Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH SISTEM HORMON

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


“Fisiologi Hewan”
Dosen Pengampu :
Desi Kartikasari, M.Si

Diusun Oleh Kelompok 5 :


Anggota Kelompok:

1. Afro’ul Usnah (126208202041)


2. Annisa’ Farah Dina Ariani (126208201008)
3. Lalita Hany (126208203089)

Tadris Biologi
Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Universitas Islam Negeri Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung
September 2022

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Sistem Hormon” ini tepat pada waktunya. Shalawat serta salam semoga senantiasa
abadi, tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw. dan keluarga serta sahabatnya.
Sehubungan dengan selesainya penulisan makalah ini maka kami mengucapkan terima
kasih kepada:

1. Dr. Maftuhin, M.Ag. selaku rektor UIN Sayyid Ali Rahmatullah


Tulungagung yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk menimba
ilmu di UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung.
2. Desi Kartikasari, M.Si selaku dosen pengampu mata kuliah Fisiologi Hewan
3. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan makalah ini.

Dengan penuh harap semoga jasa mereka diterima oleh Allah swt. dan tercatat
sebagaiamal shalih. Akhirnya makalah ini penulis suguhkan kepada segenap pembaca
dengan berharapadanya kritik dan saran yang bersifat konstruktif demi pengembangan
dan perbaikan. Semogamakalah ini bermanfaat dan mendapatkan ridho Allah swt.

Tulungagung, Oktober 2022

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................... ii


KATA PENGANTAR ................................................................................................ iii
DAFTAR ISI.............................................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR................................................................................................... v
BAB I ......................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................... 1
1.3 Tujuan ........................................................................................................ 2
BAB II ........................................................................................................................ 3
2.1 Pengertian Sistem Hormon.......................................................................... 3
2.2 Hubungan Sistem Saraf dan Sistem Endokrin .............................................. 4
2.3 Klasifikasi Hormon ..................................................................................... 4
2.4 Contoh Mekanisme Regulasi dan Sekresi Hormon....................................... 5
2.5 Mekanisme Sekresi Hormon ....................................................................... 6
2.6 Mekanisme Kerja Hormon .......................................................................... 8
2.7 Perbedaan Hormon Neurohipofisis dan Adenohipofisis ............................... 8
2.8 Hipofisis ................................................................................................... 11
2.9 Hormon Tiroid Terhadap Perkembangan dan Metamorfosis Katak............. 13
2.10 Kontrol Hormon Terhadap Siklus Menstruasi ............................................ 15
2.11 Peranan Hormon Juvinile Terhadap Perkembangan Metamorfosis Serangga
17
BAB III ..................................................................................................................... 19
3.1 Kesimpulan .............................................................................................. 19
3.2 Saran ........................................................................................................ 20
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 21

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1: Sistem Endokrin Pada Amphibi .................................................................. 5


Gambar 2: Skema Pengendalian Umpan Balik Produksi Hormon Tiroksin. ................... 8
Gambar 3: Hubungan Hipothalamus Hipofisis dan hormone-hormon yang dihasilkan . 12
Gambar 4: Peranan hormone tiroid dalam mengontrol metamorphosis katak hijau ...... 13
Gambar 5: Siklus menstruasi ..................................................................................... 15
Gambar 6: Pengendalian hormon pada pergantian kulit serangga ................................ 17

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hormon merupakan senyawa kimia, berupa protein yang berfungsi untuk memacu
atau merangsang proses metabolisme tubuh. Dengan adanya hormon dalam tubuh maka
organ akan berfungsi menjadi lebih baik. Fungsi dasar hormon yaitu untuk mengatur
pertumbuhan, reproduksi, tingkah laku, dan perkembangan atau metabolisme.
Hormon berasal dari kata Hormaein yang berarti memacu atau merangsang.
Dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah yang tidak terlalu banyak, tetapi jika kekurangan
atau kelebihan akan mengakibatkan hal yang tidak baik seperti munculnya penyakit
sehingga dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan serta proses metabolisme
tubuh. Hormon juga dapat mengatur siklus reproduksi pada hampir semua organisme
multiselular.
Hormon terdiri dari 2 jenis berdasarkan struktur kimiawinya yaitu hormon yang
terbuat dari peptida (hormon peptida) dan hormon yang terbuat dari kolesterol (hormon
steroid). Perbedaan saraf dan hormon adalah saraf bekerja cepat dan pengaruhnya cepat
hilang. Sedangkan hormon bekerja lambat dan pengaruhnya lama.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan sistem hormon?
2. Bagaimana hubungan antara sistem saraf dan sistem endokrin sebagai sistem
integratif?
3. Apa saja klasifikasi hormon berdasarkan pengaruh hormon terhadap jaringan target?
4. Apa saja contoh mekanisme regulasi produksi dan sekresi hormon?
5. Bagaimana mekanisme kerja berbagai stimulus yang mempengaruhi sekresi hormon?
6. Bagaimana mekanisme kerja hormon pada sel target?
7. Bagaimana perbedaan struktur dan fungsi antara neurohipofisis dan adenohipofisis?
8. Mengapa hipofisis disebut “master of glands”?
9. Bagaimana pengaruh hormon teroid terhadap perkembangan dan metamorfosis katak
hijau?
10. Bagaimana kontrol hormon terhadap siklus menstruasi?
11. Bagaimana peranan hormon juvenile terhadap perkembangan metamorfosis

1
serangga?

1.3 Tujuan Masalah


1. Mengetahui pengertian sistem hormon
2. Mengetahui hubungan antara sistem saraf dan sistem endokrin sebagai sistem
integratif
3. Mengetahui klasifikasi hormon berdasarkan pengaruh hormon terhadap jaringan
target
4. Mengetahui contoh mekanisme regulasi produksi dan sekresi hormon
5. Mengetahui mekanisme kerja berbagai stimulus yang mempengaruhi sekresi hormon
6. Mengetahui mekanisme kerja hormon pada sel target
7. Mengetahui perbedaan struktur dan fungsi antara neurohipofisis dan adenohipofisis
8. Mengetahui alasan hipofisis disebut “master of glands”
9. Mengetahui pengaruh hormon teroid terhadap perkembangan dan metamorfosis
katak hijau
10. Mengetahui kontrol hormon terhadap siklus menstruasi
11. Mengetahui peranan hormon juvenile terhadap perkembangan metamorfosis
serangga

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sistem Hormon


Kata hormon berasal dari bahasa Yunani yakni hormaen yang berarti menggerakkan.
Hormon adalah senyawa organik yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin (kelenjar buntu).
Hormon berfungsi untuk mengatur pertumbuhan, perkembangan, reproduksi,
tingkah laku, keseimbangan,dan metabolisme. Hormon masuk ke dalam peredaran darah
menuju organ target. Walaupun jumlah yang dibutuhkan sedikit, namun keberadaan
hormon dalam tubuh sangatlah penting yakni mempunyai kemampuan kerja yang besar
dan lama pengaruhnya karena hormon mempengaruhi kerja organ dan sel.
Istilah “hormon” (dari bahasa Yunani, untuk membangunkan atau menjadi bergerak)
mewakili hasil sekresi dari jaringan glandular endokrin. Hormon dapat dinyatakan
sebagai substansi integrator kimia organik, dibentuk oleh jaringan glandular endokrin
yang ada dalam satu organ atau bagian dari tubuh, dan ditransfer dalam beberapa jarak
melalui darah, limfe, atau nervus ke organ lain atau bagian tubuh lain untuk dirangsang
atau dihambat
Pada hewan, hormon yang paling dikenal adalah hormon yang diproduksi oleh
kelenjar endokrin vertebrata. Walaupun demikian, hormon dihasilkan oleh hampir semua
sistem organ dan jenis jaringan pada tubuh hewan. Molekul hormon dilepaskan langsung
ke aliran darah, walaupun ada juga jenis hormon yang disebut ektohormon (ectohormone)
yang tidak langsung dialirkan ke aliran darah, melainkan melalui sirkulasi atau difusi ke
sel target.
Pada prinsipnya pengaturan produksi hormon dilakukan oleh hipotalamus (bagian
dari otak). Hipotalamus mengontrol sekresi banyak kelenjar yang lain, terutama melalui
kelenjar pituitari, yang juga mengontrol kelenjar-kelenjar lain. Hipotalamus akan
memerintahkan kelenjar pituitari untuk mensekresikan hormonnya dengan mengirim
faktor regulasi ke lobus anteriornya dan mengirim impuls saraf ke posteriornya dan
mengirim impuls saraf ke lobus posteriornya.

2.1.1 Sifat-Sifat Hormon


Semua hormon umumnya memperlihatkan adanya kesamaan sifat, yakni:
1. Hormon polipeptida biasanya disintesis dalam bentuk prekursor yang belum

3
aktif(prohormon), contohnya proinsulin
2. Sejumlah hormon dapat berfungsi dalam konsentrasi yang sangat rendah dan
sebagian hormon berumur pendek.
3. Beberapa jenis hormon (misalnya adrenalin) dapat segera bereaksi dengan sel
sasaran, sedangkan hormon yang lain (contohnya estrogen dan tiroksin) bereaksi
secara lambat.
4. Pada sel sasaran, hormon akan berikaitan dengan reseptornya

2.2 Hubungan Sistem Saraf dan Sistem Endokrin


Sistem saraf dan sistem hormon memiliki hubungan fungsional yang sangat erat,
yaitu dalam hal fungsi integratif. Sistem endokrin dapat dijumpai pada semua golongan
hewan, baik vertebrata maupun invertebrata. Sistem endokrin (hormon) dan sistem saraf
secara bersama lebih dikenal sebagai supra sistem neuroendokrin yang bekerja sama
secara kooperatif untuk menyelenggarakan fungsi kendali dan koordinasi pada tubuh
hewan. Pada umumnya, sistem endokrin bekerja untuk mengendalikan berbagi fungsi
fisiologis tubuh, antara lain aktivitas metabolisme, pertumbuhan, reproduksi, regulasi
osmotik, dan regulasi ionik.
Sistem hormon dan sistem saraf keduanya tergolong ke dalam sistem regulasl. Semua
sistem regulasi berkaitan dengan proses penyampaian informasi. Suatu hubungan yang
unik antara sistem hormon dan sistem saraf adalah bahwa kelenjar hipofisis yang dikenal
sebagai "the master of gland" karena memengaruhi banyak kelenjar endokrin, ternyata
sifatnya tidak otonom, akan tetapi dipengaruhi oleh hipotalamus. Sistem hormon dan
sistem saraf memiliki persamaan untuk membantu mengatur dan memelihara
homeostatis.

2.3 Klasifikasi Hormon


Hormon dapat diklasifikasikan dengan berbagai cara, salah satunya berdasarkan atas
pengaruh hormon terhadap jaringan sasaran (target). Pengaruh hormon terhadap jaringan
target berbeda-beda dan dikelompokkan menjadi 4 kelompok hormon:
1. Hormon yang berpengaruh kinetik, meliputi migrasi pigmen (melatonin).
kontraksi otot (epineprin, oksitosin), dan sekresi kelenjar eksokrin dan endokrin
(sekretin, gastrin, hormon pelepas hipotalamik).
2. Hormon yang berpengaruh metabolik, terutama terdiri atas hormon yang

4
berpengaruh pada perubahan laju dan keseimbangan reaksi-reaksi (tiroksin,
insulin, hormon pertumbuhan, glukokortikoid), keseimbangan elektrolit dan air
(ADH, aldosteron, parathormon, kalsitonin)
3. Hormon yang berpengaruh morfogenetik, bersangkutan pada pertumbuhan
(hormon pertumbuhan), pergantian kulit (tiroksin, kortikosteroid), metamorfosis
(tiroksin), pematangan gonad (FSH), pelepasan gamet (LH), diferensiasi
kelamin (androgen, estrogen).
4. Hormon yang berpengaruh pada tingkah laku, sebagai hasil pengaruh hormon
terhadap fungsi sistem saraf (estrogen, progesteron, androgen).

2.4 Contoh Mekanisme Regulasi dan Sekresi Hormon


Sistem Endokrin Pada Amphibia

Gambar 1: Sistem Endokrin Pada Amphibi

Sumber: https://images.app.goo.gl/F3YTvaJs5LKe5CUB9
Katak memiliki beberapa kelenjar endokrin yang menghasilkan sekresi intern disebut
hormon. Fungsinya mengatur atau mengontrol tugas-tugas tubuh, merangsang, baik yang
bersifat mengaktifkan atau mengerem pertubuhan, mengaktifkan berbagai jaringan dan
berpengaruh terhadap tingkah laku makhluk hidup.
• Pada dasar otak terdapat glandulae pituitaria atau glandula hypophysa. Bagian
anterior kelenjar ini menghasilkan hormon pertumbuhan. Hormon ini
mengontrol pertumbuhan tubuh terutama pada panjang tulang. Juga merangsang
gonad untuk menghasilkan sel kelamin
• Bagian tengah glandula .pituitaria menghasilkan hormon intermidine yang
mempunyai peranan dalam pengaturan cromatophora dalam kulit. Bagian
posterior glandula Pituitaria menghasilkan hormon yang mengatur pengambilan
air.

5
• Hormon tyroid yang mengatur metabolisme. Kelenjar ini menjadi besar pada
berudu sebelum metamorphose menjadi katak.
• Kelenjar pankreas menghasilkan enzim dan hormon insulin yang mengatur
meteabolisme zat gula.

2.5 Mekanisme Sekresi Hormon


Hormon diturunkan dari unsur-unsur penting; hormon peptida dari protein, hormon
steroid dari kolesterol, dan hormon tiroid serta katekolamin dari asam amino. Hormon-
hormon ini bekerjasama dengan sistem saraf pusat sebagai fungsi pengatur dalam
berbagai kejadian dan metabolisme dalam tubuh. Jika hormone sudah berinteraksi dengan
reseptor di dalam atau pada sel -sel target, maka komunikasi intraseluler dimulai. Untuk
itu perlu diketahui mengenai proses pengaturan sekresi hormon, pengikatan dengan
protein transpor, pengikatan dengan reseptor dan kemampuan untuk didegradasi dan
dibersihkan agar tidak memberikan dampak metabolisme yang berkepanjangan (Anwar,
2005).
Terdapat beberapa kemungkinan mekanisme untuk mensekresikan hormon. Untuk
kebanyakan hormon (kecuali steroid yang tidak disimpan dalam vesikel), teori yang
diterima secara luas adalah bahwa keseluruhan isi vesikel dituangkan keluar sel melalui
proses eksositosis. Sekresi terjadi sebagai respon terhadap stimulasi yang tepat pada sel
endokrin. Stimulusnya mungkin berupa hormon yang lain atau neurotransmiter pada
membran sel sekretori (misalnya sekresi ACh dari neuron simpatetik yang menginervasi
jaringan kromafin dari medula adrenal), atau sekresi mungkin dihasilkan dari stimulus
nonhumoral (misalnya stimulasi neuron yang mensekresikan hormon-hormon tertentu
karena peningkatan osmolaritas plasma).
Pada sel-sel saraf neurosekretori, stimulus menimbulkan potensial aksi yang
merambat ke ujung akson, dan akan merangsang pembebasan hormon pada ujung
tersebut. Hal ini jelas bahwa depolarisasi dalam bentuk impuls mengakibatkan sekresi
pada sel tersebut. Laju sekresi hormon meningkat dengan meningkatnya frekuensi impuls.
Depolarisasi tapa menghasilkan potensial aksi, misalnya dengan meningkatkan secara
eksperimental K+ ekstraseluler, ternyata juga diikuti oleh peningkatan laju sekresi
hormon. Sekresi meningkat ke maksimum dengan meningkatkan K+ ekstraseluler dan
peningkatan depolarisasi.

6
Stimulasi sekresi dengan depolarisasi, memungkinkan potensial aksi juga
meningkatkan sekresi dengan sifat dari depolarisasinya. Ca++ telah diketahui dengan baik
meregulasi pembebasan neurotransmiter, sehingga kalsium juga terlibat pada perangkai
sekresi hormon ke stimulasi hormon. Dari eksperimen diketahui bahwa semua stimulus
yang menyebabkan peningkatan pada konsentrasi ion kalsium internal, akan diikuti pula
oleh peningkatan aktivitas sekretori.

2.5.1 Pengaturan Sekresi Hormon


Sekresi hormon diatur dengan mekanisme yang nampaknya berlaku umum, yaitu
mekanisme pengendali umpan balik. Artinya produksi suatu hormon (hormone X)
dipengaruhi oleh hormon lain (hormon Y) yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin Z;
sebaliknya hormon X dapat mempengaruhi aktivitas kelenjar endokrin Z untuk
meproduksi Y. Misalnya hormon tiroksin yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid. Kelenjar
tiroid hanya dapat aktif mensekrisikan tiroksin apabila dirangsang oleh TSH (thyroid
stimulating hormone = hormon perangsang kelenjar tiroid) yang dihasilkan oleh
adenohipofisis. Sedangkan adenohipofisis hanya dapat menghasilkan TSH jika
dirangsang oleh TRF (thyrotropin releasing factor = faktor pelepas tirotropin) yang
dihasilkan oleh hipothalamus. Urutan pengendaliannya kurang lebih sebagai berikut:
Apabila kadar tiroksin dalam darah di bawah kadar minimum, hipotalamus akan
membebaskan TRF yang segera merangsang kelenjar hipofisis membebaskan TSH, yang
kemudian mempengaruhi keleniar tiroid untuk memproduksi tiroksin. Dengan cara ini
tiroksin dalam darah akan segera meningkat.
Tiroksin selain merangsang laju respirasi, bila kadar dalam darah meningkat sampai
batas tertentu, akan menghambat aktivitas hipotalamus dan hipofisis. Dengan hambatan
tiroksin, hipotalamus akan menurunkan (menghientikan) produksi TRF. Turunnya kadar
TRF akan menurunkan aktivitas hipofisis dalam memproduksi TSH. Bila Kadar TSH
turun, maka produksi tiroksin akan turn. Dengan mekanisme umpan balik seperti ini maka
produksi suatu hormon dapat dipertahankan dalam jeadaan seimbang dan mantap.
Rupanya mekanisme seporti di atas berlaku untuk , hormon-hormon yang produksinya
dipengaruhi ole hormon yang dihasilkan oleh, ,denohipofisis. Mckanisme pengendalian
umpan balik untuk produksi hormon iroksin dapat diskemakan sebagai berikut:

7
Gambar 2: Skema Pengendalian Umpan Balik Produksi Hormon Tiroksin.

2.5.2 Penampungan dan Penyimpanan Hormon


Sel-sel. endokrin seperti sel-sel sekretori yang lain, umumnya secara morfologi
dibedakan menjadi dua ujung yang berbeda, dimana sintesis dan penampungan hormon
berada pada satu ujung sel, dan sekresinya pada ujung yang lain. Bentuk sintesis dan cara
penyimpanan hormon berbeda-beda dari salu Kelas hormon ke kelas yang lain. Misalnya
hormon steroid, disckresikan dalam bentuk molekuler yang tersebar (tidak ditampung),
sedangkan kebanyakan hormon yang lain ditampung dalam vesikel-vesikel dalam sel-sel
sekretori, kemudian baru dibebaskan ke ruang ekstraseluler.

2.6 Mekanisme Kerja Hormon


Sifat-sifat kimia hormon menentukan bagaimana ia diangkut dalam darah dan
bagaimana ia mempengaruhi sel (bekerja pada sel). Hormon-hormon protein dan
polipeptida misalnya, larut dalam air (hidrofilik), oleh karena itu hormon-hormon tersebut
larut dalam plasma darah yang mengangkutnya ke sel-sel target. Sangat berbeda dengan
hormon-hormon steroid yang merupakan lipid, yang tidak larut dalam air. Untuk dapat
diangkut, hormon tersebut harus berikatan dengan protein plasma, seperti albumin. Ada
dua teori yang menjelaskan bagaimana hormon mempengaruhi sel-sel target: (1) teori
duta kedua (second messenger theory), dan (2) teori mekanisme dua tahap (two steps
mechanism).

2.7 Perbedaan Hormon Neurohipofisis dan Adenohipofisis

8
2.7.1 Hormon Neurohipofisis
Hipofisis lobus posterior (neurohipofisis) menghasilkan 2 macam hormon yaitu
Vasopresin (ADH) dan Oxytocin. Sintesa dilakukan didalam hipotalamus, dan disimpan
di neurohipofisis untuk kemudian dilepaskan.
1. ADH (Anti Diuretic Hormone)
Dibentuk oleh nucleus supra opticus dari hipotalamus. Berfungsi untuk regulasi
tekanan osmotik dari cairan ekstra sellular maupun intravaskular. Efek di ginjal adalah
meningkatkan permeabilitas ductus colectivus renalis terhadap air. Keadaan ini
menghasilkan tertahannya air bebas sehingga ekskresi urine menjadi pekat. Pengeluaran
ADH diatur oleh osmoreseptor dalam hipotalamus, ADH akan dilepaskan bila osmolalitas
plasma lebih dari 280 mOsm/L. Selain itu juga dipengaruhi hipotensi karena perdarahan
dan dehidrasi.
2. Oksitosin
Dihasilkan oleh nucleus paraventrikularis hipotalamus. Pelepasan oksitosin tidak
tergantung pada ADH. Oksitosin sangat penting dalam peningkatan kontraksi uterus
(Harijono & Saleh, 2017).
Lobus posterior kelenjar hipofisis juga disebut pars nervosa atau neurohipofisis,
terdiri atas akson-akson neurosekretori dan ujung-ujungnya. Badan-badan sel akson
tersebut berada dalam bagian anterior hipothalamus dalam dua kelompok sel-sel
neurosekretori yang terdiri dari nukleus supraoptik dan nukleust paraventrikular.
Produksi sekretori, yang disintesis dan ditampung dalam badan-badan sel, diangkut dalam
akson-akson traktus hipothalamo-hipofiseal ke ujung saraf lobus posterior, dimana
hormon dibebaskan ke dalam kapiler darah. Ini adalah sistem neurosekretori pertama
yang ditemukan pada Vertebrata.
Neurohipofiseal Mamalia membebaskan dua neuropeptida, yang keduanya
mengandung delapan asam amino residu. Kedua neuropeptida tersebut adalah oksitosin
dan vasopresin, yang juga disebut hormon antidiuretik (ADH). Kedua oktapeptida agak
efektif dalam membantu perkembangan kontraksi jaringan otot polos dalam arteriol dan
uterus. Pada Mamalia, oksitosin dikenal baik untuk menstimulus kontraksi uterus selama
melahirkan dan untuk menstimulus pengeluaran air susu dari kelenjar susu. Pada burung,
oksitosin menstimulus gerakan saluran telur. Fungsi utama ADH adalah untuk mengatur
retensi air dalam ginjal.
Hormon-hormon neurosekretori terdapat dalam beberapa bentuk molekul, dan

9
berbeda antara satu kelompok Vertebrata dengan yang lain. Residu asam amino
disubstitusikan pada 3 loki dalam rantai peptida.
Di dalam sel-sel neurosekretori, oktapeptida neurohipofiseal dihubungkan dengan
molekul-molekul protein kaya cystein yang disebut neurofisin. Di dalam granula-granula
sekretori, molekul-molekul hormon muncul menjadi kompleks dengan perbandingan 1:1
dengan molekul neurofisin, yang terdapat di dua fraksi utama, yaitu neurofisin I dan
neurofisin II. Oksitosin dihubungkan dengan neurofisin 1 dan vasopresin dengan
neurofisin II. Protein-protein ini tidak mempunyai aktivitas hormon, meskipun
disekresilan bersama oktapeptida. Diperkirakan bahwa setiap molekul protein induk
dipecah secara enzimatik menjadi oktapeptida dan neurofisin, keduanya disekresikan
secara eksositosis. Jadi neurofisin berperan sebagai protein cadangan, menjaga dan
menahan hormon dalam granula-granula sekretori sampai dibebaskan.

2.7.2 Hormon Adenohipofisis


Lobus anterior hipofisis juga disebut adenohipofisis, terdiri atas pars distalis, pars
tuberalis, dan pars intermedia, yang. secara bersama pada Mamalia menghasilkan paling
tidak 7 macam hormon peptida: adenokortikotropin (ACTH), thyroid stimulating
hormone (TSH), growth hormone (GH), follicle stimulating hormone (FSH), luteinizing
hormon (LH), prolaktin (PL), dan melanocyte-stimulating hormone (MSH).
Mayoritas bagian dari adenohipofisis merupakan pars distal dan merupakan ciri
khas dari kelenjar endokrin. Sekelompok sel cuboidal secretory didalam bagian distal
mengandung hormon-hormon yang disimpan didalam granula sitoplasma yang akan
dilepaskan melalui proses eksositosis dan dibawa oleh kapiler sinusoidal yang paling
dekat. Bagian selanjutnya adalah, pars intermedia yang terletak diantara pars distalis dan
pars nervosa pada neurohipofisis. Sedangkan pars tuberalis merupakan bagian yang
sangat tipis, terdapat pembuluh darah yang cukup banyak dan terletak disekitar
infundibular stem. Adenohipofisis menghasilkan hormon yang dibedakan menjadi 2
golongan yakni asidofilik dan basofilik, dibagi berdasar sifat pewarnaan.
Sangat berbeda dengan hormon-hormon neurohipofisis, hormon adenohipofisis
tidak berasal dari sel-sel neurosekretori, tetapi dari sel-sel glandular kecil yang berada
keseluruhannya di dalam lobus anterior. Sel-sel tersebut dibedakan menjadi 3 tipe yang
secara histokimia berbeda nyata. Kelompok pertama dan kedua yaitu sel-sel asidofil (sel-
sel yang menyerap zat warna asam) mensekresikan hormon pertumbuhan (CH, juga

10
disebut somatotropin) dan prolaktin (PL), dan yang basofilis mensekresikan thyroid
stimulating hormone (TSH), dan dua gonadotropin: luteinizing hormone (LH) dan follicle
stimulating hormone (FSH). Kelompok hormon yang ketiga (TSH, LH, FSH) dan juga
adenocorticotropic hormone (ACTH) bersifat tropik, yaitu mengatur aktivitas sekretori
dari kelenjar-felenjar tiroid, gonad, dan korteks adrenal.
Hormon-hormon adenohipofiseal sisanya (growth homone, prolactin, dan relanocyt
stimulating hormone), adalah hormon yang bekerja langsung, yaitu mempengaruhi
jaringan target tapa campur tangan hormon yang lain.

2.8 Hipofisis
Hipofisis atau kelenjar putuitari merupakan suatu kelenjar kecil yang kompleks
terletak pada dasar hopothalamus di atas pelana turki. Selain itu, kelenjar putuitari juga
merupakan kelenjar kecil yang berbentuk seperti kacang terletak di bawah otak di dasar
tengkorak yang disebut fossa hipofisis atau sela tursika (Widya Hardianti, 2017).
Kelenjar putuitari mensekresikan paling tidak Sembilan hormon yang kebanyakan
meregulasi fungsi-fungsi jaringan endokrin yang lain. Hipofisis disebut dengan “master
gland” karena salah satu peran yang dimilikinya yaitu mensekresikan paling tidak
sembilan hormon yang kebanyakan meregulasi fungsi-fungsi jaringan endokrin yang lain.
Pernyataan ini juga diperkuat dengan adanya penelitian mengenai Imaging Pituitary oleh
Widya Hardianti bahwa kelenjar pituitari sering disebut seabagai pusat kendali sistem
endokrin atau “master gland” karena kelenjar inilah yang mengontrol dan mengatur
fungsi dari beberapa kelenjar endokrin lain di dalam tubuh (Chaudhary V, et.al. 2011)
(Gartner LP, et.al, 2011). Kelenjar pituitari memiliki dua bagian lobus yaitu bagian lobus
anterior dan posterior. Hipofisis anterior (adenohipofisis) berasal dari kantong Rathke,
yaitu sebuah evaginasi ektodermal dari orofaring, dan bermigrasi untuk bergabung
dengan neurohipofisis yang merupakan bagian posterior dari hipofisis. Adenohipofisis
memiliki fungsi dalam sintesis dan mengeluarkan sejumlah hormon, yang sebagian besar
bekerja untuk mempengaruhi kelenjar endokrin lainnya_
Hipofisis dikontrol oleh sekelompok sel neurosekretoris di dalam hipotalamus yang
terdapat di dasar otak. Sel-sel neurosekretoris hypothalamus terbagi menjadi dua tipe
yaitu tipe pengirim akson-akson ke dalam lobus posterior kelenjar hipofisis, dimana pada
tahap ini hypothalamus mensekresikan hormone-hormon neurohipofiseal yang
selanjutnya masuk ke dalam aliran darah untuk mencapai jaringan target yang tersebar

11
diseluruh tubuh. Tipe ke dua dari neuroskretori hypothalamus hanya memiliki akson-
akson pendek yang tidak keluar dari hypothalamus, neurosekretori ini membebaskan
hormone-hormon di dalam hypothalamus, kemudian hormone di bawa oleh aliran darah
ke sel-sel target dalam kelenjar hipofisis, dimana hormone-hormon tersebut merupakan
molekul peptida yang mempunyai aksi tropik (regulatori) pada sel-sel endokrin nonneural
dari kelenjar hipofisis yaitu hypothalamic releasing hormone (hormon pelepas
hipothalamik)

Gambar 3: Hubungan Hipothalamus Hipofisis dan hormone-hormon yang


dihasilkan

Sumber: http://www.biomagz.com/2015/11/fungsi-lh-sth-lth-fsh-prolaktin.html
Kontrol Hipofisis oleh Hipothalamus
Aktivitas sekretori sel-sel endokrin adenohipofisis diregulasi paling tidak oleh tujuh
hormon hypothalamus yang berasal dari neurosekretori yang terdiri dari empat hormone
pelepas (faktor pelepas= releasing factor), dan tiga adalah hormon penghambat
(inhibiting hormons), hormon-hormon tersebut diproduksi oleh sel-sel neurosekretori
yang berada di dalam hipothalamus yang memiliki ujung dalam “median eminence” pada
lantai hipothalamus. Kapiler-kapiler yang berada dalam “median eminence” menyebar
membentuk serangkaian pembuluh portal yang membawa darah dari jaringan
neurosekretori ke jaringan sekretori glandular hipofisis anterior, dimana pada bagian ini
pembuluh bercabang-cabang menjadi kapiler sebelum menyatu kembali ke sistem vena.
Sistem portal menyampaikan sinyal secara histokimia dari hipothalamus ke

12
adenohipofisis dengan membawa hormone-hormon pelepas hipothalamik. Pada
adenohipofisis, hormone pelepas hipothalamik bersatu dengan sel-sel endokrin yang
mensekresikan tujuh hormon hipofisis anterior, diantaranya Corticotropin releasing
hormone (CRH) merangsang pelepasan ACTH, TSH releasing hormone (TRH)
merangsang pelepasan TSH dan sekresi prolaktin, GH releasing hormone (GRH)
merangsang pelepasan hormone pertumbuhan, FSH dan LH releasing hormone (FSH/LH-
RH) merangsang pelepasan FSH Dan LH, GH inhibiting hormone atau somatostasin
mencegah pelepasan GH dan mengganggu pelepasan TSH, prolactin-release-inhibiting
hormone (PIH) mencegah pelepasan prolactin, MSH-release-inhibiting hormone (MIH)
mencegah pelepasan MSH.

2.9 Hormon Tiroid Terhadap Perkembangan dan Metamorfosis Katak

Gambar 4:Peranan hormone tiroid dalam mengontrol metamorphosis katak hijau

Hormon tiroid mengelilingi trakea di sebelah ventral dari laring (Hernawati, 2008).
Hormon tiroid secara filogenetik berhubungan dengan endostyle protokhordata, muncul
pada mamalia sebagai suatu evaginasi entodermal tidak berpasangan dari dasar faringeal,
kemudian kehilangan hubungan dengan saluran pencernaan, dan terpisah sebagai kelenjar
berlobus ganda. Aktivitas kelenjar tiroid dipengaruhi oleh thyroid stimulating hormone
(TSH) yang dibebaskan oleh adenohipofisis. Hormon tiroid utama yaitu tiroksin dan
3,5,3-triiodotironin yang disintesis pada folikel jaringan tiroid dari dua molekul tirosin
yang diiodinasi. Iodin secara aktif diakumulasi oleh jaringan tiroid dari darah.

13
Pembebasan TSH diregulasi oleh sekresi TSH-releasing hormone (TRH) dari median
eminence.
Hormon tiroid berpengaruh terhadap hati, ginjal, jantung, sistem saraf, dan otot
rangka, dimana membuat jaringan-jaringan tersebut peka terhadap epineprin dan
menstimulus respirasi seluler, konsumsi oksigen, dan laju metabolisme. Percepatan
metabolisme yang distimulus hormon-hormon tiroid berakibat pada meningkatnya
produksi panas. Hormon tiroid memegang peran penting dalam adaptasi fisiologi
terhadap perubahan salinitas lingkungan. Hormon-hormon tiroid secara nyata
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan beberapa kelompok vertebrata
yang nampak dengan adanya GH dan sebaliknya. Kedua hormon tersebut berpengaruh
terhadap sintesis protein selama pertumbuhan. Hipotiroidisme pada ikan, burung, dan
mamalia mengakibatkan penyakit defisiansi, dimana perkembangan sel-sel tubuh, sel
saraf, seksual sangat terhambat, laju metabolisme sangat lambat hampir saparoh dari laju
normal, dan daya tahan terhadap infeksi rendah. Tanpa adanya tiroksin dan triiodotironin,
anak katak akan gagal bermetamorfosis menjadi katak. Peranan hormone tiroid pada
metamorfosis anak katak menjadi katak terjadi dalam tiga tingkatan yaitu:
1. Selama metamorfisis (kurang lebih 20 hari pertama), kelenjar tiroid yang belum
masak pada anak katak mengikat iodin dan mensintesis tiroksin
2. Kurang lebih 20 hari berikutnya, terjadi metamorfosis bagian pertama
(prometamorfosis) yang ditandai dengan perubahan morfologi yang lambat,
pertumbuhan kelenjar tiroid, konsentrasi iodin, aktivitas sekretori jaringan tiroid
yang meningkat, dan diferensiasi dari median eminence hypothalamus.
3. Pada akhir fase, metamorfosis klimaks, bentuk dewasa muncul, median
eminence mengalami diferensiasi akhir dan menjadi sangat vaskularisasi. Pada
fase ini aksis-hipothalamus-hipofiseal berfungsi maksimal.

14
2.10 Kontrol Hormon Terhadap Siklus Menstruasi

Gambar 5:Siklus menstruasi

Secara umum siklus reproduksi hewan muncul dari dalam tubuhnya, pada hewan
vertebrata hormon hypothalamus dan adenohipofisis memegang memiliki peranan
penting dalam dalam siklus seksual dan reproduksi. Gonadotropin adenohipofisis (LH
dan FSH) memelihara aktivitas testes dan ovari. Siklus reproduksi pada vertebrata betina
dimulai pada masaknya sel telur (ovum) yang pertama. Pada burung dan mamalia betina
saat lahir sudah dilengkapi dengan oosit penuh yang tersimpan pada folikel-folikel ovari.
Masaknyaoosit terjadi menjelang pubertas. Pada vertebrata tingkat rendah, oogenesis
terjadi selama hidupnya.
FSH mempengaruhi pemasakan sel telur pada mamalia betina, dimana FSH
menstimulus perkembangan folikel menjadi masak. Folikel berbentuk kantong
membraneus yang tersusun dari beberapa lapis sel, setiap folikel tersimpan sebuah sel
telur. Salah satu dari dari lapisan sel yaitu teka interna sebagai tempat sekresi
progesterone dan biosintesis androgen. FSH menstimulus sel-sel ovarium granulosa untuk
sintesis dan ekskresi estrogen. Selama fase folikular dari siklus ovarian, FSH dan LH

15
mempengaruhi pematangan folikel yang diikuti oleh peningkatan produksi dan
pembebasan estrogen ke dalam darah. Ovulasi terjadi pada saat konsentrasi estrogen
tinggi. Bersamaan dengan fase folikular ovarium adalah fase proliferasi endometrium
dinding uterus. Pada fase folikular akhir terjadi gelombang LH bersamaan dengan
pembebasan FSH yang disertai ovulasi. Ovum keluar dari folikel dan pada saat ini sekresi
estrogen menurun, dan dibawah pengaruh LH, jaringan menjadi endokrin temporer yang
disebut korpus luteum. Pada saat ini siklus ovarian mulai masuk ke fase luteal. Selama
fase luteal, korpus luteum mensekresi estrogen dan progesteron. Progesteron yang
dihasilkan oleh korpus luteum bertanggung jawab pada sekresi cairan endometrial oleh
jaringan endometrium. Korpus luteum megalami degenerasi mengakhiri fase luteal
ovarian apabila tidak ada fertilisasi dan implantasi ovum. Penurunan dan pengakhiran
sekresi estrogen dan progesteron merupakan tanda berakhirnya fase luteal. Penghambatan
FSH-RH dan LH-RH terjadi karena sekresi FH dan LH oleh hipofisis yang tetap rendah
selama fase luteal.
Pada manusia dan beberapa primate, akhir dari fase luteal ovarian dan akhir fase
sekretori uterin diikuti dengan mesntruasi (pelepasan dinding endometrium). Fase
folikular merupakan akhir dari menstruasi. Terjadinya fertilisasi dan implantasi ovum
pada endometrium dari mamalia berplasenta, sinyal endokrin, yaitu dalam bentuk
chorionic gonadotropin (CG) dimulai pada plasenta menginduksi pertumbuhan dari
korpus luteum aktif, sehingga progesteron dan estrogen disekresi terus. GC mirip LH
yang diproduksi hipofisis, tetapi tidak identik. GC disekresikan oleh plasenta dalam
waktu 1 hari setelah implantasi ovum dan secara efektif mengganti fungsi gonadotropin
dari adenohipofisis selama kehamilan untuk memelihara korpus luteum. FSH dan LH
tidak disekresi lagi sampai kelahiran. Pada mamalia maupun manusia, korpus luteum
terus tumbuh dan mensekresikan progesteron juga beberapa estrogen, sampai plasenta
secara penuh mengambil alih produksi hormon tersebut, korpus leteum pada saat itu
mengalami degenerasi. Sekresi korpus luteum juga distimulus oleh prolaktin. Progesteron
dan estrogen juga menjaga ovulasi saat kehamilan dan mulai pertumbuhan jaringan
kelenjar susu untuk persiapan laktasi. Durasi fase folikular dan luteal dari siklus
reproduksi bervariasi antara mamalia satu dengan mamalia lainnya, dimana siklus
menstruasi yang kurang lebih sama. Siklus menstruasi manusia kurang lebih 28 hari, dan
yang normal selama satu tahun 13 kali.

16
2.11Peranan Hormon Juvinile Terhadap Perkembangan Metamorfosis Serangga

Gambar 6: Pengendalian hormon pada pergantian kulit serangga

Juvenille merupakan hormon yang mengontrol perkembangan insekta (Gaubard


Y,2005), terlibat dalam pengaturan proses fisiologis seperti metamorfosis dan reproduksi
pada sebagian besar insekta (Bede et al.,1999), meningkatkan feromon tapi secara
simultan menekan fungsi imun (Rantala et al., 2003). Juvenile hormone (JH) adalah
sebuah hormon sesquiterpenoid yang disekresikan oleh korpora allata dan hormon ini
ditemukan dalam konsentrasi yang relatif tinggi dalam hemolymph selama tahapan
tertentu dari larva insekta, dimana hormon ini berperan dalam pengaturan pertumbuhan
dan perkembangan pada insekta, mempertahankan tahapan larva atau mencegah
metamorfosis (Glare&O’Callaghan,1999; Masner et al,1968). Pada insekta dewasa, JH
berperan dalam menstimulasi dan mengkoordinasikan reproduksi insekta (Wyatt, 1997).
Jadi JH meningkatkan semua aspek yang berbeda yang membawa ke reproduksi. Pertama,
JH memungkinkan insekta untuk menarik pasangannya. Kedua, JH meningkatkan
karakter yang berkontribusi pada perkembangan generasi baru seperti produksi

17
vitelogenin. Tetapi pada waktu yang sama, JH juga mengontrol migrasi atau sistem imun
(Gaubard Y, 2005; Min et al.,2004). Beberapa substansi dengan aktifitas JH juga
ditemukan mempengaruhi embrio (Masner et al.,1968). Pada koloni lebah madu, JH
menunjukkan keterlibatan dalam pengaturan pembagian kerja berhubungan dengan umur
(Jassim et al.,2000). Juvenile hormone (JH) seperti yang disebutkan diatas memainkan
suatu peran yang penting dalam kontrol endokrin dari embriogenesis, molting,
metamorfosis dan reproduksi (Habibi, 2011).
Pertumbuhan setelah embrio terdiri atas serangkaian tahapan, dimana serangga
mengalami perubahan bentuk dari larva ke bentuk dewasa atau imago (Metamorfosis).
Pertumbuhan serangga merupakan serangkaian dari tahap eksdisis (ganti kulit), rangka
luar (eksoskeleton) yang kaku dan tidak dapat merentang, secara periodik dilepaskan dan
diganti dengan rangka luar baru yang lebih besar. Terdapat serangkaian juwana (juvenille)
yang masing-masing memerlukan pembentukan rangkai luar baru. Pergantian kulit luar
maupun metamorphosis dikendalikan oleh adanya interaksi dua macam hormon, dimana
satu hormon cenderung untuk menggalakkan pertumbuhan dan diferensiasi struktur
dewasa, dan hormon yang lain cenderung mempertahankan struktur juwana. Kedua
hormon tersebut yaitu hormon pergantian kulit (ekdison) yang dihasilkan oleh kelenjar
prothoraks, dan hormon juwana (juvenille) yang dihasilkan oleh korpora allata. Telur
menetas menghasilkan larva tahap awal. Hormon ekdison yang dihasilkan oleh kelenjar
prothoraks dan dirangsang oleh hormone otak prothoracicotropis hormone (PTTH)
mengakibatkan terjadinya pergantian kulit (ekdisis) yang membentuk struktur dewasa.
Produksi hormon juwana menyusut bersama-bersama dengan berlangsungnya pergantian
kulit, dimana pengaruh ekdison lebih dominan dan larva menagalami diferensiasi menjadi
bentuk dewasa.

18
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Hormon merupakan senyawa organik yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin
(kelenjar buntu). Hormon berfungsi untuk mengatur pertumbuhan, perkembangan,
reproduksi, tingkah laku, keseimbangan,dan metabolisme.
2. Sistem saraf dan sistem hormon memiliki hubungan fungsional yang sangat erat, yaitu
dalam hal fungsi integratif. Sistem endokrin (hormon) dan sistem saraf secara bersama
lebih dikenal sebagai supra sistem neuroendokrin yang bekerja sama secara kooperatif
untuk menyelenggarakan fungsi kendali dan koordinasi pada tubuh hewan.
3. Hormon dapat diklasifikasikan dengan berbagai cara, salah satunya berdasarkan
pengaruh hormon terhadap jaringan sasaran (target) yang dikelompokkan menjadi 4:
Hormon yang berpengaruh kinetic, Hormon yang berpengaruh metabolic, Hormon
yang berpengaruh morfogenetik, dan Hormon yang berpengaruh pada tingkah laku.
4. Contoh mekanisme regulasi dan sekresi hormon pada katak. Katak memiliki
beberapa kelenjar endokrin yang menghasilkan sekresi intern disebut hormon.
Fungsinya mengatur atau mengontrol tugas-tugas tubuh, merangsang, baik
bersifat mengaktifkan atau mengerem pertubuhan, mengaktifkan berbagai
jaringan dan berpengaruh terhadap tingkah laku makhluk hidup.
5. Sekresi terjadi sebagai respon terhadap stimulasi yang tepat pada sel endokrin. Pada
sel-sel saraf neurosekretori, stimulus menimbulkan potensial aksi yang merambat ke
ujung akson, dan akan merangsang pembebasan hormon pada ujung tersebut. Hal ini
jelas bahwa depolarisasi dalam bentuk impuls mengakibatkan sekresi pada sel
tersebut. Laju sekresi hormon meningkat dengan meningkatnya frekuensi impuls.
6. Ada dua teori yang menjelaskan bagaimana hormon mempengaruhi sel-sel target: (1)
teori duta kedua (second messenger theory), dan (2) teori mekanisme dua tahap (two
steps mechanism).
7. Perbedaan Hormon Neurohipofisis dan Adenohipofisis: Hipofisis lobus posterior
(neurohipofisis) menghasilkan 2 macam hormon, Sedangkan hormon adenohipofisis:
Lobus anterior hipofisis (adenohipofisis) terdiri atas pars distalis, pars tuberalis, dan
pars intermedia, yang secara bersama pada Mamalia menghasilkan paling tidak 7

19
macam hormon peptida.
8. Hipofisis atau kelenjar putuitari merupakan suatu kelenjar kecil yang kompleks
terletak pada dasar hopothalamus di atas pelana turki. Hipofisis dikontrol oleh
sekelompok sel neurosekretoris di dalam hipotalamus yang terdapat di dasar otak.
9. Peranan hormone tiroid pada metamorfosis anak katak menjadi katak terjadi dalam
tiga tingkatan yaitu: Selama metamorfisis, Kurang lebih 20 hari berikutnya, dan Pada
akhir fase
10. Secara umum siklus reproduksi hewan muncul dari dalam tubuhnya, pada hewan
vertebrata hormon hypothalamus dan adenohipofisis memang memiliki peranan
penting dalam siklus seksual dan reproduksi.
11. Juvenile hormone (JH) adalah sebuah hormon sesquiterpenoid yang disekresikan oleh
korpora allata dan hormon ini ditemukan dalam konsentrasi yang relatif tinggi dalam
hemolymph selama tahapan tertentu dari larva insekta, dimana hormon ini berperan
dalam pengaturan pertumbuhan dan perkembangan pada insekta, mempertahankan
tahapan larva atau mencegah metamorfosis.

3.2 Saran
Penulisan makalah ini jauh dari kata sempurna, dengan adanya saran maupun kritik
yang membangun untuk kebaikan makalah ini dan juga kedepannya sangat diharapkan
sebagai salah satu sumber belajar yang telah kita kaji dan diskusi bersama.

20
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, R. (2005). Biosintesis, Sekresi dan Mekanisme Kerja Hormon. Pertemuan


Fertilitas Endokrinologi Reproduksi Bagian Obstetri Dan Ginekologi, 1–26.
Chaudhary V, Bano S. Imaging of the pituitary: Recent advances. Indian J Endocrinol
Metab. 2011;15:216–23.
Domestika. Jurnal Jesbio. Vol : 1 (1) : 21-24
Gartner LP, Hiatt JL. Concise Histology. In: 4th ed. Philadelphia: Elsevier; 2011. p. 188–
9.
Habibi, S. (2011). Juvenile Hormone (JH) Sebagai Pendukung dan Pengontrol Kehidupan
Insekta. Program Studi Biologi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Terbuka.
Hafizuddin. 2012. Hormon dan Peranannya dalam Dinamika Folikuler pada Hewan
Harijono, B., & Saleh, S. C. (2017). Pengelolaan Perioperatif Anestesi Pada Pasien
Dengan Pembedahan Hipofisis Perioperative. 1(2), 133–143.
Hernawati. (2008). Sistem Endokrin.
Isnaeni, Wiwi. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta : Kanisius
Widya Hardianti. (2017). Imaging pituitary.

21
22

Anda mungkin juga menyukai