Anda di halaman 1dari 39

54

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1 Sejarah Berdirinya MIN 41 Bireuen

MIN 41 Bireuen berdiri pada tahun 1997 dan berstatus negeri,

dengan NSM 111111110010 dan NPSnya 60703341, yang beralamat di

jalan Blang Kuta Desa Rheuem Barat kecamatan Simpang Mamplam

kabupaten Bireuen. Email madrasahnya MINrheumbarat@gmail.com.

Keadaan Siswa (Tahun ajaran 2020- 2021) kelas I sebanyak 21 Siswa,

kelas II sebanyak 19 Siswa, kelas III sebanyak 23 Siswa, kelas IV

sebanyak 20 Siswa, kelas V 13 Siswa, kelas VI 19 Siswa anak dan total

keseluruhannya sebanyak 115 Siswa. Sedangkan tenaga pengajar untuk

guru PNS sebanyak 9 orang, guru tetap 1 orang, guru honor sebanyak 5

orang dan penjaga sekolah 1 orang.

MIN 41 Bireuen terdiri dari 5 bagunan, yaitu bagunan I terdiri dari

ruang kepala sekolah, 1 ruang TU dan 1 ruang guru. Bangunan II tediri

dari 3 ruang kelas yaitu kelas I, kelas II dan kelas III. Bangunan III

terdiri dari 3 ruang

4.1.2 Visi Misi MIN 41 Bireun

MIN 41 Bireun memiliki visi misi sendiri dalam melaksanakan

proses belajar mengajar,adapun visi dan misi tersebut adalah

a. Mewujudkan sebagai pusat belajar melalui generasi yang

beriman dan bertakwa kepada Allah Swt. Budaya dan

54
55

berwawasan yang akhlah serta berakhlak mulia

b. Dapat meningkatkan prestasi Belajar

c. Kerja sama warga sekolah dengan masyarakat

d. Meningkatkan mutu pendidikan sehingga

menciptakan siswa berakhlak mulia,beriman dan bertakwa

e. Disiplin dan bekerja.

Tujuan MIN 41 Bireun adalah, dapat meningkatkan prestasi

belajar, serta ikut kerja sama antara warga sekolah dengan masyarakat,

meningkatkan mutu pendidikan sehingga menciptakan siswa berakhlak

mulia, beriman dan bertakwa, dan disiplin dalam bekerja.

4.1.3 Keadaan Guru dan Siswa MIN 41 Bireuen

1. Guru /Tenaga kependidikan

Setiap sekolah tidak terlepas dari keberadaan guru dan tenaga

kependidikan, maka sama halnya dengan guru MIN 41 Bireun yang

memiliki guru dan tenaga kependidikan antara lain yaitu:

Tabel 4.1 Status guru MIN 41 Bireun


No. Status Guru Jumlah
1 Guru Tetap /PNS 10
2 Guru Honorer 5
3 Tata Usaha 1
4 Petugas Sekolah 1

2. Siswa

Siswa merupakan subjek dari adanya sekolah, tanpa siswa proses

belajar mengajar tidak akan bisa terjadi, begitu halnya dengan MIN

41 Bireun yang memiliki siswa antara lain jumlah siswa yang


56

dimiliki yaitu:

Tabel 4.2 Jumlah siswa MIN 41 Bireun

NO Jumlah Ruang Jumlah


Laki-laki Perempuan
Kelas Siswa
1 1 21 10 11
2 2 19 11 8
3 3 23 12 11
4 4 20 12 8
5 5 13 4 9
6 6 19 10 9
Jumlah 59 56 115

3. Sarana Dan Prasarana MIN 41 Bireuen

Layaknya guru dan siswa, maka sarana dan prasarana juga menjadi

penunjang dalam proses belajar mengajar yang ada di MIN 41

Bireun, maka sarana dan prasarana yang dimiliki antara lain yaitu:

Tabel 4.3 : Sarana dan Prasarana MIN 41 Bireuen

Nama Kebutu Rusak Rusak


Tersedia Baik
Ruang han Sedang Berat
Ruang Kelas 6 6 3 - 3
Ruang Guru 1 1 1 - -
Ruang Kepala
1 - - - -
Sekolah
Ruang
1 - - - -
Perpustakaan
WC / Kamar 6 6 1 2 3
mandi
Mushalla 1 - - - -

4.2 Hasil Penelitian

4.2.1 Bentuk Kesalahan yang Dilakukan Siswa kelas IV MIN 41 Bireuen

dalam Penulisan Kata Baku pada Karangan

Bentuk kesalahan yang dilakukan siswa di kelas IV MIN 41 Bireuen,


57

itu terdapat dalam beberapa bentuk antara lain baku dari segi lafal, baku dari

segi ejaan, baku dari segi gramatika dan baku dari segi nasional. Menyikapi

akan bentuk kesalahan tersebut, maka peneliti melakukan wawancara dengan

beberapa informan, maka diperoleh hasil penelitian terkait kesalahan yang

dilakukan siswa kelas IV MIN 41 Bireuen dalam penulisan kata baku pada

karangan adalah sebagai berikut:

a. Baku Dari Segi Lafal

Baku dari segi lafal merupakan kesalahan yang dilakukan siswa

salam bentuk lafal lisan pada gilirannya akan muncul pula dalam

bahasa tulis karena penulis terpengaruh dengan lafal bahasa lisan itu.

Kondisi yang serupa diungkapkan dari hasil wawancara dengan ibu NL

selaku guru mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas 1V di MIN 41

Bireuen, yang bahwa:

Dalam hal ini, terdapat kesulitan yang dialami siswa sehingga


masih mengalami kesalahan dalam penulisan kata baku karena
terdapat masih banyak siswa yang belum bisa membaca. Siswa-
siswa juga malas untuk lebih fokus belajar, sehingga saya ajarkan
membaca dan memberikan tugas-tugas tertentu untuk siswa agar
memberikan ingatan dan daya ingat yang tinggi bagi siswa dan
remedial membaca. Selanjutnya metode yang saya terapkan
adalah metode diskusi. Penerapan metode ini memberikan
kemudahan bagi siswa untuk meminta dan menjelaskan kendala-
kendala yang dirasakan saat belajar membaca. (NL, 3 Oktober
dalam bagu segi lafal,2021).

Selain masih di awal semester, NL juga mengemukakan bahwa

ketidakpahaman siswa terhadap kata baku juga dipengaruhi oleh

beberapa faktor lainnya, yaitu malas dan siswa yang belum bisa
58

membaca. Malas menjadi salah satu bentuk kesulitan dalam

mengajarkan dan memberikan pemahaman kepada siswa tentang

penulisan kata baku dalam suatu karangan. Hal ini dikarenakan siswa

yang tidak mau belajar dan tidak mau mendengarkan dan mencermati

penjelasan dari guru. Adapun selain malas, terdapat juga beberapa

siswa yang masih belum bisa membaca, karena siswa sangat sulit untuk

memahami kata baku.

Hasil yang serupa juga peneliti temukan dari observasi yang

terlihat bahwa NL mengupayakan metode belajar diskusi yang

memudahkan siswa dalam belajar, sehingga siswa memiliki kebebasan

untuk menjelaskan kesulitan yang dialaminya, sehingga dapat

memahami makna kata baku yang dijelaskan oleh NL. Di sisi lain, NL

juga berusaha mengajarkan ejaan kepada siswa yang belum mampu

membaca secara langsung, dan memberikan remedial membaca

sehingga siswa terlatih dan semangat dalam belajar mengeja sehingga

mampu membaca dengan baik dan lancar.

Hal yang serupa juga dikuatkan oleh RN, siswi kelas IV yang

menyatakan bahwa:

Kami sudah diajarkan oleh guru tentang penulisan kata baku


dalam mengarang, tetapi kami masih sulit untuk mengejanya, hal
ini dikarenakan belum mampu membaca dengan cepat. Kalau
dalam membaca terdapat kata-kata sulit, kami masih mengejanya.
Kami suka menulis karangan dan cerita, tetapi kami tidak
memakai kata baku. Kami menuliskan karangan sesuai dengan
cerita kami. Setelah diajarkan tentang kata-kata baku oleh guru
kami, selanjutnya kami mulai menulis karangan dengan
menggunakan kata baku, dan berusaha untuk tidak lagi
59

menggunakan kata-kata yang kurang baku sebelumnya(Hasil


Wawancara RN, 3 Oktober 2021)

Kemampuan siswa yang masih sulit dalam menulis karangan

menggunakan bahasa baku dapat diketahui dari hasil wawancara

dengan siswa di atas, bahwa siswa memiliki kendala dalam belajar

menulis kata baku yaitu siswa belum mampu membaca dengan baik dan

lancar, sehingga siswa merasa sulit dalam menulis karangan. Namun

setelah adanya bantuan dari guru untuk mengajarkan siswa tersebut

dalam menggunakan bahasa baku, maka siswa mulai belajar untuk terus

menggunakan bahasa baku dan berusaha untuk tidak mengulanginya,

walaupun dalam proses pembelajaran tidak luput dari kesalahan yang

sama, namun bisa dimaklumi oleh setiap guru jika siswa tersebut masih

dalam proses pembelajaran.

Hasil yang sama juga peneliti dapatkan dari observasi kepada RN,

hasilnya bahwa RN dalam membaca mendapati kata-kata sulit, ia harus

mengeja terlebih dahulu, baru kemudian ia mampu untuk membacakan

kata tersebut. Meskipun demikian RN tetap sangat semangat untuk

belajar membaca, dan juga rajin mengikuti remedial membaca dengan

guru di kelas untuk memperlancar bacaannya.

Kondisi yang serupa juga terjadi pada SM, sebagaimana hasil

wawancara dengan SM siswi kelas IV mengungkapkan bahwa:

Kami sudah diajarkan tentang kata-kata baku oleh guru kami,


baik dalam berbicara maupun dalam menulis karangan dan
menulis cerita. Menulis kata baku itu mudah menurut saya,
karena saya suka menulis cerita ketika libur sekolah. Saya suka
membaca, sehingga saya sudah mampu membaca. Namun banyak
60

kawan yang lain belum bisa membaca dengan lancar, sehingga


tidak mengerti cara menulis kata baku. Bahkan ada kawan yang
tidur ketika guru sedang menerangkan pembelajaran, dan juga ada
yang ribut serta lari-lari di dalam kelas. Kalau saya senang sekali
jika guru meminta saya untuk menulis ke di depan kelas. Saya
sekarang sudah mampu menulis karangan dengan menggunakan
kata-kata baku. (Hasil Wawancara SM, 3 Oktober 2021).

Pembelajaran tentang penulisan kata baku sudah diajarkan

kepada siswa sebagaimana ungkapan dari hasil wawancara di atas.

Sehingga dapat diketahui bahwa SM merupakan anak yang rajin

menulis dan tekun belajar, sehingga ia mudah dalam memahami dan

menerapkan materi tentang penulisan kata baku dalam membuat

karangan.

Observasi juga kembali peneliti lakukan kepada SM sebagai

upaya untuk mengetahui kesulitannya dalam menulis karangan

menggunakan bahasa baku. Maka berdasarkan hasil observasi peneliti

mendapatkan bahwa anak tersebut sangat suka menulis, bahkan sudah

mampu membaca dengan lancar, sehingga mudah dalam memahami

setiap penjelasan yang diajarkan guru, khususnya tentang kata-kata

baku dalam membuat karangan. Akan tetapi, ia mengaku jengkel

kepada siswa lain karena sering membuat onar di dalam kelas, lantaran

mengganggu proses belajar mengajar

Tidak jauh berbeda jawaban yang serupa juga peneliti dapatkan

darih wawancara dengan M yaitu siswa kelas IV mengungkapkan

bahwa:

“Saya tidak terlalu bisa tentang penulisan kata baku, karena saya
tidak suka menulis cerita. Saya suka bermain di kelas. Tetapi
61

sesekali saya mau belajar dan menulis karangan, kalau saya lagi
suka menulis. Saya malu menulis karena teman-teman bilang
tulisan saya jelek, saya juga tidak paham tentang kata baku
walaupun sudah diajarkan oleh guru, selain itu saya juga belum
bisa membaca dengan lancar dan sering mengeja terlebih dahulu
untuk bisa membaca.” (Hasil Wawancara M, 3 Oktober 2021).

Berdasarkan hasil wawancara di atas, maka dapat diketahui

bahwa anak tersebut malas dan tidak suka belajar, serta lebih suka

bermain daripada belajar, sehingga belum mampu menulis karangan

menggunakan kata-kata baku dengan benar, terlebih lagi siswa tersebut

belum mampu membaca dengan lancar, untuk itu perlu adanya

pembenahan lanjutan supaya siswa tersebut mampu dalam membuat

karangan menggunakan kata-kata baku.

Kondisi yang sama juga peneliti temukan dari hasil observasi

pada siswa M, yang mana M adalah anak yang termasuk ke dalam

kategori paling malas dalam menulis karena merasa tulisannya jelek,

sehingga takut jika diejek teman, seperti dikatakan cakar ayam atau

sejenisnya. M juga belum bisa membaca, oleh karena itu M harus

mengeja terlebih dahulu baru bisa membaca. Tetapi meskipun

demikian, ia bisa saja suka menulis pada waktu-waktu tertentu ketika

guru mengajak dia untuk memulai menulis, dan ketika kawannya ikut

melihat maka dia akan berhenti menulis.

Kemudian kondisi yang berbeda peneliti temukan dari hasil

wawancara dengan ZA siswa kelas IV yang bahwa:

Saya bisa membaca dengan benar. Saya juga memahami tentang


kata-kata baku yang diajarkan ibu guru. Bahkan saya sering
62

dimintai oleh ibu guru untuk menulis di papan tulis dan saya
selalu mendengarkan dengan baik apa yang diajarkan oleh ibu
guru. Kalau sudah pelajaran bahasa indonesia, saya suka sekali
menulis cerita. Cerita saya bermain dengan teman-teman di
rumah, cerita ke rumah nenek, dan cerita waktu ke museum
tsunami. Saya sudah bisa membaca dari kelas 2. Saya suka
membaca cerita-cerita robot di rumah, cerita kancil, dan cerita
binatang. Saat membaca saya tidak perlu lagi mengeja karena
saya sudah bisa membaca. (Hasil wawancara ZA, 3 Oktober
2021).

Berdasarkan hasil wawancara di atas, maka informasi yang

diberikan oleh anak di atas termasuk dalam kategori anak yang rajin

dan pandai. Ia suka menulis dan membaca, bahkan juga aktif menulis di

papan tulis, dan memiliki hobi menulis cerita sehari-harinya. Ia sudah

bisa membaca sejak kelas 2 dan tidak perlu lagi mengeja saat membaca

cerita ataupun menulis karangan. Hal ini bisa saja karena kebiasaannya

rajin membaca sehingga menguasai banyak kosakata dan lancar dalam

menulis.

Secara observasi terhadap ZA, maka peneliti menemukan hal

yang serupa dari siswa tersebut, yaitu kemampuannya dalam menjawab

sejumlah pertanyaan, bahkan mampu membaca dengan baik.

Kepandaiannya dalam membaca memudahkannya dalam menerapkan

penulisan kata-kata baku dalam karangannya. Ia mengaku suka

menulis cerita, dan ia juga suka membaca cerita teman-teman kelasnya.

Siswa tersebut di atas sudah memahami tentang penulisan

menggunakan kata-kata baku, meskipun sesekali terlupa, akan tetapi

sudah terlihat kemampuannya dalam menulis karangan yang baik.


63

Berdasarkan wawancara dan observasi dengan guru dan beberapa

siswa di atas, maka dapat peneliti mengambil kesimpulan bahwa

kendala dalam melafalkan ejaan itu disebabkan oleh faktor yang utama

yaitu siswa belum mampu membaca, kemudian masih terdapat siswa

yang membuat keributan di dalam kelas.

b. Baku Dari Segi Ejaan

Kendala kedua itu kendala baku dari segi ejaan yaitu siswa belum

semampunya dalam mengulang ejaan, terkadang diantara mereka

banyak kesalahan huruf atau huruf yang terbalik arahnya ketika di eja,

seperti halnya ungkapan ibu NL yaitu:

Selama mengajarkan siswa di kelas IV, saya sebelumnya sudah


mengajarkan kepada mereka penulisan kata baku di kelas III.
Akan tetapi, terdapat juga kesalahan penulisan kata baku oleh
siswa dalam menulis karangan hingga di kelas IV, namun
kesalahan tersebut masih dalam kategori yang sedikit, dan itu
tergantung dengan siswanya juga. Begitu halnya dengan ejaan
kata baku juga sudah saya ajarkan kepada mereka. Sehingga
sebagian besar anak-anak sudah mampu membaca tanpa mengeja,
namun ada juga beberapa siswa yang membutuhkan pembelajaran
tambahan, karena masih mengeja dalam membaca. Walaupun
demikian masih juga terdapat kesalahan pada siswa seperti dalam
penulisan doa siswa sering menulis “do’a”, selanjutnya kata-kata
“nasehat” siswa sering menulisnya nasihat. (Hasil wawancara NL,
3 Oktober 2021).

Berdasarkan hasil wawancara di atas, maka dapat diketahui

bahwa siswa sudah diajarkan tentang penulisan kata baku, baik saat

menulis karangan maupun saat menulis lainnya. NL menyebutkan

bahwa, meskipun sudah mengajarkan kata baku kepada siswa, tetapi

masih terdapat siswa yang kurang memahami tentang penggunaan dan


64

penulisan kata baku. Menurut NL hal ini mungkin disebabkan karena

masa belajar semester ganjil yang masih awal sehingga masih tahap

pengenalan teorinya kepada siswa dan belum banyak praktik yang

dilakukan oleh siswa.

Kondisi yang serupa juga peneliti temukan dari hasil observasi,

bahwa ibu NL senantiasa mengajari siswa tentang ejaan kata-kata baku,

sehingga terdapat siswa yang sudah mengerti dan juga belum mengerti

kata baku dari segi ejaan, hal ini terbukti dari kesalahan pada penulisan

kata-kata baku dari segi ejaan membuat karangan baik dari segi

penulisan maupun tata letak penggunaannya belum benar, terlebih lagi

jika siswa bersangkutan belum mampu membaca, maka sedikit sulit

dalam membuat tugas karangan yang diberikan oleh guru.

Tidak jauh berbeda juga di ungkapkan oleh SM selaku siswa

bahwa:

Kami sudah diajarkan tentang kata baku oleh ibu guru, kami
diajarkan menggunakan kata baku saat menulis karangan, kami
juga diajarkan menulis kata baku saat menulis cerita. Menulis
kata baku itu mudah menurut saya, karena saya suka menulis
cerita waktu saya libur sekolah. Saya suka membaca, makanya
saya bisa membaca. (Hasil wawancara SM, 4 Oktober 2021).

Ungkapan siswa di atas dapat diketahui bahwa pembelajaran

tentang penulisan kata baku sudah diajarkan kepada siswa. SM

merupakan anak yang rajin menulis dan tekun belajar, sehingga ia

mudah dalam memahami dan menerapkan materi tentang penulisan

kata baku dalam menulis karangan.

Kondisi yang serupa juga peneliti temukan pada saat melakukan


65

observasi dengan SM. Dalam pantauan peneliti terlihat bahwa SM suka

menulis, hal ini terlihat dari cara dia yang sering menulis di bukunya.

Di samping itu ia juga amat gemar menulis cerita pengalaman yang

dialami dalam kehidupan sehari-harinya. Karena kegemarannya ini,

menjadikan ia mampu membaca dan memahami setiap penjelasan

tentang kata baku yang diajarkan oleh gurunya

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara di atas maka dapat

diketahui bahwa terlihat guru sudah menjelaskan tentang penulisan

kata baku dan penggunaannya, akan tetapi ketika guru menjelaskan di

papan tulis masih terdapat siswa yang tertidur. Keadaan ini

menyebabkan penjelasan yang disampaikan oleh guru tidak diresapi

secara maksimal oleh siswa. Oleh karena itu masih terdapat beberapa

siswa yang salah dan kurang memahami kata baku ketika guru meminta

untuk membuat karangan kepada siswa.

Dari keadaan ini terlihat bahwa semangat siswa untuk belajar

masih kurang. Hal ini bisa disebabkan karena kurang motivasi dari

didikan anak, didikan orang tua. Ketiduran siswa dapat disebabkan oleh

ruang kelasnya masih kusam, oleh karena itu membuat siswa

mengantuk dan terhambat belajar. Di samping itu juga hal ini di dukung

oleh tidak tersedianya fasilitas belajar yang kurang memadai

c. Baku Dari Segi Gramatika

Kata baku dari segi gramatika merupakan salah satu kesalahan

yang sering dijumpai pada siswa yang sering menggunakan bahasa


66

daerah ketika berada di lingkungan hidupnya, sehingga banyak kaidah

bahasa indonesia tidak diketahuinya, namun dilafalkan atas dasar

kebiasaan yang didengarnya, sehingga kesalahan pada gramatika itu

terjadi, dan hal tersebut sesuai dengan ungkapan ibu NL sebagai guru

Kelas 1V bahwa:

Ada beberapa siswa yang sudah memahami kata baku dari segi
gramatika, dan ada juga yang belum memahami, hal ini
disebabkan karena siswa tersebut belum bisa menulis ,dan
kesalahannya mungkin sering terjadi ada beberapa siswa yang
masih bisa belum membaca terlalu lancar tidak hanya itu sebagian
siswa berada di dalam lingkungan keluarga yang sering berbahasa
daerah, sehingga banyak bentuk bahasa indonesia berubah
menjadi adat kebiasaan di lingkungan anak tersebut contoh
misalnya ucapan karena sering di ungkapkan dengan kata-kata
“lantaran” dan juga ada siswa yang menulis “bikin bersih
ruangan”, padahal secara kata baku dapat ditulis “membersihkan
ruangan”. (Hasil wawancara, NL 4 Oktober 2021)

Hasil wawancara di atas memberikan informasi bahwa ibu NL

sudah berupaya dalam mengajari siswa agar tidak terdapat kesalahan,

namun kondisi tersebut tidak dapat dirubah selama siswa sendiri tidak

merubahnya, terlebih lagi ketika siswa bersangkutan berada di dalam

lingkungan yang mayoritas menggunakan bahasa daerah, maka tidak

diherankan jika siswa bersangkutan akan banyak memiliki kendala

dalam menggunakan bahasa baku.

Kondisi yang serupa peneliti dapatkan dari hasil observasi,

dimana ibu NL meminta salah satu siswa untuk ke depan kelas dan

membacakan karangan mereka. Namun siswa bersangkutan

mengungkapkan kalau dirinya jarang berbicara bahasa indonesia ketika

di rumah, namun ibu NL tetap berupaya untuk siswa tersebut agar


67

berani tampil, maka yang dikhawatirkan pun terjadi, dimana banyak

bahasa non baku yang digunakan lantaran sering di rumah hanya

menggunakan bahasa daerah.

Kondisi yang serupa juga diungkapkan oleh MA selaku siswa

mengatakan bahwa: “

Saya tidak terlalu bisa tentang penulisan kata baku, karena saya
tidak suka menulis cerita. saya suka bermain di kelas. tetapi
sesekali saya mau belajar dan menulis karangan, kalau saya lagi
suka menulis. saya malu menulis karena teman- teman bilang
tulisan saya jelek, saya juga tidak paham tentang kata baku.
Sudah diajarkan sama guru, tetapi saya belum mengerti. saya
belum terlalu bisa membaca, jadi saya sering mengungkapkan apa
yang biasanya saya dengarkan saja apalagi saya di rumah tidak
pernah berbicara bahasa Indonesia. (Hasil wawancara, MA. 4
Oktober 2021).

Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat dijelaskan bahwa MA

adalah anak yang malas dan tidak suka belajar. Ia juga mengatakan

bahwa dirinya lebih suka bermain dibanding belajar. ia malas menulis

karena merasa tulisannya masih belum rapi. Ia juga belum bisa

membaca, oleh karena itu ia harus mengeja terlebih dahulu baru bisa

membaca. Tetapi meskipun demikian, ia bisa saja suka menulis pada

waktu-waktu tertentu. apalagi MA mengungkapkan kalau dirinya bukan

dari kalangan masyarakat yang mayoritas berbicara sehari-hari dengan

bahasa indonesia.

d. Baku Dari Segi Nasional

Baku dari segi nasional yaitu bahasa yang diungkapkan

berdasarkan bahasa yang dikenal secara nasional, maka dalam hal ini
68

kondisi yang serupa juga terjadi dimana siswa bersangkutan berada

dalam lingkungan sosial yang jarang menggunakan bahasa Indonesia

sebagai alat komunikasi, akibatnya banyak bahasa nasional digunakan

secara daerah. Kondisi ini juga di ungkapkan oleh ibu NL, sebagai guru

kelas 1V mengatakan bahwa:

ada yang sudah memahami nasional penulisan kata baku, dan ada
juga yang belum paham menulis kata baku. Namun masih ada
juga bagi siswa yang belum lancar membaca, dan kesalahan
ejaan, lafal, penulisan kata baku sering muncul pada karangan
siswa adalah pada penulisan kata baku yang kurang tepat dan
tidak sesuai dengan kaidah EYD, seperti: bahasa yang baku untuk
kata sapaan ‘kamu’ sering diganti dengan kata ‘kau itu’ kemudian
ada kata ‘tidak’ sering didapatkan kata ‘enggak’ maka secara
nasional kata-kata tersebut di anggap salah. (Hasil wawancara
NL, 5 Oktober 2021)

hasil wawancara di atas, memberikan informasi bahwa kesalahan

siswa terjadi secara nasional di akibatkan siswa tersebut belum mampu

memahami akan bahasa yang baku dengan tidak baku, lantaran sifat

mereka yang masih menggunakan waktu untuk bermain, apalagi dari

siswa yang berada dalam lingkungan yang jarang berbahasa indonesia,

akibatnya kesalahan kata baku dari segi nasional sering terjadi.

Tidak jauh berbeda, maka informasi yang serupa juga peneliti

dapatkan dari hasil observasi dengan meninjau bahasa siswa saat

berbicara dengan teman-temannya. Ketika anak desa menyahut jawaban

teman yang memang dari lingkungan berbahasa Indonesia sering

mengungkapkan “kau itu kan”, lalu “enggak lah” dan sering juga

peneliti dengan “ngomong lah kok diam”. Ini merupakan beberapa dari

kesalahan yang sering peneliti jumpai di lingkungan siswa.


69

Kondisi yang serupa juga diungkapkan oleh ZA selaku siswa di

kelas IV adalah sebagai berikut

Saya selalu mendengarkan dengan baik apa yang diajarkan oleh


bu guru. Saya suka menulis cerita. Cerita saya bermain dengan
teman-teman di rumah, cerita ke rumah nenek, dan cerita waktu
ke museum tsunami. Saya sudah bisa membaca dari kelas 2. Saya
suka membaca cerita-cerita robot di rumah, cerita kancil, dan
cerita binatang. Saat membaca saya tidak perlu lagi mengeja
karena saya sudah bisa membaca. ( Hasil wawancara ZA, 5
Oktober 2021).

Hasil wawancara di atas, maka memberikan informasi dari siswa

ZA bahwa dirinya termasuk ke dalam kategori anak yang rajin dan

pandai. Ia suka menulis dan belajar. Dia juga aktif menulis di papan

tulis. Suka menulis cerita sehari-harinya. Ia sudah bisa membaca sejak

kelas 2 dan tidak perlu lagi mengeja saat membaca cerita ataupun

menulis karangan. Hal ini bisa saja karena ZA rajin membaca sehingga

menguasai banyak kosa kata dan lancar dalam menulis. Hal ini terlihat

dalam hasil wawancara dimana ZA mengaku suka membaca cerita-

cerita dongeng, robot dan fabek (cerita yang mengisahkan tentang

kehidupan binatang).

Penemuan dari hasil observasi dengan siswa ZA setelah

dilakukannya wawancara, maka peneliti melihat kalau ZA mampu

menjawab sejumlah pertanyaan, dan mampu membaca dengan baik.

Kepandaiannya dalam membaca memudahkannya dalam menerapkan

penulisan kata baku di dalam karangannya. Terlebih lagi disetiap

bukunya banyak sekali cerita yang ia salin dari beberapa buku sekolah,
70

dan ia juga suka membaca cerita teman-teman sekelasnya. ZA adalah

salah satu anak yang berasa dari keluarga berpendidikan yaitu ibu dan

bapaknya adalah seorang guru, maka kebiasaannya di rumah untuk

berbicara dengan bahasa Indonesia memberikan memudahkan bagi

dirinya dalam proses pembelajaran.

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi dengan guru dan

siswa di atas, maka dapat disimpulkan bahwa, siswa maupun siswi di

Kelas IV MIN 4 Bireuen sejauh ini masih mengalami kesulitan dan

kendala dalam penulisan kata baku saat menulis karangan. Akan tetapi

uniknya, meskipun dengan situasi dan keadaan kelas yang ribut, ada

juga beberapa anak yang tetap fokus dalam belajar. Ini menjadi sebuah

tonggak yang dapat membantu guru dalam menjelaskan dan

mengajarkan kepada siswa mengenali penulisan kata baku dalam

sebuah karangan, agar karangan lebih bagus dan tersusun rapi.

Pemaparan hasil karangan siswa pada hasil penelitian bertujuan

untuk memberikan informasi dan data lebih akurat terhadap

penggunaan kata baku dalam penulisan karangan pada siswa-siswa

kelas IV. Hal ini dapat memberikan data tambahan terhadap hasil

wawancara dengan beberapa informan di atas, karena mengingat

beberapa siswa yang belum bisa memahami beberapa dan menjawab

pertanyaan yang diajukan oleh peneliti.

Berikut ini adalah beberapa gambar karangan siswa mengenai

kesalahan yang ditemukan dalam penulisan kata baku yang peneliti


71

deskripsikan dalam pembahasan sebagai berikut :

Gambar 4.1
Kesalahan Siswa dalam Menulis Karangan Menggunakan Bahasa Baku
No Gambar Ke: Kesalahan
Berdasarkan hasil karangan 1,
dapat dilihat bahwa karangan
yang ditulis oleh Rafka sudah
bagus karena tulisannya
sudah bisa dibaca. Penulisan
kata baku dalam karangan ini
juga dapat terlihat karena
tulisannya jelas dan ada jarak
pemisah antar kata, sehingga
1 memudahkan untuk membaca
dan memahami isi karangan.
Akan tetapi, beberapa tanda
baca dan kata yang digunakan
masih diperlukan perhatian
dari guru pengajar. Berikut
adalah beberapa kata tidak
baku dalam karangan 1 yaitu
kata pegi, mamak, dan adek

Hasil karangan 2 adalah hasil


karangan yang ditulis oleh
Rania Namira. Berdasarkan
gambar hasil karangan di
samping, dapat dilihat bahwa
R (inisial) sudah mampu dan
bagus dalam menulis
karangan. Tulisannya sudah
rapi dan mudah di bawa.
Pemisahan antar kata juga
2 sudah tepat. Akan tetapi
masih terdapat beberapa
kesalahan yaitu dalam
penulisan kata baku,
meskipun kesalahan tersebut
tidak banyak terlihat seperti
“dita man” serta masih belum
mampu dalam menulis kata
tunjuk, namun untuk siswa R
penggunaan kata baku sudah
memenuhi standar
72

Karangan ke 3 adalah
karangan yang ditulis N
(inisial). Dalam tulisan
karangannya di samping
dapat kita lihat bahwa N
masih belum bisa secara baik
menulis huruf abjad. Jika
dilihat lebih seksama,
karangan N sangat susah
untuk dibaca karena bentuk
huruf yang ditulis sangat
3
tidak rapi. Dari gambar di
atas terlihat juga penulisan
kata baku masih sangat
memerlukan bantuan guru
dalam mengarahkannya. N
menyebutkan saat
mengumpulkan karangannya
bahwa dia belum terlalu
lancar membaca sehingga dia
tulisannya jelek dan tidak
bisa dibaca
Karangan 4 adalah hasil
karangan A (Inisial). Dari
gambar karangan di samping
terlihat bahwa A adalah anak
yang belum pandai menulis.
Hal ini terlihat jelas dari
bentuk penulisan per-kata
dan bentuk huruf abjad yang
digunakan dalam menulis.
Tulisannya masih banyak
salah, dan penggunaan tanda
baca yang tidak teratur.
4
Penulisan kata baku dalam
karangan belum sempurna.
Dari gambar hasil karangan
di samping menunjukkan
bahwa A belum menguasai
penulisan kata baku dalam
sebuah karangan, sehingga
diperlukan lagi belajar yang
lebih giat, supaya mampu
dan bisa menulis dengan baik
dan benar
73

Karangan 5 adalah tulisan


karangan milik SM (inisial).
Dari gambar di samping,
dapat dilihat bahwa SM
memiliki kemampuan
menulis yang baik, hal ini
ditunjukkan melalui
5 tulisannya yang rapi dan
mudah dibaca. Dari
tulisannya ini terlihat bahwa
SM sudah menguasai menulis
sehingga hanya perlu
memperbaiki beberapa hak,
seperti kata baku dan
penggunaan tanda baca.
Berdasarkan gambar
karangan di samping, dilihat
bahwa M (inisial) masih
memiliki kendala dalam
menulis, hal ini dapat dilihat
dari bentuk dari tulisannya.
Terlihat masih belum rapi dan
tidak teratur dalam menulis.
6 Beberapa kekurangan
terdapat pada penulisan kata
baku, tanda pisah antar kata,
tanda baca dan huruf tulisan
yang kurang rapi. Hal ini
tentunya diperlukan adanya
pengawasan dan bimbingan
guru dalam membantu siswa
menulis dengan baik dan rapi
7 Karangan 7 adalah hasil
karangan yang ditulis oleh R
(inisial). Dari hasil karangan
di samping, terlihat bahwa
karangan R sudah bagus,
akan tetapi ceritanya masih
sangat singkat. Tulisannya
tidak terlalu rumit dan
berserakan sehingga mudah
untuk di baca. Adapun
kekurangan dari tulisannya
adalah R kurang
memperhatikan tanda baca,
kata baku, kurang fokus dan
74

kesalahan huruf dalam


penulisan
Berdasarkan gambar di
samping, dapat dilihat bahwa
karangan yang ditulis oleh
RE (inisial) masih belum rapi
dan terlihat sangat sulit untuk
dibaca. Penulisan huruf abjad
masih sangat diperlukan
bimbingan lebih khusus dari
8 guru agar memberikan
kemampuan bagi siswa untuk
menulis dengan baik dan
benar. Kekurangan dalam
karangan ini terdapat pada
penulisan kata baku, tanda
pisah antara kata, tanda baca,
dan tidak rapi

Sumber: Hasil Karangan Siswa

Hasil wawancara dan dari hasil karangan siswa di atas, maka penelitian

ini menunjukkan bahwa siswa kelas IV MIN 4 Bireuen belum mampu

menulis karangan dengan menggunakan kata baku. Hal ini terlihat dari hasil

karangan di atas, beberapa siswa menggunakan kata “gue” yang pada

dasarnya kata gue tidak termasuk kedalam kata baku. Akan tetapi ada siswa

yang menggunakan kata trend tersebut dalam tulisannya. Ini menunjukan

bahwa siswa tersebut masih belum mampu menggunakan kata baku dalam

menulis sebuah karangan. Selain itu, dari hasil karangan juga terlihat bahwa

siswa masih menggunakan kata tidak baku pada karangannya. Hal ini jela

terlihat pada hasil tulisan siswa dimana siswa menulis “pegi”, pada dasarnya

kata “pegi” merupakan tidak baku. Adapun kata baku dari “pegi” adalah

pergi. Kata tidak baku lain dalam karangan siswa sama “sama” digunakan

siswa saat menyampaikan tulisan dengan maksud bersama, namun kata yang
75

di gunakan “sama” seharusnya kata baku yang digunakan adalah “bersama”.

Minimnya kemampuan siswa dalam menuliskan karangan berdasarkan

kata baku, maka diperkuat kembali dari hasil wawancara dengan beberapa

siswa sebelumnya menyebutkan bahwa terdapat beberapa kendala yang

menyebabkan siswa mengalami kesalahan dalam penggunaan kata baku yaitu

siswa belum pandai membaca sehingga sulit untuk menulis karena belum

terlalu mengenal huruf, siswa malas dan tidak mau belajar dengan serius di

kelas, siswa tertidur saat jam belajar sehingga materi yang diberikan guru

terlewatkan, siswa ribut sehingga beberapa tidak dapat belajar dengan baik.

Selain faktor tersebut, juga terdapat faktor lain yaitu waktu belajar masih

cukup awal sehingga siswa belum belajar dengan maksimal, keadaan di masa

pandemik yang membuat sekolah tatap muka ini tidak efektif dan

mengesankan tidak belajar secara penuh dan aktif seperti sebelum masa

pandemi. Penggunaan kata dalam sebuah karangan sangat diperlukan, hal ini

supaya tulisan sesuai dengan EYD.

4.2.2 Penyebab Kesalahan Penulisan Kata Baku Dalam Karangan

Siswa Kelas IV MIN 41 Bireuen

Berdasarkan dari hasil wawancara dengan NL mengenai penyebab

kesalahan penulisan kata baku dalam karangan siswa yang dialami oleh

siswa yang dilaksanakan pada hari Rabu 3 oktober 2021 dengan

menggunakan 1 orang narasumber yaitu NL (nama inisial) sebagai guru mata

pelajaran Bahasa Indonesia di kelas 1V bahwa kendala berasal dari faktor

internal dan eksternal.


76

1. Faktor Internal (Fisiologis dan Psikologis)

Berdasarkan hasil wawancara dengan NL, sebagai guru mata

pelajaran Bahasa Indonesia kelas 1V pada penyebab terjadinya atau

kendala bagian internal mengatakan bahwa :

Kendala yang sering terjadi pada kesalahan penulisan kata baku


dalam membuat karangan siswa yaitu mengalami kesulitan ketika
mengarang dalam menggunakan kata baku, ada sebagian siswa
tidak tepat menggunakan penulisan kata baku ,dan ada sebagian
siswa sudah paham dalam menulis penulisan kata baku, tetapi
tidak mengetahui dimana terletak perbedaannya. (Hasil
wawancara NL, 2 Oktober 2021)

Hasil wawancara dengan NL di atas, maka dapat diketahui bahwa

mengarang karangan siswa dalam penulisan kata baku adalah satu

kendala yang sering dialami oleh siswa, pada contohnya yaitu di saat

siswa membuat karangan hanya beberapa siswa saja yang memahami

penulisan kata baku. Begitu halnya dengan ungkapan siswa yaitu RN

bahwa:

Saya merasa senang dalam membuat tugas mengarang ,apa lagi


mengarang tentang yang menceritakan dalam gambaran
kehidupan sehari-hari. (Hasil wawancara RN, 3 Oktober 2021).

Berbeda dengan ungkapan M bahwa:

Saya kalau guru suruh mengarang sangat bosan seklai, sengak


tahu mau buat apa lagi, sering akalau dirumah main-main saja,
jadi karangan ya saya buat kalau saya pergi bermain-main (Hasil
wawancara M, 3 Oktober 2021)

Melalui hasil wawancara di atas dengan siswa kelas 1V maka

dapat diketahui bahwa siswa merasa senang ketika pelajaran bahasa

Indonesia dalam tugas mengarang, karena guru menyuruh siswa


77

membuat karangan siswa dalam bentuk pengalaman masing-masing

agar siswa antusias serta semangat dalam menyelesaikan tugas

karangan tersebut dalam bentuk penulisan kata baku, namun tidak

dipungkiri jika ada siswa yang juga tidak menyukai akan sistem

pembelajaran tersebut.

Selain hasil wawancara, peneliti juga menemukan dari hasil

observasi terlihat bahwa, siswa senang ketika pelajaran berlangsung,

dikarenakan guru memberikan tugas karangan dalam bentuk

pengalaman masing-masing sehingga siswa lebih mudah dalam

mengilustrasikan apa yang hendak di jadikan sebuah karangan

Selanjutnya menyikapi kendala tersebut, maka ibu NL selaku

guru Bahasa Indonesia ikut menambahkan bahwa:

Adapun kendala yang bisa terjadi pada siswa dalam pembelajaran


berlangsung yaitu siswa yang kesulitan dalam membuat tugas
dikarenakan siswa tersebut belum bisa membaca dan ada
beberapa yang belum lancar membaca, karena membaca sangat
diperlukan dalam membuat tugas karangan ditambah terbiasanya
siswa mengungkapkan bahasa Indonesia yang baku, dan jika
sebaliknya maka siswa sering mengungkapkan bahasa yang di
dengar tanpa mengetahui tingkat kebakuannya. (Hasil wawancara
NL, 3 Oktober 2021).

Berdasarkan hasil wawancara dengan NL mengatakan membaca

sangat penting dalam membuat tugas karangan ,jika tidak bisa

membaca sulit menyelesaikan tugas karangan apalagi menggunakan

penulisan kata baku, karena menuntut siswa untuk membuat karangan

dalam bentuk penulisan kata baku yang tepat dan sesuai kaidah bahasa

Indonesia, selanjutnya penyebab kendala bagian internal adalah dari sisi


78

psikologis kondisi minat siswa yang kurang bagus, rasa malas dari diri

siswa, ketidak pedulian diri siswa terhadap pentingnya belajar penulisan

kata baku, jahil, tidak ada Minat belajar, serta penguasaan terhadap

ilmu yang dimiliki ditambah lagi dari terbiasanya siswa

mengungkapkan bahasa indonesia.

Hasil observasi hal yang serupa juga peneliti dapatkan, bahwa

siswa sering lari-lari di dalam kelas, ketika guru menegurnya maka

siswa tidak mendengarkannya, sehingga guru harus membentak siswa

supaya tingkat jahil dan bisa terdiam sejenak, ditambah lagi adanya

siswa yang jarang mengungkapkan bahasa indonesia secara baku atau

bahkan tidak pernah karena lingkungannya yang mayoritas

menggunakan bahasa daerah.

2. Faktor Eksternal

Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu NL terlihat bahwa

Minat belajar pada siswa kurang baik, serta motivasi yang rendah,

kondisi kesehatan mental yang kurang, kondisi kesehatan sangat

terpengaruhi dalam menyelesaikan tugas karangan tersebut, metode tipe

belajar yang berbeda, kondisi kesehatan juga sangat berpengaruh pada

siswa misalnya jika siswa tidak sarapan pagi sampai ke sekolah dan

mengikuti pelajaran siswa akan merasa lapar dan lesu, sehingga tidak

fokus dalam mengikuti pelajaran, banyak siswa yang tidak sarapan pagi

dikarenakan takut terlambat ke sekolah, padahal sarapan pagi sangat

terpengaruhi dalam belajar.


79

Sebagaimana hasil wawancara dengan ibu NL yaitu:

kendala eksternal keseringan itu muncul dari lingkungan siswa,


karena siswa berada di lingkungan yang mayoritas menggunakan
bahasa daerah, sehingga kebiasaan yang seperti itu membuat
siswa kurang mengerti bahasa baku, ditambah lagi dari keluarga
yang tidak mempedulikan pendidikan anak, akibatnya anak
belajar dari kebiasaan. (Hasil wawancara NL, 3 Oktober 2021).

Hasil wawancara di atas memberitahukan bahwa faktor ekternal

itu muncul dari lingkungan siswa baik secara sosial maupun keluarga.

Selanjutnya kondisi tersebut dibenarkan oleh siswa M, RN dan SM

bahwa:

saya kurang sehat dalam pelaksanaan tugas karangan ini, kalau di


rumah saya tidak dapat tanyakan kepada siapa pun, pelajaran ini
sangat bagus, bisa membuat kita lebih giat lagi membaca tetapi
saya sering salah buat karena saya jarang berbicara bahasa
indonesia di rumah. (Hasil wawancara NL, 3 Oktober 2021).

Siswa terlihat dari hasil wawancara di atas yaitu tidak menyukai

pelajaran ini tetapi jika kesehatannya terganggu pada pelaksanaan

pembelajaran ini akan berdampak kesulitan dalam mengikuti pelajaran

ini ,siswa merasa senang dengan pelajaran ini bisa membagikan

pengalaman masing –masing dalam bentuk karangan siswa.

Berdasarkan hasil observasi peneliti menemukan bahwa jika ada

seorang siswa yang kurang sehat dan terlihat murung dan tidak

bersemangat, saat guru menjelaskan tentang pelajaran bahasa Indonesia

yang materinya penulisan kata baku serta guru menyuruh siswa

membuat karangan dalam bentuk penulisan kata baku dalam karangan

siswa.
80

Berdasarkan hasil wawancara guru dan siswa serta observasi

yang dilakukan oleh peneliti menerangkan bahwa penyebab kesulitan

yang dialami oleh siswa terdapat dua faktor yaitu faktor internal dan

faktor eksternal, yang dimana faktor internal yaitu meliputi dari diri

siswa sendiri seperti kondsi siswa yang sedang sakit, kurang sehat,

minat belajar yang kurang, serta motivasi yang rendah, sedangkan

faktor eksternal yaitu faktor yang terjadi diluar diri siswa misalnya

lingkungan siswa yang mayoritas menggunakan bahasa daerah,

kemudian keluarga siswa yang tidak memerhatikan kondisi siswa akibat

dari broken home.

4.2.3 Upaya yang Dilakukan Guru Dalam Memperbaiki Kaidah-Kaidah

Penulisan Kata Baku

Mengingat akan beberapa kendala di atas, NL mengupayakan metode

belajar yang terbuka dan mudah yaitu dengan menerapkan metode diskusi,

dimana Siswa memiliki kebebasan untuk menjelaskan kesulitan yang

dialaminya sehingga susah untuk memahami makna kata baku yang

dijelaskan oleh NL. Selain itu, NL juga selalu mengajarkan ejaan kepada

Siswa yang belum bisa membaca, dan mengajarkan Siswa yang belum bisa

membaca dengan memberikan remedial membaca sehingga Siswa terlatih

lebih semangat dalam beajar mengeja dan bisa membaca.

1. Pengayaan

Adapun upaya yang dilakukan oleh guru ada beberapa upaya

memperbaiki kaidah-kaidah penulisan kata baku seperti yang telah


81

diwawancarai oleh peneliti. dengan ibu NL ,Selaku guru kelas 1V

Mengatakan Bahwa :

membiarkan siswa berdiskusi dengan teman semeja dan teman


lainnya, dan ibu NL juga menggunakan metode ceramah, dengan
metode ceramah ,ibu NL dapat menjelaskan bahwa apa saja
yang siswa tidak memahami NL akan memberikan petanyaan-
pertanyaan agar siswa tidak menonton terhadap tugas menulis
karangan ini. (NL,7 oktober 2021).

Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu NL, telihat bahwa

metode ceramah adalah cara guru untuk menjelaskan atau menyalurkan

penjelasan tentang penulisan kata baku ,dengan metode ceramah siswa

juga bisa penjelasan yang dijelaskan oleh guru.

ZA, Mengatakan bahwa ia sering berdiskusi dengan teman

semeja dalam menyelesaikan tugas karangan ini dalam bentuk

penulisan kata baku Lalu M Juga mengatakan bahwa ia sering

berdiskusi dengan teman semejanya, dan RN Juga mengatakan bahwa

selain dengan teman saya juga berdiskusi dengan guru.

Selain dari hasil wawancara, maka berdasarkan hasil observasi

juga terlihat serupa bahwa siswa berdiskusi dengan teman semeja atau

dengan guru penting, dan sangat membantu dalam menyelesaikan tugas

karangan dalam penulisan kata baku, dengan diskusi tersebut siswa

dapat mengemukakan apa yang ia ketahui dan dapat bertanya tentang

apa yang tidak Ketahui.

2. Motivasi

Berdasarkan wawancara tentang usaha yang diberikan oleh pada


82

tahap motivasi kepada siswa, wawancara dengan ibu NL, selaku guru

kelas 1V mengatakan bahwa penting sekali memberikan pemahaman

mencari tau apa saja yang menjadi kesulitan siswa dan memberikan

solusinya kepada siswa, serta memberikan semangat berupa kata

motivasi sehingga siswa giat dalam membuat tugas atau menyelesaikan

karangan siswa ZA mengatakan ia bahwa ia setelah mendengar

motivasi dari guru ,dia sudah mulai sudah bisa membuat karangan.

Adapun M Juga mengatakan seperti ZA dia sudah memahami

membuat karangan dalam penulisan kata baku.

Berdasarkan hasil wawancara siswa terlihat bahwa pada usaha

guru bagian motivasi guru mengajak siswa membuat tugas karangan

apa saja yang mereka sukai dalam menggunakan penulisan kata baku,

siswa pun antusias dalam mengerjakannya dengan penuh semangat.

(Hasil wawancara NL, 11 Oktober 2021)

3. Remedial

Berdasarkan wawancara tentang usaha /upaya guru yang

diberikan guru kepada siswa wawancara dengan ibu NL, sebagai guru

Bahasa Indonesia kelas 1V Mengatakan bahwa tidak semua siswa

nilainya mencukupi KKM, oleh karena itu guru harus memberikan

remedial kepada siswa agar bisa mengikuti ulang agar nilai KKM nya

tercukupi.

ZA, mengatakan bahwa ibu guru mengadakan remedial tetapi ibu

guru juga menganjurkan kami untuk lebih giat lagi untuk belajar
83

sehingga ada perubahan, kemudian M mengatakan bahwa guru

memberikan remedial saat nilai KKM nya tidak mencukupi.

Selanjutnya RN juga mengatakan hal yang sama yaitu guru

memberikan remedial karena nilai KKM tidak tercukupi.

Berdasarkan hasil observasi dengan melakukan remedial siswa

dapat mencapai nilai lebih tinggi dari sebelumnya dan guru tidak lupa

juga untuk membimbing siswa diakhiri pembelajaran agar membuat

siswa lebih antusias dan semangat dalam mengikuti pembelajaran.

4.3 Pembahasan Penelitian


4.3.1 Bentuk Kesalahan yang Dilakukan Siswa kelas IV MIN 41 Bireuen
dalam Penulisan Kata Baku pada Karangan

Penulisan kata baku pada karangan merupakan bentuk penulisan yang

senantiasa memperhatikan 5 aspek antara lain yaitu segi lafal, ejaan,

gramatika, dan dalam tingkat nasional (Chaer Abdul, 2018:6).

1. Baku dari Segi Lafal

Lafal baku dalam bahasa indonesia adalah lafal yang tidak

menampakkan lagi ciri-ciri bahasa daerah atau bahasa asing

(Moeliono, 2015:113). Lafal yang tidak baku dalam lafal lisan pada

gilirannya akan muncul pula dalam bahasa tulis karena penulis

terpengaruh dengan lafal bahasa lisan itu.

Berdasarkan teori di atas, maka hal yang serupa juga peneliti

dapatkan dalam bentuk kesalahan yang dilakukan siswa kelas IV

MIN 4 Bireuen dalam penulisan kata baku pada karangan yaitu

siswa melakukan kesalahan dalam menuliskan kata “ibu” menjadi


84

“mamak”, kemudian kata “pergi” berubah menjadi “pegi”

selanjutnya kata “saya” berubah menjadi “gue”. Maka berdasarkan

kesalahan tersebut dapat diketahui bahwa siswa membutuhkan

pembelajaran lebih mendalam kembali karena siswa masih belum

memahami akan kata baku dengan tidak baku, selama bahasa

tersebut sudah berubah bunyi layaknya dengan bunyi yang di

dengarkan dari objek apapun, maka sudah di anggap benar.

2. Baku dari segi Ejaan

Ejaan bahasa Indonesia yang baku telah diberlakukan sejak

tahun 1972, nama ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan

disingkat EYD, oleh karena itu, semua kata yang tidak ditulis

menurut kaidah yang diatur dalam EYD adalah kata tidak baku,

yang ditulis dalam bentuk EYD adalah kata yang baku, berikut

contoh kata ejaan tidak baku, yang sering kita jumpai dalam

berbagai tulisan dimasyarakat.

Sama halnya dengan kesalahan di atas dalam penglafalan

ejaan, maka dari segi ejaan juga mendapatkan kesalahan dari

siswa kelas IV MIN Bireun, dimana siswa terkadang menuliskan

huruf “e” seperti huruf ”g”, selain itu siswa juga seri melakukan

kesalahan dalam penggunaan kata-kata “di” seperti “disekolah”

seharusnya “di sekolah”. Selanjutnya kata-kata kesalahan

sebagaimana di atas yaitu menuliskan kata “ibu” menjadi

“mamak”, kemudian kata “pergi” berubah menjadi “pegi”


85

selanjutnya kata “saya” berubah menjadi “gue”.

3. Baku dari Segi Gramatika

Secara Gramatika kata-kata baku ini harus dibentuk

menurut kaidah-kaidah Gramatika. Seperti bentuk baku kata

ngontrak seharusnya mengontrak. Bentuk baku kata sekolah

seharusnya bersekolah, bentuk baku pada kalimat tinjau

seharusnya meninjau.

Kondisi yang serupa juga ditemukan pada siswa kelas IV

MIN Bireun yaitu kata-kata “waktu itu sedang berlibur sekolahí”,

seharusnya kalimat tersebut adalah “waktu itu sedang libur

sekolah”. Kesalahan itu muncul pada penggalan kata berlibur

yang seharusnya adalah libur.

Selanjutnya kesalahan yang dilakukan siswa seperti “karena

ibu hari ini sedang kurang sehat karena batuk-batuk”

berdasarkan kutipan tersebut, maka siswa menggunakan kata-kata

“sedang kurang sehat karena batuk-batuk”. Seharusnya kalimat

tersebut di buat dengan “ibu kurang sehat karena sedang batuk”.

Berdasarkan penggalan dua kalimat tersebut, maka dapat

diketahui bahwa siswa perlu bimbingan dan pengajaran kembali,

mengingat usia yang masih dini namun dituntut untuk menguasai

bahasa baku dalam melafalkan atau menulisnya.


86

4. Baku dari segi Nasional

Kata-kata yang masih yang masih bersifat kedaerahan,

belum bersifat hendaknya jangan digunakan dalam karangan

ilmiah. Kalau kata-kata dari bahasa daerah itu sudah bersifat

nasional, artinya sudah menjadi bagian dari kekayaan kosakata

bahasa Indonesia boleh saja digunakan.

Berdasarkan teori di atas, maka hal yang serupa juga

peneliti dapatkan dalam bentuk kesalahan yang dilakukan siswa

kelas IV MIN 4 Bireuen dalam baku dari segi nasional, maka

peneliti menemukan bahwa siswa menggunakan kata “gue”

seharusnya penggunaan kata “saya” dan ini termasuk kedalam

salah satu bentuk kata yang kurang baku dari segi nasional.

4.3.2 Penyebab Kesalahan Penulisan Kata Baku Dalam Karangan


Siswa Kelas IV MIN 41 Bireuen

Setiap tindakan tiada luput dari kesalahan begitu halnya dengan

kesalahan yang diperbuat oleh setiap siswa kelas IV MIN Bireuen

dalam membuat karangan, untuk itu perlu kiranya mengetahui

penyebab kesalahan itu muncul, maka berdasarkan hasil penelitian

peneliti menemukan beberapa penyebab kesalahan itu terjadi antara lain

yaitu:

1. Faktor Internal

Faktor internal meliputi:

a. Kesehatan siswa

Kesehatan seseorang sangat berpengaruh terhadap hasil


87

belajarnya. Proses belajar seseorang akan terganggu jika

kesehatan seseorang terganggu. Sehat berarti segenap badan

beserta bagian-bagiannya dalam keadaan baik dan bebas dari

penyakit. Proses belajar seseorang akan terganggu, selain itu

juga ia akan cepat lelah, kurang bersemangat, mudah pusing,

sering mengantuk. Hal tersebut dapat mempengaruhi prestasi

belajar.

Faktor kesehatan, dan cacat yang dibawa sejak lahir,

misalnya peserta didik kurang sehat, bisu, tuli, gegar otak

karena jatuh. Hal tersebut dapat menjadi hambatan dalam

perkembangan peserta didik, sehingga kesulitan dalam

berinteraksi dengan lingkungan sekelilingnya (Suryabrata,

2015:45).

Siswa yang dalam keadaan segar jasmani dan

rohaninya akan lain belajarnya dibandingkan dengan siswa

yang dalam keadaan kelelahan. Siswa yang sehat akan belajar

dengan baik tanpa ada gangguan dari kondisi fisiknya. Siswa

yang kekurangan gizi ternyata kemampuan belajarnya di

bawah siswa yang tidak kekurangan gizi. Siswa yang

kekurangan gizi akan cepat lelah, mudah mengantuk, dan sulit

menerima pelajaran

b. Motivasi belajar yang rendah

Motivasi dalam belajar adalah faktor yang pentin


88

karena hal tersebut merupakan keadaan yang mendorong

keadaan siswa untuk melakukan belajar.

Persoalan mengenai motivasi dalam belajar adalah

bagaimana cara mengatur agar motivasi dapat ditingkatkan.

Demikian pula dalam kegiatan belajar mengajar seorang anak

didik akan berhasil jika mempunyai motivasi untuk belajar.

c. Minat belajar yang kurang

Minat besar pengaruhnya terhadap hasil belajar.

Bahkan pelajaran yang menarik minat siswa lebih mudah

dipelajari dan disimpan karena minat dapat meningkatkan

kemampuan belajar. Untuk menambah minat seorang siswa di

dalam menerima pelajaran di sekolah, siswa diharapkan dapat

mengembangkan minat untuk melakukannya sendiri, (Winkel,

2017:76).

Minat belajar yang telah dimiliki siswa merupakan

salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajarnya.

Apabila seseorang mempunyai minat yang tinggi terhadap

sesuatu hal maka akan terus berusaha untuk melakukan

sehingga apa yang diinginkannya dapat tercapai sesuai dengan

keinginannya (Purwamto, 2013:7).

2. Faktor eksternal

a. Lingkungan yang mayoritas menggunakan bahasa daerah

Bila di sekitar tempat tinggal keadaan masyarakatnya


89

terdiri dari orang-orang yang berpendidikan, terutama anak-

anaknya rata-rata bersekolah tinggi dan moralnya, baik, hal ini

akan mendorong anak lebih giat belajar. Tetapi sebaliknya,

apabila tinggal di lingkungan banyak anak-anak yang nakal,

tidak bersekolah dan pengangguran, hal ini akan mengurangi

semangat belajar atau dapat dikatakan tidak menunjang

sehingga motivasi belajar berkurang.

Aspek ini sesuai dengan pendapat Samsul (2014:6)

yaitu berpengaruh pada faktor eksternal tentang pengaruh

Bahasa daerah. Dalam proses komunikasi sehari-hari biasanya

menggunakan bahasa ibu (bahasa daerah) sebagai bahasa

untuk berkomunikasi. Sehingga siswa menjadi tidak terbiasa

dengan menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan tepat

karena mereka hanya menggunakan bahasa Indonesia tanpa

mengetahui kaidah yang terkandung dalam bahasa yang baik

dan benar seperti apa.

Aspek tersebut mempengaruhi siswa dalam

mengucapkan atau menulis kata baku. Karena siswa pada

dasarnya memakai bahasa Aceh setiap hari untuk

berkomunikasi dengan orang lain ketika di dalam lingkungan

sekolah maupun di luar lingkungan sekolah. Tak hanya siswa

guru pengajar di sekolah juga masih sering mencampurkan

bahasa Indonesia dengan bahasa Aceh untuk memberikan


90

materi pembelajaran kepada siswa.

b. Kurang perhatian dari orang tua siswa yang broken home

Soekanto (2014:76), mengatakan lingkungan pertama

yang berhubungan dengan anak adalah orang tuanya, saudara-

saudarnya serta mungkin kerabat dekatnya yang tinggal

serumah. Hal ini sesuai dengan Slameto (2013:70), bahwa

keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan utama.

Keluarga yang sehat besar artinya untuk pendidikan dalam

ukuran kecil, tetapi bersifat menentukan untuk pendidikan

dalam ukuran besar yaitu pendidikan bangsa, negara dan

dunia.

Menurut Dalyono (2017:87) yang menjadi faktor dalam

lingkungan keluarga yang memiliki pengaruh terhadap

keberhasilan anak dalam belajar adalah faktor orang tua yang

meliputi tinggi rendahnya pendidikan orang tua, besar

kecilnya penghasilan, cukup atau kurangnya perhatian dan

bimbingan orang tua, rukun atau tidaknya kedua orang tua,

akrab atau tidaknya situasi dalam rumah.

Peran orang tua sangat penting dalam mendidik

anaknya ketika dirumah, tetapi pada penelitian ini siswa

mengatakan bahwa orang tua sibuk berkerja dan jarang ada

waktu luang untuk mengajarinya belajar, sehingga

menyebabkan kurangnya perhatian pendidikan anak-anaknya.


91

Terlebih lagi jika keluarga siswa adalah keluarga yang sudah

broken home.

4.3.3 Upaya yang Dilakukan Guru Dalam Memperbaiki Kaidah-Kaidah


Penulisan Kata Baku

Berbagai upaya dilakukan guru dalam memperbaiki kaidah-

kaidah penulisan kata baku pada siswa kelas IV MIN 41 Bireun antara

lain yaitu:

1. Pengayaan

Pengayaan yang dilakukan guru dalam memperbaiki kaidah-

kaidah penulisan katan baku dalam karangan di Min 41 Bireun,

maka dalam hal ini pengayaan dilakukan dengan mengajari siswa

untuk membaca dengan lancar, kemudian siswa diajarkan kembali

untuk melatih memahami kata-kata baku.

2. Motivasi

Motivasi merupakan penggerak utama dalam hal ini, karena

motivasi memberikan semangat belajar bagi siswa, untuk itu

setiap guru melakukan beberapa bentuk motivasi diantaranya

memberikan hadiah, nilai yang bagus atau memberikan pujian

bagi siswa yang mengarang dengan menggunakan kata-kata baku

dengan benar.

3. Remedial

Remedial merupakan salah satu cara dilakukan untuk

memberikan kesempatan kepada siswa agar memperbaiki


92

nilainya, untuk itu guru MIN 41 Bireun melakukan remedial bagi

siswa yang belum mampu membuat karangan menggunakan kata-

kata baku.

Anda mungkin juga menyukai