Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Muhasabah dalam agama kita mengandung arti yang begitu mendalam bila
kita mengetahui hakikat muhasabah itu sendiri. Terutama dalam kehidupan dunia
dan juga kehidupan akherat nan kekal abadi. Mengerti, memahami akan arti
definisi muhasabah dalam Islam perlu untuk setiap mukmin dalam rangka
memperbaiki dirinya ke dalam hal-hal yang baik dan positif. 1
Hakikat muhasabah bukan mengingat dosa-dosa yang telah lalu, kemudian
menyesali dan menangisinya. Namun, hakikat muhasabah adalah memaksakan
diri untuk taat melaksanakan semua perintah Allah SWT dan menjauhi segala
larangannya. 2
Pada intinya, dakwah harus dievaluasi, agar harakah dakwah tidak hanya
menjadi simbol yang substansinya telah beralih pada sektor lain yang jauh dari
nilai-nilai dakwah itu sendiri. 3
Shiddiq merupakan hakikat kebaikan yang memiliki dimensi yang luas,
karena mencakup segenap aspek keislaman. Hal ini tergambar dalam firman Allah
SWT: ”Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu keba-
jikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari
kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang
dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir
(yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (me-
merdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-
orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar da-
lam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan.Mereka itulah orang-orang
yang benar imannya (yakni bersifat siddiq); dan mereka itulah orang-orang yang
bertakwa. ” (QS Al-Baqarah: 177)

1
http://www.safiyhati.com/2013/06/muhasabah-dalam-islam.html
2
http://www.hilman.web.id/posting/blog/1052/pengertian-makna-dan-hakikat-muhasabah.html
3
http://www.ahmarembang.com/2011/11/arti-makna-muhasabah-dalam-islam.html

1 | Akhlak Tasawuf Muhasabah, Khauf, Raja’, Shiddiq


Ayat ini digambarkan dimensi yang dicakupi oleh siddiq yaitu meliputi
keimanan, menginfakkan harta yang dicintai, mendirikan shalat, menunaikan za-
kat, menepati janji, bersabar dalam kesulitan, dll. Karena itulah, dalam ayat lain,
Allah SWT memerintahkan kita untuk senantiasa bersama-sama para shiddi-
qin: ”Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah
kamu bersama orang-orang yang benar (siddiq).” (QS At- Taubah: 119)

II. RUMUSAN MASALAH

1. Apa Makna Muhasabah secara bahasa dan Istilah?


2. Bagaimana indikasi kegagalan dan kesuksesan dalam Muhasabah?
3. Apa Manfaat dan Tujuan Muhasabah?
4. Apa Pengertian Khauf dan Raja’ secara bahasa dan istilah?
5. Apa saja macam-macam Khauf dan Raja’?
6. Apa Pengertian Shiddiq secara bahasa dan istilah?
7. Bagaimana ruang lingkup Shiddiq?

III. TUJUAN

1. Untuk mengetahui Makna Muhasabah secara bahasa dan Istilah


2. Untuk mengetahui indikasi kegagalan dan kesuksesan dalam Muhasabah
3. Untuk mengetahui Manfaat dan Tujuan Muhasabah
4. Untuk mengetahui Pengertian Khauf dan Raja’ secara bahasa dan istilah
5. Untuk mengetahui macam-macam Khauf dan Raja’
6. Untuk mengetahui Pengertian Shiddiq secara bahasa dan istilah
7. Untuk mengetahui ruang lingkup Shiddiq

2 | Akhlak Tasawuf Muhasabah, Khauf, Raja’, Shiddiq


BAB II
PENGERTIAN
MUHASABAH, KHAUF, RAJA’, DAN SHIDDIQ

I. MUHASABAH
1. Makna Muhasabah
Pengertian muhasabah adalah evaluasi diri sendiri. Sehingga penjabaran
akan makna arti muhasabah berasal dari kata hasiba yang artinya adalah
menghisab atau pun menghitung. Dalam penggunaan katanya, muhasabah
diidentikan dengan menilai diri sendiri atau mengevaluasi, atau pun introspeksi
diri. 4
Muhasabah menurut Rasulullah SAW sama artinya dengan jihad nafs atau
jihad memerangi dan mengekang hawa nafsu. Rasulullah SAW dalam sabdanya
yang lain menegaskan jihad nafs adalah salah satu jihad paling besar dan termasuk
ke dalam hakikat seorang mujahid. ''Mujahid adalah orang yang mengekang ji-
wanya untuk taat kepada perintah Allah.'' (HR Ahmad). 5
Muhasabah berarti introspeksi diri, menghitung diri dengan amal yang
telah dilakukan dari masa-masa yang telah lalu. Manusia yang beruntung adalah
manusia yang tahu akan dirinya sendiri. Dan manusia beruntung akan selalu
mempersiapkan dirinya untuk kehidupan kelak yang abadi di yaumul akhir di
akhirat yang pasti adanya.
Muhasabah dalam agama kita mengandung arti yang begitu mendalam bila
kita mengetahui hakikat muhasabah itu sendiri. Terutama dalam kehidupan dunia
dan juga kehidupan akherat nan kekal abadi. Mengerti, memahami akan arti
definisi muhasabah dalam Islam perlu untuk setiap mukmin dalam rangka
memperbaiki dirinya ke dalam hal-hal yang baik dan positif. 6

4
Husain Al-Habsyi, Kamus Al-Kautsar Lengkap, (Bangil: Yayasan Pesantren Islam, 1986).
5
http://www.republika.co.id/kolom.asp?kat_id=14
6
http://www.safiyhati.com/2013/06/muhasabah-dalam-islam.html

3 | Akhlak Tasawuf Muhasabah, Khauf, Raja’, Shiddiq


Dari pengertian di atas, jelas bahwa hakikat muhasabah bukan mengingat
dosa-dosa yang telah lalu, kemudian menyesali dan menangisinya. Namun,
hakikat muhasabah adalah memaksakan diri untuk taat melaksanakan semua
perintah Allah SWT dan menjauhi segala larangannya. 7
Pada intinya, dakwah harus dievaluasi, agar harakah dakwah tidak hanya
menjadi simbol yang substansinya telah beralih pada sektor lain yang jauh dari
nilai-nilai dakwah itu sendiri. 8
Dalil yang berkaitan dengan makna muhasabah ini juga banyak.
Diantaranya yaitu hadist Rasulullah SAW yang artinya adalah :
"Dari Syadad bin Aus r.a, dari Rasulullah SAW, bahwa beliau berkata,
"Orang yang pandai adalah yang menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri serta
beramal untuk kehidupan sesudah kematian. Sedangkan orang yang lemah adalah
yang dirinya mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah
SWT". (HR. Imam Turmudzi).9
Dalil Al-Qur'an yang berkaitan dengan muhasabah juga telah Allah Firman
kan dalam Al-Qur'an yaitu Q.S.Al-Hasyr (59):18:
  
   
    
     
 

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap
diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan".

2. Indikasi Kesuksesan dan Kegagalan


Dalam Al-Qur’an, Allah swt. seringkali mengingatkan hamba-hamba-Nya
mengenai visi besar ini, di antaranya adalah dalam QS. Al-Hasyr (59): 18–19.

7
http://www.hilman.web.id/posting/blog/1052/pengertian-makna-dan-hakikat-muhasabah.html
8
http://www.ahmarembang.com/2011/11/arti-makna-muhasabah-dalam-islam.html
9
http://www.safiyhati.com/2013/06/muhasabah-dalam-islam.html

4 | Akhlak Tasawuf Muhasabah, Khauf, Raja’, Shiddiq


Muhasabah atau evaluasi atas visi inilah yang digambarkan oleh Rasulullah saw.
sebagai kunci pertama dari kesuksesan. Selain itu, Rasulullah saw. juga
menjelaskan kunci kesuksesan yang kedua, yaitu action after evaluation. Artinya
setelah evaluasi harus ada aksi perbaikan. Dan hal ini diisyaratkan oleh Rasulullah
saw. dengan sabdanya dalam hadits di atas dengan ’dan beramal untuk kehidupan
sesudah kematian.’ Potongan hadits yang terakhir ini diungkapkan Rasulullah saw.
langsung setelah penjelasan tentang muhasabah. Karena muhasabah juga tidak
akan berarti apa-apa tanpa adanya tindak lanjut atau perbaikan.
Terdapat hal menarik yang tersirat dari hadits di atas, khususnya dalam
penjelasan Rasulullah saw. mengenai kesuksesan. Orang yang pandai senantiasa
evaluasi terhadap amalnya, serta beramal untuk kehidupan jangka panjangnya
yaitu kehidupan akhirat. Dan evaluasi tersebut dilakukan untuk kepentingan
dirinya, dalam rangka peningkatan kepribadiannya sendiri.
Sementara kebalikannya, yaitu kegagalan. Disebut oleh Rasulullah saw,
dengan ‘orang yang lemah’, memiliki dua ciri mendasar yaitu orang yang
mengikuti hawa nafsunya, membiarkan hidupnya tidak memiliki visi, tidak
memiliki planing, tidak ada action dari planingnya, terlebih-lebih memuhasabahi
perjalanan hidupnya. Sedangkan yang kedua adalah memiliki banyak angan-angan
dan khayalan, ’berangan-angan terhadap Allah.’ Maksudnya, adalah sebagaimana
dikemukakan oleh Imam Al-Mubarakfuri dalam Tuhfatul Ahwadzi, sebagai
berikut: Dia (orang yang lemah), bersamaan dengan lemahnya ketaatannya kepada
Allah dan selalu mengikuti hawa nafsunya, tidak pernah meminta ampunan
kepada Allah, bahkan selalu berangan-angan bahwa Allah akan mengampuni
dosa-dosanya. 10

3. Urgensi Muhasabah
Imam Turmudzi setelah meriwayatkan hadits di atas, juga meriwayatkan
ungkapan Umar bin Khattab dan juga ungkapan Maimun bin Mihran mengenai
urgensi dari muhasabah.
a. Mengenai muhasabah, Umar r.a. mengemukakan:

10
http://www.dakwatuna.com/2007/09/17/258/makna-muhasabah/#axzz2guMJ9vXj

5 | Akhlak Tasawuf Muhasabah, Khauf, Raja’, Shiddiq


‘Hisablah (evaluasilah) diri kalian sebelum kalian dihisab, dan
berhiaslah (bersiaplah) kalian untuk hari aradh akbar (yaumul hisab). Dan
bahwasanya hisab itu akan menjadi ringan pada hari kiamat bagi orang yang
menghisab (evaluasi) dirinya di dunia.
Sebagai sahabat yang dikenal ‘kritis’ dan visioner, Umar memahami
benar urgensi dari evaluasi ini. Pada kalimat terakhir pada ungkapan di atas,
Umar mengatakan bahwa orang yang biasa mengevaluasi dirinya akan
meringankan hisabnya di yaumul akhir kelak. Umar paham bahwa setiap
insan akan dihisab, maka iapun memerintahkan agar kita menghisab diri kita
sebelum mendapatkan hisab dari Allah swt.11
b. Sementara Maimun bin Mihran r.a. mengatakan:
‘Seorang hamba tidak dikatakan bertakwa hingga ia menghisab
dirinya sebagaimana dihisab pengikutnya dari mana makanan dan
pakaiannya’.
Maimun bin Mihran merupakan seorang tabiin yang cukup masyhur.
Beliau wafat pada tahun 117 H. Beliaupun sangat memahami urgensi
muhasabah, sehingga beliau mengaitkan muhasabah dengan ketakwaan.
Seseorang tidak dikatakan bertakwa, hingga menghisab (mengevaluasi)
dirinya sendiri. Karena beliau melihat salah satu ciri orang yang bertakwa
adalah orang yang senantiasa mengevaluasi amal-amalnya. Dan orang yang
bertakwa, pastilah memiliki visi, yaitu untuk mendapatkan ridha Ilahi. 12
c. Urgensi lain dari muhasabah adalah karena setiap orang kelak pada hari akhir
akan datang menghadap Allah swt. dengan kondisi sendiri-sendiri untuk
mempertanggung jawabkan segala amal perbuatannya. Allah swt. menjelaskan
dalam Al-Qur’an: “Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari
kiamat dengan sendiri-sendiri.” [QS. Maryam (19): 95, Al-Anbiya’ (21): 1].13

4. Aspek-Aspek Yang Perlu Dimuhasabahi

11
http://www.dakwatuna.com/2007/09/17/258/makna-muhasabah/#axzz2guMJ9vXj
12
Ibid,.
13
Ibid,.

6 | Akhlak Tasawuf Muhasabah, Khauf, Raja’, Shiddiq


Terdapat beberapa aspek yang perlu dimuhasabahi oleh setiap muslim, agar ia
menjadi orang yang pandai dan sukses.
a. Aspek Ibadah
Pertama kali yang harus dievaluasi setiap muslim adalah aspek
ibadah. Karena ibadah merupakan tujuan utama diciptakannya manusia di
muka bumi ini.
  
   
Artinya: Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka mengabdi kepada-Ku. [QS. Adz-Dzaariyaat (51): 56]
b. Aspek Pekerjaan & Perolehan Rizki
Aspek kedua ini sering kali dianggap remeh, atau bahkan
ditinggalkan dan ditakpedulikan oleh kebanyakan kaum muslimin. Karena
sebagian menganggap bahwa aspek ini adalah urusan duniawi yang tidak
memberikan pengaruh pada aspek ukhrawinya. Sementara dalam sebuah
hadits, Rasulullah saw. bersabda:
Dari Ibnu Mas’ud ra dari Nabi Muhammad saw. bahwa beliau
bersabda, ‘Tidak akan bergerak tapak kaki ibnu Adam pada hari kiamat,
hingga ia ditanya tentang 5 perkara; umurnya untuk apa dihabiskannya,
masa mudanya, kemana dipergunakannya, hartanya darimana ia
memperolehnya dan ke mana dibelanjakannya, dan ilmunya sejauh mana
pengamalannya.’ (HR. Turmudzi)
c. Aspek Kehidupan Sosial Keislaman
Aspek yang tidak kalah penting untuk dievaluasi adalah aspek
kehidupan sosial, dalam artian hubungan muamalah, akhlak dan adab
dengan sesama manusia. Karena kenyataannya aspek ini juga sangat
penting, sebagaimana yang digambarkan Rasulullah saw. dalam sebuah
hadits:
Dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw. bersabda, ‘Tahukah
kalian siapakah orang yang bangkrut itu?’ Sahabat menjawab, ‘Orang
yang bangkrut diantara kami adalah orang yang tidak memiliki dirham

7 | Akhlak Tasawuf Muhasabah, Khauf, Raja’, Shiddiq


dan tidak memiliki perhiasan.’ Rasulullah saw. bersabda, ‘Orang yang
bangkrut dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan
(pahala) shalat, puasa dan zakat, namun ia juga datang dengan membawa
(dosa) menuduh, mencela, memakan harta orang lain, memukul
(mengintimidasi) orang lain. Maka orang-orang tersebut diberikan pahala
kebaikan-kebaikan dirinya. Hingga manakala pahala kebaikannya telah
habis, sebelum tertunaikan kewajibannya, diambillah dosa-dosa mereka
dan dicampakkan pada dirinya, lalu dia pun dicampakkan ke dalam api
neraka. (HR. Muslim)
Melalaikan aspek ini, dapat menjadi orang yang muflis
sebagaimana digambarkan Rasulullah saw. dalam hadits di atas. Datang ke
akhirat dengan membawa pahala amal ibadah yang begitu banyak, namun
bersamaan dengan itu, ia juga datang ke akhirat dengan membawa dosa
yang terkait dengan interaksinya yang negatif terhadap orang lain;
mencaci, mencela, menuduh, memfitnah, memakan harta tetangganya,
mengintimidasi dsb. Sehingga pahala kebaikannya habis untuk menutupi
keburukannya. Bahkan karena kebaikannya tidak cukup untuk menutupi
keburukannya tersebut, maka dosa-dosa orang-orang yang dizaliminya
tersebut dicampakkan pada dirinya. Hingga jadilah ia tidak memiliki apa-
apa, selain hanya dosa dan dosa, akibat tidak memperhatikan aspek ini.
Na’udzubillah min dzalik.14
d. Aspek Dakwah
Aspek ini sesungguhnya sangat luas untuk dibicarakan. Karena
menyangkut dakwah dalam segala aspek; sosial, politik, ekonomi, dan
juga substansi dari da’wah itu sendiri mengajak orang pada kebersihan
jiwa, akhlaqul karimah, memakmurkan masjid, menyempurnakan ibadah,
mengklimakskan kepasrahan abadi pada ilahi, banyak istighfar dan taubat
dsb.
Tetapi yang cukup urgens dan sangat substansial pada evaluasi
aspek dakwah ini yang perlu dievaluasi adalah, sudah sejauh mana pihak

14
http://www.dakwatuna.com/2007/09/17/258/makna-muhasabah/#axzz2guMJ9vXj

8 | Akhlak Tasawuf Muhasabah, Khauf, Raja’, Shiddiq


lain baik dalam skala fardi maupun jama’i, merasakan manisnya dan
manfaat dari dakwah yang telah sekian lama dilakukan? Jangan sampai
sebuah ‘jamaah’ dakwah kehilangan pekerjaannya yang sangat substansial,
yaitu dakwah itu sendiri.
Evaluasi pada bidang dakwah ini jika dijabarkan, juga akan
menjadi lebih luas. Seperti evaluasi dakwah dalam bidang tarbiyah dan
kaderisasi, evaluasi dakwah dalam bidang dakwah ‘ammah, evaluasi
dakwah dalam bidang siyasi, evaluasi dakwah dalam bidang iqtishadi,
dsb?
Pada intinya, dakwah harus dievaluasi, agar harakah dakwah tidak
hanya menjadi simbol yang substansinya telah beralih pada sektor lain
yang jauh dari nilai-nilai dakwah itu sendiri. Mudah – mudahan ayat ini
menjadi bahan evaluasi bagi dakwah yang sama-sama kita lakukan:
Katakanlah: “Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang
mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata,
Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik”.
[QS. Yusuf (12): 108]15

5. Manfaat dan Keutamaan Muhasabah


a. Dengan bermuhasabah diri, maka diri setiap muslim akan bisa mengetahui
akan aib serta kekurangan dirinya sendiri. Baik itu dalam hal amalan
ibadah, kegiatan yang memberikan manfaat untuk banyak manusia.
Sehingga dengan demikian akan bisa memperbaiki diri apa-apa yang
dirasa kurang pada dirinya.
b. Dalam hal ibadah, kita akan semakin tahu akan hak kewajiban kita sebagai
seorang hambaNya dan terus memperbaiki diri dan mengetahui hakekat
ibadah bahwasannya manfaat hikmah ibadah adalah demi kepentingan diri
kita sendiri. Bukan demi kepentingan Allah Ta'ala. Karena kita lah
manusia yang lemah dan penuh dosa yang memerlukan akan
pengampunan dosa-dosa kita yang banyak.

15
http://www.dakwatuna.com/2007/09/17/258/makna-muhasabah/#axzz2guMJ9vXj

9 | Akhlak Tasawuf Muhasabah, Khauf, Raja’, Shiddiq


c. Mengetahui akan segala sesuatu baik itu kecil maupun besar atas apa yang
kita lakukan di dunia ini, akan dimintai pertanggungjawabannya kelak di
akherat. Inilah salah satu hikmah muhasabah dalam diri setiap manusia.
d. Membenci hawa nafsu dan mewaspadainya. Dan senantiasa melaksanakan
amal ibadah serta ketaatan dan menjauhi segala hal yang berbau
kemaksiatan, agar menjadi ringan hisab di hari akhirat kelak. 16

II. KHAUF DAN RAJA'


1. Khauf (takut kepada Allah SWT)
a. Pengertian Khauf
Secara bahasa Khauf berasal dari kata khafa, yakhafu, khaufan yang artinya
takut. Takut yang dimaksud disini adalah takut kepada Allah SWT. Khauf adalah
takut kepada Allah SWT dengan mempunyai perasaan khawatir akan adzab Allah
yang akan ditimpahkan kepada kita. Cara untuk dekat kepada Allah yaitu
mengerjakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.17
Dalam KBBI, khauf adalah kata benda yang memiliki arti ketakutan atau
kekhawatiran. Khawatir sendiri merupakan kata sifat yang bermakna takut
(gelisah, cemas) terhadap suatu hal yang belum diketahui dengan pasti.
Sedangkan takut adalah kata sifat yang memiliki beberapa makna seperti, merasa
gentar menghadapi sesuatu yang dianggap akan mendatangkan bencana. Jadi
khauf berarti perasaan gelisah atau cemas terhadap suatu hal yang belum diketahui
dengan pasti. 18
Adapun secara terminologi, sebagaimana diuraikan dalam kamus tasawuf,
khauf adalah suatu sikap mental merasa takut kepada Allah karena kurang
sempurna pengabdiannya, takut atau khawatir kalau-kalau Allah tidak senang
padanya. Khauf timbul karena pengenalan dan cinta kepada Allah yang mendalam

16
http://www.safiyhati.com/2013/06/muhasabah-dalam-islam.html
17
Husain Al-Habsyi, Kamus Al-Kautsar Lengkap, (Bangil: Yayasan Pesantren Islam, 1986).
18
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990).

10 | Akhlak Tasawuf Muhasabah, Khauf, Raja’, Shiddiq


sehingga ia merasa khawatir kalau Allah melupakannya atau takut kepada siksa
Allah. 19
Menurut Imam Qusyairy, takut kepada Allah berarti takut terhadap
hukumNya. Menurutnya khauf adalah masalah yang berkaitan dengan kejadian
yang akan datang, sebab seseorang hanya merasa takut jika apa yang dibenci tiba
dan yang dicintai sirna. Dan realita demikian hanya terjadi di masa depan. 20
Menurut Sayyid Ahmad bin Zain al-Habsyi, khauf adalah:
“Suatu keadaan yang menggambarkan resahnya hati karena menunggu
sesuatu yang tidak disukai yang diyakini akan terjadi dikemudian hari.”
Ibn Jalla’ berkata bahwa orang tidak dikatakan takut karena menangis dan
megusap air matanya, tetapi karena takut melakukan sesuatu yang mengakibatkan
ia disiksa karenanya.
Ibnu Khabiq berkata, “Makna khauf menurutku adalah berdasarkan
waktunya, yaitu takut yang tetap ada pada Allah saat ia dalam keadaan aman.”
Menurutnya, orang yang takut adalah seorang yang lebih takut akan dirinya
sendiri dari pada hal-hal yang ditakutkan syaitan.
Imam Qonadi berkata, “Alamat dari pada khauf adalah ia tidak menyakitkan
dirinya dengan banyak angan.” Sebagian Arifin berkata, “Alamat khauf yaitu beku
dan layunya hati dari kesenangan.”
Al-Falluji berpendapat bahwa khauf adalah suatu bentuk kegelisahan ketika
seseorang memperkirakan sesuatu yang ia benci akan menimpanya. 21
Dalam al-Quran, kata khauf diulang sebanyak seratus dua puluh kali.
Diantaranya adalah dalam surah al-Qasas ayat 21;
“Maka keluarlah Musa dari kota itu dengan rasa takut menunggu-nunggu
dengan khawatir, dia berdoa: "Ya Tuhanku, selamatkanlah Aku dari orang-orang
yang zalim itu". 22

19
Totok Jumantoro dan Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Tasawuf, (Penerbit Amzah, 2005).
20
Al-Qusyairy An-Naisabury, Ar-Risalah al-Qusyairiyyah fî ‘Ilmi At-Tasawufi, terj. Mohammad
Luqman Hakim dengan judul Risalatul Qusyairiyyah: Induk Ilmu Tasawuf, (Surabaya: Risalah
Gusti, 2000).
21
Ibid,.
22
Depag. RI, Al-Quran dan Tafsir Per Kata, (indeks ayat) (Bandung: 2007).

11 | Akhlak Tasawuf Muhasabah, Khauf, Raja’, Shiddiq


Ayat yang serupa dengan ayat tersebut yaitu surah al-Naml ayat 10 dan
surah al-Qasas ayat 33. Ayat tentang khauf yang lain diantaranya dalam surah az-
Zumar ayat 13, al-Nur ayat 37, al-Insan ayat 10 yang menunjukkan ketakutan
pada siksaan hari akhir. Sedang khauf dalam surah Asy-Syuara’ ayat 14
menunjukkan ketakutan terhadap bahaya. Ayat-ayat tentang khauf ini, khauf
bermakna ketakutan yang diikuti dengan perasaan cemas atau khawatir akan
sesuatu.
Khauf berbeda dengan khasyyah dan haibah. Khauf merupakan salah satu
syarat iman dan hukum-hukumnya, khasyyah adalah salah satu syarat
pengetahuan, sedangkan haibah adalah salah satu syarat pengetahuan makrifat.
Khasyyah merupakan ketakutan yang hanya diperuntukkan bagi Allah. Khasyyah
adalah kekhawatiran yang disertai pengagungan, dan biasanya itu ter23jadi karena
tahu dengan apa yang ia takutkan. Khasyyah lebih khusus daripada khauf, karena
khasyyah hanya dimiliki oleh orang alim yang mengetahui Allah.
Haibah lebih tinggi lagi dari khasyyah, haibah berarti ketakutan yang
terhormat, ketakutan dalam menghadapi keagungan Allah. Menurut Syekh Abu
Ali ad-Daqqaq, ketiga ketakutan tersebut merupakan tahapan khauf.
Firman Allah surah An-Nur 52:
   
  
 
 
Artinya: “Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan takut
kepada Allah dan bertaqwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang-orang yang
mendapat kemenangan.
Firman Allah Ta’ala :
  
  
   
 

23
Depag. RI, Al-Quran dan Tafsir Per Kata, (indeks ayat) (Bandung: 2007).

12 | Akhlak Tasawuf Muhasabah, Khauf, Raja’, Shiddiq


Artinya: “Maka janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku,
jika kamu benar-benar orang yang beriman.” (Q.S Al- Imran : 175)
b. Macam-Macam Khauf (Takut)
a. Khouf thabi’i seperti halnya orang takut hewan buas, takut api, takut
tenggelam, maka rasa takut semacam ini tidak membuat orangnya dicela
akan tetapi apabila rasa takut ini menjadi sebab dia meninggalkan
kewajiban atau melakukan yang diharamkan maka hal itu haram.
b. Khouf ibadah yaitu seseorang merasa takut kepada sesuatu sehingga
membuatnya tunduk beribadah kepadanya maka yang seperti ini tidak
boleh ada kecuali ditujukan kepada Allah ta’ala. Adapun menujukannya
kepada selain Allah adalah syirik akbar.
c. Khouf sirr seperti halnya orang takut kepada penghuni kubur atau wali
yang berada di kejauhan serta tidak bisa mendatangkan pengaruh baginya
akan tetapi dia merasa takut kepadanya maka para ulama pun
menyebutnya sebagai bagian dari syirik. 24

c. Alasan manusia takut kepada Allah


a. Karena kekuasaan dan keagungan Allah
b. Karena balasan Allah
c. Karena taufiq dan hidayah yang diberikan kepada manusia
d. Karena rahmat dan minat yang dilimpahkan kepada manusia. 25

2. Raja’ (Mengharap ridho kepada Allah SWT)


a. Pengertian Raja’
Raja’ secara bahasa artinya harapan atau cita-cita. Raja’ adalah mengharap
ridho, rahmat dan pertolongan kepada Allah SWT, serta yakin hal itu dapat
diraihnya, atau suatu jiwa yang sedang menunggu (mengharapkan) sesuatu yang
disenangi dari Allah SWT, setelah melakukan hal-hal yang menyebabkan
terjadinya sesuatu yang diharapaknnya. Jika mengharap ridha, rahmat dan

24
BKS BSL-PAI-SMA/SMK Semester Gasal Kelas XI
25
Mahjuddin, H, Drs. 2009, Akhlak Tasawuf 1; Mukjizat Nabi, Karamah Wali dan Ma’rifah suci.
Jakarta : Kalam Mulia

13 | Akhlak Tasawuf Muhasabah, Khauf, Raja’, Shiddiq


pertolong Allah SWT, kita harus memenuhi ketentuan Allah SWT. Jika kita tidak
pernah melakukan shalat ataupun ibadah-ibadah lainnya, jangan harap meraih
ridha,rahmat,dan pertolongan Allah SWT. 26
Firman Allah Ta’ala :
   
   
    
   
   
  
 
Artinya: “Untuk itu, barangsiapa yang mengharap perjumpaan dengan Robbnya,
maka hendaklah ia mengerjakan amal shaleh dan janganlah mempersekutukan
seorangpun dalam beribadah kepada Robb-Nya.” (QS.Al-Kahfi:110)
b. Macam-macam Raja’
Dua bagian termasuk termasuk raja` yang terpuji pelakunya sedangkan satu
lainnya adalahraja` yang tercela. Yaitu:
a. Seseorang mengharap disertai dengan amalan taat kepada Allah di atas
cahaya Allah, ia senantiasa mengharap pahala-Nya
b. Seseorang yang berbuat dosa lalu bertaubat darinya, dan ia senantiasa
mengharap ampunan Allah, kebaikan-Nya dan kemurahan-Nya.
c. Adapun yang menjadikan pelakunya tercela ialah seseorang yang terus-
menerus dalam kesalahan-kesalahannya lalu mengharap rahmat Allah
tanpa dibarengi amalan. Raja`yang seperti ini hanyalah angan-angan
belaka, sebuah harapan yang dusta.27

c. Sifat Raja’ kepada Allah SWT


1). Optimis

26
http://modulakhlak.blogspot.com/2011/12/khauf-dan-raja.html
27
Mahjuddin, H, Drs. 2009, Akhlak Tasawuf 1; Mukjizat Nabi, Karamah Wali dan Ma’rifah suci.
Jakarta : Kalam Mulia

14 | Akhlak Tasawuf Muhasabah, Khauf, Raja’, Shiddiq


Optimis adalah memungkinkan seseorang melewati setiap warna
kehidupan dengan lebih indah dan membuat suasana hati menjadi tenang. 28
Allah berfirman dalam Q.S Yusuf ayat : 87
  
   
    
     
   
Artinya: “Dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada
berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir. ”
Rasullah SAW bersabda:
Artinya: “Orang berdosa yang mengharap rahmat Allah jauh lebih disayang
Allah dari pada orang taat yang berputus asa.” (H.R Ibnu Mas’ud)
2). Dinamis
Adalah sikap untuk terus berkembang, berfikir cerdas, kreatif, rajin, dan
mudah beradaptasi dengan lingkungan.
Orang yang bersikap dinamis tidak akan mudah puas dengan prestasi-
prestasi yang ia peroleh, tetapi akan berusaha terus menerus untuk meningkatkan
kualitas diri. 29
Rasulaah SAW bersabda:
Artinya: “Bekerjalah kamu untuk urusan dunia, seolah-olah kamu akan hidup
selamanya, dan bekerjalah untuk akhiratmu seolah-olah kamu akan mati esok
hari.” (H.R Ibnu Majah).30
d. Faktor dalam Raja’:
a. Selalu berpegang teguh kepada tali agama Allah yaitu agama Islam
b. Selalu berharap kepada Allah, agar selalu diberikan kesuksesan dalam
berbagai macam usaha dan mendapat ridha dari-Nya

28
http://modulakhlak.blogspot.com/2011/12/khauf-dan-raja.html
29
http://www.scribd.com/doc/35607216/raja’
30
Mahjuddin, H, Drs. 2009, Akhlak Tasawuf 1; Mukjizat Nabi, Karamah Wali dan Ma’rifah suci.
Jakarta : Kalam Mulia

15 | Akhlak Tasawuf Muhasabah, Khauf, Raja’, Shiddiq


c. Selalu merasa takut kepada ancaman dan siksaan Allah di hari akhirat
kelak
d. Selalu cinta (mahabbah) kepada Allah31
e. Hikmah Raja’
a. Menciptakan prasangka baik membuang jauh prasangka buruk
b. Mengharapkan rahmat Allah dan tidak mudah putus asa
c. Menjadikan dirinya tenang, aman, dan tidak merasa takut pada siapapun
kecuali kepada Allah
d. Dapat meningkatkan amal sholeh untuk bertemu Allah
e. Dapat meningkatkan jiwa untuk berjuang dijalan Allah32
f. Dapat meningkatkan kesadaran bahwasannya azab Allah itu amat pedih
sehingga harus berpacu dalam kebaikan
g. Dapat meningkatkan rasa syukur atas nikmat yang telah diteriamnya
h. Dapat menghilangkan rasa hasud, dengki, dan sombong kepada orang
lain
i. Dapat meningkatkan rasa halus untuk mencintai sesama manusia dan
dicintainya. 33
Baik Khauf maupun raja` merupakan dua ibadah yang sangat agung. Bila
keduanya menyatu dalam diri seorang mukmin, maka seluruh aktivitas
kehidupannya akan menjadi seimbang. Dengankhauf akan membawa diri
seseorang untuk selalu melaksanakan ketaatan dan menjauhi perkara yang
diharamkan; dengan raja` akan menghantarkan dirinya untuk selalu mengharap
apa yang ada di sisi Allah. 34

III. JUJUR (SHIDDIQ)


1. Pengertian jujur (shidiq)
Jujur adalah sebuah kata yang telah dikenal oleh hampir semua orang.

31
BKS BSL-PAI-SMA/SMK Semester Gasal Kelas XI
32
Alfat, Masan, H, Drs. 1994, Aqidah Akhlak. Semarang : PT Karya Toha Putra
33
Mahjuddin, H, Drs. 2009, Akhlak Tasawuf 1; Mukjizat Nabi, Karamah Wali dan Ma’rifah suci.
Jakarta : Kalam Mulia
34
Alfat, Masan, H, Drs. 1994, Aqidah Akhlak. Semarang : PT Karya Toha Putra

16 | Akhlak Tasawuf Muhasabah, Khauf, Raja’, Shiddiq


Bagi yang telah mengenal kata jujur mungkin sudah tahu apa itu arti atau makna
dari kata jujur tersebut. Namun masih banyak yang tidak tahu sama sekali dan ada
juga hanya tahu maknanya secara samar-samar. Berikut saya akan mencoba
memberikan pemahaman sebatas mampu saya tetang makna dari kata jujur ini.
Kata jujur adalah kata yang digunakan untuk menyatakan sikap seseorang. Bila
seseorang berhadapan dengan suatu atau fenomena maka seseorang itu akan
memperoleh gambaran tentang sesuatu atau fenomena tersebut. Bila seseorang
itu menceritakan informasi tentang gambaran tersebut kepada orang lain tanpa
ada “perobahan” (sesuai dengan realitasnya ) maka sikap yang seperti itulah yang
disebut dengan jujur.
Jujur jika diartikan secara baku adalah “mengakui, berkata atau
memberikan suatu informasi yang sesuai kenyataan dan kebenaran”. Dalam
praktek dan penerapannya, secara hukum tingkat kejujuran seseorang biasanya
dinilai dari ketepatan pengakuan atau apa yang dibicarakan seseorang dengan
kebenaran dan kenyataan yang terjadi. Bila berpatokan pada arti kata yang baku
dan harafiah maka jika seseorang berkata tidak sesuai dengan kebenaran dan
kenyataan atau tidak mengakui suatu hal sesuai yang sebenarnya, orang tersebut
sudah dapat dianggap atau dinilai tidak jujur, menipu, mungkir, berbohong,
munafik atau lainnya.
Perlu juga diketahui bahwa ada juga seseorang memberikan berita atau
informasi sebelum terjadinya peristiwa atau fenomena. Misalnya sesorang
mengatakan dia akan hadir dalam pertemuan di sebuah gedung bulan depan.
Kalau memang dia hadir pada waktu dan tempat yang telah di sampaikannya itu
maka seseorang itu bersikap jujur. Dengan kata lain jujur juga berkaitan dengan
janji. Disini jujur berarti mencocokan atau menyesuaikan ungkapan (informasi)
yang disampaikan dengan realisasi (fenomena).
Mungkin kita juga pernah melihat atau memperhatikan Tukang bekerja.
Dia bekerja berdasarkan sebuah pedoman kerja. Dalam pedoman kerja (tertulis
atau tidak) ada ketentuan sebuah perbandingan yakni 3 : 5. Tapi dalam
pelaksanaan kerja Tukang tersebut tidak mengikuti angka perbandingan itu, dia
membuat perbandingan yang lain yakni 3 : 6, Peristiwa ini jelas memperlihatkan

17 | Akhlak Tasawuf Muhasabah, Khauf, Raja’, Shiddiq


si Tukang tidak mengikuti ketentuan yang ada dalam pedoman kerja. Dengan
demikian berarti si Tukang tidak bersikap jujur. Dalam kasus ini sang Tukang
tidak berusaha menyesuaikan informasi yang ada dengan fenomena (tindakan
yang dilaksanakan ). Kejujuran juga bersangkutan dengan pengakuan. Dalam
hal ini kita ambil contoh , orang Eropa membuat pernyataan atau menyampaikan
informasi, bahwa ….orang pertama sekali yang sampai ke Benua Amerika adalah
Cristofer Colombus…Padahal menurut sejarah yang berkembang, sebelum
Colombus mendarat di Benua Amerika telah sampai kesana armada Laksmana
Cheng ho. Artinya apa, tidak ada pengakuan. Dalam hal ini kita juga melihat
persoalan kesesuaian antara fenomena (realitas) dengan informasi yang
disampaikan.
Jadi dari uraian di atas dapat diambil semacam rumusan, bahwa apa yang disebut
dengan jujur adalah sebuah sikap yang selalu berupaya menyesuaikan atau
mencocokan antara Informasi dengan fenomena. Dalam agama Islam sikap
seperti inilah yang dinamakan shiddiq. Makanya jujur itu ber-nilai tak terhingga.

2. Keutamaan Berbuat Jujur (shiddiq)


َ َّ ‫يَاأَيُّ َها الَّذِينَ َءا َمنُوا اتَّقُوا‬
َّ ‫ّللا َوكُونُوا َم َع ال‬
َ‫صا ِدقِين‬
“ Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan hendaklah
kalian beserta orang-orang yang jujur. ” (Q.S. At Taubah: 119).
Seorang muslim adalah seorang yang jujur. Dia mencintai kejujuran
melazimkannya lahir batin di dalam hati (Shidqul qalb), ucapan (Shidqul hadits)
dan perbuatan (Shidqul ‘amal), karena kejujuran merupakan kebaikan, dan
kebaikan menunjukkan kepada surga. Surga merupakan tujuan yang paling mulia
bagi seorang muslim dan merupakan tujuan yang paling diidam-idamkannya.
Adapun kebalikan dari jujur adalah dusta. Sifat ini menunjukkan kepada kejahatan
dan kejahatan menunjukkan kepada neraka, sedangkan neraka merupakan hal
yang paling ditakuti seorang muslim.
Rasulullah SAW bersabda: “Hendaklah kamu semua bersikap jujur, karena
kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan membawa kepada surga.
Seseorang yang selalu jujur dan mencari kejujuran akan ditulis oleh Allah sebagai

18 | Akhlak Tasawuf Muhasabah, Khauf, Raja’, Shiddiq


orang yang jujur (shidiq). Dan jauhilah sifat bohong, karena kebohongan
membawa kepada kejahatan, dan kejahatan membawa ke neraka. Orang yang
selalu berbohong dan mencari-cari kebohongan,akan ditulis oleh Allah sebagai
pembohong (kadzdzab).” Sesungguhnya orang yang telah mengenal kejujuran dan
menetapkan janji, orang-orang akan cinta kepadanya; dan mereka mencintai
perilakunya. Apabila ia seorang yang alim, mereka akan mengambil manfaat
ilmunya dan merekapun akan menghormatinya. Andaikata ia seorang pedagang,
mereka akan mempercayai usahanya. Sesungguhnya hanya terletak pada
kejujuranlah seorang pengusaha akan sukses; seorang pekerja akan meraih
keberhasilan, seorang pedangang mampu maraih keuntungan.
Sesungguhnya kejujuran adalah budi pekerti yang sangat kuat kaitannya
dengan kemaslahatan perorangan atau jama’ah dan merupakan sisi yang paling
kuat untuk mem-benahi dan membina masyarakat dan menerapkan serta
menegakkan aturan-aturannya. Menghias diri dengan keju-juran adalah
keutamaan, dan melepas diri daripadanya adalah kehinaan. Kejuj uran adalah
tanda keimanan dan kesucian jiwa serta suatu tanda dari keselamatan kita.
Kejujuran yang menunjukkan keindahan sifat dan ketinggian moral seseorang.
Kejujuran juga membentuk pelakunya menjadi cinta kepada Allah SWT dan cinta
kepada hamba-hamba-Nya yang mukmin.

3. Manfaat berbuat jujur (shidiq)


Kejujuran senantiasa mendatangkan berkah, sebagaimana disitir dalam
hadist yang diriwayatkan dari Hakim bin Hizam dari Nabi, beliau bersabda,
“Penjual dan pembeli diberi kesempatan berfikir selagi mereka belum berpisah.
Seandainya mereka jujur serta membuat penjelasan mengenai barang yang
diperjualbelikan, mereka akan mendapat berkah dalam jual beli mereka.
Sebaliknya, jika mereka menipu dan merahasiakan mengenai apa-apa yang harus
diterangkan tentang barang yang diperjualbelikan, maka akan terhapus
keberkahannya.”
Tidaklah kita dapati seorang yang jujur, melainkan orang lain senang
dengannya, memujinya. Baik teman maupun lawan merasa tentram dengannya.

19 | Akhlak Tasawuf Muhasabah, Khauf, Raja’, Shiddiq


Berbeda dengan pendusta. Temannya sendiripun tidak merasa aman, apalagi
musuh atau lawannya. Alangkah indahnya ucapan seorang yang jujur, dan
alangkah buruknya perkataan seorang pendusta.
Orang yang jujur diberi amanah baik berupa harta, hak-hak dan juga
rahasia-rahasia. Kalau kemudian melakukan kesalahan atau kekeliruan,
kejujurannya –dengan izin Allah- akan dapat menyelamatkannya. Sementara
pendusta, sebiji sawipun tidak akan dipercaya. Jikapun terkadang diharapkan
kejujurannya itupun tidak mendatangkan ketenangan dan kepercayaan. Dengan
kejujuran maka sah-lah perjanjian dan tenanglah hati. Barang siapa jujur dalam
berbicara, menjawab, memerintah (kepada yang ma’ruh), melarang (dari yang
mungkar), membaca, berdzikir, memberi, mengambil, maka ia disisi Allah dan
sekalian manusia dikatakan sebagai orang yang jujur, dicintai, dihormati dan
dipercaya. Kesaksiaannya merupakan kebenaran, hukumnya adil, muamalahnya
mendatangkan manfaat, majlisnya memberikan barakah karena jauh dari riya’
mencari nama. Tidak berharap dengan perbuatannya melainkan kepada Allah, baik
dalam salatnya, zakatnya, puasanya, hajinya, diamnya, dan pembicaraannya
semuanya hanya untuk Allah semata, tidak menghendaki dengan kebaikannya tipu
daya ataupun khiyanat. Tidak menuntut balasan ataupun rasa terima kasih kecuali
kepada Allah. Menyampaikan kebenaran walaupun pahit dan tidak mempedulikan
celaan para pencela dalam kejujurannya. Dan tidaklah seseorang bergaul
dengannya melainkan merasa aman dan percaya pada dirinya, terhadap hartanya
dan keluarganya. Maka dia adalah penjaga amanah bagi orang yang masih hidup,
pemegang wasiat bagi orang yang sudah meninggal dan sebagai pemelihara harta
simpanan yang akan ditunaikan kepada orang yang berhak.
Seorang yang beriman dan jujur, tidak berdusta dan tidak mengucapkan
kecuali kebaikan. Berapa banyak ayat dan hadist yang menganjurkan untuk jujur
dan benar, sebagaimana firman-firman Allah yang berikut.
“Allah berfirman, ‘Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-orang yang
benar kebenaran mereka. Bagi mereka surga yang di bawahnya mengalir sungai-
sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka
dan mereka pun ridha terhadap-Nya. Itulah keberuntungan yang paling besar.’”

20 | Akhlak Tasawuf Muhasabah, Khauf, Raja’, Shiddiq


(Q.S. al-Maidah:119)35

4. Ciri-Ciri Orang yang Bersifat Siddiq


Orang-orang yang siddiq memiliki beberapa fitur, di antara fitur-fitur
mereka yang Allah gambarkan dalam Al-Quran adalah:
a. Teguh pendiriannya terhadap apa yang dicita-citakan (diyakininya). Firman
Allah SWT: “Diantara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang
menepati (membenarkan) apa yang telah mereka janjikan kepada Allah,
maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula)
yang menunggu-nunggu dan mereka sedikitpun tidak merubah (janjinya). ”
(QS Al-Ahzab: 23)
b. Tidak ragu untuk berjihad dengan harta dan jiwa mereka. Allah SWT berfir-
man dalam Al-Quran: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah
orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka
tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada
jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar. ”(QS Al-Hujurat: 15)
c. Memiliki keimanan kepada Allah SWT, Rasulullah SAW, bersedekah,
mendirikan shalat, menunaikan zakat, menepati janji dan sa-
bar. FirmanNya: “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan bar-
at itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman
kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan
memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim,
orang-orang miskin, musafir dan orang-orang yang meminta-minta; dan
(memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat;
dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-
orang yang sabar dalam kesempitan , penderitaan dan dalam pepe-
rangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itu-
lah orang-orang yang bertakwa. ”(QS Al-Baqarah: 177)
d. Memiliki komitmen yang tinggi terhadap Islam. Firman Allah SWT: “… ba-
rang siapa yang berpegang teguh dengan agama Allah, maka sungguh ia te-

35
http://faristin-ichsan.blogspot.com/2012/06/jujur-shidiq.html

21 | Akhlak Tasawuf Muhasabah, Khauf, Raja’, Shiddiq


lah mendapatkan hidayah menuju jalan yang lurus …” (QS Ali Imran:
101).36

5. Cara Mencapai Sifat Shiddiq


Setelah kita melihat urgensitas sifat sidiq ini, maka setidaknya muncul da-
lam hati kita keinginan untuk melengkapi diri dengan sifat ini. Karena sifat ini
benar-benar merupakan intisari dari kebaikan. Dan sifat ini pulalah yang dimiliki
oleh sahabat yang paling dicintai Rasulullah SAW yaitu Abu Bakar Asidiq.
Penulis melihat ada beberapa cara yang semoga dapat membantu menum-
buhkan sifat ini:
a. Senantiasa memperbaharui keimanan dan keyakinan kita (baca; ketsiqahan)
kepada Allah SWT. Karena pondasi dari sifat sidiq ini adalah kuatnya keya-
kinan kepada Allah.
b. Melatih diri untuk bersikap jujur diamana saja dan kapan saja serta kepada
siapa saja. Karena kejujuran merupakan karakter mendasar sifat sidiq.
c. Melatih diri untuk senantiasa membenarkan sesuatu yang datang dari Allah
(Al-Qur’an dan sunnah) , meskipun hal tersebut terkesan bertentangan dengan
rasio. Karena kebenaran mutlak hanyalah milik Allah. Sementara ijtihad
manusia masih sangat memungkinkan adanya kesalahan.
d. Senantiasa melatih diri untuk komitmen dengan Islam dalam segala aspeknya;
aqidah, ibadah, akhlaq dan syari’ah. Karena salah satu ciri siddiqin adalah
memiliki komitmen yang tinggi terhadap Islam:
ِ ‫ِي ِإلَى‬
‫ص َراطٍ ُم ْستَق ٍِيم‬ ِ َّ ‫َو َم ْن َي ْعت َِص ْم ِب‬
َ ‫اَّلل فَقَدْ هُد‬
“…barang siapa yang berpegang teguh dengan agama Allah, maka
sungguh dia telah mendapatkan hidayah menuju jalan yang lurus…”
e. Sering mentadaburi ayat-ayat Allah, hadits-hadits Rasulullah SAW mengenai
sifat sidiq. Karena mentadaburi ayat dan hadits juga merupakan cara
tersendiri yang sangat membekas dalam jiwa manusia.
f. Senantiasa membuka-buka lembaran-lembaran sejarah kehidupan salafu
shaleh, terutama pada sikap-sikap mereka yang menunjukkan kesiddiqannya.

36
http://ekaputri12.wordpress.com/2012/12/19/makalah-agama-islam-sidiq/

22 | Akhlak Tasawuf Muhasabah, Khauf, Raja’, Shiddiq


g. Memperbanyak dzikir dan amalan-amalan sunnah. Karena dengan hal-hal ter-
sebut akan menjadikan hati tenang dan tentram. Hati yang seperti ini akan
mudah dihiasi sifat sidiq. 37

6. Ruang Lingkup Sifat Shiddiq


Imam Ghazali menyebutkan ada 6 jenis sidik yang perlu direalisasikan da-
lam diri seorang mu’min agar menjadi mu’min yang sebenarnya.(Ihya Vol4. :375
– 380).
a. Sidqul Lisan (Benar dalam ucapan). Ucapan manusia adalah ekspresi yang
ada dihatinya. Hati yang baik melahirkan ucapan yang baik. Sebaliknya
hati yang buruk mengeluarkan ucapan yang buruk. Perbaikan ucapan harus
dimulai dari perbaikan hati. Apabila hati baik, ucapan yang keluar menjadi
baik dan selanjutnya akan mengikuti oleh prilaku yang baik. Dan prilaku
yang baik akan dibalas dengan ampunan dosa yang dapat membersihkan
diri manusia.
“Hai orang-orang yang beriman bertaubatah kepada Allah dan berkatalah
yang benar, niscaya Allah akan memperbaiki amal-amal perbuatan dan
mengampuni dosa-dosamu(QS.33: )
b. Sidqul Niyah dan Irodah (Benar dalam keyakinan dan motivasi). Nilai
perbuatan seseorang tergantung motivasi dan niatnya. Manakala perbuatan
yang baik dilandasi denga niat yang baik, mangharap ridho Allah maka
nilai perbuatan itu menjadi baik, sebaliknya manakala motivasi dan
niatnya buruk sekaligus tampak lahiriahnya kelihatan baik, seperti apa-apa
yang kadang-kadang dilakuakan oleh orang munafik.
Nabi bersabda : “sesungguhnya amal perbuatan manusia tergantung
niatnya. Dan amal setiap orang mendapatkan balasan perbuatan yang ter-
gantung niatnya.”
c. Sidqul Wafa (Benar dalam Kesetiaan). Untuk melakukan perbuatan yang
baik dan benar tidak cukup dengan adanya keinginan dan motivasi, tetapi
harus ditopang dengan tekad yang kuat untuk merealisasikan perbuatan

37
http://ekaputri12.wordpress.com/2012/12/19/makalah-agama-islam-sidiq/

23 | Akhlak Tasawuf Muhasabah, Khauf, Raja’, Shiddiq


tersebut banyak rintangan, tantangan dan kedalanya.
Suksesnya Abu Bakar dalam memerangi orang-orang yang murtad, tidak
mau membayar zakat, karena tekadnya yang luar biasa untuk memerangi
orang-orang murtad sekalipun sendirian tanpa dukungan sahabat-
sahabatnya yang lain. Tekad inilah yang kemudian mendapatkan dukungan
dan simpati Umar dan seluruh sahabat yang lain.
d. Sidqul Wafa (Benar dalam kesetiaan) Wafa (setia) adalah sifat ulul albab,
orang-orang suci, orang-orang mu’min dan mutaqin yang dipuji didalam
Al Qur’an. Ulul albab adalah “orang-orang yang setia memenuhi janjinya
kepada Allah dan tidak merusak janji” (13 : 20) orang-orang Abror (suci)
adalah yang setia menunaikan nazarnya dan takut akan sesuatu hari
(kiamat) yang azabnya tersebar dimana-mana (76:7)
e. Sidqul Amal (Benar dalam Perbuatan) : Risalah manusia adalah untuk be-
ramal, berbuat yang shaleh dan positif. “Dan katakanlah : “Bekerjalah
kamu maka Allah dan RasulNya serta orang-orang mu’min akan melihat
amal perbuatannya.(9 : 105). Amal perbuatan yang benar yang akan men-
jadi bekal yang membahagiakan manusia kelak di akhirat.” Barang siapa
yang lebih berat timabangan amal baiknya maka dia akan mendapatkan
kehidupan yang menyenangkan” (101 :7)
f. Sidik dalam merealisir tingkatan-tingkatan terpuji. Mu’min sejati adalah
yang dapat mengembangkan seluruh pontensi dan sifat-sifatnya. Seperti
yang digamabrkan dalam surat Attaubah (9: 111-112) “Sesungguhnya Al-
lah telah membeli dari orang-orang mu’min diri dan harta mereka dengan
memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah lalu
mereka membunuh atau terbunuh. Sesungguhnya itu telah menjadi janji
yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al-Qur’an dan siapakah
yang lebih menepati janjinya selain dari pada Allah ? maka bergembiralah
dengan jual beli yang elahkamu lakukan. Dan itulah kemenangan yang be-
sar . “mereka itulah orang-orang yang bertaubat, yang beribadah,
yangmemuji Allah, yang melawat untuk mencari ilmu pengetahuan atau
berjihad, yang ruku, yang sujud, yang menyuruh berbuat ma’ruf dan

24 | Akhlak Tasawuf Muhasabah, Khauf, Raja’, Shiddiq


mencegah berbuat mungkar dan yang memelihara hukum hukum Allah
dan gembiralah orang-orang mu’min itu.38

 
 
 
 
 
 



 
 
 
   
   
 

“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan per-


empuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-
laki dan perempuan yang khusu, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-
laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memlihara ke-
hormatan, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Alla. Allah
telah menyediakan untuk menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang
besar.(33:35).39

38
http://ekaputri12.wordpress.com/2012/12/19/makalah-agama-islam-sidiq/
39
http://ekaputri12.wordpress.com/2012/12/19/makalah-agama-islam-sidiq/

25 | Akhlak Tasawuf Muhasabah, Khauf, Raja’, Shiddiq


BAB III
PENUTUP

I. KESIMPULAN

Muhasabah atau introspeksi diri sangat dibutuhkan seorang muslim


dalam bertasawwuf serta untuk membangun akhlaknya. Muhasabah akan
senantiasa memajukan peradaban Islam selama muslim masih memakainya.
Sehingga tidak timbul lagi dikemudian hari, sebuah Negara non-muslim yang
Islami atau Negara muslim yang non-Islami. Muhasabah sendiri adalah salah satu
jihad terbesar, yakni jihad melawan hawa nafsu.
Khauf dan Raja’ adalah sarana pengendali lain bagi seorang muslim
untuk lebih memahami Allah. Khauf adalah takut secara positif yang sangat
bermanfaat dalam ketaatan yang hakiki serta menjauhkan Allah dari Perspektif
ada dan tiada dengan jalan mengagumi ciptaan-Nya.
Shiddiq bukan hanya dimiliki Rasul yang diutus Allah di muka bumi
saja. Kita pun bias menumbuhkan sifat shiddiq dengan memulai sesuatu bagian
kecil yang positif dari hidup kita. jujur adalah sebuah sikap yang selalu berupaya
menyesuaikan atau mencocokan antara Informasi dengan fenomena. Dalam agama
Islam sikap seperti inilah yang dinamakan shiddiq. Makanya jujur itu ber-nilai tak
terhingga.

26 | Akhlak Tasawuf Muhasabah, Khauf, Raja’, Shiddiq

Anda mungkin juga menyukai