Disusun oleh:
Eka Darmayanti Putri Siregar
1920332009
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas semua berkat dan
penyusunan makalah ini. Penulis juga menyadari bahwa tugas ini masih sangat
jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritikan yang
membangun. Semoga kita selalu berada dalam lindungan-Nya dan makalah ini
boleh bermanfaat.
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
Gambar 2. 28 Fusion of male and female pronuclei – formation of zygote ......... 34
Gambar 2. 29 Reaksi akrosom saat spermatozoa menempel di luar sel telur ....... 38
Gambar 2. 30 Spermatozoa yang telah mengalami Reaksi Akrosom .................. 39
Gambar 2. 31 Reaksi Akrosom ............................................................................. 40
Gambar 2.32 Mekanisme interaksi sperma-telur. ................................................. 41
Gambar 2. 33 Perkembangan zigot ....................................................................... 45
Gambar 2. 34 Blastokist ........................................................................................ 45
Gambar 2. 35 Potongan Blastokista ...................................................................... 46
Gambar 2. 36Hubungan blastokista dengan endometrium uterus saat implantasi.48
Gambar 2.37 Desidua. ........................................................................................... 48
Gambar 2. 38 Proses-Proses selama minggu pertama .......................................... 49
iv
DAFTAR TABEL
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa yang dimakasud dengan gametogenesis?
1.2.2 Bagaimana peristiwa oogenesis dan spermatogenesis?
1.2.3 Peristiwa apa saja yang terjadi saat fertilisasi?
1.2.4 Apa yang dimaksud dengan kapasitasi dan reaksi akrosom?
1.2.5 Enzim – enzim apa saja yang terdapat pada sperma dan ovum?
1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui gametogenesis
1.3.2 Memahami peristiwa oogenesis dan spermatogenesis
1.3.3 Memahami tahapan dan peristiwa yang terjadi saat fertilisasi
1.3.4 Memahami kapasitasi dan reaksi akrosom
1.3.5 Mengetahui enzim-enzim yang terdapat pada sperma dan ovum
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
3) Metafase: Pada tahap ini, membran inti pecah. Kromosom berstruktur
ganda (vide supra) berbaris di bidang ekuator dari spindel dan melekat
pada mikrotubulus spindel yang membentang di antara dua sentriol, satu di
setiap kutub.
4) Anafase: Pada tahap ini, sentromer dari setiap kromosom terpecah dan dua
kromatid dipisahkan satu sama lain. Mereka sekarang disebut kromosom
anak perempuan. Serat gelendong yang melekat pada sentromer, dari
kromosom berkontraksi dan menarik kromosom anak ke arah kutub.
Karena tarikan o sentromer, kromosom anak menjadi berbentuk V dengan
lengan mengikuti saat bergerak menuju kutub
5) Telofase: Pada tahap ini, kromatid yang terpisah dipindahkan ke kutub
berlawanan dari spindel. Serat gelendong menghilang dan membran inti
muncul di sekitar setiap kelompok kutub kromosom anak. Kromosom
mengurai dan menjadi kurang kompak. Nukleolus muncul kembali.
Tampak alur pembelahan di bawah ekuator yang memperdalam dan
memisahkan dua sel anak (sitokinesis). (Singh, 2012)
4
b. Meiosis
Meiosis adalah jenis pembelahan sel khusus yang terjadi hanya di organ
reproduksi untuk menghasilkan gamet. Meiosis terdiri dari dua fase pembelahan
sel yang berlangsung satu demi satu. (a) Pembelahan meiosis pertama (juga
dikenal sebagai pembelahan reduksi): Dalam hal ini jumlah kromosom sel anak
berkurang menjadi setengah dari sel induk. (b) Divisi meiosis kedua: Ini adalah
divisi mitosis yang mirip dengan yang dijelaskan di atas kecuali bahwa tidak ada
duplikasi DNA selama interfase pendek.
1) Divisi Meiotik Pertama
a) Profase: Profase pembelahan meiosis pertama sangat panjang dan
rumit.
Leptoten: Pada tahap ini, kromosom, seperti pada mitosis, muncul
sebagai benang tipis. Catatan: Meskipun setiap kromosom terdiri
dari dua kromatid yang bergabung di sentromer, kromatid tidak
terlihat pada tahap ini.
Zygotene: Pada tahap ini, pasangan kromosom homolog yang
memanjang dimulai. Salah satu dari dua kromosom homolog
berasal dari ayah (kromosom ayah) dan yang lainnya dari ibu
(kromosom ibu). Peristiwa ini disebut sinapsis dan setiap pasangan
sinapsis disebut bivalen.
Pachytene: Tahap ini sangat panjang dan bisa berlangsung hingga
bertahun-tahun. Ini ditandai dengan perubahan berikut.
Kromatid dari setiap kromosom menjadi terlihat secara terpisah.
Jadi, setiap kromosom bivalen tampaknya memiliki empat
kromatid dan disebut tetrahed. Setiap pasangan kromatid disatukan
oleh kinetokor. Ada dua kromatid pusat dan dua kromatid perifer
(satu dari setiap kromosom).
Dua kromatid pusat (satu milik masing-masing kromosom)
tetrahed, saling berliku sehingga saling bersilangan di sejumlah
titik. Ini disebut menyeberang. Karena melintasi kromatid pusat
menyajikan konfigurasi mirip salib yang disebut chiasmata.
5
Diploten: Homolog berpasangan tetrahed mulai berpisah dan
kromatid pusat putus pada titik persimpangan dan bergabung
dengan kromatid berlawanan dan menghasilkan pertukaran materi
genetik antara kromatid ini.
Diakinesis: Kromosom menjadi lebih berkontraksi dan bermigrasi
menuju membran inti. Di akhir profase, membran inti menghilang.
6
Gambar 2. 3 Meiotic division I and II: A, B, C, D, and E showing five stages of
prophase of first meiotic division.
7
Gambar 2. 4 Mudigah pada akhir minggu ketiga, menunjukkan posisi PGC di
dalam dinding yolk sac, dekat dengan perlekatan bakal tali pusat. Dari lokasi ini,
sel-sel ini bermigrasi ke gonad yang sedang terbentuk.
8
melapisi ovarium. Sebagian besar oogonia terus membelah melalui mitosis,
namun beberapa menghentikan pembelahan selnya pada tahap profase meiosis I
dan membentuk oosit primer (Gambar 2.4C dan 2.5A). Selama beberapa bulan
kemudian, jumlah oogonia meningkat pesat dan pada bulan kelima perkembangan
pranatal, jumlah total sel germinativum di dalam ovarium mencapai jumlah
maksimalnya, yang diperkirakan berjumlah 7 juta. Pada saat ini, dimulailah
kematian sel, dan banyak oogonia dan oosit primer berdegenerasi dan menjadi
atresia.
Pada bulan ketujuh, sebagian besar oogonia telah berdegenerasi kecuali
beberapa yang berada di dekat permukaan. Semua oosit primer yang bertahan
hidup telah memasuki tahap profase meiosis I dan, kebanyakan dari oosit tersebut,
masing-masing dikelilingi oleh suatu lapisan sel epitel gepeng folikular( Gambar
2.8 B). Satu oosit primer, bersama dengan sel-sel epitel gepeng yang
mengelilinginya, disebut sebagai folikel primordial (Gambar 2.5 A).
9
Gambar 2. 6 Potongan ovarium pada berbagai tahapan perkembangan. A.
Oogonia membentuk kelompok-kelompok di bagian korteks ovarium. Beberapa
menunjukkan mitosis; lainnya telah berdiferensiasi menjadi oosit primer dan
memasuki tahap profase pembelahan meiosis I. B. Hampir seluruh oogonia
berubah menjadi oosit primer pada tahap profase pada pembelahan meiosis I. C.
Tidak terdapat oogonia. Setiap oosit primer dikelilingi oleh sebuah lapisan sel
folikular, membentuk folikel primordial. Oosit telah memasuki tahap diploten
profase, yang pada tahap ini, oosit tetap demikian hingga sesaat sebelum ovulasi.
Hanya pada saat itu, oosit memasuki metafase pembelahan meiosis I.
10
sebagian besar oosit menjadi atresia, hanya sekitar 40.000 yang ada saat
permulaan pubertas, dan kurang dari 500 yang akan diovulasikan. Beberapa oosit
yang mencapai maturitas pada tahap akhir kehidupannya lanjut telah berada dalam
keadaan dorman pada tahap diploten pada pembelahan meiosis I selama 40 tahun
atau lebih sebelum mengalami ovulasi. Tidak diketahui apakah tahap diploten
merupakan fase yang paling tepat untuk melindungi oosit terhadap pengaruh
lingkungan.
Saat pubertas, terbentuk cadangan folikel yang sedang tumbuh dan terus
dipertahankan oleh pasokan folikel primordial. Setiap bulan, 15 hingga20 folikel
yang dipilih dari cadangan ini menjadi matur. Beberapa kemudian mati, sementara
lainnya mulai mengumpulkan cairan di dalam rongga yang disebut antrum,
sehingga masuk pada tahap antral atau vesikular (Gambar 2.7A). Cairan terus
berakumulasi sedemikian rupa, sehingga sesaat sebelum ovulasi, folikel cukup
membesar dan disebut folikel vesikular matur atau folikel Graaf (Gambar 2.7B).
Tahap antral adalah tahap terlama, sedangkan tahap vesikular matur berlangsung
sekitar 37 jam sebelum ovulasi.
11
Ketika folikel primordial mulai tumbuh, sel-sel folikular di sekitarnya
berubah dari gepeng menjadi kuboid dan berproliferasi menghasilkan epitel sel
granulosa yang berlapis, dan unit yang terbentuk disebut folikel primer (Gambar
2.7B, C). Sel granulosa terletak di membrana basalis yang memisahkannya dari
jaringan ikat ovarium (sel stroma) di sekitarnya yang membentuk teka folikuli.
Sel-sel granulosa dan oosit juga menyekresikan lapisan glikoprotein di permukaan
oosit, membentuk zona pelusida (Gambar 2.7C). Seiring dengan pertumbuhan
folikel, sel-sel teka folikuli tersusun membentuk lapisan bagian dalam sel-sel
sekretorik, disebut teka interna, dan kapsul fibrosa di bagian luar, disebut teka
eksterna. Selsel folikular juga membentuk tonjolan kecil seperti jari yang
menembus zona pelusida dan berjalin dengan mikrovilus membran plasma oosit.
Penonjolan ini penting untuk transpor material dari sel folikular ke oosit.
12
Gambar 2. 8 Folikel tahap vesikular (antral). Oosit, dikelilingi oleh zona
pelusida, kosong di tengahnya; antrum berkembang melalui akumulasi cairan di
antara ruang interselular. Perhatikan susunan sel-sel teka interna dan teka
eksterna. B. Folikel vesicular matur (Graaf). Antrum telah sangat membesar, diisi
dengan cairan folikular, dan dikelilingi oleh lapisan-lapisan sel granulosa. Oosit
terbenam di dalam tumpukan sel granulosa, kumulus ooforus.
13
Gambar 2. 9 Maturasi oosit. A. Oosit primer menunjukkan gelendong
pembelahan meiosis I. B. Oosit sekunder dan badan polar pertama. Tidak terdapat
membran nukleus. C. Oosit sekunder menunjukkan gelendong pembelahan
meiosis II. Badan polar pertama juga membelah.
14
seluruh struktur disebut folikel primordial (Gambar 2.11). Korteks ovarium yang
mengelilingi folikel primordial terdiri dari serat kolagen dan sel stroma mirip
fibroblast. Saat lahir, sekitar 200.000 hingga 2.000.000 oosit primer tetap ada di
setiap ovarium. Dari jumlah tersebut, sekitar 40.000 masih ada saat pubertas, dan
sekitar 400 akan menjadi dewasa dan berovulasi selama masa reproduksi wanita.
Sisa dari oosit primer mengalami atresia.
15
Gambar 2. 11 Ovarian follicles.
16
Gambar 2. 12 Stucture of an ovum (female gamete)
17
Gambar 2. 13 Oogenesis. Diploid cells (2n) have 46 chromosomes; haploid
cells (n) have 23 chromosomes.
18
Gambar 2. 14 Summary of Oogenesis and Follicular Development
b. Spermatogenesis
Spermatogenesis, yang dimulai saat pubertas, mencakup seluruh proses
yang mengubah spermatogonia menjadi spermatozoa. Saat lahir, sel germinativum
pada bayi laki-laki dapat dikenali di dalam korda seks testis sebagai sel-sel pucat
besar yang dikelilingi oleh sel penunjang (Gambar 2.14A). Sel-sel penunjang,
yang berasal dari epitel permukaan testis dengan cara yang sama seperti sel
folikular, menjadi sel sustentakular, atau sel Sertoli (Gambar 2. 14B).
19
Gambar 2. 15 Internal and external anatomy of testis, Microskopic anantomy
of the seminiferous tubules and spermatogenesis and transverse section of
portion of a seminiferous tubule
20
Sesaat sebelum pubertas, korda seks membentuk lumen dan menjadi tubulus
seminiferus. Hampir pada saat yang bersamaan, PGC membentuk sel punca
spermatogonia. Dalam interval yang teratur, sel-sel bermunculan dari populasi sel
punca ini, membentuk spermatogonia tipe A, dan produksinya menandai
permulaan spermatogenesis. Sel-sel tipe A mengalami sejumlah pembelahan
mitosis terbatas untuk membentuk klona sel. Pembelahan sel terakhir membentuk
spermatogonia tipe B, yang kemudian membelah membentuk spermatosit primer
21
sel-sel Sertoli untuk mendorong spermatogenesis. Follicle-stimulating hormone
(FSH) juga penting karena ikatannya dengan sel-sel Sertoli merangsang produksi
cairan testis dan menyintesis protein reseptor androgen intraselular (Sadler, 2019).
22
Gambar 2. 18 Spermatogenesis
23
a. Kepala. Kepala sperma tampak seperti ujung tombak di bagian. Ini
terutama terdiri dari inti yang mengandung bahan kromatin terkondensasi
(kebanyakan DNA). Dua pertiga anterior nukleus ditutupi oleh tutup
akrosom yang mengandung berbagai enzim termasuk hyaluronidase dan
acrosin.
b. Leher. Lehernya sempit. Ini berisi pelat basal berbentuk corong dan
sentriol. Sentriol memunculkan filamen aksial yang meluas ke seluruh ekor.
c. Ekor. Bagian ekor terdiri dari tiga bagian: bagian tengah, bagian utama, dan
bagian ujung
Bagian tengah berisi filamen aksial di tengah yang dikelilingi oleh selubung
mitokondria yang diatur secara spiral. Di ujung distal dari bagian tengah terdapat
struktur seperti cincin yang dilalui oleh filamen aksial. Ini disebut anulus dan
diturunkan dari sentriol lainnya.
Proses Spermiogenesis
a. Proses di mana spermatid diubah menjadi spermatozoa matang dikenal
sebagai spermiogenesis. Spermatid kurang lebih merupakan sel melingkar
yang mengandung nukleus, aparatus golgi, sentrosom, dan mitokondria.
Spermatid diubah menjadi spermatozoa sebagai berikut: Bahan inti
(kromatin) akan terkondensasi dan inti bergerak menuju salah satu kutub sel
untuk membentuk kepala spermatozoa.
b. Badan golgi membentuk tutup akrosom yang menutupi dua pertiga anterior
inti.
24
Gambar 2. 20 Events in spermatogenesis Gambar 2. 21 Spermiogenesis.
c. Sentrosom terbagi menjadi dua sentriol. Satu sentriol menjadi bulat dan
bergerak menuju ujung posterior nukleus untuk menempati daerah leher. Ini
menimbulkan filamen aksial. Sentriol lainnya menjauh dari sentriol pertama
dan menjadi berbentuk cincin. Ini membentuk anulus / cincin di sekitar
ujung distal dari bagian tengah melalui mana filamen aksial lewat.
d. Bagian dari filamen aksial antara leher dan anulus dikelilingi oleh
mitokondria, dan bersama-sama membentuk bagian tengah.
e. Bagian tersisa dari filamen aksial memanjang untuk membentuk potongan
atau ekor prinsip dan ujung. Sebagian besar sitoplasma spermatid terlepas
tetapi membran sel tetap ada, yang menutupi seluruh spermatozoa
(Singh, 2012).
25
Hormon-hormon ini, follicle-stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone
(LH), merangsang dan mengatur perubahan siklik di dalam ovarium. Di
permulaan setiap siklus ovarium, 15 hingga 20 folikel tahap primer (pra-antral)
dirangsang untuk tum-buh di bawah pengaruh FSH. (Hormon ini tidak diperlukan
untuk mendorong perkembangan folikel primordial ke tahap folikel primer, tetapi
tanpa hormon ini, folikel-folikel primer ini akan mati dan menjadi atresia). Oleh
sebab itu, FSH menyelamatkan 15 hingga 20 sel ini dari cadangan folikel primer
yang secara terus menerus terbentuk (Gambar 3.1 dan 3.2). Dalam keadaan
normal, hanya satu dari folikel ini yang menjadi matur secara sempurna, dan
hanya satu oosit yang dikeluarkan; lainnya mengalami degenerasi dan menjadi
atresia. Di siklus berikutnya, kelompok folikel primer lainnya direkrut dan lagi,
hanya satu folikel yang menjadi matur. Akibatnya, sebagian besar folikel
mengalami degenerasi tanpa pernah menjadi matur sepenuhnya. Ketika satu
folikel menjadi atresia, oosit dan sel-sel folikular di sekelilingnya mengalami
degenerasi dan digantikan oleh jaringan ikat, yang membentuk korpus atretikum.
FSH juga merangsang maturasi sel folikular (granulosa) di sekeliling oosit. Pada
gilirannya, proliferasi sel-sel ini diperantarai oleh growth differentiation factor 9,
anggota dari family transforming growth factor-β (TGFβ). Secara bersama-sama,
teka interna dan sel-sel granulosamenghasilkan estrogen: sel-sel teka interna
menghasilkan androstenedion dan testosteron dan sel-sel granulosa mengubah
hormon-hormon ini menjadi estron dan 17 β-estradiol. Sebagai akibat dari
produksi estrogen ini, •Endometrium uterus memasuki fase proliferative atau
folikular; •Terjadi penipisan mukus serviks untuk memudahkan lewatnya sperma;
dan •Lobus anterior kelenjar hipofisis dirangsang untuk menyekresi LH. Di
pertengahan siklus, terdapat lonjakan LH yang:
1) Meningkatkan konsentrasi maturation-promoting factor, yang
menyebabkan oosit menuntaskan meiosis I dan memulai meiosis II;
2) Merangsang produksi progesteron oleh sel-sel folikular stroma
(luteinisasi);
3) Menyebabkan ruptur folikel dan ovulasi.
26
a. Ovulasi
Pada hari-hari menjelang ovulasi, di bawah pengaruh FSH dan LH, folikel
vesicular berkembang cepat menjadi folikel berdiameter 25 mm untuk menjadi
folikel vesikular matur (Graaf). Bersamaan dengan perkembangan akhir folikel
vesikular, terjadi peningkatan LH secara tiba-tiba yang menyebabkan oosit primer
menyelesaikan meiosis I dan folikel memasuki tahap vesikular matur
praovulatorik. Meiosis II juga dimulai, tetapi oosit tertahan dalam metafase sekitar
3 jam sebelum ovulasi. Sementara itu, permukaan ovarium mulai menonjol secara
lokal, dan di apeks, muncul sebuah bercakavaskular, stigma.
27
(Gambar 3.3). Beberapa sel kumulus ooforus kemudian menyusun ulang dirinya
sendiri di sekitar zona pelusida untuk membentuk korona radiata (Gambar 3.2B
hingga 3.6).
b. Korpus Luteum
Sesudah ovulasi, sel-sel granulosa yang tetap berada di dalam dinding
folikel yang ruptur, bersama dengan sel-sel dari teka interna, mendapatkan
vaskularisasi dari pembuluh darah di sekitarnya. Di bawah pengaruh LH, sel-sel
ini membentuk pigmen kekuningan dan berubah menjadi sel-sel lutein, yang
membentuk korpus luteum dan menyekresikan estrogen dan progesteron
(Gambar 3.3C). Progesteron, bersama dengan beberapa estrogen, menyebabkan
mukosa uterus masuk ke dalam fase progestasional atau sekretorik sebagai
persiapan untuk implantasi mudigah.
28
Gambar 2. 24 Folikel vesicular matur, ovulasi, dan korpus luteum
c. Transpor Oosit
Sesaat sebelum ovulasi, fimbriae tuba uterine menyapu bagian permukaan
ovarium, dan tuba sendiri mulai berkontraksi secara ritmis. Diduga bahwa oosit,
yang dikelilingi oleh beberapa sel granulosa, dibawa ke dalam tuba oleh gerakan
menyapu fimbriae ini dan oleh gerakan silia di lapisan epitel. Saat sudah berada di
dalam tuba, sel-sel kumulus menarik prosesus sitoplasmanya dari zona pelusida
dan terputus dari oosit. Ketika oosit berada di dalam tuba uterina, oosit didorong
oleh kontraksi otot peristaltic tuba dan oleh silia di mukosa tuba dengan kecepatan
transpor diatur oleh status endokrin selama dan sesudah ovulasi. Pada manusia,
oosit yang telah difertilisasi mencapai lumen uterus dalam waktu sekitar 3-4 hari.
2.3 Fertilisasi
Fertilisasi (pembuahan), proses penyatuan gamet pria dan wanita, terjadi di
daerah ampula tuba uterina. Daerah ini merupakan tempat terluas tuba dan dekat
dengan ovarium (Gambar 3.4). Spermatozoa dapat tetap hidup di dalam saluran
reproduksi wanita selama beberapa hari. Hanya 1% sperma yang mengendap di
dalam vagina yang memasuki serviks, tempat sperma ini bertahan hidup selama
berjam-jam. Pergerakan sperma dari serviks ke tuba uterina terjadi akibat
kontraksi otot uterus dan tuba uterina dan sangat sedikit dibantu oleh dorongan
29
sperma itu sendiri. Perjalanan dari serviks ke tuba uterina dapat terjadi paling
cepat 30 menit atau paling lambat 6 hari. Setelah mencapai istmus, sperma
menjadi kurang motil dan berhenti bermigrasi. Saat ovulasi, sperma kembali
menjadi motil, kemungkinan disebabkan oleh kemoatraktan yang dihasilkan oleh
sel-sel kumulus yang mengelilingi sel telur, dan berenang menuju ampula, tempat
fertilisasi biasanya terjadi. Spermatozoa tidak dapat memfertilisasi oosit segera
sesudah kedatangannya di dalam saluran genitalia wanita namun menjalani
kapasitasi dan reaksi akrosom.
Gambar 2.39 Tahapan dan Proses Fertilisasi oleh ovum dan sperma
30
yang melindungi gamet wanita. Sperma yang terkapasitasi bebas menembus sel-
sel korona (Gambar 2.25).
31
Gambar 2. 26 Penetrasi sperma pada zona pelusida
Segera setelah spermatozoa masuk ke oosit, sel telur merespons dalam tiga
cara:
1) Reaksi korteks dan zona. Akibat pelepasan granula oosit korteks, yang
mengandung enzim lisosom, membran oosit menjadi tidak dapat ditembus
32
oleh spermatozoa lainnya, dan zona pelusida mengubah struktur dan
komposisinya untuk mencegah pengikatan dan penetrasi sperma. Reaksi
ini mencegah polispermi (penetrasi lebih dari satu spermatozoa ke dalam
oosit).
2) Melanjutkan pembelahan meiosis kedua. Oosit menuntaskan
pembelahan meiosis keduanya segera sesudah masuknya spermatozoa.
Salah satu sel anak, yang hampir tidak mendapat sitoplas ma, dikenal
sebagai badan polar kedua; sel anak lainnya adalah oosit definitif.
Kromosomnya (22 plus X) menyusun dirinya sendiri di dalam nukleus
vesikular yang dikenal sebagai pronukleus wanita
3) Pengaktifan metabolik sel telur. Faktor yang mengaktifkan ini
kemungkinan dibawa oleh spermatozoa. Pengaktifan meliputi proses
selular dan molekular awal yang berkaitan dengan embryogenesis dini.
Sementara itu, spermatozoa bergerak maju hingga terletak dekat dengan
pronukleus wanita. Nukleus spermatozoa membengkak dan membentuk
pronukleus pria ekornya lepas dan mengalami degenerasi. Secara
morfologis, pronukleus pria dan wanita tidak dapat dibedakan, dan pada
akhirnya, keduanya berkontak erat dan kehilangan selubung nukleusnya.
Selama pertumbuhan pro-nukleus pria dan wanita (keduanya haploid),
masing-masing pronukleus harus mereplikasi DNAnya. Jika tidak,
masing-masing sel dari zigot dua-sel hanya mempunyai separuh dari
jumlah DNA yang normal.
33
Gambar 2. 28 Fusion of male and female pronuclei – formation of zygote
2.3.2 Kapasitasi
Adalah periode pengondisian di dalam saluran reproduksi wanita yang
berlangsung sekitar 7 jam pada manusia. Sebagian besar pengondisian selama
kapasitasi terjadi di dalam tuba uterina dan melibatkan interaksi epitel antara
sperma dan permukaan mukosa tuba. Selama periode ini, suatu selubung
glikoprotein dan protein plasma semen disingkirkan dari membran plasma yang
melapisi bagian akrosom spermatozoa. Hanya sperma yang terkapasitasi yang
dapat menembus sel-sel korona dan mengalami reaksi akrosom (Sadler, 2019).
Spermatozoa yang diejakulasikan ke dalam saluran reproduksi wanita
bertujuan untuk memfertilisasi oosit di dalam alat reproduksi wanita yang
membutuhkan waktu selama fertilisasi dimana cairan uterus dan bahan-bahan
oviduk dan cairan folikel saat ovulasi berperan dalam proses kapasitasi.
Kapasitasi adalah proses-proses pelepasan bahan-bahan pelapis membran
spermatozoa secara bertahap, terutama bagian akrosom. hal ini menyebabkan
reseptor spermatozoa dapat berintegrasi dengan reseptor ssel telur atau zona
pelusida. Istilah kapsitasi pada dasarnya adalah perubahan spermatologis
spermatozoa dan dilanjutkan dengan reaksi akrosom, sehingga mampu membuahi
sel telur. Adapun yang menyebabkan reaksi akrosom adalah bagian dari
34
kapasitasi, akan tetapi sebetulnya kapasitasi dan reaksi akrosom merupakan
fenomena yang terpisah. Kapasitasi adalah serentetan perubahan yang membuat
spermatozoa mampu mengalami reaksi akrosom.
Spernatozoa yang mengalami kapasitasi ditunjukkan dengan adanya
pendarahan pada bagian kepala atau pada bagian akrosomnya, selai itu juga
perdarahan juga terkonsentrasi pada bagian leher yang banyak mitokondrianya.
peningkatan kalsium pada bagian akrososm menyebabkan aktifnya pre enzim
yang ada di akrosom menjadi enzim aktif sehingga akan tejadi reaksi akrosom ,
sedangkan peningkatan konsentrasi ion kalsium pada bagian leher yang banyak
mengandung mitokondria menyebabkan gerak progresif spermatozoa menjadi
gerak hiperaktifasi.
Selama kapasitasi terjadi perubahan-perubahan, seperti perubahan pada
andenylat siklase, metabolisme, ion-ion intraseluler, akrosom, inti dan selaput
plasma.
a. Perubahan-Perubahan dalam Adenylate Cyclase
Tingakat fertilitas spermatozoa secara temporer berkurang atau hilang
pergerakan saat berada pada bagian tetentu di saluran reproduksi betina.
Spermatozoa akan bergerak sangat cepat pada saat permulaan dan akhir kapasitasi
hal ini menunjukan bahwa adenylate cyclase dan sistem protein kinase berperan
penting dalam menjaga motolitas. pada saat kapasitasi adenylate cyclase
aktifitasnya meningkat dimana adenilat seklase karena meningkatnya camps.
selanjutnya protein kinase terstimulasi merubah struktur tersier dan kuarterner
selaput spermatozoa melalui phospolarisasi protein-protein membran yang
menghasilkan perubahan pada sifat fisik selaput.
c. Perubahan pada Saat Metabolisme
Spermatozoa mengalami peningkatan metabolime (aktifitas glikolisis dan
komsumsi oksigen) setelah inkubasi didalam saluaran kelamin wanita oviduk atau
cairan folikular yang berperan dalam kapasitasi. Peningkatan respirasi
spermatozoa pada saat kapasitasi disebabkan adanya substrat-substrat yang dapat
teroksidasi. Kapasitsai menyebapkan perubahan pada selaput plasma
(phospolarisasi) hingga energi lebih dapat digunakan untuk meningkatkan
metabolisme spermatozoa selama dan sesudah kapasitasi.
35
d. Perubahan dalam Ion-Ion Intraseluler
Spermatozoa yang hidup menjaga gradien ion disepanjang selaput plasma.
Konsentarsi K+ didalam spermatozoa lebih tinggi daripada diluar Na+ sebaliknya.
Gradien ion ini diatur oleh pompa pertukaran Na+/K+ yang bermedia ATP ase.
Konsentrasi Na+ dan K+ intraselular spermatozoa pada cauda epididimis sekitar
20-14 mm.
Arus masuk secara besar-besaran dari Ca2+ ekstraseluler melalui selaput
kepala spermatozoa menyebabkan terjadinya reaksi akrosom , konsentrasi Ca2+
dalam spermatozoa cukup rendah baik pada kepala maupun ekornya disebabkan
akibat pompa Ca2+ bermrdia ATP ase dan pembuluh balik Na+/K+ pada selaput
plasma. Hilangnya Ca+ pada permukaan spermatozoa, bukan karena penetrasi
kedalam spermatozoa , dengan mengunakan queen-queen, indikator flueresen
yang selektif terhadap kalsium.
36
f. Perubahan pada Inti
Inti spermatozoa memiliki struktur yang sangat stabil disebabkan oleh cross-
link oleh ikatan5-5. Pada plasma semen terdapat Zn2+ yang bersal dari kelenjar
prostat mengikat radikal bebas 5H+ dari protein initi spermatozoa saat ejakulasi
menyebabkan stabilitas tenporer pada protein inti. Selama kapisitasi inti
kehilangan ion Zn2+ dan stabilitasnya meningkat yang mungkin disebabkan oleh
oksidasi pada radikal 5H+ yang lepas pada ikatan disulfida.
g. Perubahan pada Selaput Plasma
Selaput plasma berhubungan langsung pada lingkungan kapasitasi, sehingga
terjadi perubahan mencolok pada selaput tersebut selama kapasitasi. Pelepasan
atau perubahan material-material pelapis permukaan spermatozoa merupakan
bagian terpenting dari kapasitasi.
Komposisi phospholipid mengalami perubahan selam kapasitasi, hal ini
disebabkan oleh pengaruh penipisan kolesterol yang tidak merata. hal ini terjadi
akibat selaput lipid dan kolestrol secar lateral dari molokul-molekul tersebut
didalam lapisan ganda. fluiditas lipida dari selaput membrane plasma kepala dan
ekor spermatozoa mengalami perubahan akibat kapasitasi.
37
akrosin bergabung dengan kuat pada selaput akrosom, akan tetapi bukti dengan
mikroskop elektron belum dapat ditunjukkan.
Karbohidrat merupakan komponen utama dari akrosom. Selaput tipis
glikoprotein yang menyelubungi permukaan sebelah dalam selaput terluar
akrosom mungkin berfungsi untuk menjaga agar terjadinya plasma tervesukulasi
dan selaput akrosom secara bersama-sama selama reaksi akrosom.
Glikoproteinglikoprotein lainnya dan zat-zat yang mengandung karbohidrat di
dalam matriks akrosom bisa membantu konversi enzim-enzim akrosom dari
bentuk ion aktif (misalnya proakrosin) menjadi bentuk aktif (misalnya akrosin).
38
Gambaran Spermatozoa yang telah mengalami Reaksi Akrosom dengan
pewarnaan FITC Concanavaline A seperti pada gambar 2.30
Reaksi akrosom selaput akrosom terluar dan selaput plasma bagian atas
memungkinkan isi akrosom untuk lepas. Lokasi tempat penggabungan antara
selaput plasma dan akrosom terluar bermula terjadi dapat bervariasi.
Kemungkinan besar spermatozoa melebur seluruhnya pada saat pertama kali
menyentuh zona pellusida. Setidaknya beberapa spermatozoa memulai dan
menyelesaikan reaksi akrosom 10-15 menit saat bersentuhan dengan zona.
Arus masuk nya ion Ca++ merupakan tahap penting dari reaksi akrosom
spermatozoa mammalia. Untuk menjalani reaksi akrosom pada waktu dan tempat
yang tepat, maka spermatozoa harus dapat bertahan hidup lama. Konsentrasi ion
K+ intraselluler dijaga tetap tinggi dan konsentrasi ion Ca++ dan Na+ intraselluler
dijaga tetap rendah, hal ini sangat penting untuk kelangsungan hidup spermatozoa
dan perlindungan spermatozoa dari reaksi akrosom dini. Semua ini dilakukan oleh
ikatan membran Na+ - K+ ATP ase (yang memompa ion Na+ keluar dan ion K+
ke dalam sel) dan Ca++ -ATP ase ( yang memompa Ca++ keluar dari sel).
Selama kapasitasi, lapisan permukaan makromolekul spermatozoa dilepas
atau dirubah, sehingga protein-protein membran intrinsik (termasuk zona atau
reseptor kumulus dalam selaput plasma spermatozoa diatas akrosom) menjadi
berubah. Pelepasan tersebut menyebabkan protein membran intrinsik dapat
bergerak lebih bebas di dalam lapisan ganda lipida. Lapisan ganda lipida sendiri
merubah susunan molekulernya selama kapasitasi yang dilakukan oleh faktor-
39
faktor endogen dan eksogen. Albumin merupakan satu dari faktor-faktor eksogen
yang bertanggung jawab pada pengorganisasian kembali lipida-lipida membran
saat spermatozoa kapasitasi menyentuh kumulus atau zona.
40
plasma spermatozoa atau oleh (b) Penonaktifan mekanisme pemompa ion Ca++
(Ca++-ATP ase) (Susilawati, 2011)
41
Setelah melewati cumulus oophorus, sperma bertemu ZP, rintangan terakhir
sebelum bertemu sel telur. Komponen utama ZP adalah tiga protein glikosilasi,
Zp1, Zp2, dan Zp3. Ada berbagai laporan yang menunjukkan bahwa Zp3
berfungsi sebagai reseptor sperma utama dan dapat memicu reaksi akrosom.
Selama lewatnya sperma melalui ZP, Zp2 dianggap berfungsi sebagai reseptor
sekunder untuk sperma yang bereaksi secara akrosom. Pada telur yang telah
dibuahi, Zp2 diubah menjadi Zp2f oleh enzim sekresi oosit untuk mencegah
pengikatan sperma lebih lanjut dan pembuahan sel telur. Zp1 diperkirakan
menghubungkan heterodimer Zp2 / Zp3 dan menciptakan struktur filamen ZP.
Studi knockout telah mengungkapkan bahwa sel telur dapat membentuk ZP tanpa
adanya Zp1 atau Zp2 dan sperma dapat membuahi sel telur ini . Namun, saat Zp3
terganggu, ZP tidak terbentuk.
ZP membantu mempertahankan interaksi antara sel granulosa dan oosit
selama pematangan oosit. ZP tidak hanya berfungsi sebagai reseptor sperma
tetapi juga bertindak sebagai penghalang spesifik spesies. Zp3 dianggap sebagai
reseptor sperma utama, data menunjukkan bahwa oligosakarida yang melekat
pada protein ZP sangat penting untuk pengikatan sperma yang spesifik.
Hipotesis enzimatis untuk penetrasi ZP menyatakan bahwa pembelahan
proteolitik dari protein ZP oleh protease permukaan sel sperma membuka jalan
bagi sperma yang masuk . Enzim sebagai kandidat utama untuk pembersihan
proteolitik terkontrol dari protein ZP adalah Acr. Acr adalah enzim akrosom
dengan aktivitas chymotryptic yang dilepaskan selama reaksi akrosom.
Setelah penetrasi ZP, sperma langsung bertemu dan menyatu dengan
membran plasma telur. Pengamatan mikroskopis elektron menunjukkan sperma
yang menembus ZP bereaksi akrosom. Fakta bahwa hanya sperma yang bereaksi
akrosom yang dapat menyatu dengan sel telur. Banyak antigen sperma, seperti
Mn9, Cd46, dan Izumo1, menjadi reaktif terhadap antibodi hanya setelah reaksi
akrosom selesai. Antigen itu dinamai "IZUMO" Selama reaksi akrosom, Izumo1
berpindah dari kepala anterior sperma ke tempat di mana fusi akan terjadi
(Ikawa, et al, 2010).
42
2.4 Enzim pada Sperma dan Ovum
2.4.1 Enzim pada Sperma
Akrosom sperma adalah butiran datar turunan dari kompleks Golgi yang
melapisi dua pertiga anterior kepala sperma dan mengandung banyak enzim
akrosom (protease, glikosidase, akrosin, hyaluronidase, dan protein matriks
semipadat). Di antara enzim- enzim itu, serine proteinase acrosin dan
hyaluronidase berperan penting dalam pembuahan, mencakup proteolysis dari
protein zona. Acrosin disintesis dan disimpan dalam bentuk zymogen tidak aktif
secara enzimatis (proacrosin) dan dilepaskan selama reaksi akrosom serta
berfungsi sebagai enzim protease yang dapat menghancurkan senyawa glukoprotein
pada zona pelusida. Hyaluronidase disekresikan dan mendepolimerisasi matriks
antara sel-sel kumulus ooforus dan melarutkan senyawa hialuronid pada korona
radiata. Pada spema bagian akrosom juga mengeluarkan antifertilizin, antigen
terhadap ovum sehingga spema dapat melekat pada ovum. Akrosom mengandung
enzim aktif (proakrosin, akrosin, dan hyaluronidase) dan kemampuan untuk
menjalani reaksi akrosom (Xu, F. et al, 2018). Beberapa enzim yang terkandung
dalam akrosom dapat dilihat pada tabel 2.1 di bawah ini.
43
2.4.2 Enzim pada Ovum
Ovum dibungkus oleh zona pelusida yang merupakan suatu glikoprotein.
Zona tidak mengalami perubahan selama proses maturasi sel telur sampai
terjadinya ovulasi, zona kehilangan glycosaminoglicans beberapa jam sebelum
ovulasi. Pada saat sel telur ditransportasikan dari ovarium ke oviduk, maka ovum
akan ditambahkan glikoprotein. Pada saat fertilisasi, penyusun zona berubah
drastis sehingga spermatozoa lain tidak bisa menerobosnya. Hal ini disebut reaksi
zona. Pada reaksi inilah terjadi hidrolisis glikoprotein ZP2 dan ZP3 oleh granula
cortical namun pada mammalia reaksinya tidak kuat.
Molekul-molekul zona yang bertanggung jawab terhadap ikatan
spermatozoa dan zona pelusida adalah Glikoprotein ZP3 dan ZP2. ZP3 adalah
reseptor spermatozoa yang utama, sedangkan ZP2 reseptor sekunder. ZP3 adalah
reseptor sperma yang mempunyai aktivitas menginduksi reaksi akrosom pada
bagian rantai sakarida-O. ZP3 bertanggung jawab terhadap aktivitas reseptor
utama, sedangkan polipeptidanya terlibat dalam fungsi induksi-reaksi akrosom
glikoprotein.
Spermatozoa manusia melakukan penetrasi ke dalam lendir servik lebih
efisien jika spermatozoa berada dalam seminal plasma. Enzim-enzim seminal
membantu spermatozoa melawati lendir servik. Enzim akrosom yang dilepaskan
spermatozoa pada permukaan zona akan membantu masuknya spermatozoa ke
dalam zona. Baik sperma maupun ovum saling mengeluarkan enzim dan zat
tertentu yang mendukung sehingga sperma dapat menembus zona pelusida. Ovum
akan mengeluarkan enzim fertilizin, tersusun dari senyawa glikoprotein dan
berfungsi mengaktifkan sperma agar bergerak cepat, menarik sperma secara
kemotaksis positif, dan mengumpulkan sperma di sekeliling ovum
(Susilawati, 2011)
44
lebih kecil setiap kali pembelahan, dikenal sebagai blastomer. Hingga tahap
delapan-sel, blastomer membentuk gumpalan yang tersusun secara longgar.
Namun, sesudah pembelahan ketiga, blastomer memaksimalkan kontaknya
dengan satu sama lain, membentuk sebuah gulungan sel padat yang disatukan
dengan ikatan yang erat. Proses pemadatan, memisahkan sel-sel bagian dalam,
yang berkomunikasi secara ekstensif melalui taut celah (gap junction), dari sel-sel
di bagian luar.
Gambar 2. 34 Blastokist
45
2.5.2 Pembentukan Blastokista
Saat morula masuk ke rongga uterus, cairan mulai menembus zona pelusida
masuk ke dalam ruang interselular massa sel dalam. Secara bertahap, ruang
interselular menjadi konfluen, dan pada akhirnya, terbentuk sebuah rongga,
blastokel (Gambar 2.35A,B).
Pada saat ini, mudigah disebut blastokista. Sel-sel massa sel dalam, yang
sekarang disebut embrioblas, berada di satu kutub, dan sel-sel massa sel luar, atau
46
trofoblas, memipih dan membentuk dinding epitel blastokista. Zona pelusida
telah menghilang, memungkinkan dimulainya implantasi. Pada manusia, sel-sel
trofoblastik di atas kutub embrioblas mulai menembus di antara sel-sel epitel
mukosa uterus sekitar hari keenam. Studi terbaru menunjukkan bahwa L-selektin
pada sel-sel trofoblas dan reseptor karbohidratnya di epitel uterus memerantarai
perlekatan awal blastokista pada uterus.
Selektin adalah protein pengikat karbohidrat yang terlibat di dalam interaksi
antara leukosit dan sel-sel endotel yang memungkinkan leukosit "tertangkap"
dalam aliran darah. Mekanisme serupa diduga terjadi untuk "penangkapan"
blastokista dari rongga uterus oleh epitel uterus. Sesudah penangkapan oleh
selektin, perlekatan dan invasi selanjutnya oleh trofoblas melibatkan integrin,
diekspresikan oleh trofoblas dan molekul matriks ekstraselular laminin dan
fibronektin. Reseptor integrin untuk laminin mendorong perlekatan, sementara
reseptor untuk fibronektin merangsang migrasi. Molekul-molekul ini juga
berinteraksi di sepanjang jalur transduksi sinyal untuk mengatur diferensiasi
trofoblas, sehingga implantasi adalah hasil dari kerja sama trofoblas dan
endometrium.
2.6 Implantasi
Blastokista tetap bebas di dalam rongga rahim selama sekitar 2 hari sebelum
menempel pada dinding rahim. Saat ini endometrium berada dalam fase
sekretorinya. Kira-kira 6 hari setelah pembuahan, blastokista menempel ke
endometrium dalam proses yang disebut implantasi (Gambar 2.36). Sebagai
implan blastokista, biasanya di bagian posterior fundus rahim, ia berorientasi
dengan massa sel bagian dalam ke arah endometrium (Gambar 2.36b). Kira-kira
tujuh hari setelah pembuahan, blastokista menempel lebih kuat ke endometrium,
kelenjar endometrium di sekitarnya membesar, dan endometrium menjadi lebih
vaskularisasi (membentuk pembuluh darah baru). Blastokista akhirnya
mengeluarkan enzim dan masuk ke dalam endometrium dan dikelilingi olehnya
(Tortora, 2009).
47
Gambar 2. 36 Hubungan blastokista dengan endometrium uterus pada saat
implantasi.
Setelah implantasi, endometrium dikenal sebagai desidua. Desidua terpisah
dari endometrium setelah janin dilahirkan seperti halnya saat menstruasi normal.
Daerah dari desidua diberi nama berdasarkan posisinya terhadap lokasi
blastokista. Desidua basalis adalah bagian dari endometrium antara embrio dan
stratum basalis uterus; menyediakan sejumlah besar glikogen dan lipid untuk
embrio dan janin sedang berkembang dan kemudian menjadi bagian ibu dari
plasenta. Decidua capsularis adalah bagian endometrium yang terletak di antara
embrio dan rongga rahim.
48
desidua capsularis membengkak ke dalam rongga rahim dan menyatu dengan
desidua parietalis, sehingga melenyapkan rongga rahim (Tortora, 2009).
Fase proliferatif dimulai di akhir fase haid, di bawah pengaruh estrogen dan
sejalan dengan perkembangan folikel ovarium. Fase sekretorik dimulai sekitar 2-3
hari sesudah ovulasi sebagai respons terhadap progesteron yang dihasilkan oleh
korpus luteum. Jika terjadi fertilisasi, endometrium membantu dalam implantasi
dan berperan dalam pembentukan plasenta. Selanjutnya pada kehamilan, plasenta
mengambil alih peran produksi hormon, dan korpus luteum mengalami
degenerasi.
Pada saat implantasi, mukosa uterus berada pada fase sekretorik. Kelenjar
dan arteri uterus bergelung-gelung Akibatnya, dapat dikenali tiga lapisan di
endometrium.
49
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Gametogenesis adalah proses pembentukan gamet/sel kelamin/sel germinal
dewasa. Sel germinal mengalami serangkaian pembelahan mitosis dan meiosis,
diikuti oleh diferensiasi yang menghasilkan sperma atau sel telur atau dikenal juga
dengan peristiwa spermatogenesis dan oogenesis. Kedua gamet ini bertemu pada
peristiwa pembuahan (fertilisasi) atau penyatuan gamet laki-laki dan perempuan
untuk menghasilkan zigot totipotent. Spermatozoa tidak dapat memfertilisasi
ovum segera, melainkan terlebih dahulu harus menjalani peristiwa kapasitasi dan
reaksi akrosom.
Kapasitasi adalah prasyarat penting untuk pembuahan dan selama proses
kapasitasi, perubahan sifat membran, konsentrasi ion intraseluler dan aktivitas
enzim menyebabkan beberapa peristiwa dan jalur pensinyalan di saluran
reproduksi wanita. Hal ini pada akhirnya akan merangsang reaksi akrosom dan
mempersiapkan spermatozoa untuk penetrasi zona pelusida sebelum pembuahan.
Enzim pada sperma dan ovum juga tidak kalah penting dalam fertilisasi.
Pengeluaran enzim-enzim oleh sperma dan ovum memfasilitasi terjadinya
fertilisasi.
50
DAFTAR PUSTAKA
Akintayo, A., & Stanley, P. (2019). Roles for Golgi Glycans in Oogenesis and
Spermatogenesis Frontiers in cell and developmental biology, 7, 98.
Bosakova, T., Tockstein, A., Sebkova, N., Simonik, O., Adamusova, H.,
Albrechtova, J., Albrecht, T., Bosakova, Z., & Dvorakova-Hortova, K.
(2018). New Insight into Sperm Capacitation: A Novel Mechanism of 17β-
Estradiol Signalling. Int. J. Mol. Sci, 19, 4011.
Georgadaki, K., Khoury, N., Spandidos, D.A., & Zoumpourlis, V. (2016). The
Molecular Basis Of Fertilization (Review). International Journal of
Molecular Medicine, 38, 979-986.
Ikawa, M., Inoue, N., Benham, A. M., & Okabe, M. (2010). Fertilization: a
sperm's journey to and interaction with the oocyte. The Journal of clinical
investigation, 120(4), 984–994.
Jin, S. K., & Yang, W. X. (2017). Factors and pathways involved in capacitation:
how are they regulated?. Oncotarget, 8(2), 3600–3627.
Larose, H., Shami, A. N., Abbott, H., Manske, G., Lei, L., & Hammoud, S. S.
(2019). Gametogenesis: A journey from inception to conception. Current
topics in developmental biology, 132, 257–310.
51
Sadler, T.W. (2019). Langman’s Medical Embriology. Ed.14. China: Lippincott
Williams & Wilkins , a Wolters Kluwer Business.
Xu, F., Guo, G., Zhu, W., & Fan, L. (2018). Human sperm acrosome function
assays are predictive of fertilization rate in vitro: a retrospective cohort
study and meta-analysis. Reproductive biology and endocrinology : RB&E,
16(1), 81.
52