Anda di halaman 1dari 31

Laporan Kasus

EFUSI PLEURA

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Program Internsip Dokter
Indonesia Wahana RSUD Teungku Peukan Aceh Barat Daya

Oleh:

dr. Shella Jobiwarma Chaniago

Pembimbing:

dr. Yuliana

PESERTA INTERNSIP DOKTER INDONESIA


WAHANA RSU TEUNGKU PEUKAN
ACEH BARAT DAYA
PERIODE 1/2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Allah SWT yang telah
menciptakan Manusia dengan akal, budi, serta berkat rahmat dan hidayah-Nya
penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Efusi Pleura”.
Shalawat beriring salam penulis sampaikan kepada nabi besar Muhammad SAW.
Atas semangat perjuangan dan panutan bagi umatnya.
Adapun laporan kasus ini diajukan sebagai salah satu tugas dalam
menjalani Internsip Dokter Indonesia Wahana RSUD Teungku Peukan Aceh
Barat Daya.
Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-
tingginya kepada dr. Yuliana yang telah meluangkan waktunya untuk memberi
arahan dan bimbingan dalam menyelesaikan tugas ini.
Penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurnaan. Saran
dan kritik dari dosen pembimbing dan teman-teman akan penulis terima dengan
tangan terbuka, semoga dapat menjadi bahan pembelajaran dan bekal di masa
mendatang.

Blangpidie, September 2022

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Efusi pleura merupakan akumulasi cairan abnormal pada rongga pleura.


Hal ini dapat disebabkan oleh peningkatan produksi cairan ataupun berkurangnya
absorbsi. Penyakit Efusi Pleura merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya
akumulasi cairan dalam jumlah yang berlebihan di dalam rongga pleura, yang
disebabkan oleh ketidak seimbangan antara pembentukan dan pengeluaran cairan
pleura. WHO memperkirakan bahwa 20% penduduk kota di dunia pernah
menghirup udara kotor akibat emisi kendaraan bermotor, sehingga banyak
penduduk yang berisiko tinggi penyakit paru dan saluran pernafasan seperti “efusi
pleura”.1

Rongga pleura adalah ruangan di antara pleura parietalis dan pleura


viseralis. Pada orang normal mengandung 7-14 ml cairan yang bekerja sebagai
pelumas antara kedua permukaan pleura. Efusi pleura adalah akumulasi abnormal
cairan dalam rongga pleura. Pada keadaan normal, sejumlah kecil (0,01
ml/kg/jam) cairan secara konstan memasuki rongga pleura dari kapiler di pleura
parietal. Cairan pleura berasal dari kapiler (terutama pleura parietalis), limfatik,
pembuluh darah intratoraks, ruangan interstisial paru, dan rongga peritoneum.
Cairan pleura direabsorbsi melalui saluran limfatik pleura parietalis yang
mempunyai kapasitas pengeluaran sedikitnya 0,2 ml/kg/jam.1

Efusi pleura disebabkan oleh beberapa mekanisme antara lain peningkatan


permeabilitas membran pleura, peningkatan tekanan kapiler paru, penurunan
tekanan negatif dalam rongga pleura, penurunan tekanan onkotik, dan obstruksi
aliran limfe. Efusi pleura dapat menunjukkan terdapat penyakit paru, pleura,

maupun ekstra paru. Efusi pleura dibedakan menjadi transudat dan eksudat.
Efusi pleura transudatif terjadi akibat peningkatan tekanan hidrostatik atau
penurunan tekanan onkotik dalam rongga pleura. Efusi pleura eksudatif terjadi
akibat abnormalitas permeabilitas kapiler, obstruksi aliran limfatik, infeksi, atau
pendarahan. Penyakit jantung kongestif dan sirosis hepatis merupakan penyebab
tersering efusi transudatif sedangkan keganasan dan tuberkulosis (TB)
merupakan penyebab tersering efusi eksudatif.2
Sementara pada populasi umum secara internasional, diperkirakan tiap 1
juta orang, 3000 orang terdiagnosa efusi pleura.1 WHO memperkirakan jumlah
kasus efusi pleura di seluruh dunia cukup tinggi menduduki urutan ke-3.
Berdasarkan catatan medik RS Dokter Kariadi Semarang jumlah prevalensi
penderita efusi pleura pada perempuan 66,7% dan laki-laki 33,3%. Secara
keseluruhan, insidensi efusi pleura sama antara pria dan wanita. Namun terdapat
perbedaan pada kasus-kasus tertentu dimana penyakit dasarnya dipengaruhi oleh
jenis kelamin. Misalnya, hampir dua pertiga kasus efusi pleura maligna terjadi
pada wanita. Dalam hal ini efusi pleura maligna paling sering disebabkan oleh
kanker payudara dan keganasan ginekologi. Meskipun belum ada penelitian
epidemilogi untuk EPG tetapi insidensinya dapat diestimasi berdasarkan data-data
yang ada yaitu sekitar 15% dari seluruh penyakit keganasan.3

Efusi pleura sering menimbulkan masalah di bidang diagnostik maupun


penatalaksanaan. Oleh karena itu, diperlukan penatalaksanaan yang baik dalam
menanggulangi efusi pleura yaitu dengan pengeluaran cairan dengan segera serta
pengobatan terhadap penyebabnya.2

BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. Z
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 43 tahun
Status : Menikah
Suku : Aceh
Agama : Islam
Alamat : Susoh, Abdya
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
No. RM : 07-26-94
Tanggal masuk : 03 September 2022
Tanggal pemeriksaan : 05 September 2022

2.2 Anamnesis Penyakit


2.2.1 Keluhan Utama: Sesak napas
2.2.2 Keluhan Tambahan: Batuk, Nyeri dada dan Kaki bengkak
2.2.3 Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan sesak nafas dan nyeri dada 4 hari sebelum
masuk rumah sakit. Sesak napas tidak di pengaruhi oleh cuaca dan aktivitas.
Sesak nafas memberat 1 jam sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dada juga sering
dikeluhkan pasien 4 hari yang lalu dan paling dirasakan sebelah kiri. Pasien juga
mengeluhkan sering batuk dalam 2 bulan terakhir, batuk berdahak berwarna putih.
Pasien dengan Ca ovarium dan sudah menjalani kemoterapi siklus I pada 1 Juli
2022.
2.2.4 Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien pernah dirawat di RSUDZA dengan diagnosa tumor retroperitoneal
dan sudah menjalani operasi pada Februari 2022. Setelah itu, pasien tidak
menstruasi dari Februari sampai bulan Mei, kemudian dirujuk ke dokter obgyn.
Setelah di USG pasien di diagnosa dengan tumor ovarium dan dari hasil PA
menunjukkan hasil Ca ovarium. Pasien sudah pernah dilakukan punksi cairan
pleura pada Agustus 2022 pada bulan Agustus di RS Meuraxa kemudian di rujuk
ke RSUDZA untuk menjalani kemoterapi.

2.2.5 Riwayat Penyakit Keluarga:


Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita penyakit seperti yang
dialami pasien. Riwayat kanker dalam anggota keluarga disangkal.

2.2.6 Riwayat Pemakaian Obat:


Tidak ada.

2.2.7 Riwayat Kebiasaan Sosial:


Pasien merupakan ibu rumah tangga yang sehari-hari mengerjakan
pekerjaan rumah.
2.3 Pemeriksaan Tanda Vital
Keadaan umum: Baik
Kesadaran : kompos mentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Frekuensi nadi : 90 kali/menit, reguler, cukup dan kuat angkat
Pola pernapasan : Thorakoabdominal
Frekuensi : 30 kali/menit
Irama : ireguler
Kedalaman : Normal
Otot bantu napas: Tidak ada
Suhu : 36,5 oC di axilla

2.4 Pemeriksaan Fisik


Kulit : Sawo matang, ikterik (-), sianosis (-), pucat (+)
Kepala : Rambut distribusi normal, sukar dicabut
Wajah : Simetris, edema (-), deformitas (-)
Mata : Konjungtiva palpebra inferior pucat (+/+), sklera
ikterik(-/-), sekret (-/-), refleks cahaya langsung (+/+),
refleks cahaya tidak langsung (+/+), pupil
isokor Φ 3 mm/3mm
Telinga : Normotia, sekret (-/-)
Hidung : Sekret (-/-), cavum nasi hiperemis (-/-), napas cuping
hidung (-/-)
Mulut : Mukosa kering (-), sianosis (-)
Leher : Retraksi suprasternal (+), pembesaran KGB (-)

Thoraks anterior
Inspeksi
Statis : Asimetris, kanan tertinggal, bentuk normochest.
Dinamis : Asimetris, dinding dada kanan tampak tertinggal,
pernafasan thorakoabdominal, retraksi interkostal (+/+),
pemasangan WSD (+) di dada kanan.
Palpasi
Fremitus taktil
Lap. paru atas : Stem fremitus kanan = Stem fremitus kiri
Lap. paru tengah : Stem fremitus kanan < Stem fremitus kiri
Lap. paru bawah : Stem fremitus kanan < Stem fremitus kiri
Emfisema subkutis : Tidak ada
Perkusi
Hemitoraks Dextra Hemithoraks Sinistra
Lap. paru atas Sonor memendek Sonor
Lap. paru tengah Redup Sonor
Lap. paru bawah Redup Sonor

Auskultasi
Hemitoraks Dextra Hemithoraks Sinistra
Lap. paru atas Vesikuler menurun Vesikuler
Rhonki (-) Rhonki (-)
Wheezing (-) Wheezing (-)
Lap. paru tengah Vesikuler tidak ada Vesikuler
Rhonki (+) Rhonki (-)
Wheezing (-) Wheezing (-)
Lap. paru bawah Vesikuler tidak ada Vesikuler
Rhonki (+) Rhonki (-)
Wheezing (-) Wheezing (-)

Thoraks posterior
Inspeksi
Statis : Asimetris kanan tertinggal, bentuk normochest
Dinamis : Asimetris dinding kanan tertinggal, jejas (-)
Palpasi
Fremitus taktil :
Lap. paru atas Stem fremitus kanan = Stem fremitus kiri
Lap. paru tengah : Stem fremitus kanan < Stem fremitus kiri
Lap. paru bawah : Stem fremitus kanan < Stem fremitus kiri
Emfisema subkutis : Tidak ada
Perkusi
Hemitoraks Dextra Hemithoraks Sinistra
Lap. paru atas Sonor memendek Sonor
Lap. paru tengah Redup Sonor
Lap. paru bawah Redup Sonor

Auskultasi
Hemitoraks Dextra Hemithoraks Sinistra
Lap. paru atas Vesikuler menurun Vesikuler
Rhonki (-) Rhonki (-)
Wheezing (-) Wheezing (-)
Lap. paru tengah Vesikuler tidak ada Vesikuler
Rhonki (+) Rhonki (-)
Wheezing (-) Wheezing (-)
Lap. paru bawah Vesikuler tidak ada Vesikuler
Rhonki (+) Rhonki (-)
Wheezing (-) Wheezing (-)

Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V midclavicula sinistra
Perkusi : Batas-batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ I> BJ II, reguler (+), bising (-)

Abdomen
Inspeksi : Simetris, distensi (-)
Palpasi : Soepel (+), undulasi (-)
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)
Auskultasi : Peristaltik kesan normal

Ekstremitas
Superior : Sianosis (-/-), clubbing finger(-/-), edema (-/-)
Inferior : Sianosis (+/+), clubbing finger(-/-), edema (+/-)

2.5 Pemeriksaan Penunjang


2.5.1 Pemeriksaan Laboratorium
Hasil Hasil Hasil
Pemeriksaan Hasil
(12/11/201 (15/11/201 (21/11/20 Nilai Normal
Laboratorium (03/09/2022)
6) 6) 16)
Darah Rutin
10,3 9,2 14,0-17,0
Hemoglobin 10,6 10,0
gr/dL
Hematokrit 33 32 32 29 45-55 %
11,0 12,3 4,5-10,5 x
Leukosit 0,7 6,7
103/mm3
3,7 3,2 4,7-6,1 x
Eritrosit 3,8 3,7
106/mm3
44 83 150-450 x
Trombosit 141 53
103/mm3
MCV 87 85 87 89 80-100 fL
MCH 28 27 28 29 27-31 pg
MCHC 32 32 32 32 32-36 %
RDW 17,3 18,0 18,4 22,1 11,5-14,5 %
MPV 17,6 11,0 11,7 7,2-11,1 fL
LED 45 29 <20 mm/jam
Hitung Jenis
Eosinofil 0 0 0 0 0-6 %
Basofil 0 0 0 1 0-2 %
Netrofil 1 0
0 0 2-6 %
batang
Netrofil 68 77
56 56 50-70 %
segmen
Limfosit 87 38 25 16 20-40 %
Monosit 7 6 6 6 2-8 %
Hati dan
Empedu
AST/SGOT 57 67 < 31 U/L
ALT/SGPT 40 43 < 34 U/L
Albumin 3,00 2,37 2,52 3,5-5,2 g/dL
Elektrolit
132-146
Natrium (Na) 135
mmol/L
3,7-5,4
Kalium (K) 3,4
mmol/L
98-106
Klorida (Cl) 96
mmol/L
Diabetes
GDS 124 < 200 mg/dL
Ginjal dan
Hipertensi
Ureum 27 13-43 mg/dL
0,67-1,17
Creatinine 0,63
mg/dL
Pemeriksaan Laboratorium (Lanjutan)
Hasil Hasil Hasil
Pemeriksaan Hasil
(24/11/201 (26/11/201 (29/11/20 Nilai Normal
Laboratorium (22/11/2016)
6) 6) 16)
Darah Rutin
10,6 10,0 14,0-17,0
Hemoglobin 9,0 11,1
gr/dL
Hematokrit 28 34 32 31 45-55 %
9,3 7,6 4,5-10,5 x
Leukosit 11,8 11,1
103/mm3
3,6 3,4 4,7-6,1 x
Eritrosit 3,1 3,8
106/mm3
97 161 150-450 x
Trombosit 67 58
103/mm3
MCV 92 89 88 90 80-100 fL
MCH 29 29 29 29 27-31 pg
MCHC 32 33 34 33 32-36 %
RDW 22,5 21,0 21,8 22,5 11,5-14,5 %
MPV 12,1 10,5 12,2 10,5 7,2-11,1 fL
LED 13 7 <20 mm/jam
Hitung Jenis
Eosinofil 0 0 0 1 0-6 %
Basofil 0 1 0 0 0-2 %
Netrofil 0 0
0 0 2-6 %
batang
Netrofil 75 77
77 79 50-70 %
segmen
Limfosit 17 15 19 16 20-40 %
Monosit 6 5 6 6 2-8 %
Hati dan
Empedu
AST/SGOT < 31 U/L
ALT/SGPT < 34 U/L
Albumin 3,00 3,09 3,5-5,2 g/dL
Elektrolit
132-146
Natrium (Na)
mmol/L
3,7-5,4
Kalium (K)
mmol/L
98-106
Klorida (Cl)
mmol/L
Diabetes
GDS < 200 mg/dL

Ginjal dan
Hipertensi
Ureum 21 13-43 mg/dL
0,67-1,17
Creatinine 0,48
mg/dL

2.5.2 Sitologi cairan pleura (07/10/2016)


Spesimen : Terima cairan ± 10 cc, hemoragis, encer
Diagnosa : Sesak nafas nyeri dada
Mikroskopis : pada sediaan apus tampak kelompokan sel-sel tumor
maligna, inti membesar, pleomorfik, kromatin kasar, anak
inti menonjol, sitoplasma eosinofilik. Latar belakang
sediaan terdiri dari sel-sel darah merah.
Kesimpulan : Malignant smear. Metastase carcinoma.
2.5.3 Kultur cairan pleura (22/11/2016)
Organism = Pseudomonas aeruginosa
Ampicillin R Amikacin S
Ampicillin/sulbactam R Ceftazidime S
Ciprofloaxacin S Cefepime
S
Gentamicin S Tobramycin S
Tetracyclin R Trimethoprim/Sulfametoxazole R
Levofloxacin S Meropenem S
Netylmicyn S Fosfomycin R
Cefotaxim R Piperacillin/Tazobactam S
Cefoxitin R
Saran: Ceftazidime

2.5.3 Radiologi
1. Foto Thorax proyeksi PA(21/09/2016)
Ekspertise pemeriksaan radiografi thorax proyeksi PA:
Jantung : Besar dan Bentuk normal
Paru : Tak tampak infiltrat
Sinus phrenicocostalis kanan tertutup perselubungan
dan kiri tajam
kesimpulan: Efusi pleura kanan.
2. Foto Thorax proyeksi PA (24/10/2016)

Ekspertise pemeriksaan radiografi thorax proyeksi PA:


Jantung : Besar dan Bentuk normal
Paru : Tak tampak infiltrat
Sinus phrenicocostalis kanan tertutup perselubungan
dan kiri tajam
kesimpulan: Efusi pleura kanan.
3. Foto thorax proyeksi PA (14/11/2016)

Ekspertise pemeriksaan radiografi thorax proyeksi PA:


Jantung : Besar dan Bentuk normal
Paru : Tak tampak infiltrat
Sinus phrenicocostalis kanan dan kiri tajam
Tampak terpasang WSD di hemothoraks kanan
kesimpulan: Cor dan Pulmo tak tampak kelainan

2.6 Diagnosis Banding


Efusi pleura dextra ec. dd/ 1. Keganasan
2. Infeksi

2.7 Diagnosis Kerja


Efusi pleura Dextra ec Ca ovarium
2.8 Tatalaksana
Suportif
1. Tirah baring
2. O2 2-4 l/menit
Tindakan
Pemasangan thoratic tube + WSD dextra pada tanggal 08 November
2016 oleh dr. Herry Pryanto, Sp.P. Pasien dalam posisi semifoler dengan
tindakan aseptik dan anastesi prosedur dilakukan tiping di ICS 4 di
hemithorak dextra linea mid axillaris sinistra keluar cairan kuning ±50 cc
undulasi (+) darah (-). Pleurodesis dilakukan pada tanggal 30 November
2016 oleh dr. Nurrahmah, Sp.P. pasien dalam posisi duduk dilakukan
tindakan anestesi dengan memasukkan lidokain 10 ampul ke dalam selang
WSD, kemudian di klem dan tunggu 10-15 menit. Kemudian dimasukkan
Bleomicin 45 unit yang sudah diracik dengan NaCl 0,9% kedalam selang
WSD, klem selangnya dan tindakan selesai. Pasien diminta miring kanan
miring kiri selama 2 jam.
Medikamentosa
1. IVFD Asering:Aminofluid 2:1 20 gtt/menit
2. Inj. Fosmicyn1 gr/12 jam
3. Neurodex 2 x 1
4. Curcuma 2x1
5. Flumucyl syr 3xCI
6. Coditam 2x1 (K/P)
7. Drip albumin 25% 100 cc/hari
2.9 Planning
1. Balance cairan, albumin
2. Evaluasi WSD setiap hari

2.10 Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad Malam
Quo ad functionam : Dubia ad Malam
Quo ad sanactionam : Dubia ad Malam

2.11 Follow Up Harian


Selasa, S/ Sesak napas berkurang Th/
22/11/201 - O2 4-5 L/menit
6 O/ - Tranfusi PRC HB >10 gr/dl
Kesadaran: compos mentis - drip Albumin 25% 100cc/hari
H15 TD: 100/60 mmHg
HR: 86 x/i
Dokter RR: 24 x/i
Planning
T: 37°C
IPD
- Persiapan kemoterapi
Ass/
1. Ca Ovarium dengan
permasalahan
2. Efusi pleura dextra
3. Anemia NN
4. Trobositopenia
5. Hipoalbumin
Selasa, S/ pucat Th/
22/11/201 O/ Tranfusi PRC samapa Hb >10 g/dL
6 Kesadaran: compos mentis
TD: 100/60 mmHg P/ DR post transfusi
H15 HR: 86 x/i
RR: 24 x/i
Dokter
T: 37°C
IPD
Ass/
1. Anemia ringan ec. Penyakit
kronik dd/ perdarahan
2. Trombositopenia ec. Drug
induced kemoterapi
3. Ca ovarium
Selasa, S/ Sesak napas Th/
31/10/201 - IVFD Asering:Aminofluid 2:1 20
6 O/
Kesadaran: compos mentis gtt/menit
H15 TD: 100/60 mmHg - O2 2-4 L/menit
HR: 86 x/i
Dokter RR: 24 x/i - Inj. Fosmicyn1 gr/12 jam (H2)
T: 37°C - Neurodex 2 x 1
PULMO
- Curcuma 2x1
PF
I: asimetris, kanan tertinggal, - Flumucyl syr 3xCI
prosuksi 600 cc/hari
- Coditam 2x1 (K/P)
P: SF ka < SF ki
P: redup/sonor
A: vesikuler (↓/+), rh (+/-), wh (-/-) P/ cek albumin

Ass/
1. Efusi pleura dextra ec. Ca
ovarium

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Efusi pleura merupakan akumulasi cairan abnormal pada rongga pleura. Hal
ini dapat disebabkan oleh peningkatan produksi cairan ataupun berkurangnya
absorbsi. Efusi pleura merupakan manifestasi penyakit pada pleura yang paling
sering dengan etiologi yang bermacam-macam mulai dari kardiopulmoner,
inflamasi, hingga keganasan yang harus segera dievaluasi dan diterapi.4

3.2 Anatomi dan Fisiologi


Pleura adalah membran tipis yang membungkus parenkim paru kanan dan
kiri. Pleura terletak dibagian terluar dari paru-paru dan mengelilingi paru. Pleura
disusun oleh jaringan ikat fibrosa yang didalamnya terdapat banyak kapiler limfa
dan kapiler darah serta serat saraf kecil. Pleura disusun juga oleh sel-sel (terutama
fibroblast dan makrofag). Pleura paru ini juga dilapisi oleh selapis mesotel. Pleura
merupakan membran tipis, halus dan licin yang membungkus dinding anterior
thorax dan permukaan superior diafragma.5
Pleura terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura visceralis dan parietalis. Pleura
Perbedaan pleura viseralis dan pleura parietalis yaitu, sebagai berikut:6
1. Pleura parietalis
Pleura parietalis yang membatasi dinding thoraks meliputi permukaan
thorakal diafragma dan permukaan lateral mediatinum dan meluas sampai ke
pangkal leher untuk membatasi permukaan bawah membran suprapleura pada
apertura thorachis.6
Jaringan lebih tebal terdiri dari sel-sel mesothelial dan jaringan ikat
(kolagen dan elastis). Dalam jaringan ikat tersebut banyak mengandung kapiler
dari a. Intercostalis dan a. Mamaria interna, pembuluh limfe, dan banyak reseptor
saraf sensoris yang peka terhadap rasa nyeri dan raba. Keseluruhan berasal n.
Intercostalis dinding dada dan alirannya sesuai dengan dermatom dada. Mudah
menempel dan lepas dari dinding dada di atasnya. Fungsinya untuk memproduksi
cairan pleura.7

2. Pleura Visceralis

Pleura visceralis meliputi seluruh permukaan luar paru dan meluas kedalam
fissura interlobaris. Permukaan luarnya terdiri dari selapis sel mesothelial yang
tipis < 30mm. Diantara celah-celah sel ini terdapat sel limfosit. Di bawah sel-sel
mesothelial ini terdapat endopleura yang berisi fibrosit dan histiosit. Di bawahnya
terdapat lapisan tengah berupa jaringan kolagen dan serat-serat elastik. Lapisan
terbawah terdapat jaringan interstitial subpleura yang banyak mengandung
pembuluh darah kapiler dari a. Pulmonalis dan a. Brakhialis serta pembuluh limfe
Menempel kuat pada jaringan paru, Fungsinya. untuk mengabsorbsi cairan pleura.
(6)
Pleura visceralis yang meliputi paru dipersarafi oleh saraf otonom dari plexus
pulmonalis. Pleura visceralis peka terhadap tarikan tapi tidak peka terhadap
sensasi umum seperti nyeri dan raba.6
Lapisan parietalis dan visceralis pleura dipisahkan satu dengan lain oleh
suatu ruangan sempit (cavitas pleuralis) yang mengandung cairan pleura. 5 Cairan
pleura berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan pleura parietalis dan
pleura viseralis bergerak selama pernafasan dan untuk mencegah pemisahan
thorax dan paru yang dapat dianalogikan seperti dua buah kaca objek yang saling
melekat jika ada air. Kedua kaca objek tersebut dapat bergeseran satu dengan
yang lain tetapi keduanya sulit dipisahkan. Cairan pleura dalam keadaan norrmal
akan bergerak dari kapiler di dalam pleura parietalis ke ruangan pleura kemudian
diserap kembali melalui pleura viseralis. Hal ini disebabkan karena perbedaan
tekanan antara tekanan hidrostatik darah yang cenderung mendorong cairan keluar
dan tekanan onkotik dari protein plasma yang cenderung menahan cairan agar
tetap di dalam. Selisih perbedaan absorbsi cairan pleura melalui pleura viseralis
lebih besar daripada selisih perbedaan pembentukan cairan oleh pleura viseralis
dan permukaan pleura viseralis lebih besar dari pada pleura parietalis dan
permukaan pleura viseralis lebih besar dari pada pleura parietalis sehingga dalam
keadaan normal hanya ada beberapa mililiter cairan di dalam rongga pleura.7

3.3 Patofisiologi
Cairan di rongga pleura normalnya yaitu sebanyak 10-20 cc. Cairan
dirongga pleura jumlahnya tetap karena ada keseimbangan antara produksi oleh
pleura parientalis dan absorbsi oleh pleura viceralis. Keadaan ini dapat
dipertahankan karena adanya keseimbangan antara tekanan hidrostatis pleura
parientalis sebesar 9 cmH2O dan tekanan koloid osmotic pleura viceralis. Namun
dalam keadaan tertentu, sejumlah cairan abnormal dapat terakumulasi di rongga
pleura. Cairan pleura tersebut terakumulasi ketika pembentukan cairan pleura
lebih dari pada absorbsi cairan pleura, misalnya reaksi radang yang meningkatkan
permeabilitas vaskuler. Selain itu, hipoprotonemia dapat menyebabkan efusi
pleura karena rendahnya tekanan osmotik di kapiler darah.7
Secara garis besar akumulasi cairan pleura disebabkan karena dua hal yaitu:7
1. Pembentukan cairan pleura berlebihan.
Hal ini dapat terjadi karena peningkatan permeabilitas kapiler (peradangan,
neoplasma), tekanan hidrostatik di pembuluh darah ke jantung/ vena
pulmonaris (kegagalan jantung kiri), tekanan negatif intrapleura
(atelektasis).
2. Penurunan kemampuan absorbsi sistem limfatik
Hal ini disebabkan karena beberapa hal antara lain gangguan kontraksi
saluran limfe, infiltrasi pada kelenjar getah bening, peningkatan tekanan
vena sentral tempat masuknya saluran limfe dan tekanan osmotic koloid
yang menurun dalam darah, misalnya pada hipoalbuminemia. Patofisiologi
terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara cairan dan
protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal, cairan pleura dibentuk
secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi ini
terjadi karena perbedaantekanan osmotik plasma dan jaringan interstisial
submesotelial, kemudian melalui sel mesotelial masuk ke dalam rongga
pleura. Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe di sekitar
pleura.
Proses penumpukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh
peradangan. Bila proses radang disebabkan oleh kuman piogenik akan terbentuk
pus, sehingga terjadilah empiema/pyothorax. Bila proses ini mengenai pembuluh
darah sekitar pleura dapat menyebabkan hemothorax. Proses terjadinya
pneumothorax karena pecahnya alveoli dekat pleura parietalis sehingga udara
akan masuk ke dalam rongga pleura. Proses ini sering disebabkan oleh trauma
dada atau alveoli yang kurang elastis lagi seperti pada pasien emfisema paru. (6)
Efusi cairan dapat berbentuk transudat dan eksudat. Efusi transudat terjadi
karena penyakit lain bukan primer paru seperti pada gagal jantung kongestif,
sirosis hati, sindroma nefrotik, hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan.
Transudat terjadi apabila hubungan normal antara tekanan kapiler hidrostatik dan
osmotik koloid terganggu sehingga terbentuknya cairan akan melebihi
reabsorbsinya. Biasanya hal ini terdapat pada:7
1. Meningkatnya tekanan kapiler sistemik
2. Meningkatnya tekanan kapiler pulmoner
3. Menurunnya tekanan osmotik koloid dalam pleura
4. Menurunnya tekanan intra pleura
Sedangkan pada efusi eksudat, terjadi bila ada proses peradangan yang
menyebabkan permabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel
mesotelial berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi pengeluaran cairan ke
dalam rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudativa yang paling sering adalah
akibat M. Tuberculosis dan dikenal sebagai pleuritis eksudativa tuberkulosa.
Sebab lain seperti parapneumonia, parasit (amuba, paragonimiosis, ekinokokus),
jamur, pneumonia atipik (virus, mikoplasma, legionella), keganasan paru, proses
imunologik seperti pleuritis lupus (Systemic Lupus Eritematous), pleuritis
rematoid, sarkoidosis, radang sebab lain seperti pancreatitis, asbestosis, pleuritis
uremia, dan akibat radiasi.7
Gambar 1. penyebab efusi pleura8
3.4 Manifestasi Klinis
Efek yang ditimbulkan oleh akumulasi cairan di rongga pleura bergantung
pada jumlah dan penyebabnya. Efusi dalam jumlah yang kecil sering tidak
bergejala. Bahkan efusi dengan jumlah yang besar namun proses akumulasinya
berlangsung perlahan hanya menimbulkan sedikit atau bahkan tidak menimbulkan
gangguan sama sekali. Jika efusi terjadi sebagai akibat penyakit inflamasi, maka
gejala yang muncul berupa gejala pleuritis pada saat awal proses dan gejala dapat
menghilang jika telah terjadi akumulasi cairan. Gejala yang biasanya muncul pada
efusi pleura yang jumlahnya cukup besar yakni : nafas terasa pendek hingga sesak
nafas yang nyata dan progresif, kemudian dapat timbul nyeri khas pleuritik pada
area yang terlibat, khususnya jika penyebabnya adalah keganasan.9
Nyeri dada meningkatkan kemungkinan suatu efusi eksudat misalnya
infeksi, mesotelioma atau infark pulmoner. Batuk kering berulang juga sering
muncul, khususnya jika cairan terakumulasi dalam jumlah yang banyak secara
tiba-tiba. Batuk yang lebih berat dan atau disertai sputum atau darah dapat
merupakan tanda dari penyakit dasarnya seperti pneumonia atau lesi
endobronkial. Riwayat penyakit pasien juga perlu ditanyakan misalnya apakah
pada pasien terdapat hepatitis kronis, sirosis hepatis, pankreatitis, riwayat
pembedahan tulang belakang, riwayat keganasan, dll. Riwayat pekerjaan seperti
paparan yang lama terhadap asbestos dimana hal ini dapat meningkatkan resiko
mesotelioma. Selain itu perlu juga ditanyakan obat-obat yang selama ini
dikonsumsi pasien.10
Hasil pemeriksaan fisik juga tergantung dari luas dan lokasi dari efusi.
Temuan pemeriksaan fisik tidak didapati sebelum efusi mencapai volume 300
mL. Gangguan pergerakan toraks, fremitus melemah, suara beda pada perkusi
toraks, egofoni, serta suara nafas yang melemah hingga menghilang biasanya
dapat ditemukan. Friction rub pada pleura juga dapat ditemukan. Cairan efusi
yang masif (> 1000 mL) dapat mendorong mediastinum ke sisi kontralateral.
Efusi yang sedikit secara pemeriksaan fisik kadang sulit dibedakan dengan
pneumonia lobaris, tumor pleura, atau fibrosis pleura. Merubah posisi pasien
dalam pemeriksaan fisik dapat membantu penilaian yang lebih baik sebab efusi
dapat bergerak berpindah tempat sesuai dengan posisi pasien. Pemeriksaan fisik
yang sesuai dengan penyakit dasar juga dapat ditemukan misalnya, edema perifer,
distensi vena leher, S3 gallop pada gagal jantung kongestif. Edema juga dapat
muncul pada sindroma nefrotik serta penyakit perikardial. Ascites mungkin
menandakan suatu penyakit hati, sedangkan jika ditemukan limfadenopati atau
massa yang dapat diraba mungkin merupakan suatu keganasan.10,11
Dari pemeriksaan fisik dapat ditemukan dada lebih cembung dan gerakan
tertinggal. Pada palpasi dapat ditemukan fremitus yang menurun dan pada perkusi
daerah nya bisa menjadi redup. Pemeriksaan auskultasi pada daerah efusi tidak
didengar suara pernapasan atau suara pernafasan yang menurun.3
3.5 Diagnosa
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia dalam alur diagnosis dan
penatalaksanaannya menuliskan langkah awal yang paling penting untuk
diagnosis efusi pleura ganas adalah memastikan apakah cairan bersifat eksudat
dan/atau menemukan tumor primer di paru atau organ lain. Selain itu disingkirkan
juga penyebab lain misalnya pleuritis akibat infeksi bakteri atau penyakit
nonkeganasan lain. Alur diagnosis efusi pleura ganas secara skematis dapat dilihat
pada gambar dibawah ini.
Pemeriksaan fisik menyeluruh perlu dilakukan untuk  mencari tumor
primer. Pemeriksaan laboratorium cairan pleura dapat  memastikan cairan adalah
eksudat. Pemeriksaan sitologi cairan pleura adalah hal yang tidak boleh dilupakan
jika kita menduga efusi pleura ganas. Pemeriksan radiologi dengan foto toraks
PA/Lateral untuk menilai masif tidaknya cairan yang terbentuk, juga
kemungkinan melihat terdapatnya tumor primer, adanya lesi tulang yang
destruktif pada keganasan dan adanya densitas parenkim yang lebih keras pada
pneumonia atau abses paru.
Diagnosis pasti efusi pleura ganas adalah dengan penemuan sel ganas pada
cairan pleura (sitologi) atau jaringan pleura (histologi patologi). Jumlah cairan
pleura yang dibutuhkan untuk mendapatkan sel ganas pada efusi pleura ganas,
hasil akurat masih bervariasi. Sallact, et al meneliti kepositifan sitologi
berdasarkan volume cairan yang diperiksa (0,2-10ml, 15-80ml, 100-775ml dan
800-2800ml) dan sensitivitas untuk masing-masing kelompok adalah 53,9%, 52%,
46,9% dan 63,3%. Mereka juga mendapatkan persentase hasil positif dipengaruhi
asal tumor, 51,6% pasien dengan tumor intratoraks primer dan 48% pada kasus
metastasis tumor. Akurasi hasil sitologi ini dapat ditingkatkan dengan melakukan
torakosentesis ulang. Meskipun terlihat sederhana prosedur punksi dan biopsi
pleura harus dilakukan oleh dokter yang telah mempunyai kompetensi untuk itu,
mengingat risiko ringan hingga fatal yang dapat saja terjadi.12
3.6 Penatalaksanaan
Tatalaksana pada efusi pleura bertujuan untuk menghilangkan gejala nyeri
dan sesak yang dirasakan pasien, mengobati penyakit dasar, mencegah fibrosis
pleura dan mencegah kekambuhan. Aspirasi cairan pleura (torakosintesis) berguna
sebagai sarana untuk diagnostik maupun terapeutik. Berikut ini cara melakukan
torakosentesis:10
- Pasien dalam posisi duduk dengan kedua lengan merangkul atau diletakkan
di atas bantal. Jika tidak mungkin duduk, aspirasi dapat dilakukan dalam
posisi tidur terlentang.
- Lokasi penusukan jarum dapat didasarkan pada hasil foto toraks, atau di
daerah sedikit medial dari ujung scapula, atau pada linea aksilaris media di
bawah batas suara sonor dan redup.
- Setelah dilakukan anestesi secara memadai, dilakukan penusukan dengan
jarum ukuran besar, misalnya nomor 18.
- Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000- 1500 cc pada
sekali aspirasi. Aspirasi lebih baik dikerjakan berulang-ulang daripada satu
kali aspirasi sekaligus yang dapat menimbulkan pleura shock (hipotensi)
atau edema paru akut. Edema paru dapat terjadi karena paru-paru
mengembang terlalu cepat.
Cairan pleura dapat dikeluarkan dengan jalan aspirasi berulang atau dengan
pemasangan selang toraks yang dihubungkan dengan Water Seal Drainage
(WSD). Cairan yang dikeluarkan pada setiap pengambilan sebaiknya tidak lebih
dari 1000 ml untuk mencegah terjadinya edema paru akibat pengembangan paru
secara mendadak. Selain itu, pengeluaran cairan dalam jumlah besar secara tiba-
tiba dapat menimbulkan refleks vagal, berupa batuk-batuk, bradikardi, aritmia
yang berat, dan hipotensi. Jika jumlah cairan cukup banyak, sebaiknya dipasang
selang toraks dihubungkan dengan WSD, sehingga cairan dapat dikeluarkan
secara lambat namun aman dan sempurna.11
WSD perlu diawasi setiap hari dan jika sudah tidak terlihat undulasi pada
selang, maka cairan mungkin sudah habis dan jaringan paru sudah mengembang.
Untuk memastikan hal ini, dapat dilakukan pembuatan foto toraks. Selang toraks
dapat dicabut jika prosuksi cairan kurang dari 100 ml dan jaringan paru telah
mengembang, ditandai dengan terdengarnya kembali suara napas dan terlihat
pengembangan paru pada foto toraks. Selang dicabut pada waktu ekspirasi
maksimum. Indikasi pemasangan WSD yaitu hemotoraks, efusi pleura,
pneumotoraks > 25 %, profilaksis pada pasien trauma dada yang akan dirujuk flail
chest yang membutuhkan pemasangan ventilator. Kontraindikasi pemasangan
WSD adalah infeksi pada tempat pemasangan, gangguan pembekuan darah yang
tidak terkontrol.11
Pleurodesis adalah melekatkan pleura viseral dengan pleura parietalis,
dengan jalan memasukkan suatu bahan kimia ke dalam rongga pleura sehingga
terjadi keadaan pleuritis obliteratif. Pleurodesis merupakan penanganan terpilih
pada efusi keganasan. Bahan kimia yang lazim digunakan adalah sitostatika
seperti kedtiotepa, bleomisin, nitrogen mustard, fluorourasil, adriamisin dan
doksorubisin.Setelah cairan efusi dapat dikeluarkan sebanyak-banyaknya, obat
sitostatika (misalnya tiotepa 45 mg) diberikan dengan selang waktu 7-10 hari.
Pemberian obat tidak perlu disertai pemasangan WSD. Setelah 13 hari, jika
berhasil, akan terjadi pleuritis obliteratif yang menghilangkan rongga pleura
sehingga mencegah penimbunan kembali cairan didalam rongga tersebut. Obat
lain yang murah dan mudah didapatkan adalah tetrasiklin.14
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien datang dengan keluhan sesak nafas dan nyeri dada 4 hari sebelum
masuk rumah sakit. Sesak napas tidak di pengaruhi oleh cuaca dan aktivitas.
Sesak nafas memberat 1 jam sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dada juga sering
dikeluhkan pasien 4 hari yang lalu dan paling dirasakan sebelah kiri. Pasien juga
mengeluhkan sering batuk dalam 2 bulan terakhir, batuk berdahak berwarna putih.
Pasien dengan Ca ovarium dan sudah menjalani kemoterapi siklus I pada 1
November 2016.
Pasien mengeluhkan sesak 4 hari sebelumnya dan memberat 1 jam SMRS.
Keluhan sesak ini bisa timbul akibat terjadinya timbunan cairan dalam rongga
pleura yang akan memberikan kompresi patologis pada paru sehingga
ekspansinya terganggu. Makin banyak timbunan cairan maka sesak makin terasa
berat. Sesak nafas juga bisa terjadi akibat berkurangnya kemampuan perengangan
otot inspirasi karena terjadi retriksi toraks oleh cairan. Hipotesis lain menjelaskan
sesak terjadi akibat refleks neurogenik paru dan dinding dada karena perununan
daya compliance paru, penurunan volume paru ipsilateral, pendorongan
mediastinum ke arah kontralateral dan penekanan diafragma ipsilateral.15
Dalam keadaan normal, rongga pleura berisi sedikit cairan untuk sekedar
melicinkan permukaan pleura parietalis dan viseralis yang saling bergerak karena
pernapasan. Akumulasi cairan melebihi volume normal dan menimbulkan
gangguan jika cairan yang diproduksi oleh pleura parietalis dan visceralis tidak
mampu diserap oleh pembuluh limfe dan pembuluh darah mikropleura visceral
atau sebaliknya yaitu produksi cairan melebihi kemampuan penyerapan.
Akumulasi cairan pleura melebihi normal dapat disebabkan oleh beberapa
kelainan, antara lain infeksi dan kasus keganasan di paru atau organ luar paru.12
Pasien juga mengeluhkan nyeri dada dalam 4 hari terakhir. Nyeri dada
paling berat dirasakan pasien sebelah kiri. Nyeri dada terjadi akibat reaksi
inflamasi pada pleura parietal yang terdapat banyak persarafan.6
Batuk pada efusi pleura dapat disebabkan oleh rangsangan pada pleura oleh
karena cairan pleura yang berlebihan, proses inflamasi ataupun massa pada paru-
paru.6 Pada pemeriksaan fisik paru saat inspeksi didapatkan gerakan dada
asimetris, pada palpasi didapatkan vokal fremitus pada dada kiri menurun, pada
perkusi didapatkan redup pada dada kiri, pada auskultasi ditemukan suara
vesikuler yang melemah pada dada kiri. Semua abnormalitas yang ditemukan
pada pasien disebabkan karena adanya timbunan cairan masif pada rongga pleura
kiri serta kolapsnya paru akibat kompresi yang ditimbulkan dari cairan efusi.9
Pada pemeriksaan fisik paru saat inspeksi didapatkan gerakan dada
asimetris, pada palpasi didapatkan vokal fremitus pada dada kanan menurun, pada
perkusi didapatkan redup pada dada kanan, pada auskultasi ditemukan suara
vesikuler yang melemah pada dada kanan. Semua abnormalitas yang ditemukan
pada pasien disebabkan karena adanya timbunan cairan masif pada rongga pleura
kanan serta kolapsnya paru akibat kompresi yang ditimbulkan dari cairan efusi.
Pada kasus ini telah dilakukan pemeriksaan foto thorak AP dan ditemukan
adanya perselubungan pada hemitoraks dextra, kesan efusi pleura dextra. Setelah
dilakukan penarikan cairan dengan menggunakan WSD dan paru kembali
mengembang.
Penatalaksanaan efusi pleura dapat dilakukan dengan cara pengobatan
kausal, thorakosintesis, Water Sealed Drainage (WSD) dan pleurodesis. Pada
kasus ini karena pasien mengalami efusi pleura yang tergolong masif sebelah
kanan maka dilakukan pemasangan WSD. Adapun indikasi pemasangan WSD
pada pasien ini adalah adanya efusi pleura kanan yang masif.
Prognosis pasien ini dubia ad malam akibat komplitnya penyakit yang
diderita pasien. Pasien menderita ca ovarium yang sudah bermetastase, dengan
albumin yang rendah. Albumin juga merupakan salah satu reseptor obat.
BAB V
KESIMPULAN

Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, pasien Ny.


Y umur 43 tahun menderita efusi pleura dextra dengan Ca ovarium dan sudah
menjalani kemoterapi siklus I pada 1 November 2016. Pasien juga dengan kondisi
anemia dan hipoalbumin selama rawatan.
Efusi pleura merupakan salah satu kelainan yang paling sering
menyebabkan gangguan pada paru manusia melalui kompresi jaringan,
menyebabkan susah mengembang, mengempis, sehingga mengakibatkan oksigen
sulit masuk ke dalam paru-paru.
Efusi pleura dapat disebabkan oleh proses eksudat maupun transudat.
keganasan merupakan salah satu penyabab terjadinya efusi pleura eksudat yang
terjadi akibat proses inflamasi.
Penatalaksaan efusi pleura adalah untuk mengurangi gejala sesak napas
pada pasien dengan thorakosintesis atau dilanjutkan dengan pemasangan WSD.
Evaluasi dan tatalaksana penyakit yang mendasari yaitu berupa mengobati
penyakit dasar, yaitu ca ovarium dengan menjalani kemoterapi. Prognosis sangat
bergantung kepada tatalaksana yang adekuat dan kondisi pasien saat rawatan.
Eddy Surjanto: Penyebab Efusi Pleura pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit

DAFTAR PUSTAKA

1. Surjanto E, Susanto YS, Aphridasa J, Leonardo.. Penyebab Efusi Pleura


pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit. J Respir Indol. 2014;3:2

2. Khairani, R. Syahruddin, E. Partakusuma LG. Karakteristik Efusi Pleura di


Rumah Sakit Persahabatan. J Respir Indol. 2012;32:3

3. Nugrah R. Efusi Pleura Maligna: Diagnosis dan Penatalaksanaan Terkini. J


Peny Dalam. 2009;10(3).
4. Lee YC, Light LW. Pleural Effusion. In: Laurent GS, Shapiro S, editors.
Encyclopedia of Respiratory Disease. Oxford: Elsevier; 2006. p. 353-8.
5. Jeon D, MD. Tuberculous Pleurisy: An Update. Tuberc Respir Dis. 2014.76.
p.153-159
6. TobingES, Widirahardjo.Characteristics of Patients with Pleural Effusion
in RSUP H. Adam Malik Medan 2011.E-Jurnal FK USU. 2013;1:2
7. Snell, R. Anatomi Klinik Edisi 6. Jakarta; Penerbit Buku Kedokteran EGC.
2012. P.84-85
8. Sylvia AP, Lorraine MW. Patofisiologi Klinik Proses Penyakit. Jakarta:
ECG; 2005. p. 793.

9. Thomas JM, Musani AI. Malignant Pleural Effusion. Clin Chest Med.
2013;34:459-71.

10. Sallach SM, Sallach JA, Vasquez E, Schultz I, Icvak P. Volume of Pleural
Fluid Required for Diagnosis of Pleural Malignancy. 2002:1913-7.
11. Hanley ME. Current Diagnosis and Tratment in Pulmonary Medicine.
McGraw-Hill Companies. 2003.
12. Porcel JM. Diagnostic Approach to Pleural Effusion in Adults. American
Family Physician. 2006;73(7).
13. Hanley ME. Current Diagnosis and Tratment in Pulmonary Medicine.
McGraw-Hill Companies. 2003.
14. Rai. Efusi Pleura: Diagnosis dan Tatalaksana Terkini Jurnal Penyakit
Dalam. 2009;10(3):208-17.
15. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksannaan Indonesia. Jakarta: 2015. hal 39-40

Anda mungkin juga menyukai