Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

MANAJEMEN DAN PROSEDUR THERAPHY DALAM ISLAM


Makalah disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Psikoterapi islam dalam Bimbingan dan
Konseling
Dosen Pengampu : Cici Yulia, M. Pd, Kons

Disusun Oleh :
Nur Fitriah (2001015175)

SEMESTER / KELAS : V / E

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF.DR.HAMKA
2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................................................. 2


PENDAHULUAN ......................................................................................................................... 3
ANALISIS KAJIAN MATERI ......................................................................................................... 4
A. Manajemen Islam ........................................................................................................... 4
B. Ciri Konselor dan Konseli dalam Islam .......................................................................... 5
C. Model-Model Konseling Islam ....................................................................................... 9
D. Bentuk dan Teknik Psikoterapi Islam .......................................................................... 13
E. Sifat-sifat yang harus dimiliki oleh Konselor dalam melaksanakan Konseling dalam
Islam ..................................................................................................................................... 15
PENUTUP ................................................................................................................................. 17
A. Kesimpulan ................................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................... 18
PENDAHULUAN
Secara naluriyah manusia selalu mendambakan kehidupan yang tenang dan bahagia.
Namun realitasnya problematika kehidupan bagi manusia adalah suatu keniscayaan, sehingga
permasalahan yang dirasakan manusia begitu kompleks, baik dari segi fisik, psikis, sosial
maupun ekonomi. Hal itu dirasakan pada setiap dimensi masa dan usia dari seseorang.
Kemajuan zaman yang sedemikian cepat menuntut manusia untuk bisa menyesuaikan
ritmenya. Mereka yang menang orang-orang yang mampu berjalan selaras dengan kemajuan
dan bertahan dalam persaingan hidup. Sementara siapa saja yang tidak mampu
menyesuaikan diri, maka akan tersingkir dan mati. Demikianlah realita hidup masa kini,
manusia dihadapkan pada tekanan hidup yang berat yang tentu saja sangat memengaruhi
kondisi psikis mereka,sehingga tidak jarang mereka yang tidak kuat menghadapi tekanan-
tekanan hidup akan stress yang berujung pada gangguan kejiwaan. Dalam bukunya The Heart
of Sufism, Hazrat Inayat Khan mendefinisikan sakit sebagai sebuah keadaan yang tidak
harmonis, baik secara fisik maupun mental yang saling bereaksi satu sama lain.
Akhir-akhir ini, di lapangan banyak berbagai metode psikoterapi yang menyembuhkan
penyakit jiwa. Hal ini dibuktikan oleh sebagian kajian yang mengemukakan bahwa peringkat
kesembuhan pasien-pasien jiwa yang disembuhkan dengan psikoterapi yang berkisar 60%
sampai 64%, sedangkan peringkat pasien-pasien jiwa yang disembuhkan tanpa menggunakan
psikoterapi berkisar antara 44% sampai 60%. Jadi dapat disimpulkan bahwa, penyembuhan
dengan metode psikoterapi hingga kini, belum sampai pada peringkat yang memuaskan
dalam menyembuhkan penyakit jiwa. Terapi adalah usaha untuk memulihkan kesehatan
orang yang sedang sakit, pengobatan penyakit dan perawatan penyakit. Dalam bidang medis,
kata terapi sinonim dengan kata pengobatan. Menurut kamus lengkap psikologi, terapi adalah
suatu perlakuan dan pengobatan yang ditujukan kepada penyembuhan suatu kondisi
patologis (pengetahuan tentang penyakit atau gangguan).
Agama bukanlah hanya sekedar kepercayaan yang dianut oleh seseorang untuk
mempercayai Dzat Maha pencipta alam semesta ini. Ternyata agama dapat memberi dampak
yang cukup berarti dalam kehidupan manusia, termasuk terhadap kesehatan. Berkaitan
dengan hal tersebut, Nabi Muhammad saw., mengajarkan dan menerapkan nilai-nilai yang
penting dalam keseluruhan hidup, termasuk berkaitan dengan masalah kesehatan. Beliau
telah menunjukkan perhatian yang besar akan hubungan antara kesehatan psiko-spiritual dan
kesehatan fisik saat ini. Kesehatan psiko-spiritual menjadi kunci kesehatan fisik.Selain obat
dan makanan, beliau juga menganjurkan praktik religius, seperti, sholat kesabaran, puasa dan
membaca Al-Qur’an sebagai ciri prilaku yang sehat.
ANALISIS KAJIAN MATERI
A. Manajemen Islam
Jika kita telusuri sejarah, perjuangan Nabi Muhammad SAW sungguh merupakan
suatu fenomena yang spektakuler. Dirinya mampu membentuk suatu peradaban terbesar
hanya dalam kurun waktu 23 tahun. Wakt yang sangat singkat untuk membentuk peradaban
yang begitu kokoh dan terbesar luas hingga kini. Dapat kita renungkan bahwa kesuksesan
tersebut tentu tidak mungkin terjadi tanpa adanya manajemen yang baik-walaupun pada
waktu itu belum muncul yang namanya istilah manajemen. Sekarang ini, manajemen
merupakan istilah yang sudah dipahami dan dimengerti oleh manusia secara luas . Dalam
sebuah hadits disebutkan:
‫)ﻣﺮ ﺻﻮ ص‬ ‫(ان ﷲ حب الدين قثلزن ف س له ﺻﻔﺎ ﺎء ﻧﻬﻢ بن‬
“Sesungguhnya Allah sangat mencintai orang yang jika melakukan sesuatu pekerjaan,
dilakukan secara itqan (tepat, terarah, jelas, dan tuntas).” (HR.Thbrani)
Pembahasan pertama dalam manajemen sayari’ah adalah perilaku yang terkait
dengan nilai-nilai keimanan dan ketauhidan. Jika setiap perilaku orang yang terlibat dalam
sebuah kegiatan dilandasi dengan nilai tauhid, maka diharapkan perilakunya akan terkendali
dan tidak terjadi perilaku KKN (korupsi, kolusi, nepotisme) karena menyadari adanya
pengawasan dari Allah SWT.
Hal ini berbeda dengan perilaku dalam manajemen konvensional yang sama sekali
tidak terkait bahkan terlepas dari nilai-nilai tauhid. Orang-orang yang menerapkan
manajemen konvensional tidak merasa adanya pengawasan melekat, kecuali semata mata
pengawasan dari pemimpin atau atasan. Setiap kegiatan dalam manajemen syari’ah di
upayakan menjadi amal soleh yang bernilai abadi .
Manajemen menurut pandangan Islam merupakan manajemen yang adil. Batasan adil
adalah pimpinan tidak ''menganiaya'' bawahan dan bawahan tidak merugikan pimpinan
maupun perusahaan yang di tempati. Bentuk penganiayaan yang dimaksudkan adalah
mengurangi atau tidak memberikan hak bawahan dan memaksa bawahan untuk bekerja
melebihi ketentuan. Seyogyanya kesepakatan kerja dibuat untuk kepentingan bersama
antara pimpinan dan bawahan. Jika seorang manajer mengharuskan bawahannya bekerja
melampaui waktu kerja yang ditentukan, maka sebenarnya manajer itu telah mendzalimi
bawahannya. Dan ini sangat bertentangan dengan ajaran agama Islam .
Manajemen islam harus didasari nilai-nilai dan etika islam. Islam yang ditawarkan
berlaku universal tanpa mengenal ras dan agama. Boleh saja berbisnis dengan label islam
dengan segala labelnya, namun bila nilai-nilai dan akhlak islam dalam melakukan bisnis
tersebut ditinggalkan, maka tidaklah lagi pantas dianggap sebagai islam .
“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat
(balasan)nya. Dan Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya Dia
akan melihat (balasan)nya pula.” (az-Zalzalah:7-8).
Agama islam sebagai agama yang sempurna (kaffah) telah memberikan ketentuan-
ketentuan bagi umat manusia dalam melakukan aktivitasnya di dunia, termasuk dalam bidang
perekonomian. Semua ketentuan diarahkan agar setiap individu dalam melakukan
aktivitasnya dapat selaras dengan nilai-nilai yang terdapat dalam Al-qur’an dan al-Hadis.
Dengan berpegang pada aturan-aturan islam, manusia dapat mencapai tujuan yang tidak
semata-mata bersifat materi melainkan juga yang bersifat rohani, yang didasarkan pada falah
(kesejahteraan).
Muhammad Hidayat, seorang konsultan bisnis syariah, menekankan pentingnya unsur
kejujuran dan kepercayaan dalam manajemen Islam. Nabi Muhammad SAW adalah seorang
yang sangat terpercaya dalam menjalankan manajemen bisnisnya. Manajemen yang
dicontohkan Nabi Muhammad SAW, adalah menempatkan manusia bukan sebagai faktor
produksi yang semata diperas tenaganya untuk mengejar target produksi.
Nabi Muhammad SAW mengelola (manage) dan mempertahankan (mantain)
kerjasama dengan stafnya dalam waktu yang lama dan bukan hanya hubungan sesaat. Salah
satu kebiasaan Nabi adalah memberikan reward atas kreativitas dan prestasi yang
ditunjukkan stafnya.
Menurut Hidayat, manajemen Islam pun tidak mengenal perbedaan perlakuan
(diskriminasi) berdasarkan suku, agama, atau pun ras. Nabi Muhammad SAW bahkan pernah
bertransaksi bisnis dengan kaum Yahudi. Ini menunjukkan bahwa Islam menganjurkan
pluralitas dalam bisnis maupun manajemen. Menurut Abu Sin untuk dapat dikategorikan
manajemen islam ada empat hal yang harus dipenuhi.
Pertama, manajemen isami harus didasari nilai-nilai dan akhlak islami. Etika bisnis
yang ditawarkan salafy dan salam berlaku universal tanpa mengenal ras dan agama. Boleh
saja berbisnis dengan label islam dengan segala atributnya, namun bila nilai-nilai dan akhlak
berbisnis ditinggalkan, cepat atau lambat bisnisnya akan hancur.
Kedua, kompensasi ekonomis dan penekanan terpenuhinya kebutuhan dasar pekerja.
Cukuplah menjadi suatu kezaliman bila perusahaan memanipulasi semangat jihad seorang
pekerja dengan menahan haknya, kemudian menghiburnya dengan mengiming-iming pahala
yang besar. Urusan pahala, Allah yang mengatur. Urusan kompensasi ekonomis, kewajiban
perusahaan membayarnya.
Ketiga, faktor kemanusiaan dan spiritual sama pentingnya dengan kompensasi
ekonomis. Pekerja di perlakukan dengan hormat dan diikutsertakan dalam pengambilan
keputusan. Tingkat partisipaif pekerja tergantung pada intelektual dan kematangan
psikologisnya. Bila hak-hak ekonomisnya tidak ditahan, pekerja dengan semangat jihad akan
mau dan mampu melaksanakan tugasnya jauh melebihi kewajiban.
Keempat, sistem dan struktur organisasi sama pentingnya, kedekatan atasan dan
bawahan dalam ukhuwah islamiyah, tidak berarti menghilangkan otoritas formal dan
ketaatan pada atasan selama tidak bersangkut dosa.
B. Ciri Konselor dan Konseli dalam Islam
Konselor adalah orang yang mau membantu orang atau klien dalam menyelesaikan
masalah kehidupan atau masalah-maslaah yang lain yang dihadapi atau dialami oleh klien
tersebut. Sebagai seorang konselor juga harus bisa menjadi tauladan bagi para kliennya,
apalagi seorang konselor islam. Konselor islam harus bisa membantu dan menyelesaikna
masalah-masalah terutama dalam hal islamdan menjadi rujukan bagi klien dalam menjalani
kehidupan. Oleh karena itu, sebagai suri tauladan, maka sudah tentu konselor adalah orang
yang menjadi rujukan dalam perilaku kehidupan sehari-harinya. Kehidupan seorang konselor
menjadi barometer bagi konseli. Sebagai seorang konselor apalagi konselor islam, dibawah
ini dijelaskan secara singkat bagaimana cirri-ciri atau karkteristik konselor islam :
1. Seorang konselor harus menjadi cermin bagi konseli atau klien
Konselor merupakan teladan bagi klien, meskipun demikian tidak berarti konselor
tanpa cacat. Sebagai manusia yang memiliki berbagi keterbatasan dan kelemahan perilaku
yang dapat dilihat atau dijadikan contoh.
Sebgaaimana firmna Allah, yang artinya :
“sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang
bersama dengannya.” (QS. Mumtahanah (60): 4)
2. Kemampuan bersimpati dan berempati yang melampui dimensi duniawi
Bagi konselor muslim tentu memiliki sisi yang berbeda dari sisi konselor pada umunya.
Perbedaan tersebut terletak pada sisi spirit dan motivasi yang diberikan kepada kliennya.
Konselor perlu mengembangkan rasa iba, kasih saying sebatas bingkai profesi sedangan
konselor muslim perlu mengembangkan semangat belas kasih yang berdimensi ukhrawi.
3. Menjadikan konseling sebagai awal keinginan bertaubat yang melegakan
Bagi konselor muslim tentu akan memberikan bimbingan berdasarkan fikrah islamiah
atau berdasarkan pemikiran-pemikiran islami yang paling sesuai dengan derajat kasus dan
derajat halal, mandub, mubah, makruh dan haram yang dihadapi oleh klien.
4. Motivasi konselor : konseling adalah suatu bentuk ibadah
Setiap konselor memiliki beragam motivasi, mulai dari alasan yang paling rendah,
yakni semata-mata masalah mencari pekerjaan sampai alasan yang paling elite dan bergengsi.
Konselor muslim hendaknya memulai segala perbuatan adalah bagian dari keebijakan hidup,
bagian dari ibadah.
5. Memiliki pikiran positif
Setiap konselor harus memiliki pikiran yang positif dan setiap konselor bertindak dan
berpikir serta memberikan solusi sebagian besar dipengaruhi oleh cara berpikir dan nilai-nilai
yang ada di dalam dirinya, serta motivasi melakuakan konseling.
Seorang konselor muslim memiliki bobot yang lebih dari sekedar konselor pada
umumnya. Konselor muslim yang berkomitmen terhadapa islam, tentunya akan memulai
membangun dan mengembangkan kepribadiannya sesuai dengan citra islami. Konselor
muslim harus berpegang teguh pada moralitas islam, sebagai seorang muslim ia pada
hakikatnya telah bersumpah pada Allah sebagai manusia terbaik dan harus menjadi tauladan
yang baik bagi kliennya.
klien adalah seorang manusia yang mempunyai kedudukan yang sama sebagai hamba
Allah SWT dan sekaligus makhluk sosial yang berusaha mengenal orang lain.
1. Keunikan kebutuhan
Konseli sebagai individu memiliki kebutuhan dasar, seperti kebutuhan untuk
mempertahankan hidup (eksistensi)dan mengembangkan diri. Intensitas kebutuhan setiap
konseli berbeda-beda, sehingga menimbulkan keunikan. Dan hal ini harus diperhatikan oleh
konselor dalam pelayanan konseling. Menurut Abraham Maslow dalam teorinya herarki
kebutuhan (needs hierarchy theory) yang kutip Greenberg dan Baron (1997), setiap individu
memiliki kebutuhan-kebutuhan dasar yaitu :
a. Kebutuhan fisiologis (phsysiological needs), merupakan kebutuhan bilogis atau
kebutuhan jasmaniah yaitu kebutuhan konseli yang berkaitan dengan kelangsungan hidup.
b. Kebutuhan rasa aman (safety needs), yaitu kebutuhan konseli yang menyangkut
rasa tentram, adanya jaminan dan perlindungan dari segala macam ancaman, baik fisik, sosial
maupun psikologis. Manifestasi kebutuhan ini adalah konseli membutuhkan perlindungan
dari konselor.
c. Kebutuhan sosial (social needs), yaitu kebutuhan konseli akan perasaan diterima
oleh orang lain, kebutuhan dihormati , kebutuhan ikut serta dan berpartisipasi dalam
berbagai aktivitas sosial seperti mengikuti kursus, pelatihan, pendidikan, organisasi, serta
kebutuhan berprestasi.
d. Kebutuhan harga diri (esteem needs), yaitu kebutuhan konseli yang menyangkut
tentang harga dirinya sendiri seperti kebutuhan mendapatkan respek dari orang
lain,memperoleh kepercayaan diri, dan penghargaan diri. Manifestasi kebutuhan ini bisa
berupa ;dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya, pengetahuan, dan
keterampilan yang dibutuhkan dalam kehidupan di masyarakat, dan sebagainya.
2. Keunikan kepribadian (uniqueness of personality)
Kepribadian konseli adalah totalitas sifat, sikap, dan perilaku konseli yang terbentuk
dalam proses kehidupan.
Seorang konseli memiliki keunikan dalam aspek kepribadiannya, sehingga perilaku
konseli yang satu dengan konseli yang lain tidak sama.perilaku ini mencakup perilaku yang
tampak (overt) yaitu semua perilaku konseli yang secara langsung dapat diamati oleh
konselor, seperti insentitas bicaranya, respons nonverbal koonseli terhadap pertanyaan
konselor, misalnya menganggukkan kepala sebagai tanda setuju dan menggelengkan kepala
sebagai isyarat tidak setuju. Adapun perilaku konseli yang tidak tampak (covert) adalah
peristiwa yang terjadi di dalam diri konseli yang sulit diamati konselor, misalnya : proses
berpikir konseli, dan perasaan-perasaan konseli yang disembunyikan, karena bila
ditampakkan ia merasa malu.
3. Keunikan intelegensi (uniqueness of intelligence)
Intelegensi adalah kemampuan mental umum konseli yang bersifat potensial.
Kemampuan potensial merupakan kemampuan yang bersifat laten, yaitu kemampuan konseli
untuk melakukan sesuatu dengan cara-cara tertentu yang menunjang kemampuan nyata.
Konseli yang memiliki tingkat intelegensi superior, perilaku berpikirnya lebih cerdas, lebih
cekatan, lebih berani mengambil keputusan, dan lebih kreatif,. Adapun konseli yang
intelegensinya kategori rata-rata bawah, pada umumnya perilaku berpikirnya lamban, kurang
kreatif, dan cenderung menghindar dari aktivitas yang banyak melibatkan aspek kognitif
seperti : diskusi, menyusun karya ilmiah, dan prestasi.
4. Keunikan bakat (uniqueness of aptitude)
Bakat konseli adalah kemampuan khusus konseli dalam berbagai bidang, misalnya :
bidang numerikal, bidang verbal, bidang music, bidang bahasa, bidang seni, bidang mekanik
dan sebagainya.
Setiap konseli mempunyai bakat yang berbeda-beda, dan hal ini harus diperhatikan
oleh konselor dalam proses konseling. Pelayanan konseling pada hakikatnya memfasilitasi
perkembangan konseli, termasuk perkembangan bakat.
5. Keunikan motif dan motivasi (uniqueness of motive and motivation)
Setiap individu memiliki motif dan motivasi dalam intensitas yang tidak sama. Motif
konseli adalah suatu keadaan pada diri konseli yang berperan mendorong timbulnya tingkah
laku. Berbeda dengan motif,, motivasi adalah segala sesuatu yang menggerakkan organisme
baik sumbernya dari faktor internal maupun dari faktor eksternal.
Motivasi konseli memiliki kaitan dengan motifnys, karena kehadiran motivasi untuk
menggerakkan motif dalam menguatkan intensitas perilaku konseli. Untuk meningkatkan
peran serta konseli dalam proses konseling, konselor harus berupaya agar konseli termotivasi,
misalnya dengan cara menjelaskan proses dan tujuan konseling, agar konseli membutuhkan
pelayanan konseling. Cara lain adalah menciptakan atmosfer konseling yang kondusif,
menyenanngkan, dan simpatik.
6. Keunikan minat (uniqueness of interest)
Minat konseli adalah kecenderungan konsel untuk tertarik pada suatu kegiatan
tertentu. Minat merupakan potensi typical yang menunjang perilaku individu. Konseli yang
memiliki intensitas minat tinggii untuk mengikuti konseling, sebaliknya bila intensitas minat
konseli terhadap pelayanan konseling sangat rendah, maka perilakunya juga tidak kuat dalam
mengikutii konseling yang dapat ditunjukkan dalam bentuk, sering tidak menghadiri kegiatan
konseling walaupun mereka sudah janji dengan konselor.
7. Keunikan perhatian (uniqueness of attention)
Perhatian (attention) adalah pemusatan tenaga psikis tertuju pada suatu aktivitas.
Intensitas perhatian konseli dalam proses konseling tidaklah sama dengan konseli lain. Hal ini
dapat dipengaruhi oleh faktor :
a. kebutuhan konseli tentang konseling, konseli yang membutuhkan cenderung
perhatiannya tinggi sehingga ia aktif dalam setiap pertemuan konseling, dan
b. karismatik konselor, karena kewibawaannya, pengetahuannya, pengalamannya
serta sifat-sifat humanistiknya seperti ketulusan,kejujuran, kehangatan, penuh penerimaan,
selaras pikirannya, perasaan, dan perbuatannya sehingga bisa dengan akurat berempatti
dengan konselinya, besar pengaruhnya terhadap peningkatan perhatian konseli.
8. keunikan sikap (uniqueness of attitude)
Sikap adalah kecenderungan individu untuk melakukan aktivitas tertentu. Sikap
konseli memiliki sikap yang berbeda-beda, sehingga keterlibatan mereka dalam proses
konseling juga tidak sama.
9. Keunikan kebiasaan (uniqueness of habit)
Kebiasaan adalah tingkah laku uang cenderung selalu ditampilkan oleh individu dalam
menghadapi keadaan tertentu (Prayitno,2004). Kebiasaan konseli dapat terwujud dalam
tingkah laku yang nyata contohnya memberikan salam, senyum kepada konselor, dan tingkah
laku yang tidak nyata, misalnya : berpikir, merasa (perasaan), bersikap, dan sebagainya,
pelayaanan konseling juga berfungsi mengembangkan kebiasaan konseli yang positif,
misalnya : mengembangkan kebiasaan belajar yang kreatif, mengembagkan kebiasaan
bertoleransi terhadp sesama umat, dan mengembangkan kebiasaan bergaya hidup produktif.
C. Model-Model Konseling Islam

- Model Pendekatan Konseling Eklektik Qur’ani


Pembahasan mengenai pendekatan konseling eklektik Qur`ani dalam bidang
pendidikan berorientasikan pada tujuan umum dan khusus dari konseling eklektik dalam
pendidikan yang menyebutkan tujuan umumnya adalah membantu klien (peserta didik)
untuk mengembangkan integritas kepribadiannya pada tingkatan yang tertinggi, yang
ditandai dengan adanya aktualisasi diri yang memuaskan. Sedangkan tujuan khususnya yaitu,
Pertama, membantu para peserta didik (klien) untuk bersikap mandiri dan mengembangkan
kemampuan atau potensi diri yang dimilikinya secara optimal untuk mencapai cita-citanya.
Kedua, membantu para peserta didik (klien) untuk mempersiapkan diri dalam menempuh
studi berikutnya atau memberikan pandangan ke masa depan yang akan dihadapi agar
mampu berkarir dengan kemampuan atau potensi diri yang dimilikinya.
Tujuan khusus konseling eklektik dalam pendidikan yang pertama dikaitkan dengan
resiliensi dalam model konseling eklektik Qur`ani sebagai pendekatannya. Sedangkan tujuan
khusus konseling eklektik dalam pendidikan yang kedua dikaitkan dengan metode tanya
jawab sebagai instrumen strategis dalam model konseling Qur`ani. Atas dasaryang demikian,
maka pembahasan mengenai pendekatan konseling.
Model konseling eklektik adalah pandangan yang berusaha menyelidiki berbagai
sistem metode, teori, atau doktrin, yang bertujuan untuk memilih dan menerapkan salah satu
di antaranya dalam situasi dan kondisi yang tepat.69 Pengertian seperti ini menjadikan model
konseling eklektik bersifat fleksibel dalam melayani klien sesuai dengan kebutuhannya dan
juga menuntut setiap konselor bersifat kreatif dan inovatif dalam mengatasi berbagai macam
masalah yang dihadapi oleh setiap klien yang berbeda-beda.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka perlu dikemukakan perspektif Al-Qur`an
terhadap model konseling eklektik sebagai kebutuhan terhadap pendekatan model konseling
yang integratif dan selektif berbasis pada nilai-nilai keagamaan serta berlandaskan kitab suci
Al-Qur’an.
Model konseling yang integratif dan selektif dalam perspektif Al-Qur`an berdasarkan
pada konsep konseling Islami sebagaimana yang dikemukakan oleh Aziz Salleh dan Hamdani
Bakran. Menurut Salleh, konseling Islami adalah suatu aktivitas memberikan bimbingan atau
pengajaran mengenai pedoman hidup bagi seseorang yang membutuhkan agar memiliki
kemampuan untuk berfikir secara religius, beriman, dan mampu mengatasi segala masalah
yang dihadapinya berdasarkan nilai-nilai Qur`ani. Sedangkan menurut Bakran, konseling
Islami adalah suatu kegiatan bimbingan kepada seseorang untuk memberikan pelajaran
sebagai pedoman hidup agar berfikir dan beriman secara baik dan benar sesuai dengan
tuntunan ajaran Islam yang berdasarkan nilai-nilai Qur`ani.
Apabila merujuk pada kedua pendapat di atas, maka model konseling eklektik dalam
Al-Qur`an bisa dikatakan menjadikan Rasul-Nya sebagai konselor yang membimbing seluruh
umat manusia ke jalan yang lurus; menjadikan seluruh ayat-ayat dalam Al-Qur`an sebagai
bimbingan atau nasihat kebaikan dan kebenaran; menjadikan orang-orang yang bertakwa
sebagai klien yang terus menerus memerlukan bimbingan melalui Al-Qur`an tersebut; dan
menjadikan sebagian dari ayat Al-Qur`an sebagai jawaban atau solusi yang bersifat direktif
serta menjadikan sebagian lainnya bersifat nondirektif dalam mengatasi problematika
kehidupan sehari-hari.71 Asumsi ini dibangun merujuk kepada salah satu ayat Al-Qur`an yang
terdapat dalam Surah Ali Imran/3: 138, yaitu:
ٌ ََ ََٰ
َ ‫ﺎن ل ﱠلنﺎس َو ُه ًدى َو َﻣ ْﻮعظ ٌة لل ُم ﱠتق‬
ِ ِ ‫ه ذا ب‬

(Al Quran) ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran
bagi orang-orang yang bertakwa. (Ali Imran/3: 138). Maksud ayat ini adalah bahwa Al-Quran
sebagai penerang atau petunjuk bagi seluruh manusia tanpa terkecuali untuk diambil
berbagai macam nasihat dan bimbingan yang terdapat di dalamnya mengenai kebenaran
atau kebatilan. Selain itu juga, Al-Qur`an secara khusus menjadi sumber nasihat dan
bimbingan bagi orang-orang yang bertakwa untuk mengarahkan mereka kepada jalan yang
lurus dan membimbing mereka agar menjauh dari jalan yang batil (jalan yang sesat).
Jadi model konseling eklektik dalam perspektif Al-Qur`an pada model yang pertama
ini fokusnya pada sumber utama bimbingan atau nasihat yang berasal dari Al-Qur`an.76
Sedangkan model konseling eklektik dalam perspektif Al-Qur`an yang bisa dikatakan sebagai
model kedua yang fokusnya tetap pada sumber utama Al-Qur`an, namun diintegrasikan
secara selektif dengan pendekatan-pendekatan lain seperti pendekatan psikologis Islam,
pendekatan komunikasi terapeutik, pendekatan tasawuf (spiritual), atau dengan pendekatan
resiliensi.
Dari pembahasan di atas mengenai perspektif Al-Qur`an terhadap konseling eklektik.
Kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan tersebut adalah, Pertama, konseling
eklektik Qur`ani atau Qur`anic Eclectic Counseling merupakan model konseling yang integratif
dan selektif berdasarkan Al-Qur`an yang memberikan bimbingan atau pengajaran mengenai
pedoman hidup bagi seseorang agar mampu berfikir dan beriman secara baik dan benar
sesuai dengan tuntunan ajaran Islam yang berdasarkan nilai-nilai Qur`ani. Kedua, konseling
eklektik Qur`ani atau Qur`anic Eclectic Counseling menjadikan Allah SWT dan Rasul-Nya
sebagai konselor yang membimbing seluruh umat manusia ke jalan yang lurus. Ketiga,
konseling eklektik Qur`ani atau Qur`anic Eclectic Counseling menjadikan seluruh ayat-ayat
dalam Al-Qur`an sebagai sumber bimbingan atau nasihat kebaikan dan kebenaran. Keempat,
konseling eklektik Qur`ani atau Qur`anic Eclectic Counseling menjadikan sebagian dari ayat
Al-Qur`an sebagai jawaban atau solusi yang bersifat direktif serta menjadikan sebagian
lainnya bersifat nondirektif dalam mengatasi problematika kehidupan sehari-hari.
- Pendekatan Resiliensi dalam Model Konseling Qur`ani
Resiliensi dalam perspektif Al-Qur`an tidak bisa dilepaskan dari pengertian mendasar
resiliensi itu sendiri yaitu suatu proses yang dinamis dengan melibatkan faktor dari dalam diri
seseorang, faktor sosial, dan faktor lingkungan yang dapat mencerminkan ketangguhan
seseorang untuk bangkit kembali dari pengalaman emosional negatif di saat menghadapi
situasi yang sangat sulit yang menekan atau menghadapi berbagai macam hambatan yang
berat. Singkatnya resiliensi merupakan kemampuan yang ada dalam diri seseorang untuk
bangkit dari kesulitan dan tumbuh dalam tantangan.
Apabila resiliensi diartikan sebagai kemampuan yang ada dalam diri seseorang untuk
bangkit dari kesulitan dan tumbuh dalam tantangan, maka perspektif Al-Qur`an terhadap
resiliensi tersebut pada dasarnya sudah ada secara teoritis dan praktis sejak pertama kali
wahyu diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Buktinya kesabaran dan keteguhan yang
dimiliki oleh Nabi Muhammad SAW dalam mengiformasikan kenabiannya setelah wahyu
pertama turun menjadi tindakan praktis yang dilakukannya sehingga kemudian menjadi
rumusan teoritis pada wahyu-wahyu berikutnya seperti pada perintah untuk bersabar dan
dan istiqamah. Salah satu contoh ayat Al-Qur`an yang relevan dengan resiliensi sebagai
kemampuan seseorang untuk sabar dan tabah serta mampu bangkit dari kesulitan hidupnya
dan kemudian tumbuh dalam tantangan karena keyakinan pertolongan Allah datang padanya,
ayat yang dimaksud yaitu sebagai berikut:
ُ ‫ﻮل ٱ ﱠلﺮ ُس‬
‫ﻮل‬ َ ‫أ ْم َحس ْ ُت ْﻢ أن َت ْد ُخلﻮا ٱل َج ﱠن َة َول ﱠمﺎ َ أت ﻢ ﱠﻣ َث ُﻞ ٱلذ‬
َ ‫ين َخل ْﻮا ﻣن َق ْ ل ﻢ ۖ ﱠﻣ ﱠس ْت ُﻬ ُﻢ ٱل َ أ َسﺎ ُء َوٱل ﱠ ﱠ ا ُء َو ُزلزلﻮا َح ﱠ ٰ َ ُق‬
ِ ِ ِ ِ ِ
ٌ‫ين َء َاﻣ ُنﻮا َﻣ َﻌ ُهۥ َﻣ َ ٰ َﻧ ْ ُ ٱ ِ ۗ أ َ ٓ إ ﱠن َﻧ ْ َ ٱ ِ َق ب‬ َ ‫َوٱلذ‬
ِ ِ
Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu
(cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh
malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan)
sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya
pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat. (al-Baqarah/2:
214)
Ketika itu umat Islam bersama Nabi Muhammad SAW mengalami keletihan yang
sangat, tekanan dan rasa takut yang dahsyat, merasakan hawa dingin yang menusuk tubuh,
dan kekurangan makanan. Dalam kondisi seperti ini umat Islam dan Nabi sabar dan tabah
menjalaninya hingga akhirnya pertolongan Allah datang kepada mereka.85 Sebagian lagi ada
yang berpendapat bahwa turunnya ayat di atas adalah pada saat perang Uhud. Pada perang
Uhud tersebut umat Islam mengalami kekalahan yang telak. Pada perang ini Nabi Muhammad
SAW mengalami penderitaan dan luka berat pada tubuhnya. Penderitaan Nabi ini ditambah
lagi dengan tewasnya Hamzah paman Nabi secara tragis dianiaya. Pendapat berbeda lainnya
juga ada yaitu bahwa sebab turunnya ayat di atas untuk menghibur umat Islam ketika mereka
meninggalkan tempat tinggal dan kekayaannya di Mekah saat hijrah ke Madinah. Dan juga
turun ayat tersebut untuk menghibur umat Islam yang sedang mengalami kesulitan di
Madinah.
- Metode Tanya Jawab sebagai Instrumen Strategis dalam Model konseling Qur’ani
Metode tanya jawab atau keterampilan konseling kapasitas bertanya (questioning)
adalah teknik verbal arahan (lead) yakni pertanyaan yang diajukan oleh seorang konselor
kepada klien atau konseli dalam bentuk ertanyaan terbuka (general lead atau open-ended
question) dan pertanyaan tertutup atau menggali (specific lead atau cloused question).
Keterampilan konseling bertanya ini juga disebut dengan questioning strategies.
Kapasitas bertanya atau questioning strategies ini bagi konselor merupakan
kemampuan yang sangat penting dalam rangka untuk memusatkan atau memfokuskan
konten atau isi pembicaraan dalam proses bimbingan dan konseling. Di antara tujuannyan
adalah untuk membantu konselor untuk memastikan semua rincian yang disebutkan oleh
klien atau konseli dapat dipahami secara utuh dan sempurna sehingga menjadi bekal dasar
bagi konselor untuk lebih mengembangkan langkah-langkah selanjutnya.
Adapun prosedur melakukan keterampilan konseling kapasitas bertanya terdapat tiga
aspek penting dalam pengembangannya yang dirumuskan yaitu, Pertama, aspek pemilihan
kata yang tepat dan dimengerti oleh konselor untuk bertanya kepada konseli atau klien.
Kedua, aspek sejauh mana respons pertanyaan yang dilontarkan konselor diharapkan atau
disukai oleh konseli atau klein. Ketiga, aspek tingkat kebebasan bagi konseli untuk menjawab
pertanyaan yang diberikan oleh konselor.
Ketiga aspek tersebut di atas, apabila dihubungkan dengan metode tanya jawab
sebagai instrumen strategis dalam model konseling Qur`ani, maka salah satu contohnya
adalah seperti dalam kisah tanya jawab yang terjadi antara Nabi Ibrahim AS dan para malaikat
yang menjadi tamunya. Kisah ini terdapat dalam Surah Hu>d/11: 74-76, sebagai berikut:
َْ َ َ ُ ْ ُ ُ َْ َ َ ُ ْ ‫َ ﱠ َ َ َ َ ْ َْ َ ﱠ‬
‫ﻮط‬ ٍ ‫الﺮوع وجﺎءته ال َ ٰى ج ِﺎدلنﺎ ِ قﻮ ِم ل‬ ‫فلمﺎ ذهب عن ِإبﺮ ِاه ﻢ‬
‫ب‬ ٌ ‫إ ﱠن إ ْب َﺮاه َﻢ ل َحل ٌﻢ أ ﱠو ٌاه ُﻣن‬
ِ ِ ِ ِ ِ
ُ ْ َ َُْ ٌ َ َ ْ ْ ُ‫َ َْ ُ ْ ْ َ ْ ََٰ ﱠ ُ َ ْ َ َ ُْ َﱢ َ َ ﱠ‬
‫ود‬
ٍ ‫يﻬﻢ عذاب غ ﻣﺮد‬ ِ ‫ﺎ ِإبﺮ ِاه ﻢ أعﺮض عن ه ذا ۖ ِإﻧه قد جﺎء أﻣﺮ ر ك ۖ و ِ ﻧﻬﻢ آ ِت‬
Maka tatkala rasa takut hilang dari Ibrahim dan berita gembira telah datang
kepadanya, diapun bersoal jawab dengan (malaikat-malaikat) Kami tentang kaum Luth.
Sesungguhnya Ibrahim itu benar-benar seorang yang penyantun lagi penghiba dan suka
kembali kepada Allah. Hai Ibrahim, tinggalkanlah soal jawab ini, sesungguhnya telah datang
ketetapan Tuhanmu, dan sesungguhnya mereka itu akan didatangi azab yang tidak dapat
ditolak. (Hu>d/11: 74-76)
Ayat ke-74 sampai 76 dari Surah Hu>d di atas menyebutkan tentang tanya jawab yang
terjadi antara Nabi Ibrahim AS dengan para malaikat yang diutus Allah SWT sebagai tamu Nabi
Ibrahim AS. Sebelum tanya jawab ini terjadi, para malaikat memberi kabar gembira kepada
Nabi Ibrahim AS tentang kelahiran putranya yang saleh yang dinamai Ishaq AS. Setelah para
malaikat selesai mebahas kelahiran putra Nabi Ibrahim AS, kemudian Nabi Ibrahim AS
mengajukan pertanyaan kepada para malaikat
D. Bentuk dan Teknik Psikoterapi Islam
Pembagian dua kategori obat tersebut didasarkan atas asumsi bahwa dalam diri
manusia terdapat dua substansi yang bergabung menjadi satu, yaitu jasmani dan ruhani.
Masing-masing substansi ini memiliki sunnah (hukum) tersendiri yang berbeda satu dengan
yang lain. Kelainan (penyakit) yang terjadi pada aspek jasmani harus ditempuh melalui sunnah
pengobatan hissin, bukan dengan sunnah pengobatan ma‟nawi seperti berdoa. Tanpa
menempuh sunnahnya maka kelainan itu tidak akan sembuh. Permasalahan tersebut menjadi
lain apabila yang mendapat kelainan itu kepribadian (tingkah laku) manusia. Kepribadian
merupakan produk fitrah nafsani (jasmani-ruhani). Aspek ruhani menjadi esensi kepribadian
manusia, sedang aspek jasmani menjadi alat aktualisasi. Oleh karena kedudukan seperti ini
maka kelainan kepribadian manusia tidak akan dapat disembuhkan dengan sunnah
pengobatan hissi, melainkan dengan sunnah pengobatan m‟nawi. Demikian juga, kelainan
jasmani seringkali disebabkan oleh kelainan ruhani dan cara pengobatannyapun harus
dengan sunnah pengobatan ma‟nawi pula.
Dokter sekaligus filosof Muslim yang pertama kali memfungsikan pengetahuan jiwa
untuk pengobatan medis adalah Abu Bakar Muhammad Zakariah al-Razi (864-925). Menurut
al-Razi, tugas seorang dokter di samping mengetahui kesehatan jasmani (al-thibb al-jasmani)
dituntut juga mengetahui kesehatan jiwa (at-thibb al-ruhani). Hal ini untuk menjaga
keseimbangan jiwa dalam melakukan aktivitas-aktivitasnya, supaya tidak terjadi keadaan
yang minus atau berkelebihan. Oleh karena konsep ini maka al-Razi menyusun dua buku yang
terkenal, yaitu al-Thibb al-Manshuriyah (kesehatan al-Manshur) yang menjelaskan
pengobatan jasmani, dan at-thibb al-ruhani (kesehatan mental) yang menerangkan
pengobatan jiwa.
Kutipan diatas menunjukan urgensinya suatu pengetahuan tentang psikis,
Pengetahuan psikis ini tidak sekedar berfungsi untuk memahami kepribadian manusia, tetapi
juga untuk pengobatan penyakit jasmaniah dan ruhaniah. Banyak di antara penyakit jasmani
seperti kelainan fungsi pernapasan, usus perut dan sebagainya justru diakibatkan oleh
kelainan jiwa manusia. Penyakit jiwa seperti stres, waswas, dengki, iri-hati, nifak dan
sebagainya seringkali menjadi kondisi emosi seseorang labil dan tak terkendali. Kelabilan jiwa
ini mempengaruhi syaraf dan fungsi organik, sehingga terjadi penyempitan di saluran
pernapasan, atau penyempitan usus perut yang mengkibatkan penyakit jasmani.
Penyempitan usus perut yang mengkibatkan penyakit jasmani. Ibnu Qayyim al-
jauziyah dalam “Ighatsah al-Lahfan” lebih spesifik membagi psikoterapi dalam dua kategori,
yaitu tabi‟yyah dan syar‟iyyah. Psikoterapi tabi‟iyyah adalah pengobatan secara psikologis
terhadap penyakit yang gejalanya dapat diamati dan dirasakan oleh penderitanya dalam
kondisi tertentu, seperti penyakit kecemasan, kegelisahan, kesedihan, dan amarah.
Penyembuhannya dengan cara menghilangkan sebab-sebabnya. Psikoterapi syar‟iyyah
adalah pengobatan secara psikologis terhadap penyakit yang gejalanya tidak dapat diamati
dan tidak dapat dirasakan oleh penderitanya dalam kondisi tertentu, tetapi ia benar-benar
penyakit yang berbahaya, sebab dapat merusak kalbu seseorang, seperti penyakit yang
ditimbulkan dari kebodohan, syubhat, keragu-raguan, dan syahwat. Pengobatannya adalah
dengan penanaman syariah yang datangnya dari Tuhan. Hal itu dipahami dari Qs. Al-An‘am :
125.
Muhammad Mahmud Mahmud, seorang psikolog muslim ternama, membagi
psikoterapi Islam dalam dua kategori; Pertama, bersifat duniawi, berupa pendekatan dan
teknik-teknik pengobatan psikis setelah memahami psikopatologi dalam kehidupan nyata;
Kedua, bersifat ukhrawi, berupa bimbingan mengenai nilai-nilai moral, spiritual, dan agama.
Sampai saat ini, sebagaimana dikemukakan Atkinson, terdapat enam teknik psikoterapi yang
digunakan oleh para psikiater atau psikolog, antara lain:
1. Teknik Terapi Psikoanalisis
Bahwa di dalam tiap-tiap individu terdapat kekuatan yang saling berlawanan yang
menyebabkan konflik internal tidak terhindarkan. Konflik ini mempunyai pengaruh kuat pada
perkembangan kepribadian individu, sehingga menimbulkan stres dalam kehidupan. Teknik
ini menekankan fungsi pemecahan masalah dariegoyang berlawanan dengan impuls seksual
dan agresif dariid. Model ini banyak dikembangkan dalam Psiko-analisis Freud. Menurutnya,
paling tidak terdapat lima macam teknik penyembuhan penyakit mental, yaitu dengan
mempelajari otobiografi, hipnotis, chatarsis, asosiasi bebas, dan analisa mimpi. Teknik freud
ini selanjutnya disempurnakan oleh Jung dengan teknik terapi Psikodinamik.
2. Teknik Terapi Perilaku
Teknik ini menggunakan prinsip belajar untuk memodifikasi perilaku individu, antara
laindesensitisasi, sistematik, flooding, penguatan sistematis, pemodelan,
pengulanganperilaku yang pantas danregulasi diriperilaku.
3. Teknik Terapi Kognitif
Perilaku Teknik modifikasi perilaku individu dan mengubah keyakinan maladatif.
Terapis membantu individu mengganti interpretasi yang irasional terhadap suatu peristiwa
dengan interpretasi yang lebih realistik.
4. Teknik Terapi Humanistik
Teknik dengan pendekatan fenomenologi kepribadian yang membantu individu
menyadari diri sesunguhnya dan memecahkan masalah mereka dengan intervensi terapis
yang minimal (client-centered-therapy). Gangguan psikologis diduga timbul jika proses
pertumbuhan potensi dan aktualisasi diri terhalang oleh situasi atau orang lain.
5. Teknik Terapi Elektik atau Integratif
Yaitu memilih teknik terapi yang paling tepat untuk klien tertentu. Terapis
mengkhususkan diri dalam masalah spesifik, seperti alkoholisme, disfungsi seksual, dan
depresi.
6. Teknik Terapi Kelompok dan Keluarga
Terapi kelompok adalah teknik yang memberikan kesempatan bagi individu untuk
menggali sikap dan perilakunya dalam interaksi dengan orang lain yang memiliki masalah
serupa. Sedang terapi keluarga adalah bentuk terapi khusus yang membantu pasangan suami-
istri, atau hubungan arang tua anak, untuk mempelajari cara yang lebih efektif, untuk
berhubungan satu sama lain dan untuk menangani berbagai masalahnya.
E. Sifat-sifat yang harus dimiliki oleh Konselor dalam melaksanakan Konseling dalam
Islam
seorang konselor Islami harus mememiliki akhlak sebagai berikut :
a. Berkomunikasi secara baik
Dalam melakukan konseling, perlu dilakukan dengan komunikasi yang baik. Tanpa
komunikasi yang baik, niscaya pesan yang diinginkan sulit menimbulkan efek yang positif
terhadap klien. Dalam al-Qur'an, terdapat beberapa isyarat tentang pola-pola komunikasi
yang ditunjukkan dalam beberapa istilah seperti tabel berikut ini:
1. Qawlan ma'rufan (Al-Baqarah: 263; An-Nisa': 8; Al-Ahzab: 32) maksudnya Perkataan
yang baik Bahasa yang sesuai dengan tradisi, bahasa yang pantas atau cocok untuk
tingkat usianya; bahasa yang dapat diterima akal untuk tingkat usia.
2. Qawlan kariman (Al-Isra': 23) maksudnya Perkataan yang mulia Bahasa yang memiliki
arti penghormatan, bahasa yang enak didengar karena terdapat unsur-unsur
kesopanan.
3. Qawlan maysuran (Al-Isra': 28) maksudnya Perkataan yang pantas Bahasa yang
dimengerti, bahasa yang dapat menyejukkan perasaan.
4. Qawlan balighan (An-Nisa: 63) maksudnya Perkataan yang mengena/ mendalam
Bahasa yang efektif, sehingga tepat sasaran dan tujuannya, bahasa yang efisien,
sehingga tidak membutuhkan banyak biaya, waktu dan tempat.
5. Qawlan layyinan (Thaha: 44) maksudnya Perkataan lemah lembut Bahasa yang halus,
sehingga menembus relung kalbu, bahasa yang tidak menyinggung perasaan orang
lain, bahasa yang baik dan enak didengar.
Bahasa di atas dapat digunakan melihat kondisi dan psikologi klien sehingga tujuan dari
proses konseling dapat tercapai dengan baik.
b. Kasih Sayang
Kasih sayang (rahmah) adalah sifat yang wajib dimiliki oleh setiap konselor. Karenanya
orang yang hatinya keras tidak layak menjadi konselor. Sebab, kasih sayang yang merupakan
gerakan kalbu adalah modal perasaan yang secara otomatis bisa mendorong pendidik, dan
menolak untuk tidak suka meringankan beban orang yang didik.
c. Lemah Lembut
Sikap lemah lembut merupakan sikap yang tidak bisa dipisahkan dari sikap kasih
sayang yang harus dimiliki oleh seorang konselor. Demikian halnya Rasulullah SAW, sebagai
konselor umat sepanjang zaman, juga memiliki akhlak yang lemah lembut. Akhlak ini memang
telah dianugerahkan Allah kepada para Nabi-Nya, firman-Nya:
Artinya: Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap
mereka...
d. Sabar (patience)
Sabar adalah bekal setiap konselor. Seorang pendidik (konselor) yang tidak berbekal
kesabaran, ibarat musafir yang melakukan perjalanan tanpa bekal. Bisa jadi dia akan gagal,
atau kembali sebelum sampai ke tempat tujuan. Melalui kesabaran konselor dalam proses
konseling dapat memban-lu klien untuk mengembangkan dirinya secara alami. Sikap sabar
konselor menunjukkan lebih memperhatikan diri klien daripada hasilnya. Konselor yang sabar
cenderung menampilkan kualitas sikap dan perilaku yang tidak tergesa-gesa.
e. Tawadhu’
Untuk menggugah simpati klien, sifat tawadhu' dari seorang konselor juga diperlukan.
Dengan sifat tawadhu' akan menambahkan keakraban antara keduanya. Sifat ini juga tampak
dalam diri Rasulullah SAW sehingga ia dikenal sebagai guru yang tawadhu’.
f. Toleransi
Dalam melaksanakan konseling, seorang konselor juga dituntut untuk bersikap toleran
terhadap kliennya. Hal ini selalu dilakukan oleh Rasulullah SAW. Misalnya, toleransi nabi
terlihat dalam hadis tentang orang yang bersetubuh di siang hari Ramadhan dalam keadaan
puasa.
g. Demokratis dan Terbuka
Sebagai seorang konselor yang bijaksana, juga diperlukan sikap toleransi yang tinggi
kepada klien. Perlu pula keterbukaan antara keduanya sehingga berbagai persoalan yang
dihadapi oleh klien dapat diselesaikan.
h. Jujur (honesty)
Yang dimaksud jujur di sini adalah bahwa konselor itu bersikap transparan (terbuka),
autentik, dan asli (genuine).
PENUTUP
A. Kesimpulan
Konsep dasar terapi Islam adalah Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah saw., yang
aplikasinya dapat dengan beberapa cara dan pendekatan. Terapi yang dilaksanakan dan
dikembangkan oleh para Pakar Barat, sepanjang tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan
Sunnah Nabi saw. Dapat diterima dan itu yang dinamakan terapi Islami. Prosedur terapi Islam,
melalui beberapa tahapan, yaitu terapis (konselor) perlu mengkaji dan mendalami
pengalaman klien, menggali pengalaman masa lalu selama hal itu relevan dengan
permasalahan yang dihadapi oleh klien. Tindakan, berikutnya, baik terapis maupun klien
mengkaji ulang kembali apa yang telah dipelajari klien selama terapi berlangsung, dan apa
yang akan diterapkannya nanti dalam kehidupannya.
DAFTAR PUSTAKA

Aminudin, Fatkhul Aziz, Manajemen Dalam Perspektif Islam,Majenang: Pustaka El-Bayan,


2012.
Al-Zuhaili, Wahbah, al-Qur`an al-Karim Bunyatuh al-Tasyri`iyah wa Khashaa`ishuh al-
Hadlariyah, Beirut :Dar al-Fikr, 1993,
Rahman, Fazlur dkk., Wacana Studi Hadis Kontemporer, Yogyakarta :Tiara Wacana Yogya,
2002, hal. 77
Al-Suyuthi, Al Jalal al- Din, Tadrib al-Rawi, editor `Abdul al-Wahhab `Abd al  La f, Dar al-
Kutub al-Haditsah, Cairo, 1345/ 1996,
Abdurrahman, Hafidz, Membangun Kepribadian Pendidik Umat, Ketauladanan Rasulullah
SAW di Bidang Pendidikan, Jakarta: Wadi Press, 2005
al-Qarni, ‘Aidh bin Abdullah, Visualisasi Kepribadian Muhammad SAW, Penj. Bahrun Abu
Bakar Ihsan Zubaidi, Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2006
Mudjib, Abdul dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Prenada
Media, 2006
Abdullah, Somaya. Islam and Counseling: Model of Practice in Muslim Communal Life. South
Africa: University of Fort Hare, 2009
Amin, Samsul Munir. Bimbingan dan Konseling Islam. Jakarta: Amzah, 2010

Anda mungkin juga menyukai