Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM

MASA DAULAH MUGHAL (INDIA)

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam

Dosen Pengampu: Samsiah., S.Ag., M.Ag.

Disusun oleh :

Hanifah Khairun Nisa Qurratul Ain (1219220056)

Imam Mustofa (1219220061)

Irman Hidayat (1219220066)

Khaerul Furqon Aprian Nurwahid (1219220071)

Moch. Iqbal Pauzi (1219220082)

Muhamad Rozi Najmulhaq (1219220087)

Muhammad Janhahul Jabani Hidayatullah (1219220096)

Muhammad Najib Alfaqih (1219220097)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
TAHUN 2022/ 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah
Nya sehingga Kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Sejarah
Pemikiran Ekonomi Islam pada masa Daulah Mughal.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
pada mata kuliah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan tentang Pemikiran Ekonomi Islam masa Daulah
Mughal bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami berharap semoga tulisan ini dapat memberi informasi yang berguna bagi
pembacanya, terutama mahasiswa, supaya kelak menjadi pribadi yang berwawasan luas
dan islami, karena kita adalah penerus generasi selanjutnya. Kami menyadari, makalah
yang Kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 3

A. Latar Belakang .......................................................................................................... 3

B. Rumusan Masalah ..................................................................................................... 3

C. Tujuan Masalah ......................................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................. 4

A. Latar Belakang Berdirinya Daulah Mughal........................................................... 4

B. Kontribusi Mughal dalam Peradaban Islam .......................................................... 5

C. Kebijkan Ekonomi Daulah Mughal ....................................................................... 7

D. Pemikiran Ekonomi Daulah Mughal ................................................................... 10

BAB III PENUTUP ........................................................................................................ 15

A. Kesimpulan .......................................................................................................... 15

B. Saran .................................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 16

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Upaya masyarakat mencari solusi terhadap permasalahan ekonomi
memunculkan ilmu pemikiran ekonomi. Sehingga, ekonomi dipraktikkan jauh
sebelum teori ekonomi muncul. Ekonomi berevolusi secara historis dari banyak
pikiran manusia dan pemikiran ekonomi adalah akumulasi pengetahuan manusia
dalam upaya memecahkan masalah ekonomi. Untuk memahami dengan tepat
tentang pemikiran ekonomi suatu bangsa, studi tentang kondisi sosial-politik,
lingkungan intelektual dan sejarah ekonomi akan sangat membantu. Khususnya
mengingat bahwa sejarah ekonomi dan pemikiran ekonomi saling terkait erat.
Kegiatan ekonomi selalu berpedoman pada pemikiran ekonomi, dan pemikiran
ekonomi merupakan cerminan dari kondisi ekonomi.
Penelusuran sejarah pemikiran ekonomi diperlukan untuk bisa
menganalisis masalah-masalah ekonomi, meskipun dalam ilmu ekonomi
menunjukkan tidak ada suatu teori ekonomi yang dapat menjawab semua
masalah ekonomi. Masalah ekonomi bisa sama tetapi setiap negara memiliki
sistem sosial, politik, budaya yang berbeda, tentu penanganannya juga berbeda.
Setiap teori hanya bermanfaat untuk periode, masalah, negara tertentu. Sehingga
diperlukan kondisi lingkungan yang bersifat fleksibilitas.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana latar belakang berdirinya Daulah Mughal?
2. Apa saja kontribusi Mughal dalam Peradaban Islam?
3. Apa saja kebijakan ekonomi Daulah Mughal?
4. Bagaimana pemikiran ekonomi Daulah Mughal?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui latar belakang berdirinya Daulah Mughal
2. Untuk mengetahui kontribusi daulah mughal dalam peradaban Islam
3. Untuk mengetahui kebijakan ekonomi Daulah Mughal
4. Untuk mengetahui pemikiran ekonomi Daulah Mughal

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Berdirinya Daulah Mughal


Khalifah al-Walid dari Dinasti Umayyah memulai ekspedisi yang
dipimpin panglima Muhammad bin Qasim di anak benua India menghasilkan
berkembangnya peradaban Islam disana. Kala itu, imperium Islam berhasil
menaklukkan seluruh kekuasaan Hindu dan mengislamkan sebagian masyarakat
India pada 1020 M. Selang beberapa waktu kemudian muncullah beberapa dinasti
kecil yang menguasai negeri India. Diantaranya ialah Dinasti Khalji, Tuglug,
Mamluk, dan Dinasti Lodi.
Zahiruddin Muhammad Babur (1483-1530 M) lahir di Andijan,
Uzbekistan adalah raja pertama sekaligus pendiri Kerajaan Mughal yang
merupakan keturunan dari Timur Lenk sang penakluk Turco-Mongol Timur
(pendiri Kekaisaran Timuriyah) dari pihak ayahnya, dan keturunan Genghis Khan
melalui pihak ibunya. Kedua leluhurnya merupakan penakluk terhebat sepanjang
masa.
Diusir dari wilayah leluhurnya di Asia Tengah, Babur beralih ke India
untuk memenuhi ambisinya. Untuk menguasai India ia menggunakan bantuan
dari kerajaan Safawi dan kekaisaran Utsmani. Pada 21 April 1526 M terjadi
pertempuran yang dahsyat di panipat antara pasukan invasi Babur melawan
pasukan Ibrahim Lodi seorang Sultan Delhi yaitu Pertempuran Panipat Pertama.
Pertempuran Ini terjadi di utara India dan menandai permulaan Dinasti Mughal.
Ini adalah salah satu pertempuran terawal yang melibatkan senjata api bubuk
senapan dan artileri lapangan di India. Pasukan Lodi berjumlah 100.000 kekuatan
tentara dengan 1000 pasukan gajah, sedangkan tentara Babur hanya berjumlah
25.000. Ibrahim Lodi terbunuh saat mencoba mundur dan dipenggal. 20.000
tentara Lodi tewas dalam pertempuran. Dengan keperkasaan yang diwarisi
leluhurnya serta prajuritnya yang terlatih dan loyal, Babur berhasil tampil sebagai
panglima yang memenangkan pertempuran dan kemudian mendirikan DInasti
Mughal.

4
Kehadiran Kerajaan Mughal membentuk corak peradaban baru di daerah
yang saat itu mengalami kemunduran dan keterbelakangan. Mughal merupakan
Kerajaan Islam di anak benua India, dengan Delhi sebagai Ibu Kotanya. Bersama
dengan dinasti Safawi di Persia

B. Kontribusi Mughal dalam Peradaban Islam


Bidang Agama
Pada masa Akbar, perkembangan agama Islam di Kerajaan Mughal
mencapai suatu fase yang menarik, di mana pada masa itu Akbar
memproklamasikan sebuah cara baru dalam beragama, yaitu konsep Din–Ilahi.
Karena aliran ini Akbar mendapat kritik dari berbagai lapisan Islam. Bahkan
Akbar tidak bersalah membuat agama baru. Pada prakteknya, Din–Ilahi bukan
sebuah ajaran tentang agama Islam. Namun, konsepsi itu merupakan upaya
mempersatukan umat–umat beragama di India.
Perbedaan kasta di India membawa keuntungan terhadap pengembangan
Islam, seperti di daerah Benggal, Islam langsung disambut dengan tangan
terbuka oleh penduduk terutama dari kasta rendah yang merasa disiakan dan
dikutuk oleh golongan Arya Hindu yang angkuh. Pengaruh Parsi sangat kuat,
hal itu terlihat dengan menggunakanya bahasa Persia menjadi bahasa resmi
Mughal dan bahasa dakwah, oleh sebab itu percampuran budaya Persia dengan
budaya India dan Islam melahirkan budaya Islam India yang dikembangkan oleh
Dinasti Mughal.

Bidang Ekonomi
Terbentuknya sistem pemberian kredit bagi usaha pertanian. Adanya
sistem pemerintahan lokal yang digunakan untuk mengumpulkan hasil pertanian
dan melindungi petani. Setiap perkampungan petani dikepalai oleh seorang
pejabat lokal, yang seperti muqad atau patel, kedudukan yang dapat diperoleh,
bertanggungjawab kepada atasannya untuk menyetorkan penghasilan dan
menghindari kejahatan kejahatan. Kaum petani dilindungi hak pemilikan atas
tanah dan hak mewariskannya, tetapi mereka juga mengawasinya .
Perdagangan dan pengolahan industri pertanian mulai berkembang. Pada
masa Akbar konsesi perdagangan diberikan kepada The British East India

5
Company (EIC) yaitu Perusahaan Inggris - India Timur untuk menjalankan
usaha perdagangan di India sejak tahun 1600 M. Mereka mengekspor katun dan
busa sutera India, bahan baku sutera, sendawa, nila dan rempah dan perak dan
jenis logam lainnya dalam jumlah yang besar.

Bidang Politik dan Administrasi Pemerintahan


Perluasan wilayah pada masa Daulah Mughal berhasil menguasai
Chunda, Ghond, Chitor, Ranthabar, Kalinjar, Gujarat, Surat, Bihar, Bengal,
Kashmir, Orissa, Deccan, Gawilgarh, Narhala, Ahmadnagar, dan Asirgah dan
konsolidasi kekuatan. Usaha ini berlangsung hingga masa pemerintahan
Aurangzeb. Menjalankan roda pemerintahan secara pemerintahan militeristik.
Pemerintah daerah dipegang oleh seorang Sipah Salar (kepala komandan),
sedang sub distrik dipegang oleh Faujdar (komandan). Jabatan-jabatan sipil juga
diberi jenjang kepangkatan yang bercorak kemiliteran.
Pejabat – pejabat itu memang diharuskan mengikuti latihan kemiliteran
Akbar menerapkan politik toleransi sulakhul (universal). Dengan politik ini,
semua orang India dipandang sama. Mereka tidak dibedakan karena perbedaan
etnis dan agama. Politik ini dinilai sebagai model toleransi yang pernah
dipraktekkan oleh penguasa islam. Pada Masa Akbar terbentuk landasan
institusional dan geografis bagi kekuatan imperiumnya yang dijalankan oleh elit
militer dan politik yang pada umumnya terdiri dari pembesar-pembesar
Afghanistan, Iran, Turki, dan Muslim Asli India.
Bidang Seni dan Budaya
Munculnya beberapa karya sastra tinggi seperti Padmavat yang
mengandung pesan kebajikan manusia gubahan Muhammad Jayazi, seorang
penyair istana. Abu Fadhl menulis Akbar Nameh dan Aini Akbari yang berisi
sejarah Mughal dan pemimpinnya. Daulah Mughal termasuk sukses dalam
bidang arsitektu.
Taj mahal di Agra merupakan puncak karya arsitektur pada masanya,
diikuti oleh Istana Fatpur Sikri peninggalan Akbar dan Mesjid Raya Delhi di
Lahore. Di kota Delhi Lama (Old Delhi), lokasi bekas pusat Kerajaan Mughal,
terdapat menara Qutub Minar (1199), Masjid Jami Quwwatul Islam (1197),

6
makam Iltutmish (1235), benteng Alai Darwaza (1305), Masjid Khirki (1375),
makam Nashirudin Humayun, raja Mughal ke–2 (1530-1555). Di kota
Hyderabad, terdapat empat menara benteng Char Minar (1591). Di kota Jaunpur,
berdiri tegak Masjid Jami Atala (1405). Taman–taman kreasi Mughal
menonjolkan gaya campuran yang harmonis antara Asia Tengah, Persia, Timur
Tengah, dan lokal. Stabilitas politik yang berhasil diciptakan oleh Akbar
mendukung kemajuan dalam berbagai bidang, diantaranya dalam bidang
ekonomi, ilmu pengetahuan dan peradaban. Kemajuan dalam bidang ekonomi
ditandai dengan kemajuan sektor pertanian dan perindustrian. Pada masa ini
penanganan pertanian sangat diperhatikan secara terstruktur.

C. Kebijkan Ekonomi Daulah Mughal


Daulah Mughal dapat melaksanakan kemajuan di bidang ekonomi lewat
pertanian pertambangan dan perdagangan. Pertanian banyak menyumbangkan
pajak bagi pemerintah Mughal. Berkenaan dengan kepemilikan tanah yang sangat
terkait dengan pertanian, Bagi Thanesari pengarang kitab Risalah dar Bay`-i
Aradi, di masa Akbar, sebagian besar tanah di India termasuk dalam kategori
tanah kosong atau tanah tak bertuan menjadi milik bayt al-mal. Tanah seperti itu,
jika diberikan oleh penguasa kepada yang orang yang layak dan diproduktifkan
olehnya, menjadi miliknya Sekitar tahun 1560, di awal pemerintahan Akbar,
hingga dekade terakhir abad ke-18, harta rampasan perang, upeti, dan
pengumpulan pajak agraria dikumpulkan menghasilkan sumber pemasukan yang
besar, jauh melebihi pengeluarannya.
Ada masa Jalaluddin Muhammad Akbar telah memperkenalkan sistem
perpajakan yang baru dan adil berdasarkan kehati-hatian dengan menyediakan
tabel perkiraan hasil panen. Pemungut pajak memiliki tabel daerah mereka sendiri
dan menggunakannyauntuk menentukan berapa banyak biji-bijian yang harus
disumbangkan petani. Pembayaran pajak dikonversikan dalam bentuk tunai dari
satu wilayah ke wilayah lainnya, karena harga pangan bervariasi di berbagai
bagian kerajaan. Namun kebijakannya tentang penghapusan jizyah merupakan
suatu yang kontroversial dengan alasan untuk mengamankan kestabilan politik
antara umat beragama yang tidak hanya Islam sebagai masyarakat di Mughal

7
tetapi ada beberapa agama lainnya seperti Hindu. Sistem pajak perdagangan
(‘usyûr) pun merujuk kepada sistem Daulah Islam sebelumnya.
Jika ada orang Islam yang melakukan kegiatan impor maka ia harus
membayar2,5% dari total harga barang impor, sementara itu orang Kristen dan
Yahudisebesar 3,5%, non-muslim dari luar India sebesar 4%, dan orang Hindu
sendirisebesar 5%. Kewajiban pembayaran pajak ini pernah dihapus pada masa
Akbar karena menganut sinkretasisasi Islam, tetapi pada masa Jehangir peraturan
ini dihidupkan Kembali. Sehingga, kebijakan ekonomi suatu pemerintahan
bergantung dari seberapa besar keyakinan dan pemahaman agama seorang
pemimpinnya. Jahangir, kaisar Mughal pada abad ketujuh belas yang pertama,
tampaknya telah mengambil langkah tegas menuju liberalisasi perdagangan
daripada melakukan proteksi perdagangan: bea pelabuhan (mir bahri) dan pajak
perjalanan pribadi (tamgha) dihapuskan, sementara biaya perdagangan dikurangi
melalui pembangunan karavan untuk memastikan keamanan dalam perjalanan.
Namun di masa Aurangzeb (kaisar Mughal abad ketujuh belas yang
terakhir), kenaikan tarif pajak meningkat selama abad ketujuh belas. Dengan
menghapuskan pajak penjualan 2,5 persen dan terus menetapkanpembayaran
pajak perdagangan oleh umat Hindu dengan tarif 5 persen Terlihat beberapa
kebijakan fiskal yang dianut oleh para penguasa Mughal ada yang pro dan kontra.
Seperti kewajiban jizyah dan zakat yang dihapuskan oleh Akbar dan kemudian
dihidupkan lagi masa pemerintahan anaknya Jehangir. Dalam sistem moneter,
uang dalam bentuk koin logam serta uang kertas, merupakan bagian pentingsistem
ekonomi Mughal dari fase formatifnya di paruh kedua abad ke-16 sampai
kehancurannya.
Pengawasan Mughal atas bentuk dan kualitas koin yang beredar cukup
ketat dan efektif, dan jumlah koin yang beredar dan nilai tukar antarakoin emas,
perak dan tembaga diserahkan kepada mekanisme pasar.Muhrs emas, rupee perak
atau dâms tembaga adalah mata uang yang resmi dicetak oleh pemerintah Mughal.
Di antara kebijakan moneter Mughal yaitu koin yang baru dipukul (disebut sikk€)
mendapatkan premi tertentu di atas koin yang dicetak tahun sebelumnya dari
periode pemerintahan yang sama (yang disebut calanī) dan yang terakhir ini pada
gilirannya dihitungdengan nilai yang sedikit lebih tinggi daripada koin yang

8
dibuat pada masa pemerintahan sebelumnya (disebut khazânâ) atau yang berasal
dari luar negeri yang dianggap hanya sebagai emas batangan.

Dapat dikatakan bahwa kebijakan dan aktivitas fiskal dan moneter yang
dilakukan pemerintahan Mughal dari masa ke masa bergantung pada kebijakan
dan keputusan pemerintah. Beberapa bagian kebijakan ekonomi Islam dari masa
pemerintahan Islam sebelumnya dari Timur Tengah atau Andalusia (Eropa) ada
yang dipraktikkan di masa Mughal, tetapi ada yang ditinggalkan bahkan
dihapuskan padahal itu adalah syariat. Hal ini disebabkan oleh multi-agama yang
hidup di masa pemerintahan Mughal; ada pemimpinnya yang mengakomodirnya
dan ada juga yang tidak.
Kebijakan dalam Bidang Ekonomi Sultan Jalalludin Muhammad
Akbar
Kebijakan Sosial-Ekonomi Akbar dilatar belakangi dengan
perkembangan kemajuan sistem politik dengan diterimanya Mughal sebagai
penguasa atas tanah wilayah Hindustan. Awal kebijakan penerapan kebijakan di
bidang sosial Akbar jelas menghapuskan sistem kasta karena Islam merupakan
agama yang tidak membedakan masyarakatmya berdasarkan kelas sosial, akan
tetapi jika masyarakatnya masuk kedalam agamanya sedangkan masyarakat
yang tetap teguh kepada pendiriannya mengikuti aturan yang ada diagamanya.
Adanya politik toleransi yang menghargai antara agama masing- masing.
Penerapan kebijakan seperti ini menambah nilai positif pada kedudukan Akbar
dengan banyak mengambil hati rakyat yang menumbuhkan rasa empati. Melihat
letak geografis India yang strategis dan menghasilkan banyak sumber daya alam
dimanfaatkan Jalalludin Muhammad Akbar guna memperkembangkan
pertumbuhan.
Tahun 1526-1605 Kebijakan lain yang diterapkan oleh Sultan Akbar
dalam masa pemerintahannya juga merambah dalam bidang ekonomi.
Perekonomian suatu kerajaan sangat penting untuk pembangunan dan
kelangsungan hidup rakyat di kerajaan. Oleh sebab itu, Sultan Akbar juga
memperhatikan keadaan ekonomi kerajaan Mughal dan menerapkan berbagai
peraturan sehingga rakyat dapat sejahtera dan makmur. Kebjikan Ekonomi yang
diterapkan oleh Sultan Akbar diantaranya adalah penghapusan pajak bagi rakyat

9
miskin. Menurut Agustina menjelaskan bahwa: Sultan Akbar menerapkan sistem
ekonomi pada sektor pertanian dan perdagangan, juga ditunjang dengan sistem
penarikan pajak tanah dengan hasil bumi, pemberian hadiah dari masyarakat,
barang yang dihasilkan dari ekspansi wilayah. Akbar adalah raja yang adil, maka
dari itu sultan menghapuskan pajak yang dianggap memberatkan rakyat antara
lain pajak jizyah (pajak beribadah) dan pajak petani miskin.
Sehubungan dengan pendapat di atas dapat digambarkan bahwa dalam
bidang ekonomi, Sultan Akbar telah membentuk berbagai kebijakan yang sangat
memihak kepada rakyat. Kebijakan-kebijakan dalam bidang ekonomi yang
diterapkan antara lain adalah penarikan pajak hasil bumi, pemberian hadiah
kepada rakyat, dan menghapus pajak tanah. Sultan Akbar memberikan kebijakan
bagi petani untuk tidak memungut pajak atas hasil pertanian rakyat. Justru,
Sultan Akbar memberikan hadiah bagi para rakyat yang berjasa untuk kerajaan.
Hal ini juga diungkapkan oleh Suhaedi yang menyatakan bahwa: “Kebijakan
Sultan Akbar untuk rakyatnya dalam bidang sosial ekonomi adalah dengan
menghapuskan pajak-pajak pertanian terutama bagi petani miskin baik petani
muslim maupun non muslim”. Pendapat tersebut menjelaskan bahwa Sultan
Akbar menegaskan kebebsan untuk rakyat untuk tidak memberikan pajak
kepada kerajaan. Kebijakan ekonomi dalam hal pajak ini diberlakukan bagi
petani baik petani yang menganut agama islam maupun non islam.

D. Pemikiran Ekonomi Daulah Mughal


PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM SHAH WALIULLAH
Biografi Ringkar Shah Waliullah
Shah Waliullah adalah salah satu tokoh paling berpengaruh di antara para
reformis Islam yang lahir pada tahun 1703 M di anak benua India. Nama lengkap
Al-Dihlawi adalah Shah Wali-Allah Qutb al-Din Ahmad, tetapi dia populer
dengan sebutan Syah Wali-Allah al- Dihlawi. Silsilahnya dari sebelah ayahnya
sampai kepada Khalifah Kedua Islam, Umar bin Khattab RA, Al-Farûq dan
kepada Musa Kazim dari sisi keibuannya. Dia adalah seorang intelektual yang
brilian, yang memiliki dorongan yang dalam untuk reformasi sosial. Shah
Waliullah adalah salah satu muslim terbesarsarjana abad kedelapan belas, yang

10
memberikan kontribusi besar bagi kehidupan ekonomi, sosial, politik.

Syah Waliullah ‘Ilm Tadbir al-Manzil


Tadbir al-manzil atau pengelolaan rumah tangga merupakan karya
ekonomi Islam klasik yang berasal dari sarjana-sarjana muslim warisan dari
filsuf Yunani dan mereka selanjutnya mengembangkannya dan memberikan
kontribusi asli dalam hal ini. Al-Dihlawi menyebutkan istilah tadbir al-manzil
dalam berbagai kesempatan dalam karyanya mengacu pada penulis sebelumnya
seperti Ibnu Sina atau al-Dawudi.
Baginya, tadbir al-manzil atau pengelolaan rumah tangga berkaitan
dengan jumlah unit yang menempati rumah: pasangan, anak-anak,budak dan
hamba. Selain itu membahas berbagai ketentuan Islam tentang pengelolaan
rumah tangga. Misalnya, al-Dihlawi, pada bagian pembinaan anak dan budak
(tarbiyat al-awlad wa’lmamalik), membatasi pembahasannya hanya pada yang
pertama. Mungkin dia sadar bahwa yang terakhir tidak memiliki banyak
relevansi praktis selama masanya.
Menurut al-Dihlawi, tadbir al-manzil sampai batas tertentu dilakukan
oleh hewan juga tetapi biasanya dianggap sebagai karakteristik manusia yang
bekerja sama dengan sesama manusia. Ini perhatian yang menyibukkan semua
orang, di setiap negeri, apa pun agama mereka dan jarak geografis. Pada
hakikatnya, al-Dihlawi memandang nilai-nilai moral sebagai kunci perilaku
ekonomi yang mengarah ke kehidupan yang baik. Ia mengatakan bahwa
aturannya untuk mengelola rumah tangga, seseorang telah dikenal semua bangsa,
baik Arab atau non- Arab, dengan hanya beberapa perbedaan dalam bentuk-
bentuknya. Dalam karyanya al-Khayr al-Kathir, al-Dihlawi menguraikan hukum
Islam (Syarī’at) yang berhubungan dengan ibadah (‘ibadat), dosa besar(kaba’ir),
kebiasaan (‘adat), etika (akhlaq), perilaku (mu’âmalat), rumah tangga
manajemen (tadbir al-manzil) dan manajemen kota (siyasat al-madinah).

Adab Ekonomi dalam Pandangan Syah Waliullah


Para penulis ‘manajemen rumah tangga’ semuanya memperluas istilah
tadbir al-manzil ke perekonomian secara makro atau ilm tadbir al-madinah,

11
tetapi terlihat dari karya al-Dihlawi ia tampaknya lebih memilih istilah adab al-
ma’asy tentang hubungan sosio-ekonomi selain unit keluarga. Beberapa isu isu
yang di bahas di antaranya :
Klasifikasi keinginan manusia. Al-Dihlawi dalam Hujjat al- Balighah
menggolongkan keinginan manusia sebagai kebutuhan, kenyamanan dan
pemurnian. Sejauh ini perhatian tentang kemewahan menurutnya adalah istilah
relatif; yang persepsinya berbeda dari orang- orang keorang lainnya. Misalnya,
bisa jadi kemewahan bagus seseorang itu menjadi kebutuhan hidup untuk orang
lain, dan kebutuhan beberapa orang mungkin merupakan
kemewahanlainnya.Apa yang disampaikannya menjelaskan bahwa kebutuhan
dan keinginan manusia itu relatif bergantung kepada manusia itu sendiri dalam
memaknai kehidupannya.
Kerja sama, juga dibahas dalam Hujjat al-Balighah-nya yang
mengatakan bahwa manusia pada dasarnya adalah sosial yang selalu menjalin
kerja sama dengan anggota masyarakat lainnya. Dalam karyanya al-Budur al-
Bazighah ia juga menyebutkan bahwa itu adalah anugerah terbesar dari Allah
Swt. bahwa Dia menciptakan manusia secara alamiah dengan ciri sebagai
makhluk sosial karena hidupnya tidak mungkin tanpa kerja sama, dan
pengelompokan. Hal ini sejalan dengan sarjana-sarjana muslim sebelumnya
yang selalu mengatakan bahwa manusia itu makhluk sosial yang selalu bekerja
sama dan tolong menolong untuk memenuhi kebutuhan hidup sesamanya. Dalam
ekonomi Islam ini menjadi penting bagaimana perilaku sosial manusia itu harus
diarahkan sesuai dengan aturan-aturan Syarī’at, sehingga tidak menimbulkan
konflik atau kezaliman terhadap orang lain.
Pembagian Kerja. Dalam al-Budur al-Bazighah-nya, pembagian kerja
merupakan kebutuhan dan sosial ekonomi manifestasi dari kerja sama, yang
muncul karenaberbagai kebutuhan rumah tangga dan yang tidak dapat dipenuhi
tanpa bantuan orang lain. Misalnya, kebutuhan akan makanan membuat orang-
orang datang dalam pekerjaan pertanian, yang membutuhkan pelatihan hewan,
itu jasa tukang kayu, pandai besi dan lain-lain. Begitu pula dengan prosesnya
terlibat dalam persiapan makanan dan pembuatan pakaian tidak bisa dilakukan
oleh satu orang atau satu rumah tangga. Sebaliknya, mereka membutuhkan

12
keterlibatan semua anggota masyarakat, dengan pembagian kerja danspesialisasi
sebagai sarananya. Maka dapat disimpulkan bahwa pembagian kerja itu adalah
sunnatullah yang tiap-tiap individu manusia mempunyai kemampuan dan skill
berusaha yang berbeda-beda. Dengan perbedaan itu maka munculnya jenis-jenis
pekerjaan yang banyak untuk memenuhi kebutuhan manusia di muka bumi ini.
Menurut al- Dihlawi, spesialisasi pekerjaan itu ada dua faktor, yaitu kemampuan
fisik dan keuntungan. Contoh spesialisasi pekerjaan yang pertama misalnya
orang yang pemberani lebih cocok menjadi tentara, polisi dan sebagainya;
sedang spesialisasi yang kedua seperti seseorang yang hidupnya atau di
sekitarnya dekat pusat kerajinan, maka itu akan memungkinkan dia menguasai
di bidang itu.
Opportunity Cost (Biaya Peluang). Dalam Hujjat al-Balighah- nya
dengan jelas diidentifikasi konsep biaya peluang. Dia mengatakan: ‘Jika banyak
orang melibatkan diri dalam pekerjaan seperti itu (yaitu adalah, produksi
kemewahan), mereka juga akan mengabaikan pekerjaanperdagangan dan
pertanian. Jika pemimpin suatu daerah menghabiskan dana publik untuk
kegiatan tersebut, dia akan sama-sama kehilangan kesejahteraan kota.Ia
menggambarkan pentingnya dalam menimbang suatu kebijakan publik yang
berkenaan dengan opportunity cost.
Hak Kepemilikan. Dalam Hujjah al-Balighah ia menyatakan Allah Swt
adalah Pemilik Sejati dan absolut. Ia juga berpendapat bahwahak milik diberikan
oleh Allah Swt. adalah untuk mencegah dari konflik antara manusia dan dari
tetap berjuang terus-menerus untuk mengambil barang orang lain. Baginya, ‘hak
kepemilikan manusia’ berarti dia lebih berhak mendapatkan keuntungan dari
suatu objek daripada orang lain, yang pada kenyataannya, ini adalah bantuan
yang besar dari Allah Swt Yang Maha Kuasa. Maka manusia terhadap atas harta
yang ia miliki merupakan anugerah dari Allah Swt., karena itu didapatkan dan
dikeluarkan harus dengan cara-cara dibenarkan dalam syarī’at Islam.
Selanjutnya, ia menentang kepemilikan pribadi dari beberapa sumber
daya alam seperti barang-barang gratis -air, padang rumput, dan api. Ini
berdasarkan hadis Rasulullah Saw. Maka hak publik tidak dapat dikuasai oleh
individu-individu atau swasta, pemerintahlah yang harus mengelolanya secara

13
profesional, sehingga hasilnya digunakan untuk kepentingan rakyat. Selain dari
tiga barang itu, maka boleh dimiliki oleh tiap-tiap individu.

14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Daulah Mughal merupakan salah satu kerajaan Islam yang muncul di
India, setelah kejatuhan Daulah Abbasiyah selain Turki Utsmani dan Safawid.
Sultan pertama sekaligus pendiri Mughal adalah Zahir al-Din Muhammad
Babur. Di masa Pemerintahan Jalaluddin Muhammad Akbar jizyah sebagai
instrumen fiskal dihapuskan. ‘Ilmu Tadbīr al-manzīl atau pengelolaan rumah
tangga adalah ilmu yang berkaitan dengan pengelolaan jumlah unit yang
menempati rumah: pasangan, anak-anak, budak dan hamba. Syah Waliullah
memandang nilai-nilai moral sebagai kunci perilaku ekonomi yang mengarah ke
kehidupan yang baik.
B. Saran
Makalah ini memang belum sempurna dan perlu ditingkatkan untuk
keefektivitasan dan pemanfaatan nilai guna tersampaikan secara maksimal.
Tetapi, penulis berharap para pembaca dapat menambah wawasan baru setelah
membaca makalah ini. Saran penulis berharap jika pembaca menemukan
kesalahan dalam makalah ini, penulis dengan senang hati menerima kritikan
guna tercapainya pembuatan makalah yang lebih baik.

15
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Qoyum, d. (2021). SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM. JAKARTA:


Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah - Bank Indonesia.

Afsana, K. (2016). Socio Economic .

Bayley, Christopher. (n.d.). The European Emergence. The Mughals Ascendant.

Butalia, R. C. (1998). The Evolution of the Artillery in India: From the Battle of Plassey
to the Revolt of 1857. Allied Publishing Limited.

Chandra, Satish. (2009). Medieval India: From Sultanat to the Mughals, Part II. Har-
Anand Publications.

Dinasti Mughal, Kebangkitan dan Warisannya. (2019). From Republika.co.id:


https://www.republika.co.id/berita/ptzolj313/dinasti-mughal-kebangkitan-dan-
warisannya

Gilbert, Marc Jason. (2017). In South Asia in World History (p. 75). Oxford University
Press.

Ihsan, M. K. (2013). Peradaban Islam Masa Mughal Di India. In m. F. Imtihanah,


Dinamika Peradaban Islam Perspektif Historis (p. 230). Yogyakarta: Pustaka
Ilmu.

Iqbal, M. Z. (2002). Kerajaan Mogul. In Ensiklopedi Tematis Dunia Islam Jilid II (pp.
282-283). Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve.

Lally, Jagjeet. (2009). The pattern of trade in seventeenth-century Mughal India:


towards an economic explanation.

Maimoona, S. (2002). Shah Waliullah and his Contribution to Islamic Education. India:
Aligarh Muslim University.

Nurdin, A., Artawijaya, As-Sirjani, R., Taufik, M., & As-Sirjani, T. R. (2005).
Ensiklopedi Sejarah Islam. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

Strnad, J. (2001). Monetary History of Mughal India as Reflected in Silver Coin


Hoards. Harman Publishing House.

16
Zubaidah, S. (2016). Sejarah Peradaban Islam. Medan: Perdana Publishing.

17

Anda mungkin juga menyukai