Anda di halaman 1dari 51

PENERAPAN E-LEARNING MENGGUNAKAN MEDIA VIDEO CONFERENCE

BERBEDA TERHADAP PENINGKATAN PENGUATAN KONSEP DAN


KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI SISWA PADA MATERI KLASIFIKASI
HEWAN

PROPOSAL SKRIPSI

disusun untuk memenuhi syarat Seminar Proposal Skripsi

oleh dosen pembimbing :

Dr. Kusnadi, M.Si.

Drs. H. Dadang Machmudin, MS.

oleh:

Revy Arvyansyah Permana

NIM 1702283

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


DEPARTEMEN PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2020
HALAMAN PENGESAHAN

PROPOSAL SKRIPSI

PENERAPAN E-LEARNING MENGGUNAKAN MEDIA VIDEO CONFERENCE


BERBEDA TERHADAP PENINGKATAN PENGUATAN KONSEP DAN
KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI SISWA PADA MATERI KLASIFIKASI
HEWAN

Revy Arvyansyah Permana

NIM 1702283

Disetujui dan disahkan oleh:

Pembimbing I,

Dr. Kusnadi, M.Si.

NIP. 196805091994031001

Pembimbing II,

Drs. H. Dadang Machmudin, MS.


NIP. 196205051987031003
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dengan adanya pandemi COVID-19 yang terjadi hampir di seluruh
dunia, termasuk di Indonesia selama kurang lebih satu tahun ini, hampir
semua kegiatan yang mengandung kontak fisik antar individu dibatasi,
termasuk dalam kegiatan belajar mengajar. Hal ini menyebabkan kegiatan
pembelajaran dilakukan secara daring (dalam jaringan) sehingga dalam
kegiatan pembelajaran saat ini sangat bergantung dengan teknologi.
Teknologi dalam kegiatan pembelajaran di Indonesia sudah cukup
berkembang, dan sudah banyak instansi pendidikan yang memanfaatkan
teknologi tersebut dalam kegiatan pembelajaran mereka sehari-hari,
bahkan sebelum adanya pandemi COVID-19 ini. Dikarenakan kondisi
pandemi yang mengharuskan kegiatan pembelajaran tetap harus berjalan
secara daring, penggunaan teknologi di masa pandemi ini sangat
dibutuhkan agar pendidik tetap bisa menyalurkan ilmu kepada siswa
meskipun tidak berada disekolah.
Teknologi yang digunakan secara daring dalam kegiatan
pembelajaran cukup beragam dan memiliki fungsinya masing-masing.
Diantaranya yaitu Learning Management System (LMS) seperti Edmodo
dan Google Classroom, dan juga media Video Conference seperti Zoom,
Google Meet, dan lain lain. Teknologi tersebut merupakan media yang
digunakan oleh para pengajar dalam kegiatan pembelajaran secara daring,
dan oleh karena itu, kegiatan pembelajaran dapat berlangsung secara
synchronous ataupun asynchronous, sehingga kegiatan pembelajaran tidak
hanya terpaku dengan satu jadwal tetap, dan membuat kegiatan
pembelajaran lebih fleksibel bagi guru dan juga siswa. Adanya media-
media tersebut membuktikan bahwa teknologi sangat berguna bagi
kegiatan pembelajaran di masa pandemi ini, dan menjadi solusi bagi
bidang pendidikan di masa pandemi ini.
Namun dibalik kemudahan yang didapatkan dalam kegiatan
pembelajaran daring ini, tentu ada juga permasalahan yang muncul saat
kegiatan pembelajaran daring ini berlangsung. Banyak dari siswa dan juga
guru yang masih belum bisa beradaptasi dalam kegiatan pembelajaran
daring ini. Pemberlakuan pembelajaran daring menyebabkan para guru
dituntut untuk melakukan adaptasi dalam model mengajar (Lindawati &
Rahman, 2020). Guru yang sebelumnya terbiasa dengan model
pembelajaran yang mempertemukan mereka dan siswanya secara tatap
muka di sekolah, kini harus bertemu melalui media. Selain guru, siswa pun
harus ikut beradaptasi dengan kegiatan pembelajaran secara daring ini.
Jika guru dan siswa kurang mampu atau tidak mampu beradaptasi dalam
kegiatan pembelajaran daring ini, maka akan menimbulkan suatu masalah
yang memengaruhi efektivitas kegiatan pembelajaran, yang bisa juga
berdampak terhadap hasil belajar siswa.
Oleh karena itu, guru dan siswa harus bersama-sama beradaptasi
terhadap kegiatan pembelajaran daring ini. Guru harus bisa memanfaatkan
media pembelajaran daring yang tersedia agar menciptakan suasana
belajar secara daring yang kondusif, dan tentunya akan berdampak positif
juga bagi siswanya. Ernawati (2018) menyatakan bahwa penggunaan
media LMS Google Classroom yang digunakan oleh guru berpengaruh
positif terhadap hasil belajar siswa tersebut. Selain itu, penggunaan
Google Classroom juga berpengaruh positif terhadap kualitas
pembelajaran pada mata pelajaran yang diajarkan oleh guru tersebut. Hal
ini menjadi bukti bahwa penggunaan media pembelajaran daring dapat
berdampak positif bagi guru dan siswa jika digunakan dengan tepat.
Selain kemampuan kognitif yang dapat diukur melalui hasil
belajar, kemampuan yang seharusnya dimiliki oleh siswa pada zaman
sekarang yaitu keterampilan berkomunikasi. Keterampilan berkomunikasi
cukup penting bagi siswa untuk menyampaikan hasil pemikiran siswa
tersebut kepada khalayak umum. Jika keterampilan berkomunikasi siswa
tersebut baik maka akan memudahkan siswa tersebut menyampaikan hasil
pemikirannya dengan jelas dan dimengerti oleh semua orang.
Yuritantri (2013) menyatakan bahwa dengan menggunakan metode
inkuiri terbimbing (Guided Inquiry) dapat memunculkan keterampilan
berkomunikasi siswa. Menurut Llewllyn (2005) berdasarkan National
Research Council (NRC), menyatakan kegiatan inkuiri meliputi berbagai
aktifitas, diantaranya melakukan pengamatan, menjawab pertanyaan,
mengkaji buku dan sumber informasi yang lain untuk melihat apa yang
telah diketahui dari penemuan-penemuan yang sudah terbukti dengan cara
mengumpulkan, menganilisis, menginterpretasikan data, menyusun
jawaban, penjelasan dan memprediksi dan mengkomunikasikan hasil
penemuan. Ketika mengkomunikasikan hasil penemuan, siswa melatih
keterampilan komunikasinya. Hal-hal itulah yang menyebabkan
kemampuan siswa dalam berkomunikasi muncul saat menggunakan
metode inkuiri terbimbing.
Berdasarkan penjelasan di atas, penulis terdorong untuk mencoba
apakah dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing
dengan memanfaatkan media video conference yang berbeda dapat
memengaruhi hasil belajar siswa dan juga memunculkan keterampilan
berkomunikasi siswa.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang menjadi pokok bahasan dalam
penelitian ini, yaitu: Bagaimana pengaruh penerapan e-learning
menggunakan media video conference berbeda terhadap peningkatan
penguatan konsep dan keterampilan berkomunikasi siswa dalam
pembelajaran materi Klasifikasi Hewan?
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, dapat dibuat menjadi
pertanyaan penelitian, yaitu:
1. Bagaimana peningkatan penguatan konsep yang dicapai
siswa setelah kegiatan pembelajaran e-learning
menggunakan media video conference berbeda
berlangsung?
2. Bagaimana keterampilan berkomunikasi siswa yang
muncul setelah kegiatan pembelajaran e-learning
menggunakan media video conference berbeda
berlangsung?
3. Bagaimana respon siswa setelah pembelajaran e-learning
menggunakan media video conference berbeda
berlangsung?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini yaitu: Untuk mengetahui
pengaruh penerapan e-learning menggunakan media video conference
berbeda terhadap peningkatan penguatan konsep dan keterampilan
berkomunikasi siswa dalam pembelajaran materi Klasifikasi Hewan.
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini yaitu:
1. Mengetahui peningkatan penguatan konsep yang dicapai
siswa setelah kegiatan pembelajaran e-learning
menggunakan media video conference berbeda
2. Mengetahui keterampilan berkomunikasi siswa dalam
kegiatan pembelajaran e-learning menggunakan media
video conference berbeda
3. Mengetahui respon siswa setelah pembelajaran e-learning
menggunakan media video conference berbeda
berlangsung.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Manfaat secara teoritis dari penelitian ini diharapkan dapat
memberikan sumbangan pemikiran dalam memperkaya wawasan
ilmu pendidikan di Indonesia, terutama pembelajaran yang
dilakukan secara daring. Dan juga dapat menjadi referensi untuk
penelitian sejenis di kemudian hari
2. Manfaat praktis
Adapun manfaat praktis yang dapat diambil dari penelitian ini,
yaitu:
a. Untuk penulis
Manfaat yang dapat diambil untuk diri pribadi penulis yaitu
dapat memberikan wawasan dan pengalaman langsung bagi
penulis dalam melakukan sebuah penelitian.
b. Untuk pendidik
Manfaat yang dapat diambil untuk para pendidik yaitu
dapat membantu para pendidik untuk memaksimalkan
penggunaan media pembelajaran secara daring
c. Untuk peserta didik
Manfaat yang dapat diambil untuk para peserta didik yaitu
dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik dan juga
meningkatkan keterampilan berkomunikasi dari peserta
didik
d. Untuk sekolah
Manfaat yang dapat diambil untuk sekolah yaitu diharapkan
dapat membantu meningkatkan kualitas pendidikan dan
dapat mempertimbangkan penyusunan program
pembelajaran secara daring yang sesuai dan tepat sasaran.
E. Batasan Masalah
Agar penelitian ini cakupannya tidak terlalu meluas, maka peneliti
memberikan batasan masalah dalam penelitian ini.
1. Pembelajaran e-learning
Pembelajaran e-learning yang dimaksud yaitu pembelajaran daring
menggunakan media pembelajaran daring berupa LMS (Learning
Management System) yaitu Edmodo dan media evaluasi secara
daring yaitu Quizziz. Dalam pembelajaran e-learning ini
menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing (Guided
Inquiry)
2. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry)
Model pembelajaran inkuiri terbimbing yang digunakan dalam
penelitian ini berdasarkan Amien (1979) yang terdiri atas lima
tahapan pembelajaran, yaitu:
a. Tahap penyajian masalah
b. Tahap pengumpulan dan verifikasi data
c. Tahap pengumpulan data melalui eksperimen.
d. Tahap perumusan dan pengolahan data
e. Tahap analisis proses inkuiri
3. Media Video Conference
Media video conference yang digunakan dalam penelitian
ini yaitu Google Meet dan Cisco WebEx
4. Peningkatan Penguasaan Konsep
Peningkatan penguasaan konsep dalam penelitian ini
diperoleh dari hasil kemampuan kognitif siswa dengan tingkatan
level C1 s/d C5
5. Kemampuan berkomunikasi siswa
Kemampuan berkomunikasi siswa yang diukur dalam
penelitian ini yaitu kemampuan siswa dalam berkomunikasi secara
verbal maupun non-verbal
6. Materi Klasifikasi Hewan
Pembelajaran biologi yang dimaksud dalam penelitian ini
yaitu pembelajaran biologi dengan mengambil tema bab
Klasifikasi Hewan (Animalia) dengan KD 3.9 Mengelompokkan
hewan ke dalam filum berdasarkan lapisan tubuh, rongga tubuh
simetri tubuh, dan reproduksi dan juga KD 4.9 Menyajikan laporan
perbandingan kompleksitas lapisan penyusun tubuh hewan
(diploblastik dan triploblastik), simetri tubuh, rongga tubuh, dan
reproduksinya. Pembelajaran ini akan terfokus kepada
pengelompokkan hewan berdasarkan lapisan tubuh, rongga tubuh
simetri tubuh, dan reproduksinya.
F. Asumsi
Terdapat pengaruh dalam peningkatan penguasaan konsep dan
keterampilan berkomunikasi siswa pada pembelajaran e-learning
menggunakan media video conference berbeda.
G. Hipotesis
1. H1 : Terdapat perbedaan dalam peningkatan penguasaan
konsep dan keterampilan berkomunikasi siswa pada pembelajaran
e-learning menggunakan media video conference berbeda
2. H0 : Tidak ada perbedaan dalam peningkatan penguasaan
konsep dan keterampilan berkomunikasi siswa pada pembelajaran
e-learning menggunakan media video conference berbeda
H. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas : Media Video Conference (Google Meet dan
Cisco WebEx)
2. Variabel terikat : Peningkatan penguasaan konsep dan
keterampilan berkomunikasi siswa
3. Variabel kontrol : Pembelajaran e-learning dengan model
pembelajaran inkuiri terbimbing
I. Definisi Operasional
1. Pembelajaran e-learning
Pembelajaran e-learning yang dimaksud dalam penelitian
ini adalah pembelajaran daring yang menggunakan LMS dan
media evaluasi berbasis online sebagai sarana bagi guru untuk
menyampaikan materi, tugas, dan juga ujian akhir yang akan
diberikan kepada siswa.
2. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry)
Pembelajaran inkuiri terbimbing (Guided Inquiry) yang
dimaksud dalam penelitian ini merupakan model pembelajaran
yang memberikan bimbingan/petunjuk dan informasi yang
dibutuhkan siswa oleh gurunya yang kemudian diolah oleh siswa
untuk menghasilkan suatu produk yang berasal dari pemikiran
siswa tersebut.
Pembelajaran inkuiri terbimbing membuat siswa menjadi
subjek dalam kegiatan pembelajaran karena siswa tidak hanya
menerima pengetahuan dari guru. Penerapan model pembelajaran
inkuiri terbimbing diharapkan dapat memberikan kesempatan
berpikir lebih banyak kepada siswa dan memberikan kesempatan
kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan kognitif dan
keterampilan berkomunikasi siswa
3. Media Video Conference Berbeda
Media Video Conference yang dimaksud dalam penelitian
ini yaiu penggunaan Google Meet dan Cisco Webex untuk
pembelajaran e-learning yang sudah dijelaskan sebelumnya.
Dalam penelitian ini pertemuan tatap muka (synchronous)
dilakukan menggunakan kedua media tersebut.
4. Peningkatan Penguasaan Konsep
Peningkatan penguasaan konsep yang dimaksud dalam
penelitian ini yaitu peningkatan kemampuan kognitif tentang
materi yang telah diberikan sebelumnya. Peningkatan penguasaan
konsep ini akan diukur menggunakan tes tertulis pilihan ganda
untuk mengukur kemampuan kognitif dengan indikator soal C1 s/d
C5
5. Keterampilan berkomunikasi siswa
Keterampilan berkomunikasi siswa yang dimaksud dalam
penelitian ini yaitu kemampuan siswa dalam menyampaikan
sebuah informasi secara verbal maupun non-verbal yang diukur
menggunakan rubrik yang berisi penilaian komunikasi verbal dan
non-verbal siswa saat melakukan presentasi dan membuat laporan
kegiatan
6. Materi Klasifikasi Hewan
Penyampaian materi klasifikasi hewan pada penelitian ini
menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing yang
dilakukan secara synchronous menggunakan media video
conference dan asynchronous menggunakan media LMS.
Pembelajaran akan terfokus pada materi tentang pengelompokkan
hewan berdasarkan lapisan tubuh, rongga tubuh simetri tubuh, dan
reproduksinya. Nantinya siswa akan mempelajari dengan cara
menyelidiki, mengevaluasi dan mengomunikasikan hasil dari
materi tersebut dalam kegiatan pembelajaran.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pembelajaran Dalam Jaringan (Daring)


Pembelajaran daring (E-Learning dalam bahasa Inggris) memiliki
definisi yang cukup beragam. Istilah E–Learning merupakan gabungan
dari dua kata yaitu E yang merupakan singkatan dari Electronic
(Elektronik) dan Learning (Belajar). Jadi E–Learning adalah belajar
dengan menggunakan bantuan alat Elektronik. Berdasarkan penjelasan di
atas, Lebih jelasnya E-Learning adalah suatu proses belajar mengajar
antara pengajar dengan muridnya tanpa harus bertatap muka satu sama
lain. Hal itu dikarenakan bantuan alat elektronik (tepatnya PC) yang
terkoneksi dengan Internet sehingga siswa dapat belajar di manapun dan
kapanpun tanpa harus datang ke kampus atau ke sekolah (Tafqihan, 2011).
e-Learning merupakan istilah generik dari pendayagunaan
teknologi elektronik untuk pembelajaran. Salah satu definisi
mengungkapkan bahwa e-Learning dapat diartikan sebagai penggunaan
secara sengaja jaringan teknologi informasi dan komunikasi dalam proses
belajar dan mengajar. Namun selain itu juga terdapat istilah-istilah lain
untuk e-Learning ini, yaitu online learning, virtual learning, distributed
learning, dan network atau web-based learning. Secara fundamental, e-
Learning adalah proses pendidikan yang memanfaatkan teknologi
informasi dan komunikasi untuk menjembatani kegiatan belajar dan
pembelajaran baik secara asynchronous maupun synchronous (Naidu,
2006).
Definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa sistem atau konsep
pendidikan yang memanfaatkan teknologi informasi dalam proses belajar
mengajar dapat disebut sebagai suatu e-learning. E-learning dalam arti
luas bisa mencakup pembelajaran yang dilakukan di media elektronik
(internet) baik secara formal maupun informal. E-learning secara formal
misalnya adalah pembelajaran dengan kurikulum, silabus, mata pelajaran
dan tes yang telah diatur dan disusun berdasarkan jadwal yang telah
disepakati pihak-pihak terkait (pengelola e-learning dan pembelajar
sendiri). Pembelajaran seperti ini biasanya tingkat interaksinya tinggi dan
diwajibkan oleh perusahaan pada karyawannya atau pembelajaran jarak
jauh yang dikelola oleh universitas dan perusahaan perusahaan (biasanya
perusahaan konsultan) yang memang bergerak dibidang penyediaan jasa
e-learning untuk umum.
Berdasarkan Khan (2008), terdapat delapan komponen utama
dalam kegiatan e-Learning ini, yaitu:
1. Lembaga Penyelenggara (Institusional Issue)
Adanya unsur penyelenggara yang mengurusi masalah
akademik, masalah kesiswaan, masalah administratif, mulai
dari perencanaan, penganggaran, implementasi secara
keseluruhan, evaluasi, monitoring dan lain-lain.
2. Sistem Pengelolaan (Management Issue)
Sistem pengelolaan yang terkait dengan pengelolaan
lingkungan pembelajaran dan distribusi informasi.
3. Sistem Pembelajaran (Pedagogical Issue)
Sistem proses belajar dan mengajar yang meliputi apa yang
dipelajari, apa tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, siapa
yang belajar, bagaimana strategi pembelajaran (desain, metode
dan media dan atau teknologi yang digunakan) untuk mencapai
tujuan tersebut, dan bagaimana hasil belajar diukur (evaluasi).
4. Teknologi yang Digunakan (Technological Issue)
Teknologi apa saja yang diperlukan untuk mendukung
sistem penyelenggaraan e-Learning sesuai kebutuhan? Hal ini
meliputi perencanaan dan penyiapan infrastruktur (internet,
LAN, WAN, koneksi, bandwidth, dll) yang diperlukan,
hardware dan software (PC, server, aplikasi software, dan lain-
lain) terkait yang diperlukan, serta peripheral pendukung
lainnya.
5. Sistem Evaluasi (Evaluation Issue)
Bagaimana keberhasilan penyelenggaraan e-Learning dapat
diukur? Hal ini meliputi evaluasi hasil pembelajaran maupun
evaluasi program penyelenggaraan dari e-Learning itu sendiri
secara keseleuruhan.
6. Tampilan e-Learning (Interface Design Issue)
Seperti apa tampilan program e-Learning yang
diselenggarakan? Hal ini meliputi desain antar muka (interface
design) yang meliputi tampilan halaman situs, navigasi, konten,
kemudahan penggunaan, interaktifitas, kecepatan muat
(loading speed), dan lain-lain.
7. Layanan Bantuan Bahan Belajar dan Peserta (Resources
Support Issue)
Bagaimana peserta e-Learning mendapatkan layanan
bantuan yang segera (cepat dan tepat).
8. Masalah Etika (Ethical Issue)
Bagaimana etika penyelenggaraan e-Learning yang
berlaku? Dalam prakteknya, e-Learning diselenggarakan
dengan berbagai model. Oleh karena itu ada sistem aturan yang
mungkin berlaku secara umum (seperti masalah hak cipta, hak
kekayaan intelektual, dll) maupun aturan main yang berlaku
khusus (seperti sistem evaluasi, kebijakan khusus, dan lain-
lain).
B. Model Pembelajaran
Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola
yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di
kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-
perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer,
kurikulum, dan lain-lain.
Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan
prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar
untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman
bagi para perancangan pembelajaran dan para pengajar dalam
merencanakan aktivitas belajar mengajar. Model pembelajaran adalah
suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk
kutikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan
bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang
lain.
1. Ciri Model Pembelajaran.
Melihat dari penjelasan di atas dapt diperoleh bahwa model
pembelajaran merupakan suatu stategi untuk menggambarkan
prosen belajar mengajar di dalam sehingga dapat memudahkan
Peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran. Model
pembelajaran memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari
para ahli tertentu
b. Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu,
misalnya model berpikir induktif dirancang untuk
mengembangkan proses berpikir induktif
c. Dapat dijadikan pedoman untuk perbagian kegiatan
belajar mengajar di kelas, misalnya model Synectic
dirancang untuk memperbaiki kreativitas dalam
pelajaran mengarang.
d. Memiliki bagian-bagian model yang dinamakan:
1) urutan langkah-langkah pembelajaran (syntax).
2) adanya prinsip-prinsip reaksi.
3) sistem sosial; dan
4) sistem pendukung, keempat bagian tersebut
merukana pedoman praktis bila guru akan
melaksanakan suatu model pembelajaran.
e. Memiliki dampak sebagain akibat terapan model
pembelajaran. Dampak tersebut meliputi;
1) Dampak pembelajaran, yaitu hasil belajar
yang dapat diukur
2) Dampak pengiring, yaitu hasil belajar jangka
panjang.
f. Membuat persiapan mengajar (desain instruksional)
dengan pedoman model pembelajaran yang
dipilihnya
2. Model Pembelajaran Inquiry
Dalam model pembelajaran inkuiri, dikategorikan menjadi
empat level: Level 0: mengverifikasi instruksi laboratorium di
mana guru memberikan pertanyaan dan metode investigasi, dan
membimbing mereka menuju kesimpulan yang diharapkan;
Level 1: mengacu inkuiri terstruktur di mana siswa diberikan
pertanyaan dan metode tetapi bertanggung jawab untuk
menafsirkan hasilnya sendiri; Level 2: mengacu pada inkuiri
terbimbing di mana siswa merancang metode investigasi
mereka sendiri dan menginterpretasikan hasilnya sendiri; Level
3: yakni inkuiri terbuka di mana siswa membuat pertanyaan
dan bertanggung jawab untuk semua aspek utama investigasi.
Penelitian membuktikan bahwa verifikasi atau buku panduan
laboratorium pengajaran memiliki pengaruh yang tidak
menguntungkan dan paling sedikit berpengaruh pada
pembelajaran siswa
3. Guided inquiry
Pembelajaran inkuiri terbimbing (guided inquiry) adalah
model pembelajaran yang dalam pelaksanaannya guru
memberikan atau menyediakan petunjuk/bimbingan yang luas
terhadap peserta didik. Pada model pembelajaran inkuiri
terbimbing (guided inquiry) ini guru memberikan petunjuk
mengenai materi yang akan diajarkan kepada Peserta didik
seperlunya. Petunjuk tersebut dapat berupa pertanyaan agar
Peserta didik mampu menemukan atau mencari informasi
sendiri mengenai pertanyaan tersebut ataupun tindakan-
tindakan yang diberikan guru yang harus dilakukan untuk
memecahkan permasalahan
Pendekatan inkuiri terbimbing menempatkan siswa sebagai
subjek belajar yang tidak lagi sebagai objek belajar yang hanya
menerima pengetahuan dari guru. Selain itu inkuiri terbimbing
memberikan kesempatan berpikir bagi siswa dan juga
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan
metode ilmiah dan sikap ilmiah yang dimiliki siswa. Guru
hendaknya menggunakan berbagai pendekatan, metode,
strategi dan model pembelajaran dalam setiap pembelajaran
yang dapat memudahkan siswa memahami materi yang
diajarkan.
C. Video Conference
Video conference atau konferensi video merupakan telekomunikasi
interaktif yang memungkinkan komunikasi antara dua orang atau lebih di
lokasi yang berbeda sehingga dapat berinteraksi melalui pengiriman dua
arah video dan audio bersamaan secara online. Video conference memakai
telekomunikasi audio dan video untuk membawa orang ke tempat berbeda
dalam waktu yang bersamaan untuk pertemuan. Ini bisa sama
sederhananya dengan percakapan di antara dua orang di jabatan pribadi
(titik-ke-titik) atau melibatkan beberapa tempat (multi-titik) dengan lebih
dari satu orang di sebuah ruang besar di tempat berbeda. Selain audio dan
pengiriman visual aktivitas menjumpai, video conferencing bisa juga
dengan membawa dokumen, informasi yang diperlihatkan dengan
komputer, dan papan tulis baik yang nyata maupun virtual
Konferensi video melibatkan guru dan siswa berinteraksi secara
bersamaan, tetapi tidak harus berada di lokasi yang sama. Selama masih
dalam pembelajaran guru dan siswa dapat berkomunikasi melalui video
ataupun audio untuk interaktif dua arah, guru dan siswa saling dapat
melihat (bertatapan muka) dan mendengar satu sama lain menggunakan
laptop ataupun dengan menggunakan smartphone. Keuntungan dari video
conference dapat memonitori pembelajaran secara langsung di lapangan
tanpa memonitoring dari satu lokasi ke lokasi yang lain.
Video Conference merupakan komunikasi baik audio maupun
video secara langsung dengan waktu sebenarnya berbasis IP atau Internet.
Maanfaat video conference diantaranya komunikasi lebih efektif dan cepat,
efisien dari segi waktu, jarak, tenaga, dan juga biaya. Haryawan (2013)
menguraikan sebagai berikut:
1. Meningkatkan komunikasi, kolaborasi dan aliran informasi,
2. Komunikasi menjadi lebih baik dan efektif dimana informasi
dapat lebih cepat dibagikan,
3. Proses komunikasi menjadi efisien dalam hal waktu, biaya, dan
jarak,
4. Dalam hubungan dengan video conference, perangkat
kolaborasi lainnya dapat digunakan secara simultan. Berbagi
presentasi, dokumen dan aplikasi yang berkaitan dengan
agenda pertemuan.
D. Google Meet
Google Hangouts Meet adalah aplikasi video conference atau
meeting online versi bisnis dari Google Hangouts yang dirancang untuk
organisasi atau perusahaan dalam berbagai ukuran. Penggunannya sendiri
mencakup mobile dan desktop, dapat digunakan secara cuma-cuma dan
terbilang sederhana (Wibawanto, 2020).
Google Hangout Meet memungkinkan pengguna untuk melakukan
panggilan video dengan 30 pengguna lainnya per pertemuan. Dengan kata
lain, Google Hangout Meet bisa menjadi media alternatif untuk
bersosialisasi dengan rekan kantor atau bahkan melakukan rapat kerja.
Google Hangout Meet merupakan layanan messeging yang
memiliki banyak fungsi yaitu bisa untuk Google Talk, Google Plus
Messeging dan juga Google Plus Video Call (video chat). Dulunya
sebelum Google Hangouts dibuat tiga fitur aplikasi ini terpisah dan hanya
bisa diakses melalui website Google Plus dan email Google. Namun
karena perkembangan instant messeging membuat Google ikut serta dalam
meramaikan daftar instant messaging di dunia.
E. Cisco Webex
Cisco Webex Meetings adalah salah satu opsi untuk video
conferencing. Aplikasi cukup populer di kalangan pengguna bisnis karena
mempunyai banyak fitur menarik, termasuk bergabung dengan meeting
hanya dengan satu ketukan, layout video yang disesuaikan, dan
menjadwalkan live meeting dari aplikasi (Novita & Hutasulut, 2020).
Peserta dapat bergabung di video conference melalui meeting
number dan meeting password ataupun meeting link yang telah
diinformasikan oleh Host. Apabila menggunakan meeting number dan
meeting password, peserta terlebih dahulu mengetikkan alamat website
seameoseamolec.WebEx.com pada web browser. Sedangkan apabila
menggunakan meeting link, peserta bisa langsung klik pada urlnya dan
langsung direct ke halaman awal WebEx.
F. Edmodo
Edmodo merupakan social network berbasis lingkungan sekolah
(school based environment). Dikembangkan oleh Nicolas Borg and Jeff
O'Hara, Edmodo adalah platform pembelajaran yang aman bagi guru,
siswa dan sekolah berbasis sosial media. Edmodo menyediakan cara yang
aman dan mudah bagi kelas untuk terhubung dan berkolaborasi antara
siswa dan guru untuk berbagi konten pendidikan, mengelola proyek dan
tugas dan menangani pemberitahuan setiap aktivitas. Edmodo dapat
membantu pengajar membangun sebuah kelas virtual sesuai dengan
kondisi pembelajaran di dalam kelas, berdasarkan pembagian kelas nyata
di sekolah, dimana dalam kelas tersebut terdapat penugasan, quiz dan
pemberian nilai pada setiap akhir pembelajaran (Putranti, 2013).
G. Quizziz
Quizizz adalah aplikasi pendidikan berbasis game, yang membawa
aktivitas multi pemain ke ruang kelas dan membuatnya di kelas latihan
interaktif dan menyenangkan. Dengan menggunakan Quizizz, peserta
didik dapat melakukan latihan di dalam kelas pada perangkat elektronik
mereka. Tidak seperti itu aplikasi pendidikan lainnya, Quizizz memiliki
karakteristik permainan seperti avatar, tema, meme, dan musik menghibur
dalam proses pembelajaran. Quizizz juga memungkinkan peserta didik
untuk saling bersaing dan memotivasi mereka belajar. Peserta didik
mengambil kuis pada saat yang sama di kelas dan melihat peringkat
langsung mereka di papan peringkat. Instruktur dapat pantau prosesnya
dan unduh laporan ketika kuis selesai untuk mengevaluasi kinerja peserta
didik. Menggunakan ini aplikasi membantu merangsang minat dan
meningkatkan konsentrasi peserta didik (Purba, 2019).
H. Hasil Belajar Siswa
1. Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh
individu setelah proses belajar berlangsung, yang dapat
memberikan perubahan tingkah laku baik pengetahuan,
pemahaman, sikap dan keterampilan siswa sehingga menjadi lebih
baik dari sebelumnya (Purwanto, 2002). Hasil belajar merupakan
salah satu indikator dari proses belajar. Hasil belajar adalah
perubahan perilaku yang diperoleh siswa setelah mengalami
aktivitas belajar (Anni, 2004). Salah satu indikator tercapai atau
tidaknya suatu proses pembelajaran adalah dengan melihat hasil
belajar yang dicapai oleh siswa.
Hasil belajar merupakan tingkat penguasaan yang dicapai
oleh siswa dalam mengikuti program belajar mengajar, sesuai
dengan tujuan yang ditetapkan. Menurut Dimyati dan Mudjiono
(2006), Dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan hasil belajar
merupakan suatu proses untuk melihat sejauh mana siswa dapat
menguasai pembelajaran setelah mengikuti kegiatan proses belajar
mengajar, atau keberhasilan yang dicapai seorang peserta didik
setelah mengikuti kegiatan pembelajaran yang ditandai dengan
bentuk angka, huruf, atau simbol tertentu yang disepakati oleh
pihak penyelenggara pendidikan.
Hasil belajar dapat diartikan sebagai hasil maksimum yang
telah dicapai oleh siswa setelah mengalami proses belajar mengajar
dalam mempelajari materi pelajaran tertentu. Hasil belajar tidak
mutlak berupa nilai saja, akan tetapi dapat berupa perubahan atau
peningkatan sikap, kebiasaan, pengetahuan, keuletan, ketabahan,
penalaran, kedisiplinan, keterampilan dan lain sebagainya yang
menuju pada perubahan positif.
Hasil belajar menunjukkan kemampuan siswa yang
sebenarnya yang telah mengalami proses pengalihan ilmu
pengetahuan dari seseorang yang dapat dikatakan dewasa atau
memiliki pengetahuan kurang. Jadi dengan adanya hasil belajar,
orang dapat mengetahui seberapa jauh siswa dapat menangkap,
memahami, memiliki materi pelajaran tertentu. Atas dasar itu
pendidik dapat menentukan strategi belajar mengajar yang lebih
baik (Purwanto, 2010).
2. Indikator Hasil Belajar
Pada prinsipnya, pengungkapan hasil belajar ideal meliputi
segenap ranah psikologis yang berubah sebagai akibat pengalaman
dan proses belajar siswa. Kunci pokok untuk memperoleh ukuran
dan data hasil belajar siswa adalah mengetahui garis besar indicator
dikaitkan dengan jenis prestasi yang hendak diungkapkan atau
diukur. Indikator hasil belajar menurut Benjamin S. Bloom dengan
Taxonomy of Education Objectives membagi tujuan pendidikan
menjadi tiga ranah, yaitu ranah kognitif, afektif, psikomotorik
(Nurgiantoro, 1988). Pengembangan dari masing-masing ranah
dapat kita lihat pada table dibawah ini.
Tabel G.1.1. Jenis dan Indikator Hasil Belajar

No Ranah Indikator
1. Ranah kognitif
C1. Pengetahuan (Knowledge) Mengidentifikasi,
mendefinisikan, mendaftar,
mencocokkan, menetapkan,
menyebutkan, melabel,
menggambarkan, memilih.

C2. Pemahaman (Comprehension) Menerjemahkan, merubah,


menyamarkan,
menguraikan dengan kata-
kata sendiri, menulis
kembali, merangkum,
membedakan, menduga,
mengambil kesimpulan,
C3. Penerapan (Application) menjelaskan.

Menggunakan,
mengoperasikan,
menciptakan/membuat
perubahan, menyelesaikan,
C4. Analisis (Analysis) memperhitungkan,
menyiapkan, menentukan.

Membedakan, memilih,
membedakan, memisahkan,
membagi, mengidentifikasi,
C5. Menciptakan, membangun
merinci, menganalisis,
(Synthesis)
membandingkan.

Membuat pola,
merencanakan, menyusun,
mengubah, mengatur,
menyimpulkan, menyusun,
membangun,
C6. Evaluasi (Evaluation) merencanakan.

Menilai, membandingkan,
membenarkan, mengkritik,
menjelaskan, menafsirkan,
merangkum, mengevaluasi.
2. Ranah Afektif
a. Penerimaan (Receiving) Mengikuti, memilih,
mempercayai, memutuskan,
bertanya, memegang,
memberi, menemukan,
mengikuti.
b. Menjawab/menanggapi
(Responding) Membaca, mencocokkan,
membantu, menjawab,
mempraktekkan, memberi,
melaporkan, menyambut,
menceritakan, melakukan,
membantu.

c. Penilaian (Valuing)
Memprakarsai, meminta,
mengundang, membagikan,
bergabung, mengikuti,
mengemukakan, membaca,
belajar, bekerja, menerima,
melakukan, mendebat
d. Organisasi (Organization)
Mempertahankan,
mengubah,
menggabungkan,
mempersatukan,
mendengarkan,
mempengaruhi, mengikuti,
e. Menentukan ciri-ciri nilai memodifikasi,
(Characterization by a value or menghubungkan,
value complex) menyatukan

Mengikuti,
menghubungkan,
memutuskan, menyajikan,
menggunakan, menguji,
menanyai, menegaskan,
mengemukakan,
memecahkan,
mempengaruhi,
menunjukkan.
3. Ranah psikomotor
a. Gerakan Pokok (Fundamental Membawa, mendengar,
Movement) memberi reaksi,
memindahkan, mengerti,
berjalan, memanjat,
melompat, memegang,
berdiri, berlari
b. Gerakan Umum (Generic
Movement) Melatih, membangun,
membongkar, merubah,
melompat, merapikan,
memainkan, mengikuti,
menggunakan,
menggerakkan
c. Gerakan Ordinat (Ordinative
Movement)
Bermain, menghubungkan,
mengaitkan, menerima,
menguraikan,
mempertimbangkan,
membungkus,
menggerakkan, berenang,
d. Gerakan Kreatif (Creative memperbaiki, menulis
Movement)

Menciptakan, menemukan,
membangun, menggunakan,
memainkan, menunjukkan,
melakukan, membuat,
menyusun

I. Keterampilan Berkomunikasi Siswa


1. Pengertian Keterampilan Berkomunikasi Siswa
Pengertian keterampilan komunikasi siswa merupakan
partisipasi siswa untuk mengungkapkan pemikiran, gagasan,
pengetahuan, ataupun informasi baru yang dimilikinya berupa
verbal dan nonverbal dalam proses pembelajaran. Semua itu akan
memudahkan siswa yang lainnya untuk memahami materi
pelajaran serta menambah pengetahuan bagi siswa yang
menyampaikan gagasan.
Cangara (2007) mengemukakan di dalam keterampilan
berkomunikasi siswa terdapat dua macam kode yaitu:
a. Kode Verbal
Kode verbal menggunakan bahasa, bahasa
merupakan seperangkat kata yang telah disusun
secara terstruktur sehingga menjadi himpunan
kalimat yang mempunyai arti. Bahasa dalam
menciptakan komunikasi yang efektif, mempunyai
tiga fungsi, yaitu untuk mengetahui sikap dan
perilaku, untuk mengembangkan ilmu pengetahuan
dan pewarisan nilai-nilai budaya, serta untuk
menyusun sebuah ide yang sistematis.
b. Kode Nonverbal
Kode nonverbal ialah bahasa isyarat atau
bahasa diam, yang mempunyai beberapa fungsi,
yaitu meyakinkan sesuatu yang diucapkan,
menunjukkan perasaan dan emosi yang tidak bisa
diutarakan dengan kata-kata, menunjukkan jati diri,
dan menambah atau melengkapi ucapan-ucapan
yang dirasakan belum sempurna.
2. Motif Komunikasi Siswa
Motif komunikasi siswa merupakan alasan-alasan yang
mendorong siswa menyampaikan pesan kepada teman atau
gurunya. Prinsip dari komunikasi, yaitu mengandung unsur
kesengajaan, tetapi pada kenyataannya motif komunikasi siswa
terdiri dari alam sadar dan alam bawah sadar. Motif yang datang
dari alam sadar memiliki sifat proaktif, relatif terencana, sedangkan
motif yang datang dari alam bawah sadar sifatnya yaitu muncul
seketika, reaktif, relatif tidak terencana.
Motif komunikasi siswa yang terencana berupa
penyampaian pendapat, berdiskusi, bertanya, dan memahami
masalah dalam kehidupan masyarakat. Hal itu akan mendukung
dalam pemahaman terhadap suatu materi pembelajaran. Motif
komunikasi jarang tiba-tiba muncul pada setiap siswa, sehingga
perlu adanya dorongan untuk memunculkan motif pada siswa.
Dari deskripsi motif komunikasi siswa di atas, dapat
disimpulkan bahwa motif komunikasi siswa merupakan alasan-
alasan yang mendorong siswa menyampaikan pesan kepada teman
atau gurunya dengan kesadaran yang penuh. Adapun bentuk
tindakannya, seperti penyampaian pendapat, berdiskusi, bertanya,
dan memahami masalah dalam kehidupan masyarakat.
3. Komunikasi yang Efektif
Komunikasi yang efektif mendukung untuk kelancaran
pencapaian tujuan komunikasi, ada beberapa tata cara
berkomunikasi yang efektif yaitu:
a. Melihat lawan bicara
Pembicaran menatap bola mata ataupun
kening lawan bicaranya, sehingga tidak terjadinya
ketersinggungan, tidak menghadapkan tatapan ke
arah kanan atau kiri, dan menatap dengan
pandangan yang tidak marah atau sinis.
b. Suaranya terdengar jelas
Percakapan harus memperhatikan keras atau
tidak suara, tidak hanya terdengar samar-samar,
sehingga akan menimbulkan ketidakjelasan inti dari
percakapan.
c. Ekspresi wajah yang menyenangkan
Ekspresi wajah merupakan gambaran dari
hati seseorang, sehingga tidak menampilkan
ekspresi yang tidak enak.
d. Tata bahasa yang baik
Penggunaan bahasa sesuai dengan lawan
bicaranya, misalnya saja saat berbicara dengan anak
balita, maka gunakan bahasa sederhana.
e. Pembicaraan mudah dimengerti, singkat dan jelas
Pemilihan tata bahasa yang baik dan kata-
kata yang mudah dimengerti, sehingga tidak
menimbulkan kebingungan lawan bicara.
Dapat disimpulkan kriteria orang yang berkomunikasi
secara efektif, yaitu melihat lawan bicara, suaranya terdengar jelas,
ekspresi wajah yang menyenangkan, tata bahasa yang baik, serta
pembicaraan mudah dimengerti, singkat dan jelas.
4. Indikator-Indikator Keterampilan Berkomunikasi Siswa
Berdasarkan beberapa teori yang sudah dijelaskan
sebelumnya tentang pengertian keterampilan berkomunikasi siswa,
teori berkomunikasi, motif komunikasi siswa, komunikasi yang
efektif, manfaat keterampilan berkomunikasi siswa, teknik
mendengarkan secara baik dalam berkomunikasi, maka dapat
disimpulkan beberapa Indikator-indikator keterampilan
berkomunikasi dilihat dari aktivitas siswa yang meliputi:
a. Keterampilan berkomunikasi verbal, meliputi
mempresentasikan hasil diskusi, menyampaikan
pendapat, menjawab pertanyaan, tata bahasa yang
baik, pembicaraan secara jelas, suara terdengar
jelas, melakukan diskusi, menuliskan hasil akhir
diskusi.
b. Keterampilan berkomunikasi nonverbal meliputi:
melihat lawan bicara, ekspresi wajah yang ramah.
5. Manfaat Keterampilan Berkomunikasi Siswa
Keterampilan berkomunikasi siswa yang tinggi mempunyai
beberapa manfaat yaitu:
a. Mempermudah siswa untuk berdiskusi
Siswa dalam berdiskusi melakukan berbagai
tindakan, seperti bertanya, menjawab, berkomentar,
mendengar penjelasan, dan menyanggah.
b. Mempermudah untuk mencari informasi
Seorang individu yang mempunyai motif
untuk mengetahui sesuatu yang baru, maka mereka
akan segera mencari informasi tersebut.
c. Mempercepat mengevaluasi data
Keterampilan berkomunikasi mendukung
siswa untuk dapat mengevaluasi data yang ada. Data
tersebut, misalnya berbagai pendapat yang muncul
dalam diskusi kemudian siswa menyimpulkannya.
d. Melancarkan membuat hasil kerja atau laporan
Keterampilan berkomunikasi akan
mendukung hasil belajar siswa. Guru dapat menilai
dari hasil laporan siswa saat diskusi.
J. Klasifikasi Hewan (Animalia)
Kingdom Animalia adalah klasifikasi taksonomi organisme yang
tidak memiliki dinding sel serta kloroplas dan karena itu tergantung pada
organisme lain untuk makanan mereka. Organisme yang tergolong dalam
kingdom animalia adalah eukariota.
Animalia merupakan organisme eukariotik, multiseluler yang tidak
memiliki dinding sel dan juga tidak berklorofil. Oleh karena itu, animalia
hidup secara heterotrof, dan dapat menggerakan tubuhnya untuk mencari
makan dan melindungi dirinya dari musuh.
Berikut ini adalah beberapa ciri-ciri kingdom animalia, antara lain:
1. Organisme Multiseluler (banyak sel) atau uniseluler
2. Memerlukan Oksigen
3. Tidak bisa memproduksi makanan sendiri (Heterotrof)
4. Memiliki sel otot untuk penggerak dan sel saraf untuk
rangsangan (respon)
5. Bentuk Dewasanya selalu diploid (2n)
6. Reproduksi Umumnya Seksual, namun beberapa filum juga
menggunakan reproduksi aseksual
7. Ukuran bervariasi (mikro – makro besar)
8. Tidak mempunyai dinding sel
9. Tidak berplastida dan klorofil (heterotrof)
10. Mahluk eukariotik (inti ditutupi membran)
11. Sangat bergerak aktif
12. Merespon rangsangan dengan cepat
Animalia dikelompokkan berdasarkan ada tidaknya jaringan
penyusun tubuh, yaitu Parazoa dan Eumetazoa. Eumetazoa dibedakan
berdasarkan simetri tubuhnya, yaitu radiata dan bilateria. Berdasarkan
lapisan embrioniknya, animalia dibedakan menjadi diploblastik dan
triploblastik. Hewan triploblastik dapat dikelompokkan menjadi
triploblastik aselomata, pseudoselomata, dan selomata. Berdasarkan ada
tidaknya tulang belakang, Animalia dibedakan menjadi Invertebrata dan
Vertebrata.
Untuk mengklasifikasikan kingdom Animalia, umumnya ilmuwan
menggunakan pengelompokkan berdasarkan ada tidaknya tulang belakang,
yaitu hewan Invertebrata (tidak memiliki tulang belakang) dan Vertebrata
(memiliki tulang belakang). Untuk hewan Invertebrata terbagi menjadi
beberapa filum, yaitu:
1. Porifera adalah hewan yang memiliki tubuh berpori.
2. Coelenterata adalah hewan yang memiliki tubuh berongga
3. Platyhelminthes adalah hewan yang memiliki tubuh pipih
4. Nemathelminthes adalah hewan yang memiliki tubuh gilig
atau silindris
5. Annelida adalah hewan yang memiliki tubuh bulat
memanjang dan beruas-ruas
6. Mollusca adalah hewan yang memiliki tubuh lunak namun
sebagian hewan molusca memiliki cangkang untuk
menutupi tubuh lunaknya tersebut
7. Arthropoda adalah hewan yang memiliki tubuh yang
beruas-ruas
8. Echinodermata adalah hewan yang memiliki tumbuh yang
dipenuhi oleh duri

Sedangkan untuk hewan Vertebrata termasuk ke dalam filum


Chordata yang memiliki ciri khas yaitu: notokord, tali saraf dorsal
berlubang, celah faring, dan ekor pascaanus berotot. Filum Chordata
dibagi atas 2 Subfilum, yaitu Subfilum Invertebrata dan Subfilum
Vertebrata. Subfilum Invertebrata terdiri atas Urochordata dan
Cephalochordata. Subfilum Vertebrata dibagi atas dua superkelas, yaitu
Superkelas Agnatha dan Gnathostomata. Superkelas Agnatha terdiri atas 2
kelas, yaitu Myxini dan Cephalaspidomorphi. Sedangkan, superkelas
Gnathostomata terdiri atas 6 kelas, yaitu Chondrichtyes, Osteichtyes,
Amphibia, Reptilia, Aves, dan Mammalia.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode & Desain Penelitian


1. Metode
Jenis penelitian yang dilakukan pada penelitian ini adalah
penelitian quasi experiment. Penelitian ini nantinya akan melihat
pengaruh atau akibat dari suatu perlakuan dan membandingkannya
dengan variabel bebas lainnya terhadap variabel terikat.
2. Desain
Desain penelitian yang dipakai yaitu Non-equivalent Pre-
test Post-test Multiple Group Design. Desain penelitian ini
melibatkan dua kelas untuk kelas eksperimen. Untuk pre-test
(O¿¿ 1)¿dan post-test (O¿¿ 2)¿ akan diberikan proporsi yang sama
untuk ketiga kelas tersebut. Sementara untuk perlakuan kedua
kelas tersebut akan mendapatkan perlakuan yang berbeda. Berikut
merupakan tabel desain penelitian Non-equivalent Pre-test Post-
test Multiple Group Design:
Tabel 3.1 Desain penelitian Non-equivalent Pre-test Post-
test Control Group Design

Kelas Pre-test Treatment Post-test


Eksperimen I O1 X1 O2
Eksperimen II O1 X2 O2
Keterangan :
X1 : Pembelajaran Biologi secara online menggunakan
Google Meet
X2 : Pembelajaran Biologi secara online menggunakan
Cisco WebEx
O1 : Pre-test sebelum pembelajaran dan pemberian
perlakuan
O2 : Post-test setelah pembelajaran dan pemberian
perlakuan

B. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi merupakan keseluruhan objek dari yang diteliti.
Populasi dari penelitian ini merupakan Siswa Kelas X program
studi IPA SMAN 2 Bandung tahun ajaran 2020/2021.
2. Sampel
Sampel yang akan diambil dari populasi yang sudah
disebutkan dipilih secara purposive sampling. Dimana terdapat dua
kelas yang akan menjadi kelas eksperimen dengan jumlah siswa
sekitar 60 orang.
C. Prosedur Penelitian
1. Tahap Persiapan
a. Mengidentifikasi masalah yang akan diteliti mengenai
penguasaan konsep dan keterampilan berkomunikasi siswa.
b. Melakukan kajian secara teoritis terhadap masalah
penelitian dan terkait pembelajaran secara e-learning yang
menerapkan model pembelajaran inkuiri terbimbing dan
pembelajaran daring yang menggunakan media video
conference.
c. Menyusun proposal penelitian yang akan dilakukan
d. Mempersiapkan berkas administrasi dan perizinan sekolah
yang menjadi tempat penelitian serta mengobservasi aspek-
aspek yang akan mendukung pembelajaran secara e-
learning yang menggunakan media LMS dan video
conference.
e. Menyusun instrumen penelitian
f. Melakukan validasi instrumen penelitian oleh dosen ahli
g. Memperbaiki instrumen penelitian berdasarkan saran dosen
ahli.
h. Menguji coba instrumen yang akan digunakan
i. Menyusun RPP yang sesuai dengan materi dan tujuan
penelitian

2. Tahap Pelaksanaan
a. Memilih sampel sebanyak 2 kelas dari populasi kelas X
secara purposive sampling, yaitu sampel diambil dengan
maksud dan tujuan tertentu dari peneliti. Dari kedua kelas
tersebut, dua kelas sebagai kelas eksperimen yang akan
melakukan pembelajaran menggunakan Google Meet dan
Cisco WebEx.
b. Kedua kelas tersebut melakukan Pre-test di awal
pembelajaran untuk mengukur penguasaan konsep awal
siswa sebelum pembelajaran. Kegiatan tersebut dilakukan
menggunakan Quizziz.
c. Setelah melakukan pre-test, kelas eksperimen akan
diperkenalkan dengan aplikasi video conference yang akan
digunakan sebagai media pembelajaran. Dalam melakukan
kegiatan pembelajaran menggunakan Google Meet untuk
kelas eksperimen I dan Cisco WebEx untuk kelas
eksperimen II.
d. Kegiatan pembelajaran dilakukan sesuai dengan RPP yang
telah disusun
e. Dalam kegiatan pembelajaran secara synchronous
dilaksanakan melalui media video conference, untuk
kegiatan pembelajaran secara asynchronous menggunakan
media LMS berupa Edmodo. Melalui Edmodo guru
memberikan materi dan tugas terstruktur yang akan
dipelajari dan dikerjakan oleh siswa
f. Untuk mengukur keterampilan berkomunikasi siswa dengan
memberikan siswa tugas yang akan dikerjakan secara
berkelompok sebelum pembelajaran berlangsung.
Kemudian siswa akan mempresentasikan hasil diskusi
kelompok tersebut pada pertemuan selanjutnya
menggunakan media video conference Google Meet dan
Cisco WebEx. Penilaiannya dilakukan dengan cara
observasi. Selain itu siswa diberi tugas berupa laporan hasil
observasi untuk mengukur keterampilan komunikasi non-
verbal siswa
g. Melakukan Post-test di akhir pembelajaran untuk mengukur
penguasaan konsep dengan menggunakan Quizziz.
h. Kedua kelas tersebut mengisi angket untuk mengetahui
respon setelah melakukan pembelajaran.
3. Tahap Penyusunan
a. Seluruh data yang telah diperoleh selanjutnya dilakukan
pengolahan dan analisis data sehingga data yang diperoleh
dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian
yang dirumuskan.
b. Hasil analisis data dan pembahasan ditarik kesimpulan dari
hasil penelitian tersebut.
c. Membuat laporan penelitian dalam bentuk skripsi.
Tabel 3.2 Prosedur penelitian yang dilakukan setiap pertemuan

Pertemuan Ke- Kelas Eksperimen I Kelas Eksperimen II


1 Siswa diberikan Pre-test Siswa diberikan Pre-test
kemudian, siswa diberi kemudian, siswa diberi
pemahaman terkait LMS pemahaman terkait LMS
yang akan digunakan, yang akan digunakan,
proses pembelajaran, proses pembelajaran,
aplikasi Google Meet dan aplikasi Cisco WebEx
proses pengumpulan dan proses pengumpulan
tugas. tugas.
Guru menyampaikan Guru menyampaikan
materi dan konsep-konsep materi dan konsep-
penting melalui aplikasi konsep penting melalui
Google Meet. Kemudian, aplikasi Cisco WebEx.
siswa akan diberi tugas Kemudian, siswa akan
mengenai suatu topik diberi tugas mengenai
2 berkaitan dengan materi suatu topik berkaitan
yang disampaikan. dengan materi yang
Selanjutnya siswa akan disampaikan. Selanjutnya
mengerjakan sesuai siswa akan mengerjakan
dengan sumber literatur sesuai dengan sumber
dan diskusi secara literatur dan diskusi
berkelompok. secara berkelompok.
Siswa menyampaikan
Siswa menyampaikan
hasil temuan literatur dan
hasil temuan literatur dan
diskusi menggunakan
diskusi menggunakan
aplikasi Cisco WebEx,
aplikasi Google Meet,
kemudian setiap
kemudian setiap kelompok
kelompok menanggapi
menanggapi kelompok
kelompok lainnya.
lainnya. Setelah proses
3 Setelah proses diskusi
diskusi seluruh kelompok,
seluruh kelompok, guru
guru akan membuka sesi
akan membuka sesi tanya
tanya jawab serta
jawab serta memberikan
memberikan ulasan
ulasan kembali dan
kembali dan penguatan
penguatan terhadap hasil
terhadap hasil temuan
temuan literatur dan
literatur dan diskusi siswa.
diskusi siswa.
Siswa mengerjakan
Siswa mengerjakan
laporan hasil diskusi
laporan hasil diskusi yang
yang telah
4 telah dipresentasikan,
dipresentasikan,
kemudian diupload ke
kemudian diupload ke
LMS yang sudah tersedia
LMS yang sudah tersedia
Siswa mengerjakan Post- Siswa mengerjakan Post-
test dengan alat evaluasi test dengan alat evaluasi
yang telah ditentukan. yang telah ditentukan.
5 Kemudian, siswa akan Kemudian, siswa akan
mengisi angket respon mengisi angket respon
terhadap pembelajaran terhadap pembelajaran
yang telah dilakukan. yang telah dilakukan.

D. Instumen Penelitian
1. Jenis Instrumen
Jenis instrumen dalam penelitian ini menggunakan
instrument tes dan juga non-tes.
a. Instrumen tes yang digunakan berupa penilaian soal terkait
kognitif siswa. Untuk penilaian terkait kognitif siswa
menggunakan soal pilihan ganda yang terdiri dari beberapa
tingkatan level kognitif C1-C5. Soal pilihan ganda tersebut
berjumlah 20 soal dan terdiri dari 5 pilihan jawaban.
b. Instrumen non-tes yang digunakan berupa rubrik penilaian
tes keterampilan berkomunikasi siswa berupa lembar
observasi dan angket untuk mengetahui respon siswa
setelah melakukan pembelajaran menggunakan Google
Meet dan Cisco WebEx. Rubrik penilaian berisi indikator
yang merepresentasikan hasil keterampilan berkomunikasi
siswa. Untuk angket akan berisi mengenai pembelajaran
menggunakan aplikasi, tampilan, isi serta program
mengenai Google Meet dan Cisco WebEx.
2. Kisi-kisi dan Contoh Instrumen
a. Instrumen untuk aspek kognitif
Tabel 3.3. Kisi-kisi Instrumen Aspek Kognitif

C1 C2 C3 C4 C5
Konsep Jumlah
F K P M F K P M F K P M F K P M F K P M
Ciri-ciri utama
1,2 3 5 7, 5
Animalia
Dasar
pengelompokan 4 6 8 9 10 5
Animalia
Ciri-ciri hewan
1
Invertebrata dan 11 12 13,14 5
6
Vertebrata
Pengelompokan
hewan
15 17 18,19 20 5
Invertebrata dan
Vertebrata
Jumlah 4 4 4 4 4 20

Tabel 3.4. Contoh soal instumen untuk aspek kognitif

No. Indikator Contoh Soal Tingkatan


Soal Kognitif
Ciri-ciri utama Meskipun memiliki alat gerak, beberapa ilmuwan tidak C2
Animalia memasukan Euglena viridis ke dalam kingdom Animalia
karena organisme tersebut memiliki ciri-ciri....

a. Memiliki stigma
b. Memiliki kloroplas
c. Alat geraknya berupa bulu cambuk
d. Uniseluler
e. berkembangbiak secara vegetatif
Dasar Suatu hewan mempunyai ciri-ciri triploblastik aselomata C3
pengelompokan dalam perkembangan embrionya. Hewan yang cocok dengan
Animalia ciri tersebut yaitu....

a. cacing palolo
b. cacing perut
c. cacing hati
d. cacing tambang
c. cacing tanah
Ciri-ciri hewan Suatu pengamatan tentang hewan menyatakan suatu hewan C4
Invertebrata memiliki ciri dapat hidup di air dan di darat, memiliki saccus
dan Vertebrata vocalis, termasuk dalam organisme polikiloterm, maka hewan
tersebut termasuk dalam classis....
a. Agnatha
b. Amphibia
c. Reptillia
d. Aves
e. Mammalia
Pengelompokan Seorang siswa mempresentasikan hasil diskusi dengan C5
hewan kelompoknya tentang pengelompokan hewan Reptilia.
Invertebrata Menurut mereka, mereka sepakat mengelompokkan ular
dan Vertebrata sanca ke dalam ordo Serpentes. Menurut anda, apakah
pernyataan mereka sudah tepat?
a. Tepat, karena ular sanca tidak memiliki ekstrimitas
sehingga dikelompokkan ke dalam ordo Serpentes
b. Tepat, karena ular sanca memiliki bisa yang beracun
sehingga dikelompokkan ke dalam ordo Serpentes
c. Tepat, karena ular sanca memiliki kelopak mata sehingga
dikelompokkan ke dalam ordo Serpentes
d. Tidak tepat, karena ular sanca memiliki mandibula yang
terikat seluruhnya dengan ligament sehingga tidak termasuk
ke dalam ordo Serpentes
e. Tidak tepat, karena ular sanca tidak memiliki bisa yang
beracun sehingga tidak termasuk ke dalam ordo Serpentes

b. Instrumen untuk mengukur Keterampilan Berkomunikasi


Siswa
Tabel 3.5. Kisi-kisi Instrumen untuk mengukur
Keterampilan Berkomunikasi Verbal Siswa

No. Indikator Skor


1 2 3 4
1 Dapat
mengemukakan
pendapat dan
mendengarkan
pendapat orang lain.
2 Menguasai materi
yang akan dijadikan
bahan presentasi.
3 Menyampaikan hasil
laporan secara
sistematis dan jelas.
4 Bertanya kepada
guru atau siswa lain.
5 Mampu menjawab
pertanyaan guru atau
siswa lain.

(Oktaviani & Hidayat, 2013)


Keterangan :
Indikator 1 dan 2
Skor 1 = sebagian kecil anggota kelompok mampu
mengemukakan pendapat dan menerima pendapat orang
lain serta menguasai materi.
Skor 2 = setengah anggota kelompok mampu
mengemukakan pendapat dan menerima pendapat orang
lain serta menguasai materi.
Skor 3 = sebagian besar anggota kelompok mampu
mengemukakan pendapat dan menerima pendapat orang
lain serta menguasai materi.
Skor 4 = setiap anggota kelompok mampu mengemukakan
pendapat dan menerima pendapat orang lain serta
menguasai materi.
Indikator 3
Skor 1 = setiap anggota kelompok menjelaskan hasil
laporannya secara tidak berurutan tanpa menggunakan tabel
yang digambar di papan tulis.
Skor 2 = setiap anggota kelompok menjelaskan hasil
laporannya secara tidak berurutan dengan menggunakan
tabel yang digambar di papan tulis.
Skor 3 = setiap anggota kelompok menjelaskan hasil
laporannya secara berurutan tanpa menggunakan tabel yang
digambar di papan tulis.
Skor 4 = setiap anggota kelompok menjelaskan hasil
laporannya secara berurutan dengan menggunakan tabel
yang digambar di papan tulis.
Indikator 4 dan 5
Skor 1 = > 5 pertanyaan yang diajukan dan < 3 pertanyaan
yang dijawab.
Skor 2 = 4 pertanyaan yang diajukan dan 3 pertanyaan
yang dijawab.
Skor 3 = 3 pertanyaan yang diajukan dan 4 pertanyaan
yang dijawab.
Skor 4 = < 3 pertanyaan yang diajukan dan semua
pertanyaan dapat dijawab.
Tabel 3.6. Contoh instrumen untuk mengukur Keterampilan
Berkomunikasi Non-Verbal Siswa

No. Indikator Skor


1 2 3 4
1 Karakter yang dipilih
untuk pembuatan
fenogram bersifat
informatif.
2 Tahapan pembuatan
fenogram sesuai
dengan LKS yang
diberikan.
3 Fenogram yang
dihasilkan sesuai
dengan prosedur
yang telah
ditetapkan.
4 Menginterpretasikan
fenogram ke dalam
bentuk tulisan
dengan tepat.
5 Laporan disusun
secara sistematis dan
jelas.

(Oktaviani & Hidayat, 2013)


Keterangan :
Indikator 1
Skor 1 = < 10 karakter, karakter tidak sesuai dengan
literatur, tidak semua taksa memiliki karakter tersebut.
Skor 2 = < 10 karakter, karakter kurang sesuai dengan
literatur, tidak semua taksa memiliki karakter tersebut.
Skor 3 = < 10 karakter, karakter sesuai dengan literatur,
tidak semua taksa memiliki karakter tersebut.
Skor 4 = ≥ 10 karakter, karakter sesuai dengan literatur,
tidak semua taksa memiliki karakter tersebut.
Indikator 2 dan 3
Skor 1 = tahapan-tahapan dalam analisis fenetik tidak
sesuai dengan LKS sehingga menghasilkan fenogram yang
salah.
Skor 2 = beberapa tahapan dalam analisis fenetik tidak
sesuai dengan LKS sehingga menghasilkan fenogram yang
tidak tepat.
Skor 3 = salah satu tahapan dalam analisis fenetik kurang
sesuai dengan LKS sehingga menghasilkan fenogram yang
kurang tepat.
Skor 4 = tahapan-tahapan dalam analisis fenetik sesuai
dengan LKS sehingga menghasilkan fenogram yang tepat.
Indikator 4
Skor 1 = interpretasi yang dihasilkan tidak tepat.
Skor 2 = interpretasi yang dihasilkan kurang tepat.
Skor 3 = menginterpretasikan fenogram dengan tepat tetapi
tidak disertai ciri-ciri yang menunjang.
Skor 4 = menginterpretasikan fenogram dengan tepat dan
disertai ciri-ciri yang menunjang.
Indikator 5
Skor 1 = tahapan dalam membuat analisis fenetik tidak
tepat.
Skor 2 = tahapan dalam membuat analisis fenetik kurang
tepat.
Skor 3 = tahapan dalam membuat analisis fenetik tepat
tetapi kurang jelas.
Skor 4 = tahapan dalam membuat analisis fenetik tepat dan
jelas.
c. Instrumen untuk mengukur Respon Siswa
Tabel 3.7 Kisi-kisi Respon Siswa terhadap Pembelajaran
secara e-learning menggunakan media video conference

No. Aspek Indikator Pernyataan


Positif Negatif
1 Pembelajaran Kesesuaian soal dengan 1 2
materi
Motivasi belajar 3 5
2 Isi Penggunaan bahasa 4
Kemudahan mengukur 6 9
tingkat pemahaman siswa
3 Tampilan Keterbacaan teks dan 8 7
gambar
Kemenarikan 10 11
4 Program Kejelasan petunjuk 12 13
pengguna
Kemudahan 15 14
menggunakan aplikasi
Jumlah 8 7
Diadaptasi : Sunarto (dalam Utami,2020)
E. Teknik Pengambilan Data
1. Penguasaan Konsep Siswa
Teknik pengambilan data untuk penguasaan konsep siswa
akan diperoleh dari data hasil Post-test dan Pre-test. Kemudian,
dari data tersebut akan diperoleh N-gain untuk mengetahui
seberapa banyak peningkatan yang diperoleh siswa dari sebelum
dan sesudah pembelajaran.
2. Keterampilan Berkomunikasi Siswa
Teknik pengambilan data untuk keterampilan
berkomunikasi siswa diperoleh melalui hasil observasi terhadap
penampilan presentasi siswa dan juga laporan kegiatan observasi
siswa. Data yang diperoleh berupa data kualitatif berdasarkan
indikator yang telah ditentukan dalam kisi-kisi instrumen
3. Respon Siswa Terhadap Pembelajaran
Teknik pengambilan data untuk respon siswa dilakukan
menggunakan skor yang diperoleh dari skala sikap menurut skala
Likert.
F. Pengembangan Instrumen
Tahap pengembangan instrumen dalam penelitian ini terdari dari
empat uji, yaitu:
1. Validitas Intrumen
Untuk mengukur validitas, menggunakan rumus kolerasi
product moment. Kategori validitas soal berdasarkan perbandingan
output rxy dengan rtabel. Soal dikatakan valid jika nilai rxy > rtabel
(Arikunto, 2015). rtabel dapat dilihat dari tabel berikut.
Tabel 3.8 Tabel Kategori validitas instrumen tes
Rentang Nilai Kategori
0,80 - 1,00 Sangat tinggi
0,60 – 0,79 Tinggi
0,40 – 0,59 Cukup
0,20 – 0,39 Rendah
0,00 – 0,19 Sangat rendah
(Arikunto,2015)
2. Realibilitas Instrumen
Apabila suatu tes menghasilkan tes yang tetap, dapat
dikatakan instrumen tes tersebut sangat bisa dipercaya. Pengertian
realibilitas, saling berhubungan dengan ketetapan suatu hasil
(Arikunto, 2015). Hasil perhitungan realibilitas dapat dikategorikan
berdasarkan tabel berikut.
Tabel 3.9 Tabel Kategori Reliabilitas instrumen tes
Indeks Reliabilitas Keterangan
r11 > 0,70 Reliabel
r11 < 0,70 Tidak reliabel
(Arikunto,2015)
3. Taraf Kesukaran
Soal yang baik merupakan soal yang tidak terlalu
mudah atau tidak terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah tidak
membuat siswa untuk lebih berusaha dalam menjawab soal.
Sebaliknya soal yang terlalu sukar akan membuat siswa kesulitan
dan menyebabkan siswa tidak memiliki semangat untuk mencoba
menjawab (Arikunto, 2015). Tingkat kesukaran suatu soal
dikategorikan berdasarkan tabel berikut.
Tabel 3.10 Tabel Kategori indeks tingkat kesukaran instrumen tes
Indeks Tingkat Kesukaran Keterangan
(P)
0,00 - 0,30 Sukar
0,31 – 0,70 Sedang
0,71 – 1,00 Mudah
(Arikunto, 2015)
4. Daya Pembeda
Daya pembeda merupakan kemampuan suatu soal
dalam mebedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan
tinggi) dengan siswa yang tidak pandai (berkemampuan rendah)
(Arikunto, 2015). Angka yang menunjukan besarnya daya
pembeda disebut indeks diskriminasi (D), kemudian setelah
mencari indeks diskriminasi soal dapat dikategorikan menjadi
sebagai berikut.
3.11 Tabel Tingkat indeks diskriminasi soal
Klasifikasi daya beda Keterangan
0,00 – 0,20 Jelek
0,21 – 0,40 Cukup
0,41 – 0,70 Baik
0,71 – 1,00 Baik sekali
(Arikunto,2015)
G. Analisis Data
Data yang diambil berupa data kuantitatif dan kualitatif. Data
kuantitatif didapatkan dari hasil pre-test dan post-test kognitif hasil belajar
siswa berupa soal pilihan ganda. Kemudian, untuk data kualitatif berupa
rubrik penilaian tes keterampilan berkomunikasi siswa dan angket
mengenai respon siswa.
1. Pengolahan Data Penguasaan Konsep Siswa
a. Analisis Hasil Pre-test
Hasil Pre-test siswa yang diperoleh siswa akan
berbentuk nilai dengan rentang 0-100. Kemudian, nilai Pre-
test dari setiap kelas akan dirata-ratakan. Selanjutnya, nilai
Pre-test pada kedua kelas eksperimen akan diuji beda rata-
rata untuk mengetahui perbedannya. Perbandingan nilai
Pre-test ditujukan untuk mengetahui kondisi awal kelas
yang akan digunakan dalam penelitian.
b. Analisis Hasil Post-test
Pengolahan nilai Post-test menggunakan cara yang
sama dengan analisis hasil Pre-test. Berdasarkan nilai Post-
test, akan diketahui perbedaan penguasaan konsep siswa
setelah diberikan pembelajaran dari kedua kelas
eksperimen. Penentuan peningkatan hasil belajar siswa
dihitung dengan rumus N-Gain (%) sebagai berikut.
N- gain (%) =
nilai( post−test )−nilai ( pre−test )
x 100 %
nilai maksimum−nilai( pre−test)
Kemudian, setelah mengetahui nilai N-gain, setiap
kelas dapat dikategorikan berdasarkan tabel berikut.
3.12 Tabel Kategori Gain Normalisasi
Batasan Kategori
g > 0,7 Tinggi
0,3 ≤ g ≤ 0,7 Sedang
g < 0,3 Rendah
(Arikunto, 2015)

c. Pengolahan Data
Data hasil Pre-test dan hasil Post-test yang
diperoleh akan dihitung menggunakan pendekatan saintifik.
Pengolahan data tersebut pun akan melalui beberapa uji
statistik. Uji pertama yaitu uji normalitas, uji tersebut
digunakan untuk mengetahui apakah data tersebut
terdistribusi normal atau tidak. Kemudian akan diuji
homogenitas, untuk mengetahui bagaimana varian data
Pre-test dan Post-test normal atau tidak. Kemudian setelah
mengetahui hasil dari kedua uji tersebut, kemudian akan di
uji beda. (uji hipotesis).
2. Pengolahan Data Keterampilan Berkomunikasi Siswa
a. Pengolahan data
Data yang diperoleh melalui lembar observasi
diolah secara persentase untuk mengetahui keterampilan
berkomunikasi siswa secara lisan dan tulisan. Data tersebut
dihitung dengan menggunakan rumus yang diutarakan oleh
Purwanto (2008).

Keterangan :
NP = Nilai persen yang dicari atau diharapkan
R = Skor mentah yang diperoleh kelompok
siswa
SM = Skor maksimum ideal dari tes yang
bersangkutan
100 = Bilangan tetap
Adapun yang menjadi pedoman penilaian adalah
sebagai berikut:
86 – 100 % = sangat baik
76 – 85 % = baik
60 – 75 % = cukup
55 – 59 % = kurang
< 55 % = sangat kurang
Untuk kemunculan tiap indikator komunikasi lisan
dan tulisan hasilnya ditafsirkan menurut modifikasi
Somantri (dalam Sulistiowati, 2007) dalam bentuk kalimat,
yaitu:
0% = tidak pernah
1-30 % = sangat jarang
31-49 % = jarang
50 % = cukup
51-80 % = sering
81-99 % = sangat sering
100% = selalu
3. Pengolahan Data Respon Siswa
Pengolahan data untuk angket respon siswa akan diawali
dengan proses penyekoran menggunakan skala Likert.
Tabel 3.13. Pedoman Pemberian Skor menurut Skala Likert

Jawaban Pernyataan Positif Skor Jawaban Pernyataan Negatif Skor


Sangat Setuju (SS) 4 Sangat Setuju (SS) 1
Setuju (S) 3 Setuju (S) 2
Tidak Setuju (TS) 2 Tidak Setuju (TS) 3
Sangat Tidak Setuju (STS) 1 Sangat Tidak Setuju (STS) 4
(Riduwan, 2012)
Kemudian, setelah melakukan penskoran data yang
didapatkan dari setiap item dikatakan sebagai data kasar dari hasil
tiap butir yang diperoleh. Selanjutnya hasil kasar tersebut akan
diolah menjadi nilai dengan mendistribusikan bedasarkan kategori.
Setelah itu, menghitung skor persentase setiap item penyataan
kemudian rata-rata persentase respon siswa dihitung.

DAFTAR PUSTAKA

Amien, M. (1979). Apakah Metode Discovery Inquiry Itu?. Jakarta: Depdikbud


Dikti Proyek Normalisasi Kehidupan Kampus.

Anni, C. T. (2004). Psikologi belajar. Semarang: Upt MKK Unnes.

Arikunto, S. (2015). Dasar-dasar evaluasi pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Budianto, B., Susantok, M., & Haryawan, M. Y. (2013). Implementasi Video


Conference Pada Program Pendidikan Jarak Jauh Menggunakan Aplikasi
Opensource. Jurnal Aksara Elementer, 2(1).

Cangara, H. (2007). Pengantar Ilmu Komunikasi Edisi Revisi. Jakarta: PT Raja


Grafindo Persada.
Dimyati, M. (2006). Belajar dan pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Ernawati. (2018). “Pengaruh Penggunaan Aplikasi Google Classroom Terhadap


Kualitas Pembelajaran dan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran
Ekonomi Kelas XI di MAN 1 Kota Tangerang Selatan”. Skripsi, Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Gunawan, I., & Palupi, A. R. (2012). TAKSONOMI BLOOM – REVISI RANAH


KOGNITIF: KERANGKA LANDASAN UNTUK
PEMBELAJARAN,PENGAJARAN, DAN PENILAIAN. Jurnal
Pendidikan Dasar dan Pembelajaran Vol 2, No 02.
Khan, B. (2005). Managing e-Learning Strategies: Design, Delivery,
Implementation and Evaluation. USA: Information Science Publishing.

Koenig, R. J. (2010). A Study in Analyzing Effectiveness of Undergraduate


Course Delivery: Classroom, Online and Video Conference. Contemporary
Issues in Education Research, 3(10), 13–26.

Llewllyn, D. (2005). Teaching High School Science Through Inquiry. California:


Corwin Press.

Naidu, S. (2006). e-Learning: a Guidebook of Principles, Procedures, and


Practices. New Delhi: Commonwealth Educational Media Center.

Ngalim, P. (2002). Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya

Ngalim, P. (2008). Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung:


PT. Remaja Rosdakarya.

Ngalim, P. (2011). Evaluasi hasil belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Novita, D. & Hutasulut, A. R. (2020). Plus Minus Penggunaan Aplikasi-Aplikasi


Pembelajaran Daring Selama Pandemi COVID-19. Unimed Medan. Vol. 1,
No. 11
Oktaviani, F., & Hidayat, T. (2010). “PROFIL KETERAMPILAN
BERKOMUNIKASI SISWA SMA MENGGUNAKAN METODE
FENETIK DALAM PEMBELAJARAN KLASIFIKASI ARTHROPODA”.
Jurnal Pengajaran MIPA, Vol. 15, No. 1

Purba, L. (2019) ‘Peningkatan Konsentrasi Belajar Mahasiswa Melalui


Pemanfaatan Evaluasi Pembelajaran Quizizz Pada Mata Kuliah Kimia Fisika
I’, JDP Vol. 12, No. 1.

Putranti, N. (2013) “CARA MEMBUAT MEDIA PEMBELAJARAN ONLINE”.


Jurnal Pendidikan Informatika dan Sains, Vol. 2, No. 2.

Seran, W. A., Utomo, D. H., & Handoyo, B. (2020). Pengaruh Model


Pembelajaran Outdoor Study Berbantuan Video Conference terhadap
Kemampuan Menulis Karya Ilmiah Mahasiswa, (2018), 142–152.

Sulistiowati, Dwi. (2007). Kajian Komunikasi Siswa Pada Pembelajaran


Kooperatif Think_Pair_Square Menggunakan Modul Berprograma Dalam
Konsep Pencemaran Lingkungan. Skripsi Sarjana pada Jurusan Pendidikan
Biologi FPMIPA UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Tafqihan, Z. (2011) “KARAKTERISTIK DAN PEMILIHAN MEDIA


PEMBELAJARAN DALAM E-LEARNING”, Cendekia Vol. 9 No. 2.

Yunitasari, R., & Hanifah, U. (2020). Pengaruh Pembelajaran Daring terhadap


Minat Belajar Siswa pada Masa COVID-19. EDUKATIF: JURNAL ILMU
PENDIDIKAN, 232-243.
Yuritantri, L. A. (2013). Pembelajaran Dengan Metode Guided Inquiry Untuk
Mengembangkan Rasa Ingin Tahu dan Keterampilan Komunikasi Siswa.
Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Pendidikan
Fisika, Universitas Negeri Semarang, Semarang.

Yustika Irfani Lindawati, C. A. R. (2020). Adaptasi Guru Dalam Implementasi


Pembelajaran Daring Di Era Pandemi COVID-19. Prosiding Seminar
Nasional Pendidikan FKIP, 3(1), 60–67.

Anda mungkin juga menyukai