Anda di halaman 1dari 25

Analisis Satuan-Satuan Bahasa Balam Bahasa Makassar

Disusun untuk memenuhi tugas

Mata Kuliah:Linguistik umum

Dosen Pengampu : Suriadi,S.pd.,M.Pd.

Oleh :

Mustikawati (220501501061)

KELAS D

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS BAHASA DAN SASTRA

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2022
DAFTAR ISI
BAB 1

Pendahuan

A.Latar belakang
Bahasa sangat penting dalam kehidupan manusia, karena dengan bahasa, manusia dapat
menyampaikan pikiran dan perasaannya kepada orang lain. Karena demikian pentingnya arti
suatu bahasa, sehingga hampir setiap proses komunikasi manusia selalu menggunakan bahasa.
Kridalaksana (1984:19) mengatakan bahwa bahasa dipergunakan oleh para anggota masyarakat
untuk berinteraksi dan mengidentifikasi dirinya. Ramlan (1980) mengemukakan bahwa Ilmu
bahasa jika dilihat dari struktur interennya dapat dibedakan menjadi fonetik, fonologi, sintaksis,
semantik.; morfologi mempelajari struktur frase, kalimat dan wacana ;

Dewasa ini, kajian terhadap satuan-satuan bahasa Indonesia terus dilakukan baik kajian
terhadap bahasa Indonesia maupun kajian terhadap bahasa daerah sebagai pendukung bahasa
Indonesia. Kajian terhadap bahasa daerah dilakukan dalam usaha pembinaan dan pengembangan
bahasa daerah sebagai aset budaya nasional.Salah satu bahasa daerah yang ada di Sulawesi
Selatan yang sampai saat ini masih dipelihara oleh masyarakat pendukungnya yakni bahasa
daerah Makassar. Untuk itu, bahasa daerah tersebut perlu terus dibina dan dikembangkan agar
tetap menjadi alat komunikasi yang hidup.

Proses morfofonemik yang penulis jadikan pokok kajian dalam penelitian ini adalah proses
morfofonemik bahasa Makassar, karena bahasa Makassar dialek Bantaeng merupakan bahan
standar dalam bahasa Makassar. Satu hal yang saya temukan adalah tentang adanya perubahan
fonem bahasa Makassar yang terjadi akibat pertemuan morfen yang satu dengan yang lain,
proses ini disebut proses morfofonemik.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah bentuk fonem dalam bahasa Makassar?


2. Bagaimanakah klasifikasi morfem dan proses morfemis dalam bahasa Makassar?
3. Bagaimanakah bentuk dan klasifikasi kata, frasa, klausa, dan kalimat dalam bahasa Makassar?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui bentuk fonem dalam Bahasa makassar.


2. Untuk mengetahui klasifikasi morfem dan proses morfemis dalam Bahasa makassar.
3. Untuk mengetahui bentuk dan klasifikasi kata,frasa,klausa dan kalimat dalam Bahasa
makassar.
BAB 2
PRMBAHASAN

A. Bentuk Fonem Dalam Bahasa Makassar


Bahasa Makassar merupakan salah satu bahasa yang semi-vokalik,
artinya bunyi bahasa yang mempunyai ciri vokal dan konsonan,
mempunyai sedikit geseran, dan tidak muncul sebagai inti suku kata.
Bahasa Makassar merupakan sub-rumpun bahasa Indonesia Barat dan
tergolong bahasa Austria (Dola, 2015: 1). Menurut Dola (2015: 1),
bahasa Makassar tediri atas tiga dialek. Pertama, dialek Lakiung yang
penuturnya berdomisili di Makassar, Gowa, Takalar, Maros, dan
Pangkep. Kedua, dialek Turatea dengan penuturnya di Takalar dan
Jeneponto, sedangkan dialek Bantaeng digunakan di Bantaeng.
Pendapat Dola ini, agaknya berbeda dengan pendapat Manyambean
dan Imran (dalam Dola, 2015: 1) yang mengatakan bahwa bahasa
Makassar terdiri atas lima dialek: dialek Lakiung, dialek Turatea,
dialek Bantaeng, dialek Konjo, dan dialek Selayar. Bahasa Makassar
memiliki 23 fonem, yaitu 18 fonem konsonan /p, b, t, d, c, j, k, g, s, h,
m, n, n, n, l, r, w, y/ dan 5 fonem vokal /a, i, u, e, o/. Masing-masing
fonem vokal dapat menempati semua posisi dalam distribusinya,
sedangkan hanya fonem konsonan /k/ dan /n/ dapat menempati posisi
akhir. Keenam belas fonem konsonan lainnya hanya dapat menempati
posisi depan dan tengah (Arief, 1995: vii). Terdapat 13 fonem di
antaranya yang mempunyai “paralel tebal”, artinya lebih tebal
daripada paralelnya. Konsonan paralel tebal hanya dapat menduduki
posisi tengah, yang berfungsi untuk membedakan arti dalam bahasa
Makassar. Misalnya makna kata /lapak/ dan /lappak/. Yang pertama
berarti “alas”, sedangkan yang kedua bermakna “lipat”.

1) Ejaan
Bahasa Makassar memiliki 23 fonem, yaitu 18 fonem
konsonan /p, b, t, d, c, j, k, g, s, h, m, n, n, n, l, r, w, y/
dan 5 fonem vokal /a, i, u, e, o/. Masing-masing fonem
vokal dapat menempati semua posisi dalam distribusinya,
sedangkan hanya fonem konsonan /k/ dan /n/ dapat
menempati posisi akhir.
Terdapat 13 fonem di antaranya yang mempunyai “paralel
tebal”, artinya lebih tebal daripada paralelnya. Konsonan paralel
tebal hanya dapat menduduki posisi tengah, yang berfungsi untuk
membedakan arti dalam bahasa Makassar. Misalnya makna kata
/lapak/ dan /lappak/. Yang pertama berarti “alas”, sedangkan yang
kedua bermakna “lipat”.
1) Ejaan
Ejaan 23 fonem dalam bahasa Makassar, antara lain:
1. /p/ P Piring
2. /b/ B Bulo
3. /t/ T Tekne
4. /d/ D Doang
5. /c/ C Cora
6. /j/ J Jarang
7. /k/ K Korok
8. /g/ G Geak
9. /s/ S Saga
10. /h/ H Harang
11. /m/ M Mate
12. /n/ N Niak
13. /n/ N Nyawa
14. /n/ N Ngoa
15. /l/ L Lolo
16. /r/ R Romang
17. /w/ W Warak
18. /y/ Y Bayang
19. /i/ I Jai
20. /e/ E Erang
21. /a/ A Anang
22. /o/ O Ona
23. /u/ U Ulu
Konsonan paralel tebal dalam bahasa Makassar dieja menurut fonem
paralelnya. Maksudnya, fonem paralel tersebut digandakan. Misalnya pada bentuk
[appak], [kassik], dan [ballang]. Khusus konsonan paralel /ny/ dan /ng/ dieja
menjadi [nny] dan [nng], seperti pada kata [lannying] dan [manngang].

2) Bunyi dan cara mengucapkan

1) Konsonan /k/ pada akhir suku kata maupun akhir kata dibunyikan seperti
hamzah. Oleh karena itu, penggunaan gugus konsonan /k/ dalam 4 fonem letupan
bersuara (/kb/, /kd/, /kj/, /kg/) perlu mendapat perhatian. 2) Morfofonemik dalam
bahasa Makassar juga menimbulkan perubahan bunyi akibat bertemunya dua
fonem.

B. Klasifikasi Morfem Dan Proses Morfemis Dalam Bahasa Makassar

Klasifikasi Morfem

a. Morfem Bebas dan Morfem Terikat

Morfem ada yang bersifat bebas dan ada yang bersifat terikat.. Dengan kata lain
morfen bebas adalah morfen yang tanpa kehadiran morfen lain dapat muncul
dalam pertuturan. Misalnya, bentuk pulang, makan, rumah, bagus, buku, saya dan
sebagainya termasuk morfem bebas karena kita dapat menggunakannya tanpa
harus terlebih dahulu menggabungkannya dengan morfem lain. Menurut
Santoso(2004), morfem bebas adalah morfem yang mempunyai potensi untuk
berdiri sendiri sebagai kata dan dapat langsung membentuk kalimat. Dengan
demikian, morfem bebas merupakan morfem yang diucapkan tersendiri ;seperti:
gelas, meja, pergi dan sebagainya. Morfem bebas sudah termasuk kata.
Tetapiingat, konsep kata tidak hanya morfem bebas, kata juga meliputi semua
bentuk gabungan antara morfem terikat dengan morfem bebas, morfem dasar
dengan morfem dasar. Jadi dapat dikatakan bahwa morfem bebas itu kata dasar.

Sedangkan morfem terikat adalah morfem yang tanpa digabung dulu dengan
morfem lain tidak dapat muncul dalam pertuturan. Misalnya, “ber-“, “kan-“,
“me-“, “juang”, “henti”, “gaul”, dsb. Berkenaan dengan morfem terikat dalam
bahasa Indonesia ada beberapa hal yang perlu dikemukakan, yaitu:
* Bentuk seperti juang, henti, gaul dan baur termasuk morfem terikat karena
tidak dapat muncul dalam pertuturan tanpa terlebih dahulu mengalami proses
morfologi.bentuk ini lazim disebut bentuk prakategorial (Verhaar 1978)

* Bentuk seperti baca, tulis dan tendang termasuk bentuk prakategorial karena
bentuk tersebut baru merupakan “pangkal” kata, sehingga baru bisa muncul dalam
pertuturan setelah mengalami proses morfologi.

* Bentuk renta (yang hanya muncul dalam tua renta), kerontang (yang hany
muncul dalam kering kerontang) dan bugar (yang hanya muncul dalam segar
bugar) juga termasuk morfem terikat yang di sebut morfem unik.

* Bentuk-bentuk yang termasuk preposisi dan konjungsi, seperti ke, dari, pada,
dan, kalau, dan atau secara sintaksis termasuk morfem terikat.

* Klitika merupakan morfem yang agak sukar ditentukan statusnya.


Kemunculan dalam pertuturan selalu melekat pada bentuk lain, tetapi dapat di
pisahkan. Menurut posisinya klitika dapat dibedakan atas proklitika yaitu klitika
yang berposisi di muka kata yang diikuti seperti ku dan kau pada konstruksi
kubawa. Dan enklitika yaitu klitika yang berposisi di belakang kata yang dilekati
seperi –lah, -nya, dan –ku pada konstruksi nasibku.

Menurut Samsuri(1994), morfem terikat tidak pernah didalam Bahasa yang wajar
diucapkan tersendiri. Morfem-morfemini, selain contohyang telah diuraikan
padabagian awal, umpanya: ter-, per-, -i,-an.Disamping itu ada juga bentuk-bentuk
seperti– juang, -gurau, -tawa, yang tidak pernah juga diucapkan tersendiri,
melainkan selalu dengan salah satu imbuhan atau lebih.Tetapi sebagai morfem
terikat yang berbeda denganimbuhan, bisa mengadakan bentukan atau konstruksi
dengan morfem terikat yang lain.

Morfem terikat dalam Bahasa Indonesia


menurutSantoso(2004)adaduamacam,yaknimorfemterikatmorfologisdanmorfemteri
katsintaksis.Morfemterikatmorfologisyaknimorfemyang
terikatpadasebuahmorfemdasar,adalahsebagaiberikut:

a. prefiks(awalan):per-,me-,ter-,di-,ber-danlain-lain

b. infiks(sisipan):-el-,-em,-er-
c. sufiks(akhiran):-an,kan,-i

d. konfiks (imbuhan gabungan senyawa) mempunyai fungsi macam-


macamsebagaiberikut.

* Imbuhanyangberfungsimembentukkatakerja,yaitu:me-,ber-, per-,-kan,-i,danber-
an.

* Imbuhanyangberfungsimembentukkatabenda,yaitu:pe-,ke-,

* -an,ke-an,per-an,-man,-wan,-wati.

* Imbuhanyangberfungsimembentukkatasifat:ter-,-i,-wi,-iah.

* Imbuhanyangberfungsimembentukkatabilangan:ke-,se-.

* Imbuhanyangberfungsimembentukkatatugas:se-,danse-nya. Dari contoh di atas


menunjukkan bahwa setiap kata berimbuhan akan.

b. Morfem Segmental dan Morfem Supra Segmental

Morfem segmental adalah morfem yang terjadi dari fonem atau susunan fonem
segmental. Sebagai contoh, morfem {rumah}, dapat dianalisis ke dalam segmen-
segmen yang berupa fonem [r,u,m,a,h]. Fonem-fonem itu tergolong ke dalam
fonem segmental. oleh karena itu, morfem {rumah} tergolong ke dalam jenis
morfem segmental.

Morfem supra segmental adalah morfem yang terjadi dari fonem suprasegmental.
Misal, jeda dalam bahasa Indonesia. Contoh:

1. bapak wartawan bapak//wartawan

2. ibu guru ibu//guru

c. Morfem Bermakna Leksikal dan Morfem Tak Bermakna Leksikal

Morfem yang bermakna leksikal merupakan satuan dasar bagi terbentuknya kata.
morfem yang bermakna leksikal itu merupakan leksem, yakni bahan dasar yzng
setelah mengalami pengolahan gramatikal menjadi kata ke dalam subsistem
gramatika. Contoh: morfem {sekolah}. berarti ‘tempat belajar’.
Morfem yang tak bermakna leksikal dapat berupa morfem imbuhan, seperti {ber-},
{ter}, dan {se-}. morfem-morfem tersebut baru bermakna jika berada dalam
pemakaian. Contoh: {bersepatu} berarti ‘memakai sepatu’.

d. Morfem Utuh dan Morfem Terbelah/Terbagi

Morfem utuh merupakan morfem-morfem yang unsur-unsurnya bersambungan


secara langsung. Contoh: {makan}, {tidur}, dan {pergi}.

Morfem terbelah morfem-morfem yang tidak tergantung menjadi satu keutuhan.


morfem-morfem itu terbelah oleh morfem yang lain. Contoh: {kehabisan} dan
{berlarian} terdapat imbuhan ke-an atau {ke….an} dan imbuhan ber-an atau
{ber….an}. contoh lain adalah morfem{gerigi} dan {gemetar}. Masing-masing
morfem memilki morf /g..igi/ dan /g..etar/. Jadi, ciri terbelahnya terletak pada
morfnya, tidak terletak pada morfemnya itu sendiri. morfem itu direalisasikan
menjadi morf terbelah jika mendapatkan sisipan, yakni morfem sisipan {-er-} pada
morfem {gigi} dan sisipan {-em-} pada morfem {getar}.

e. Morfem Monofonemis dan Morfem Polifonemis

Morfem monofonemis merupakan morfem yang terdiri dari satu fonem. Dalam
bahasa Indonesia pada dapat dilihat pada morfem {-i} kata datangi atau
morfem{a} dalam bahasa Inggris pada seperti pada kata asystematic.

Morfem polifonemis merupakan morfem yang terdiri dari dua, tiga, dan empat
fonem. Contoh, dalam bahasa Inggris morfem {un-} berarti ‘tidak’ dan dalam
bahasa Indonesia morfem {se-} berarti ‘satu, sama’.

f. Morfem Aditif, Morfem Replasif, dan Morfem Substraktif, Morfem


Beralomorf Zero

Morfem aditif adalah morfem yang ditambah atau ditambahkan. Kata-kata yang
mengalami afiksasi, seperti yang terdapat pada contoh-contoh berikut merupakan
kata-kata yang terbentuk dari morfem aditif itu: mengaji, childhood, berbaju dan
houses.

Morfem replasif merupakan morfem yang bersifat penggantian. dalam bahasa


Inggris, misalnya, terdapat morfem penggantian yang menandai jamak. Contoh:
{fut} à {fi:t}.
Morfem substraktif adalah morfem yang alomorfnya terbentuk dari hasil
pengurangan terhadap unsur (fonem) yang terdapat morf yang lain. Biasanya
terdapat dalam bahasa Perancis.

Morfem beralomorf zero atau nol yaitu morfem yang salah satu alomorfnya tidak
berwujud bunyi segmental maupun berupa prosodi (unsur suprasegmental),
melainkan berupa kekosongan.

. Proses Morfemis

Proses morfemis dapat dikatakan sebagai proses pembentukan kata dengan


menghubungkan morfem yang satu dengan morfem yang lain yang merupakan
bentuk dasar (Cahyono, 1995: 145). Dalam proses morfemis ini terdapat tiga
proses yaitu: afiksasi, pengulangan atau reduplikasi, dan pemajemukan atau
penggabungan (komposisi).

1. Afiksasi

Afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah dasar atau bentuk dasar.
Dalam proses ini terlibat unsur-unsur:

* Dasar atau bentuk dasar

* Afiks

* Makna gramatikal yang dihasilkan

Bentuk (atau morfem) terikat yang dipakai untuk menurunkan kata disebut afiks
atau imbuhan (Alwi dkk., 2003: 31). Pengertian lain proses pembubuhan imbuhan
pada suatu satuan, baik satuan itu berupa bentuk tunggal maupun bentuk kompleks,
untuk membentuk kata (Cahyono, 1995:145). Contoh:

* Berbaju

* Menemukan

* Ditemukan

* Jawaban.
Bila dilihat pada contoh, berdasarkan letak morfem terikat dengan morfem bebas
pembubuhan dapat dibagi menjadi empat, yaitu pembubuhan depan (prefiks),
pembubuhan tengah (infiks), pembubuhan akhir (sufiks), dan pembubuhan terbelah
(konfiks).

Sesuai dengan sifat kata yang dibentuknya ada dua jenis afiks yaitu afiks inflektif
dan afiks derivatif. Afiks inflekif adalah afiks yang digunakan dalam pembentukan
kata-kata inflektif atau paradigma infleksional.

2. Reduplikasi

Reduplikasi adalah pengulangan satuan gramatikal, baik seluruhnya maupun


sebagian, baik disertai variasi fonem maupun tidak (Cahyono, 1995:145).Contoh:
berbulan-bulan, satu-satu, seseorang, compang-camping, sayur-mayur.

Dalam bahasa Indonesia, gejala reduplikasi dapat dibagi kedalam lima bagian,
yaitu:

* Dwipurwa adalah pengulangan suku pertama pada leksem dengan pelemahan


vokal. Contoh: lelaki, tetamu, sesama, dan pepatah.

* Dwilingga adalah pengulangan leksem secara utuh. Contoh: rumah-rumah, ibu-


ibu dan pagi-pagi.

* Dwilingga salin suara adalah pengulangan leksem dengan variasi fonem.


Contoh: mondar-mandir, pontang-panting dan bolak-balik.

* Dwiwasana adalah pengulangan bagian belakang dari leksem. Contoh:


pertama-tama, sekali-kali dan perlahan-lahan.

* Trilingga merupakan pengulangan onomatope dengan tiga kali variasi fonem.


Contoh: cas-cis-cus dan dag-dig-dug.

Khusus mengenai reduplikasi ada beberapa catatan yang perlu dikemukakan,


yakni:

a) Bentuk dasar reduplikasi dapat berupa morfem dasar seperti meja-meja,


bentuk berimbuhan seperti pembangunan-pembangunan, dan bisa juga bentuk
gabungan kata seperti surat-surat kabar atau surat kabar – surat kabar.
b) Bentuk reduplikasi disertai afiks prosesnya mungkin (a) proses reduplikasi
dan afiksasi bersamaan seperti berton-ton, (b) proses reduplikasi terlebih dahulu
baru disusul proses afiksasi seperti mengingat-ingat, (c) proses afiksasi terjadi
terlebih dahulu baru proses reduplikasi seperti kesatuan-kesatuan.

c) Pada dasar yang berupa gabungan kata proses reduplikasi bisa berupa
reduplikasi penuh dan reduplikasi parsial.

d) Redupliasi dalam bahasa Indonesia juga bersifat derivasional, seperti kita-


kita, kamu-kamu, di-dia dsb

e) Reduplikasi semantis, yaitu dua buah kata yang maknanya bersinonim


membentuk satu kesatuan gramatikal seperti ilmu pengetahuan, hancur luluh dan
alim ulama.

3. Penggabungan atau Pemajemukan (komposisi)

Komposisi adalah hasil dan proses penggabungan morfem dasar dengan morfem
dasar, baik yang bebas maupun yang terikat sehingga membentuk sebuah kontruksi
yang memiliki identitas legsikal yang berbeda atau yang baru. Komposisi dartikan
juga sebagai proses pembentukan kata dari dua morfem bermakna leksikal (Oka
dan Suparno, 1994:181).Contoh:Sapu tangan, Rumah sakit, malaikatmaut dsb

`Kita dapat mengatakan bahwa pemajemukan membentuk kata-kata dan bukan


hanya frasa-frasa sintaksis yang disebabkan oleh perbedaan di antara tekanan pola
dalam kata-kata dan frasa. Pemajemukan yang memiliki kata-kata dalam golongan
yang sama sebagai frasa mempunyai tekanan utama hanya pada kata pertama,
sedangkan kata-kata perseorangan dalam frasa mempunyai penekanan utama
sendiri-sendiri. Contoh: (tekanan utama dilambangkan dengan ´)

Kata majemuk frasa

bláckbird bláck bírd

mákeup máke úp

Kata-kata majemuk lain bisa juga untuk menekankan pola, tetapi hanya jika
mereka tidak mampu menjadi frasa. Pola ini juga hanya menekankan pada kata
pertama saja seperti kata majemuk lainnya. Perbedaan-perbedaan ini sering terjadi,
tetapi tidak selalu. Hal ini sering direfleksikan dalam penulisan umum seperti
menulis sebuah kata majemuk sebagai satu kata atau menggunakan tanda-tanda
penghubung untuk menyambung kata-katanya. Contoh:

eásy-góing eásy-going

mán-máde mán-made

hómemáde homemade

4. Perubahan Intern

Perubahan intern adalah perubahan bentuk morfem yang terdapat dalam morfem
itu sendiri.Di samping menambahkan imbuhan pada sebuah morfem (afiksasi)
atau mengulang seluruh atau sebagian morfem (reduplikasi) untuk membedakan
analisis proses morfologi, ada juga proses morfologis yang disebut modifikasi
internal morfem. Berikut adalah beberapa contoh dalam bahasa Inggris:

* Meskipun pola biasa dari bentuk jamak ditambahkan pada morfem infleksi,
beberapa kata dalam bahasa Inggris membuat sebuah modifikasi internal,
misalnya man tetapi men, woman tetapi women, goose tetapi geese dan lain-lain.

* Pola biasa dari past tense dan past participle adalah ditambahkannya sebuah
imbuhan, tetapi beberapa verba juga menunjukkan perubahan internal, seperti:

break, broke, broken

bite, bit, bitten

ring, rang, rung

sing, sang, sung.

* beberapa kelas kata hanya bisa berubah dengan menggunakan modifikasi


internal, seperti:

strife, strive

teeth, teethe

breath, breathe
life, live (V)

life, live (adj).

5. Suplisi

`Suplisi adalah proses morfologis yang menyebabkan adanya bentuk sama sekali
baru.Situasi ini muncul karena ada dua kata berbeda yang ditafsirkan memiliki arti
yang sama diinterpretasikan sebagai kata yang sama. Sebagai contoh dalam bahasa
Inggris akhiran verba beraturan bentuk past tense dibentuk dengan
menambahkan /-† /, /-d /, or /-əd /. Kebanyakan kata-kata dalam bahasa Inggris,
begitu juga kata-kata susunan baru dalam bahasa Inggris seperti scroosh atau blat
akan mempunyai format past tense ini.

walk /wak/ walked /wak†/

scroosh /skruš/ scrooshed /skruš†/

Ada juga beberapa kelas kata umum dalam bahasa Inggris bentuk past tense yang
berubah huruf vokalnya, misalnya:

sing /sґŋ/ sang /sæŋ/

run /r^n/ ran /ræŋ/

Bahasa Arab klasik memberikan contoh lain. Bentuk jamak yang normal untuk
kata benda diakhiri dengan /-a†/ dengan memperpanjang bunyi hurufnya. Contoh:

/dira:sa†/ ‘(a) study’ /dira:sa:†/ ‘studies’

/haraka†/ ‘movement’ /haraka:†/ ‘movements’

6. Modifikasi kosong

Modifikasi kosong ialah proses morfologis yang tidak menimbulkan perubahan


pada bentuknya tetapi konsepnya saja yang berubah.Contoh: read- read-read

7. Konversi
konversi sering juga disebut derivasi zero, transmutasi, dan transposisi yaitu proses
pembentukan kata dari sebuah kata menjadi kata lain tanpa perubahan unsur
segmental. Kata free dalam kalimat the old free fell adalah sebuah nomina, tetapi
dalam the dogs will free the coon adalah bentuk verba yang persis sama dengan
bentuk nominanya.

8. Pemendekan

Pemendekan adalah proses penanggalan bagian-bagian leksem atau gabungan


leksem sehingga menjadi sebuah bentuk singkat. Tetapi maknanya tetap sama
dengan makna bentuk utuhnya. Seperti lab (untuk laboratorium), hlm (untuk
halaman), hankam (untuk pertahanan dan keamanan) dan SD (untuk Sekolah
Dasar)

Proses morfemis menurut Verhaar

1. Afiksasi adalah pengimbuhan afiks

2. Prefix adalah imbuhan di sebelah kiri bentuk dasar.Contoh: mengajar

3. Sufiks adalah imbuhan di sebelah kanan bentuk dasar. Contoh:


ajarkan

4. Infiks adalah imbuhan yang disisipkan dalam kata dasar. Contoh:


gerigi

5. Konfiks adalah imbuhan dan akhiran pada sebuah bentuk dasar.


Contoh: perceraian

6. Fleksi adalah afiksasai yang terdiri atas golongan kata yang sama.
Contoh: mengajar – diajar

7. Derifasi adalah afiksasi yang terdiri atas golongan kata yang tidak
sama. Contoh: mengajar – pengajar

8. Interfiks yaitu suatu jenis infiks yang muncul di antara dua unsur.
Dalam bahasa indonesia interfiks terdapat pada kata-kata bentukan baru, misalnya:
interfiks –n-dan –o. Contoh: indonesia-logi → indonesianologi dan jawa-logi →
jawanologi.
C. Bentuk dan Klasifikasi Kata,Frasa,Klausa dan Kalimat Dalam Bahasa Makassar

1. Bentuk dan klasifikasi kata

struktur dasar suku kata dalam bahasa Makassar adalah (K1)V(K2). Posisi K1
dapat diisi oleh hampir seluruh konsonan, sementara posisi K2 memiliki beberapa
batasan. Pada suku kata yang terletak dii akhir morfem, K2 dapat diisi oleh bunyi
hambat (K) atau bunyi sengau (N) yang pengucapannya ditentukan oleh beberapa
aturan asimilasi. Bunyi K berasimilasi (diucapkan sebagai konsonan yang sama)
dengan konsonan nirsuara kecuali [h] dan direalisasikan sebagai [ʔ] dalam konteks
lainnya. Bunyi N direalisasikan sebagai bunyi sengau yang homorgan (diucapkan
pada tempat artikulasi yang sama) sebelum konsonan hambat atau sengau,
berasimilasi dengan konsonan /l/ dan /s/, serta direalisasikan sebagai [ŋ] dalam
konteks lainnya. Sedangkan pada suku kata di dalam bentuk akar, bahasa Makassar
mengontraskan satu bunyi tambahan pada posisi K2 selain K dan N, yaitu /r/.
Analisis ini didasarkan pada kenyataan bahwa bahasa Makassar membedakan
antara deret bunyi lintas suku kata [nr], [ʔr], dan [rr]. Walaupun begitu, [rr] dapat
pula dianggap sebagai realisasi dari satu segmen geminat murni alih-alih deret
bunyi lintas suku kata.

3. Contoh kata menurut pola suku kata


V o 'oh' (kata seru)
KV ri prep (partikel)
VK uʼ 'rambut'
KVK piʼ 'getah pulut'
VV io 'ya'
VVK aeng 'ayah'
KVV tau 'orang'
KVVK taung 'tahun'
VKVK uluʼ 'kepala'
KVKV sala 'salah'
KVKVK sabaʼ 'sebab'
KVKKVK leʼbaʼ 'sudah'
KVKVKV binánga 'sungai'
KVKVKVK pásaraʼ 'pasar'
KVKVKKV kalúppa 'lupa'
KVKKVKVK kaʼlúrung 'kayu pohon palem'
KVKVKVKVK balakeboʼ 'ikan tamban'
KVKVKVKKVK kalumanynyang 'kaya'
Bunyi /s l r/ dapat dikategorikan sebagai kelompok kontinuan (bunyi yang
diucapkan tanpa menghalangi secara penuh aliran udara yang keluar melalui
mulut) non-sengau, dan ketiga-tiganya tidak dapat mengisi posisi akhir suku kata
kecuali sebagai bagian dari deret konsonan geminasi. Kata dasar yang sejatinya
berakhir dengan konsonan-konsonan ini akan diimbuhi vokal epentetis yang sama
dengan vokal di suku kata sebelumnya, serta ditutup dengan konsonan hambat
glotal [ʔ],seperti pada kata ótereʼ /oter/ 'tali', bótoloʼ /botol/ 'botol',
dan rántasaʼ /rantas/ 'kotor'. Elemen tambahan ini juga disebut sebagai deret "VK-
gema" (echo-VC), dan dapat memengaruhi posisi tekanan pada sebuah kata (lihat
bagian .

Umumnya, kata dasar dalam bahasa Makassar memiliki panjang dua atau tiga suku
kata. Meski begitu, kata-kata yang lebih panjang dapat dibentuk karena sifat
bahasa Makassar yang aglutinatif serta adanya proses reduplikasi (perulangan)
yang masih sangat produktif. Menurut Jukes, kata dengan panjang enam atau tujuh
suku kata lazim ditemukan dalam bahasa Makassar, sementara kata dasar dengan
satu suku kata (yang bukan merupakan pinjaman dari bahasa lain) sangatlah
jarang, walaupun ada beberapa kata seru dan partikel yang terdiri dari satu suku
kata saja.

2.bentuk dan klasifikasi frasa

Berdasarkan kategori kelas katanya, ditemukan enam jenis frasa bahasaMakassar


dengan pola pembentukan yang bervariasi, yaitu: frasa nomina, frasa verba,frasa
adjektiva, frasa adverbia, frasa numeralia, dan frasa preposisional

1. Frasa Nomina (FN)Frasa nomina dalam BM dapat dikelompokkan ke dalam


dua pola gabungankata menurut jenis unsur pasangannya, yaitu: 1) pola N +
N, 2) pola N + V, 3) pola N+ Adj, dan 4) pola N + Num
.a. FN → N + NPola pertama pembentukan frasa nomina ini adalah
gabungan dua unsur yangkeduanya merupakan nomina bentuk dasar.
Artinya, pasangannya hanya terdiri atasunsur pertama nomina dan unsur
kedua juga nomina. Kedua unsur itu merupakannomina dasar yang
bergabung membentuk makna baru.Contoh data:(01) rabbang jangang
‘kandang ayam’(02) kayu jati ‘kayu jati’(03) kadera bassi ‘kursi kayu’(04)
buku jukuk ‘tulang ikan’(05) tapalak mejang ‘taplak meja’Pada data (01),
(02), (03), (04), dan (05) di atas, yang menjadi unsur pusat (inti)adalah kata
rabbang ‘kandang’, kayu ‘kayu’, kadera ‘kursi’, buku ‘tulang’, dan
tapalak‘taplak’ sebab kata-kata tersebut menjadi pokok pada satuan frasa
yang berdistribusi mempunyai fungsi, sedangkan unsur langsung yang
mengikutinya disebutsebagai penjelas. Pada kelima data tersebut, yang
menjadi unsur penjelas adalahjangang ‘ayam’, jati ‘jati’, bassi ‘besi’, jukuk
‘ikan’, dan mejang ‘meja’. Jadi, frasanomina pola ini dibangun dari unsur
inti (pusat) nomina dan unsur lain yangberfungsi sebagai penjelas juga
nomina.
b. FN → N + VPola kedua pembentukan frasa nomina ini adalah gabungan
dua unsur yangterdiri atas unsur inti (pusat) berupa nomina dan unsur
penjelas berupa verba.Contoh data:(06) jangang attingkoko ‘ayam
berkokok’(07) tau appilajarak ‘orang belajar’(08) radoi assakra ‘radio
berbunyi’(09) kaluku ammaktung ‘kelapa jatuh’(10) bang amminro ‘bang
berputar’Pada data (06), (07), (08), (09), dan (10) di atas, yang menjadi
unsur pusat (inti)adalah kata jangang ‘ayam’, tau ‘orang’, radio ‘radio’,
kaluku ‘kelapa’, dan bang ‘bang’sebab kata-kata tersebut menjadi pokok
pada satuan frasa yang berdistribusi danmempunyai fungsi utama,
sedangkan unsur langsung yang mengikutinya disebutsebagai penjelas. Pada
data (06) sampai dengan (10) tersebut, yang menjadi unsurpenjelas adalah
attingkoko ‘berkokok’, appilajarak ‘belajar’, assakra ‘bunyi’,ammaktung
‘jatuh’, dan amminro ‘berputar’. Jadi, frasa nomina pola ini dibangun
dariunsur inti (pusat) nomina dan unsur lain yang berfungsi sebagai penjelas
adalahverba
.c. FN → N + AdjPola ketiga pembentukan frasa nomina ini adalah
gabungan dua unsur yangterdiri atas unsur inti (pusat) berupa nomina dan
unsur penjelas berupa adjektiva.Contoh data:(11) tau kalumanyyang ‘orang
kaya’(12) kadera cakdi ‘kursi kecil’(13) oto lompo ‘mobil besar’(14)
passukkik lakbu ‘penjolok panjang’Pada data (11), (12), (13), dan (14) di
atas, yang menjadi unsur pusat (inti)adalah kata tau ‘orang’, kadera ‘kursi’,
oto ‘mobil’, dan passukkik ‘penjolok’ sebabkata-kata tersebut menjadi
pokok pada satuan frasa yang berdistribusi danmempunyai fungsi utama,
sedangkan unsur langsung yang mengikutinya disebutsebagai penjelas. Pada
data (11) sampai dengan (14) tersebut, yang menjadi unsurpenjelas adalah
kalumanyyang ‘kaya’, cakdi ‘kecil’, lompo ‘besar’, dan lakbu‘panjang’.
Jadi, frasa nomina pola ini dibangun dari unsur inti (pusat) nomina danunsur
lain yang berfungsi sebagai penjelas adalah adjektiva.
d. FN → N + Num
Pola keempat pembentukan frasa nomina ini adalah gabungan dua
unsuryang terdiri atas unsur inti (pusat) berupa nomina dan unsur penjelas
berupanumarelia.Contoh data:(15) baju ruallawarak ‘baju dua lembar’(16)
anak makaappak ‘anak keempat’(17) taipa sibatu‘mangga sebuah’(18)
canggoreng siliterek ‘kacang satu liter’Pada data (15), (16), (17), dan (18) di
atas, yang menjadi unsur pusat (inti)adalah kata baju ‘baju’, anak ‘anak’,
taipa ‘mangga’, dan canggoreng ‘kacang’ sebabkata-kata tersebut menjadi
pokok pada satuan frasa yang berdistribusi danmempunyai fungsi utama,
sedangkan unsur langsung yang mengikutinya disebutsebagai penjelas. Pada
data (15), (16), (17), dan (18) tersebut, yang menjadi unsurpenjelas adalah
ruallawarak ‘dua lembar’, makaappak ‘keempat’, sibatu ‘sebuah’,
dansiliterek ‘satu liter’. Jadi, frasa nomina pola ini dibangun dari unsur inti
(pusat) nominadan unsur lain yang berfungsi sebagai penjelas adalah
numarelia.
2. Frasa Verba (FV) Frasa verba dalam BM dapat dikelompokkan ke dalam
lima pola gabungankata menurut jenis unsur pasangannya, yaitu: 1) pola V +
N, 2) pola V + V, 3) pola V+ Adj, 4) pola V + Num, dan 5) pola V + Adv
a. FV → V + N
Pola pertama pembentukan frasa verba ini adalah gabungan dua unsur
yangunsur utamanya merupakan verba dan unsur penjelasnya merupakan
nomina. frasa verba pola ini dibangun dari unsur inti (pusat)verba dan unsur
lain yang berfungsi sebagai penjelas yaitu nomima.
b. FV → V + V
Pola kedua pembentukan frasa verba ini adalah gabungan dua unsur
yangkeduanya merupakan verba. Artinya, pasangannya hanya terdiri atas
unsur pertamaverba dan unsur kedua juga verba. Kedua unsur itu dapat
berupa verba dasar verba turunan yang bergabung membentuk sebuah
makna baru. Gabunganitu pula dapat bersifat koordinatif dan dapat pula
bersifat subordinatif (atributif). pada pola iniditemukan paduan verba yang
membentuk frasa bertingkat (salah satu verbanyanyamenjadi inti) dan frasa
setara (kedua verba yang digunakan merupakan unsur inti).
c. FV → V + Adj
Pola ketiga pembentukan frasa verba ini adalah gabungan dua unsur
yangunsur utamanya merupakan verba dan unsur penjelasnya merupakan
adjektiva. frasa verba polaini dibangun dari unsur inti (pusat) verba dan
unsur lain yang berfungsi sebagaipenjelas yaitu adjektiva.
d. FV → V + Num
Pola keempat frasa verba ini adalah gabungan dua unsur yang
unsurutamanya merupakan verba dan unsur penjelasnya merupakan
numarelia. frasa verba pola ini dibangun dari unsur inti (pusat) verbadan
unsur lain yang berfungsi sebagai penjelas yaitu numarelia.
e. FV → V + Adv
Pola kelima pembentukan frasa verba ini adalah gabungan dua unsur
yangunsur utamanya merupakan verba dan unsur penjelasnya merupakan
adverbia. frasa verba pola ini dibangun dari unsur inti(pusat) verba dan
unsur lain yang berfungsi sebagai penjelas yaitu adverbia.
Frasa Adjektiva (FAdj)Frasa adjektiva dalam BM dapat dikelompokkan ke
dalam lima pola gabungankata menurut jenis unsur pasangannya, yaitu: 1)
pola Adj + N, 2) pola Adj + V, 3) polaAdj + Adj, 4) pola Adj + Num, dan 5)
pola Adj + Adv.
f. FAdj → Adj + N
Pola pertama pembentukan frasa adjektiva ini adalah gabungan dua
unsuryang unsur utamanya merupakan adjektiva dan unsur penjelasnya
merupakannomina. frasa adjektiva pola ini dibangun dariunsur inti (pusat)
adjektiva dan unsur lain yang berfungsi sebagai penjelas yaitunomina.
a. FAdj → Adj + V
Pola kedua pembentukan frasa adjektiva ini adalah gabungan dua unsur
yangunsur utamanya merupakan adjektiva dan unsur penjelasnya merupakan
verba. frasa adjektiva pola inidibangun dari unsur inti (pusat) adjektiva dan
unsur lain yang berfungsi sebagaipenjelas yaitu verba.
b. FAdj → Adj + Adj
Pola ketiga pembentukan frasa adjektiva ini adalah gabungan dua unsur
yangkeduanya merupakan adjektiva. Artinya, pasangan kata itu terbentuk
dari unsurpertama verba dan unsur kedua juga verba. Kedua unsur itu dapat
berupa verbadasar maupun verba turunan yang bergabung membentuk
sebuah makna baru.Gabungan itu umumnya bersifat koordinatif (setara).
pada pola pembentukan frasaadjktiva ini ditemukan paduan adjektiva yang
membentuk frasa setara (keduaadjektiva yang digunakan menduduki fungsi
yang sama, yaitu sebagai unsur inti).
c. FAdj → Adj + Num
Pola keempat pembentukan frasa adjektiva ini adalah gabungan dua
unsuryang unsur utamanya merupakan adjektiva dan unsur penjelasnya
merupakannumarelia. frasa adjektiva pola ini dibangun dari unsur inti
(pusat)adjektiva dan unsur lain yang berfungsi sebagai penjelas yaitu
numarelia.
d. FAdj → Adj + Adv
Pola kelima pembentukan frasa adjektiva ini adalah gabungan dua unsur
yangunsur utamanya merupakan adjektiva dan unsur penjelasnya merupakan
adverbia. frasa adjektiva pola ini dibangun dariunsur inti (pusat) adjektiva
dan unsur lain yang berfungsi sebagai penjelas yaituadverbia.
3. Frasa Adverbia (FAdv)
Dalam bahasa Makassar juga ditemukan frasa adverbia yang terbentuk
darigabungan unsur utama yang berkelas kata adverbia dengan kelas kata
yang lainnyasebagai unsur kedua (atribut). Dalam frasa adverbia ditemukan
paduan adverbiasebagai unsur utama dengan kelas kata nomina sebagai
unsur penjelas yangmembentuk frasa bertingkat. Jika frasa adverbia itu
merupakan paduan adverbia,maka umumnya membentuk frasa adverbia
yang unsur-unsurnya berkedudukansetara (kedua adverbia yang digunakan
merupakan unsur inti).
4. Frasa Numeralia (FNum)
Dalam bahasa Makassar juga ditemukan frasa numeralia yang terbentuk
darigabungan unsur utama yang berkelas kata numarelia dengan kelas kata
nominasebagai unsur kedua (atribut). frasa numarelia ini dibangun dari
unsur inti(pusat) numarelia dan unsur nomina yang berfungsi sebagai unsur
penjelas
5. Frasa Preposisional (FPrep)
Frasa preposisional dalam BM dapat dikelompokkan ke dalam dua
polagabungan kata menurut jenis unsur pasangannya, yaitu: 1) pola Prep + N
dan 2)pola Prep + Adj.a. FPrep → Prep + NPola pertama pembentukan frasa
preposisional ini adalah gabungan duaunsur yang unsur penandanya
merupakan preposisi dan unsur petandanyamerupakan nomina. frasa
preposisional pola ini dibangun dari unsur inti penandapreposisi dan unsur
lain yang berfungsi sebagai petanda yaitu adjektiva.

3..Bentuk dan Klasifikasi klausa dalam Bahasa makassar

- Ciri-Ciri Klausa

Adapun ciri-ciri klausa adalah sebagai berikut: (1) dalam klausa terdapatsatu
predikat, tidak lebih dan tidak kurang; (2) klausa dapat menjadi kalimat
jikakepadanya dikenal intonasi final; (3) dalam kalimat plural, klausa
merupakanbagian dari kalimat; (4) klausa dapat diperluas dengan menambahkan
atributfungsi-fungsi yang belum terdapat dalam klausa tersebut, selain
denganpenambahan konstituen atribut pada salah satu atau setiap fungsi sintaksis
yangada.5. Jenis-Jenis KlausaAda tiga dasar yang dapat digunakan untuk
mengklasifikasikan klausa.Ketiga dasar itu adalah (1) klasifikasi klausa
berdasarkan interennya (BSI), (2)klasifikasi klausa bedasarkan ada tidaknya unsur
negasi yang menegatifkan P

a. Klasifikasi Klausa Berdasarkan Struktur InterennyaKlasifikasi klausa


berdasarkan struktur interennya mengacu pada hadirtidaknya unsur inti klausa,
yaitu S dan P. dengan demikian, unsur klausa yangbisa tidak hadir adalah S.
sedangkan P sebagai unsur inti klausa selalu hadir. Atasdasar itu, maka hasil
klasifikasi klausa berdasarkan struktur interennya, berikutklasifikasinya:1)Klausa
lengkap ialah klausa yang semua unsur intinya hadir. Klausa inidiklasifikasikan
lagi berdasarkan urutan S dan P.Misalnya:(a). Badan orang itu sangat besar.(b).
Para tamu masuklah.2)Klauisa inversi, yaitu termaksud bagian dari klausa lengkap
atau biasa jugadisebut klausa lengkap susun balik. Klausa inversi yaitu klausa yang
P-nyamendahului S atau S-nya terletak di belakang P.Misalnya:(a). Sangat besar
badan orang itu.(b). Masuklah para tamu ke ruang tamu.3)Klausa tidak lengkap
yaitu klausa yang tidak semua unsur intinya hadir.Biasanya dalam klausa ini yang
hadir hanya S saja atau P saja. Sedangkanunsur inti yang lain dihilangkan.

b. Klasifikasi Klausa Berdasarkan Ada Tidaknya Unsur Negasi yangSecara


Gramatik Menegatifkan P (Predikat)Berdasarkan ada tidaknya kata negasi yang
secara gramatikalmenegatifkan atau mengikarkan P. Klausa dapat digolongkan
menjadi duagolongan yaitu klausa positif dan klausa negatif.Unsur negasi yang
dimaksud adalah tidak, tak, bukan, belum, dan jangan.Klasifikasi klausa
berdasarkan ada tidaknya unsur negasi yang secara gramatikalmenegatifkan P
menghasilkan:a). Klausa positif ialah klausa yang ditandai tidak adanya unsur
negasi yangmenegatifkan P.Misalnya:(1). Ariel seorang penyanyi terkenal.(2).
Mereka diliputi oleh perasaan senang.(3). Muka mereka pucat-pucat.(4). Ia teman
akrab saya.b). Klausa negatif ialah klausa yang ditandai adanya unsur negasi
yangmenegaskan P.Misalnya:(1). Ariel bukan penyanyi terkenal.Ia bukan teman
akrab saya.Klausa negatif yaitu klausa yang memiliki kata-kata negatif yang
secaragramatik mengaktifkan P. Seperti telah disebutkan di atas, kata-kata negatif
ituialah tidak, tak, tiada, bukan, belum, dan jangan.Kata-kata negatif itu ditentukan
berdasarkan adanya kata penghubungmelainkan yang menuntut adanya kata
negatif pada klausa yang mendahuluinya.Misalnya:(a) Dia tidak langsung pulang,
melainkan berputar-putar di jalan Thamrin danJendral Sudirman.(b) Dia langsung
pulang, melainkan berputar-putar di jalan Thamrin dan JenderalSudirman.Dari
kalimat (a) dan (b) dijelaskan bahwa kata penghubung melainkanmenuntut adanya
kata negatif pada klausa yang mendahuluinya sehingga kalimat(b) merupakan
kalimat yang tidak gramatikal.

4. Bentuk dan klasifikasi kalimat dalam Bahasa makassar

Kalimat Yang disebut kalimat ialah susunan kata atau frase yang terdiri atas
pokok kalimat atau subjek (S) diikuti oleh sebutan atau predikat (P), objek (0) dan
keterangan (Ket). Kalimat yang hanya terdiri atas subjek dan predikat saja disebut
kailmat sederhana (KS). Kalimat sederhana itu dapat diperluas, ditambah dengan
objek dan keterangan-keterangan. Kalau keterangan itu sendiri merupakan sebuah
kalimat, maka kalimat itu disebut anak kalimat atau klausa (1(1), sedang kalimat
yang pertama tadi disebut induk kalimat (1K). Tetapi kalau setelah terjadi
perluasan itu, kalimat pertama tadi masih tetap merupakan sebuah kalimat, maka
kalimat itu disebut kalimat tunggal (KT).

3.2.1 Kalimat Sederhana dan Kalimat Diperluas Contoh kalimat sederbana dalam
bahasa Makassar:

KKr KBd Akkanami Sombaya 'Berkatalah Baginda' P S KKr NOr(Bd) Appiwalimi


I Baso 'Menjawablah si Baso' P S KKr NJb(Bd) Maijerni Tuat) Kali 'Pergilah Tuan
Kadi' P S NOr KKr I Badu akjeknek 'Si Badu mandi' S P Melibat contoh-contoh di
atas, susunan P-S lebih banyak dipakai karena memang susunan ltulah yang
normal dalam bahasa Makassar. Susunan S-P pada contoh keempat terjadi seolah-
olah untuk menjawab pertanyaan: Inai ajeknek? 'Siapa yang mandi'. Jawabnya: I
Badu akjeknek 'Si Badu mandi'.

3.2.4 Pola Kalimat Dasar (PKD) Kalimat Dasar (KD) yang menjadi contoh pola di
sini adalah kalimat sederhana (Ks). Predikat dari kalimat-dasar itu akan
menentukan tipe (jenis) pola kalimat dasar itu. Predikat dalam bahasa Makassar
bisa terjadi dan:

(1) kata kerja intransitif (KKni);

(2) kata kerja transitif (KKrt);

(3) katasifat;

(4) katabilangan;

(5) katabenda;

Berikut ini akan diberikan beberapa contoh pemakaian predikat masing-masing


jenis kata itu. PKD la: Predikat kalimat dasar jenis mi ialah kata kerja intransitif,
rumusnya: [Kni (ak/kik/i)],Kalau PKD la diberi keterangan tempat (Kett) di muka,
maka terbentuklah PKD ib, rumusnya: [Kett (ak/kik/i) + 66 Kril, seolah-olah
keterangan tempat itulah dikonjugasikan

Kalau PKD la tadi diberi keterangan tempat di belakangnya, polanya tidak


berubah (tidak terbentuk pola kalimat yang baru), kecuali pola itu mendapat
tambahan keterangan di belakang, Kalau PKD la diberi keterangan waktu (KetW)
di belakangnya, polanya tidak berubah pula, kecuali mendapat KetW di
belakangnya. Kalau keterangan waktu itu ditempatkan di muka, keterangan waktu
itu tidak mendapat konjugasi dan kata kerja instransitifnya mendapat tambahan
PKg: ku/kik/na di mukanya: Rumusnya sebagai berikut: [KetW + (ku/ki/na) Kri],
penunjuk kata ganti orang itu ada yang dapat ditempatkan di muka (ku/ki/na) atau
di belakang kata kerja intransitif (ak/kik/i). PKD id: Kalau PKD la di atas ditambah
kata-hal (Khal) di belakangnya, kata hal itu mendapat konjugasi. Rumusnya: [Kri +
Khal (ak/kik/i Predikat dari PKD mi ialah kata kerja transitif (Krt), yang mendapat
konjugasi (ak/ho/i). R.umusnya: [Krt (ak/koli) + o]. Kalau PKD 2a di atas dibeni
keterangan tempat di mukanya, maka susunannya akan sama dengan PKD lb.
Rumusnya: [Kett (ak/hi k/i) + Krt + 01. Kalau PKD 2a tadi diberi keterangan
tempat di belakangnya, polanya tidak berubah.

BAB 3

PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran
Daftar Pustaka

https://repositori.kemdikbud.go.id/3182/1/morfologi%20dan%20sintaksis
%20bahasa%20makassar%20%20%20%20133h.pdf
https://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:-qHBk6Pu7VUJ:https://id.wiktionary.org/
wiki/Kategori:Frasa_bahasa_Makassar&cd=1&hl=id&ct=clnk&gl=id
https://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:l_24t6xWKUkJ:https://serupa.id/morfologi-
pengertian-proses-morfologis-morfofonemik/&cd=9&hl=id&ct=clnk&gl=id

Anda mungkin juga menyukai