Anda di halaman 1dari 13

TUGAS MATA KULIAH KB

Kesehatan Reproduksi dan Seksual

Oleh Kelompok 1:

Davina Shafa Salsabila (P032115401010)


Ranny Syahfira (P032115401030)
Rianda Fitra Rosa (P032115401027)
Siti Nuramelia Afsari (P032115401037)
Yana Karlina (P032115401042)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RIAU

JURUSAN D3 KEBIDANAN

TINGKAT 2A

TP.2022/2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas terselesaikan makalah ini, tentang
“Kesehatan Reproduksi dan Seksual”.

Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas KB. Dalam
penyusunan makalah ini kami menyadari masih banyak kekurangan atau
ketidaksempurnaan.

Mudah mudahan dengan adanya makalah ini, dapat menambah ilmu pengetahuan
pembaca. Kami menyadari adanya kekurangan-kekurangan dalam pembuatan makalah ini.
Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini. Terima kasih.

Pekanbaru, 17 Oktober 2022

ii
DAFTAR ISI

BAB I .................................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN............................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................................... 2
1.3 Tujuan ........................................................................................................................... 2
BAB II ................................................................................................................................................. 3
PEMBAHASAN ................................................................................................................................. 3
2.1 Identifikasikan minimal 2 masalah kesehatan reproduksi dengan menggunakan siklus
hidup. 3
2.2 Mengapa kesehatan reproduksi dan seksualitas merupakan isu sensitif dan pribadi? .. 5
2.3 Jelaskan bagaimana memfasilitasi kelompok-kelompok dimasyarakat untuk menggali
kemampuan mereka menjawab permasalahan kesehatan reproduksi dan seksual mereka? ..... 6
2.4 Apa yang dibutuhkan untuk mendukung perempuan dimasyarakat agar mampu
memahami kesehatan reproduksi dan seksual mereka sebagai hak asasi? ................................ 7
BAB III................................................................................................................................................ 9
PENUTUP ........................................................................................................................................... 9
3.1 Kesimpulan ................................................................................................................... 9
3.2 Saran.............................................................................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................................... 10

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sehat secara mental, fisik dan
kesejahteraan sosial secara utuh pada semua hal yang berhubungan dengan sistem dan
fungsi serta proses reproduksi dan bukan hanya kondisi yang bebas dari penyakit dan
kecacatan. Isu-isu yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi merupakan isu yang
sensitif, seperti hak-hak reproduksi, kesehatan seksual, penyakit menular seksual (PMS)
termasuk HIV/AIDS, kebutuhan khusus remaja, dan perluasan jangkauan pelayanan ke
lapisan masyarakat kurang mampu atau mereka yang tersisih.
Kesehatan reproduksi remaja merupakan salah satu komponen dari kesehatan
reproduksi. Remaja adalah suatu usia dimana individu menjadi terintergrasi ke dalam
masyarakat dewasa, suatu usia dimana anak tidak merasa bahwa dirinya berada di bawah
tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa sama atau paling tidak sejajar, Remaja juga
sedang mengalami perkembangan pesat dalam aspek intelektual. Secara harfiah, remaja
berada diantara anak dan orang dewasa, oleh karena itu, remaja seringkali dikenal dengan
fase “mencari jati diri” karena remaja masih belum mampu menguasai dan memfungsikan
secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya.
Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-19 tahun, menurut
peraturan Menteri Kesehatan RI no 5 tahun 2014, remaja adalah penduduk dalam rentang
usia 10-18 tahun dan menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana rentang usia
remaja adalah 10-24 tahun dan belum menikah.
Jumlah kelompok usia 10-19 tahun di Indonesia menurut sensus penduduk 2010
sebanyak 43,5 juta atau sekitar 18% dari jumlah penduduk dan diperkirakan 18% jumlah
penduduk dunia adalah remaja. Masa remaja sangat erat kaitannya dengan perkembangan
psikis pada periode yang dikenal sebagai masa pubertas yang diiringi dengan

1
perkembangan seksual. Program kesehatan reproduksi remaja merupakan salah satu
dari sekian banyak program kesehatan rerpoduksi. Hal ini menyebabkan pelayanan dan
perawatan kesehatan reproduksi bagi remaja memiliki peranan yang sangat penting dalam
mewujudkan remaja yang sehat dan berdaya saing sehingga mampu menjadi komponen
unggul dalam pembangunan bangsa.

1.2 Rumusan Masalah

1. Identifikasikan minimal 2 masalah kesehatan reproduksi dengan menggunakan


siklus hidup.
2. Mengapa kesehatan reproduksi dan seksualitas merupakan isu sensitif dan
pribadi?
3. Jelaskan bagaimana memfasilitasi kelompok-kelompok dimasyarakat untuk
menggali kemampuan mereka menjawab permasalahan kesehatan reproduksi
dan seksual mereka?
4. Apa yang dibutuhkan untuk mendukung perempuan dimasyarakat agar mampu
memahami kesehatan reproduksi dan seksual mereka sebagai hak asasi?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui masalah kesehatan reproduksi dari masa konsepsi sampai usia


lanjut
2. Untuk mengetahui isu sensitif dan pribadi terhadap kesehatan reproduksi dan
seksual
3. Untuk menggali permasalahan kesehatan reproduksi dan seksual wanita
4. Agar perempuan mau dan mampu memahami kesehatan reproduksi dan seksual
mereka sebagai hak asasi

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Identifikasikan minimal 2 masalah kesehatan reproduksi dengan


menggunakan siklus hidup.

Jawab:

1. Siklus hidup manusia dikenal ada 5 tahap yaitu :


• Konsepsi
• Bayi dan anak
• Remaja
• Usia subur
• Usia lanjut

Masalah kesehatan reproduksi dalam siklus kehidupan :


Konsepsi :
• Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
• Kurang gizi (malnutri)
• Pengutamaan jenis kelamin

Bayi dan anak


• Kurang gizi
• Pengutamaan jenis kelamin
• Kesakitan dan kematian BBLR
• Kekerasan

Remaja (usia 10- 19 tahun)


• Perilaku seks tidak aman

3
• Kehamilan pada remaja
• HIV/AIDS/IMS/ISR.
• Seks komersial
• Penyalahgunaan obat
• Aborsi tidak aman
• Perkawinan muda

Usia subur
• Kesakitan dan kematian ibu
• Malnutrisi/anemia
• Kemandulan
• Pelecehan sexsual
• Penyakit menular sexsual
• Pengaturan kesuburan
• IMS/HIV/IAIDS/ISR

Usia lanjut (setelah usia 60 tahun)


• Penyakit sistem sirkulasi, seperti storke, hipertensi
• Prolaps uteri
• Kanker saluran reproduksi
• Kekerasan
• Kanker prostat
• HIV/AIDS/IMS/ISR.
• Kanker payudara

4
2.2 Mengapa kesehatan reproduksi dan seksualitas merupakan isu sensitif dan
pribadi?
Jawab:
PKBI melihat permasalahan yang terjadi pada remaja adalah karena kurangnya
akses informasi yang benar dan dapat dipercaya. PKBI melihat pentingnya dorongan untuk
menggagas pendidikan kesehatan reproduksi menjadi bagian dari kurikulum. Berikut alasan
kenapa pendidikan kesehatan reproduksi penting sebagai salah satu pelajaran atau
dorongannya adalah menjadi salah satu muatan lokal di sekolah.
Terdapat anggapan reduktif di kalangan masyarakat luas bahwa seksualitas hanya
berkait dengan aspek fisik dan hubungan seksual. Anggapan ini pada gilirannya
mempersempit ruang kesehatan reproduksi remaja dan memposisikannya sebagai social
taboo. Kondisi ini kemudian berimbas pada aspek pengetahuan yang rendah pada remaja
ketika mereka memasuki masa puber (Mulat Miyarsih, 2002). Perilaku seksual remaja
khususnya sudah mencapai tahap yang cukup memprihatinkan. Hal ini bisa dilihat dalam
beberapa penelitian tentang hal tersebut di Yogyakarta.
Reiss dan Halstead (2004) mengatakan bahwa dalam pemberian pendidikan
kesehatan reproduksi, sekolah memiliki peran yang sangat signifikan, antara lain: Sekolah
merefleksikan nilai yang berlaku dan diinginkan oleh masyarakat. Sekolah bisa
memberikan ide dan gagasan tentang apa yang harus dipikirkan anak mengenai seks yang
akhirnya digunakan sendiri oleh anak untuk membangun nilai seksualnya. Pengaruh
sekolah mampu menyeimbangkan opini-opini ekstrem tentang seks yang diperoleh anak
melalui sumber lain.
Kedua, sekolah memenuhi kesenjangan antara pengetahuan siswa dan pemahaman
mereka, termasuk pengetahuan tentang pentingnya nilai. Hal ini penting karena pendidikan
kesehatan reproduksi yang diterapkan tidak mungkin bebas dari nilai. Dalam fungsi inilah,
informasi mengenai seksualitas dan kesehatan reproduksi diberikan kepada siswa. Ketiga,
sekolah mendorong anak-anak memilih sikap yang rasional terhadap berbagai pengaruh dan
pengalaman yang mereka dapat dari luar. Anak-anak membutuhkan bantuan untuk peka
terhadap perbedaan nilai-nilai seksual yang mereka ambil dari berbagai sumber secara

5
bertahap melalui refleksi kritis, sehingga mereka akan mulai membentuk, merekonstruksi
dan mengembangkan nilai mereka sendiri.
Kebutuhan masuknya pendidikan kesehatan reproduksi ke dalam sistem pendidikan
formal (sekolah) juga didasarkan pada sebuah asumsi bahwa sistem pendidikan nasional
pada jalur formal (sekolah), terlepas dari kelemahan yang ada di dalamnya, merupakan
sebuah ruang integral yang memiliki sebuah capaian-capaian yang terukur, sistematis dan
terjadwal lewat sebuah struktur kurikulum yang jelas, serta pada tahap tertentu menjadi
tanggung jawab pemerintah untuk menjamin pemenuhan hak reproduksi dan seksual
remaja.
Secara paradigmatik, pendidikan kespro masuk mulok bisa diartikan sebagai sebuah
dorongan wacana bahwa sekolah bukan hanya berfungi sebagai tempat untuk mencetak
peserta didik yang siap ‘kerja’ dan sukses dalam ‘karir’, akan tetapi juga sekolah secara
bersamaan juga berfungsi untuk membentuk pribadi yang sehat secara reproduktif dan
seksual. Untuk jenis kesehatan yang terakhir ini sering Kali terlupakan oleh pihak sekolah
dan pihak pemegang kebijakan pendidikan.
Intervensi pada remaja yang dilakukan di luar jalur formal secara paradigmatik
sebenarnya sedang berposisi hanya sebagai penangkal implikasi negatif dari sekian
pergaulan remaja yang tercipta dari pendididkan jalur formal (sekolah). Intervensi itu tidak
melihat secara struktural bahwa tugas menjamin hak reproduksi dan seksual remaja adalah
bagian integral yang harus dilakukan sekolah yang diatur lewat sistem pendidikan nasional.
Hambatan yang dihadapi, 1. Asumsi kepadatan jam, 2. Keterbatasan SDM pengajar,
3. Pendanaan, 4. Materi dan Metode, dan 5. Kebijakan pendidikan pemerintah.

2.3 Jelaskan bagaimana memfasilitasi kelompok-kelompok dimasyarakat untuk


menggali kemampuan mereka menjawab permasalahan kesehatan reproduksi
dan seksual mereka?
Jawab:
Dengan cara konseling kesehatan wanita. Wanita memiliki kebutuhan kesehatan
yang unik. Masalah kesehatan yang terjadi pada wanita dapat berdampak pada kesehatan

6
emosional, fisik, dan mentalnya. Dampak yang timbul bisa ringan hingga berat, dan dalam
banyak kasus, wanita tidak mampu mengatasi masalah mereka sendiri. Dengan bantuan
konselor, seorang wanita akan memperoleh bantuan yang dibutuhkan dalam mengatasi
masalah yang sedang dihadapinya. Selain itu dalam berbagai situasi, konseling dapat
membantu seorang wanita dalam mengatasi trauma atau hambatan mental serta emosional
yang dihadapi sebelumnya sehingga mereka dapat mengurangi stres dan kecemasannya,
mampu menghindari pemicu emosional, membentuk hubungan yang sehat, serta
mengambil langkah-langkah positif lainnya.

2.4 Apa yang dibutuhkan untuk mendukung perempuan dimasyarakat agar


mampu memahami kesehatan reproduksi dan seksual mereka sebagai hak
asasi?
Jawab:
Memberi perlakuan khusus terhadap perempuan demi kesehatan reproduksinya
sama dengan memberi hadiah terbaik bagi generasi selanjutnya. Pengistimewaan hak
tersebut bukan semata-mata untuk perempuan saja. Perempuan secara kodrati mempunyai
rahim, dan berawal dari rahim inilah anak-anak dapat tumbuh dan berkembang.
• Hak-hak seksual dan Hak-hak reproduktif
Hak-hak seksual dan reproduktif tertanam dalam HAM yang diakui dalam traktat-
traktat HAM internasional, standar standar regional, undang-undang dasar nasional dan
standar HAM lain yang relevan. Pemenuhan hak-hak seksual dan reproduktif
membutuhkan adanya penghormatan berbagai hak-hak yang berhubungan dengan integritas
fisik dan mental, termasuk hak untuk hidup, untuk kebebasan dan keselamatan seseorang,
untuk kebebasan dari penyiksaan serta perlakuan lain yang kejam, tidak manusiawi dan
merendahkan, serta untuk privasi dan penghormatan terhadap kehidupan berkeluarga, serta
hak-hak yang berkaitan dengan kebebasan hati nurani dan ekspresi dan kebebasan dari
diskriminasi. Hak-hak ini berkaitan secara langsung dengan prinsip-prinsip yang menopang
hak-hak seksual dan reproduktif – integritas fisik dan mental individu, keotonomian

7
individu, dan prinsip non diskriminasi atas dasar gender, ras, asal-usul negara, orientasi
seksual, disabilitas atau status sosial-ekonomi.
• Kebebasan untuk memilih untuk aktif secara seksual atau tidak
• Akses ke layanan dan informasi mengenai kontrasepsi dan keluarga berencana
• Kebebasan melakukan hubungan seks konsensual
• Akses ke pendidikan kesehatan seksual, termasuk untuk anak-anak dan para
pemuda
• Kebebasan melakukan hubungan seks yang tidak dikaitkan dengan reproduksi.
• Akses ke barang-barang dan layanan untuk mencegah mortalitas dan morbiditas ibu
yang bisa dihindari
• Akses tanpa diskriminasi terhadap pengobatan fertilitas
• Penggunaan secara etis teknologi reproduktif baru
• Kebebasan dari sterilisasi, aborsi dan kehamilan secara paksa
• Akses ke pencegahan dan pengobatan penyakit penyakit yang ditularkan secara
seksual, termasuk HIV/AIDS
• Penghapusan kawin paksa (termasuk terhadap anak anak) dan praktek tradisional
merusak yang membahayakan kesehatan seksual dan reproduktif
• Kebebasan dari mutilasi alat kelamin perempuan.

8
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sehat secara mental, fisik dan
kesejahteraan sosial secara utuh pada semua hal yang berhubungan dengan sistem dan
fungsi serta proses reproduksi dan bukan hanya kondisi yang bebas dari penyakit dan
kecacatan. Isu-isu yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi merupakan isu yang
sensitif, seperti hak-hak reproduksi, kesehatan seksual, penyakit menular seksual (PMS)
termasuk HIV/AIDS, kebutuhan khusus remaja, dan perluasan jangkauan pelayanan ke
lapisan masyarakat kurang mampu atau mereka yang tersisih.
Semua yang ditulis dalam bab pembahasan telah mencakup seluruh pertanyaan
dalam rumusan masalah yang telah dibuat oleh penulis. Pembahasan singkat, padat dan
jelas menjadi sasaran utama dalam keefektifan penulis menyampaikan isi makalah.

3.2 Saran
Dengan adanya makalah ini, penulis mengharapkan bahwa pengetahuan sederhana
tentang kesehatan reproduksi dan kesehatan yang telah dijelaskan membawa manfaat bagi
pembaca sekalian. Kami selaku penulis pun merasa bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, maka dari itu dimohon dengan hormat bagi dosen pengampu mata kuliah untuk
memberi kritik serta saran agar kedepannya kami dapat mengerjakan makalah dengan
sebaik-baiknya.

9
DAFTAR PUSTAKA

• https://brainly.co.id/tugas/50517372

• http://scholar.unand.ac.id/43930/2/BAB%201%20PENDAHULUAN.pdf

• https://www.academia.edu/12276065/tugas_kespro

• https://books.google.com/books?hl=id&lr=&id=cBhQEAAAQBAJ&oi=fnd&pg=PA1

&dq=jelaskan+bagaimana+memfasilitasi+kelompok+kelompok+dimasyarakat+untuk+

menggali+kemampuan+mereka+menjawab+permasalahan+kespro+dan+seksual+mere

ka&ots=vjrg5i6vaK&sig=CCumUgnwht1mWecf0gxJGFvPrSU

• https://www.solider.id/baca/700-kesehatan-reproduksi-hak-asasi-perempuan-manusia

10

Anda mungkin juga menyukai