MODUL PERKULIAHAN
PRAKTEK K-3
KESELAMATAN DAN KESEHATAN
KERJA
BAB VI :
TOKSIKAN DI TEMPAT KERJA (LANJUTAN)
Toksikokinetik adalah ilmu yang mempelajari kinetika suatu zat toksi yang mempelajari
pengaruh tubuh terhadap zat toksik. Kinetika zat toksi merupakan faktor yang penting terjadinya
interaksi antara xenobiotik dengan sel targetnya. Toksikokinetik akan mempelajari tantang
bagaimana suatu zat xenobiotik masuk ke dalam tubuh dan apa yang akan terjadi terhadap zat
tersebut dalam tubuh. Ada empat proses yang terlibat dalam toksikokinetik, yaitu absorpsi,
distribusi, metabolisme atau biotransformasi dan ekskersi zat.
Absorpsi. Absorpsi adalah proses masuknya xenobiotik kedalam tubuh atau tepatnya
ke sirkulasi sistemik. Tempat absorpsi dapat terjadi di mukosa saluran penceranaan,
pernapasan atau mukosa kulit. Untuk dapat menimbulkan efek toksik sistemik, zat harus dapat
menembus sel tempat absorpsi dan masuk ke sirkulasi sistemik atau sirkulasi darah. Tetapi
untuk dapat menimbulkan efek toksik lokal (iritasi atau merusak jaringan) suatu zat tidak perlu
diabsorpsi terlebih dahulu. Beberapa faktor yang berpengaruh pada jumlah dan kecepatan
suatu zat untuk dapat diabsorbsi adalah a) Rute pemberian atau jalur paparan, b) Konsentrasi
dan lamanya kontak dengan tempat absorbsi dan c) Sifat fisik dan sifat kimia.
Rute pemberian atau jalur paparan. Rute masuknya xenobiotyik ke dalam tubuh dapat
melalui saluran pernafasan, pencernaa, kulit atau rute lain seperti injeksi, inflantasi dan instilasi
pada mata. Sduatu xenobiotik diurutkan berdasarkan rute paparan, karena rute mempengaruhi
absorpsi. Suatu zat mungkin masuk dalam kategori relatif tidak toksik melalui paparan tertentu,
tetapi masuk dalam kategori yang sanat toksik bila masuk dalam jalur paparan yang lain.
Konsentrasi dan lamanya kontak dengan tempat absorpsi. Kebanyakan zat xenobiotik
menembus membran melalui mekanisme difusi pasif. Oleh karena itu, kecepatan absorpsi
sangat dipengaruhi oleh perbedaan konsentrasi, luas permukaan tempat absorpsi, dan lamanya
kontak dengan tempat absorpsi. Sebaliknya, semakin kecil perbedaan konsentrasi, semakin
sempit tempat absorpsi dan semakin singkat kontak dengan tempat absorpsi maka jumlah dan
kecepatan zat yang menembus membran akan relatif sedikit.
Sifat fisik dan sifat kimia. Timbulnya efek toksik karena suatu xenobiotik diawali dengan
masuknya zat tersebut ke dalam tubuh. Untuk masuk ke dalam tubuh atau meninggalkan tubuh
atau pindah sel/jaringan, xenobiotik harus dapat menembus membran. Membran sel adalah
barier yanghebat dan merupakan alat pertahanan utama dalam mencegah masuknya zat asing
ke dalam tubuh. Dalam keadaan normal, sel-sel penyusunan jaringan seperti pada kulit atau
‘20 Praktek Keselamatan dan Kesehatan Biro Akademik dan Pembelajaran
2 Kerja
Semester Ganjil th 20202021
BAB VI – TOKSIKAN DI TEMPAT KERJA (LANJUTAN)
membarn mukosa paru atau membran intestinal adalah begitu kompak atau rapat yang
menyebabkan berbbagai zat tidak dapat menembusnya.
Membran sel atau sering disebut membran plasma adalah suatu selaput yag
mengelilingi sel dengan struktur dasar dan penyusun yang relatif sama, yaitu lipid bi layer atau
phospholipid bi layer. Masing-masing fosfolipid mengandung fosfat sebagai kepala yang bersifat
polar dan ekornya meruoakan asam lemak yang bersifat non polar. Karena sifat membran sel
yang demikian itu akan menyebabkan zat tertentu mudah menembusnya dan zat-zat lain sukar
menembus atau bahkan tidakdapat sama sekali. Xenobiotik umumnya menembus membran
melalui difusi pasif. Cara lain adalah tranpor terfasilitasi, transport aktif dan endositosis
(fagositosis atau pinositosis). Sifat-sifat dari zat yang mudah menembus membran melalui difusi
pasif adalah relatif larut dalam lemak, ukuran partikelnya kecil, dan relatif tidak terionisasi
Distribusi. Distribusi adalah suatu peristiwa saat xenobiotik yang terabsorpsi berpindah
dari tempat ke bagian lain tubuh. Ketika xenobiotik diabsorpsi, mereka menembus lapisan sel
tempat absorpsi (kulit, paru atau pencernaan), lalu masuk pada cairan interstisiel (antar sel atau
sekitar sel) dari suatu organ. Xenobiotik bergerak meninggalkan cairan intersisiel dengan cara
masuk ke dalam sel, masuk ke pembuluh darah kapiler dan sirkulasi darah, atau masuk ke
sistem limfatik. Jika xenobiotik masuk ke dalam pembuluh darah, ia akan beredar ke seluruh
tubuh dalam bentuk bebas atau dalam bentuk terikat oleh protein plasma. Jika dalam
peredarannya bertemu jaringan yang mempunyai afinitas yang tinggi, bentuk bebas dari
xenobiotik akan berpindah ke tempat tersebut atau terdistribusi.
Untuk dapat sampai pada jaringan atau tempat tertentu, xenobiotik harus dapat sampai
pada jaringan atau tempat tertentu, xenobiotik haris dapat menembus beberapa membran
sebagaimana telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya.
Ekskresi. Eksresi zat merupakan faktor penentu dari toksisitasnya. Jika xenobiotik atau
Efek toksik yang ditimbulkan oleh suatu zat akibatnya sangat bevariasi, tergantung dari
zat, target organ, mekanisme aksi dan reaksi dosis. Semua efek toksik yang terjadi dimulai
adanya interaksi biokimiawi antara zat toksik dengan metabolit aktifnya dengan bagian tertentu
dari mahkluk hidup atau reseptornya.
Bagian tertentu itu seperti enzim, protein, lemak, asam nukleat, organela sel, membran
sel atau bahkan berupa jaringan. Interaksi bikimiawi dapat bersifat non spesifik seperti zat-zat
korosif yang dapat meruksak kulit atau jaringan ketika terjadi kontak. Tetapi toksisitas lebih
sering terjadi melalui interaksi zat toksik dengan struktur spesifik atau dengan reseptornya. Jika
efek toksik terjadi ketika kontak pertama kali dengan bagian tubuh, disebut efek toksik lokal,
tetapi jika diawali dengan absorpsi pada tempat kontak dan masuk sirkulasi sistemik lalu
terdistribusi ke tempat kerja/ sasaran lalu timbul efek, maka disebut efek sistemik. Efek toksik
dapat diklasifikasikan berdasarkan target dan organ, waktu dan tempat terjadinya dan skala
waktu timbulnya efek toksik atau lamanya paparan.
Tabel 6.2 Efek Toksik Berdasarkan Skala Waktu dan Lama Paparan
Efek toksik suatu zat tergantung pada banyak faktor diantaranya adalah sifat
fisiko kimia zat, biotransformasi, kondisi paparan dan daya tahan tubuh. Daya tahan
tubuh meliputi induksi enzim, mekanisme perbaikan DNA, dan fagositosis. Faktor-
faktor tersebut jika mengalami gangguan atau melemah akan menyebabkan
timbulmya gangguan morfologu ataupun biokimiawi. Gangguan morfologi atau
biokimiawai dapat menyebabkan inflamasi, nekrosis, penghambatam enzim,
biochemical uncoupling, sintesis yang mematikan, peroksidasi lipid, terbentuknya
ikatan kovalen, neoplasma dan toksisitas reproduksi.
Inflamasi. Biasanya merupakan reaski lokal terhadap zat kimia iritan ataupun
karenaefek sistemik dari zat yang menyebabkan cidera jaringan. Ciri-ciri inflamasi
ditandai dengan rasa gatal/panas, kemerah- merahan, sakit atau udem atau
hilangnya fungsi dari baian yang mengalami inflamasi.
Nekrosis. Kematian jaringan atau sel merupakan akibat dari bermacam-
macam proses patologi yang diinduksi oleh zat kimia. Nekrosis dapat terjadi karena
korosi, hipoksia, kerusakan membran, adanya antimetabolit, penghambatan sintesis
protein dan kerusakan kromosom.
Penghambatan enzim. Hambatan enzim oleh suatu zat kimia mungkin dapat
menghambat jalur metabolisme vital yang dapat menhambat jalur metabolisme vital
yang dapat menyebabkan gangguan fungsional. Toksisitas dapat terjadi karena
penumpukan suatu zat, atau kurangnya satu zat atau fungsi zat yang hilang.
Sebagai contoh insektisida yang mengikat enzim asetikolinesterase menyebabkan
bertumpuknya Ach pada sinap dan neuromuscular junction menyebabkan efek
kolinergik yang berlebihan.
Biochemical uncoupling. Adanya suatu zat yang mempengaruhi sintesis
molekul ATP tanpa mempengaruhi tranport eletron (normal) dapat menyebabkan
liberasi energi sehingga menghasilkan panas. Biochemical coupling menyebabkn
konsumsi oksigen mnngkat dan hipertermia.
Sintesis mematikan. Sintesis yang menyebabkan kematuan dapat terjadi
ketika suatu zat yang mempunyai struktur yang mirip dengan zat endogen (substrat
biologi normal) bergabung pada jalur metabolisme dan menghasilkan metabolit
toksik atau menghambat pembentukan suatu zat essensial bagi orgnaisme.
Peroksidasi lipid. Peroksidasi membran sel oleh radikal bebas mengawali
proses reaksi berantai yang menyebabkan tidak berfungsi dan kematian sel. Reaksi
berantai meliputi oksidasi poly unsaturated fatty acid (PUFA) membentuk lipid
hidroperoksida.
Terbentuknya ikatan kovalen. Adanya gangguan fungsional atau biokimiawi
BAB VI – TOKSIKAN DI TEMPAT KERJA (LANJUTAN)
dapat menyebabkan pertahanan sel terhadap zat toksik berkurang. Zat elektrofilik
reaktif dapat membentuk ikatan kovalen dengan makromolekul nukleofilik yang
dapat menyebabkan genotoksik, karsinogenik, tetratogenik, atau imunosupresif.
Neoplasma. Neoplasma merupakan akibat dari gangguan pertumbuhan sel
atau jaringan dan kontrok pembelahan sel yag menyebabkan proliferasi dan
pertumbuhan abnormal. Neoplasma dapat terjadi karena terpapar berulang-ulang
oleh suatu xenobiotik.
Toksisitas reproduksi. Toksisitas reproduksi dapat terjadi pada organ
reproduksi, neural, dan sistem endokrin. Toksisitas dapat terjadi mulai dari proses
konsepsi (pembentukan zigot), inflantasi hasil zigot, pembentukan organ, proses,
perkembangan janin di uterus dan periode neonatal. Toksisitas yang ekstrem dapat
terjadi karena hilngnya inflantasi, reabsorbsi embrio dan aborsi. Pekanya embrio
terhadap zat kimia dibandingkan pada orang dewasa berkaitan dengan jumlah sel
lebih sedikit dan dalam kondisi sedang membelah cepat, sebagin besar sel yang
sedang membelah masih rendah kemampuan daya tahannya, kapasitas
metabolisme yang masih terbatasnya dan perkembangan sistem immunologi yang
belum sempurna.
6.4 Ringkasan
Keberadaan bahan kimia atau zat toksik di lingkungan kerja merupakan faktor
bahaya yang dpata menyebabkan gangguan kesehatan maupaun kecelakaan kerja.
Namun demikian bisa diminimalkan dengan mengetahui sifat –sifat kimianya.