Anda di halaman 1dari 8

Tugas Hubungan Antar Suku Bangsa

ETNISITAS DAN NASIONALISME


DI KAB. ENREKANG PROVINSI SULAWESI SELATAN

Dosen : Dr. Imam Ardhianto

WILY YULISTIYO

2022082229

MAHASISWA S2 STIK ANGKATAN XII

2022
ETNISITAS DAN NASIONALISME
DI KAB. ENREKANG PROVINSI SULAWESI SELATAN

I. PENDAHULUAN
Etnisitas dan nasionalisme merupakan bagian dari kajian hubungan antar
suku bangsa yang perlu dipahami, termasuk bagi polisi dalam fungsinya untuk
memelihara keamanan dan ketertiban hingga melayani, mengayomi dan
melindungi masyarakat. Dengan memahami konsep diatas maka akan sangat
membantu bagi kepolisian untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsinya.
Sebagai pendahuluan,
penulis akan menjelaskan
bagaimana situasi di Kab.
Enrekang Provinsi Sulawesi
Selatan dimana penulis pernah
bertugas selama 1 tahun 4 bulan
pada tahun 2016. Kab. Enrekang
merupakan salah satu kabupaten
yang komposisi masyarakatnya
SUKU DURI
multikultur sehingga dapat
SUKU BUGIS
dilakukan kajian hubungan antar
suku bangsa sebagaimana pembahasan dalam hubungan antar suku bangsa.
Kabupaten Enrekang adalah salah satu kabupaten di provinsi Sulawesi
Selatan, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di kecamatan Enrekang.
Kabupaten ini memiliki luas wilayah 1.786,01 km² dan jumlah penduduk tahun
2021 sebanyak 225.172 jiwa.1 Secara administratif wilayah Kab. Enrekang terbagi
dalam 12 kecamatan. Secara geografis, administratif dan sosial budaya wilayah
Kab. Enrekang dapat dibagi dalam 2 kelompok besar sebagai berikut :
A. Wilayah dataran tinggi yang didominasi Suku Duri. Dalam peta diatas
wilayah dataran tinggi digambarkan oleh titik-titik berwarna kuning. Dataran
tinggi ini terdiri dari 8 kecamatan yaitu Baroko, Masalle, Alla, Curio, Malua,
Baraka, Bungin, Buntu Batu dan Anggeraja. Kondisi geografisnya
didominasi oleh pegunungan dan perbukitan. Di wilayah ini juga merupakan

1
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Enrekang
titik tertinggi Gunung Latimojong yang merupakan gunung tertinggi di Pulau
Sulawesi. Jadi sebagian besar wilayah ini merupakan kaki gunung
Latimojong. Wilayah dataran tinggi didominasi oleh Suku Duri yang secara
historis dan budaya memili keterkaitan erat dengan Suku Toraja dimana Kab.
Tana Toraja berbatasan langsung dengan Kab. Enrekang di sebelah utara. Jadi
secara historis masyarakat Suku Duri pada masa lalu merupakan bagian dari
Suku Toraja karena dari bahasa yang digunakan, Suku Duri memiliki
kesamaan bahasa dengan Suku Toraja yang merupakan tetangga kabupaten
dari Kab. Enrekang. Masyarakat dataran tinggi sebagian besar adalah petani,
wilayah ini merupakan penghasil utama sayur mayur di Prov. Sulawesi
Selatan. Iklim yang mendukung dan kontur tanah yang berbukit serta sumber
air yang memadai mendukung wilayah ini untuk menjadi kawasan pertanian
yang produktif. Produk utama dari dataran tinggi Enrekang ini adalah bawang
merah, kol, jagung dan cengkeh.
B. Wilayah dataran rendah yang didominasi Suku Bugis dan Suku
Masenrempulu. Dalam peta diatas wilayah dataran rendah digambarkan oleh
titik-titik berwarna biru. Wilayah dataran rendah ini terdiri dari 4 kecamatan
yaitu Enrekang, Bungin, Cendana dan Maiwa. Pada dataran rendah terdapat
2 suku yang dominan yaitu Suku Massenrempulu dan Suku Bugis. Suku
Massenrempulu sendiri secara adat dan budaya relatif dekat dengan Suku
Bugis. Perbedaannya akan terlihat pada bahasa dimana bahasa
Massenrempulu berbeda dengan bahasa Bugis. Masyarakat dataran rendah
sebagian besar berprofesi sebagai pedagang dan pegawai. Pertanian di dataran
rendah tidak sebaik dan seproduktif di dataran tinggi.

Secara persentase, masyarakat Suku Duri di dataran tinggi dengan masyarakat


Suku Massenrempulu dan Suku Bugis di dataran rendah relatif berimbang, tidak
terdapat kecenderungan dimana suatu suku atau kelompok mendominasi secara
sosial, ekonomi maupun politik. Hal ini cukup memberikan kontribusi positif pada
perkembangan ekonomi dimana Kab. Enrakang sudah mulai menunjukan geliat
ekonomi pada bidang pertanian dan merupakan penghasil sayuran terbesar di
wilayah Sulawesi Selatan.
II. PEMBAHASAN

A. Apa pengalaman di lapangan tempat bertugas yang dilalui oleh saudara-


saudara yang bisa diceritakan mengenai hal demikian?
Berdasarkan pengalaman penulis bertugas di beberapa kabupaten / kota
di Provinsi Sulawesi Selatan, Kabupaten Enrekang merupakan contoh yang
paling relevan dengan tema etnisitas dan nasionalisme. Kabupaten Enrekang
berada di bagian tengah Provinsi Sulawesi Selatan yang dikenal berkontur
pegunungan dan perbukitan. Faktor geografis ini mempengaruhi situasi sosial
budaya di Kab. Enrekang dimana terdapat perbedaan kesukuan antara dataran
tinggi dengan dataran rendah.
Sebagaimana disebutkan dalam materi bahwa etnisitas dan
nasionalisme merupakan warisan dari sejarah dan peradaban (batas-batas
kerajaan / imperium) maka hal ini juga relevan dengan situasi sosial di Kab.
Enrekang. Secara umum kesukuan di Enrekang terbagi menjadi 2 yaitu Suku
Duri di dataran tinggi kemudian ada Suku Bugis dan Suku Massenrempulu di
dataran rendah. Perbedaan ini merupakan buah dari kondisi geografis yang
memisahkan dataran tinggi dengan dataran rendah sehingga pada masa lalu,
interaksi sosial masyarakat dataran tinggi lebih intens dengan masyarakat
Toraja sedangkan masyarakat di dataran rendah interaksinya lebih intens
dengan masyarakat Bugis (Bugis Sidrap dan Bugis Pinrang).
Suku Duri di dataran tinggi memiliki keterkaitan kuat dengan Suku
Toraja yang merupakan suku penghuni Kab. Tana Toraja dan Kab. Toraja
Utara (berbatasan langsung dengan Kab. Enrekang di sebelah utara).
Kesamaan yang paling menonjol adalah bahasanya yang sangat mirip dengan
bahasa toraja. Selain itu di dataran tinggi banyak ditemukan kuburan batu
(tebing batu yang dijadikan kuburan / tempat menyimpan mayat) sama seperti
di Kab. Tana Toraja. Namun yang membedakan adalah masyarakat Kab.
Tana Toraja dan Kab. Toraja Utara mayoritas beragama nasrani sedangkan
masyarakat Suku Duri mayoritas beragama islam. Dari aspek budaya dan adat
istiadat juga sudah banyak berbeda karena masyarakat Suku Duri mayoritas
merupakan penganut muslim yang taat sehingga sudah banyak meninggalkan
budaya animisme.
Suku Bugis dan Suku Massenrempulu di dataran rendah memiliki
keterkaitan kuat dengan masyarakat bugis di Kab. Pinrang dan Kab. Sidrap
(berbatasan langsung dengan Kab. Enrekang di bagian selatan). Dari segi
bahasa, masyarakat Suku Bugis dan Suku Massenrempulu di Enrekang hanya
sedikit berbeda dengan bahasa Suku Bugis Sidrap maupun Suku Bugis
Pinrang, hanya berbeda logat saja. Dari aspek budaya dan adat istiadat juga
memiliki kemiripan yang erat dengan adat dan budaya bugis lainnya.
Selanjutnya meskipun terbagi dalam 2 kelompok suku besar, namun
kehidupan sosial berjalan relatif kondusif, tidak ada konflik dalam skala besar
yang berorientasi pada kesukuan. Hal ini karena adanya pembagian yang jelas
dalam aspek-aspek ekonomi yaitu masyarakat Suku Duri di dataran tinggi
cenderung bertani dan berkebun sedangkan masyarakat Suku Bugis dan Suku
Massenrempulu cenderung bedagang. Persoalan yang jamak terjadi pada
masyarakat antar etnis biasanya berkaitan dengan perebutan lahan atau
sengketa lahan, hal ini kecil kemungkinan terjadi di Enrekang karena masing-
masing suku memiliki batas geografis yang jelas yaitu dataran rendah dan
dataran tinggi sehingga kecil kemungkinan untuk saling bersinggungan.

B. Uraikanlah bagaimana etnisitas itu relevan dalam memahami


kebangsaan kita yang majemuk? Dan apakah terdapat persoalan.
Etnisitas pada kondisi masyarakat Kab. Enrekang relevan dalam
memahami kebangsaan kita yang majemuk. Sama seperti Indonesia yang
kaya akan keragaman,terutama keragaman etnis yang merupakan warisan
dari sejarah dan peradaban dalam hal ini batas-batas geografis Indonesia yang
terdiri dari ribuan pulau. Kondisi geografis ini merupakan salah satu faktor
yang menyebabkan keragaman etnis di Indonesia karena interaksi masyarakat
pada masa lalu terbatasi oleh kondisi alam yang mutlak tidak bisa dengan
mudah untuk dilalui. Selain faktor alam, batas-batas wilayah ini juga
merupakan warisan dari batas administrasi kolonial Belanda yang bertahan
hingga saat ini. Pemerintahan kolonial membagi wilayah Hindia Belanda
menjadi daerah-daerah administrasi tertentu sehingga memudahkan
pemerintah kolonial.
Sama dengan kondisi keragaman di Indonesia, keragaman di Enrekang
juga merupakan warisan dari sejarah dan peradaban. Sejak dahulu, Sulawesi
Selatan terbagi dalam 4 suku besar yaitu Suku Makassar, Suku Bugis, Suku
Toraja dan Suku Mandar. Wilayah Enrakang yang secara geografis berada
pada pertengahan antara masyarakat dominan Suku Bugis (Pinrang dan
Sidrap) dan masyarakat dominan Suku Toraja (Tana Toraja dan Toraja Utara)
menjadi terimbas karena wilayahnya terbagi dalam 2 kelompok besar yaitu
masyarakat dataran tinggi yang dominan Suku Duri (memiliki keterkaitan
erat dengan Suku Toraja) dan masyarakat dataran rendah yang dominan Suku
Bugis dan Suku Massenrempulu.
Selanjutnya apakah terdapat persoalan? Penulis dapat menceritakan dan
menjelaskan pengalaman penulis pada saat mengikuti tahapan Pilkada
Serentak Tahun 2018 dimana Kab. Enrekang merupakan salah satu kabupaten
yang melaksakan pilkada. Pada saat itu Bupati Petahana Drs. Muslimin
Bando yang merupakan Suku Duri hendak maju kembali menjadi calon
bupati periode berikutnya. Permasalahan muncul ketika calon wakil bupati
yang konon akan berpasangan dengan Drs. Muslimin Bando adalah seorang
anggota DPRD dari Suku Duri juga. Hal ini menjadi polemik karena
masyarakat dataran rendah meminta Drs. Muslimin Bando untuk berpasangan
dengan tokoh masyarakat dataran rendah dari Suku Bugis atau Suku
Massenrempulu. Bahkan dalam suatu aksi unjuk rasa masyarakat dataran
rendah ketika itu, salah satu orator mengatakan “Kalau perlu MB (Muslimin
Bando) berpasangan dengan tiang listrik yang ada di dataran rendah,
pokoknya apapun itu yang penting dari dataran rendah.” Dari kalimat itu
bisa dilihat betapa masyarakat dataran rendah ingin ada perwakilan dari
masyarakatnya yang turut memimpin di Kab. Enrekang. Di budaya umum
masyarakat Sulawesi Selatan hal ini dikenal dengan budaya Siri atau budaya
mempertahankan harga diri.
Dari situasi tersebut dapat disimpulkan bahwa meskipun pada
kehidupan sosial sehari-hari masyarakat Kab. Enrekang sangat aman dan
kondusif namun pada situasi tertentu dan aspek tertentu (seperti politik) bisa
juga terjadi persoalan yang mengarah pada konflik antar suku. Sehingga
diperlukan pemahaman hubungan antar suku bangsa dalam mengatasi situasi-
situasi seperti dicontohkan diatas terutama bagi kepolisian sebagai
penanggungjawab keamanan di suatu wilayah.
III. PENUTUP
Demikian penulis menggambarkan bagaimana situasi etnisitas di Kab.
Enrekang Provinsi Sulawesi Selatan. Menurut pendapat penulis, terdapat
kesesuaian antara penjelasan etnisitas dan nasionalisme dengan situasi riil di
lapangan. Apa yang sudah dipelajari dapat dikaji secara empiris dalam fenomena-
fenomena yang terjadi di lapangan. Contohnya disebutkan pada pembahasan
bagaimana etnisitas di Kab. Enrekang itu merupakan warisan dari sejarah dan
peradaban di lingkungan Sulawesi Selatan pada masa
Di bagian akhir, perkenankan penulis memberikan saran masukan yang
diharapkan dapat memberi manfaat dan kontribusi positif. Menurut penulis,
konsep-konsep hubungan antar suku bangsa ini perlu disosialisasikan secara masif
terutama pada aparatur pemerintahan dimana didaerah itu masyarakatnya
multikultur. Pada saat penulis bertugas di Kab. Enrekang, penulis menyadari
aparatur pemerintahan dan petugas polisi disana tidak banyak mengetahui konsep-
konsep sebagaimana yang dipelajari dalam hubungan antar suku bangsa. Sehingga
yang penulis lihat di lapangan, apapun konflik atau persoalan di lapangan,
penanganannya relatif sama tanpa ada pertimbangan tertentu ketika konflik
melibatkan antar kelompok yang berbeda dari aspek sosial.

Anda mungkin juga menyukai