventarisasi ini sering disebut dengan sensus atau (complete enumeration). Sensus
merupakan teknik pengukuran yang dilakukan secara keseluruhan atau pengukuran
100%.
Beberapa hal yang harus diperhatikan pada saat melakukan sensus, yaitu:
1) Pada umumnya dilakukan pada areal yang sempit.
2) Jika dilakukan pada areal yang luas, terlebih dahulu dilakukan pembagian menjadi
blok-blok dengan luasan yang sama.
Beberapa kekurangan pelaksanaan survei secara sensus, yaitu:
1) Sangat mahal dan memerlukan tenaga kerja yang banyak.
2) Untuk survei satwa, satwa tersebut harus dalam keadaan menetap, tidak
berpindah-pindah.
3) Sangat memungkinkan terjadinya penghitungan ganda.

Akan tetapi, sektor kehutanan yang pada umumnya berhadapan dengan luas
kawasan yang sangat luas serta aksesibilitasnya yang pada umumnya rendah, maka
inventarisasi hutan dengan cara sensus akan menjadi sangat mahal dan memerlukan
waktu yang sangat lama. Cara sensus pada umumnya digunakan untuk tujuan-tujuan
khusus (misalnya untuk penyusunan rencana pemanenan yang luasannya tidak begitu
besar). Untuk penyusunan rencana jangka menengah dan jangka panjang atau untuk
tujuan penyusunan studi kelayakan, atau pengamatan yang dilakukan secara destruktif
maka pengamatan umumnya dilakukan dengan cara sampling.

b. Sampling

Di depan telah disinggung bahwa pengamatan yang dilakukan untuk


mengetahui sifat-sifat dari suatu populasi umumnya tidak dilakukan terhadap semua
anggota populasi secara penuh, tetapi hanya dilakukan terhadap sebagian anggota
populasi yang terpilih sebagai pewakil. Demikian pula halnya dengan pengamatan
potensi hutan, umumnya dilakukan pada sejumlah satuan pewakil atau contoh,
dimana satuan tersebut dapat berupa pohon tetapi dapat pula berupa satuan luas.
Sampling adalah suatu teknik untuk mendapatkan data dan atau informasi dengan
melakukan pengamatan terhadap sebagian dari populasi yang diamati. Dalam beberapa

SMK Kehutanan 31
Modul Inventarisasi Hutan

hal, sampling lebih baik dibandingkan dengan sensus, oleh karena pengamatan dapat
dilakukan secara seksama dan teliti pada jumlah pengamatan yang sedikit.
Terdapat beberapa alasan sehingga pengamatan melalui sampling dilakukan,
antara lain sebagai berikut:

1) Alasan efisiensi waktu dan biaya


Pengamatan secara penuh terhadap seluruh objek pengamatan (populasi)
umumnya memerlukan waktu yang cukup lama di satu pihak, sedang pada pihak
lain, kebutuhan akan informasi yang diperoleh melalui pengamatan termaksud
biasanya sangat mendesak untuk kepentingan penyusunan rencana pendayagunaan
obyek yang bersangkutan. Juga mudah dipahami bahwa pengamatan akan
membutuhkan biaya yang tidak sedikit, padahal pengamatan hanya merupakan
salah satu tahap awal dari rangkaian sejumlah tahapan kegiatan yang kesemuanya
memerlukan biaya. Melalui sampling, dapat diperoleh informasi dalam waktu yang
relative terbatas dengan pengerahan dana yang terbatas pula.
2) Alasan adanya resiko kerusakan yang dapat timbul dalam pelaksanaan pengamatan.
Terdapat beberapa macam pengamatan yang hanya dapat dilakukan melalui
pengrusakan obyek yang diamati. Pengamatan biomas tanaman, misalnya hanya
dapat dilakukan jika obyek atau tanamannya dicabut dan dikeringkan untuk
seterusnya ditimbang. Pengamatan untuk mengetahui angka bentuk pohon,
misalnya juga hanya dapat dilakukan secara saksama jika pohonnya ditebang untuk
pengukuran volume pohon yang sebenarnya (bukan volume taksiran). Dengan
demikian bisa dibayangkan, jika dilakukan pengamatan secara penuh dan bukan
dengan sampling, maka untuk kepentingan pengamatan termaksud semua tanaman
harus dicabut, dan semua pohon harus ditebang. Selanjutnya akan menyusul
sebuah pertanyaan mengenai tujuan dan manfaat dilakukannya pengamatan
tersebut, jika semua tanamannya sudah dicabut atau semua pohonnya sudah
ditebang.
3) Alasan ketelitian dalam pelaksanaan pengamatan
Suatu pengamatan memerlukan suatu konsentrasi khusus untuk menjamin
ketelitian pengamatan tersebut. Mudah dipahami bahwa konsentrasi akan sangat
dipengaruhi oleh kondisi fisik ‘pengamat’, misalnya kecapekan. Semakin banyak
obyek yang diamati berarti semakin banyak waktu dan tenaga yang dihabiskan. Hal
ini lambat laun akan menyebabkan menurunnya kondisi fisik dan stamina pengamat

SMK Kehutanan 32
Modul Inventarisasi Hutan

yang selanjutnya dapat berdampak pada semakin buyarnya konsentrasi pengamat


dan semakin menurunnya tingkat ketelitian pengamatan yang dilakukan.
Melalui sampling pengamatan dapat dilakukan terhadap jumlah obyek (pewakil)
yang lebih terbatas, sehingga pengamatan tersebut diharapkan dapat dilakukan
dengan tingkat ketelitian yang masih realtif stabil. Pengamatan sejumlah kecil
anggota populasi secara teliti akan dapat memberi hasil yang lebih baik untuk
menjadi dasar dalam menjelaskan sifat-sifat populasi daripada hasil yang diperoleh
melalui pengamatan terhadap semua anggota populasi yang dilaksanakan secara
kurang atau tidak teliti.
4) Alasan ekonomi atau nilai manfaat
Pengamatan umumnya dilakukan untuk mendapatkan informasi yang akan
digunakan dalam penyusunan rencana pendayagunaan sesuatu obyek atau
sumberdaya, yang tentunya memerlukan pengerahan waktu, tenaga dan biaya.
Mudah dipahami bahwa biaya yang dialokasikan untuk pelaksanaan pengamatan ini
hanya sebagian kecil dari total biaya yang dibutuhkan dalam upaya pendayagunaan
sumberdaya termaksud. Pengamatan terhadap semua anggota populasi secara
penuh akan memerlukan biaya yang cukup besar, dan untuk hal-hal tertentu dapat
menyamai dan bahkan melebihi nilai informasi yang akan diperoleh melalui
pengamatan termaksud. Pengamatan melalui sampling diharapkan dapat
meminimalkan biaya pengamatan tanpa mengabaikan faktor ketelitian hasil
pengamatan

Sebelum melakukan sampling ada beberapa istilah yang perlu dipahami yaitu :

1) Populasi
Populasi adalah keseluruhan unit atau individu yang ada dalam ruang lingkup
yang sedang diteliti atau dibicarakan. Populasi juga merupakan suatu himpunan unit-
unit (elemen-elemen) dari satuan yang sama, yang batasnya harus dinyatakan
dengan jelas.
Dalam statistika, populasi adalah salah satu dari tiga hal yang didefinisikan
sebagai berikut:
a) Kumpulan individu atau unit
b) Kumpulan nilai-nilai kuantitatif dari sifat individu
c) Kumpulan hasil suatu percobaan yang dapat dinyatakan secara kuantitatif

SMK Kehutanan 33
Modul Inventarisasi Hutan

Selanjutnya, contoh dapat didefinisikan sebagai bagian dari populasi yang


diamati untuk menjelaskan sifat-sifat populasi. Berdasarkan hal tersebut di atas
maka populasi dalam inventarisasi hutan dapat berupa:
a) Kumpulan pohon-pohon atau kumpulan satuan-satuan luasan tertentu.
Jika dalam suatu tegakan terdapat 10.000 pohon, maka dapat dikatakan
bahwa ukuran populasi tegakan tersebut adalah 10.000 pohon. Akan tetapi , jika
tegakan tersebut menempati areal seluas 500 ha dan luasan tersebut dibagi
menjadi satuan-satuan pengukuran seluas 0,1 ha, maka ukuran populasi tegakan
adalah 500/0,1 = 5.000 satuan luas, dimana masing-masing satuan mempunyai
luas sebesar 0,1 ha.
b) Kumpulan nilai kuantitatif sifat tegakan.
Jika sifat tegakan yang diamati adalah umur, maka populasinya adalah
jumlah kelas umur. Jika sifat tegakan yang diamati adalah besar kecilnya kayu
dalam tegakan maka populasinya adalah kumpulan angka-angka yang
menyatakan ukuran diameter dalam tegakan atau kumpulan angka-angka yang
menyatakan ukuran tinggi pohon-pohon dalam tegakan. Jika yang diamati adalah
tingkat kesuburan tegakan maka populasinya dapat berupa jumlah jumlah dan
penyebaran kelas bonita yang ada dalam tegakan.
c) Kumpulan nilai-nilai taksiran pertumbuhan tanaman / tegakan atau kumpulan dan
penyebaran nilai-nilai taksiran kelas diameter atau kelas tinggi pohon-pohon
dalam tegakan.
Dalam inventarisasi hutan, populasi tegakan lebih banyak diartikan sebagai
kumpulan satuan-satuan luasan dari suatu tegakan. Berkaitan dengan itu pula,
maka secara umum pengambilan contoh dalam inventarisasi hutan adalah
pengamatan terhadap sejumlah satuan luas sebagai pewakil untuk menjelaskan
atau menaksir potensi hutan atau tegakan yang bersangkutan. Untuk tujuan-
tujuan khusus, pelaksanaan inventarisasi hutan menjadikan kumpulan pohon-
pohon sebagai populasi yang menjadi objek pengamatan, dan dalam hal ini yang
menjadi satuan pengamatan adalah individu-individu pohon dalam tegakan yang
bersangkutan.

Ukuran-ukuran yang menyatakan sifat populasi (secara keseluruhan) disebut


parameter. Nilai parameter umumnya tidak diketahui secara pasti (kecuali melalui
pengukuran populasi secara keseluruhan), tetapi biasanya diduga berdasarkan nilai
statistik. Ukuran populasi ini biasanya dinotasikan dengan ‘N’

SMK Kehutanan 34
Modul Inventarisasi Hutan

2) Contoh
Contoh (sampel) adalah bagian populasi yang secara kebetulan terpilih untuk
diukur atau diamati. Proses pemilihan dan penetapan contoh disebut sampling.
Contoh adalah kumpulan unit-unit contoh (sampling units) yang diambil dari suatu
kerangka penarikan contoh (sampling frame) dengan prosedur tertentu. Melalui
pengukuran contoh, dapat diketahui ukuran-ukuran yang menyatakan sifat dari
contoh. Ukuran-ukuran ini dikenal dengan nama statistik dan biasanya dinotasikan
dengan ‘n’.
Contoh yang diyakini mewakili populasi disebut contoh yang representatif.
Hanya melalui pemilihan contoh yang representatif inilah dapat dijamin bahwa
ukuran-ukuran atau nilai statistik yang diperoleh akan merupakan penduga tak bias
bagi parameter.
Contoh yang representatif adalah contoh yang dipilih dengan cara yang
subyektif, yang antara lain dapat dilakukan melalui pemberian kemungkinan yang
sama bagi setiap anggota populasi untuk terpilih sebagai contoh atau sampel.

3) Unit Contoh
Unit contoh adalah kumpulan elemen-elemen (objek-objek yang akan diukur)
yang tidak saling bertampalan (non-overlapping) dari suatu populasi yang melingkupi
seluruh populasi tersebut.
Setelah mengetahui pengertian dari masing-masing istilah diatas, maka untuk
lebih jelasnya dapat dilihat dari gambar 1. Berikut:

Gambar 1. Populasi, contoh dan unit contoh

Sebagai perumpamaan untuk mengetahui maksud dari sampling, maka dapat


dilihat dari contoh berikut:

SMK Kehutanan 35
Modul Inventarisasi Hutan

“Seorang koki yang mencicipi satu sendok sup untuk mengatakan bahwa satu panci
sup yang dimasaknya memang lezat. Satu sendok sebagai unit contohnya
sedangkan satu panci sup adalah unit populasinya. Kita tentunya tidak perlu
menghabiskan satu panci sup tersebut baru mengatakan bahwa sup tersebut
rasanya enak, bukan?”.

c. Prinsip dan Perencanaan Sampling

Prinsip yang paling utama dalam sampling adalah keterwakilan, yaitu bahwa
anggota-anggota populasi yang terpilih sebagai contoh harus dapat mewakili
populasi yang menjadi obyek pengamatan. Prinsip lain yang sering diberi perhatian
khusus dalam pelaksanaan sampling adalah kepraktisan, dimana pemilihan unit-unit
contoh cenderung dilakukan secara subyektif, yaitu dengan mengandalkan
pengalaman dari pelaksana.
Berdasarkan uraian di atas maka secara ringkas dapat dikatakan bahwa
prinsip-prinsip yang perlu diperhatiakan dalam sampling adalah :
1) Ketewakilan (representativeness), yang artinya contoh yang dipilih harus dapat
mewakili semua unsur atau kelompok yang ada dalam populasi secara
proporsional
2) Presisi (precision) adalah derajat kesesuaian (degree of agreement) dari suatu
rangkaian pengukuran. Presisi mengacu pada persoalan sedekat mana estimasi
kita dengan karakteristik populasi. Presisi diukur oleh simpangan baku (standard
error). Makin kecil perbedaan diantara simpangan baku yang diperoleh dari
sampel (S) dengan simpangan baku dari populasi (s), makin tinggi pula tingkat
presisinya.
3) Ketelitian (accuracy), artinya derajat kedekatan suatu nilai pengukuran terhadap
nilai sebenarnya. Dalam sampling, keakuratan/ketelitian ini merupakan besarnya
penyimpangan nilai-nilai dugaan dari contoh terhadap nilai parameter
populasinya, dimana hal tersebut akan dipengaruhi oleh tingkat keragaman
populasi dan jumlah contoh atau intensitas sampling.
4) Kepraktisan (efficiency), yang bermakna tentang perlunya diupayakan untuk
memperoleh suatu tingkat ketelitian tertentu, dengan pengorbanan waktu, tenaga
dan biaya yang minimal.

Selain itu, dalam pengambilan sampel haruslah diusahakan agar sampel yang
terbentuk seratus persen bebas dari sifat memihak (bias). Bias merupakan
SMK Kehutanan 36
Modul Inventarisasi Hutan

kesalahan sistematis yang disebabkan oleh kesalahan dalam prosedur pengukuran,


kesalahan alat, kesalahan dalam prosedur sampling, kesalahan perhitungan,
kesalahan dalam pencatatan, dan sebagainya. Contohnya, penggunaan tabel
volume akan memberikan bias bila lokasi atau areal dimana tabel volume tersebut
dibuat, berbeda dengan keadaan tanah dan iklimnya dengan lokasi dimana
pengukuran dilakukan.
Adanya bias di dalam penarikan sampel berarti adanya ketidaksempurnaan
dari sampel yang ditarik. Sampel yang ditarik dengan cara seperti itu tidak akan
representative (mewakili) dan tidak akan dipakai sebagai gambaran yang baik dari
populasi. Jika suatu sampel tidak merupakan suatu gambaran yang baik dari
populasi, maka keterangan yang akan diperoleh dari sampel itu mengenai populasi
tidaklah berlaku.
Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut di atas, maka perencanaan sampling
dapat dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut :
1) Perumusan tujuan pengamatan (tujuan dilakukannya sampling), beserta
penentuan aspek-aspek yang ingin diketahui
2) Penentuan batasan populasi beserta unit-unitnya
3) Pengumpulan informasi pendahuluan atau gambaran umum populasi (khususnya
mengenai keragamannya), baik melalui pengamatan langsung maupun melalui
referensi-referensi yang ada
4) Penentuan jumlah unit contoh yang akan diamati berdasarkan tingkat ketelitian
yang diinginkan
5) Penentuan metode sampling yang akan digunakan
6) Penentuan faktor atau peubah yang akan diukur, beserta cara pengukuran dan
alat ukur yang akan digunakan
7) Penentuan metode analisis yang akan digunakan
8) Penentuan personil pelaksana, perencanaan kebutuhan biaya dan penyusunan
jadwal pelaksanaan.

SMK Kehutanan 37
Modul Inventarisasi Hutan

2. Tes Formatif
Petunjuk Pengerjaan
- Kerjakan soal ini secara mandiri
- Jika kesulitan dalam mengerjakan soal, pelajari kembali lembar informasi
- Jika masih mengalami kesulitan, konsultasikan pada guru pengampu

1. Salah satu kekurangan sensus adalah...


a. Sangat murah
b. Tenaga yang dibutuhkan sedikit
c. Satwa harus berpindah jika ingin disurvei
d. Efesiensi waktu
e. Memungkinkan terjadi perhitungan ganda
2. Teknik untuk mendapatkan data dan atau informasi dengan melakukan pengamatan
terhadap sebagian dari populasi yang diamati adalah...
a. Sensus
b. Samplng
c. Stratified
d. Systematic
e. Random
3. Berikut adalah alasan penggunaan teknik sampling, kecuali...
a. Efisiensi waktu dan biaya
b. Waktu yang dibutuhkan lebih lama
c. Resiko kerusakan yang dapat timbul dalam pelaksanaan pengamatan
d. Ketelitian dalam pelaksanaan pengamatan
e. Ekonomi atau nilai manfaat
4. Himpunan unit-unit (elemen-elemen) dari satuan yang sama, yang batasannya
dinyatakan dengan jelas adalah…
a. Contoh
b. Unit contoh
c. Populasi
d. Habitat
e. Sampel
5. Berikut ini yang termasuk contoh populasi yang berupa kumpulan nilai kuantitatif
adalah :
a. Kumpulan beberapa pohon sejenis

SMK Kehutanan 38
Modul Inventarisasi Hutan

b. Kumpulan beberapa hewan sejenis


c. Kumpulan beberapa nilai diameter pohon
d. Kumpulan beberapa data jenis tanah
e. Kumpulan beberapa data jenis kelerengan
6. kumpulan elemen-elemen yang akan diukur dan tidak saling bertampalan (non-
overlapping) dari suatu populasi yang melingkupi seluruh populasi adalah…
a. Contoh
b. Unit contoh
c. Populasi
d. Habitat
e. Sampel
7. Prinsip sampling dimana contoh yang dipilih harus dapat mewakili semua unsur atau
kelompok yang ada dalam populasi secara proporsional adalah…
a. Representativeness
b. Precisions
c. Efeciency
d. Efectivity
e. Accuracy
8. Prinsip sampling yang mana mengacu pada persoalan sedekat mana estimasi kita
dengan karakteristik populasi adalah….
a. Efeciency
b. Representativeness
c. Efectivity
d. Precisions
e. Accuracy
9. Prinsip sampling dimana hasil pegukuran mencapai tingkat ketelitian tertentu dengan
pengorbanan waktu, tenaga dan biaya yang minimal adalah…
a. Kepraktisan
b. Ketelitian
c. Keterwakilan
d. Efectivity
e. Presisi
10. Berikut ini hal-hal yang dapat mengurangi bias adalah…
a. Kesalahan pengukuran
b. Kesalahan pencatatan data

SMK Kehutanan 39
Modul Inventarisasi Hutan

c. Cuaca yang kurang baik


d. Mengolah data secara teliti
e. Penggunaan alat yang kurang baik

Setelah anda mengerjakan test di atas, cocokkan jawaban anda dengan kunci jawaban yang
terdapat di bagian akhir modul ini. Hitung jawaban Anda yang benar, kemudian gunakan
rumus di bawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan hasil belajar terhadap materi
kegiatan pembelajaran.

Σ Jawaban yang benar


Tingkat Penguasaan = x 100%
10

Keterangan : Jawaban benar dengan skore 1 dan jawaban salah skore 0

Nilai yang diperoleh peserta didik kemudian dikategorikan sesuai dengan tabel status
penguasaan hasil belajar di bawah ini :

Penguasaan Hasil Tingkat Kriteria Tindak Lanjut


Belajar Penguasaan
Belum Menguasai < 70 % kurang Mengulangi lagi kegiatan pembelajaran
Secara keseluruhan
70 % – 79 % cukup Penguatan dan Pengayaan dengan
bimbingan guru terhadap materi yang belum
Sudah Menguasai tuntas
80 % – 90 % baik Penguatan dan Pengayaan melalui belajar
mandiri terhadap materi yang belum tuntas
> 90 % baik Dapat langsung melaksanakan proses
Sekali pembelajaran modul berikutnyasecara
mandiri

SMK Kehutanan 40
Modul Inventarisasi Hutan

B. Metode Sampling

1. Uraian Materi

TP 2. Peserta didik dapat menjelaskan metode sampling

f. Intensitas sampling

Intensitas Sampling (IS) adalah suatu bilangan yang menggambarkan


perbandingan antara jumlah contoh dengan jumlah populasi seluruhnya. Intensitas
sampling dapat dinyatakan dalam bilangan desimal atau persen.
Rumusnya adalah sebagai berikut.
dimana f = Intensitas Sampling;
n = ukuran contoh;
N = ukuran populasi

Misalnya, dari seratus batang pohon, hanya diambil 10 pohon untuk diukur
sebagai pohon sampel (contoh). Hal ini berarti bahwa IS-nya adalah 10/100 = 0,1
atau 10%. Selanjutnya, bila dari suatu hutan dengan luas 1000 hektar (ha) dibuat
petak ukur sebanyak 200 buah yang tersebar merata sebagai sampelnya dimana
luas setiap petak adalah 0,1 ha, maka IS-nya adalah:

200 x 0,1
f  0,02atau 2%
1000

Besar kecilnya intensitas sampling bergantung pada tingkat kecermatan yang


diinginkan dan ragam populasi yang dihadapi. Untuk tingkat kecermatan yang sama,
diperlukan intensitas sampling yang lebih besar bila keadaan populasinya lebih
heterogen. Sebaliknya bila populasi yang diukur seragam, dengan intensitas
sampling yang rendah sudah dapat diperoleh hasil kecermatan yang diharapkan.
Sebagai contoh untuk mengetahui ukuran 1000 buah tegel, cukup diambil sampel
satu saja, sehingga intensitas sampling yang diperlukan hanya 0,1 %. Tetapi
sebaliknya untuk mengetahui rata-rata diameter 1000 pohon akan diperlukan
intensitas sampling yang lebih tinggi untuk memperoleh kecermatan yang sama,
karena ukuran pohon tersebut lebih heterogen dibanding dengan ukuran tegel.

SMK Kehutanan 41
Modul Inventarisasi Hutan

Untuk menentukan besarnya intensitas sampling ada dua macam cara, yaitu :
1) Menghitung jumlah luas sampel yang dibutuhkan untuk memenuhi tingkat
kecermatan yang diinginkan dan kesalahan sampling yang diperkenankan.
Dalam cara ini titik berat terletak pada kecermatan hasil penarikan sampel,
jumlah sampel yang akan dibuat harus mengikuti tujuan ini, demikian pula waktu
dan biaya yang diperlukan.
2) Cara kedua adalah dengan menetapkan besarnya intensitas sampling sebelum
pelaksanaan pengukuran dilapangan, tanpa menghiraukan kecermatan sampling
yang akan diperoleh. Cara ini biasanya dilakukan karena tersedianya waktu dan
biaya yang sudah tertentu, atau karena sudah ada informasi yang cukup
mengenai populasi yang akan diukur dari pengalaman masa lalu karena
pengelolaan hutan sudah intensif.
Seringkali hutan yang akan diinventarisasi belum diketahui secara pasti
luasnya. Dalam hal demikian intensitas sampling hanya diperkirakan untuk
memenuhi kecermatan yang diinginkan dan cara pengambilan sampel telah
ditetapkan lebih dahulu
Secara keseluruhan informasi yang diperlukan sebelum menentukan besarnya
intensitas sampling adalah :
1) Besarnya error yang dapat diterima atau diperkenankan, misalnya 5 %. Berapa
besarnya error yang dapat diterima ini bergantung pada tujuan inventarisasi.
2) Indikasi mengenai ragam populasi yang dapat diperoleh dari pengalaman masa
lalu atau ditempat baru, yaitu inventarisasi yang pertama kali, dapat diketahui
dari pembuatan sejumlah kecil petak ukur pendahuluan (preliminary survey).
Ragam populasi dapat dinyatakan dalam perbandingan atau persen standar
deviasi (s) terhadap harga rata-rata, disebut koefisien variasi (coeficient of
variation, CV), Rumusnya adalah : = ̅
× 100 %

Untuk dapat menghitung nilai kesalahan, harus ditetapkan dahulu taraf peluang
yang diinginkan. Besar kecilnya taraf peluang itu banyak bergantung pada tujuan
inventore. Biasanya t diambil untuk taraf peluang 95 %.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah sampel yang harus diambil
tergantung dari beberapa faktor berikut ini, yaitu:
1) Tingkat ketelitian pendugaan yang dikehendaki
 Ditunjukkan oleh maksimum sampling error (SE) yang masih ditolelir
 Apabila SE kecil maka ukuran contoh harus lebih besar

SMK Kehutanan 42
Modul Inventarisasi Hutan

2) Keragaman karakteristik populasi


Apabila populasi relatif heterogen, maka ukuran contoh harus lebih besar
3) Sumberdaya (biaya, waktu, tenaga) yang tersedia
Apabila sumberdaya terbatas maka ukuran contoh yang diambil dapat lebih
sedikit.

Gambar 8. Hubungan antara jumlah ukuran contoh dengan Sampling Error

g. Plot Sampling

Dalam kegiatan inventarisasi hutan, suatu kawasan hutan yang akan


diinventarisir adalah suatu populasi. Dari populasi yang sangat besar dan luas itu
maka diambil bentuk dan unit contoh tertentu, sehingga dapat menduga karakteristik
dari populasi yang ada. Dalam kegiatan inventarisasi hutan, individu pohon jarang
dipakai sebagai unit contoh. Pada umumnya, unit contoh pada kegiatan inventarisasi
hutan ini adalah dalam bentuk plot (petak ukur) yang berisikan sekumpulan pohon.
Pada prinsipnya, bentuk unit contoh yang digunakan disesuaikan dengan
target yang akan diinventarisir, kondisi kerapatan (jumlah individu per hektar), serta
keragaman bentuk hidup (pohon, semak, terna, epifit, parasit, dsb). Bentuk unit
contoh yang dapat digunakan dalam kegiatan inventarisasi hutan adalah sebagai
berikut.

1) Plot lingkaran (Circular Plot)


Bentuk ini paling banyak digunakan dalam kegiatan inventarisasi hutan
tanaman. Keuntungan utama penggunaan plot lingkaran adalah mempunyai
batas plot (keliling) yang minimum untuk luas tanah tertentu dari lingkaran
dibanding dengan bentuk geometri sederhana lainnya. Hal ini berarti
meminimumkan jumlah pohon batas.

SMK Kehutanan 43
Modul Inventarisasi Hutan

Penggunaan plot ukur lingkaran pada hutan tropika dengan topografi


yang berat kurang disukai, disamping kesulitan dalam membuat batas plot, pada
bidang miring plot ukur bisa berbentuk ellips. Plot ukur lingkaran sering
digunakan dalam inventarisasi hutan tanaman, karenanya ukuran plot lingkaran
ini pun disesuaikan dengan jenis hutan tanaman tersebut. Berikut adalah ukuran
plot hutan tanaman sesuai dengan jenisnya:
a) Hutan tanaman kayu pulp
 Untuk tanaman berumur < 4 tahun (kelas umur I – II) digunakan plot
contoh berbentuk lingkaran berukuran luas 0,02 hektar (jari-jari
lingkaran 7,98 meter) atau plot contoh berbentuk 6-contoh pohon (6-
tree sampling)
 Untuk tanaman berumur ≥ 4 tahun (kelas umur III – IV) digunakan plot
contoh berbentuk lingkaran luas 0,04 hektar (jari-jari lingkaran 11,28
meter) atau plot contoh berbentuk 8- contoh pohon (8-tree sampling).
b) Hutan tanaman kayu pertukangan
 Untuk tanaman kelas umur I – II digunakan plot contoh berbentuk
lingkaran luas 0,02 hektar (jari-jari lingkaran 7,98 meter) atau plot
contoh berbentuk 6-contoh pohon (6-tree sampling),
 Untuk tanaman kelas umur III – IV digunakan plot contoh berbentuk
lingkaran luas 0,04 (jari-jari lingkaran 11,28 meter) atau plot contoh
berbentuk 8-contoh pohon (8-tree sampling)
 Untuk tanaman kelas umur ≥ V serta hutan tanaman miskin riap
digunakan plot contoh berbentuk lingkaran luas 0,1 hektar (jari-jari
lingkaran 17,8 meter ) atau plot contoh berbentuk 10- contoh pohon (10-
tree sampling).

Gambar 2. Contoh plot lingkaran luas 0,1 ha

SMK Kehutanan 44
Modul Inventarisasi Hutan

Menurut Direktorat Jenderal Kehutanan (1976), kelebihan petak ukur


lingkaran adalah :
 Luas dan batas plot dapat ditentukan secara baik dan teliti
 Pelaksanaan mudah, karena hanya perlu menentukan titik tengah

2) Plot segi empat


Bentuk ini cocok untuk penilaian biodiversitas suatu vegetasi hutan. Plot
ini terdiri dari: Plot bujur sangkar (square plot), Plot Persegi panjang
(rectangular plot) dan plot ukur dalam jalur (line plot). Plot bujur sangkar
(square plot) dan Plot Persegi panjang (rectangular plot) dapat dianggap sebagai
penyederhanaan dari bentuk petak ukur jalur (strip plot). Semakin memanjang
bentuk plot persegi empat untuk ukuran tertentu, semakin banyak
kecermatannya.
Plot bujur sangkar (square plot) sering digunakan untuk menaksir
potensi permudaan pada hutan alam atau pada hutan tanaman untuk menilai
keberhasilan tanaman. Pada pelaksanaan Inventarisasi Tegakan Tinggal, di
dalam setiap plot bujur sangkar utamanya dibuat sub-sub plot dengan ukuran
sub plot tergantung pada jenis permudaan yang diinventarisasi, yaitu:
 Untuk pohon inti (ukuran plot 20 m x 20 m), merupakan plot utama
 Untuk permudaan tingkat tiang (10 m x 10 m)
 Untuk permudaan tingkat sapihan/ pancang (5 m x 5 m)
 Untuk permudaan tingkat semai (2 m x 2 m)

Gambar 3. Contoh plot bujur sangkar (square plot)

SMK Kehutanan 45
Modul Inventarisasi Hutan

Pada umumnya ukuran plot persegi panjang (rectangular plot) adalah


20 m x 50 m atau 20 x 100 m. Pada hutan tanaman yang berumur lebih dari 4
tahun, penentuan ukuran plot ukur persegi panjang didasarkan pada jarak
tanamannya. Sebagai contoh cara penetapan ukuran plot sebagai berikut :

Apabila ditentukan luasan unit sampling untuk inventarisasi suatu areal adalah
0,2 ha dan jarak tanam pada areal tersebut adalah 3 m x 3 m, maka bentuk
petak ukur segi empatnya adalah kemungkinan-kemungkinan bentuk petak ukur
yang mendekati 0,2 ha (2000 m2) sebagai berikut.
a) Langkah pertama akarkan luas plot ukur tersebut ...√2000 = 45 m
b) Buat sisi-sisi dari segi empat yang merupakan kelipatan dari jarak tanam
yang luasnya tidak melebihi 2000 m2
c) Kemungkinan-kemungkinan tersebut adalah:
 (15 x 3) x (15 x 3) = 2025 m2
 (16 x 3) x (14 x 3) = 2016 m2
 (17 x 3) x (13 x 3) = 1989 m2
 (18 x 3) x (12 x 3) = 1944 m2
 (20 x 3) x (11 x 3) = 1980 m2
d) Yang paling mendekati 2000 m2 adalah 1989 m2. Jadi ukuran plot ukur segi
empat yang dipakai untuk menginventarisasi areal yang jarak tanamnya 3 m
x 3 m dengan luas unit sampling 0,2 ha adalah 51 m x 39 m.

Plot dalam jalur (line plot) merupakan kombinasi antara Plot bujur
sangkar (square plot) atau Plot Persegi panjang (rectangular plot) dengan jalur
(strip plot) dimana jalur ukur tidak diamati secara keseluruhan tetapi
didalamnya dibuat petak- petak ukur dan pohon-pohon dalam petak inilah
yang diukur untuk menjadi dasar penaksiran volume tegakan secara
keseluruhan.

SMK Kehutanan 46
Modul Inventarisasi Hutan

Gambar 4. Contoh plot dalam jalur (line plot) secara sistematik

3) Plot Jalur (Strip Plot)

Plot jalur banyak digunakan dalam inventarisasi hutan alam karena


pembuatannya di lapangan mudah dilakukan. Untuk memungkinkan kontrol
pelaksanaan pencatatan yang baik, lebar jalur sebaiknya tidak melebihi 30
meter. Umumnya lebar jalur yang sering digunakan adalah 20 meter. Arah jalur
ukur yang dibuat di lapangan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
 Sedapat mungkin memotong bukit atau sungai untuk mendapatkan data
keadaan vegetasi yang lengkap
 Jumlah dan jarak antara jalur ukur sesuai dengan yang ditetapkan.
 Jalur pertama ditetapkan secara acak
Pembuatan jalur di lapangan dapat dilakukan dengan dua cara:
 Jalur dibuat dengan sistem sumbu jalur

Gambar 5. Pembuatan jalur dengan sistem sumbu jalur

 Jalur dibuat dengan sistem batas antar jalur

Gambar 6. Pembuatan jalur dengan sistem batas jalur


Plot ukur sistem sumbu jalur umumnya digunakan pada inventarisasi hutan
alam dengan sistem sampling. Sedangkan plot ukur jalur sistem batas jalur
umumnya digunakan dalam pelaksanaan Inventarisasi Tegakan Sebelum
Penebangan (ITSP).
Pohon batas sering dijumpai di lapangan, yaitu pohon-pohon yang terletak
persis 10 meter kiri kanan sumbu jalur (pada pembuatan jalur sistem sumbu

SMK Kehutanan 47
Modul Inventarisasi Hutan

jalur) atau pohon-pohon yang terletak persis pada batas jalur yang dirintis (pada
pembuatan jalur sistem batas jalur). Dalam inventarisasi hutan, pohon batas
dimasukkan atau dikeluarkan dari jalur secara berselang seling.

4) Tanpa Plot (Plotless)/ Sampel Titik (point sample)


Bentuk ini digunakan dengan menentukan titik-titik pengamatan tertentu
tanpa membuat plot. Sampel hanya berupa titik sepanjang garis yang telah
ditetapkan arahnya dengan menggunakan kompas. Teknik inventarisasi hutan
menggunakan plot ini merupakan tekhnik inventarisasi yang paling mudah, cepat
dan murah. Cara ini digunakan untuk menaksir secara langsung luas bidang
dasar tegakan per satuan luas sehingga dari data luas bidang dasar ini
ditetapkan volume tegakan dengan bantuan tabel hasil. Kelemahan dari plot ini
adalah data jumlah batang per hektar dan diameter per pohon tidak bisa
diperoleh.

5) Contoh pohon (trees sampling)


Tree sampling adalah suatu plot contoh (sample unit) yang bukan
didasarkan pada luasan petak tertentu melainkan didasarkan pada sejumlah
pohon tertentu yang tercakup dalam plot contoh tersebut (n-tree sampling),
misalnya 6-tree sampling, 8-tree sampling, 10-tree sampling, dan seterusnya.
Untuk membuat plot contoh dengan cara ini adalah dengan menetapkan terlebih
dahulu jumlah pohon yang akan diukur dalam suatu plot contoh. Dari titik pusat
plot contoh yang telah ditetapkan, ditentukan n-pohon terdekat dari titik pusat
plot contoh tersebut.

Gambar 7. Contoh 6 dan 10 trees sampling (Sumber : Permenhut Tahun 2009)

h. Teknik Pengambilan Sampel

Secara umum, ada dua jenis teknik pengambilan sampel yaitu, sampel acak
atau random sampling / probability sampling, dan sampel tidak acak atau

SMK Kehutanan 48
Modul Inventarisasi Hutan

nonrandom samping/nonprobability sampling. Yang dimaksud dengan random


sampling adalah cara pengambilan sampel yang memberikan kesempatan yang
sama untuk diambil kepada setiap elemen populasi. Artinya jika elemen populasinya
ada 100 dan yang akan dijadikan sampel adalah 25, maka setiap elemen tersebut
mempunyai kemungkinan 25/100 untuk bisa dipilih menjadi sampel. Sedangkan yang
dimaksud dengan nonrandom sampling atau nonprobability sampling, setiap elemen
populasi tidak mempunyai kemungkinan yang sama untuk dijadikan sampel.
1) Probability/ Random Sampling atau Sampel Acak.

Syarat pertama yang harus dilakukan untuk mengambil sampel secara


acak adalah memperoleh atau membuat kerangka sampel atau dikenal dengan
nama “sampling frame”. Yang dimaksud dengan kerangka sampling adalah
daftar yang berisikan setiap elemen populasi yang bisa diambil sebagai sampel.
Elemen populasi bisa berupa data tentang orang/binatang, tentang kejadian,
tentang tempat, atau juga tentang benda. Jika populasi penelitian adalah pohon-
pohon yang ada di dalam hutan, maka pengukur harus bisa memiliki informasi
yang selengkap mungkin tentang pohon yang ada di dalam hutan tersebut baik
itu nama jenis, data dimensi tiap pohon dll. Di samping sampling frame, pengukur
juga harus mempunyai alat yang bisa dijadikan penentu sampel. Dari sekian
elemen populasi, elemen mana saja yang bisa dipilih menjadi sampel?. Alat yang
umumnya digunakan adalah Tabel Angka Random, kalkulator, atau undian.
Pemilihan sampel secara acak bisa dilakukan melalui sistem undian jika elemen
populasinya tidak begitu banyak. Tetapi jika sudah ratusan, cara undian bisa
mengganggu konsep “acak” atau “random” itu sendiri.

2) Nonprobability/ Nonrandom Sampling atau Sampel Tidak Acak

Seperti telah diuraikan sebelumnya, jenis sampel ini tidak dipilih secara
acak. Tidak semua unsur atau elemen populasi mempunyai kesempatan sama
untuk bisa dipilih menjadi sampel. Unsur populasi yang terpilih menjadi sampel
bisa disebabkan karena kebetulan atau karena faktor lain yang sebelumnya
sudah direncanakan oleh pengukur atau sampling yang dilakukan berdasarkan
pertimbangan subjektivitas dari pelaksananya. Secara statistika, tingkat
ketelitian dari sampling pertimbangan ini sulit diukur, namun kadang-kadang
digunakan untuk tujuan-tujuan tertentu, misalnya pada pengumpulan informasi
yang bersifat umum.

SMK Kehutanan 49
Modul Inventarisasi Hutan

Dua jenis teknik pengambilan sampel di atas mempunyai tujuan yang


berbeda. Jika pengukur ingin hasil pengukurannya bisa dijadikan ukuran untuk
mengestimasikan populasi, atau istilahnya adalah melakukan generalisasi maka
seharusnya sampel representatif dan diambil secara acak. Namun jika pengukur
tidak mempunyai kemauan melakukan generalisasi hasil pegukuran maka
sampel bisa diambil secara tidak acak. Sampel tidak acak biasanya juga diambil
jika pengukur tidak mempunyai data pasti tentang ukuran populasi dan informasi
lengkap tentang setiap elemen populasi.
Di setiap jenis teknik pemilihan tersebut, terdapat beberapa teknik yang
lebih spesifik lagi. Pada sampel acak (random sampling) dikenal dengan istilah
simple random sampling, stratified random sampling, cluster sampling,
systematic sampling, dan area sampling. Pada nonprobability sampling
dikenal beberapa teknik, antara lain adalah convenience sampling, purposive
sampling, quota sampling, snowball sampling. Dalam modul ini akan kita
bahas tentang metode sampling yang umunya biasa digunakan dalam kegiatan
inventarisasi hutan yaitu simple random sampling, systematic sampling dan
stratified sampling.

2. Tes Formatif
Petunjuk Pengerjaan
- Kerjakan soal ini secara mandiri
- Jika kesulitan dalam mengerjakan soal, pelajari kembali lembar informasi
- Jika masih mengalami kesulitan, konsultasikan pada guru pengampu

1. Bilangan yang menggambarkan perbandingan antara jumlah contoh dengan jumlah


populasi seluruhnya adalah...
a. bias
b. faktor koreksi
c. populasi
d. intensitas sampling
e. sampling
2. Bila dari suatu hutan dengan luas 100 ha dibuat petak ukur sebanyak 50 buah yang
tersebar merata sebagai sampelnya, dimana luas setiap petak adalah 0,1 ha, maka
intensitas samplingnya adalah...
a. 1 %

SMK Kehutanan 50
Modul Inventarisasi Hutan

b. 3%
c. 5 %
d. 7 %
e. 10 %
3. Jumlah sampel yang harus diambil tergantung dari beberapa faktor berikut ini,
kecuali...
a. lokasi
b. tingkat keragaman
c. tenaga
d. biaya
e. waktu
4. Petak ukur lingkaran biasanya digunakan untuk inventarisasi pada...
a. Hutan alam
b. Hutan seumur
c. Hutan tidak seumur
d. Hutan dataran rendah
e. Hutan dataran tinggi
5. Berikut ini ukuran petak ukur lingkaran yang biasa digunakan pada hutan yang
menghasilkan kayu pertukangan adalah...
a. 0,1 ha
b. 0,2 ha
c. 0,3 ha
d. 0,4 ha
e. 0,5 ha
6. Petak ukur square biasanya digunakan untuk menghitung tingkat permudaan berikut
kecuali...
a. Semai
b. Pancang
c. Tiang
d. Pohon inti
e. Pohon siap tebang
7. Bentuk plot yang menggabungkan antara plot jalur dengan plot persegi adalah...
a. Strip plot
b. Square plot
c. Line plot

SMK Kehutanan 51
Modul Inventarisasi Hutan

d. Rectangular plot
e. Circle plot
8. Berikut ini ukuran lebar plot jalur yang biasa digunakan di lapangan adalah
a. 10 m
b. 20 m
c. 30 m
d. 40 m
e. 50 m
9. suatu plot contoh (sample unit) yang bukan didasarkan pada luasan petak tertentu
melainkan didasarkan pada sejumlah pohon tertentu yang tercakup dalam plot
contoh tersebut (n-tree sampling) adalah…
a. Circle plot
b. Square plot
c. Strip plot
d. Point sampling
e. Tree sampling
10. Cara pengambilan sampel yang memberikan kesempatan yang sama kepada setiap
elemen populasi untuk dijadikan contoh adalah…
a. Non random sampling
b. Random sampling
c. Quota sampling
d. Snowball sampling
e. Convenience sampling

Setelah anda mengerjakan test di atas, cocokkan jawaban anda dengan kunci jawaban yang
terdapat di bagian akhir modul ini. Hitung jawaban Anda yang benar, kemudian gunakan
rumus di bawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan hasil belajar terhadap materi
kegiatan pembelajaran.

Σ Jawaban yang benar


Tingkat Penguasaan = x 100%
10

Keterangan : Jawaban benar dengan skore 1 dan jawaban salah skore 0

SMK Kehutanan 52
Modul Inventarisasi Hutan

Nilai yang diperoleh peserta didik kemudian dikategorikan sesuai dengan tabel status
penguasaan hasil belajar di bawah ini :

Penguasaan Hasil Tingkat Kriteria Tindak Lanjut


Belajar Penguasaan
Belum Menguasai < 70 % kurang Mengulangi lagi kegiatan pembelajaran
Secara keseluruhan
70 % – 79 % cukup Penguatan dan Pengayaan dengan
bimbingan guru terhadap materi yang belum
Sudah Menguasai tuntas
80 % – 90 % baik Penguatan dan Pengayaan melalui belajar
mandiri terhadap materi yang belum tuntas
> 90 % baik Dapat langsung melaksanakan proses
Sekali pembelajaran modul berikutnyasecara
mandiri

C. Teknik Simple Random Sampling

1. Uraian Materi

TP 3. Peserta Didik Dapat Menerapkan Teknik Simple Random Sampling

a. Pengertian Teknik Simple Random Sampling

Teknik simple random sampling merupakan teknik sampling dalam


inventarisasi hutan dimana setiap unit contoh memiliki peluang yang sama untuk
terpilih. Dengan demikian, cara sampling ini dapat menghasilkan penaksiran yang
bebas dari bias.
Banyaknya kombinasi beranggotakan n yang dapat dibentuk dari N buah objek
adalah:

Sebagai contoh, banyaknya kombinasi dari sampel beranggotakan 3 buah plot


contoh yang dapat dibentuk dari sebuah populasi yang terdiri dari 6 buah plot adalah:

Dengan kata lain, dari 6 buah plot tersebut, dapat dibentuk 20 buah sampel
(yang berbeda satu sama lain) yang masing-masing beranggotakan tiga buah plot
contoh. Sampel-sampel tersebut adalah sebagai berikut.

SMK Kehutanan 53
Modul Inventarisasi Hutan

(1,2,3) (2,3,4) (1,3,5) (2,5,6)


(1,2,4) (2,3,5) (1,3,6) (3,4,5)
(1,2,5) (2,3,6) (1,4,5) (3,4,6)
(1,2,6) (2,4,5) (1,4,6) (3,5,6)
(1,3,4) (2,4,6)
(1,5,6) (4,5,6)

Dengan menggunakan teknik ini, seluruh hutan dianggap sebagai satu


populasi. Apabila satuan penarikan sampel tegakan hutan dianggap sebagai
susunan satuan-satuan, maka jumlah satuan-satuan populasi tersebut dinamakan N.
Cara memilih sampel secara acak sederhana ini dapat dilakukan dengan
menggunakan tabel random atau dengan diundi. Tabel random dapat digunakan baik
jumlah populasinya besar ataupun kecil. Sedangkan cara undian, hanya cocok
apabila jumlah populasinya kecil.
Dalam pemilihan sampel secara random sederhana ini, dibedakan antara
sampling dengan pemulihan (sampling with replacement) dan sampling tanpa
pemulihan (sampling with without replacement). Untuk sampling dengan pemulihan,
individu yang telah terpilih sebagai sampel dapat dipilih lagi. Sedangkan untuk
sampling tanpa pemulihan, sampel yang telah terpilih tidak dapat dipilih lagi.

b. Analisis Data Teknik Simple Random Sampling

Untuk lebih memahami langkah-langkah dalam menganalisis data hasil


inventarisasi hutan menggunakan teknik simple rendom sampling, maka berikut ini
diberikan contoh dari sampling secara acak sederhana jika plot yang digunakan
adalah plot lingkaran dan plot jalur .

1) Plot ukur berbentuk lingkaran

Sebelum kita mulai dengan contoh, berikut adalah langkah-langkah dalam


analisis data yang akan dilakukan :
 Tentukan jumlah populasi unit contoh yang terdapat dalam wilayah yang akan
ditaksir potensinya
 Tentukan jumlah sampel unit contoh yang akan diamati, biasanya nilainya
ditentukan berdasarkan intensitas sampling yang telah ditentukan. Setelah
mengetahui jumlah plot yang akan diamati, maka penentuan plot yang akan
diamati dilapangan ditentukan secara acak

SMK Kehutanan 54
Modul Inventarisasi Hutan

 Merekapitulasi data hasil pengukuran tiap sampel plot yang telah diukur
dalam tabel (datanya berupa jumlah volume pohon per plot)
 Menetukan rata-rata volume per ha berdasarkan data yang diperoleh
dilapangan
 Menentukan nilai varians keragaman data pengukuran
 Menentukan nilai kesalahan baku
 Merumuskan taksiran volume tegakan dalam interval nilai pada selang
kepercayaan
 Menentukan besarnya kesalahan taksiran dalam pengukuran.

Contoh 1.
Suatu areal yang luasnya 100 ha akan ditaksir potensi kayunya. Metode
inventarisasi yang dipakai adalah sampling secara acak sederhana dengan unit
contohnya berbentuk lingkaran seluas 0,1 ha. Intensitas sampling ditentukan
sebesar 1%. Maka :

 Populasi (N) = 100 ha / 0,1 ha = 1000 PU


 Jumlah PU yang harus dibuat = Intensitas sampling (f) x N = 0,01 x 1000 = 10
PU.
 Nah, 10 PU ini lalu dipilih secara random dengan bilangan random. Tiap
pohon yang ada dalam petak ukur terpilih diukur diameter dan tingginya
kemudian dihitung volumenya. Hasil perhitungan volume tiap PU (dalam m3)
adalah sebagai berikut :
Volume (m3) Volume (m3)
No. PU No. PU
Xi Xi
1 5,1 6 4,7
2 4,8 7 4,8
3 5,0 8 5,0
4 4,2 9 4,5
5 4,1 10 4,6

Perhitungan :
No. PU Xi Xi2
1 5,1 26,01
2 4,8 23,04
3 5,0 25,00
4 4,2 17,64
5 4,1 16,81
6 4,7 22,09
SMK Kehutanan 55
Modul Inventarisasi Hutan

7 4,8 23,04
8 5,0 25,00
9 4,5 20,25
10 4,6 21,16
∑Xi = 46,8 ∑Xi2 = 220,04

 Rata-rata volume per pu ( X ) = ∑Xi / n = 46,8 / 10 = 4,68 m3/pu


Rata-Rata volume per ha = 4,68 m3/0,1 = 46,8 m3/ha
46,8 2
 Xi   Xi 
2
2
/n 220,04 
 Varian Keragaman = s 2  = 10  0,112
n 1 9
2
 Kesalahan baku = Se  1  f  s  1  0,01 0,112  0,011 m3/0,1 ha = 0,11
n 10
m3/ha
 Dengan selang kepercayaan 95%, taksiran volume kayu per ha akan terletak
dalam interval :
X – t.Se < V/ha < X + t.Se
Dimana :
V/ha = Taksiran volume per ha
X – t.Se = Nilai minimum taksiran
X + t.Se = Nilai maksimum taksiran
Nilai t dapat dilihat pada tabel t dengan batas kepercayaan 95% (kolom 0,05)
dan db (10 -1) = 9 (baris 9) adalah 2,262. Maka :
Nilai ( t.Se) = 2,262 x 0,11 = 0,248 m3/0,1 ha = 2,48 m3/ha

Nilai minimum taksiran = X – t.Se


= 46,8 – 2,48
= 44,32 m3/ha
Nilai maksimum taksiran = X + t.Se
= 46,8 + 2,48
= 49,28 m3/ha
Sehingga, jika nilai tersebut dimasukkan dalam selang kepercayaan, maka
pada taraf kepercayaan 95 %, taksiran volume/ha tegakan dalam areal
tersebut adalah :

SMK Kehutanan 56
Modul Inventarisasi Hutan

X – t.Se < V/ha < X + t.Se


44,32 m3/ha < V/ha < 49,28 m3/ha
Sedangkan, nilai taksiran volume tegakan untuk luas 100 ha areal tersebut
pada taraf kepercayaan 95 %, adalah :
L ( X – t.Se ) < V < L ( X + t.Se)
100(44,32 m3/ha) < V < 100(49,28 m3/ha)
4432 m3 < V < 4928 m3

 Kesalahan taksiran:
t.Se 2,48
T  x100%  x100%  5,29%
X 46,8

Dari nilai tersebut dapat diketahui bahwa besarnya kesalahan taksiran yang
dilakukan adalah 5,29 %

2) Plot ukur berbentuk jalur

Sebelum kita mulai dengan contoh analisisi data, berikut adalah langkah-
langkah dalam analisis data yang akan dilakukan :
 Tentukan jumlah populasi jalur yang dapat dibuat dalam wilayah yang akan
ditaksir potensinya
 Tentukan jumlah sampel jalur yang akan diamati, biasanya nilainya
ditentukan berdasarkan intensitas sampling yang telah ditentukan. Setelah
mengetahui jumlah jalur yang akan diamati, maka penentuan plot yang akan
diamati dilapangan ditentukan secara acak biasanya dilakukan dengan cara
pengundian
 Merekapitulasi data hasil pengukuran tiap sampel jalur yang telah diukur
dalam tabel (datanya berupa jumlah volume pohon per plot)
 Menetukan rata-rata volume per ha berdasarkan data yang diperoleh
dilapangan
 Menentukan nilai varians keragaman data pengukuran
 Menentukan nilai standar error.
 Merumuskan taksiran volume tegakan dalam interval nilai pada selang
kepercayaan
 Menentukan besarnya kesalahan taksiran dalam pengukuran.

SMK Kehutanan 57
Modul Inventarisasi Hutan

Contoh 2.
Suatu areal yang luasnya 100 ha (1000 m x 1000 m), akan ditaksir potensi
kayunya. Metode inventarisasi yang dipakai adalah random sampling dengan
jalur sebagai unit samplingnya. Lebar jalur adalah 20 m dan intensitas sampling
adalah 10%.

Jawab :
 Populasi (N) = lebar hutan/lebar jalur = 1000 m / 20 m = 50 jalur
 Jumlah jalur yang diukur = f x N = 0,1 x 50 = 5 jalur.
 5 buah jalur sebagai unit sampling dipilih menggunakan bilangan random.
Tiap jalur yang terpilih diukur panjang jalur dan dimensi (diameter dan tinggi)
pohon-pohon yang ada kemudian didapatkan data volume keseluruhan
pohon tiap jalurnya. Hasil pengukuran dalam jalur ukur yang terpilih sebagai
sampel adalah sebagai berikut.
No. Luas Jalur Ukur (ha) Volume per Jalur Ukur (m3)
No.
Jalur Xi Yi
1 8 2,1 84,0
2 10 2,0 78,0
3 29 1,7 63,5
4 43 1,9 70,8
5 12 1,8 72,4

Perhitungan :
No.
Xi Yi (Xi)2 (Yi)2 XiYi
Jalur
8 2,1 84,0 4,41 7056,00 176,40
10 2,0 78,0 4,00 6084,00 156,00
29 1,7 63,5 2,89 4032,25 107,95
43 1,9 70,8 3,61 5012,64 134,52
12 1,8 72,4 3,24 5241,76 130,32
2 2
∑Xi = 9,5 ∑Yi = 368,7 ∑Xi = 18,15 ∑Yi = 27426,65 ∑XiYi = 705,19

 Rata-rata luas jalur ukur Xi 


 Xi  9,5  1,9 ha/jalur
n 5

 Rata-rata volume per jalur ukur Yi 


 Yi  368,7  73,74 m /jalur 3
n 5

SMK Kehutanan 58
Modul Inventarisasi Hutan

 Rata-rata volume per ha V =


Y i  73,74  38,81 m /ha 3

 Xi 1,9
 Variance volume per hektar (Sv2):
2
2 (1  f )V Xi 2 Yi 2 2 XiYi
 
Sv  ( 2
 2
 )
n(n  1) Xi Yi XiYi

(1  0,1)(38,82) 2 18,15 27426,65 2 x 705,19


Sv 2  (   )
5(5  1) 1,9 2 73,74 2 1,9 x 73,74
= 67,7797 (5,0277 + 5,0439 – 10,0665)
= 67,7797 x 0,005
= 0,3457

 Standard Error Se  Sv  Sv 2  0,3457  0,59 m3/ha

 Dengan selang kepercayaan 95%, taksiran volume kayu per ha akan terletak
dalam interval :
V – t.Sv < V/ha < V + t.Sv
Dimana :
V/ha = Taksiran volume per ha
V – t.Sv = Nilai minimum taksiran
V + t.Sv = Nilai maksimum taksiran
Nilai t dapat dilihat pada tabel t dengan batas kepercayaan 95% (kolom 0,05)
dan db (5 -1) = 4 (baris 4) adalah 2,776. Maka :
Nilai minimum taksiran = V – t.Sv
= 38,81 – (2,776 x 0,59)
= 38,81 – 1,63
= 37,18 m3/ha
Nilai maksimum taksiran = V + t.Sv
= 38,81 + (2,776 x 0,59)
= 38,81 + 1,63
= 40,44 m3/ha
Sehingga, jika nilai tersebut dimasukkan dalam selang kepercayaan, maka
pada taraf kepercayaan 95 %, taksiran volume/ha tegakan dalam areal
tersebut adalah :

SMK Kehutanan 59
Modul Inventarisasi Hutan

V – t.Sv < V/ha < V + t.Sv


37,18 m3/ha < V/ha < 40,44 m3/ha
Sedangkan, nilai taksiran volume tegakan untuk luas 100 ha areal tersebut
pada taraf kepercayaan 95 %, adalah :
L ( X – t.Se ) < V < L ( X + t.Se)
100(37,18 m3/ha) < V < 100(40,44 m3/ha)
4718 m3 < V < 4044 m3

 Kesalahan taksiran:
t.Sv 1.63
T  x100%  x100%  4,19%
V 38,81

Dari nilai tersebut dapat diketahui bahwa besarnya kesalahan taksiran


yang dilakukan adalah 4,19 %

2. Tes Formatif
Petunjuk Pengerjaan
- Kerjakan soal ini secara mandiri
- Jika kesulitan dalam mengerjakan soal, pelajari kembali lembar informasi
- Jika masih mengalami kesulitan, konsultasikan pada guru pengampu

1. Sampling yang unit-unit pengamatannya menyebar secara tidak teratur, baik dilihat
dari nomor urut penetapannya, maupun unit contohnya dilapangan adalah…
a. Systematic Sampling
b. Simple random sampling
c. Area Sampling
d. Stratified Sampling
e. Cluster Sampling
2. Penggunaan teknik simple random sampling dapat menghasilkan penaksiran yang
bebas dari...
a. Akurasi
b. Presisi
c. Ketelitian
d. Bias
e. Keterwakilan
SMK Kehutanan 60
Modul Inventarisasi Hutan

3. Banyaknya kombinasi sampel beranggotakan 3 buah plot contoh yang dapat


dibentuk dari sebuah populasi yang terdiri dari 8 buah plot adalah...
a. 52
b. 54
c. 56
d. 58
e. 60
4. Alat yang biasa digunakan untuk menentukan contoh acak adalah…
a. Tabel angka
b. Undian
c. Tabel volume
d. Grafik
e. Kalkulator
5. Pemilihan sample secara acak dimana sampel yang terpilih tidak dapatdipilih kembali
sebagai contoh adalah…
a. sampling with replacement
b. sampling without replacement
c. simple random sampling
d. systematic sampling
e. random sampling

Setelah anda mengerjakan test di atas, cocokkan jawaban anda dengan kunci jawaban
yang terdapat di bagian akhir modul ini. Hitung jawaban Anda yang benar, kemudian
gunakan rumus di bawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan hasil belajar
terhadap materi kegiatan pembelajaran.

Σ Jawaban yang benar


Tingkat Penguasaan = x 100%
10

Keterangan : Jawaban benar dengan skore 1 dan jawaban salah skore 0

Nilai yang diperoleh peserta didik kemudian dikategorikan sesuai dengan tabel status
penguasaan hasil belajar di bawah ini :

SMK Kehutanan 61
Modul Inventarisasi Hutan

Penguasaan Hasil Tingkat Kriteria Tindak Lanjut


Belajar Penguasaan
Belum Menguasai < 70 % kurang Mengulangi lagi kegiatan pembelajaran
Secara keseluruhan
70 % – 79 % cukup Penguatan dan Pengayaan dengan
bimbingan guru terhadap materi yang belum
Sudah Menguasai tuntas
80 % – 90 % baik Penguatan dan Pengayaan melalui belajar
mandiri terhadap materi yang belum tuntas
> 90 % baik Dapat langsung melaksanakan proses
Sekali pembelajaran modul berikutnyasecara
mandiri

3. Materi Praktek
Alat : - Kalkulator
- Tabel angka acak
Bahan : - Alat Tulis
- Kertas HVS
- Data volume tiap petak ukur
Langkah kerja :
 Tentukan jumlah populasi unit contoh yang terdapat dalam wilayah yang akan
ditaksir potensinya
 Tentukan jumlah sampel unit contoh berdasarkan intensitas sampling yang
telah ditentukan.
 Merekapitulasi data hasil pengukuran tiap sampel plot yang telah diukur
dalam tabel (datanya berupa jumlah volume pohon per plot)
 Menetukan rata-rata volume per ha
 Menentukan nilai varians keragaman data pengukuran
 Menentukan nilai kesalahan baku
 Merumuskan taksiran volume tegakan dalam interval nilai pada selang
kepercayaan
 Menentukan besarnya kesalahan taksiran dalam pengukuran

Soal :

Suatu tegakan mahoni yang luasnya 50 ha ingin ditaksir potensi kayunya. Metode
inventarisasi yang dipakai adalah simple random sampling dengan petak ukur
berbentuk lingkaran seluas 0,1 ha. Intensitas sampling yang digunakan adalah 2 %.

SMK Kehutanan 62
Modul Inventarisasi Hutan

Berdasarkan data petak ukur yang dijadikan sampel berikut, hitunglah taksiran
potensi tegakan tersebut pada taraf kepercayaaan 95 % ? (t = 2,262)
Volume (m3) Volume (m3)
No. PU No. PU
Xi Xi
1 10,1 6 24,7
2 14,8 7 24,8
3 25,0 8 15,0
4 34,2 9 24,5
5 24,1 10 16,6

D. Teknik Systematic Sampling

1. Uraian Materi

TP 4. Peserta Didik Dapat Menerapkan Teknik Systematic Sampling

a. Pengertian Teknik Systematic Sampling

Systematic Sampling (Sampling secara sistematik) adalah suatu cara


pengambilan contoh yang dilakukan dengan suatu pola yang bersifat sistematis
(systematic pattern), yang telah ditentukan terlebih dahulu. Bentuk pola tersebut
bermacam-amacam, bergantung pada tujaun inventarisasi, waktu dan biaya yang
tersedia, serta kondisi populasi yang dihadapi. Satuan-satuan yang termasuk di
dalam contoh sistematik dipilih tidak secara acak tetapi sesuai dengan pola khusus
tersebut. Biasanya unsur yang diacak hanya dalam pemilihan awal.
Tujuan utama penggunaan sistematik sampling adalah agar penempatan
sampel di seluruh bagian populasi dapat tersebar merata. Dibanding dengan random
sampling, penggunaan sistematik sampling dalam inventarisasi hutan memberi
beberapa keuntungan yaitu :
1) Mudah dalam perencanaan dan pelaksanaannya di lapangan
2) Akibatnya, waktu dan biaya yang diperlukan lebih sedikit
3) Khususnya utnuk kepentingan pemetaan dan penaksiran volume kayu akan
memberikan hasil yang cermat karena penempatan sampel yang tersebar
merata.
Akan tetapi sistematik sampling juga mengandung beberapa kekurangan,
terutama ditinjau dari perhitungan statistik yaitu :
1) Tidak ada cara yang dipercaya untuk menaksir besarnya standar error sampel.
SMK Kehutanan 63
Modul Inventarisasi Hutan

2) Pengambilan sampel secara sistematik dapat berimpit dengan prioditas tertentu


yang ada dalam populasi.
Untuk mengurangi kekurangan yang disebut pertama di atas, seringkali
pelaksanaan sistematik sampling dikombinasikan dengan random sampling, yaitu
dengan menentukan salah satu sampel secara random, kemudian sampel lainnya
ditentukan secra sistematik sesuai dengan pola yang telah ditetapkan. Cara ini lazim
disebut sampling sistematik dengan awal random (systematic sampling with random
start)
Dengan cara ini sebenarnya unit sampling yang mendapatkan kesempatan
penuh untuk dipilih sebagai sampel hanya yang terpilih pertama kali. Unit-unit
sampling yang lain tidak demikian. Oleh karena itu, sebenarnya nilai derajat bebas
dalam sistematik sampling dapat ditentukan. Dengan demikian taksiran standar eror
yang diperoleh tetap diragukan, dan inilah kerugian yang paling besar untuk
penggunaan sistematik sampling.
Prosedur pengambilan sampel dengan menggunakan teknik systematic
sampling adalah :
 Susun sampling frame
 Tetapkan jumlah sampel yang ingin diambil
 Tentukan K (kelas interval)
 Tentukan angka atau nomor awal di antara kelas interval tersebut secara acak
atau random – biasanya melalui cara undian saja.
 Mulailah mengambil sampel dimulai dari angka atau nomor awal yang terpilih.
 Pilihlah sebagai sampel angka atau nomor interval berikutnya

b. Analisis Data Teknik Systematic Random Sampling

Pada dasarnya analisis data yang dilakukan pada teknik systematic random
sampling hampir sama dengan analisis data pada teknik simple random sampling.
Perbedaannya hanya terletak pada penentuan sampel plot dilapangan. Pada simple
random sampling, semua sampel plot yang diambil ditentukan secara acak, sedang
kan pada systematic random sampling, hanya sampel plot pertama saja yang
ditentukan secara acak dan sampel selanjutnya diambil secara sistematis
berdasarkan jarak antar plot yang telah ditentukan. Analisis data yang digunakan pun
berbeda untuk sample berupa plot/petak ukur dan plot/petak ukur jalur.
Berikut akan diuraikan analisis data berdasarkan bentuk plot yang digunakan.

SMK Kehutanan 64
Modul Inventarisasi Hutan

1) Plot ukur berbentuk lingkaran

Sebelum kita mulai dengan contoh analisis datanya, berikut adalah


langkah-langkah dalam analisis data yang akan dilakukan :
 Tentukan jumlah populasi unit contoh yang terdapat dalam wilayah yang akan
ditaksir potensinya
 Tentukan jarak antar plot
 Tentukan jumlah sampel unit contoh yang akan diamati, biasanya nilainya
ditentukan berdasarkan intensitas sampling yang diinginkan. Setelah
mengetahui jumlah plot yang akan diamati, maka plot pertama dipilih secara
acak, dan plot selanjutnya ditentukan berdasarkan jarak antar plot yang ada.
 Merekapitulasi data hasil pengukuran tiap sampel plot yang telah diukur
dilapangan dalam bentuk tabel (datanya berupa jumlah volume pohon per
plot)
 Menetukan rata-rata volume per ha berdasarkan data yang diperoleh
dilapangan
 Menentukan nilai varians keragaman data pengukuran
 Menentukan nilai kesalahan baku
 Merumuskan taksiran volume tegakan dalam interval nilai pada selang
kepercayaan
 Menentukan besarnya kesalahan taksiran dalam pengukuran.

Contoh 3
Suatu areal hutan dengan luasan 40 ha dilakukan inventarisasi untuk menaksir
massa kayu dengan intensitas sampling 2,5 %. Metode sampling yang dilakukan
adalah sampling sitematik dengan bentuk petak ukur berupa lingkaran dengan
luas 0,1 ha.

Jawab

 Populasi (N) = 40 ha / 0,1 ha = 400 PU


 Jumlah PU yang harus dibuat = Intensitas sampling (f) x N = 0,025 x 400 = 10
PU
 1 PU mewakili luasan = 100/2,5 x 0,1 ha = 4 ha = 40.000 m2

 Jarak antar PU = 40000  200 m


 Plotkan PU dalam peta

SMK Kehutanan 65
Modul Inventarisasi Hutan

 Misal hasil pengukuran pada setiap PU adalah sebagai berikut :


No. PU Xi (m3) Xi2
1 7 49
2 6 36
3 6 36
4 8 64
5 5 25
6 4 16
7 6 36
8 7 49
9 7 49
10 5 25
2
X = 61 X = 385

 Rata-rata = X 
 X  61  6,1 m /0,1 ha
3
= 61 m3/ha
n 10
612
 X   X 
2
2
/n 385 
 Varian Keragaman = s 2  = 10  1,197
n 1 9

N  n s2 2
 Kesalahan baku = Se   1  f  s  1  0,025  1,197  0,342
N n n 10
m3/0,1 ha
 Dengan selang kepercayaan 95%, taksiran volume kayu per ha akan terletak
dalam interval :
X – t.Se < V/ha < X + t.Se
Dimana :
V/ha = Taksiran volume per ha
X – t.Se = Nilai minimum taksiran
X + t.Se = Nilai maksimum taksiran

SMK Kehutanan 66
Modul Inventarisasi Hutan

Nilai t dapat dilihat pada tabel t dengan batas kepercayaan 95% (kolom 0,05)
dan db (10 -1) = 9 (baris 9) adalah 2,262. Maka :
Nilai ( t.Se) = 2,262 x 0,342 = 0,773 m3/0,1 ha = 7,73 m3/ha
Nilai minimum taksiran = X – t.Se
= 61 – 7,73
= 53,27 m3/ha
Nilai maksimum taksiran = X + t.Se
= 61 + 7,73
= 68,73 m3/ha
Sehingga, jika nilai tersebut dimasukkan dalam selang kepercayaan, maka
pada taraf kepercayaan 95 %, taksiran volume/ha tegakan dalam areal
tersebut adalah :
X – t.Se < V/ha < X + t.Se
53,27 m3/ha < V/ha < 68,73 m3/ha
Sedangkan, nilai taksiran volume tegakan untuk luas 40 ha areal tersebut
pada taraf kepercayaan 95 %, adalah :
L ( X – t.Se ) < V < L ( X + t.Se)
40(53,27 m3/ha) < V < 40(68,73 m3/ha)
2130,80 m3 < V < 2749,20 m3

 Kesalahan taksiran:
t.Se 7,73
T  x100%  x100%  12,67%
X 61

Dari nilai tersebut dapat diketahui bahwa besarnya kesalahan taksiran yang
dilakukan adalah 12,67 %

2) Plot Ukur berbentuk jalur


Sebelum kita mulai dengan contoh analisisi data, berikut adalah langkah-
langkah dalam analisis data yang akan dilakukan :
 Tentukan jumlah populasi jalur yang dapat dibuat dalam wilayah yang akan
ditaksir potensinya
 Menentukan jarak antar jalur
 Tentukan jumlah sampel jalur yang akan diamati, biasanya nilainya
ditentukan berdasarkan intensitas sampling yang telah ditentukan. Setelah

SMK Kehutanan 67
Modul Inventarisasi Hutan

mengetahui jumlah jalur yang akan diamati, maka penentuan jalur pertama
yang akan diamati dilapangan ditentukan secara acak, dan jalur selanjutnya
dipilih berdasarkan jarak antar jalur
 Merekapitulasi data hasil pengukuran tiap sampel jalur yang telah diukur
dilapangan dan disajikan dalam bentuk tabel (datanya berupa jumlah volume
pohon per plot)
 Menetukan rata-rata volume per ha berdasarkan data yang diperoleh
dilapangan
 Menentukan nilai varians keragaman data pengukuran
 Menentukan nilai standar error.
 Merumuskan taksiran volume tegakan dalam interval nilai pada selang
kepercayaan
 Menentukan besarnya kesalahan taksiran dalam pengukuran.

Contoh 4.

Misal akan dilakukan penaksiran potensi tegakan pada areal hutan seluas 40 ha
(800 x 500 m), metode sampling yang digunakan sistematik sampling random
sampling dengan intensitas sampling 10 %. Unit sampling bebentuk jalur dengan
lebar jalur 20 m.
Jawab :

 Populasi (N) = panjang hutan/lebar jalur = 800 m / 20 m = 40 jalur


 Jumlah jalur yang diukurt = f x N = 0,1 x 40 = 4 jalur.
 1 jalur mewakili = 1/f x lebar jalur = 1/0,1 x 20 m = 200 m berarti satu jalur
coba mewakili 200/20 =10 jalur populasi
 Buat nomor undian dari 1 s/d 10. misal nomor yang terambil adalah nomor 6.
berarti jalur pertama berada = (nomor undian x lebar jalur) – ½ lebar jalur = (6
x 20 m ) – 10 m = 110 m
 Jalur berikutnya berjarak 200 m dari jalur sebelumnya.

SMK Kehutanan 68
Modul Inventarisasi Hutan

 Hasil inventasisasi didapatkan data sebagai berikut :


No. Luas (ha) Volume (m3)
X2 Y2 XY
Jalur X Y
1 2,8 279,8 7,84 78288,04 783,44
2 2,6 245,6 6,76 60319,56 638,56
3 1,9 390,7 3,61 152646,49 742,33
4 1,7 336,3 2,89 113097,69 571,71
X = 9 Y = 1252,4 X2 = 21,1 Y2 = 404351,58 XY = 2736,04

 Rata-rata luas jalur ukur Xi 


 Xi  9  2,25 ha/jalur
n 4

 Rata-rata volume per jalur ukur Yi 


 Yi  1252,4  313,1 m /jalur
3
n 4

 Rata-rata volume per ha = V =


Yi  1252,4  139,156 m /ha 3

 Xi 9

 Variance volume per hektar (Sv2):


2
(1  f )V
2
Xi 2 Yi 2 2 XiYi
 
Sv  ( 2
 2
 )
n(n  1) Xi Yi XiYi

(1  0,1)139,156 2 21,1 404351,58 2 x 2736,04


Sv2 = ( 2
  )
4( 4  1) 2,25 313,12 2,25 x 313,1

= 1452,329 ( 4,1679 + 4,1247 – 7,7676)


= 763,925

 Standar error = Se = Sv = S v2  763,925  27,64 m3/ha

 Dengan selang kepercayaan 95%, taksiran volume kayu per ha akan terletak
dalam interval :
V – t.Sv < V/ha < V + t.Sv

SMK Kehutanan 69
Modul Inventarisasi Hutan

Dimana :
V/ha = Taksiran volume per ha
V – t.Sv = Nilai minimum taksiran
V + t.Sv = Nilai maksimum taksiran
Nilai t dapat dilihat pada tabel t dengan batas kepercayaan 95% (kolom 0,05)
dan db (4 -1) = 3 (baris 4) adalah 3,182. Maka :
Nilai minimum taksiran = V – t.Sv
= 139,156 – (3,182 x 27,64)
= 139,156 – 87,95
= 51,26 m3/ha
Nilai maksimum taksiran = V + t.Sv
= 139,156 + (3,182 x 27,64)
= 139,156 + 87,95
= 227,106 m3/ha
Sehingga, jika nilai tersebut dimasukkan dalam selang kepercayaan, maka
pada taraf kepercayaan 95 %, taksiran volume/ha tegakan dalam areal
tersebut adalah :
V – t.Sv < V/ha < V + t.Sv
51,26 m3/ha < V/ha < 227,106 m3/ha
Sedangkan, nilai taksiran volume tegakan untuk luas 40 ha areal tersebut
pada taraf kepercayaan 95 %, adalah :
L ( X – t.Se ) < V < L ( X + t.Se)
40(51,26 m3/ha) < V < 40(227,106 m3/ha)
2050,4 m3 < V < 9084,24 m3

 Kesalahan taksiran:
t.Sv 87,95
T  x100%  x100%  63,20%
V 139,156

Dari nilai tersebut dapat diketahui bahwa besarnya kesalahan taksiran yang
dilakukan adalah 63,20 %

2. Tes Formatif
Petunjuk Pengerjaan

SMK Kehutanan 70
Modul Inventarisasi Hutan

- Kerjakan soal ini secara mandiri


- Jika kesulitan dalam mengerjakan soal, pelajari kembali lembar informasi
- Jika masih mengalami kesulitan, konsultasikan pada guru pengampu

E. Teknik Stratified Sampling

1. Uraian Materi

TP 5. Peserta Didik Dapat Menerapkan Teknik Stratified Sampling

a. Pengertian Teknik Stratified Sampling

Stratified Sampling (pemilihan contoh stratifikasi) adalah pengambilan contoh


yang didahului dengan pengelompokan populasi ke dalam beberapa sub-populasi.
Metode sampling stratifikasi terutama dilakukan pada populasi yang mempunyai
keragaman yang besar atau populasi yang relatif heterogen. Pengelompokan
dimaksudkan untuk memperoleh sub-sub populasi atau srata dengan anggota-
anggota yang relatif homogen.
Melalui stratitifikasi tersebut diharapkan dapat diperoleh nilai dugaan
parameter populasi dengan tingkat ketelitian yang lebih tinggi. Selain itu,
stratifikasi juga memungkinkan diperolehnya informasi secara lebih rinci untuk
masing-masing sub-populasi. Dalam kaitan dengan inventarisasi hutan,
pengelompokan dapat dilakukan berdasarkan: (1) kelas umur, (2) jenis tegakan, (3)
tipe hutan, (4) kelas bonita, (5) kelas potensi hutan, (6) tipe perlakuan atau
tindakan pemeliharaan yang diberlakukan pada tanaman, dan lain-lain.
Prosedur pelaksanaan sampling stratifikasi secara ringkas dapat dituliskan
sebagai berikut:
1) Pembagian atau stratifikasi populasi ke dalam beberapa sub-populasi sesuai
dengan kondisi populasi yang bersangkutan, dimana batas-batas
pemisah antara masing-masing sub-populasi atau stratum, harus jelas.
2) Penentuan jumlah satuan contoh yang akan diamati (intesitas sampling),
berdasarkan tingkat ketelitian yang diinginkan dan alokasi waktu dan biaya
yang tersedia.
3) Pengalokasian jumlah contoh kedalam masing-masing stratum. Untuk
pengalokasian ini dikenal beberapa cara, yaitu :

SMK Kehutanan 71
Modul Inventarisasi Hutan

a) Alokasi sama rata, yaitu dengan membagi jumlah contoh secara merata
pada setiap stratum
b) Alokasi proporsi, yaitu alokasi jumlah cotoh yang mempertimbangkan ukuran
sub-populasi atau stratum. Stratum yang besar diberi alokasi contoh yang
besar pula.
c) Alokasi optimum, yaitu alokasi jumlah contoh pada setiap stratum
dilakukan dengan mempertimbangkan ukuran stratum dan
keragaman setiap stratum. Semakin besar ukuran stratum dan semakin
beragam stratum, maka semakin besar pula jumlah contoh yang dialokasikan
pada stratum yang bersangkutan.
d) Alokasi optimum untuk biaya pengambilan contoh yang bervariasi, yaitu
alokasi jumlah contoh, yang selain mempertimbangkan ukuran dan
keragaman masing-masing stratum, juga memperhitungkan biaya penarikan
contoh pada masing-masing stratum, dalam rangka efisiensi biaya.
Stratum yang biaya penarikan per satuan contohnya yang lebih besar diberi
alokasi jumlah contoh yang lebih kecil.

Pemilihan contoh pada masing-masing stratum , dapat dilakukan secara acak


ataupun secara sistematik. Jika pemilihan contoh pada setiap stratum
dilakukan secara acak, maka sampling ini disebut stratified random sampling.
Jika pemilihan contoh pada setiap stratum, dilakukan secara sistematik maka
sampling ini disebut stratified systematic sampling.

b. Analisis Data Teknik Stratified Random Sampling

Seperti yang telah dijelaskan pada kompetensi dasar sebelumnya bahwa


dalam pengambilan sample dengan cara ini, perlu diadakan orientasi untuk membagi
areal hutan ke dalam strata. Stratifikasi tersebut didasarkan kepada keadaan
tegakan hutannya.
Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan sebelum melakukan analisis
data menggunakan stratified random sampling yaitu :
 Pembagian atau stratifikasi populasi ke dalam beberapa sub-populasi sesuai
dengan kondisi populasi yang bersangkutan, dimana batas-batas pemisah antara
masing-masing sub-populasi atau stratum, harus jelas.

SMK Kehutanan 72
Modul Inventarisasi Hutan

 Penentuan jumlah satuan contoh yang akan diamati (intesitas sampling),


berdasarkan tingkat ketelitian yang diinginkan dan alokasi waktu dan biaya
yang tersedia.
 Pengalokasian jumlah contoh kedalam masing-masing stratum.
 Tentukan jumlah sampel unit contoh yang akan diamati pada masing-masing
stratum, biasanya jumlahnya ditentukan berdasarkan intensitas sampling yang
diinginkan. Setelah mengetahui jumlah plot yang akan diamati pada setiap
stratum, maka plot pertama dipilih secara acak, dan plot selanjutnya ditentukan
berdasarkan jarak antar plot yang ada.
 Merekapitulasi data hasil pengukuran tiap sampel plot yang telah diukur
dilapangan dalam bentuk tabel (datanya berupa jumlah volume pohon per plot)
 Menetukan rata-rata volume per ha tiap stratum berdasarkan data yang diperoleh
dilapangan
 Menentukan nilai varians keragaman data pengukuran tiap stratum
 Menentukan nilai rata-rata dan varians gabungan semua stratum
 Menentukan nilai kesalahan baku
 Merumuskan taksiran volume tegakan dalam interval nilai pada selang
kepercayaan
 Menentukan besarnya kesalahan taksiran dalam pengukuran

Berikut ini akan diberikan contoh analisis data misalkan areal dibagi ke dalam
dua strata, yaitu stratum I dan stratum II.

1) Plot Ukur Berbentuk Lingkaran

Ploting dilakukan pada setiap stratum. Misal stratum I luas 25 Ha dan


stratum II luas 15 ha. Intensitas sampling pada masing-masing stratum misal 4
%. Ploting sampel di peta seperti gambar di bawah :

SMK Kehutanan 73
Modul Inventarisasi Hutan

Hasil perhitungan volume kayu tiap plot pada setiap stratum adalah :
Statum I Stratum II
No. PU Volume X12 No. PU Volume X22
X1 X2
1 12 144 1 7 49
2 11 121 2 6 36
3 15 225 3 5 25
4 12 144 4 7 49
5 14 196 5 4 16
6 14 196 6 7 49
7 15 225
8 10 100
9 10 100
10 12 144
 X1 = 125  X12 = 1595  X2 = 36  X22 = 224
 Rata-rata volume/ha dan varians tiap stratum
Stratum I
N1 = 25 ha/0,1 ha = 250

X1 
X 1

125
 12,5 m3/0,1 ha = 125 m3/ha
n 10
2 2

S1 = 2 X 1 ( X 1) /n

1595  (125 ) 2 / 10
 3,61
n 1 10  1
Stratum II
N2 = 15 ha/0,1 ha = 150

X2 
X 2

36
 6 m3/0,1 ha = 60 m3/ha
n 6
2 2

S22 =
X 2 ( X 2) /n

224  (36 ) 2 / 6
 1,6
n 1 6 1
 Rata-rata volume/ha dan varians gabungan (stratum I dan II)
Rata-rata Gabungan

X
N h Xh

(N 1 x X 2 )  (N 2 x X 2 )
N tot N tot

SMK Kehutanan 74
Modul Inventarisasi Hutan

( 250 x 12,5)  (150 x 6)


=  10,06 m3/0,1 ha = 100,6 m3/ha
400
Varian gabungan

2 1 s h2
Sgab 
N tot
2  N h (N h  n h )
nh

1 3,61 1,6 
 250(250  10)
2
 150(150 - 6) 
400  10 6 
1
 (21660  5760)  0,1714
160000
 Standar error volume per plot :

Sv = 0,1714  0,414 m3/0,1ha = 4,14 m3/ha

 Kesalahan taksiran :

SE = t(.05, 14) x Sv = 2,14 x 4,14 = 8,86 m3/ha


 Dengan kemungkinan benar 95 % volume kayu dalam areal terletak pada :

40(100,6 – 8,86)m3  V  40(100,6 + 8,86)m3


3669,60 m3  V  4378,40 m3

2) Plot Ukur Jalur

Luas stratum I 25 ha dengan panjang stratum I adalah 2 km atau populasi


jalur di stratum I (NI) = 100 jalur; Luas stratum II 15 ha dengan panjang stratum II
1,6 km atau NII = 80 jalur

II

I
SMK Kehutanan 75
Modul Inventarisasi Hutan

nI = 4 ; f1 = 4/100 = 0,04
n2 = 3 ; f2 = 3/80 =0,0375
Misal hasil crusing di dalam jalur pada setiap stratum adalah sebagai berikut :
STRATUM I STRATUM II
No. Luas (ha) Volume (m3) No. Luas (ha) Volume (m3)
Jalur X1 Y1 Jalur X2 Y2
1 0.3 34 1 0,3 20
2 0,5 50 2 0,4 28
3 0,6 51 3 0,2 10
4 0,2 23
 X1 = 1,6  Y1 = 158  X2 = 0,9  Y2 = 58

 Rata-rata volume/ha dan varians tiap stratum


Stratum I

X 1  0,4 Y 1 = 39,5 V 1 = 98,75 m3/ha f1 = 0,04

 X12 = 0,74  Y12 = 6786  X1Y1 = 70,4


Varians :

2 2 2
(1  f1 )V  X 1  Y1  2 X 1Y1 )
S12  ( 2
 2
n1 (n1  1) X Y1 X 1 Y1
1

(1  0,04)98,75 2 0,74 6786 2 x70,4


= ( 2   )
4(4  1) 0,4 39,5 2 0,4 x39,5
= 780,125 x (4,625 + 4,3493 – 8,9114) = 49,07
Stratum II

X 2  0,3 Y 2 = 19,33 V 2 = 64,44 m3/ha f2 = 0,0375


 X22 = 0,29  Y22 = 1284  X2Y2 = 19,2
Varians :

2 2

S 22 
(1  f 2 )V 22
(
X2 

Y2

2 X 2Y2
)
2 2
n(n  1) X2 Y2 X Y
2 2

SMK Kehutanan 76
Modul Inventarisasi Hutan

(1  0,0375)64,44 2 0,29 1284 2 x19,2


= ( 2  2
 )
3(3  1) 0,3 19,33 0,3x19,33
= 666,13 (3,2222 + 3,4364 – 6,6218) = 24,51
 Rata-rata volume/ha dan varians gabungan (stratum I dan II)

L1 V 1  L 2 V 2 25 x 98,75  15 x 64,44
V = = = 85,88 m3/ha
L1  L 2 25  15

2 L21 S12  L22 S 22 (25 2 x 49,07)  (152 x 24,51)


S gab  =  22,61
(L 1  L 2 ) 2 (25  15) 2

 Standar error = Sq = 22,61 = 4,75

 Sampling error = SE = t(.05 , 5) x Sq = 2,57 x 4,75 = 12,21 m3/ha


 Dengan kemungkinan benar 95 % volume tegakan ditaksir terletak antara :
40(85,88 – 12,21)  V  40(85,88 + 12,21)
2946,80 m3  V  3923,60 m3

2. Tes Formatif
Petunjuk Pengerjaan
- Kerjakan soal ini secara mandiri
- Jika kesulitan dalam mengerjakan soal, pelajari kembali lembar informasi
- Jika masih mengalami kesulitan, konsultasikan pada guru pengampu

IV. RANGKUMAN

1. Bentuk unit contoh yang dapat digunakan dalam kegiatan inventarisasi hutan
adalah Plot lingkaran (Circular Plot), Plot segi empat (Plot bujur sangkar (square
plot), Plot Persegi panjang (rectangular plot) dan plot ukur dalam jalur (line plot)),
Plot Jalur (Strip Plot). Tanpa Plot (Plotless)/Sampel Titik (point sample), Contoh
pohon (trees sampling).
2. Plot ukur lingkaran sering digunakan dalam inventarisasi hutan tanaman, Berikut
adalah ukuran plot hutan tanaman sesuai dengan jenisnya :
1) Hutan tanaman kayu pulp

SMK Kehutanan 77
Modul Inventarisasi Hutan

 Untuk tanaman berumur < 4 tahun (kelas umur I – II) digunakan plot
contoh berbentuk lingkaran berukuran luas 0,02 hektar (jarijari lingkaran
7,98 meter) atau plot contoh berbentuk 6-contoh pohon (6-tree sampling)
 Untuk tanaman berumur ≥ 4 tahun (kelas umur III – IV) digunakan plot
contoh berbentuk lingkaran luas 0,04 hektar (jari-jari lingkaran 11,28
meter) atau plot contoh berbentuk 8- contoh pohon (8-tree sampling).
2) Hutan tanaman kayu pertukangan
 Untuk tanaman kelas umur I – II digunakan plot contoh berbentuk lingkaran
luas 0,02 hektar (jari-jari lingkaran 7,98 meter) atau plot contoh berbentuk
6-contoh pohon (6-tree sampling),
 Untuk tanaman kelas umur III – IV digunakan plot contoh berbentuk
lingkaran luas 0,04 (jari-jari lingkaran 11,28 meter) atau plot contoh
berbentuk 8-contoh pohon (8-tree sampling)
 Untuk tanaman kelas umur ≥ V serta hutan tanaman miskin riap digunakan
plot contoh berbentuk lingkaran luas 0,1 hektar (jarijari lingkaran 17,8
meter ) atau plot contoh berbentuk 10- contoh pohon (10-tree sampling)
3. Plot bujur sangkar (square plot) sering digunakan untuk menaksir potensi
permudaan pada hutan alam atau pada hutan tanaman untuk menilai keberhasilan
tanaman
4. Pada umumnya ukuran plot persegi panjang (rectangular plot) adalah 20 m x 50 m
atau 20 x 100 m. Pada hutan tanaman yang berumur lebih dari 4 tahun, penentuan
ukuran plot ukur persegi panjang didasarkan pada jarak tanamannya
5. Plot dalam jalur (line plot) merupakan kombinasi antara Plot bujur sangkar (square
plot) atau Plot Persegi panjang (rectangular plot) dengan jalur (strip plot) dimana
jalur ukur tidak diamati secara keseluruhan tetapi didalamnya dibuat petak- petak
ukur dan pohon-pohon dalam petak inilah yang diukur untuk menjadi dasar
penaksiran volume tegakan secara keseluruhan
6. Plot jalur banyak digunakan dalam inventarisasi hutan alam karena pembuatannya
di lapangan mudah dilakukan. Umumnya lebar jalur yang sering digunakan adalah
20 meter. Arah jalur ukur yang dibuat di lapangan harus memperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
 Sedapat mungkin memotong bukit atau sungai untuk mendapatkan data
keadaan vegetasi yang lengkap
 Jumlah dan jarak antara jalur ukur sesuai dengan yang ditetapkan.
 Jalur pertama ditetapkan secara acak

SMK Kehutanan 78
Modul Inventarisasi Hutan

7. Tanpa Plot (plotless)/Sampel Titik (point sample) digunakan dengan menentukan


titik-titik pengamatan tertentu tanpa membuat plot. Sampel hanya berupa titik
sepanjang garis yang telah ditetapkan arahnya dengan menggunakan kompas.
Cara ini digunakan untuk menaksir secara langsung luas bidang dasar tegakan per
satuan luas sehingga dari data luas bidang dasar ini ditetapkan volume tegakan
dengan bantuan tabel hasil
8. Tree sampling adalah suatu plot contoh (sample unit) yang bukan didasarkan pada
luasan petak tertentu melainkan didasarkan pada sejumlah pohon tertentu yang
tercakup dalam plot contoh tersebut (n-tree sampling), misalnya 6-tree sampling, 8-
tree sampling, 10-tree sampling, dan seterusnya
9. Random sampling adalah cara pengambilan sampel yang memberikan kesempatan
yang sama untuk diambil kepada setiap elemen populasi
10. Kerangka sampling (sampling frame) adalah daftar yang berisikan setiap elemen
populasi yang bisa diambil sebagai sampel. Elemen populasi bisa berupa data
tentang orang/binatang, tentang kejadian, tentang tempat, atau juga tentang benda.
11. Nonrandom sampling adalah sampling dimana elemen populasi tidak mempunyai
kesempatan sama untuk bisa dipilih menjadi sampel. Unsur populasi yang terpilih
menjadi sampel bisa disebabkan karena kebetulan atau karena faktor lain yang
sebelumnya sudah direncanakan oleh pengukur atau sampling yang dilakukan
berdasarkan pertimbangan subjektivitas dari pelaksananya
12. Simple random sampling adalah sampling dimana setiap unit contoh memiliki
peluang yang sama untuk terpilih. Dengan demikian, cara sampling ini dapat
menghasilkan penaksiran yang bebas dari bias
13. Sampling secara sistematik adalah suatu cara pengambilan contoh yang dilakukan
dengan suatu pola yang bersifat sistematis (systematic pattern), yang telah
ditentukan terlebih dahulu. Bentuk pola tersebut bermacam-amacam, bergantung
pada tujaun inventarisasi, waktu dan biaya yang tersedia, serta kondisi populasi
yang dihadapi
14. Pengambilan atau pemilihan contoh stratifikasi adalah pengambilan contoh yang
didahului dengan pengelompokan populasi ke dalam beberapa sub-populasi. Metode
sampling stratifikasi terutama dilakukan pada populasi yang mempunyai
keragaman yang besar atau populasi yang relatif heterogen

V. TUGAS

SMK Kehutanan 79
Modul Inventarisasi Hutan

No. Uraian Tugas Tahapan Penyelesaian Hasil Tugas


a. Carilah informasi 1. Mencari informasi tentang teknik- Laporan hasil
Teknik-teknik teknik sampling dalam inventarisasi kegiatan tentang
sampling dalam hutan melalui internet dan sumber teknik-teknik
inventarisasi hutan belajar lainnya sampling dan bentuk-
2. Mencari informasi tentang bentuk- bentuk plot sampel
bentuk plot sampel yang biasa dalam inventarisasi
digunakan dalam inventarisasi Hutan hutan

b. Diskusikan tentang 1. Diskusikan dengan kelompok Resume hasil diskusi


Teknik-teknik mengenai Informasi tentang teknik- mengenai teknik-
sampling dalam teknik sampling dan bentuk-bentuk teknik sampling dan
inventarisasi hutan plot sampel dalam inventarisasi hutan. bentuk-bentuk plot
2. Buatlah kesimpulan dari hasil diskusi sampel dalam
inventarisasi hutan.

VI. TES FORMATIF

Test ini merupakan bahan pengecekan bagi peserta didik dan guru untuk mengetahui
sejauh mana penguasaan hasil belajar yang telah dicapai. Oleh karena itu peserta didik
harus mengerjakan test ini dengan benar sesuai dengan kemampuan sendiri.

2. Teknik pengukuran yang dilakukan hanya pada sebagian elemen dari populasi
disebut teknik…
a. Sensus d. Pengukuran 100 %
b. Sampling e. Menyeluruh
c. Full enumeration
3. Berikut ini adalah beberapa kekurangan pelaksanaan sensus, kecuali…
a. Sangat mahal
b. Memerlukan tenaga kerja yang banyak
c. Untuk survey satwa, satwa tersebut harus dalam keadaan menetap, tidak
berpindah-pindah
d. Sangat memungkinkan terjadinya perhitungan ganda
e. Efesiensi waktu
4. Bentuk plot yang sering digunakan untuk menaksir potensi permudaan pada hutan
alam atau pada hutan tanaman untuk menilai keberhasilan tanaman adalah...
a. Plot bujur sangkar (square c. Plot jalur
plot) d. Tanpa Plot (Plotless)
b. plot persegi panjang e. Tree sampling
(rectangular plot)
SMK Kehutanan 80
Modul Inventarisasi Hutan

5. Sampel hanya berupa titik sepanjang garis yang telah ditetapkan arahnya dengan
menggunakan kompas adalah...
a. Plot bujur sangkar (square c. Plot jalur
plot) d. Tanpa Plot (Plotless)
b. Plot persegi panjang e. Plot Lingkaran
(rectangular plot)
6. Suatu plot contoh (sample unit) yang bukan didasarkan pada luasan petak tertentu
melainkan didasarkan pada sejumlah pohon tertentu yang tercakup dalam plot
contoh tersebut (n-tree sampling), misalnya 6-tree sampling, 8-tree sampling, 10-
tree sampling, dan seterusnya adalah…
a. Plot bujur sangkar (square c. Plot jalur
plot) d. Tree sampling
b. plot persegi panjang e. Plot Lingkaran
(rectangular plot)
7. Lebar jalur yang umum digunakan pada kegiatan inventarisasi di hutan alam
adalah…
a. 10 m d. 40 m
b. 20 m e. 50 m
c. 30 m
8. Luas Plot lingkaran yang biasa digunakan pada hutan tanaman untuk kayu
pertukangan pada kelas umur V adalah…
a. 0,1 ha d. 0,4 ha
b. 0,2 ha e. 0,5 ha
c. 0,3 ha
9. Daftar yang berisikan setiap elemen populasi yang bisa diambil sebagai sampel
yang bisa berupa data tentang orang/binatang, tentang kejadian, tentang tempat,
atau juga tentang benda adalah…
a. Random sampling d. Systematic sampling
b. Kerangka sampling e. Stratified sampling
c. Cluster sampling
10. Suatu cara pengambilan contoh yang dilakukan dengan suatu pola yang bersifat
sistematis, yang telah dilakukan terlebih dahulu adalah…
a. Random sampling c. Cluster sampling
b. Purposive sampling d. Systematic sampling

SMK Kehutanan 81
Modul Inventarisasi Hutan

e. Stratified sampling
11. sampling dimana elemen populasi tidak mempunyai kesempatan sama untuk bisa
dipilih menjadi sampel adalah…
a. Nonrandom sampling d. Systematic sampling
b. Random sampling e. Stratified sampling
c. Simple random sampling

Setelah anda mengerjakan test di atas, cocokkan jawaban anda dengan kunci jawaban
yang terdapat di bagian akhir modul ini. Hitung jawaban Anda yang benar, kemudian
gunakan rumus di bawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan hasil belajar
terhadap materi kegiatan pembelajaran.

Σ Jawaban yang benar


Tingkat Penguasaan = x 100%
10

Keterangan : Jawaban benar dengan skore 1 dan jawaban salah skore 0

Nilai yang diperoleh peserta didik kemudian dikategorikan sesuai dengan tabel status
penguasaan hasil belajar di bawah ini :

Penguasaan Hasil Tingkat


Kriteria Tindak Lanjut
Belajar Penguasaan
Belum Menguasai < 70 % kurang Mengulangi lagi kegiatan pembelajaran
Secara keseluruhan
Penguatan dan Pengayaan dengan
70 % – 79 % cukup
bimbingan guru terhadap materi yang
belum tuntas
Penguatan dan Pengayaan melalui belajar
80 % – 90 % baik
Sudah Menguasai mandiri terhadap materi yang belum
tuntas
baik
> 90 % Dapat langsung melaksanakan evaluasi
Sekali untuk mengukur ketuntasan belajar

SMK Kehutanan 82

Anda mungkin juga menyukai