Anda di halaman 1dari 57

LINGKUNGAN BINA DAN KEBERLANJUTAN (A)- DI 184733

TUGAS 1 (KOTA TUA JAKARTA)

NAUFAL ILHAM RAMADHAN


NRP. 08411940000023
NADIA AMALIA
NRP. 08411940000028
NAZA NUDDIN AKBAR
NRP. 08411940000050
KUMARA RAFI ISANDHIA
NRP. 08411940000051
REVAYA RADITYOMO
NRP. 08411940000060

DOSEN:
Dr. Ir. Susy Budi Astuti, M.T.

DEPARTMEN DESAIN INTERIOR


Fakultas Desain Kreatif dan Bisnis Digital
Intitut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya 2021

1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ...................................................................................................................................2
BAB 1 ..............................................................................................................................................1
1.1 Latar belakang ........................................................................................................................1
BAB II .............................................................................................................................................3
2.1 Built Environment ..................................................................................................................3
2.2 Social Sustainability...............................................................................................................6
2.3 Economic Sustainability ......................................................................................................13
2.4 Environment Sustainability..................................................................................................15
BAB III ..........................................................................................................................................19
DESKRIPSI DAN KAJIAN OBYEK KASUS .............................................................................19
3.1 Kota Tua...............................................................................................................................19
3.2 Aspek Budaya Pada Kota Tua .............................................................................................24
3.3 Aspek Lingkungan Pada Kota Tua Jakarta ..........................................................................31
3.4 Aspek Ekonomi Kota Tua....................................................................................................37
3.5 Aspek Sosial Kota Tua.........................................................................................................39
BAB IV ..........................................................................................................................................42
METODE PENELITIAN ..............................................................................................................42
4.1 Metode Observasi ................................................................................................................42
4.2 Metode Dokumentasi ...........................................................................................................42
BAB V ...........................................................................................................................................43
KONSEP DESAIN & REKOMENDASI KEBERLANJUTAN DESAIN OBJEK KASUS........43
5.1 Aspek Ekonomi ....................................................................................................................43
5.2 Aspek Lingkungan ...............................................................................................................46
5.3 Aspek Sosial.........................................................................................................................51
5.4 Aspek Budaya ......................................................................................................................53

2
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Sebagaimana yang kita tau lingkungan bina memiliki berbagai aspek. Yaitu
diantaranya adalah lingkungan, ekonomi, sosial, dan budaya. Dimana aspek tersebut
menjadi salah satu acuan demi membangun lingkungan yang berkualitas bagi manusia.
Lingkungan adalah suatu area yang memiliki komponen biotik maupun abiotik seperti
manusia dan benda – benda di sekitarnya yang saling berinteraksi secara seimbang
sehingga mencapai keberlangsungan hidup yang ideal. Menurut Frick (2006) lingkungan
adalah sesuatu yang berada di luar atau sekitar mahluk hidup. Para Ahli lingkungan
memberikan definisi bahwa lingkungan (enviroment atau habitat) adalah suatu sistem yang
kompleks di mana berbagai faktor berpengaruh timbal-balik satu sama lain dan dengan
masyarakat tumbuh – tumbuhan. Sedangkan menurut Sarwono (1987) lingkungan hidup
adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaa, dan makhluk hidup termasuk di
dalamnya manusia dan perilakunya yang berpengaruh pada kelangsungan perkehidupan
dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. jika suatu negara memiliki
pembangunan yang baik, maka ekonomi negara tersebut dapat terpengaruh ke arah yang
positif karena kebutuhan penduduk negara itu sendiri sudah terfasilitasi dengan baik.

social sustainability merupakan penghubungan antara desain dunia fisik dan desain
dunia sosial yang artinya meskipun perumahan penting tapi aspek aspek seperti hubungan
sosial , jaringan sosial, dan perkembangan budaya juga harus diperhatikan. Social
sustainability harus menjamin bahwa infrastruktur fisik dan kehidupan sosial berjalan
beriringan dimana dalam paket tersebut ada ruang untuk masyarakat berkembang,
membentuk kelompok dan anak-anak yang merupakan bibit generasi masa depan dapat
bertumbuh dengan baik.

Budaya mempunyai peranan dalam pembangunan manusia Indonesia (Asmin,


2018). Indonesia dapat membangun bangsa sesuai dengan karakteristik budaya masing-

1
masing (Melina, 2016). Indeks Pembangunan Kebudayaan (IPK) merupakan indeks yang
mampu mengukur sejauh mana keberhasilan pembangunan secara menyeluruh (BPS,
2019). Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indeks komposit yang digunakan
untuk mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup manusia (BPS,
2019).

Sebagai desainer mempertimbangkan aspek-aspek lingkungan keberlanjutan


sangatlah penting dalam membangun sesuatu. Demi menciptakan lingkungan yang
memiliki kualitas yang baik dan menjawab kebutuhan manusia. Sehingga desainer dapat
menjadi perancang yang senantiasa penuh pertimbangan saat memutuskan suatu hal agar
bermanfaat untuk masa depan.

2
BAB II
KAJIAN REFERNSI

2.1 Built Environment

Lingkungan adalah suatu area yang memiliki komponen biotik maupun abiotik seperti manusia
dan benda – benda di sekitarnya yang saling berinteraksi secara seimbang sehingga mencapai
keberlangsungan hidup yang ideal. Menurut Frick (2006) lingkungan adalah sesuatu yang berada
di luar atau sekitar mahluk hidup. Para Ahli lingkungan memberikan definisi bahwa lingkungan
(enviroment atau habitat) adalah suatu sistem yang kompleks di mana berbagai faktor berpengaruh
timbal-balik satu sama lain dan dengan masyarakat tumbuh – tumbuhan. Sedangkan menurut
Sarwono (1987) lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaa, dan
makhluk hidup termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang berpengaruh pada
kelangsungan perkehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Lingkungan
hidup binaan adalah lingkungan hidup alamiah yang sudah banyak ditempati oleh manusia.
lingkungan hidup binaan dapat terbentuk karena jumlah pendudukdan kebutuhan hidup manusia
yang makin meningkat sehingga memaksa manusia mengubahlingkungan hidup alamiah.
Lingkungan hidup buatan bersifat labil karena tingkat heterogenitas organisme hidupdidalamnya
rendah. Oleh karena itu, untuk mempertahankan bentuk lingkungan hidup tersebut perlu diberi
bantuan energi dari luar oleh manusia.

Istilah “build environment” atau lingkungan binaan mengacu pada aspek – aspek yang
dibangun, dikelola, dimodifikasi, dan ditentukan kondisinya oleh manusia yang berbeda dengan
lingkungan alami. Built environment atau lingkungan binaan adalah istilah untuk kondisi suatu
area atau daerah yang telah ada sekelompok manusia yang tinggal dengan membangun tempat
tinggal berupa sosok bangunan dan infrastruktur pelengkapnya, sekalipun sederhana. Mengacu
pada definisi yang dikemukakan oleh World Commission on Environment and Development
(WCED). Our common future. Oxford: Oxford University Press (1987: 43), atau yang biasa
dikenal sebagai Brundtland Commission sebagai berikut: “development that meets the needs of
the present without compromising the ability of future generations to meet their own needs
(pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan sekarang tanpa kompromi dengan kemampuan
generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya)”. Pengertian tersebut mengindikasikan

3
perhatian akan manfaat dan dampak pembangunan terhadap generasi mendatang, sehingga
generasi mendatang dapat memenuhi kebutuhannya dengan baik. Pada lingkungan binaan, tidak
hanya mencakup pada aspek bangunan secara interior maupun eksterior, namun mencakup seluruh
ruang yang dibuat oleh manusia dengan tujuan menunjang segala aktivitas manusia agar lebih
efektif dan efisien dalam memenuhi segala kebutuhan yang dibutuhkan, seperti taman, tempat
saranan transportasi, komunikasi, utilitas, pertahanan banjir, dan lain sebagainya.

Pada dasarnya, sifat dan karakter suatu lingkungan binaan yang ideal terbentuk dari beberapa
elemen yang terkandung di dalamnya yakni sinergitas antara alam, manusia/masyarakat dan
bangunan/rumah jaringan (Networks). Salah satu kriteria yakni tidak terganggu oleh polusi,
tersedianya air bersih, tidak adanya genangan air (banjir), tersedianya jamban dan tempat mandi
(MCK) yang memenuhi syarat agar tidak menimbulkan pencemaran lingkungan, mempunyai
prasarana lingkungan, pembuangan air limbah, pembuangan air hujan dan pembuangan sampah.
Selain itu rekayasa terhadap lingkunaan binaan juga dibutuhkan suatu kearifan lokal (genius loci)
dalam mengelola dan memanfaatkan segala potensi yang ada di Sumber Daya Alam sekaligus
memecahkan problem yang ada di lingkungan binaan. Keragaman lingkungan binaan dibagi dalam
beberapa aspek, seperti dalam aspek skala, lokasi dan karakter. Pada aspek skala terdapat secara
lokal, nasional, dan regional. Dalam aspek lokasi dibagi menjadi desa dan kota, sedangkan pada
aspek karakter dibagi menjadi tradisional, modern, post-modern, dan eklektik atau campuran.
Sedangkan, komponen – komponen di dalamnya terbagi atas:

1. Komponen Biotik

Menurut Frick (2006) unsur biotik adalah unsur-unsur makhluk hidup atau benda yang
dapat menunjukkan ciri-ciri kehidupan, seperti bernapas, memerlukan makanan, tumbuh,
dan berkembang biak. Secara umum, unsur biotik meliputi produsen, konsumen, dan
pengurai.

● Organisme Produsen

Yaitu organism autotrof yang mampu menyediakan makanan sendiri yang berupa
bahan- bahan organic dan anorganik dengan bantuan sinar matahari (umumnya
tumbuhan berklorofil).

4
● Organisme Konsumen

Yaitu organisme heterotof yang mampu memanfaatkan bahan-bahan organik


sebagai bahan makanannya (hewan dan manusia).

● Pengurai (Dekomposer)

Merupakan organisme heterotof yang menguraikan bahan-bahan organic yang telah


mati.

2. Komponen Abiotik

Komponen yang terbagi atas komponen fisik dan kimia yang terdiri atas air, tanah, sinar
matahari, dan lainnya. Komponen ini merupakan media untuk berlangsungnya proses
kehidupan.

3. Komponen Sosial Budaya

Unsur sosial budaya merupakan bentuk penggabungan antara cipta, rasa, dan karsa
manusia yang disesuaikan atau dipengaruhi oleh kondisi lingkungan alam setempat
(Budihardjo, 1997). Termasuk unsur sosial budaya adalah adat istiadat serta berbagai hasil
penemuan manusia dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Konsep lingkungan binaan berkembang menjadi prinsip yang diharapkan dan dapat
disikapi bersama dalam implementasi setiap aspek pembangunan. Tiga pilar utama dalam
lingkungan binaan adalah ekologi, sosial, dan ekonomi. Hal ini menunjukkan bahwa dalam
lingkungan binaan tidak hanya berorientasi pada masalah degradasi ekologis atau lingkungan saja,
namun juga tetap berorientasi pada keseimbangannya dengan permasalahan sosial, dan juga
ekonomi. Pada masalah ekologi tujuan utamanya adalah untuk keutuhan dan keseimbangan
ekosistem, daya dukung, keanekaragaman hayati, dan lingkungan global. Pada masalah sosial
bertujuan untuk pemberdayaan, partisipasi, mobilitas sosial, kohesi sosial, identitas budaya, dan
kepranataan. Sedangkan dalam masalah ekonomi, tujuan yang utamanya adalah untuk
pertumbuhan, pemerataan, dan efisiensi. Ketiga tujuan tersebut menjadi faktor utama dalam
pembangunan yang berkelanjutan. Keseimbangan ketiganya sebagai pendekatan menyeluruh
dalam pembangunan sangat diperlukan. Sehingga penting bagi peneliti dan praktisi mengacukan
5
kembali semua dasar pertimbangan dan teknis pemanfaatan semua sumber daya alam dan manusia
yang dikerjakan pada ketiga tujuan tersebut. Tujuan tersebut juga menjadi landasan awal dalam
upaya mengidentifikasi aspek-aspek keseimbangan ekologi-sosial-ekonomi dalam lingkup desain
interior di Indonesia.

Dari istilah - istilah dan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar lingkungan
yang digunakan oleh manusia khususnya di kota – kota besar merupakan lingkungan buatan dan
yang harus kita atur agar dapat mempertahankan hidup manusia dengan baik.

2.2 Social Sustainability

Berdasarkan literatur yang ada, konsep social sustainability sering dikaitkan dengan
kehidupan urban (perkotaan), dikarenakan semakin ke depan, terdapat banyak masalah di dalam
perkotaan terutama penduduknya. Perancang konsep design social sustainability Woodcraft et.al
(2012) mengungkapkan bahwa sekarang dan di masa yang akan datang, perumahan menjadi sangat
penting mengingat masyarakat sangat membutuhkan hal tersebut, terutama masyarakat yang ada
di perkotaan mengingat banyaknya migrasi yang dilakukan ke daerah perkotaan. Jika konteks ini
dikaitkan dengan social sustainability, maka social sustainability merupakan penghubungan antara
desain dunia fisik dan desain dunia sosial yang artinya meskipun perumahan penting tapi aspek
aspek seperti hubungan sosial , jaringan sosial, dan perkembangan budaya juga harus diperhatikan.
Social sustainability harus menjamin bahwa infrastruktur fisik dan kehidupan sosial berjalan
beriringan dimana dalam paket tersebut ada ruang untuk masyarakat berkembang, membentuk
kelompok dan anak-anak yang merupakan bibit generasi masa depan dapat bertumbuh dengan
baik. Untuk itulah pentingnya pemerintah tahu bahwa masyarakat tidak hanya membutuhkan
bagunan secara fisik saja, tetapi juga mengetahui bagaimana cara melayani dan mendorong
masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidupnya dalam bersosial. Alasan penting mengapa
konsep ini dimunculkan adalah karena ternyata konsep economic sustainability dan environmental
sustainability belum mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat di dunia. Barron dan
Gauntleett (2002).

Perhatian pada urban social sustainability juga harus memperhatikan dua prinsip yaitu
mengenai keadilan sosial dan keberlanjutan masyarakat (Dempsey et.al, 2012). Keadilan sosial

6
yang dimaksud dalam konteks ini adalah suatu keadaan dimana jurang “eksklusif” dan
“diskriminasi” ditiadakan agar setiap individu mempunyai kesempatan yang sama untuk
melakukan kegiatan ekonomi, sosial, dan politik. Selain melakukan kegiatan diharapkan
masyarakat perkotaan juga mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapatkan pelayanan
publik, pendidikan ataupun pelatihan, perumahan yang terstandarisasi, dan tentunya rekreasi.
Kesempatan yang sama pada akses lokal seperti itulah yang menjadi penekanan keadilan sosial
dalam konteks urban social sustainability. Prinsip yang kedua yaitu keberlanjutan masyarakat
merupakan sebuah prinsip yang menekankan masyarakat perkotaan untuk memperkuat
komunitasnya baik sekarang dan dimasa yang akan datang. Itu semua hanya dapat terjadi jika
kohesi dan inklusi sosial dapat dilakukan dengan baik (Lister dalam Dempsey, 2012). Selain
kohesi sosial, modal sosial juga harus dikaitkan erat dengan prinsip keberlanjutan masyarakat
karena di dalamnya ada unsur , jaringan, norma timbal balik dan organisasi sosial (Coleman dalam
Dempsey, 2012) dimana ketiganyalah merupakan kunci dalam kehidupan bermasyarakat. Bramley
dan Power dalam Dempsey (2012) mendukung pendapat dari Lister dan Coleman, yang kemudian
diwujudkan dalam sebuah pemikiran bahwa keberlanjutan masyarakat terdiri dari 5 dimensi yaitu
interaksi sosial/jejaring di dalam masyarakat, partisipasi dalam kelompok kolektif dan jaringan
masyarakat, stabilitas masyarakat, kebanggan, keamanan dan keselamatan.
Kajian tentang penerapan social sustainability pada daerah urban/perkotaan pernah
dilakukan oleh Mak dan Peacock (2011), dimana mereka melakukan studi kasus tentang komparasi
fokus dari program social sustainability di tiga negara maju yaitu Inggris, Amerika Serikat dan
Australia. Hasil dari penelitian ini menunjukan sebuah hal yang cukup berbeda dari tiga negara
tersebut. Di Inggris menghasilkan sebuah temuan bahwa untuk meningkatkan kualitas hidup
masyarakat maka perumahan layak harus diberikan serta membuat daerah tersebut menjadi tempat
yang menarik untuk investasi sehingga perekonomian tumbuh disana. Hal tersebut harus
diimbangi dengan strategi penanggulan banjir dan perubahan iklim. Studi kasus kedua ada di
Amerika Serikat, yang menemukan hasill bahwa fokus program ini terletak pada pembangunan
perumahan untuk warga dengan prinsip ramah lingkungan sehingga di dalam komunitas itu
tercipta kualitas hidup manusia yang tinggi yaitu sehat dan dapat beriringan dengan alam. Studi
kasus ketika yang berada di Australia menemukan hasil bahwa rancangan social sustainability
mereka bergaya tradisional kontemporer sehingga aspek seperti warisan dan budaya dapat tetap
dijaga dan dihormati. Selain itu aspek interaksi sosial juga begitu dijaga sehingga kohesi sosial

7
disana terbangun dengan baik. Berdasarkan tiga hal tersebut terlihat bahwa Inggris berfokus pada
bahwa selain perumahan perekonomian harus tumbuh disana untuk menciptakan keadilan sosial
berbentuk pemerataan ekonomi sedangkan di Amerika Serikat lebih berfokus bagaimana
masyarakat dapat hidup sehat dan pembangunan yang ada tidak merusak alam sekitar. Lain lagi
dengan Australia, dimana rancangan mereka berfokus bagaimana budaya tetap dihormati dan
interaksi masyarakat dapat berjalan dengan baik.

Berdasarkan latar belakang di atas, penting juga untuk diketahui bahwa untuk mendalami
social sustainability langkah yang paling baik adalah melihatnya sebagai bagian yang independen
bukan melekat sepenuhnya dalam konsep pembangunan berkelanjutan. Patut diingat, berdasarkan
teoritis dan empiris, konsep social sustainability adalah jembatan penting yang menghubungkan
desain dunia fisik dengan dunia sosial. Ini artinya bahwa meskipun perumahan merupakan hal
yang penting, tapi aspek seperti modal sosial, kohesi sosial, keadilan sosial, dan budaya,
merupakan hal yang harus diperhatikan. Terlebih dengan semakin kompleksnya daerah
urban/perkotaan (Woodcraft et.al, 2012), maka tantangan untuk mewujudkan social sustainability
merupakan hal yang harus dihadapi, karena sekali lagi ditekankan bahwa social sustainability
bukan hanya berbicara mengenai kebutuhan dasar hidup manusia seperti perumahan, tetapi juga
mengenai hal sosial yaitu modal sosial, keadilan sosial, dan budaya. Literatur-literatur yang ada
baik mengenai konsep dan penerapan jelas menunjukkan bahwa social sustainability di rujukkan
dan dilakukan oleh lembaga formal yaitu pemerintah karena pada konteks konsep Woodcraft
(2012) dan Dempsey (2012) menuntut pemerintah untuk melakukan hal tersebut. Statement ini
diperkuat bahwa dalam penelitian milik Mak dan Peacock (2011) 7 terlihat bahwa pemerintah
yang mengambil peranan besar dalam mewujudkan social sustainability dan menjawab
tantangannya.

Berdasarkan journal dari “What is social sustainability? A clarification of concepts


Suzanne Vallance”, social sustainability diklasifikasikan menjadi 3 aspek yaitu development,
bridge, dan maintenance, yang kemudian disebut sebagai “Tripartite Social Components”.

Development sustainability membahas tentang bagaimana kebutuhan dasar masyarakat


terpenuhi, bagaimana menciptakan social capital (atau social cohesion, atau social exclusion), dan

8
bagaimana memberikan keadilan (atas kekuasaan) pada masyarakat. Pembangunan sosial
berkelanjutan (development sustainability) di sini meliputi berbagai aspek yaitu distribusi
kekuasaan dan sumberdaya, pendidikan, lapangan pekerjaan, infrastruktur, kebebasan dan
kemerdekaan, keadilan. Aspek ini merupakan kebutuhan dasar masyarakat dan sosial yang harus
dipenuhi dalam rangka mencapai pembangunan sosial berkelanjutan. Oleh sebab itu, elemen
development dalam social sustainability bertugas mengidentifikasi dan menjamin ketersediaan
kebutuhan dasar masyarakat sosial tersebut.

Bridge sustainability fokus pada bagaimana merubah perilaku masyarakat agar tujuan
kelestarian lingkungan bio fisik dapat tercapai; pendekatan menuju perilaku eco-friendly dapat
bersifat transformatif dan non transformative. Pendekatan transformative adalah pendekatan yang
bersifat kritis, mengkritik bahwa praktik masyarakat saat ini jauh dan berjarak dari alam. Oleh
sebab itu pendekatan ini berupaya merubah perilaku masyarakat agar kembali mendekati alam dan
bersahabat dengan alam dalam kesehariannya. Singkatnya, pendekatan ini bertujuan merubah
perilaku masyarakat. Sementara itu pendekatan non transformative fokus pada pencapaian
teknologi yang ramah lingkungan. Pendekatan ini tidak menitikberatkan terjadinya perubahan
fundamental terhadap cara manusia berinteraksi dengan alam. Pendekatan ini lebih cenderung
membahas tentang inovasi teknologi yang ramah lingkungan, ketimbang perubahan gaya hidup
yang lebih mendekati alam.

Maintenance sustainability meliputi ruang lingkup tentang bagaimana menjaga


keberlanjutan lingkungan biofisik dari sudut pandang sosial budaya. Aspek maintenance
sustainability membahas cara agar tradisi, praktik, dan kebiasaan masyarakat yang selama ini dekat
dengan alam dipelihara dan dijaga dari tekanan modernitas. Hal yang menarik dari aspek
maintenance adalah menjaga agar perasaan nyaman dan mudah yang dirasakan oleh masyarakat
dapat mempercepat dan mendorong keberterimaan masyarakat terhadap implementasi program –
program keberlanjutan. Aspek ini kemudian menyarankan agar setiap program – program
keberlanjutan yang akan diterapkan pada masyarakat sebaiknya memperhatikan unsur
“kenyamanan” dan “kemudahan” bagi masyarakat.
Sayangnya, tiga elemen social sustainability ini tidak sepenuhnya dapat bersinergi dalam
tahap implementasi. Pada artikel ini membahas bagaimana gap dan konflik muncul dalam

9
pengaplikasian elemen-elemen social sustainability tersebut. Konsep yang muncul dari konflik
tersebut adalah “adverse environmental effect”. Konsep ini menjelaskan bahwa penerapan suatu
elemen social sustainability justru dapat merusak atau merugikan sustainability itu sendiri. Seperti
implementasi kebijakan dan program ramah lingkungan yang berorientasi teknologi, justru
berpotensi merusak tradisi dan kenyamanan kelompok masyarakat tertentu yang selama ini telah
dekat dan selaras dengan lingkungan alam. Gap lainnya juga muncul pada saat penerapan
teknologi dan kebijakan eco-friendly (yang sangat bersifat objektif) sulit dikoneksikan dengan
kehidupan masyarakat yang secara nyata lebih melibatkan values, emosi dan etika. Hal ini yang
kemudian memunculkan penolakan dari masyarakat terhadap penerapan kebijakan maupun
teknologi yang dianggap mengganggu kenyamanan, karena kenyamanan merupakan values yang
dimiliki kuat oleh masyarakat. Begitu juga dengan penerapan kebijakan dan teknologi yang justru
dirasa semakin mempersulit (bukan mempermudah) interaksi masyarakat dengan alam konflik
inilah yang pada umumnya menyebabkan begitu banyak program tentang sustainability
development tidak berjalan dengan baik dan sukses. Penyebab konflik ini adalah karena kita
melupakan aspek socio cultural dalam mengimplementasikan SD.
Social sustainability merupakan salah satu dari pilar pembangunan berkelanjutan. konsep
social sustainability sering dikaitkan dengan kehidupan urban (perkotaan), dikarenakan semakin
ke depan, terdapat banyak masalah di dalam perkotaan terutama penduduknya. Perancang konsep
design social sustainability Woodcraft et.al (2012) mengungkapkan bahwa sekarang dan di masa
yang akan datang, perumahan menjadi sangat penting mengingat masyarakat sangat membutuhkan
hal tersebut, terutama masyarakat yang ada di perkotaan mengingat banyaknya migrasi yang
dilakukan ke daerah perkotaan. Jika konteks ini dikaitkan dengan social sustainability, maka social
sustainability merupakan penghubungan antara desain dunia fisik dan desain dunia sosial yang
artinya meskipun perumahan penting tapi aspek aspek seperti hubungan sosial , jaringan sosial,
dan perkembangan budaya juga harus diperhatikan. Social sustainability harus menjamin bahwa
infrastruktur fisik dan kehidupan sosial berjalan beriringan dimana dalam paket tersebut ada ruang
untuk masyarakat berkembang, membentuk kelompok dan anak-anak yang merupakan bibit
generasi masa depan dapat bertumbuh dengan baik.

10
Kebudayaan memiliki banyak definisi, salah satunya menurut Lowie (1937) kebudayaan
merupakan segala sesuatu yang diperoleh seorang individu dari masyarakat, mencakup adat
istiadat, norma-norma yang berlaku, kepercayaan, serta keahlian yang diperoleh bukan dari hasil
kreativitas sendiri melainkan merupakan warisan masa lalu yang didapat baik melalui pendidikan
formal maupun pendidikan informal.
Pengertian pembangunan menurut Ali (2009) pembangunan adalah semua upaya yang
dilakukan dan direncanakan untuk melaksanakan perubahan yang memiliki tujuan utama untuk
memperbaiki dan menaikkan taraf hidup, kesejahteraan, dan kualitas manusia. Menurut
Inayatullah (1967), pembangunan adalah suatu arah perubahan yang lebih baik menuju ke pola
masyarakat yang lebih baik dengan mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan sehingga mampu
membuat sekelompok masyarakat memiliki kendali yang lebih besar terhadap kondisi lingkungan
sekitarnya dan membuat warganya menjadi lebih memiliki kontrol terhadap kehidupan diri sendiri.
Ide dasar pembangunan manusia adalah memposisikan manusia sebagai suatu aset bangsa
dan dapat menciptakan pertumbuhan dalam bidang ekonomi, sosial, politik, budaya dan
lingkungan yang mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pemikiran tersebut
menggambarkan tujuan utama dari pembangunan manusia, yaitu mampu menciptakan lingkungan
yang memungkinkan bagi masyarakat untuk memiliki umur panjang, sehat dan menjalankan
kehidupan yang produktif (Human Development Report, 1990).
Budaya mempunyai peranan dalam pembangunan manusia Indonesia (Asmin, 2018).
Indonesia dapat membangun bangsa sesuai dengan karakteristik budaya masing-masing (Melina,
2016). Indeks Pembangunan Kebudayaan (IPK) merupakan indeks yang mampu mengukur sejauh
mana keberhasilan pembangunan secara menyeluruh (BPS, 2019). Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) merupakan indeks komposit yang digunakan untuk mengukur keberhasilan dalam upaya
membangun kualitas hidup manusia (BPS, 2019).
Indonesia memiliki kekayaan budaya yang beragam dan tersebar di seluruh wilayah
Indonesia dari Sabang hingga Merauke. Keberagaman budaya ini merupakan salah satu aset
bangsa yang sangat berharga. Hal ini merupakan salah satu modal dasar pembangunan. Menurut
Alhumami (2018), Indonesia memiliki modal budaya yang kuat yang dapat dijadikan modal dasar
percepatan pembangunan nasional. Terdapat tiga negara di kawasan Asia yaitu Jepang, China, dan
Korea Selatan yang dianggap telah berhasil melakukan akselerasi pembangunan sosial ekonomi
berbasis kebudayaan dengan melakukan kapitalisasi atas nilai-nilai kebudayaan melalui proses

11
modernisasi. Dengan mengacu ke ketiga negara tersebut, Indonesia juga dapat melakukan
akselerasi pembangunan kebudayaan.
Fakta tersebut menunjukkan bahwa kebudayaan memiliki peranan penting dalam
pembangunan. Pemerintah Indonesia juga terus menerus berupaya untuk meningkatkan
pembangunan kebudayaan. UU No. 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan membawa udara
yang segar dalam pembangunan kebudayaan. Menurut UU tersebut, pemajuan kebudayaan
bertujuan untuk mengembangkan nilai-nilai luhur budaya bangsa, memperkaya keberagaman
budaya, memperteguh persatuan dan kesatuan bangsa, mencerdaskan kehidupan bangsa,
mewujudkan masyarakat madani, meningkatkan kesejahteraan rakyat, melestarikan warisan
budaya bangsa, dan mempengaruhi arah perkembangan peradaban dunia, sehingga kebudayaan
menjadi haluan pembangunan nasional.
Keberhasilan pembangunan nasional di Indonesia dapat diukur melalui kualitas hidup
masyarakat Indonesia (Fitriyani dan Rasaili, 2016). Salah satu alat ukur yang dapat digunakan
adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Pembangunan manusia diukur dengan menggunakan
pendekatan tiga dimensi dasar manusia, yaitu umur panjang dan sehat, pengetahuan, dan standar
hidup yang layak (BPS, 2019). Terdapat tiga dari 17 tujuan SDGs yang berhubungan dengan
pembangunan manusia (BPS, 2018), yaitu 1) menjamin kehidupan yang sehat dan meningkatkan
kesejahteraan penduduk di segala usia; 2) menjamin kualitas pendidikan yang adil dan inklusif
serta meningkatkan kesempatan belajar seumur hidup untuk semua;dan 3) meningkatkan
pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, kesempatan kerja penuh dan produktif,
serta pekerjaan yang layak untuk semua.
Penelitian serupa sudah pernah dilakukan tetapi tidak terkait dengan pembangunan budaya
secara langsung. Penelitian sebelumnya menjelaskan bahwa budaya memiliki kontribusi terhadap
pembangunan suatu negara (Hennida dkk, 2017). Selain itu, ada juga penelitian yang menyebutkan
nilai-nilai budaya sangat mempengaruhi pembangunan ekonomi (Asmin, 2018)
Faktor budaya merupakan salah satu faktor keberlanjutan. Dapat diambil contohnya pada
Indonesia. Keberagaman budaya Indonesia merupakan modal dasar yang kuat dalam
pembangunan. Pemerintah telah menyadari bahwa khazanah kebudayaan di Indonesia merupakan
aset yang sangat berharga. Pembangunan kebudayaan merupakan salah satu upaya pemerintah
dalam meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup manusia di Indonesia. Untuk mengukur
kualitas hidup manusia digunakan indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM), dimana indeks

12
ini menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh
pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya. Indeks Pembangunan Kebudayaan (IPK)
merupakan suatu instrumen yang digunakan untuk mengukur capaian kinerja pembangunan
kebudayaan, yang terdiri dari 7 dimensi, yaitu dimensi ekonomi budaya, pendidikan, ketahanan
sosial budaya, warisan budaya, ekspresi budaya, budaya literasi, dan gender . Untuk mengetahui
seberapa besar pengaruh IPK terhadap IPM di Indonesia, digunakan metode statistik regresi linier
sederhana. Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa IPK dan IPM memiliki hubungan yang
positif, yaitu semakin tinggi capaian IPK maka semakin tinggi pula.

2.3 Economic Sustainability

Ekonomi adalah ilmu yang mengkaji tentang pelestarian sumber daya. Konsep ini
digunakan untuk mendefinisikan dan menjelaskan nilai yang dimiliki sumber daya disaat ini
maupun dimasadepan. Nilai dapat dijelaskan dengan bantuan indikator seperti nilai tambah, aset
dan hutang, tabungan, paten, dan aset tidak berwujud. Keberlanjutan ekonomi adalah bagian
terpadu dari keberlanjutan yang berarti kita harus menggunakan, menjaga, dan mempertahankan
sumber daya baik sumber daya manusia ataupun material. Hal ini bertujuan untuk menciptakan
nilai berkelanjutan jangka panjang dengan penggunaan, pemulihan, dan daur ulang yang optimal.
Dengan kata lain, kita harus melestarikan sumber daya alam yang terbatas hari ini sehingga
generasi mendatang supaya kelak generasi mendatang juga dapat memenuhi kebutuhan mereka.

Sustainable development / pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang


memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan kebutuhan generasi mendatang untuk
memenuhi kebutuhan mereka sendiri "(Brundtland, 1987). Sustainable Economic atau ekonomi
berkelanjutan memiliki beberapa definisi;
• Pembangunan berkelanjutan melibatkan merancang suatu sistem sosial dan ekonomi, yang
menjamin bahwa tujuan ini berkelanjutan, yaitu bahwa sesungguhnya meningkatnya pendapatan,
pendidikan yang standar meningkat, bahwa kesehatan bangsa membaik, bahwa kualitas umum
kehidupan yang maju, (Pearce, Makandia & Barbier, 1989).
• "Sebuah sistem ekonomi di mana jumlah orang dan jumlah barang dipertahankan pada beberapa
tingkat konstan. Tingkat ini adalah berkelanjutan secara ekologis dari waktu ke waktu dan
memenuhi setidaknya dasar kebutuhan semua anggota populasi "(Millar, 1994)."

13
Maksud dari ekonomi berkelanjutan adalah pembangunan yang relatif rendah biaya inisiasi
dan operasinya. Selain itu, dari segi ekonomi bisa mendatangkan profit, selain menghadirkan
benefit. Pembangunan ini memiliki ciri produktif secara kuantitas dan kualitasnya, serta
memberikan peluang kerja dan keuntungan lainnya untuk individu kelas menengah dan bawah.
Dimana, ekonomi berkelanjutan mempunyai keterkaitan yang erat dengan tujuan aspek
keberlanjutan lainya yaitu aspek sosial dan lingkungan. (ROWLAND B. F. PASARIBU, 2013)
Menyatakan bahwa, keberlanjutan bukanlah merupakan konsep yang sederhana melainkan
komplek, karena dalam operasionalnya banyak hal yang perlu diperhatikan dan saling berkaitan.

Dengan tujuan, supaya dalam setiap pembangunan proyek developer tidak hanya
mementingkan proyek dan keuntungan untuk mereka sendiri namun lebih berjiwa sosial
membantu kalangan yang kurang beruntung untuk ikut berpartisipasi dalam proyek tersebut
dengan saling memberi keuntungan tanpa merugikan siapapun. Karena hal ini mengingat
paradigma yang telah berubah dan mengalami perkembangan yang awalnya sebagai paradigma
pertumbuhan ekonomi, kemudian bergeser ke paradigma kesejahteraan. Kesejahteraaan yang
dimaksud tidak hanya bagi masyarakat menengah ke atas namun menengah dan menengah ke
bawah.

Dua dekade terakhir merupakan periode yang sangat dinamis serta diwarnai oleh
banyak tantangan dan momen penting bagi pencapaian kinerja perekonomian Indonesia. Di tengah
terpaan dua krisis besar, yaitu krisis keuangan Asia 1997/98 dan krisis keuangan global
2008/09, beberapa langkah kebijakan stabilisasi dan struktural dalam rangka pemulihan
ekonomi pasca krisis telah diambil oleh Pemerintah bersama Bank Indonesia, serta otoritas
kebijakan terkait untuk menjadikan perekonomian Indonesia tumbuh lebih kuat. Capaian
kinerja ekonomi Indonesia terbilang cukup mengesankan, dengan rata‐rata pertumbuhan
ekonomi sekitar 5,5% dalam lima tahun terakhir, disertai dengan tren penurunan inflasi dan rasio
utang luar negeri terhadap PDB, serta semakin resiliensnya sektor keuangan sejalan dengan
perbaikan iklim usaha dan investasi.

14
Di tengah beberapa capaian tersebut, kompleksitas tantangan yang bersifat struktural
yang dihadapi perekonomian Indonesia juga patut dicermati. Selain masih cukup lebarnya
defisit transaksi berjalan, kualitas pembangunan ekonomi perlu ditingkatkan lagi agar dapat
tertransmisikan pada peningkatan kualitas kesejahteraan masyarakat secara luas. Sementara
itu, dalam lingkup global, daya saing perekonomian Indonesia secara umum juga harus
ditingkatkan lagi jika ingin menjadi pemain utama di era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Untuk menjawab tantangan‐tantangan tersebut diperlukan implementasi kebijakan reformasi
struktural yang ekstra kuat dan konsisten. Reformasi struktural tersebut diharapkan tidak hanya
mempercepat transisi Indonesia menjadi perekonomian maju dan menghindari middle income
trap, namun juga menjadikan perekonomian Indonesia tumbuh secara berkelanjutan, agar dapat
semakin menurunkan angka kemiskinan dan ketimpangan. Untuk mencapai kondisi ideal tersebut,
Indonesia dituntut untuk dapat lebih mengoptimalkan pengelolaan sumber daya alam yang
dimiliki, membangun kehandalan di sektor industri, membangun ketahanan di bidang energi
dan pangan, memperkuat struktur pembiayaan perekonomian, mengembangkan kegiatan
ekonomi inklusif dan memperkuat kemampuan modal pembangunannya. Hal terakhir yang perlu
digarisbawahi adalah bahwa langkah‐langkah strategis tersebut memerlukan pra syarat
terjaganya stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan sebagai elements of coninuity
dalam mendukung perencanaan dan implementasi program‐program pembangunan yang
berkelanjutan.

2.4 Environment Sustainability

Lingkungan adalah kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup keadaan sumber daya
alam seperti tanah, air, energi surya, mineral, serta flora dan fauna yang tumbuh di atas tanah
maupun di dalam lautan, dengan kelembagaan yang meliputi ciptaan manusia seperti keputusan
bagaimana menggunakan lingkungan fisik tersebut.
Otto Soemarwoto (1983) mendefinisikan lingkungan atau lingkungan hidup merupakan
segala sesuatu yang ada pada setiap makhluk hidup atau organisme dan berpengaruh pada
kehidupannya. Sebagai contoh pada hewan seperti kucing, segala sesuatu di sekeliling kucing dan
berpengaruh pada kelangsungan hidupnya maka itulah lingkungan hidup bagi kucing. Demikian
juga pada manusia, segala sesuatu yang berada di sekeliling manusia yang berpengaruh pada
kelangsungan hidupnya itulah lingkungan hidup manusia.

15
Menurut Salim Emil (1990), lingkungan hidup adalah segala benda, kondisi, keadaan dan
pengaruh yang terdapat dalam ruangan yang kita tempati dan mempengaruhi hal yang hidup
termasuk kehidupan manusia.
Dari pengertian dari lingkungan hidup tersebut terdapat kesamaan mengenai pengaruh
mempengaruhi hidup. Jadi dapat disimpulkan bahwa lingkungan atau lingkungan hidup adalah
segala sesuatu (benda, keadaan, situasi) yang berada disekeliling dari makhluk hidup yang
mempengaruhi kehidupannya (sifat, pertumbuhan dan persebaran).

Jenis-jenis Lingkungan hidup


1. Lingkungan hidup alami merupakan lingkungan bentukan alam yang terdiri atas berbagai
sumber alam dan ekosistem dengan komponen-komponennya, baik fisik, biologis.
Lingkungan hidup alami bersifat dinamis karena memiliki tingkat heterogenitas organisme
yang sangat tinggi.
2. Lingkungan Hidup Binaan/Buatan. Lingkungan hidup binaan/buatan mencakup
lingkungan buatan manusia yang dibangun dengan bantuan atau masukan teknologi, baik
teknologi sederhana maupun teknologi modern. Lingkungan hidup binaan/buatan bersifat
kurang beraneka ragam karena keberadaannya selalu diselaraskan dengan kebutuhan
manusia.
3. Lingkungan Hidup Sosial. Lingkungan hidup sosial terbentuk karena adanya interaksi
sosial dalam masyarakat. Lingkungan hidup sosial ini dapat membentuk lingkungan hidup
binaan tertentu yang bercirikan perilaku manusia sebagai makhluk sosial. Hubungan antara
individu dan masyarakat sangat erat dan saling mempengaruhi serta saling bergantung.

Lingkungan Berkelanjutan
Berkelanjutan memiliki arti yang cukup luas, yaitu kemampuan untuk melanjutkan sesuatu
yang didefinisikan tanpa batasan waktu. Berkelanjutan dapat dimaksudkan dengan ketahanan,
keseimbangan, keterkaitan. Lebih lanjut berkelanjutan dapat diartikan sebagai kemampuan untuk
bertahan melanjutkan suatu perilaku yang didefinisikan tanpa batas waktu. World Commission on
Environment and Development mendefinisikan berkelanjutan sebagai kemampuan untuk
memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan kemampuan generasi masa depan untuk
memenuhi kebutuhan mereka sendiri.

16
Lingkungan berkelanjutan dapat diartikan segala sesuatu yang berada di sekeliling
makhluk hidup yang mempengaruhi kehidupannya dengan kondisi yang terus terjaga
kelestariannya secara alami maupun dengan sentuhan tangan manusia tanpa batasan waktu.
Lingkungan berkelanjutan juga dapat diartikan sebagai bagaimana pemenuhan kebutuhan sumber
daya yang ada untuk generasi masa kini hingga masa depan tanpa mengorbankan kesehatan
ekosistem yang menyediakannya.
Secara lebih spesifik, lingkungan berkelanjutan disimpulkan sebagai suatu kondisi
keseimbangan, ketahanan, dan keterkaitan yang memungkinkan manusia untuk memenuhi
kebutuhannya tanpa melebihi kapasitas ekosistem pendukungnya dan mampu beregenerasi untuk
terus mampu memenuhi kebutuhan hingga di masa depan.

Prinsip Lingkup Lingkungan Berkelanjutan


Dalam mewujudkan lingkungan berkelanjutan utamanya didasari oleh konsep ekologi.
Dimana setiap komponen ekologi mulai dari yang terkecil tak boleh luput diperhatikan.
Mewujudkan lingkungan berkelanjutan bertujuan untuk meningkatkan secara total kualitas hidup,
baik sekarang maupun untuk masa depan, dengan memperhatikan tidak hanya ekologis saja,
namun juga berbagai hal lain berupa social dan ekonomi. Ketiga hal ini, ekologis, sosial dan
ekonomi harus diintegrasikan dengan baik untuk mencapai lingkungan yang berkelanjutan.
Lingkup Lingkungan Berkelanjutan dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Lingkungan sosial dan ekonomi :
● -Menghasilkan apa yang dibutuhkan untuk generasi masa depan untuk
menjaga keberlanjutan
● -Merancang produk yang berperan dalam keberlanjutan ekonomi

2. Lingkungan hidup:
● -Memelihara keanekaragaman hayati sumber daya alam
● -Bertanggung jawab dalam penggunaan sumber daya berkelanjutan dengan
penggunaan energi yang efisien
● -Menjaga tingkat panen dengan tidak melebihi tingkat regenerasi
● -Mengembangkan sumber daya tak terbarukan sebanding berkurangnya
sumber daya tersebut

17
● -Penerapan daur ulang atau penggunaan ulang material
● -Mengurangi emisi limbah sebagai pertimbangan dampak terhadap
lingkungan

Contoh Lingkungan Berkelanjutan:


1. Keragaman Habitat
● Air Penanaman tanaman spesifik terutama rerumputan dan alang-alang di sekitar
laguna mampu menarik kawanan burung-burung dan menjadi habitat untuk
burungburung.
● Tanah Kualitas lanskap yang gersang membutuhkan dukungan irigasi, didominasi
oleh semak semak dan groundcover berukuran sedang menjadi habitat bagi para
burung, mamalia kecil, reptile.
2. Pengunaan vegetasi asli
3. Sistem Hidrologi
● Air Permukaan
Siklus air menjadi perhatian utama dalam desain Ecopark dan tujuan pemulihan
Xochimilco. Danau yang dibuat dirancang untuk mengumpulkan dan menampung
curah hujan musiman. Air yang ditampung selain berguna untuk irigasi juga
mampu menjadi habitat bagi spesies air, menjadi area rekreasi juga sebagai view
yang menarik.
● Water Loop
Siklus air pada akuifer berputar, sebagian diolah menjadi air minum dan sisanya
digunakan untuk mengembalikan air tanah.
● Irigasi
Air yang ada di akuifer juga dialirkan, bertujuan untuk mengirigasi pertanian dan
chinampa.

18
BAB III

DESKRIPSI DAN KAJIAN OBYEK KASUS

3.1 Kota Tua


a) Letak geografis Kota Tua Jakarta.

Kota Tua Jakarta atau dikenal juga dengan sebutan Batavia Lama (Oud Batavia), merupakan
sebuah wilayah kecil yang terletak di Ibukota Jakarta, Indonesia. Kota Tua Jakarta mempunyai
lebar 1,3 kilometer persegi dan melintasi wilayah Jakarta Utara dan Jakarta Barat (Pinangsia,
Taman Sari dan Roa Malaka).

Kota tua Jakarta sebagai cikal bakal kota Jakarta, tiada hentinya dilakukan upaya
pelestarian dan menjaga aset-aset budaya yang masih tersisa di Kota tua. Upaya revitalisasi
menjadi prioritas dalam upaya menjaga aset-aset tersebut, bahkan beberapa tahun terakhir upaya
tersebut sangat gencar dilakukan baik penelitian dan juga perencanaan Kota tua. Dengan
banyaknya penelitian dan terbentuknya pedoman Kota tua maka diharapkan upaya revitalisasi
dapat dimaksimalkan secara menyeluruh dan dapat mencegah hilangnya identitas sebuah kota
karena perombakkan bangunan atau rusak dimakan usia.

Pada kota tua Jakarta sendiri, Kawasan ini dapat menjadi urban heritage tourism yaitu
pariwisata budaya perkotaan yang merupakan sebuah konsep pariwisata yang sebenarnya
sederhana dengan memanfaatkan lingkungan binaan maupun alami yang dimiliki oleh sebuah
kota, yang memiliki nilai historis tersendiri.

Dalam konteks pelestarian, dampak positif pembangunan dari pengembangan pariwisata Kota Tua
Jakarta (Kota Tua Tourism Development) adalah bisnis atau usaha seperti; akomodasi, penyediaan
makan dan minum, jasa pariwisata, rekreasi dan hiburan, serta objek kawasan pariwisata, site
attraction dan event attraction (Budiarti, 2012).

Pembangunan yang masih terus berjalan di Kota Tua Jakarta masih memiliki kekurangan
di antaranya adalah pertama, image Kota Tua yang kurang menguntungkan; kedua, kurangnya
fasilitas fasilitas penunjang di kawasan; ketiga, kondisi infrastruktur yang kurang mendukung;
keempat, lalu lintas yang tidak teratur; kelima, penurunan kualitas lingkungan sekitar (polusi

19
udara, polusi air sungai); keenam, kebijakan yang belum terpadu; ketujuh, batas adminsitrasi yang
terbagi; kedelapan, kelembagaan yang belum tepat sasaran (UPK Kota Tua, 2014).

b) Sejarah Singkat Kota Tua Jakarta.

Bermula pada tahun 1526, Fatahillah, seorang komandan dari Kesultanan Demak dikirim
untuk menyerang pelabuhan Sunda Kelapa di kerajaan Hindu Pajajaran yang kemudian disebut
Jayakarta. Kota ini hanya seluas 15 hektare dan mempunyai tata kelola khas pelabuhan tradisional
Jawa. Kemudian pada tahun 1619, VOC menghancurkan Jayakarta di bawah komando Jan
Pieterszoon Coen. Satu tahun setelahnya, VOC membangun kota baru bernama Batavia untuk
menghormati Batavieren, yaitu leluhur bangsa Belanda. Kota ini terpusat di sekitar tepi timur
Sungai Ciliwung yang saat ini sudah menjadi Lapangan Fatahillah.

Belanda memilih wilayah tersebut karena saat itu merupakan pusat perdagangan yang memiliki
posisi strategis serta akses sumber daya alam yang mudah. Kota Batavia didesain dengan gaya
Belanda Eropa lengkap dengan benteng (Kasteel Batavia), dinding kota, dan kanal. Pembangunan
berakhir dibangun tahun 1650.

Batavia menjadi pusat penting dari seluruh kepulauan Indonesia. Penduduk Batavia dinamakan
"Batavianen" kemudian dikenal sebagai Suku Betawi yang merupakan keturunan dari berbagai
etnis yang menghuni Batavia. Pada tahun 1942, selama pendudukan Jepang, Batavia mengalami
perubahan nama menjadi Jakarta yang kita kenal saat ini dan masih berkedudukan sebagai Ibukota
Indonesia hingga sekarang. Tahun 1972, Gubernur Jakarta, Ali Sadikin, mengeluarkan dekrit
untuk menjadikan Kota Tua sebagai situs warisan. Keputusan Gubernur tersebut bertujuan untuk
ditujukan melindungi sejarah dan arsitektur Kota Tua. Hingga saat ini, Kota Tua Jakarta menjadi
ikon sejarah dan wisata yang menarik banyak peminat. Tak hanya wisata sejarah, Kota Tua Jakarta
juga menawarkan berbagai restoran dan kafe sebagai pelepas lapar dan dahaga ketika berkeliling.
(Iftitah Nurul Laily,2009)

c) Fasilitas dan Aktivitas yang ada di Kota Tua Jakarta

Pada umumnya Masyarakat dari berbagai kalangan menjadikan Kota Tua Jakarta sebagai
tempat rekreasi keluarga. Selain itu Kota Tua Jakarta biasanya menjadi destinasi wisata untuk
sekolah-sekolah di jakarta. Selain itu, banyak sekali aktivitas dan fasilitas yang terdapat di kota
tua.

20
Antara lain adalah museum fatahilah, Museum Fatahillah merupakan ikon dari wisata Kota
Tua Jakarta yang wajib kamu singgahi. Arsitektur bangunan bersejarah ini menyerupai Istana Dam
di Amsterdam, Belanda. Di dalamnya, kamu bisa melihat ruangan-ruangan pengadilan dan juga
ruang bawah tanah yang dulunya digunakan sebagai penjara. Meskipun sudah direnovasi berkali-
kali, setiap mengunjungi Museum Fatahillah, kamu tetap dapat merasakan nuansa kuno yang
bersejarah di dalamnya.

Gambar 1. Museum Fatahillah Jakarta

Stasiun Jakarta kota, Stasiun ini menjadi perhentian terakhir jika kita memilih
menggunakan kereta api ke kawasan kota tua Yang unik dan menarik, stasiun ini punya arsitektur
bangunan klasik, yang syarat dengan ciri khas bangunan Eropa tempo dulu. Model bangunan
stasiun ini memang sengaja tidak diperbaharui karena termasuk dalam cagar budaya di kawasan
Kota Tua Jakarta. Stasiun ini meruapakan peninggalan VOC yang konon sudah ada sejak tahun
1929.

Gambar 2. Stasiun Kota Tua Jakarta.

21
Museum Bank Indonesia. Selain bisa berfoto di depan bangunannya yang bergaya khas
Belanda, di museum ini kita juga bisa belajar banyak hal tentang sejarah bank di Indonesia.

Bangunan museum ini konon merupakan bekas gedung De Javasche Bank dan telah ada
sejak tahuh 1028. Untuk memasuki museum ini kita juga tidak perlu membayar mahal karena
harga tiket masuknya hanya dijual seharga Rp. 5000 saja.

Gambar 3. Museum bank kota tua jakarta.

Pelabuhan Sunda Kelapa dulunya merupakan tempat singgah kapal asing sekaligus
pengubung antara Indonesia dengan negara luar. Melalui pelabuhan inilah dulunya para pedagang
dari dalam dan luar negeri melakukan perjalanan bisnis.Saat ini Pelabuhan Sunda Kelapa masih
beroperasi meskipun hanya disinggahi kapal-kapal pinishi. Untuk memasuki pelabuhan ini, di
pintu masuk kita akan dikenai biaya karcis sebesar Rp. 2.500 per orang.

.
Gambar 4. Pelabuhan Sunda kelapa

22
Tidak jauh dari Pelabuhan Sunda Kelapa atau tepatnya di depan pelabuhan tersebut, kita
akan mendapati sebuah museum yang bernama Museum Bahari. Sesuai namanya, yang bisa kita
lihat di museum ini adalah beberapa biota laut yang diawetkan, sekaligus informasi tentang
persebaran ikan di Indonesia.Selain itu di museum ini kita bisa melihat beberapa jenis perahu yang
dulunya digunakan oleh VOC.Intinya jika kita suka dengan kehidupan bahari, berkunjung ke
museum ini adalah hal wajib yang harus dilakukan.

Gambar 5. Museum Bahari

Lain halnya dengan Museum Bahari, di Museum Wayang ini kita bisa melihat berbagai
bentuk wayang mulai dari yang berasal dari Indonesia, hingga yang merupakan karya seni dari
negara lain seperti China, Thailand, dan Kamboja. Museum ini dibangun sekitar tahun 1640, dan
memang ditujukan sebagai tempat menyimpan koleksi berbagai jenis wayang Selain melihat aneka
bentuk wayang, jika beruntung kita juga bisa menyaksikan pementasan wayang di museum ini.
Jadwal pertunjukan biasanya diadakan pada minggu ke 3 setiap bulannya.

23
Gambar 5. Museum Wayang.

Museum Wayang ini kita bisa melihat berbagai bentuk wayang mulai dari yang berasal dari
Indonesia, hingga yang merupakan karya seni dari negara lain seperti China, Thailand, dan
Kamboja. Museum ini dibangun sekitar tahun 1640, dan memang ditujukan sebagai tempat
menyimpan koleksi berbagai jenis wayang.Selain melihat aneka bentuk wayang, jika beruntung
kita juga bisa menyaksikan pementasan wayang di museum ini. Jadwal pertunjukan biasanya
diadakan pada minggu ke 3 setiap bulannya, Dan masih banyak lagi

3.2 Aspek Budaya Pada Kota Tua


• Museum Fathillah adalah salah satu bangunan bersejarah dan cagar budaya yang dikenal
sebagai Museum Sejarah Jakarta atau Museum Batavia yang terletak di Jalan Taman
Fatahillah No. 2, Jakarta Barat. Museum tersebut memiliki luas lebih dari 1.300𝑚2 .
Museum Fatahillah merupakan bangunan khas Belanda yang didirikan pada awal tahun
1620 oleh Gubernur Jendral J.P Coen. Pembuatan awal gedung pada tahun 1620 tidak
terlaksana dengan baik karena gedung diselesaikan terburu-buru. Karena penyelesaian
yang terburu-buru 6 tahun setelahnya bangunan ini kembali dibangun lagi. Peletakan batu
pertama diletakkan pada tanggal 30 Mei 1626 yang pada saat itu dijadikan juga sebagai
hari jadi kota Batavia. Pada awalnya bangunan tersebut digunakan sebagai balai kota yang
dalam bahasa Belandanya stadhuis. Bangunan tersebut merupakan pusat pemerintahan dan
milis warga pada saat itu.
Kota Batavia terus berkembang dengan pesat hingga akhirnya pada tahun 1706
rencana untuk mengganti gedung balaikota Batavia yang dianggap sederhana dan terlalu

24
kecil dengan bangunan yang lebih merepresentasikan kota yang termahsyur dan kaya
seperti Batavia. Pembangunan awal gedung baru Batavia dimulai pada tanggal 25 Januari
1707 dengan peletakan batu pertama yang dilakukan oleh Willemina Van Hoorn.
Meskipun bangunan belum rampung pada bulan Juni 1710, bangunan ini sudah mulai
difungsikan oleh Lembaga pemerintahan Belanda pada saat itu. Pergantian kekuasaan di
Indonesia turut mempengaruhi perkembangan gedung Museum Fatahillah hingga
sekarang. Pada massa kolonial Belanda bangunan ini awalnya difungsikan sebagai
Balaikota. Pada tahun 1922 gedung ini sudah tidak difungsikan lagi sebagai penjara dan
tempat hukuman. Pada saat Indonesia dikuasai oleh Jepang tahun 1942-1945 bangunan ini
difungsikan sebagai tempat pengumpulan logistik bagi para tentara jepang. Setelah
kemerdekaan pada tahun 1952-1968 bangunan ini difungsikan sebagai Markas Komando
militer kota yang kemudian menganti nama menjadi KODIM 0503 Jakarta Barat. Namun
akhirnya pada tanggal Pada tanggal 30 Maret 1974 Museum Sejarah Jakarta atau biasa
disebut Museum Fatahillah inipun diresmikan setelah sebelumnya dilakukan pemugaran
besar-besaran.
• Nilai (Maryono, 1982) adalah keberhargaan, kemampuan yang dipercayai ada pada suatu
obyek, untuk memuaskan suatu keinginan manusia. Sedangkan menurut Suparlan,
kebudayaan (Maryono, 1982) adalah keseluruhan pengetahuan manusia yang dipunyainya
sebagai makhluk sosial digunakan untuk memahami dan menafsirkan lingkungan yang
dihadapinya. Sehingga nilai budaya adalah keberhargaan atau kemampuan yang dipercayai
manusia untuk memahami dan menafsirkan lingkungannya.
Pembahasan lingkungan dan bangunan yang menguraikan konteks fisik akan lebih
mendekatkan uraian konteks budaya ke jalur pokok pembahasan yaitu arsitektur, dimana
(Maryono, 1982) lingkup nilai budaya yang tercermin dalam karya arsitektur, yaitu:
1. Agama
Agama mengandung kepercayaan, ajaran, aturan, dan petunjuk yang diwujudkan dalam
adat istiadat. Adat istidat dapat menjadi peraturan atau hukum. Setiap daerah memiliki
kepercayaan masing – masing sehingga memiliki cara serta konsep yang berbeda dalam
membangun bangunan. Biasanya tercermin pada pola penataan kampung, arah hadap,
susunan denah, jumlah anak tangga, pantangan, dll. Berikut adalah skema terjadinya

25
adat istiadat dan aturan yang menghasilkan cara dan aturan dalam mendirikan
bangunan.
2. Sosial
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang segala macam kelakuan manusia di
dalam suatu masuarakat (Maryono, 1982). Interaksi sosial dapat tercermin dalam
bentuk arsitektur melalui: a) Kerja sama. Kerja sama dapat berbentuk asimilasi dan
akulturasi. b) Persaingan. Persaingan timbul dalam masyarakat karena terjadi pelapisan
sosial dalam hal kekayaan (material), kekuasaan, kehormatan, dan ilmu pengetahuan.
c) Pertentangan. Pada zaman dahulu, sering terjadi pertikaian suku. Beberapa rumah
tradisional menganut tata ruang yang menguntungkan saat berperang atau
menggunakan hasil peperangan sebagai hiasan atau material pada bangunan. d)
Akomodasi. Keinginan untuk berkomunikasi, saling tukar pikiran dan pengalaman, dan
kegiatan sosial lainnya, mendorong manusia untuk mencari tempat untuk kegiatan
tersebut. Dalam skala besar, alun – alun menjadi tempat untuk kegiatan berinteraksi.
Dalam skala kecil, ruang keluarga, teras atau atau halaman menjadi tempat untuk
kegiatan interaksi.
3. Politik
Pergeseran atau perubahan nilai arsitektur dapat terjadi akibat pengaruh kekuasaan
daerah atau lembaga politik tertentu pada saat itu, sehingga mempengaruhi bentuk dan
fungsi yang ada. Arti politik dalam hal ini yaitu pengaruh pemerintah dan kenegaraan.
Politik dapat mempengaruhi penampilan arsitektur melalui tata ruang maupun tata fisik
bangunannya.
4. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Perkembangan teknologi dapat ditinjau dari material yang digunakan serta sistem
strukturnya. Bangunan terdiri dari tiga bagian struktur utama, yaitu: a) Bagian kaki
(kolong). Rumah tradisional biasanya berupa rumah panggung dengan pondaasi
umpak. Bentuk rumah panggung berfungsi menghindari binatang buas, menghindari
tanah becek karena tidak ada sistem drainage, sertamelancarkan sirkulasi angin. b)
Bagian badan. Lantai dan dinding rumah tradisional biasanya menggunakan material
dari alam. c) Bagian atas (atap). Struktur kuda – kuda maupun penutup atap rumah
tradisional biasanya menggunakan material dari alam.

26
5. Ekonomi
Beragam mata pencaharian dapat memenuhi kebutuhan manusia yang sangat majemuk.
Masing – masing mata pencaharian memerlukan ruang sebagai wadah kegiatannya.
Secara garis besar, mata pencaharian dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: a) Yang
bergantung dari hasil alam b) Yang bergantung dari hasil produksi c) Yang bergantung
dari jasa
6. Estetika
Pembahasan estetika sebagai lingkup nilai budaya dibatasi oleh ornamen dan bentuk
bangunan.
• Nilai Budaya pada Museum Fatahillah
Gedung museum yang berdiri saat ini sebelum di alihfungsikan awalnya merupakan Balai
Kota (Stadhuis) yang diresmikan pada tahun 1710 oleh Gubernur Jendral Abraham van
Riebeeck. Museum Fatahillah ini menyimpan beberapa koleksi bersejarah baik dalam
bentuk asli maupun replika. Koleksi yang ditampilkan diantaranya adalah Prasasti
Ciaruteun, Meriam Si Jagur, Patung Dewa Hermes, sel tahanan dari Untung Suropati
(1670) dan Pangeran Diponegoro (1830). Adapula lukisan Gubernur Jendral VOC Hindia
– Belanda dari 1602 sampai 1942, alat pertukaran zaman prasejarah dan koleksi
persenjataan.

Bentuk massa persegi panjang mendominasi bentuk massa Museum Fatahillah.


Susunan ruang terbentuk mengikuti bantuk volume bangunan dengan tatanan linier

27
memanjang dari arah barat ke timur. Sementara sayap bangunan pada bagian kanan dan
kiri memanjang ke arah utara-selatan.

Langgam arsitektur yang diterapkan pada Museum Fatahillah merupakan langgam


arsitektur Barok klasik. Penggunaan beberapa elemen dengan skala yang monumental
masih menghiasi beberapa sudut bangunan karena pengaruh gaya Neoklasik. Pada gedung
Museum fatahillah terdapat beberapa jenis atap yang menaungi beberapa bagian bangunan.
Atap-atap tersebut meliputi atap massa utama, atap sayap kanan bangunan, dan atap sayap
kiri bangunan sertaatap menara yang berbentuk kubah. Ciri lain dari Museum Fatahillah
adalah adanya tulisan Gouvernourskantoor pada bagian atas sisi depan (tympanum) yang
hingga kini masih dipertahankan.

Dinding eksterior bangunan Museum Fatahillah tidak mengalami perubahan yang


signifikan bahkan saat masih menjadi gedung Balaikota Jakarta. Perubahan yang terjadi
hanya saat dilakukan pengecatan ulang fasade bangunan untuk menjaga estetika bangunan.

28
Pintu pada bangunan Museum Fatahillah berjumlah 14 jenis pada eksterior maupun
interior. Pintu ini mempunyai satu kesamaan yaitu berwarna merah tua dan mempunyai
hiasan atau ukiran garis yang difinishing dengan warna emas. Pintu-pintu ini memiliki
kusen yang tebal yaitu dengan rata-rata ketebalan 10cm. Terdapat 13 jenis variasi jendela
dengan bentuk dasar geometri segi empat. Ada satu jenis jendela memiliki bentuk
melengkung/arc pada bagian atasnya. Interior pada Museum Fatahillah ini tidak banyak
berubah dan masih dijaga keasliannya seperti lantai yang diperindah dengan menggunakan
lantai parquet.

Museum Fatahillah terdiri dari 2 lantai, lantai 1 dan 2 digunakan sebagai ruang –
ruang display untuk koleksi – koleksi dari museum tersebut. Sebagian besar pada lantai 2
digunakan sebagai ruang display koleksi – koleksi yang adalah miniatur perabotan dari
masa awal Batavia dan perabotan dari gedung Balai Kota yang sekarang menjadi Museum
Fatahillah. Objek-objek yang dapat ditemui di museum ini antara lain perjalanan sejarah
Jakarta, replika peninggalan masa Tarumanegara dan Pajajaran, hasil penggalian arkeologi
di Jakarta, mebel antik mulai dari abad ke-17 sampai 19, yang merupakan perpaduan dari
gaya Eropa, Republik Rakyat Tiongkok, dan Indonesia. Juga ada keramik, gerabah, dan
batu prasasti. Koleksi-koleksi ini terdapat di berbagai ruang, seperti Ruang Prasejarah
Jakarta, Ruang Tarumanegara, Ruang Jayakarta, Ruang Fatahillah, Ruang Sultan Agung,
dan Ruang Batavia.

29
Terdapat juga berbagai koleksi tentang kebudayaan Betawi, numismatik, dan
becak. Bahkan kini juga diletakkan patung Dewa Hermes (menurut mitologi Yunani,
merupakan dewa keberuntungan dan perlindungan bagi kaum pedagang) yang tadinya
terletak di perempatan Harmoni dan meriam Si Jagur yang dianggap mempunyai kekuatan
magis. Selain itu, di Museum Fatahillah juga terdapat bekas penjara bawah tanah yang dulu
sempat digunakan pada zaman penjajahan Belanda.
Sejak tahun 2001 sampai dengan 2002 Museum Sejarah Jakarta menyelenggarakan
Program Kesenian Nusantara setiap minggu ke-II dan ke-IV untuk tahun 2003 Museum
Sejarah Jakarta memfokuskan kegiatan ini pada kesenian yang bernuansa Betawi yang
dikaitkan dengan kegiatan wisata kampung tua setian minggu ke III setiap bulannya.
Selain itu, sejak tahun 2001 Museum Sejarah Jakarta setiap tahunnya
menyelenggarakan seminar mengenai keberadaan Museum Sejarah Jakarta baik berskala
nasional maupun internasional. Seminar yang telah diselenggarakan antara lain adalah
seminar tentang keberadaan museum ditinjau dari berbagai aspek dan seminar
internasional mengenai arsitektur gedung museum.
Untuk merekonstruksi sejarah masa lampau khususnya peristiwa pengadilan atas
masyarakat yang dinyatakan bersalah, ditampilkan teater pengadilan di mana masyarakat
dapat berimprovisasi tentang pelaksanaan pengadilan sekaligus memahami jiwa zaman
pada abad ke-17.

30
3.3 Aspek Lingkungan Pada Kota Tua Jakarta
Kota tua Jakarta sebagai cikal bakal kota Jakarta, tiada hentinya dilakukan upaya
pelestarian dan menjaga aset-aset budaya yang masih tersisa di Kota tua. Upaya revitalisasi
menjadi prioritas dalam upaya menjaga aset-aset tersebut, bahkan beberapa tahun terakhir upaya
tersebut sangat gencar dilakukan baik penelitian dan juga perencanaan Kota tua. Dengan
banyaknya penelitian dan terbentuknya pedoman Kota tua maka diharapkan upaya revitalisasi
dapat dimaksimalkan secara menyeluruh dan dapat mencegah hilangnya identitas sebuah kota
karena perombakkan bangunan atau rusak dimakan usia.

31
Pada kota tua Jakarta sendiri, Kawasan ini dapat menjadi urban heritage tourism yaitu
pariwisata budaya perkotaan yang merupakan sebuah konsep pariwisata yang sebenarnya
sederhana dengan memanfaatkan lingkungan binaan maupun alami yang dimiliki oleh sebuah
kota, yang memiliki nilai historis tersendiri.
Dalam konteks pelestarian, dampak positif pembangunan dari pengembangan pariwisata
Kota Tua Jakarta (Kota Tua Tourism Development) adalah bisnis atau usaha seperti; akomodasi,
penyediaan makan dan minum, jasa pariwisata, rekreasi dan hiburan, serta objek kawasan
pariwisata, site attraction dan event attraction (Budiarti, 2012).
Pembangunan yang masih terus berjalan di Kota Tua Jakarta masih memiliki kekurangan
di antaranya adalah pertama, image Kota Tua yang kurang menguntungkan; kedua, kurangnya
fasilitas fasilitas penunjang di kawasan; ketiga, kondisi infrastruktur yang kurang mendukung;
keempat, lalu lintas yang tidak teratur; kelima, penurunan kualitas lingkungan sekitar (polusi
udara, polusi air sungai); keenam, kebijakan yang belum terpadu; ketujuh, batas adminsitrasi yang
terbagi; kedelapan, kelembagaan yang belum tepat sasaran (UPK Kota Tua, 2014).
Dampak negatif non-fisik pembangunan juga berakibat menurunnya fungsi kawasan, di
antaranya adalah pertama, pedagang kaki lima (PKL) dan asongan yang masih saja berjualan di
sekitar Taman Fatahillah, walaupun sudah dilarang; kedua, parkir liar motor dan mobil di
sembarangan tempat seperti di Jalan Pintu Besi Utara dan dekat Gedung Imigrasi; dan ketiga
prilaku pengunjung dengan membuang sampah sembarangan di sekitar Taman Fatahillah.

Dampak positif Dampak negatif Solusi

Usaha Akomodasi Polusi dalam bentuk limbah Fisik: bak sampah, jasa
padat, cair, penyapu jalan
Non fisik: sosialisasi
peraturan,
Jasa Pariwisata Polusi dalam bentuk limbah Fisik: bak sampah,
padat, cair, pembersihan saluran air, dan
papan peringatan
Non fisik: sosialisasi
peraturan dan larangan

32
Jenis rekreasi dan hiburan Polusi dalam bentuk suara, Fisik: Papan pengumuman
lainnya (yang bersifat public dan kerusakan fisik Nonfisik: sosialisasi
crowded) bangunan peraturan dan larangan

Tabel di atas adalah beberapa representasi potensi dan dampak pembangunan di kawasan Kota
Tua Jakarta yang masih harus menjadi perhatian. Kawasan Cagar Budaya Kota Tua Jakarta memiliki
karakteristik urban heritage, yang merupakan kota koloni Belanda pertama yang sengaja dibuat di
Indonesia untuk tujuan dagang (VOC) kemudian beralih kepada pemerintahan Hindia Belanda,
Jayakarta, lalu menjadi Ibukota Jakarta kini (Surjomiharjo, 2000). Kota Tua Jakarta bila ditilik dari gaya
arsitektural bangunan kolonial, memiliki gaya atau langgam yang mewakili zaman, seperti, Netherland
stijl hingga Indisch stijl. Beberapa keunikan tersebut menjadikan Kota Tua Jakarta terdaftar
sebagai tentative list World Heritage UNESCO. Pada masa lalu kawasan Kota Tua Jakarta juga
sebagai melting pot dari berbagai budaya di dunia.

Lebih jauh Mundarjito (2005) menyatakan bahwa dalam hal urusan pemeringkatan cagar
budaya; ada cagar budaya peringkat dunia, nasional, regional, dan lokal. Kota Tua Jakarta hingga saat
ini masih belum terdaftar sebagai Cagar Budaya tingkat nasional. Oleh karena itu, strategi pelestarian
(konservasi) tidak hanya dapat dilakukan melalui penelitian sebatas penyelamatan cagar budaya saja,
tetapi juga bersifat integratif dan partisipatif (Mundardjito, 1995). Integratif; berarti melibatkan berbagai
disiplin ilmu seperti ilmu lingkungan, sosial, arsitektur, arkeologi, kebijakan publik, dan ekonomi dan
partisipatif; berarti mengajak semua pihak (stakeholders), khususnya di kawasan Kota Tua Jakarta.

33
Berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 36 Tahun 2014 Tentang Rencana
Induk Kawasan Kota Tua (dengan luas total dalam dan luar tembok kota yang ditetapkan ±355 ha)
dalam pasal (13) bahwa rencana pengembangan kawasan Kota Tua diwujudkan melalui penataan pada
komponen pembentuk karakter historis, estetika, sosial dan budaya ruang kota yang meliputi: struktur
jalan, tata guna lahan dan fungsi bangunan, tata bangunan, ruang terbuka dan lansekap, distribusi
intensitas lahan, wajah jalan dan elemen khusus kota. Perencanaan kawasan Kotatua didukung dengan
penataan sistem umum pergerakan dan transportasi umum serta wisata, berikut sistem umum tata air
yang sejalan dan terpadu dengan Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta.

Pengembangan model revitalisasi kawasan Kota Tua yang berkelanjutan dan berwawasan
lingkungan (ekosistem) sangat diperlukan. Model revitalisasi dapat dikembangkan dengan
memfokuskan pada revitalisasi kawasan perbaikan fisik dan non fisik. Revitalisasi fisik difokuskan
pada konservasi kawasan (baik gedung, taman, pedestrian) yang menunjang keberlanjutan baik ekologi
dan ekonomi, maupun revitalisasi non fisik yang difokuskan pada aspek keberlanjutan sosial, seperti
kebijakan, kelembagaan, dan pemberdayaan komunitas.

Struktur kota pada kawasan Kota Tua secara umum terbentuk dengan aksis Utara-Selatan. Hal
ini terbentuk berdasarkan perkembangan kota sebagai kawasan perdagangan yang berbasis pelabuhan.
Ruang terbuka (open space) pada kawasan terbentuk dari Square (taman Fatahillah), Street (Jl Kali
Besar Barat, Jl Kali Besar Timur, Jl Kali Besar Timur 1, 2, 3, 4, 5, Jl Pintu Besar, Jl Pos Kota, dan Jl
Cengkeh),Waterfront (Kali Besar) dan Lost Space-ruang negatif (area dibawah jalan tol, rel kereta api,
serta ruang antar gedung lainnya). Secara umum ruang terbuka pada kawasan membentuk beberapa

34
simpul besar di antaranya: a) depan stasiun BEOS (Jakarta Kota) yang mampu berfungsi sebagai
gerbang kawasan Kota Tua dari selatan (keberadaan stasiun kereta api, stasiun Busway dan aksis jalur
utama kota); b) Taman Fatahillah, berupa plaza dengan pengembangan sebagai pusat kegiatan kawasan
serta c) Kali Besar, berupa koridor sungai (Baskara, 2012).

Ruang-ruang terbuka tersebut dapat mendukung upaya revitaliasi; yang salah satunya dengan
menciptakan keramaian publik. Strategi menciptakan keramaian publik (public crowd) adalah dengan
mendatangkan buyers. Public crowd di sekitar Taman Fatahillah maupun Kalibesar akan mengundang
investor bila sifatnya bisa permanen dan serempak. Industri kreatif menjadi pilihan pemanfaatan
bangunan-bangunan tua di kawasan inti Kota Tua (sekitar Museum Sejarah Jakarta). Kondisi eksisting
bangunan yang tidak berhubungan dengan industri kreatif tetap dipertahankan, namun lantai dasarnya
diubah fungsinya menyesuaikan dengan industri kreatif agar bisa diakses publik. Akan tetapi, kondisi
Kota Tua merupakan daerah perlintasan yang agaknya menjadi tantangan dalam hal penataan ruang,
karena kawasan ini adalah daerah perlintasan kendaraan (traffic through). Sekitar 70 persen kendaraan
yang datang ke Kota Tua ternyata hanya sekedar melintas (Kompas, 24 Desember 2004).

Kendala lain saat ini adalah ketiadaan “buyers siang hari” menjadi ketidak-tarikan investor
menanamkan modalnya di kawasan Taman Fatahillah dan Jalan Pintu Besar Utara. Namum investor
lebih melirik orang-orang yang butuh hiburan malam sebagai “buyers di malam hari”, maka tak heran
investor lebih suka membuka diskotik, panti pijat, dan sesuatu yang berbau “undercover”. Secara
valuasi ekonomi, Kota Tua Jakarta dapat dikatakan Net Present Value (NPV) siang hari lebih kecil jika

35
dibandingkan dengan Net Present Value (NPV) pada malam hari. Namun demikian, hal ini perlu dikaji
lebih detail tentang masalah valuasi ekonomi Kota Tua Jakarta ini.

Upaya-upaya revitalisasi Kota Tua Jakarta yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta sejak tahun 2006 lalu merupakan komitmen pelestarian cagar budaya. Pelestarian ini tidak di
artikan romantisme kolonial, tetapi sebagai trend ekonomi pemanfaatan Kota Tua sebagai sumber
pendapatan (devisa). Upaya revitalisasi Kota Tua Jakarta mendapatkan dukungan dari semua pihak baik
pemerintah, swasta, LSM, dan masyarakat luas yang bersinergi dan menghasilkan satu masterplan yang
tertuang dalam Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 36 Tahun 2014 tentang Rencana Induk
Kawasan Kota Tua Jakarta. Penataan dan pengembangan Kotatua harus dibentuk satu lembaga (Badan
Otorita atau Badan Otonom) tersendiri yang dapat menangani koordinasi antar unit dalam
pembangunannya, dan menjembatani serta memfasilitasi para stakeholders.

Penataan saat ini dikoordinasi oleh Unit Pengelola Kawasan (UPK Kota Tua) Dinas Pariwisata
dan Kebudayaan DKI Jakarta Provinsi DKI Jakarta. Kegiatan unit ini masih semata-mata hanya
mengelola penataan-penataan di lokasi kawasan Kota Tua dengan melibatkan partisipasi masyarakat
yang sifatnya koordinatif. Kerjasama juga dilakukan dengan museum-museum setempat (Museum
Sejarah Jakarta, Museum Bank Indonesia, Museum Bank Mandiri, Museum Wayang, dan Museum

36
Bahari). Diperlukan supporting dari pemerintah pusat (Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif),
swasta serta lembaga-lembaga internasional (Tambunan, 2010). Kedepan, acara-acara di sekitar Taman
Fatahillah dan Kalibesar yang masih dibiayai APBD Pemprov DKI, agar kegiatan-kegiatan event
attraction dan site attraction tersebut bisa dilakukan dari partisipasi masyarakat.

3.4 Aspek Ekonomi Kota Tua


Kawasan Kota Tua Jakarta pada masa lalu merupakan pusat kegiatan ekonomi dimana
aktivitas perdagangan antar negara, antar pulau dilakukan melalui Pelabuhan Sunda Kelapa yang
terletak di kawasan ini. Seiring dengan berkembangnya kegiatan ekonomi di kawasan ini, maka
tumbuh pula kegiatan-kegiatan jasa dan pelayanan yang terkait dengan perdagangan, seperti:
pergudangan, perusahaan ekspedisi dan perkantoran. Kegiatan perdagangan di kawasan ini
melibatkan para saudagar dan pedagang yang berasal dari berbagai bangsa, yaitu: Cina, India, Arab
dan Eropa dengan berbagai kultur yang berbeda. Meskipun tidak seramai dahulu, kegiatan-
kegiatan perdagangan dan perekonomian lainnya, masih tetap berjalan di kawasan ini Gambar 15.
Kegiatan ekonomi yang ada merupakan bagian dari sejarah dan perkembangan Kawasan Kota Tua
dan memiliki karakter khusus sebagai ciri dari kawasan ini. Kegiatan ekonomi tersebut terdapat di
kawasan Pecinan yaitu Pancoran, Glodok dan Pintu Kecil. Selain itu kegiatan ekonomi terdapat di
kawasan Pasar Ikan. Gambar 15. Beragam Kegiatan Ekonomi di Kawasan Kota Tua Sumber:
PRCUD, 2007 Di antara kawasan Pecinan dan kawasan Pasar Ikan juga berkembang berbagai
kegiatan ekonomi yang menunjang perdagangan dan lain-lain. Kawasan ini secara fisik
dihubungkan dengan adanya Kali Besar dan dapat dikembangkan Perdagangan Pasar Pagi Toko
Obat Cina, Pancoran Makanan Ringan Kedai Kopi, Pancoran Tekstil Pintu Kecil Penjualan Ikan,
Pasar Ikan sebagai ’poros ekonomi’ pada kawasan Kota Tua. Kawasan penghubung tersebut dapat
dikembangkan fungsi-fungsi ekonomi baru untuk mengakomodasi dinamika perkembangan dan
kebutuhan masa dengan memperhatikan aspek pelestarian kawasan. Kegiatan ekonomi yang
menjadi ciri khas tersebut akan hilang jika tidak segera diselamatkan sebagai akibat tekanan
ekonomi dan tekanan kegiatan ekonomi baru.

37
Sebagaimana yang kita tau bahwa aspek ekonomi sangat berpengaruh pada kemajuan
keuangan negara. Teruntuk daerah-daerah yang memiliki nilai budaya sejarah tinggi juga
merupakan salah satu faktor terbesar dalam memajukan nilai ekonomi. Sebelum membahas
ekonomi, penulis ingin membahas tentang preservasi di kawasan pusat kota tua, dimana prevasi
kawasan merupakan salah satu upaya untuk mempertahankan warisan fisik budaya masa silam ang
bernilai sejarah dan estetis. Kegiatan ini sanat menonjol terlihat pada kawasan-kawasan pusat kota
tua. Pada masa kejayaannya kawasan tersebut erupakan kasawas yang direncakan, dirancang dan
ditata sedemikian rupa sebagai suatu tengeran, simpul utama atau focal pointkebanggan
masyarakat kota yang memberikan identitas karakter dan citra yang unik yang turut memperkaya
khasanah struktur visual kota. Kegiatan ini lah yang merupakan kekuatan penting dan
memperbaiki kepercayaan sosial masyarakat seperti nilai ekonomi dan masa depan lingkungan,
kawasan, pusat kota dan keseluruhan komunitas (Shirvani, 1985).
Kegiatan preservasi dipandang memiliki sejumlah manfaat besar tanpa mengeluarkan
banyak biaya terutama dalam hal pengadaan lahan. Bahkan jika dikelola dengan baik, kegiatan ini
dipandang dapat memberi kontribusi berupa PAD yang besar bagi kota. Hal ini terlihat di banyak
negara maju seperti Amerika Serikat dan Inggris. Di negara-negara tersebut adaptasi kawasan
preservasi dengan kebutuhan dan penggunaan yang baru dapat meningkatkan keuntungan ekonomi
kota karena dianggap sebagai komponen yang tak ternilai harganya dalam lanskap kota yang post-
modern (Relph, 1987).
Selain itu, ada pendekatan ‘place as commodity’ konvensional yang masih kuat
pengaruhnya dalam tujuan pengembangan dan kegiatan preservasi. Maksud dari pendekatan
tersebut, kawasan dengan segala komoditasnya harus mampu memberi nilai berdaya jual tinggi
dan gungsi kegiatan yang dapat merespon proses perkembangan sosiologi kota (Logan &

38
Molotoch,1987). Nilai ekonomi lahan sebagai faktor pengikat utama dalam membentuk fungsi-
fungsi kegiatan dalam kawasan dijadikan sebagai tolak ukur keberhasilan kegiatan preservasi,
khususnya di pusat kota tua.
Nilai lahan (land value) adalah suatu penilaian lahan yang didasarkan kepada kemampuan
produktivitas dan/atau sifat strategis ekonominya. Jadi nilai lahan sangat ditentukan oleh
kemampuan lahan di dalam pemanfaatannya. Nilai lahan perkotaan sangat ditentukan oleh
kemampuan strategis ekonomis dari lokasinya, dengan demikian pada lahan perkotaan terdapat
pengertian nilai lahan tidak langsung, artinya nilainya tidak ditentukan oleh manfaat inherent
(Yuhirahardjo, 2000).

3.5 Aspek Sosial Kota Tua


Dibalik tingginya gedung pencakar langit dan bising kendaraan, Jakarta menyimpan
sebuah memori dalam suatu wilayah yang jauh dari kesan modern bernama Kota Tua Jakarta. Kota
Tua Jakarta atau dikenal juga dengan sebutan Batavia Lama (Oud Batavia). Kota Tua Jakarta
mempunyai lebar 1,3 kilometer persegi dan melintasi wilayah Jakarta Utara dan Jakarta Barat
(Pinangsia, Taman Sari dan Roa Malaka). Wilayah ini dijuluki "Permata Asia" dan "Ratu dari
Timur" pada masa abad ke-16 oleh para pelayar Eropa karena lokasinya yang strategis dan sumber
daya melimpah dianggap sebagai pusat perdagangan benua Asia.
Bermula pada tahun 1526, Fatahillah, seorang komandan dari Kesultanan Demak dikirim
untuk menyerang pelabuhan Sunda Kelapa di kerajaan Hindu Pajajaran yang kemudian disebut
Jayakarta. Kota ini hanya seluas 15 hektare dan mempunyai tata kelola khas pelabuhan tradisional
Jawa. Kemudian pada tahun 1619, VOC menghancurkan Jayakarta di bawah komando Jan
Pieterszoon Coen. Satu tahun setelahnya, VOC membangun kota baru bernama Batavia untuk
menghormati Batavieren, yaitu leluhur bangsa Belanda. Kota ini terpusat di sekitar tepi timur
Sungai Ciliwung yang saat ini sudah menjadi Lapangan Fatahillah. Belanda memilih wilayah
tersebut karena saat itu merupakan pusat perdagangan yang memiliki posisi strategis serta akses
sumber daya alam yang mudah. Kota Batavia didesain dengan gaya Belanda Eropa lengkap dengan
benteng (Kasteel Batavia), dinding kota, dan kanal. Pembangunan berakhir dibangun tahun 1650.
Tak perlu waktu lama, Batavia menjadi pusat penting dari seluruh kepulauan Indonesia. Penduduk
Batavia dinamakan "Batavianen" kemudian dikenal sebagai Suku Betawi yang merupakan
keturunan dari berbagai etnis yang menghuni Batavia. Pada tahun 1942, selama pendudukan

39
Jepang, Batavia mengalami perubahan nama menjadi Jakarta yang kita kenal saat ini dan masih
berkedudukan sebagai Ibukota Indonesia hingga sekarang. Tahun 1972, Gubernur Jakarta, Ali
Sadikin, mengeluarkan dekrit untuk menjadikan Kota Tua sebagai situs warisan. Keputusan
Gubernur tersebut bertujuan untuk ditujukan melindungi sejarah dan arsitektur Kota Tua. Hingga
saat ini, Kota Tua Jakarta menjadi ikon sejarah dan wisata yang menarik banyak peminat. Tak
hanya wisata sejarah, Kota Tua Jakarta juga menawarkan berbagai restoran dan kafe sebagai
pelepas lapar dan dahaga ketika berkeliling.
Pembangunan suatu destinasi pariwisata dianggap penting, tetapi banyak contoh bahwa
pembangunan destinasi pariwisata yang terjadi lebih condong dilakukan untuk pemenuhan
kebutuhan wisatawan yang berkunjung, tanpa mempertimbangkan kepentingan masyarakat dan
pemangku kepentingan setempat lainnya. Perspektif yang lebih seimbang muncul dengan
banyaknya peneliti yang mengkaji dampak positif dan negatif pariwisata berdasarkan refleksi
sikap masyarakat setempat terhadap pembangunan pariwisata (Ap dan Crompton, 1998).
Mempelajari persepsi, pemikiran dan sikap masyarakat yang berada di sekitar destinasi pariwisata
menjadi penting. Sebagai kelompok yang merasakan langsung dampak pembangunan pariwisata,
persepsi dan sikap masyarakat berkaitan dengan dukungan yang diberikan untuk keberhasilan
pembangunan pariwisata selanjutnya. Ap (1992) dan Lankford (1994) menyatakan bahwa persepsi
dan sikap masyarakat terhadap dampak pariwisata menjadi pertimbangan penting dalam
perencanaan dan kebijakan agar pembangunan, pemasaran, keadaan operasional yang sedang
berjalan, termasuk proyek dan program-program pariwisata masa mendatang dapat berhasil.
Kawasan Kota Tua Jakarta juga memiliki nilai pluralisme. Berbagai etnis dan bangsa telah
ada sejak masa lalu dan melahirkan budaya campuran antara etnis Melayu, TiongKok, Arab dan
Eropa. Keragaman itu tampak dengan adanya berbagai bentuk bangunan tempat tinggal dengan
arsitektur langka. Bangunan rumah khas Betawi, TiongKok, Joglo Jawa, Portugis, gedung-gedung
kolonial Belanda bergaya abad pertengahan masa Baroque-Rococo hingga Art-Deco (pertengahan
abad ke-20), adalah aset sejarah dan budaya di Kawasan Kota Tua Jakarta.

Dukungan terhadap pembangunan suatu destinasi pariwisata dapat diukur dari persepsi
masyarakat dan pemangku kepentingan lain, yang mencerminkan adanya dukungan ataupun
penolakan terhadap pembangunan pariwisata di lingkungan dekat mereka bermukim dan
beraktivitas. Beberapa peneliti seperti : Ap. (1990), Jurowski, dkk. (1997), Purdue, dkk.(1990) dan

40
Kayat (2002), telah secara khusus melakukan kajian terkait persepsi masyarakat setempat terhadap
pariwisata dan pembangunannya, dengan menggunakan dasar teori Perubahan Sosial.
Teori Perubahan Sosial dianggap sebagai framework yang dipandang penting dengan pendekatan
sosiologi untuk melakukan kajian terhadap hubungan masyarakat dengan industri pariwisata.
Konsep ini membahas kepedulian masyarakat terhadap pemahaman terjadinya pertukaran sumber
daya di antara dua pihak. Di satu sisi, industri pariwisata menawarkan pertukaran terhadap nilai-
nilai yang dimiliki masyarakat dengan pemberian kompensasi adanya peningkatan kesejahteraan
terhadap masyarakat tersebut. Ada pertukaran manfaat terhadap penghargaan serta biaya yang
akan timbul antara para pihak (Ap, 1992).
Di sisi lain, masyarakat yang menganggap berkembangnya pariwisata di kawasan tempat
mereka tinggal menimbulkan berbagai masalah dan berdampak buruk terhadap masyarakat, akan
menolak atau menentang pembangunan pariwisata (Andriotis dan Vaughan, 2003b). Keberhasilan
pembangunan pariwisata dalam jangka panjang, tergantung pada sikap masyarakat setempat dan
pemangku kepentingan lainnya terhadap pariwisata dan wisatawan yang datang. Oleh karena itu
pembangunan pariwisata harus mempertimbangkan kebutuhan dan keinginan masyarakat
(Andriotis, 2005).

41
BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Metode Observasi


Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukaan melalui sesuatu pengamatan,
dengan disertai pencatatan-pencatatan terhadap keadaan atau prilaku objek sasaran.5 Menurut
Nana Sudjana observasi adalah pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala-gejala
yang diteliti.6 Teknik observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematis fenomena-
fenomena yang diselidiki. Dalam arti yang luas, observasi sebenarnya tidak hanya terbatas pada
pengamatan yang dilaksanakan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Sedangkan menurut Sutrisno Hadi metode observasi diartikan sebagai pengamatan,
pencatatan dnga sistematis fenomena-fenomena yang diselidiki.8 Pengamatan (observasi) adalah
metode pengumpulan data dimana penelitian atau kolaboratornya mencatat informasi sebagaimana
yang mereka saksikan selama penelitian.9 Dari pengertian di atas metode observasi dapat
dimaksudkan suatu cara pengambilan data melalui pengamatan langsung terhadap situasi atau
peristiwa yang ada dilapangan.

4.2 Metode Dokumentasi


Selain melalui wawancara dan observasi, informasi juga bisa diperoleh lewat fakta yang
tersimpan dalam bentuk surat, catatan harian, arsip foto, hasil rapat, cenderamata, jurnal kegiatan
dan sebagainya. Data berupa dokumen seperti ini bisa dipakai untuk menggali infromasi yang
terjadi di masa silam. Peneliti perlu memiliki kepekaan teoretik untuk memaknai semua dokumen
tersebut sehingga tidak sekadar barang yang tidak bermakna.
Dokumentasi berasal dari kata dokumen, yang berarti barang tertulis, metode dokumentasi
berarti tata cara pengumpulan data dengan mencatat data-data yang sudah ada. Metode
dokumentasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menelusuri data historis.
Dokumen tentang orang atau sekelompok orang, peristiwa, atau kejadian dalam situasi sosial yang
sangat berguna dalam penelitian kualitatif (yusuf, 2014).

42
BAB V

KONSEP DESAIN & REKOMENDASI KEBERLANJUTAN DESAIN OBJEK KASUS

5.1 Aspek Ekonomi


Konsep desain dan rekomendasi dalam aspek ekonomi keberlanjutan yang diberikan
hanyalah untuk kota tua jakarta di lingkungan museum fatahilah, tepatnya lapangan luas di depan
museum tersebut. Berbagai aktivitas dan fasilitas yang berada di kota jakarta diantara lain adalah
tenant-tenant dan penjual-penjual souvenir yang berada di sekitaran lapangan kota tua di bagian
museum fatahillah. Kegiatan ekonomi perdagangan di kawasan ini sangatlah tinggi.

Gambar 5.1.1 Kegiatan perekonomian dilingkungan kota tua jakarta.

Gambar 5.1.2 Lapangan Museum fatahaillah.


A. Menyediakan jasa sketsa

Kota tua identik sekali dengan aspek historisnya yang kental. Banyak sekali turis-turis yang ingin
mengabadikan momen saat berada di kota tua. Sekaligus untuk meningkatkan usaha jasa UMKM
lokal penyediakan jasa sketsa potrait atau landskap merupakan inovasi yang menarik untuk
diaplikasikan di daerah ini.

43
Gambar 5.1.3 Jasa Potrait

Fasislitas ini sudah tepat jika diaplikasikan di lapangan yang berada di depan Museum Fatahillah
yang sekaligus menjadi spot foto untuk pengunjung disana. Selain itu dengan adanya jasa ini dapat
meningkatkan pendapatan ekonomi yang terjadi di Kota Tua Jakarta.
B. Memberikan Space untuk menjual barang souvenir

Pedagang-pedagang yang berjualan di sekitaran kota tua sudah cukup banyak sehingga
menimbulkan padatnya tempat disana. Disini penulis merekomendasikan pembangunan tempat
khusus pedagang, baik berjualan souvenir, Makanan, baju, dan lain lain.
Tanpa merusak dan tetap menjaga kelestarian cagar budaya yang ada. Misal, membuat toko
dengan tetap menggunakan nuansa arsitaktur baroq klasik yang identik dengan kota tua.
Sebagaimana gambar dibawah ini.

Gambar 5.1.4 Jasa Potrait

44
Diharapkan pemerintah dapat menyediakan lahan khusus pedagang sehingga tidak
merambat kejalan-jalan dan menghalangi aktivitas turis yang sedang bertamasya. Agar tidak
terlihat berantakan. Alangkah baiknya dibangun bangunan khusus sebagai pusat oleh-oleh

Gambar 5.1.5 Contoh toko souvenir dengan nuansa klasik

C. Menyediakan spot berbayar

Karena Kota Tua memiliki nilai historis yang tinggi, tentu saja mengabadikan momen
merupakan hal yang wajib jika mengunjungi tempat ini, dengan nmenyediakan spot foto resmi
berbayar. Dengan disediakannya fasilitas berbayar dapat menambah pendapatan pedagang-
pedagang disana karena tersedianya spot foto yang dapat mambah daya tarik dari kota tua itu
sendiri.

Gambar 5.1.6 Contoh instalasi untuk photobooth berbayar.

45
Spot foto berbayar ini dapat dikombinasikan dengan konsep photobooth berbayar, dengan
hasil langsung jadi di tempat.

Gambar 5.1.7 3D photobooth.

Konsep 3D photobooth dapat diaplikasikan di spot foto berbayar ini.

5.2 Aspek Lingkungan


A. Jalur Pejalan Kaki Bawah Tanah
Ruang terbuka dapat berupa tempat-tempat di tengah kota, jalan-jalan, tempat-
tempat belanja (mall) dan taman-taman kecil. Simpulan yang bisa ditarik dari beberapa
pengertian ruang terbuka (openspace) adalah ruang yang terbentuk, berupa softscape dan
hardscape, dengan kepemilikan privat maupun publik untuk melakukan aktivitas bersama
(komunal) dalam konteks perkotaan. Secara garis besar tipologi ruang terbuka adalah park
(taman), square (lapangan), water front (area yang berbatasan air), street (jalan) dan lost
space. Selanjutnya dalam konteks Jakarta Kota Tua, ruang terbuka yang dibahas lebih
lanjut adalah ruang publik (umum). Ruang publik merupakan suatu lokasi yang didesain
(walau hanya minimal) dimana siapa saja mempunyai hak untuk dapat mengaksesnya,
interaksi diantara individu didalamnya tidak terencana dan tanpa kecuali dan tingkah laku
para pelaku didalamnya merupakan subyek tidak lain dari norma sosial kemasyarakatan.
Sebuah ruang publik/ruang terbuka dapat dikatakan dapat berfungsi secara optimal ketika
bisa memenuhi aspek/kaidah seperti etika (kesusilaan), fungsional (kebenaran) dan
estetika/keindahan (Jokomono, 2004).
Secara umum ruang terbuka pada kawasan membentuk beberapa simpul besar
diantaranya, B) depan stasiun Beos (Jakarta Kota) yang juga mampu berfungsi sebagai

46
gerbang kawasan Kota Tua dari selatan (keberadaan stasiun kereta api, stasiun Busway dan
aksis jalur utama kota) ; A) Taman Fatahillah, berupa plaza dengan pengembangan sebagai
pusat kegiatan kawasan serta C) Kali Besar, berupa koridor sungai. Upaya revitalisasi
sudah mulai dilakukan dengan visi “Terciptanya kawasan bersejarah Kota Tua Jakarta
sebagai daerah tujuan wisata budaya yang mengangkat nilai pelestarian dan memiliki
manfaat ekonomi yang tinggi”.
Kendala utama ruang terbuka pada kawasan ini adalah tidak menyatunya tipologi
ruang terbuka dalam satu kesatuan yang kontinyu. Terdapat beberapa penggalan/pemisah
yang terbentuk dari lintasan jalur lalulintas yang padat. Menurut Trancik (1986),
terputusnya keterhubungan pedestrian antar destinasi penting membuat terganggunya
frekuensi pejalan kaki yang tidak menyatu. Dalam upaya pengembangan, langkah pertama
yang penting dilakukan adalah mengidentifikasi pemisah dalam kontinuitas ruang dan
selanjutnya diisi dengan bangunan yang membentuk keterhubungan dan kemungkinan
ruang terbuka yang terhubung dimana hal ini akan mendorong terjadinya investasi.
Area Terbuka Pada Kawasan Kota Tua ini memiliki keunikan dan ketertarikan nya
sendiri, bangunan dan gedung pada kawasan kuta tua jakarta umumnya masih
mempertahankan bangunan tua meskipun sudah alih fungsi menjadi bank, museum, hotel,
dan lain-lain. dalam kata lain lingkungannya masih terkesan "tua". bangunan di kota tua
ini terdapat banyak macam serta memiliki sejarahnya masing-masing. namun pengunjung
kawasan kota tua pada umumnya hanya menikmati kesan tua nya namun tidak tau sejarah
pada masing-masing bangunan karena minim nya informasi yang ada pada lokasi.

Gambar 5.2.1 Area terbuka pada Kawasan kota tua jakarta

47
Gambar 5.2.2 Area pada Kota Tua Jakarta
• Konsep Desain
Terpisah nya ruang publik A dan B dikarena arus lalu lintas yang terbatas, sehingga
membuat pejalan kaki tidak nyaman dan terbatas, permasalahan ini dapat diselesaikan
dengan membuat jalur pejalan kaki bawah tanah dari stasiun kota jakarta menuju taman
fatahillah. namun, supaya tidak menghilangkan pengalaman pengunjung untuk menikmati
keindahan bangunan tua, pada sepanjang jalur pejalan kaki dapat diberi papan informasi
mengenai bangunan yang akan dilihat dikawasan kota tua jakarta. pejalan kaki tidak hanya
mendapatkan fasilitas yang nyaman untuk menyebrang namun, juga akan mendapatkan
informasi mengenai bangunan yang akan dikunjungi.

Gambar 5.2.3 Jalur pejalan kaki bawah tanah dengan papan informasi edukasi
"brief kota tua jakarta”
B. Penataan Tempat Parkir
Saat ini, pada masa pandemi area jalan akses menuju kota tua terbatas, terdapat
jalan yang ditutup serta area parkir pada kawasan kota tua yang terbatas, tidak sebanyak
pada kondisi normal dahulu. Area parkir mobil yang dekat terletak di dalam kawasan kota
tua serta diluar kawasan kota tua.

48
Gambar 5.2.4 Area Parkir Kota Tua Jakarta
• Konsep Desain
Untuk penataan tempat parkir dapat dilakukan pembebasan lahan di sekitar kali
besar karena pengunjung bisa langsung menikmati keindahan bangunan tua secara
langsung ketika turun dari mobil dan tidak perlu berjalan jauh

Gambar 5.2.5 Lokasi penempatan lahan parkir

C. Bench untuk penyandang disabilitas

Penambahan fasilitas bench pada area lapangan Kota Tua Jakarta adalah guna membantu
pengunjung dengan disabilitas yang menggunakan kursi roda. Fasilitas ini perlu agar
merapihkan area komunal pada kota tua Jakarta. Agar pengguna kursi roda dapat tertata
duduknya/ tidak berantakan.

49
• Penempatan Bench

Gambar 5.2.6 Lokasi penempatan bench


• Desain Bench

Gambar 5.2.7 Desain bench


Bench dilengkapi dengan fasilitas untuk penyandang disabilitas dengan kursi roda dan guiding
blocks yang mengarahkan orang ke bench tersebut. Dengan adanya fasilitas ini harapannya bisa
membantu para penyandang disabilitas.
D. Guiding Block

Guiding Block merupakan jalur khusus yang didesain untuk difabel pada trotoar. Di
Indonesia tanda tersebut berwarna kuning / berwarna kontras, guiding block di pasang di
trotoar yang lurus dengan kontur ubin garis empat untuk jalan dan kontur dengan bulatan-
bulatan kecil pada ubin sebagai penanda stop / warning karena adanya jalur masuknya mobil
ke gedung seperti pusat perbelanjaan atau kantor, dll.
Jalur khusus penyandang difabel ini merupakan standar internasional untuk membantu para
penderita difabel saat berjalan di trotoar. Fasilitas ini di harapkan tidak di ganggu dan di block
oleh elemen apapun yang menutupi jalur ini. Acuan penulis untuk persyaratan aksesibilitas
jalur pemandu berdasarkan Permen PU Nomor 30 Tahun 2006 adalah:
• Tekstur ubin pengarah bermotif garis - garis menunjukkan arah perjalanan

50
• Tekstur ubin peringatan. (bulat) memberi peringatan terhadap adanya perubahan
situasi di sekitarnya/warning.
• Daerah-daerah yang harus menggunakan ubin tekstur pemandu (guiding blocks)
yaitu: depan jalur lalu-lintas kendaraan, di depan pintu masuk/keluar dari dan ke
tangga atau fasilitas persilangan dengan perbedaan ketinggian lantai, di pintu
masuk/keluar pada terminal transportasi umum atau area penumpang, pada
pedestrian yang menghubungkan antara jalan dan bangunan; dan pada pemandu
arah dari fasilitas umum ke stasiun transportasi umum terdekat.
• Pemasangan ubin tekstur untuk jalur pemandu pada pedestrian yang telah ada perlu
memperhatikan tekstur dari ubin eksisting, sedemikian sehingga tidak terjadi
kebingungan dalam membedakan tekstur ubin pengarah dan tekstur ubin
peringatan.
• Untuk memberikan perbedaan warna antara ubin pemandu dengan ubin lainnya,
maka pada ubin pemandu dapat diberi warna kuning atau jingga.

Gambar 5.2.8 Indikator guiding block

5.3 Aspek Sosial


Kawasan Kota Tua Jakarta merupakan pusat wisata sejarah yang ada di Kota
Jakarta. Kawasan Kota Tua Jakarta mempunyai nilai sejarah yang tinggi. Nilai sejarah yang
tinggi terbentuk dari perkembangan pembangunan kota ini. Hal ini membuat Kawasan
Kota Tua Jakarta ditetapkan sebagai salah satu Kota Pusaka di Indonesia dan sudah
didaftarkan sebagai World Heritage. Kawasan ini memiliki banyak elemen bernilai sejarah
yang harus dijaga kelestariannya. Persepsi dan partisipasi masyarakat setempat sangat
dibutuhkan untuk mewujudkan program Kota Pusaka.

51
A. Konsep Desain

Pada Kota Tua Jakarta diperlukan fasilitas yang memadai sehingga kegiatan
bersosialisasi berjalan dengan lancar. Kursi merupakan salah satu fasilitas yang cukup
krusial dalam bersosialisasi. Posisi tubuh manusia yang santai dan rileks dapat membuat
aktivitas sosial menjadi lebih baik. Stand kursi lipat ini didesain dengan tujuan memenuhi
kebutuhan pengunjung dalam mendukung hal tersebut. Selain untuk memenuhi kebutuhan
sosial, kursi ini juga dapat menjadi pendukung bila ada acara atau event – event yang
diadakan di sekitar Kota Tua.
Kursi lipat adalah salah satu furnitur multifungsi sehingga cukup fleksibel dalam
penggunaanya. Hal ini membolehkan para pengunjung untuk menggunakan kursi tersebut
sesuai dengan kebutuhan mereka. Saat kursi tidak sedang dibutuhkan, kursi dapat dilipat
dan diletakkan atau digantung pada stand yang tersedia sehingga tidak memakan tepat. Hal
ini tentu sangat berguna dalam kefisienan penggunaan area kosong yang tersedia di Kota
Tua.

Gambar 5.2.9 Lokasi kursi lipat


Stand Kursi Lipat ini tersedia di beberapa titik di area pinggir Taman Fatahillah
yang merupakan area yang seringkali digunakan sebagai tempat bersantai dan
bercengkrama sambil menikmati pemandangan serta aneka macam dagangan yang tersebar
di pinggir Taman Fatahillah. Terdapat masing - masing 7 stand di sisi Timur dan sisi Barat

52
Taman Fatahillah. Satu stand kursi sendiri dapat menampung kurang lebih 50 hingga 60
kursi lipat.

Gambar 5.2.10 Desain kursi lipat


Kursi lipat ini didesain dengan konsep menyerupai bentuk – bentuk dan pola yang
terdapat pada arsitektur bangunan – bangunan tua yang terdapat pada Kota Tua sehingga
tetap mencerminkan ciri khas dari Kota Tua Jakarta. Kursi pada posisi dilipat memiliki
dimensi tinggi 110 cm dan lebar 45 cm. Lalu pada bentuk kursi memiliki dimensi tinggi
dudukan 40 cm dan tinggi sandaran 50 cm. Material yang digunakan adalah kayu jati
belanda yang cukup ringan dengan finishing tahan panas dan air. Stand Kursi Lipat juga
didesain mengikuti pola bangunan tua dan berwarna hijau layaknya tua layaknya palang –
palang yang khas akan suasana tempo dulunya. Stand ini memiliki tinggi kurang lebih 180
cm sehingga mudah untuk digapai.

5.4 Aspek Budaya


A. Konsep Desain
Pada area museum, aspek budaya yang kurang memadai adalah pemberian
informasi pada lobby maupun pembatas pada setiap koleksi yang ada. Sehingga, perlu
adanya pemberian infromasi atau peta lokasi khususnya pada lobby museum agar
pengunjung tidak merasa bingung. Pemberian lines atau batasan pada setiap koleksi juga
dipentingkan karena setiap koleksi ataupun karya memiliki nilai sejarhnya sendiri.

53
Pemberian informasi yang informartif, naratif, dan menarik dengan mempertimbangkan
nilai estetik pada setiap koleksi juga sama pentingnya, karena dengan adanya informasi
tersebut, pengunjung dapat mengetahui dan ikut merasakan cerita yang terdapat di karya
tersebut.
Sedangkan, pada area Kota Tua Jakarta sendiri diperlukan fasilitas seni yang
diadakan secara rutin sehingga nilai kebudayaan masih dapat dirasakan oleh pengunjung
dan menambah nilai ketertarikan sendiri.

Gambar 5.2.11 Area festival


Penyelenggaraan Festival Seni ini dapat diadakan di area sekitar Museum
Fatahillah pada gambar di atas yang telah diberi warna merah. Festival seni ini dapat berupa
pertunjukkan lenong, ondel – ondel, tanjidor, tari lenggong nyari, dan festival makanan
khas betawi. Pengadaan festival budaya secara rutin tidak hanya bermanfaat bagi
pelestarian budaya lokal, namun juga berdampak pada aspek - aspek yang lain, seperti yang
telah dikemukakan oleh Maryono (1982) bahwa aspek budaya juga meliputi aspek agama,
sosial, politik, ilmu pengetahuan dan teknologi, ekonomi, dan estetika.

54
DAFTAR PUSTAKA
• Solikin M. Juhro (2016), Pertumbuhan Ekonomi Berkelanjutan: Tantangan dan Strategi
Kebijakan.
• Debby Novita Sari1,(2015), Perancangan Buku Wisata Budaya Kota Tua Jakarta.
• A Rahman (2015), Revitalisasi Kawasan Kota Tua Jakarta Sebagai Upaya Mengambalikan
Identitas Kota.
• W Prakosa (2011). Kota Jakarta Sebagai Cikal Bakal Kota Jakarta.
• Sugihartoyo (2010). Strategi Pengembangan Wisata Kota Tua Sebagai Salah Satu Upaya
Pelestarian Urban Heritage.
• Kezia, Aprillia (2018) Evaluasi Pemasangan Guiding Block Jalur Khusus Penyandang
Difabel Pada Trotoar Di Beberapa Ruas Jalan Kota Yogyakarta.
• Arief Rahman (2015) Revitalisasi Kawasan Kota Tua Jakarta Sebagai Upaya
Mengembalikan Identitas Kota, Universitas Gunadarma
• https://ejurnal.esaunggul.ac.id/index.php/planesa/article/view/516
• http://medha.lecture.ub.ac.id/2012/02/kajian-ruang-terbuka-kawasan-pelestarian-kota-
tua-jakarta/
• https://hot.liputan6.com/read/4665286/sosial-adalah-hal-yang-berkaitan-dengan-
masyarakat-kenali-jenis-dan-bentuk-interaksinya
• https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20160402145212-269-121184/kota-tua-
sebagai-sebuah-ruang

55

Anda mungkin juga menyukai