Anda di halaman 1dari 8

BAB VI – TOKSIKAN DI TEMPAT KERJA (LANJUTAN)

MODUL PERKULIAHAN

PRAKTEK K-3
KESELAMATAN DAN KESEHATAN
KERJA

BAB VI :
TOKSIKAN DI TEMPAT KERJA (LANJUTAN)

Fakultas Program Tatap Kode MK Disusun Oleh


Studi Muka
TEKNIK TEKNIK 20720005 HERU SANTOSO, IR. MM
MESIN 10
Abstract Kompetensi
1. Hakikat, pengertian, maksud dan Mahasiswa memahami hakikat peng
tujuan mengedepankan aspek etahuan, sikap dan perilaku yang
safety dilingkungan pekerjaan. diharapkan dalam pembelajaran pen
2. Perlu diambil langkah2 didikan Kesehatan dan Keselamatan
pengamanan terhadap timbulnya Kerja sehingga selalu bersikap
kecelakaan kerja mengedepankan aspek safety
3. (sesuai RPS) dalam kehidupan sehari-hari.
(sesuai RPS)

‘20 Praktek Keselamatan dan Kesehatan Biro Akademik dan Pembelajaran


1 Kerja
Semester Ganjil th 20202021
BAB VI – TOKSIKAN DI TEMPAT KERJA (LANJUTAN)

BAB 6 TOKSIKAN DI TEMPAT KERJA (2)


(1)
6.1 Toksikokinetik

Toksikokinetik adalah ilmu yang mempelajari kinetika suatu zat toksi yang mempelajari
pengaruh tubuh terhadap zat toksik. Kinetika zat toksi merupakan faktor yang penting terjadinya
interaksi antara xenobiotik dengan sel targetnya. Toksikokinetik akan mempelajari tantang
bagaimana suatu zat xenobiotik masuk ke dalam tubuh dan apa yang akan terjadi terhadap zat
tersebut dalam tubuh. Ada empat proses yang terlibat dalam toksikokinetik, yaitu absorpsi,
distribusi, metabolisme atau biotransformasi dan ekskersi zat.

Absorpsi. Absorpsi adalah proses masuknya xenobiotik kedalam tubuh atau tepatnya
ke sirkulasi sistemik. Tempat absorpsi dapat terjadi di mukosa saluran penceranaan,
pernapasan atau mukosa kulit. Untuk dapat menimbulkan efek toksik sistemik, zat harus dapat
menembus sel tempat absorpsi dan masuk ke sirkulasi sistemik atau sirkulasi darah. Tetapi
untuk dapat menimbulkan efek toksik lokal (iritasi atau merusak jaringan) suatu zat tidak perlu
diabsorpsi terlebih dahulu. Beberapa faktor yang berpengaruh pada jumlah dan kecepatan
suatu zat untuk dapat diabsorbsi adalah a) Rute pemberian atau jalur paparan, b) Konsentrasi
dan lamanya kontak dengan tempat absorbsi dan c) Sifat fisik dan sifat kimia.
Rute pemberian atau jalur paparan. Rute masuknya xenobiotyik ke dalam tubuh dapat
melalui saluran pernafasan, pencernaa, kulit atau rute lain seperti injeksi, inflantasi dan instilasi
pada mata. Sduatu xenobiotik diurutkan berdasarkan rute paparan, karena rute mempengaruhi
absorpsi. Suatu zat mungkin masuk dalam kategori relatif tidak toksik melalui paparan tertentu,
tetapi masuk dalam kategori yang sanat toksik bila masuk dalam jalur paparan yang lain.
Konsentrasi dan lamanya kontak dengan tempat absorpsi. Kebanyakan zat xenobiotik
menembus membran melalui mekanisme difusi pasif. Oleh karena itu, kecepatan absorpsi
sangat dipengaruhi oleh perbedaan konsentrasi, luas permukaan tempat absorpsi, dan lamanya
kontak dengan tempat absorpsi. Sebaliknya, semakin kecil perbedaan konsentrasi, semakin
sempit tempat absorpsi dan semakin singkat kontak dengan tempat absorpsi maka jumlah dan
kecepatan zat yang menembus membran akan relatif sedikit.
Sifat fisik dan sifat kimia. Timbulnya efek toksik karena suatu xenobiotik diawali dengan
masuknya zat tersebut ke dalam tubuh. Untuk masuk ke dalam tubuh atau meninggalkan tubuh
atau pindah sel/jaringan, xenobiotik harus dapat menembus membran. Membran sel adalah
barier yanghebat dan merupakan alat pertahanan utama dalam mencegah masuknya zat asing
ke dalam tubuh. Dalam keadaan normal, sel-sel penyusunan jaringan seperti pada kulit atau
‘20 Praktek Keselamatan dan Kesehatan Biro Akademik dan Pembelajaran
2 Kerja
Semester Ganjil th 20202021
BAB VI – TOKSIKAN DI TEMPAT KERJA (LANJUTAN)
membarn mukosa paru atau membran intestinal adalah begitu kompak atau rapat yang
menyebabkan berbbagai zat tidak dapat menembusnya.
Membran sel atau sering disebut membran plasma adalah suatu selaput yag
mengelilingi sel dengan struktur dasar dan penyusun yang relatif sama, yaitu lipid bi layer atau
phospholipid bi layer. Masing-masing fosfolipid mengandung fosfat sebagai kepala yang bersifat
polar dan ekornya meruoakan asam lemak yang bersifat non polar. Karena sifat membran sel
yang demikian itu akan menyebabkan zat tertentu mudah menembusnya dan zat-zat lain sukar
menembus atau bahkan tidakdapat sama sekali. Xenobiotik umumnya menembus membran
melalui difusi pasif. Cara lain adalah tranpor terfasilitasi, transport aktif dan endositosis
(fagositosis atau pinositosis). Sifat-sifat dari zat yang mudah menembus membran melalui difusi
pasif adalah relatif larut dalam lemak, ukuran partikelnya kecil, dan relatif tidak terionisasi

Distribusi. Distribusi adalah suatu peristiwa saat xenobiotik yang terabsorpsi berpindah
dari tempat ke bagian lain tubuh. Ketika xenobiotik diabsorpsi, mereka menembus lapisan sel
tempat absorpsi (kulit, paru atau pencernaan), lalu masuk pada cairan interstisiel (antar sel atau
sekitar sel) dari suatu organ. Xenobiotik bergerak meninggalkan cairan intersisiel dengan cara
masuk ke dalam sel, masuk ke pembuluh darah kapiler dan sirkulasi darah, atau masuk ke
sistem limfatik. Jika xenobiotik masuk ke dalam pembuluh darah, ia akan beredar ke seluruh
tubuh dalam bentuk bebas atau dalam bentuk terikat oleh protein plasma. Jika dalam
peredarannya bertemu jaringan yang mempunyai afinitas yang tinggi, bentuk bebas dari
xenobiotik akan berpindah ke tempat tersebut atau terdistribusi.
Untuk dapat sampai pada jaringan atau tempat tertentu, xenobiotik harus dapat sampai
pada jaringan atau tempat tertentu, xenobiotik haris dapat menembus beberapa membran
sebagaimana telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya.

Metabolisme/Biotransformasi. Biotrans formasi atau metabolisme didefinisikan


sebagai perubahan xenobiotik yang dikatalisis oleh suatu enzim tertentu dalam sel hidup.
Metabolisme umumnya berlangsung di hepar karena di hepar banyak terdapat enzim-enzim
pemetabolisme. Tujuan biotransformasi adalah membuat senyawa xenobiotik (induk) menjadi
lebih polar sehingga lebih mudah dieksresikan dan menjadi kurangtoksik atau kuranfg aktif.
Oleh karena itu, proses biotransformasi sering pula disebut biodetoksifikasi. Namun, ada
senyawa tertentu yang setelah mengalami biotransformasi menjadi lebih aktif atau toksik
sehingga peristiwanya disebut sebagai bioaktivasi. Dengan demikian, perlambatan atau
percepatan pada proses metabolisme suatu zat akan meningkatkan atau menurunkan sifat
toksiknya.

Ekskresi. Eksresi zat merupakan faktor penentu dari toksisitasnya. Jika xenobiotik atau

‘20 Praktek Keselamatan dan Kesehatan Biro Akademik dan Pembelajaran


3 Kerja
Semester Ganjil th 20202021
BAB VI – TOKSIKAN DI TEMPAT KERJA (LANJUTAN)
metabolitnya dengan cepat diekskresi dari tubuh, xenobiotik tersebut relatif tidak toksik. Hal ini
terjadi karena bagi zat yang mudah diekskresikan akan suli mencapai kadar efek toksik minimal
dan kemungkinan terjadi akumulasi lebih kecil. Padahal penentu ketoksikan adalah sampainya
suatu zat di sel sasaran dengan kadar mencapai kadar efek toksik minimal. Oleh karena itu
strategi dalam mengurangi toksisitas suatu zat dilakukan dengan penghambatan absorpsi dan
percepatan ekskresi.

6.2 Efek Toksik Suatu Zat

Efek toksik yang ditimbulkan oleh suatu zat akibatnya sangat bevariasi, tergantung dari
zat, target organ, mekanisme aksi dan reaksi dosis. Semua efek toksik yang terjadi dimulai
adanya interaksi biokimiawi antara zat toksik dengan metabolit aktifnya dengan bagian tertentu
dari mahkluk hidup atau reseptornya.
Bagian tertentu itu seperti enzim, protein, lemak, asam nukleat, organela sel, membran
sel atau bahkan berupa jaringan. Interaksi bikimiawi dapat bersifat non spesifik seperti zat-zat
korosif yang dapat meruksak kulit atau jaringan ketika terjadi kontak. Tetapi toksisitas lebih
sering terjadi melalui interaksi zat toksik dengan struktur spesifik atau dengan reseptornya. Jika
efek toksik terjadi ketika kontak pertama kali dengan bagian tubuh, disebut efek toksik lokal,
tetapi jika diawali dengan absorpsi pada tempat kontak dan masuk sirkulasi sistemik lalu
terdistribusi ke tempat kerja/ sasaran lalu timbul efek, maka disebut efek sistemik. Efek toksik
dapat diklasifikasikan berdasarkan target dan organ, waktu dan tempat terjadinya dan skala
waktu timbulnya efek toksik atau lamanya paparan.

Tabel 6.1 Efek Toksik Berdasarkan Waktu dan Tempat

Paparan Tempat Efek Penyebab


Akut Lokal Iritasi kulit Metilamin
Cedera paru Hidrogenm klorida Sistemik Cedera ginjal
Fenasetin
Hemolisis Arsen Campuran Methemoglobin
Nitrogen oksida
Berulang Lokal Sensitisasi kulit Etik diamin
jangka Sensitisasi paru Toluene
pendek Sistemik Neurotoksik Akrilamid,arsenic
Iritasi saluran Piridin
Campuran Pernafasan dan
neurobehaviour
Kronik Lokal Bronchitis Sulfur dioksida
Karsinoma Nitrogen mustard
laring
Sistemik Leukimia Benzena angiosarkoma Vinill klorida
Empisema dan
cidera ginjal
Campuran Pneumositis dan Cadmium,amangan
neurotoksik
Sumber: Priyanto. 2009. Toksikologi Mekanisme,Terapi Anitidotum, Penilaian Risiko
‘20 Praktek Keselamatan dan Kesehatan Biro Akademik dan Pembelajaran
4 Kerja
Semester Ganjil th 20202021
BAB VII – TOKSIKAN DI TEMPAT KERJA

Tabel 6.2 Efek Toksik Berdasarkan Skala Waktu dan Lama Paparan

Skala waktu Efek Penyebab Persisten (tetap) Luka testikuler


Dibromokloropropan
Jaringan parut Zat korosif
pada kulit dan
mata
Mesothelia plural Asbestos
Transien (temporer)/ Narkosis Pelarut organik
sesaat Iritasi sensorik Asetaldehide
Kumulatif (paparan Metaplasia Zat iritan (misalnya
berikutnya akan squamous formaldehide)
meningkatkan Fibrosis hati Etanol
toksisitas dari paparan
sebelumnya)
Laten (onzet yang Udem paru Fosgen
lambat, toksisitas Neuropati perifer Organofosfat (anti
terjadi tetapi gejala ChE)
tidak terlihat setelah Fibrosis paru Paraquat
paparan
Sumber: Priyanto. 2009. Toksikologi Mekanisme,Terapi Anitidotum, Penilaian Risiko

‘20 Praktek Keselamatan dan Kesehatan Biro Akademik dan Pembelajaran


5 Kerja
Semester Ganjil th 20202021
BAB VII – TOKSIKAN DI TEMPAT KERJA

Efek toksik suatu zat tergantung pada banyak faktor diantaranya adalah sifat
fisiko kimia zat, biotransformasi, kondisi paparan dan daya tahan tubuh. Daya tahan
tubuh meliputi induksi enzim, mekanisme perbaikan DNA, dan fagositosis. Faktor-
faktor tersebut jika mengalami gangguan atau melemah akan menyebabkan
timbulmya gangguan morfologu ataupun biokimiawi. Gangguan morfologi atau
biokimiawai dapat menyebabkan inflamasi, nekrosis, penghambatam enzim,
biochemical uncoupling, sintesis yang mematikan, peroksidasi lipid, terbentuknya
ikatan kovalen, neoplasma dan toksisitas reproduksi.
Inflamasi. Biasanya merupakan reaski lokal terhadap zat kimia iritan ataupun
karenaefek sistemik dari zat yang menyebabkan cidera jaringan. Ciri-ciri inflamasi
ditandai dengan rasa gatal/panas, kemerah- merahan, sakit atau udem atau
hilangnya fungsi dari baian yang mengalami inflamasi.
Nekrosis. Kematian jaringan atau sel merupakan akibat dari bermacam-
macam proses patologi yang diinduksi oleh zat kimia. Nekrosis dapat terjadi karena
korosi, hipoksia, kerusakan membran, adanya antimetabolit, penghambatan sintesis
protein dan kerusakan kromosom.
Penghambatan enzim. Hambatan enzim oleh suatu zat kimia mungkin dapat
menghambat jalur metabolisme vital yang dapat menhambat jalur metabolisme vital
yang dapat menyebabkan gangguan fungsional. Toksisitas dapat terjadi karena
penumpukan suatu zat, atau kurangnya satu zat atau fungsi zat yang hilang.
Sebagai contoh insektisida yang mengikat enzim asetikolinesterase menyebabkan
bertumpuknya Ach pada sinap dan neuromuscular junction menyebabkan efek
kolinergik yang berlebihan.
Biochemical uncoupling. Adanya suatu zat yang mempengaruhi sintesis
molekul ATP tanpa mempengaruhi tranport eletron (normal) dapat menyebabkan
liberasi energi sehingga menghasilkan panas. Biochemical coupling menyebabkn
konsumsi oksigen mnngkat dan hipertermia.
Sintesis mematikan. Sintesis yang menyebabkan kematuan dapat terjadi
ketika suatu zat yang mempunyai struktur yang mirip dengan zat endogen (substrat
biologi normal) bergabung pada jalur metabolisme dan menghasilkan metabolit
toksik atau menghambat pembentukan suatu zat essensial bagi orgnaisme.
Peroksidasi lipid. Peroksidasi membran sel oleh radikal bebas mengawali
proses reaksi berantai yang menyebabkan tidak berfungsi dan kematian sel. Reaksi
berantai meliputi oksidasi poly unsaturated fatty acid (PUFA) membentuk lipid
hidroperoksida.
Terbentuknya ikatan kovalen. Adanya gangguan fungsional atau biokimiawi
BAB VI – TOKSIKAN DI TEMPAT KERJA (LANJUTAN)

dapat menyebabkan pertahanan sel terhadap zat toksik berkurang. Zat elektrofilik
reaktif dapat membentuk ikatan kovalen dengan makromolekul nukleofilik yang
dapat menyebabkan genotoksik, karsinogenik, tetratogenik, atau imunosupresif.
Neoplasma. Neoplasma merupakan akibat dari gangguan pertumbuhan sel
atau jaringan dan kontrok pembelahan sel yag menyebabkan proliferasi dan
pertumbuhan abnormal. Neoplasma dapat terjadi karena terpapar berulang-ulang
oleh suatu xenobiotik.
Toksisitas reproduksi. Toksisitas reproduksi dapat terjadi pada organ
reproduksi, neural, dan sistem endokrin. Toksisitas dapat terjadi mulai dari proses
konsepsi (pembentukan zigot), inflantasi hasil zigot, pembentukan organ, proses,
perkembangan janin di uterus dan periode neonatal. Toksisitas yang ekstrem dapat
terjadi karena hilngnya inflantasi, reabsorbsi embrio dan aborsi. Pekanya embrio
terhadap zat kimia dibandingkan pada orang dewasa berkaitan dengan jumlah sel
lebih sedikit dan dalam kondisi sedang membelah cepat, sebagin besar sel yang
sedang membelah masih rendah kemampuan daya tahannya, kapasitas
metabolisme yang masih terbatasnya dan perkembangan sistem immunologi yang
belum sempurna.

6.3 Penilaian Toksisitas

Toksisitas suatu bahan beracun ditentukan melalui berbagai cara. Melalui


percobaan binatang, ditentukan secara kualitatif dan kuantatif toksisitas suatu
racun. Penetapan Lethal Dose (LD)50 menunjukkan dosis dalam miligram tiap
kilogram berat badan yang menyebabkan kematian setengah (50%) dari populasi
binatang percobaan pada waktu tertentu. Sedangkan Lethal Concetrate (LC)50
menggambarkan jumlah konsentrasi suatu zat, dalam satuan miligram tiap
meterkubiknya. Suatu zat toksik dengan nilai LD50 lebih kecil menunjukkan bahwa
zat tersebut relatif lebih beracun, demikian sebaliknya.
Kaitannya dengan kesehatan dan keselamatan kerja, American Conference
of Govermental and Industrial Hygiene (ACGIH) mengembangkan suatu konsep
nilai ambang batas bahan toksikan yang menunjukkan batas suatu kadar yang
manusia dapat menghadapinya secara fisiologi tanpa terganggu kesehatannya.
Menurut ACGIH, terdapat 3 kategori Nilai Ambang Batas (NAB) atau Threshold
Limit Value (TLV):a) NAB rata-rata selama jam kerja atau TLV-TWA (Threshold
Limit Value- Time Weighted Average), yaitu kadar bahan kimia di udara tempat
kerja selama 8 jam sehari atau 40 jam seminggu yang hampir semua tenaga kerja

‘20 Praktek Keselamatan dan Kesehatan Biro Akademik dan Pembelajaran


7 Kerja
Semester Ganjil th 20202021
BAB VI – TOKSIKAN DI TEMPAT KERJA (LANJUTAN)

dapat terpajan berulang kali sehari-hari dalam melakukan pekerjaan tanpa


terganggu kesehatannya, b) NAB batas pemajanan singkat atau TLV-STEL
(Threshold Limit Value-Short Term Exposure Limit) atau PSD (Pemajanan Singkat
yang Diperkenankan), yaitu kadar bahan kimia yang diperkenankan untuk
pemajanan tidak lebihdari 15 menit atau tidak lebih dari 4 kali pemajanan per hari.
Interval antara dua periode tidak boleh kurang dari 60 menit, d) NAB tertinggi atau
TLV-C (Threshold Limit Value-Ceiling), yaitu kadar tertinggi bahan kimia di udara
tempat kerja yang tidak boleh dilewati selama melakukan pekerjaan. Sering disebut
juga dengan KTD (Kadar Tertinggi yang Diperkenankan).
Pada bahan kimia yang bersifat karsinogenik, terdapat kategori seperti pada
Tabel 6.3 di bawah ini.

Tabel 6.3 Kategori Bahan Kimia Berdasarkan Sifat Karsinogen

Kategori Bahan Sifat


Kimia
A-1 terbukti karsinogen pada
manusia (confirmed human
carsinogen)
A-2 diperkirakan karsinogen pada manusia
(suspected human carcinogen)
A-3 karsinogen terhadap binatang (animal
carcinogen)
A-4 tidak diklasifikasikan karsinogen pada
manusia (not suspected as
human carcinogen)

6.4 Ringkasan

Keberadaan bahan kimia atau zat toksik di lingkungan kerja merupakan faktor
bahaya yang dpata menyebabkan gangguan kesehatan maupaun kecelakaan kerja.
Namun demikian bisa diminimalkan dengan mengetahui sifat –sifat kimianya.

‘20 Praktek Keselamatan dan Kesehatan Biro Akademik dan Pembelajaran


8 Kerja
Semester Ganjil th 20202021

Anda mungkin juga menyukai