Anda di halaman 1dari 45

54

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1 Sejarah Berdirinya MIN 41 Bireuen

MIN 41 Bireuen berdiri pada tahun 1997 dan berstatus negeri,

dengan NSM 111111110010 dan NPSnya 60703341, yang beralamat di

jalan Blang Kuta Desa Rheuem Barat kecamatan Simpang Mamplam

kabupaten Bireuen. Email madrasahnya MINrheumbarat@gmail.com.

Keadaan Siswa (Tahun ajaran 2020- 2021) kelas I sebanyak 21 Siswa,

kelas II sebanyak 19 Siswa, kelas III sebanyak 23 Siswa, kelas IV

sebanyak 20 Siswa, kelas V 13 Siswa, kelas VI 19 Siswa anak dan total

keseluruhannya sebanyak 115 Siswa. Sedangkan tenaga pengajar untuk

guru PNS sebanyak 9 orang, guru tetap 1 orang, guru honor sebanyak 5

orang dan penjaga sekolah 1 orang.

MIN 41 Bireuen terdiri dari 5 bagunan, yaitu bagunan I terdiri dari

ruang kepala sekolah, 1 ruang TU dan 1 ruang guru. Bangunan II tediri

dari 3 ruang kelas yaitu kelas I, kelas II dan kelas III. Bangunan III

terdiri dari 3 ruang

4.1.2 Visi Misi MIN 41 Bireun

MIN 41 Bireun memiliki visi misi sendiri dalam melaksanakan

proses belajar mengajar,adapun visi dan misi tersebut adalah

a. Mewujudkan sebagai pusat belajar melalui generasi yang

beriman dan bertakwa kepada Allah Swt. Budaya dan

54
55

berwawasan yang akhlah serta berakhlak mulia

b. Dapat meningkatkan prestasi Belajar

c. Kerja sama warga sekolah dengan masyarakat

d. Meningkatkan mutu pendidikan sehingga

menciptakan siswa berakhlak mulia,beriman dan bertakwa

e. Disiplin dan bekerja.

Tujuan MIN 41 Bireun adalah, dapat meningkatkan prestasi

belajar, serta ikut kerja sama antara warga sekolah dengan masyarakat,

meningkatkan mutu pendidikan sehingga menciptakan siswa berakhlak

mulia, beriman dan bertakwa, dan disiplin dalam bekerja.

4.1.3 Keadaan Guru dan Siswa MIN 41 Bireuen

1. Guru /Tenaga kependidikan

Setiap sekolah tidak terlepas dari keberadaan guru dan tenaga

kependidikan, maka sama halnya dengan guru MIN 41 Bireun yang

memiliki guru dan tenaga kependidikan antara lain yaitu:

Tabel 4.1 Status guru MIN 41 Bireun


No. Status Guru Jumlah
1 Guru Tetap /PNS 10
2 Guru Honorer 5
3 Tata Usaha 1
4 Petugas Sekolah 1

2. Siswa

Siswa merupakan subjek dari adanya sekolah, tanpa siswa proses

belajar mengajar tidak akan bisa terjadi, begitu halnya dengan MIN

41 Bireun yang memiliki siswa antara lain jumlah siswa yang


56

dimiliki yaitu:

Tabel 4.2 Jumlah siswa MIN 41 Bireun

NO Jumlah Ruang Jumlah


Laki-laki Perempuan
Kelas Siswa
1 1 21 10 11
2 2 19 11 8
3 3 23 12 11
4 4 20 12 8
5 5 13 4 9
6 6 19 10 9
Jumlah 59 56 115

3. Sarana Dan Prasarana MIN 41 Bireuen

Layaknya guru dan siswa, maka sarana dan prasarana juga menjadi

penunjang dalam proses belajar mengajar yang ada di MIN 41

Bireun, maka sarana dan prasarana yang dimiliki antara lain yaitu:

Tabel 4.3 : Sarana dan Prasarana MIN 41 Bireuen

Nama Kebutu Rusak Rusak


Tersedia Baik
Ruang han Sedang Berat
Ruang Kelas 6 6 3 - 3
Ruang Guru 1 1 1 - -
Ruang Kepala
1 - - - -
Sekolah
Ruang
1 - - - -
Perpustakaan
WC / Kamar 6 6 1 2 3
mandi
Mushalla 1 - - - -

Berdasarkan tabel di atas, maka dapat diketahui bahwa terdapat

ruang kelas 6, 3 diantaranya baik dan 3 kali rusak. Kemudian

terdapat ruang guru 1, ruang kepala sekolah 1, ruang perpustakaan

1, dan wc/Kamar mandi terdapat 6, dan Mushalla ada 1.


57

4.2 Hasil Penelitian dan Pembahasan

1. Bentuk Kesalahan yang Dilakukan Siswa kelas IV MIN 41 Bireuen

dalam Penulisan Kata Baku pada Karangan

Bentuk kesalahan yang dilakukan siswa di kelas IV MIN 41 Bireuen,

itu terdapat dalam beberapa bentuk antara lain baku dari segi lafal, baku dari

segi ejaan, baku dari segi gramatika dan baku dari segi nasional. Menyikapi

akan bentuk kesalahan tersebut, maka peneliti melakukan wawancara dengan

beberapa informan, maka diperoleh hasil penelitian terkait kesalahan yang

dilakukan siswa kelas IV MIN 41 Bireuen dalam penulisan kata baku pada

karangan adalah sebagai berikut:

a. Baku Dari Segi Lafal

Baku dari segi lafal merupakan kesalahan yang dilakukan siswa

salam bentuk lafal lisan pada gilirannya akan muncul pula dalam

bahasa tulis karena penulis terpengaruh dengan lafal bahasa lisan itu.

Kondisi yang serupa diungkapkan dari hasil wawancara dengan ibu NL

selaku guru mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas 1V di MIN 41

Bireuen, yang menyatakan bahwa:

Dalam hal ini, terdapat kesulitan yang dialami siswa sehingga


masih mengalami kesalahan dalam penulisan kata baku karena
terdapat masih banyak siswa yang belum bisa membaca. Siswa-
siswa juga malas untuk lebih fokus belajar, sehingga saya ajarkan
membaca dan memberikan tugas-tugas tertentu untuk siswa agar
memberikan ingatan dan daya ingat yang tinggi bagi siswa dan
remedial membaca. Selanjutnya metode yang saya terapkan
adalah metode diskusi. Penerapan metode ini memberikan
kemudahan bagi siswa untuk meminta dan menjelaskan kendala-
kendala yang dirasakan saat belajar membaca. (NL, 3 Oktober
58

dalam bagu segi lafal,2021).

Selain masih diawal semester, NL juga mengemukakan bahwa

ketidak pahaman siswa terhadap kata baku juga dipengaruhi oleh

beberapa faktor lainnya, yaitu malas dan siswa yang belum bisa

membaca. Malas menjadi salah satu bentuk kesulitan dalam

mengajarkan dan memberikan pemahaman kepada siswa tentang

penulisan kata baku dalam suatu karangan.

Hal ini dikarenakan siswa yang tidak mau belajar dan tidak mau

mendengarkan dan mencermati penjelasan dari guru. Adapun selain

malas, terdapat juga beberapa siswa yang masih belum bisa membaca,

karena siswa sangat sulit untuk memahami kata baku.

Hasil yang serupa juga peneliti temukan dari observasi yang

terlihat bahwa NL mengupayakan metode belajar diskusi yang

memudahkan siswa dalam belajar, sehingga siswa memiliki kebebasan

untuk menjelaskan kesulitan yang dialaminya, sehingga dapat

memahami makna kata baku yang dijelaskan oleh NL.

Di sisi lain, NL juga berusaha mengajarkan ejaan kepada siswa

yang belum mampu membaca secara langsung, dan memberikan

remedial membaca sehingga siswa terlatih dan semangat dalam belajar

mengeja sehingga mampu membaca dengan baik dan lancar.

Hal yang serupa juga dikuatkan oleh RN, siswi kelas IV yang

menyatakan bahwa:

Kami sudah diajarkan oleh guru tentang penulisan kata baku


dalam mengarang, tetapi kami masih sulit untuk mengejanya, hal
59

ini dikarenakan belum mampu membaca dengan cepat. Kalau


dalam membaca terdapat kata-kata sulit, kami masih mengejanya.
Kami suka menulis karangan dan cerita, tetapi kami tidak
memakai kata baku. Kami menuliskan karangan sesuai dengan
cerita kami. Setelah diajarkan tentang kata-kata baku oleh guru
kami, selanjutnya kami mulai menulis karangan dengan
menggunakan kata baku, dan berusaha untuk tidak lagi
menggunakan kata-kata yang kurang baku sebelumnya(Hasil
Wawancara RN, 3 Oktober 2021)

Kemampuan siswa yang masih sulit dalam menulis karangan

menggunakan bahasa baku dapat diketahui dari hasil wawancara

dengan siswa di atas, bahwa siswa memiliki kendala dalam belajar

menulis kata baku yaitu siswa belum mampu membaca dengan baik dan

lancar, sehingga siswa merasa sulit dalam menulis karangan.

Namun setelah adanya bantuan dari guru untuk mengajarkan

siswa tersebut dalam menggunakan bahasa baku, maka siswa mulai

belajar untuk terus menggunakan bahasa baku dan berusaha untuk tidak

mengulanginya, walaupun dalam proses pembelajaran tidak luput dari

kesalahan yang sama, namun bisa dimaklumi oleh setiap guru jika

siswa tersebut masih dalam proses pembelajaran.

Hasil yang sama juga peneliti dapatkan dari observasi kepada RN,

hasilnya bahwa RN dalam membaca mendapati kata-kata sulit, ia harus

mengeja terlebih dahulu, baru kemudian ia mampu untuk membacakan

kata tersebut. Meskipun demikian RN tetap sangat semangat untuk

belajar membaca, dan juga rajin mengikuti remedial membaca dengan

guru di kelas untuk memperlancar bacaannya.

Kondisi yang serupa juga terjadi pada SM, sebagaimana hasil


60

wawancara dengan SM siswi kelas IV menyatakan bahwa:

Kami sudah diajarkan tentang kata-kata baku oleh guru kami,


baik dalam berbicara maupun dalam menulis karangan dan
menulis cerita. Menulis kata baku itu mudah menurut saya,
karena saya suka menulis cerita ketika libur sekolah. Saya suka
membaca, sehingga saya sudah mampu membaca. Namun banyak
kawan yang lain belum bisa membaca dengan lancar, sehingga
tidak mengerti cara menulis kata baku. Bahkan ada kawan yang
tidur ketika guru sedang menerangkan pembelajaran, dan juga ada
yang ribut serta lari-lari di dalam kelas. Kalau saya senang sekali
jika guru meminta saya untuk menulis ke di depan kelas. Saya
sekarang sudah mampu menulis karangan dengan menggunakan
kata-kata baku. (Hasil Wawancara SM, 3 Oktober 2021).

Pembelajaran tentang penulisan kata baku sudah diajarkan

kepada siswa sebagaimana ungkapan dari hasil wawancara di atas.

Sehingga dapat diketahui bahwa SM merupakan anak yang rajin

menulis dan tekun belajar, sehingga ia mudah dalam memahami dan

menerapkan materi tentang penulisan kata baku dalam membuat

karangan.

Observasi juga kembali peneliti lakukan kepada SM sebagai

upaya untuk mengetahui kesulitannya dalam menulis karangan

menggunakan bahasa baku.

Maka berdasarkan hasil observasi peneliti mendapatkan bahwa

anak tersebut sangat suka menulis, bahkan sudah mampu membaca

dengan lancar, sehingga mudah dalam memahami setiap penjelasan

yang diajarkan guru, khususnya tentang kata-kata baku dalam membuat

karangan. Akan tetapi, ia mengaku jengkel kepada siswa lain karena

sering membuat onar di dalam kelas, lantaran mengganggu proses

belajar mengajar
61

Tidak jauh berbeda jawaban yang serupa juga peneliti dapatkan

darih wawancara dengan M yaitu siswa kelas IV yang menyatakan

bahwa:

“Saya tidak terlalu bisa tentang penulisan kata baku, karena saya
tidak suka menulis cerita. Saya suka bermain di kelas. Tetapi
sesekali saya mau belajar dan menulis karangan, kalau saya lagi
suka menulis. Saya malu menulis karena teman-teman bilang
tulisan saya jelek, saya juga tidak paham tentang kata baku
walaupun sudah diajarkan oleh guru, selain itu saya juga belum
bisa membaca dengan lancar dan sering mengeja terlebih dahulu
untuk bisa membaca.” (Hasil Wawancara M, 3 Oktober 2021).

Berdasarkan hasil wawancara di atas, maka dapat diketahui

bahwa anak tersebut malas dan tidak suka belajar, serta lebih suka

bermain daripada belajar, sehingga belum mampu menulis karangan

menggunakan kata-kata baku dengan benar, terlebih lagi siswa tersebut

belum mampu membaca dengan lancar, untuk itu perlu adanya

pembenahan lanjutan supaya siswa tersebut mampu dalam membuat

karangan menggunakan kata-kata baku.

Kondisi yang sama juga peneliti temukan dari hasil observasi

pada siswa M, yang mana M adalah anak yang termasuk ke dalam

kategori paling malas dalam menulis karena merasa tulisannya jelek,

sehingga takut jika diejek teman, seperti dikatakan cakar ayam atau

sejenisnya.

M juga belum bisa membaca, oleh karena itu M harus mengeja

terlebih dahulu baru bisa membaca. Tetapi meskipun demikian, ia bisa

saja suka menulis pada waktu-waktu tertentu ketika guru mengajak dia
62

untuk memulai menulis, dan ketika kawannya ikut melihat maka dia

akan berhenti menulis.

Kemudian kondisi yang berbeda peneliti temukan dari hasil

wawancara dengan ZA siswa kelas IV yang menyatakan bahwa:

Saya bisa membaca dengan benar. Saya juga memahami tentang


kata-kata baku yang diajarkan ibu guru. Bahkan saya sering
dimintai oleh ibu guru untuk menulis di papan tulis dan saya
selalu mendengarkan dengan baik apa yang diajarkan oleh ibu
guru. Kalau sudah pelajaran bahasa indonesia, saya suka sekali
menulis cerita. Cerita saya bermain dengan teman-teman di
rumah, cerita ke rumah nenek, dan cerita waktu ke museum
tsunami. Saya sudah bisa membaca dari kelas 2. Saya suka
membaca cerita-cerita robot di rumah, cerita kancil, dan cerita
binatang. Saat membaca saya tidak perlu lagi mengeja karena
saya sudah bisa membaca. (Hasil wawancara ZA, 3 Oktober
2021).

Berdasarkan hasil wawancara di atas, maka informasi yang

diberikan oleh anak di atas termasuk dalam kategori anak yang rajin

dan pandai. Ia suka menulis dan membaca, bahkan juga aktif menulis di

papan tulis, dan memiliki hobi menulis cerita sehari-harinya. Ia sudah

bisa membaca sejak kelas 2 dan tidak perlu lagi mengeja saat membaca

cerita ataupun menulis karangan. Hal ini bisa saja karena kebiasaannya

rajin membaca sehingga menguasai banyak kosakata dan lancar dalam

menulis.

Secara observasi terhadap ZA, maka peneliti menemukan hal

yang serupa dari siswa tersebut, yaitu kemampuannya dalam menjawab

sejumlah pertanyaan, bahkan mampu membaca dengan baik.

Kepandaiannya dalam membaca memudahkannya dalam menerapkan


63

penulisan kata-kata baku dalam karangannya. Ia mengaku suka

menulis cerita, dan ia juga suka membaca cerita teman-teman kelasnya.

Siswa tersebut di atas sudah memahami tentang penulisan

menggunakan kata-kata baku, meskipun sesekali terlupa, akan tetapi

sudah terlihat kemampuannya dalam menulis karangan yang baik.

Berdasarkan wawancara dan observasi dengan guru dan beberapa

siswa di atas, maka dapat peneliti mengambil kesimpulan bahwa

kendala dalam melafalkan ejaan itu disebabkan oleh faktor yang utama

yaitu siswa belum mampu membaca, kemudian masih terdapat siswa

yang membuat keributan di dalam kelas.

Adapun contoh bentuk kesalahan karangan siswa kelas IV MIN

Bireuen berdasarkan baku dari segi lafal yaitu:

Gambar 4.1 Karangan Siswa yang Pertama

Berdasarkan hasil karangan 1, dapat dilihat bahwa karangan yang

ditulis oleh Rafka sudah bagus karena tulisannya sudah bisa dibaca.
64

Penulisan kata baku dalam karangan ini juga dapat terlihat karena

tulisannya jelas dan ada jarak pemisah antar kata, sehingga

memudahkan untuk membaca dan memahami isi karangan. Akan tetapi,

beberapa tanda baca dan kata yang digunakan masih diperlukan

perhatian dari guru pengajar. Berikut adalah beberapa kata tidak baku

dalam karangan 1 yaitu kata “pegi”, “mamak”, dan “adek”.

Selanjutnya karangan siswa yang kedua yaitu milik RN antara

lain:

Gambar 4.2 Karangan Siswa yang Kedua

Karangan ke 2 adalah hasil karangan yang ditulis oleh Rania

Namira. Berdasarkan gambar hasil karangan di samping, dapat dilihat

bahwa R (inisial) sudah mampu dan bagus dalam menulis karangan.

Tulisannya sudah rapi dan mudah di bawa. Pemisahan antar kata juga

sudah tepat. Akan tetapi masih terdapat beberapa kesalahan yaitu dalam

penulisan kata baku, meskipun kesalahan tersebut tidak banyak terlihat


65

seperti “dita man” serta masih belum mampu dalam menulis kata

tunjuk, namun untuk siswa R penggunaan kata baku sudah memenuhi

standar.

Lafal baku dalam bahasa indonesia adalah lafal yang tidak

menampakkan lagi ciri-ciri bahasa daerah atau bahasa asing (Moeliono,

2015:113). Lafal yang tidak baku dalam lafal lisan pada gilirannya akan

muncul pula dalam bahasa tulis karena penulis terpengaruh dengan lafal

bahasa lisan itu.

Berdasarkan teori di atas, maka hal yang serupa juga peneliti

dapatkan dalam bentuk kesalahan yang dilakukan siswa kelas IV MIN 4

Bireuen dalam penulisan kata baku pada karangan yaitu siswa

melakukan kesalahan dalam menuliskan kata “ibu” menjadi “mamak”,

kemudian kata “pergi” berubah menjadi “pegi” selanjutnya kata “saya”

berubah menjadi “gue”.

Maka berdasarkan kesalahan tersebut dapat diketahui bahwa

siswa membutuhkan pembelajaran lebih mendalam kembali karena

siswa masih belum memahami akan kata baku dengan tidak baku,

selama bahasa tersebut sudah berubah bunyi layaknya dengan bunyi

yang di dengarkan dari objek apapun, maka sudah di anggap benar.

b. Baku Dari Segi Ejaan

Kendala kedua itu kendala baku dari segi ejaan yaitu siswa belum

semampunya dalam mengulang ejaan, terkadang diantara mereka

banyak kesalahan huruf atau huruf yang terbalik arahnya ketika di eja,
66

seperti halnya ungkapan ibu NL yaitu:

Selama mengajarkan siswa di kelas IV, saya sebelumnya sudah


mengajarkan kepada mereka penulisan kata baku di kelas III.
Akan tetapi, terdapat juga kesalahan penulisan kata baku oleh
siswa dalam menulis karangan hingga di kelas IV, namun
kesalahan tersebut masih dalam kategori yang sedikit, dan itu
tergantung dengan siswanya juga. Begitu halnya dengan ejaan
kata baku juga sudah saya ajarkan kepada mereka. Sehingga
sebagian besar anak-anak sudah mampu membaca tanpa mengeja,
namun ada juga beberapa siswa yang membutuhkan pembelajaran
tambahan, karena masih mengeja dalam membaca. Walaupun
demikian masih juga terdapat kesalahan pada siswa seperti dalam
penulisan doa siswa sering menulis “do’a”, selanjutnya kata-kata
“nasehat” siswa sering menulisnya nasihat. (Hasil wawancara NL,
3 Oktober 2021).

Berdasarkan hasil wawancara di atas, maka dapat diketahui

bahwa siswa sudah diajarkan tentang penulisan kata baku, baik saat

menulis karangan maupun saat menulis lainnya. NL menyebutkan

bahwa, meskipun sudah mengajarkan kata baku kepada siswa, tetapi

masih terdapat siswa yang kurang memahami tentang penggunaan dan

penulisan kata baku. Menurut NL hal ini mungkin disebabkan karena

masa belajar semester ganjil yang masih awal sehingga masih tahap

pengenalan teorinya kepada siswa dan belum banyak praktik yang

dilakukan oleh siswa.

Kondisi yang serupa juga peneliti temukan dari hasil observasi,

bahwa ibu NL senantiasa mengajari siswa tentang ejaan kata-kata baku,

sehingga terdapat siswa yang sudah mengerti dan juga belum mengerti

kata baku dari segi ejaan, hal ini terbukti dari kesalahan pada penulisan

kata-kata baku dari segi ejaan membuat karangan baik dari segi
67

penulisan maupun tata letak penggunaannya belum benar, terlebih lagi

jika siswa bersangkutan belum mampu membaca, maka sedikit sulit

dalam membuat tugas karangan yang diberikan oleh guru.

Tidak jauh berbeda juga di ungkapkan oleh SM selaku siswa

bahwa:

Kami sudah diajarkan tentang kata baku oleh ibu guru, kami
diajarkan menggunakan kata baku saat menulis karangan, kami
juga diajarkan menulis kata baku saat menulis cerita. Menulis
kata baku itu mudah menurut saya, karena saya suka menulis
cerita waktu saya libur sekolah. Saya suka membaca, makanya
saya bisa membaca. (Hasil wawancara SM, 4 Oktober 2021).

Ungkapan siswa di atas dapat diketahui bahwa pembelajaran

tentang penulisan kata baku sudah diajarkan kepada siswa. SM

merupakan anak yang rajin menulis dan tekun belajar, sehingga ia

mudah dalam memahami dan menerapkan materi tentang penulisan

kata baku dalam menulis karangan.

Kondisi yang serupa juga peneliti temukan pada saat melakukan

observasi dengan SM. Dalam pantauan peneliti terlihat bahwa SM suka

menulis, hal ini terlihat dari cara dia yang sering menulis di bukunya.

Di samping itu ia juga amat gemar menulis cerita pengalaman yang

dialami dalam kehidupan sehari-harinya. Karena kegemarannya ini,

menjadikan ia mampu membaca dan memahami setiap penjelasan

tentang kata baku yang diajarkan oleh gurunya

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara di atas maka dapat

diketahui bahwa terlihat guru sudah menjelaskan tentang penulisan

kata baku dan penggunaannya, akan tetapi ketika guru menjelaskan di


68

papan tulis masih terdapat siswa yang tertidur. Keadaan ini

menyebabkan penjelasan yang disampaikan oleh guru tidak diresapi

secara maksimal oleh siswa. Oleh karena itu masih terdapat beberapa

siswa yang salah dan kurang memahami kata baku ketika guru meminta

untuk membuat karangan kepada siswa.

Dari keadaan ini terlihat bahwa semangat siswa untuk belajar

masih kurang. Hal ini bisa disebabkan karena kurang motivasi dari

didikan anak, didikan orang tua. Ketiduran siswa dapat disebabkan oleh

ruang kelasnya masih kusam, oleh karena itu membuat siswa

mengantuk dan terhambat belajar. Di samping itu juga hal ini di dukung

oleh tidak tersedianya fasilitas belajar yang kurang memadai.

Adapun contoh bentuk kesalahan karangan siswa kelas IV MIN

Bireuen berdasarkan baku dari segi ejaan yaitu:

Gambar 4.3 Karangan Siswa yang Ketiga

Berdasarkan karangan 3 adalah hasil karangan A (Inisial). Dari

gambar karangan di samping terlihat bahwa A adalah anak yang belum

pandai menulis. Hal ini terlihat jelas dari bentuk penulisan per-kata dan

bentuk huruf abjad yang digunakan dalam menulis tidak terlalu jelas,
69

bahkan ada tang tertukar dalam ejaan yang digunakan. Tulisannya

masih banyak salah, dan penggunaan tanda baca yang tidak teratur.

Penulisan kata baku dalam karangan belum sempurna. Dari gambar

hasil karangan di samping menunjukkan bahwa A belum menguasai

penulisan kata baku dalam sebuah karangan, sehingga diperlukan lagi

belajar yang lebih giat, supaya mampu dan bisa menulis dengan baik

dan benar

Selanjutnya karangan siswa yang kedua yaitu milik N antara lain:

Gambar 4.4 Karangan Siswa yang Kedua

Karangan ke 4 adalah karangan yang ditulis N (inisial). Dalam

tulisan karangannya di samping dapat kita lihat bahwa N masih belum

bisa secara baik menulis huruf abjad. Jika dilihat lebih seksama,

karangan N sangat susah untuk dibaca karena bentuk huruf yang ditulis

sangat tidak rapi. Dari gambar di atas terlihat juga penulisan kata baku

masih sangat memerlukan bantuan guru dalam mengarahkannya. N


70

menyebutkan saat mengumpulkan karangannya bahwa dia belum terlalu

lancar membaca sehingga dia tulisannya jelek dan tidak bisa dibaca

terlebih lagi ada kata “mamakku”, seharusnya “ibuku”.

Ejaan bahasa Indonesia yang baku telah diberlakukan sejak

tahun 1972, nama ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan

disingkat EYD, oleh karena itu, semua kata yang tidak ditulis

menurut kaidah yang diatur dalam EYD adalah kata tidak baku,

yang ditulis dalam bentuk EYD adalah kata yang baku, berikut

contoh kata ejaan tidak baku, yang sering kita jumpai dalam

berbagai tulisan dimasyarakat.

Sama halnya dengan kesalahan di atas dalam penglafalan

ejaan, maka dari segi ejaan juga mendapatkan kesalahan dari

siswa kelas IV MIN Bireun, dimana siswa terkadang menuliskan

huruf “e” seperti huruf ”g”, selain itu siswa juga seri melakukan

kesalahan dalam penggunaan kata-kata “di” seperti “disekolah”

seharusnya “di sekolah”. Selanjutnya kata-kata kesalahan

sebagaimana di atas yaitu menuliskan kata “ibu” menjadi

“mamak”, kemudian kata “pergi” berubah menjadi “pegi”

selanjutnya kata “saya” berubah menjadi “gue”.

c. Baku Dari Segi Gramatika

Kata baku dari segi gramatika merupakan salah satu kesalahan

yang sering dijumpai pada siswa yang sering menggunakan bahasa

daerah ketika berada di lingkungan hidupnya, sehingga banyak kaidah


71

bahasa indonesia tidak diketahuinya, namun dilafalkan atas dasar

kebiasaan yang didengarnya, sehingga kesalahan pada gramatika itu

terjadi, dan hal tersebut sesuai dengan ungkapan ibu NL sebagai guru

Kelas 1V bahwa:

Ada beberapa siswa yang sudah memahami kata baku dari segi
gramatika, dan ada juga yang belum memahami, hal ini
disebabkan karena siswa tersebut belum bisa menulis ,dan
kesalahannya mungkin sering terjadi ada beberapa siswa yang
masih bisa belum membaca terlalu lancar tidak hanya itu sebagian
siswa berada di dalam lingkungan keluarga yang sering berbahasa
daerah, sehingga banyak bentuk bahasa indonesia berubah
menjadi adat kebiasaan di lingkungan anak tersebut contoh
misalnya ucapan karena sering di ungkapkan dengan kata-kata
“lantaran” dan juga ada siswa yang menulis “bikin bersih
ruangan”, padahal secara kata baku dapat ditulis “membersihkan
ruangan”. (Hasil wawancara, NL 4 Oktober 2021)

Hasil wawancara di atas memberikan informasi bahwa ibu NL

sudah berupaya dalam mengajari siswa agar tidak terdapat kesalahan,

namun kondisi tersebut tidak dapat dirubah selama siswa sendiri tidak

merubahnya, terlebih lagi ketika siswa bersangkutan berada di dalam

lingkungan yang mayoritas menggunakan bahasa daerah, maka tidak

diherankan jika siswa bersangkutan akan banyak memiliki kendala

dalam menggunakan bahasa baku.

Kondisi yang serupa peneliti dapatkan dari hasil observasi,

dimana ibu NL meminta salah satu siswa untuk ke depan kelas dan

membacakan karangan mereka. Namun siswa bersangkutan

mengungkapkan kalau dirinya jarang berbicara bahasa indonesia ketika

di rumah, namun ibu NL tetap berupaya untuk siswa tersebut agar

berani tampil, maka yang dikhawatirkan pun terjadi, dimana banyak


72

bahasa non baku yang digunakan lantaran sering di rumah hanya

menggunakan bahasa daerah.

Kondisi yang serupa juga diungkapkan oleh MA selaku siswa

mengatakan bahwa: “

Saya tidak terlalu bisa tentang penulisan kata baku, karena saya
tidak suka menulis cerita. saya suka bermain di kelas. tetapi
sesekali saya mau belajar dan menulis karangan, kalau saya lagi
suka menulis. saya malu menulis karena teman- teman bilang
tulisan saya jelek, saya juga tidak paham tentang kata baku.
Sudah diajarkan sama guru, tetapi saya belum mengerti. saya
belum terlalu bisa membaca, jadi saya sering mengungkapkan apa
yang biasanya saya dengarkan saja apalagi saya di rumah tidak
pernah berbicara bahasa Indonesia. (Hasil wawancara, MA. 4
Oktober 2021).

Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat dijelaskan bahwa MA

adalah anak yang malas dan tidak suka belajar. Ia juga mengatakan

bahwa dirinya lebih suka bermain dibanding belajar. ia malas menulis

karena merasa tulisannya masih belum rapi. Ia juga belum bisa

membaca, oleh karena itu ia harus mengeja terlebih dahulu baru bisa

membaca. Tetapi meskipun demikian, ia bisa saja suka menulis pada

waktu-waktu tertentu. apalagi MA mengungkapkan kalau dirinya bukan

dari kalangan masyarakat yang mayoritas berbicara sehari-hari dengan

bahasa indonesia.

Adapun contoh bentuk kesalahan karangan siswa kelas IV MIN

Bireuen berdasarkan baku dari segi gramatika yaitu:


73

Gambar 4.5 Karangan Siswa yang Kelima

Berdasarkan karangan 5 adalah hasil karangan A (Inisial). Dari

gambar karangan di samping terlihat bahwa A adalah anak yang belum

pandai menulis. Hal ini terlihat jelas dari bentuk penulisan per-kata dan

bentuk huruf abjad yang digunakan dalam menulis tidak terlalu jelas,

bahkan ada tang tertukar dalam ejaan yang digunakan. Tulisannya

masih banyak salah, dan penggunaan tanda baca yang tidak teratur.

Penulisan kata baku dalam karangan belum sempurna. Dari gambar

hasil karangan di atas secara gramatika kesalahan yang dilakukan siswa

seperti “karena ibu hari ini sedang kurang sehat karena batuk-batuk”

berdasarkan kutipan tersebut, maka siswa menggunakan kata-kata

“sedang kurang sehat karena batuk-batuk”. Seharusnya kalimat

tersebut di buat dengan “ibu kurang sehat karena sedang batuk”.

Berdasarkan penggalan dua kalimat tersebut, maka dapat diketahui

bahwa siswa perlu bimbingan dan pengajaran kembali, mengingat usia


74

yang masih dini namun dituntut untuk menguasai bahasa baku dalam

melafalkan atau menulisnya.

Selanjutnya karangan siswa yang kedua yaitu milik N antara lain:

Gambar 4.6 Karangan Siswa yang Kedua

Karangan ke 4 adalah karangan yang ditulis N (inisial). Dalam

tulisan karangannya di samping dapat kita lihat bahwa N masih belum

bisa secara baik menulis huruf abjad. Jika dilihat lebih seksama,

karangan N sangat susah untuk dibaca karena bentuk huruf yang ditulis

sangat tidak rapi. Dari gambar di atas secara gramatika kata-kata

“waktu itu sedang berlibur sekolahí”, seharusnya kalimat tersebut

adalah “waktu itu sedang libur sekolah”. Kesalahan itu muncul pada

penggalan kata berlibur yang seharusnya adalah libur.


75

d. Baku Dari Segi Nasional

Baku dari segi nasional yaitu bahasa yang diungkapkan

berdasarkan bahasa yang dikenal secara nasional, maka dalam hal ini

kondisi yang serupa juga terjadi dimana siswa bersangkutan berada

dalam lingkungan sosial yang jarang menggunakan bahasa Indonesia

sebagai alat komunikasi, akibatnya banyak bahasa nasional digunakan

secara daerah. Kondisi ini juga di ungkapkan oleh ibu NL, sebagai guru

kelas 1V menyatakan bahwa:

ada yang sudah memahami nasional penulisan kata baku, dan ada
juga yang belum paham menulis kata baku. Namun masih ada
juga bagi siswa yang belum lancar membaca, dan kesalahan
ejaan, lafal, penulisan kata baku sering muncul pada karangan
siswa adalah pada penulisan kata baku yang kurang tepat dan
tidak sesuai dengan kaidah EYD, seperti: bahasa yang baku untuk
kata sapaan ‘kamu’ sering diganti dengan kata ‘kau itu’ kemudian
ada kata ‘tidak’ sering didapatkan kata ‘enggak’ maka secara
nasional kata-kata tersebut di anggap salah. (Hasil wawancara
NL, 5 Oktober 2021)

hasil wawancara di atas, memberikan informasi bahwa kesalahan

siswa terjadi secara nasional di akibatkan siswa tersebut belum mampu

memahami akan bahasa yang baku dengan tidak baku, lantaran sifat

mereka yang masih menggunakan waktu untuk bermain, apalagi dari

siswa yang berada dalam lingkungan yang jarang berbahasa indonesia,

akibatnya kesalahan kata baku dari segi nasional sering terjadi.

Tidak jauh berbeda, maka informasi yang serupa juga peneliti

dapatkan dari hasil observasi dengan meninjau bahasa siswa saat

berbicara dengan teman-temannya. Ketika anak desa menyahut jawaban

teman yang memang dari lingkungan berbahasa Indonesia sering


76

mengungkapkan “kau itu kan”, lalu “enggak lah” dan sering juga

peneliti dengan “ngomong lah kok diam”. Ini merupakan beberapa dari

kesalahan yang sering peneliti jumpai di lingkungan siswa.

Kondisi yang serupa juga diungkapkan oleh ZA selaku siswa di

kelas IV adalah sebagai berikut

Saya selalu mendengarkan dengan baik apa yang diajarkan oleh


bu guru. Saya suka menulis cerita. Cerita saya bermain dengan
teman-teman di rumah, cerita ke rumah nenek, dan cerita waktu
ke museum tsunami. Saya sudah bisa membaca dari kelas 2. Saya
suka membaca cerita-cerita robot di rumah, cerita kancil, dan
cerita binatang. Saat membaca saya tidak perlu lagi mengeja
karena saya sudah bisa membaca. ( Hasil wawancara ZA, 5
Oktober 2021).

Hasil wawancara di atas, maka memberikan informasi dari siswa

ZA bahwa dirinya termasuk ke dalam kategori anak yang rajin dan

pandai. Ia suka menulis dan belajar. Dia juga aktif menulis di papan

tulis. Suka menulis cerita sehari-harinya. Ia sudah bisa membaca sejak

kelas 2 dan tidak perlu lagi mengeja saat membaca cerita ataupun

menulis karangan. Hal ini bisa saja karena ZA rajin membaca sehingga

menguasai banyak kosa kata dan lancar dalam menulis. Hal ini terlihat

dalam hasil wawancara dimana ZA mengaku suka membaca cerita-

cerita dongeng, robot dan fabek (cerita yang mengisahkan tentang

kehidupan binatang).

Penemuan dari hasil observasi dengan siswa ZA setelah

dilakukannya wawancara, maka peneliti melihat kalau ZA mampu

menjawab sejumlah pertanyaan, dan mampu membaca dengan baik.


77

Kepandaiannya dalam membaca memudahkannya dalam menerapkan

penulisan kata baku di dalam karangannya. Terlebih lagi disetiap

bukunya banyak sekali cerita yang ia salin dari beberapa buku sekolah,

dan ia juga suka membaca cerita teman-teman sekelasnya.

ZA adalah salah satu anak yang berasa dari keluarga

berpendidikan yaitu ibu dan bapaknya adalah seorang guru, maka

kebiasaannya di rumah untuk berbicara dengan bahasa Indonesia

memberikan memudahkan bagi dirinya dalam proses pembelajaran.

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi dengan guru dan

siswa di atas, maka dapat disimpulkan bahwa, siswa maupun siswi di

Kelas IV MIN 4 Bireuen sejauh ini masih mengalami kesulitan dan

kendala dalam penulisan kata baku saat menulis karangan. Akan tetapi

uniknya, meskipun dengan situasi dan keadaan kelas yang ribut, ada

juga beberapa anak yang tetap fokus dalam belajar.

Ini menjadi sebuah tonggak yang dapat membantu guru dalam

menjelaskan dan mengajarkan kepada siswa mengenali penulisan kata

baku dalam sebuah karangan, agar karangan lebih bagus dan tersusun

rapi.

Pemaparan hasil karangan siswa pada hasil penelitian bertujuan

untuk memberikan informasi dan data lebih akurat terhadap

penggunaan kata baku dalam penulisan karangan pada siswa-siswa

kelas IV. Hal ini dapat memberikan data tambahan terhadap hasil

wawancara dengan beberapa informan di atas, karena mengingat


78

beberapa siswa yang belum bisa memahami beberapa dan menjawab

pertanyaan yang diajukan oleh peneliti.

Adapun contoh bentuk kesalahan karangan siswa kelas IV MIN

Bireuen berdasarkan baku dari segi nasional yaitu:

Gambar 4.5 Karangan Siswa yang Keenam

Berdasarkan karangan 6 adalah karangan yang ditulis oleh RE

(inisial) masih belum rapi dan terlihat sangat sulit untuk dibaca.

Penulisan huruf abjad masih sangat diperlukan bimbingan lebih khusus

dari guru agar memberikan kemampuan bagi siswa untuk menulis

dengan baik dan benar. Kekurangan dalam karangan ini terdapat pada

penulisan kata baku, tanda pisah antara kata, tanda baca, dan tidak rapi.

Kesalahan kata baku yang terjadi pada siswa di atas, karena

ketidak benaran siswa dalam membentuk kata-kata baku sesuai dengan

ciri-cirinya yaitu:

1) Tidak dipengaruhi oleh bahasa daerah tertentu. 

2) Tidak dipengaruhi oleh bahasa asing. 


79

3) Pemakaian dan penambahan kata imbuhan bersifat eksplisit. 

4) Kata jenis ini adalah bahasa dalam percakapan. 

5) Kata jenis ini tidak terkontaminasi sehingga maknanya tidak

rancu melainkan jelas. 

6) Kata jenis ini akan digunakan sesuai dengan konteks kalimat. 

7) Tidak mengandung arti pleonasme (boros art atau terlalu punya

banyak arti dan makna). 

8) Tidak mengandung hiperkorek (mengoreksi kata yang benar

sehingga menjadi salah). 

9) Digunakan untuk kebutuhan menulis dan dalam kegiatan yang

bersifat formal (misalnya ceramah, pidato, mengajar, dan lain-

lain). 

Dirgo juga berpendapat dalam bukunya memberikan ciri-ciri

kosakata baku sebagai berikut:

a. Kosakata baku mengandung jati diri kata bahasa Indonesia ,yaitu

kosakata yang bebas kata-kata bahasa daerah yang belum

terterima, bebas dari kata-kata asing yang belum terterima, dan

penyerapannya sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia

b. Pembentukannya sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia

c. Ejaannya Benar (Dirgo Sabariyanto, 2017:367)

Secara hakikat sebahagian besar karangan siswa MIN 41 Bireuen

menggunakan bahasa yang tidak baku yaitu kata yang digunakan tidak

sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang ditentukan. Konteks


80

penggunaanya adalah dalam bahasa percakapan sehari-hari atau bahasa

tutur.

Kata tidak baku merupakan kata yang penulisan maupun

pengucapannya sudah keluar dari kaidah kebakuan yang disampaikan di

atas. Kata ini sendiri sifatnya memang tidak resmi dan tidak memiliki

acuan yang pasti sebagaimana pada kata ini.

Meskipun begitu, kata ini tetap ada dan juga tetap digunakan oleh

masyarakat luas. Penggunaannya sendiri umumnya untuk aktivitas

sehari-hari, yang dilakukan dalam suasana tidak formal atau tidak resmi.

sifat kata ini santai, bisa digunakan sesuka hati dengan fokus utama

adalah menyampaikan maksud yang ada dalam hati dan pikiran. 

Sehingga dari segi bentuk, seperti tata penulisan maupun tata

pengucapan bisa dikesampingkan. Ada banyak sekali faktor yang

membuat kata ini terus ada dan bahkan terus berkembang. Faktor yang

paling utama adalah dari faktor lingkungan. Sehingga nyaris di setiap

daerah memiliki bentuk kata ini sendiri. 

Istilah lain yang dipakai untuk menyebutkan kata tidak baku ini

pun cukup beragam. Dimulai dari kata atau bahasa gaul, bahasa populer,

dan juga bahasa pasar. Berhubung kata atau bahasa tidak baku ini

berkembang karena faktor lingkungan. Maka sering dijadikan sebagai

acuan menentukan identitas seseorang. 

Misalnya, ketika seseorang sangat fasih dalam menggunakan

bahasa salon maka orang sekitarnya akan yakin bahwa orang tersebut
81

pernah bekerja di salon. Atau mungkin pernah dan masih memiliki usaha

salon, sehingga akrab sekaligus fasih dalam mengucapkannya. 

Memberikan pelajaran yang tepat dalam penulisan kata baku

sangatlah penting, karena kata baku memiliki beberapa fungsi yaitu:

1) Fungsi sebagai pemersatu, yakni bahasa mempersatukan mereka

menjadi satu masyarakat bahasa dan meningkatkan proses

identifikasi penutur seorang dengan seluruh masyarakat itu.

2) Fungsi pemberi kekhasan, yakni pemberi kekhasan yang diemban

oleh bahasa baku memperbedakan bahasa itu dari bahasa lain.

Karena fungsi itu, bahasa baku dapat memperkuat perasaan

kepribadian masyarakat bahasa yang bersangkutan. Hal ini

terlihat pada penutur bahasa Indonesia dengan bahasa Indonesia

baku kita menyatakan identitas kita.

3) Fungsi pembawa kewibawaan, yakni bersangkutan dengan usaha

orang mencapai kesederajatan dengan peradaban lain yang

dikagumi lewat pemerolehan bahasa baku sendiri.

4) Fungsi sebagai kerangka acuan, yakni bagi pemakaian bahasa

dengan adanya norma dan kaidah yang jelas.

Kata baku sebagai pembawa kewibawaan artinya kata baku yang

diterapkan dalam bahasa dapat memperlihatkan kewibawaan pemakainya.

Ahli bahasa dan beberapa kalangan di Indonesia pada umumnya

berpendapat bahwa perkembangan bahasa Indonesia dapat dijadikan

teladan bagi bangsa lain di Asia Tenggara (dan mungkin juga Afrika) yang
82

juga memerlukan bahasa yang modern. Dapat juga dikatakan bahwa fungsi

pembawa kewibawaan ini beralih dari pemilikan bahasa baku yang nyata

ke pemilikan bahasa yang berpotensi menjadi bahasa baku. Walaupun

begitu, menurut pengalaman, sudah dapat disaksikan di beberapa tempat

bahwa penutur yang mahir berbahasa Indonesia “dengan baik dan benar”

memperoleh wibawa di mata orang lain (Supriadin, 2016:5). Kata baku

sebagai kerangka acuan artinya kata baku menjadi patokan bagi benar atau

tidaknya pemakaian bahasa seseorang atau kelompok. Kata tidak baku

berfungsi sebagai bahasa tutur dan percakapan sehari-hari terutama pada

perkembangan usia remaja

2. Penyebab Kesalahan Penulisan Kata Baku Dalam Karangan

Siswa Kelas IV MIN 41 Bireuen

Berdasarkan dari hasil wawancara dengan NL mengenai penyebab

kesalahan penulisan kata baku dalam karangan siswa yang dialami oleh

siswa yang dilaksanakan pada hari Rabu 3 oktober 2021 dengan

menggunakan 1 orang narasumber yaitu NL (nama inisial) sebagai guru mata

pelajaran Bahasa Indonesia di kelas 1V bahwa kendala berasal dari faktor

internal dan eksternal.

1. Faktor Internal (Fisiologis dan Psikologis)

Berdasarkan hasil wawancara dengan NL, sebagai guru mata

pelajaran Bahasa Indonesia kelas 1V pada penyebab terjadinya atau

kendala bagian internal menyatakan bahwa :

Kendala yang sering terjadi pada kesalahan penulisan kata baku


83

dalam membuat karangan siswa yaitu mengalami kesulitan ketika


mengarang dalam menggunakan kata baku, ada sebagian siswa
tidak tepat menggunakan penulisan kata baku ,dan ada sebagian
siswa sudah paham dalam menulis penulisan kata baku, tetapi
tidak mengetahui dimana terletak perbedaannya. (Hasil
wawancara NL, 2 Oktober 2021)

Hasil wawancara dengan NL di atas, maka dapat diketahui bahwa

mengarang karangan siswa dalam penulisan kata baku adalah satu

kendala yang sering dialami oleh siswa, pada contohnya yaitu di saat

siswa membuat karangan hanya beberapa siswa saja yang memahami

penulisan kata baku. Begitu halnya dengan ungkapan siswa yaitu RN

bahwa:

Saya merasa senang dalam membuat tugas mengarang ,apa lagi


mengarang tentang yang menceritakan dalam gambaran
kehidupan sehari-hari. (Hasil wawancara RN, 3 Oktober 2021).

Berbeda dengan ungkapan M bahwa:

Saya kalau guru suruh mengarang sangat bosan seklai, sengak


tahu mau buat apa lagi, sering akalau dirumah main-main saja,
jadi karangan ya saya buat kalau saya pergi bermain-main (Hasil
wawancara M, 3 Oktober 2021)

Melalui hasil wawancara di atas dengan siswa kelas 1V maka

dapat diketahui bahwa siswa merasa senang ketika pelajaran bahasa

Indonesia dalam tugas mengarang, karena guru menyuruh siswa

membuat karangan siswa dalam bentuk pengalaman masing-masing

agar siswa antusias serta semangat dalam menyelesaikan tugas

karangan tersebut dalam bentuk penulisan kata baku, namun tidak

dipungkiri jika ada siswa yang juga tidak menyukai akan sistem

pembelajaran tersebut.
84

Selain hasil wawancara, peneliti juga menemukan dari hasil

observasi terlihat bahwa, siswa senang ketika pelajaran berlangsung,

dikarenakan guru memberikan tugas karangan dalam bentuk

pengalaman masing-masing sehingga siswa lebih mudah dalam

mengilustrasikan apa yang hendak di jadikan sebuah karangan

Selanjutnya menyikapi kendala tersebut, maka ibu NL selaku

guru Bahasa Indonesia ikut menambahkan bahwa:

Adapun kendala yang bisa terjadi pada siswa dalam pembelajaran


berlangsung yaitu siswa yang kesulitan dalam membuat tugas
dikarenakan siswa tersebut belum bisa membaca dan ada
beberapa yang belum lancar membaca, karena membaca sangat
diperlukan dalam membuat tugas karangan ditambah terbiasanya
siswa mengungkapkan bahasa Indonesia yang baku, dan jika
sebaliknya maka siswa sering mengungkapkan bahasa yang di
dengar tanpa mengetahui tingkat kebakuannya. (Hasil wawancara
NL, 3 Oktober 2021).

Berdasarkan hasil wawancara dengan NL mengatakan membaca

sangat penting dalam membuat tugas karangan ,jika tidak bisa

membaca sulit menyelesaikan tugas karangan apalagi menggunakan

penulisan kata baku, karena menuntut siswa untuk membuat karangan

dalam bentuk penulisan kata baku yang tepat dan sesuai kaidah bahasa

Indonesia, selanjutnya penyebab kendala bagian internal adalah dari sisi

psikologis kondisi minat siswa yang kurang bagus, rasa malas dari diri

siswa, ketidak pedulian diri siswa terhadap pentingnya belajar penulisan

kata baku, jahil, tidak ada Minat belajar, serta penguasaan terhadap

ilmu yang dimiliki ditambah lagi dari terbiasanya siswa

mengungkapkan bahasa indonesia.


85

Hasil observasi hal yang serupa juga peneliti dapatkan, bahwa

siswa sering lari-lari di dalam kelas, ketika guru menegurnya maka

siswa tidak mendengarkannya, sehingga guru harus membentak siswa

supaya tingkat jahil dan bisa terdiam sejenak, ditambah lagi adanya

siswa yang jarang mengungkapkan bahasa indonesia secara baku atau

bahkan tidak pernah karena lingkungannya yang mayoritas

menggunakan bahasa daerah.

2. Faktor Eksternal

Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu NL terlihat bahwa

Minat belajar pada siswa kurang baik, serta motivasi yang rendah,

kondisi kesehatan mental yang kurang, kondisi kesehatan sangat

terpengaruhi dalam menyelesaikan tugas karangan tersebut, metode tipe

belajar yang berbeda, kondisi kesehatan juga sangat berpengaruh pada

siswa misalnya jika siswa tidak sarapan pagi sampai ke sekolah dan

mengikuti pelajaran siswa akan merasa lapar dan lesu, sehingga tidak

fokus dalam mengikuti pelajaran, banyak siswa yang tidak sarapan pagi

dikarenakan takut terlambat ke sekolah, padahal sarapan pagi sangat

terpengaruhi dalam belajar.

Sebagaimana hasil wawancara dengan NL menyatakan bahwa:

Kendala eksternal keseringan itu muncul dari lingkungan siswa,


karena siswa berada di lingkungan yang mayoritas menggunakan
bahasa daerah, sehingga kebiasaan yang seperti itu membuat
siswa kurang mengerti bahasa baku, ditambah lagi dari keluarga
yang tidak mempedulikan pendidikan anak, akibatnya anak
belajar dari kebiasaan. (Hasil wawancara NL, 3 Oktober 2021).
86

Hasil wawancara di atas memberitahukan bahwa faktor ekternal

itu muncul dari lingkungan siswa baik secara sosial maupun keluarga.

Selanjutnya kondisi tersebut dibenarkan oleh siswa M, RN dan SM

yang menyatakan bahwa:

saya kurang sehat dalam pelaksanaan tugas karangan ini, kalau di


rumah saya tidak dapat tanyakan kepada siapa pun, pelajaran ini
sangat bagus, bisa membuat kita lebih giat lagi membaca tetapi
saya sering salah buat karena saya jarang berbicara bahasa
indonesia di rumah. (Hasil wawancara NL, 3 Oktober 2021).

Siswa terlihat dari hasil wawancara di atas yaitu tidak menyukai

pelajaran ini tetapi jika kesehatannya terganggu pada pelaksanaan

pembelajaran ini akan berdampak kesulitan dalam mengikuti pelajaran

ini ,siswa merasa senang dengan pelajaran ini bisa membagikan

pengalaman masing –masing dalam bentuk karangan siswa.

Berdasarkan hasil observasi peneliti menemukan bahwa jika ada

seorang siswa yang kurang sehat dan terlihat murung dan tidak

bersemangat, saat guru menjelaskan tentang pelajaran bahasa Indonesia

yang materinya penulisan kata baku serta guru menyuruh siswa

membuat karangan dalam bentuk penulisan kata baku dalam karangan

siswa.

Berdasarkan hasil wawancara guru dan siswa serta observasi

yang dilakukan oleh peneliti menerangkan bahwa penyebab kesulitan

yang dialami oleh siswa terdapat dua faktor yaitu faktor internal dan

faktor eksternal, yang dimana faktor internal yaitu meliputi dari diri

siswa sendiri seperti kondsi siswa yang sedang sakit, kurang sehat,
87

minat belajar yang kurang, serta motivasi yang rendah, sedangkan

faktor eksternal yaitu faktor yang terjadi diluar diri siswa misalnya

lingkungan siswa yang mayoritas menggunakan bahasa daerah,

kemudian keluarga siswa yang tidak memerhatikan kondisi siswa akibat

dari broken home.

Setiap tindakan tiada luput dari kesalahan begitu halnya dengan

kesalahan yang diperbuat oleh setiap siswa kelas IV MIN Bireuen

dalam membuat karangan, untuk itu perlu kiranya mengetahui

penyebab kesalahan itu muncul, maka berdasarkan hasil penelitian

peneliti menemukan beberapa penyebab kesalahan itu terjadi antara lain

yaitu:

a. Faktor Internal

Faktor internal merupakan faktor dari dalam diri siswa bisa

disebabkan dari kondisi, emosi, minat maupun motivasi belajar

siswa, maka dalam penelitian ini terdapat beberapa faktor internal

yang menyebabkan kesalahan penggunaan kata baku dalam

karang siswa di kelas IV MIN Bireuen meliputi:

1) Kesehatan siswa

Kesehatan seseorang sangat berpengaruh terhadap hasil

belajarnya. Proses belajar seseorang akan terganggu jika

kesehatan seseorang terganggu. Sehat berarti segenap badan

beserta bagian-bagiannya dalam keadaan baik dan bebas dari

penyakit. Proses belajar seseorang akan terganggu, selain itu


88

juga ia akan cepat lelah, kurang bersemangat, mudah pusing,

sering mengantuk. Hal tersebut dapat mempengaruhi prestasi

belajar.

Faktor kesehatan, dan cacat yang dibawa sejak lahir,

misalnya peserta didik kurang sehat, bisu, tuli, gegar otak

karena jatuh. Hal tersebut dapat menjadi hambatan dalam

perkembangan peserta didik, sehingga kesulitan dalam

berinteraksi dengan lingkungan sekelilingnya (Suryabrata,

2015:45).

Siswa yang dalam keadaan segar jasmani dan

rohaninya akan lain belajarnya dibandingkan dengan siswa

yang dalam keadaan kelelahan. Siswa yang sehat akan belajar

dengan baik tanpa ada gangguan dari kondisi fisiknya.

2) Motivasi belajar yang rendah

Motivasi dalam belajar adalah faktor yang pentin

karena hal tersebut merupakan keadaan yang mendorong

keadaan siswa untuk melakukan belajar. Persoalan mengenai

motivasi dalam belajar adalah bagaimana cara mengatur agar

motivasi dapat ditingkatkan. Demikian pula dalam kegiatan

belajar mengajar seorang anak didik akan berhasil jika

mempunyai motivasi untuk belajar.

3) Minat belajar yang kurang

Minat besar pengaruhnya terhadap hasil belajar.


89

Bahkan pelajaran yang menarik minat siswa lebih mudah

dipelajari dan disimpan karena minat dapat meningkatkan

kemampuan belajar. Untuk menambah minat seorang siswa di

dalam menerima pelajaran di sekolah, siswa diharapkan dapat

mengembangkan minat untuk melakukannya sendiri, (Winkel,

2017:76).

Minat belajar yang telah dimiliki siswa merupakan

salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajarnya.

Apabila seseorang mempunyai minat yang tinggi terhadap

sesuatu hal maka akan terus berusaha untuk melakukan

sehingga apa yang diinginkannya dapat tercapai sesuai dengan

keinginannya (Purwamto, 2013:7).

b. Faktor eksternal

1) Lingkungan yang mayoritas menggunakan bahasa daerah

Bila di sekitar tempat tinggal keadaan masyarakatnya

terdiri dari orang-orang yang berpendidikan, terutama anak-

anaknya rata-rata bersekolah tinggi dan moralnya, baik, hal ini

akan mendorong anak lebih giat belajar. Tetapi sebaliknya,

apabila tinggal di lingkungan banyak anak-anak yang nakal,

tidak bersekolah dan pengangguran, hal ini akan mengurangi

semangat belajar atau dapat dikatakan tidak menunjang

sehingga motivasi belajar berkurang.

Aspek ini sesuai dengan pendapat Samsul (2014:6)


90

yaitu berpengaruh pada faktor eksternal tentang pengaruh

Bahasa daerah. Dalam proses komunikasi sehari-hari biasanya

menggunakan bahasa ibu (bahasa daerah) sebagai bahasa

untuk berkomunikasi. Sehingga siswa menjadi tidak terbiasa

dengan menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan tepat

karena mereka hanya menggunakan bahasa Indonesia tanpa

mengetahui kaidah yang terkandung dalam bahasa yang baik

dan benar seperti apa.

Aspek tersebut mempengaruhi siswa dalam

mengucapkan atau menulis kata baku. Karena siswa pada

dasarnya memakai bahasa Aceh setiap hari untuk

berkomunikasi dengan orang lain ketika di dalam lingkungan

sekolah maupun di luar lingkungan sekolah. Tak hanya siswa

guru pengajar di sekolah juga masih sering mencampurkan

bahasa Indonesia dengan bahasa Aceh untuk memberikan

materi pembelajaran kepada siswa.

2) Kurang perhatian dari orang tua siswa yang broken home

Soekanto (2014:76), mengatakan lingkungan pertama

yang berhubungan dengan anak adalah orang tuanya, saudara-

saudarnya serta mungkin kerabat dekatnya yang tinggal

serumah. Hal ini sesuai dengan Slameto (2013:70), bahwa

keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan utama.

Keluarga yang sehat besar artinya untuk pendidikan dalam


91

ukuran kecil, tetapi bersifat menentukan untuk pendidikan

dalam ukuran besar yaitu pendidikan bangsa, negara dan

dunia.

Menurut Dalyono (2017:87) yang menjadi faktor dalam

lingkungan keluarga yang memiliki pengaruh terhadap

keberhasilan anak dalam belajar adalah faktor orang tua yang

meliputi tinggi rendahnya pendidikan orang tua, besar

kecilnya penghasilan, cukup atau kurangnya perhatian dan

bimbingan orang tua, rukun atau tidaknya kedua orang tua,

akrab atau tidaknya situasi dalam rumah.

Peran orang tua sangat penting dalam mendidik

anaknya ketika dirumah, tetapi pada penelitian ini siswa

mengatakan bahwa orang tua sibuk berkerja dan jarang ada

waktu luang untuk mengajarinya belajar, sehingga

menyebabkan kurangnya perhatian pendidikan anak-anaknya.

Terlebih lagi jika keluarga siswa adalah keluarga yang sudah

broken home.

3. Upaya yang Dilakukan Guru Dalam Memperbaiki Kaidah-Kaidah

Penulisan Kata Baku

Mengingat akan beberapa kendala di atas, NL mengupayakan metode

belajar yang terbuka dan mudah yaitu dengan menerapkan metode diskusi,

dimana Siswa memiliki kebebasan untuk menjelaskan kesulitan yang

dialaminya sehingga susah untuk memahami makna kata baku yang


92

dijelaskan oleh NL. Selain itu, NL juga selalu mengajarkan ejaan kepada

Siswa yang belum bisa membaca, dan mengajarkan Siswa yang belum bisa

membaca dengan memberikan remedial membaca sehingga Siswa terlatih

lebih semangat dalam beajar mengeja dan bisa membaca.

1) Pengayaan

Adapun upaya yang dilakukan oleh guru ada beberapa upaya

memperbaiki kaidah-kaidah penulisan kata baku seperti yang telah

diwawancarai oleh peneliti. dengan ibu NL ,Selaku guru kelas 1V

Mengatakan Bahwa :

membiarkan siswa berdiskusi dengan teman semeja dan teman


lainnya, dan ibu NL juga menggunakan metode ceramah, dengan
metode ceramah ,ibu NL dapat menjelaskan bahwa apa saja
yang siswa tidak memahami NL akan memberikan petanyaan-
pertanyaan agar siswa tidak menonton terhadap tugas menulis
karangan ini. (NL,7 oktober 2021).

Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu NL, telihat bahwa

metode ceramah adalah cara guru untuk menjelaskan atau menyalurkan

penjelasan tentang penulisan kata baku ,dengan metode ceramah siswa

juga bisa penjelasan yang dijelaskan oleh guru.

ZA, Mengatakan bahwa ia sering berdiskusi dengan teman

semeja dalam menyelesaikan tugas karangan ini dalam bentuk

penulisan kata baku Lalu M Juga mengatakan bahwa ia sering

berdiskusi dengan teman semejanya, dan RN Juga mengatakan bahwa

selain dengan teman saya juga berdiskusi dengan guru.

Selain dari hasil wawancara, maka berdasarkan hasil observasi

juga terlihat serupa bahwa siswa berdiskusi dengan teman semeja atau
93

dengan guru penting, dan sangat membantu dalam menyelesaikan tugas

karangan dalam penulisan kata baku, dengan diskusi tersebut siswa

dapat mengemukakan apa yang ia ketahui dan dapat bertanya tentang

apa yang tidak Ketahui.

Pengayaan adalah proses, cara, perbuatan mengayakan,

memperkaya, memperbanyak tentang pengetahuan dan sebagainya.

Namun pengertian dalam pembelajaran pengayaan yaitu suatu kegiatan

yang diberikan kepada siswa kelompok cepat agar mereka dapat

mengembangkan potensinya secara optimal dengan memanfaatkan sisa

waktu yang dimilikinya, (Kunandar, 2012:240).

Pembelajaran di dasari kenyataan adanya siswa yang memiliki

hambatan dalam mengikuti proses pembelajaran, ada yang tidak

mengalami hambatan, dan ada juga yang mampu menguasai bahan

atau materi pelajaran dengan sangat baik bahkan lebih cepat dari siswa

lain pada umumnya. Oleh sebab itu, diperlukan tindak lanjut bagi

mereka yang memliki kemampuan lebih cepat dalam mengikuti proses

pembelajaran dengan baik dan melebihi batas minimal penguasaan

materi. Siswa yang memiliki kemampuan akademik tinggi ini perlu

diberikan penanganan khusus dengan tujuan tercapainya kepuasan

intelektual siswa tersebut. Hal ini disebabkan, kepuasan intelektual

siswa tidak terpenuhi berpotensi menghambat proses belajar siswa yang

bersangkutan dan siswa lain secara umum. Artinya, siswa yang tidak

terpenuhi kepuasan intelektualnya akan cenderung mengganggu


94

proses belajar siswa lainnya, (Sitepu, 2014:41).

Sedangkan menurut Kunandar (2014:205), program pengayaan

adalah program pembelajaran yang diberikan kepada peserta didik yang

belajar lebih cepat. Hal ini dilaksanakan berdasarkan suatu keyakinan

bahwa belajar merupakan suatu proses yang terus terjadi (on going

process) dan belajar sebagai sesuatu yang menyenangkan (fun) dan

sekaligus menantang (challenging). Ada dua model pembelajaran bagi

siswa yang memerlukan pembelajaran pengayaan. Pertama, siswa yang

berkemampuan belajar lebih cepat diberi kesempatan memberikan

pelajaran tambahan kepada siswa yang lambat dalam belajar (mentoring

dan tutoring). Kedua, pembelajaran yang memberikan suatu proyek

khusus yang dapat dilakukan dalam kurikulum ektrakurikuler dan

dipresentasikan di depan rekan-rekannya.

2) Motivasi

Berdasarkan wawancara tentang usaha yang diberikan oleh pada

tahap motivasi kepada siswa, wawancara dengan ibu NL, selaku guru

kelas 1V mengatakan bahwa penting sekali memberikan pemahaman

mencari tau apa saja yang menjadi kesulitan siswa dan memberikan

solusinya kepada siswa, serta memberikan semangat berupa kata

motivasi sehingga siswa giat dalam membuat tugas atau menyelesaikan

karangan siswa ZA mengatakan ia bahwa ia setelah mendengar

motivasi dari guru ,dia sudah mulai sudah bisa membuat karangan.

Adapun M Juga mengatakan seperti ZA dia sudah memahami


95

membuat karangan dalam penulisan kata baku.

Berdasarkan hasil wawancara siswa terlihat bahwa pada usaha

guru bagian motivasi guru mengajak siswa membuat tugas karangan

apa saja yang mereka sukai dalam menggunakan penulisan kata baku,

siswa pun antusias dalam mengerjakannya dengan penuh semangat.

(Hasil wawancara NL, 11 Oktober 2021)

Dalam arti luas belajar dapat diartikan sebagai kegiatan psio-fisik

menuju perkembangan pribadi seutuhnya. Kemudian dalam arti sempit,

belajar dimaksudkan sebagai usaha penguasaan materi ilmu

pengetahuan yang merupakan sebagaian kegiatan menuju terbentuknya

kepribadian seutuhnya, (Sadirman, 2011:20).

Menurut Hamzah B. Uno (2011:23), motivasi belajar adalah

dorongan internal dan eksternal pada siswa yang sedang belajar untuk

mengadakan tingkah laku, pada umumnya dengan beberapa indikator

atau unsur-unsur yang mendukung. Indikator-indikator tersebut, antara

lain: adanya hasrat dan keinginan berhasil, dorongan dan kebutuhan

dalam belajar, harapan dan cita-cita masa depan, penghargaan dalam

belajar, dan lingkungan belajar yang kondusif. Motivasi belajar adalah

seluruh daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan

belajar yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar yang

memberikan arah pada kegiatan belajar sehingga tujuan yang

dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat dicapai.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat dijelaskan bahwa


96

motivasi belajar adalah seluruh daya penggerak psikis yang ada dalam

diri individu siswa yang dapat memberikan dorongan untuk belajar

demi mencapai tujuan dari belajar tersebut.

Dorongan ini berada pada diri seseorang untuk melakukan

sesuatu. Dalam proses belajar mengajar, orang yang berperan dalam

memberikan motivasi disebut guru. Sedangkan orang yang diberi

motivasi ialah seorang siswa. Setiap siswa sangat membutuhkan

motivasi dalam belajar agar mempermudah dirinya untuk mencapai apa

yang diinginkan dan apa yang ia kehendaki sesuai tujuan. Motivasi

sangat berperan sebagai pembangkit semangat dan minat belajar pada

siswa dalam membentuk kepribadian individu secara optimal serta

berfungsi sebagai penunjang keberhasilan pembelajaran.

Menurut Gagne dan Briggs dalam buku Nur Fuadi (2014:2), yang

berjudul Profesionalisme Guru mengatakan bahwa pembelajaran adalah

suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang

berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun, sedemikian rupa

untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar siswa

yang bersifat internal.

3) Remedial

Berdasarkan wawancara tentang usaha /upaya guru yang

diberikan guru kepada siswa wawancara dengan ibu NL, sebagai guru

Bahasa Indonesia kelas 1V Mengatakan bahwa tidak semua siswa

nilainya mencukupi KKM, oleh karena itu guru harus memberikan


97

remedial kepada siswa agar bisa mengikuti ulang agar nilai KKM nya

tercukupi.

ZA, mengatakan bahwa ibu guru mengadakan remedial tetapi ibu

guru juga menganjurkan kami untuk lebih giat lagi untuk belajar

sehingga ada perubahan, kemudian M mengatakan bahwa guru

memberikan remedial saat nilai KKM nya tidak mencukupi.

Selanjutnya RN juga mengatakan hal yang sama yaitu guru

memberikan remedial karena nilai KKM tidak tercukupi.

Berdasarkan hasil observasi dengan melakukan remedial siswa

dapat mencapai nilai lebih tinggi dari sebelumnya dan guru tidak lupa

juga untuk membimbing siswa diakhiri pembelajaran agar membuat

siswa lebih antusias dan semangat dalam mengikuti pembelajaran.

Istilah pembelajaran remedial pada mulanya adalah kegiatan

mengajar untuk anak luar biasa yang mengalami berbagai hambatan

(sakit). Namun, dewasa ini pengertian ini sudah berkembang, sehingga

anak yang normal pun memerlukan pelayanan pembelajaran remedial

(Remedial Teaching), (Tarigan, 2009:42).

Menurut Sukardi “Pembelajaran remedial adalah upaya guru

(dengan atau tanpa bantuan/ kerjasama dengan ahli pihak lain) untuk

memungkinkan individi atau kelompok siswa dengan karakteristik

tertentu lebih mampu mengembengkan dirinya (meningkat perestasi,

penyesuaian kembali) seoptimal mungkin sehingga dapat memahami

krateria keberhasilan minimal yang diharapkan, dengan melalui suatu


98

proses interaksi yang berencana, terorganisasi, terarah terhadap

keamanan kondisi objektif individu dan atu kelompok siswa yang

bersangkutan serta daya dukung sarana lingkungannya, (Sukardi,

2011:228).

Anda mungkin juga menyukai