Anda di halaman 1dari 16

PEMBENTUKAN BUDAYA ORGANISASI YANG BERSUMBER DARI FAKTOR INTERNAL DAN

EKSTERNAL YANG BERPENGARUH TERHADAP KOMITMEN DAN KINERJA KARYAWAN


PT. SUZUKI FINANCE INDONESIA

( Disusun untuk memenuhi tugas Mata kuliah BUDAYA ORGANISASI )

Disusun Oleh:
ANGGI JULIADINA
2065190001

Fakultas Ekonomi dan Bisnis


Doktoral
Universitas Persada Indonesia (UPI) YAI
Jakarta
2021
A. Latar Belakang

Pada sebuah organisasi, pasti terdapat budaya organisasi yang dianut yang membedakannya
dengan organisasi yang lainnya. Budaya organisasi merupakan satu perangkat nilai – nilai, kebaikan,
norma - norma, penuntun kepercayaan, pengertian, dan cara bertindak atau berpikir itu perlu
dibakukan, atau dipertemukan oleh setiap anggota organisasi yang dapat diterima seutuhnya oleh
lingkungannya atau merupakan suatu komitmen bersama mulai dari lapisan tingkat pimpinan
puncak, pimpinan menengah hingga kepada para bawahannya sebagai pelaksana. Banyak
kesuksesan yang bisa diraih oleh suatu organisasi karena didukung oleh suatu budaya organisasi
yang khas dan kuat tertanam dalam kegiatan operasionalnya. Demikian sebaliknya, cukup banyak
kegagalan organisasi mempertahankan kelangsungan organisasinya karena disebabkan kurang
memperhatikan budaya yang harus dikembangkan.

Keberhasilan suatu organisasi ditentukan oleh adanya beberapa faktor, baik faktor internal
maupun eksternal. Salah satu faktor internal yang turut menentukan keberhasilan organisasi itu
adalah budaya organisasi. Budaya organisasi merupakan seperangkat nilai yang menjadi pedoman
bagaimana seseorang bersikap dalam organisasi. Budaya organisasi akan memberi arah pada
aktivitas organisasi. Budaya organisasi bisa dipengaruhi oleh budaya masyarakat sekitar, pimpinan
puncak/gagasan awal pendiri organisasi, dan juga dari karyawannya sendiri. Budaya organisasi
mempunyai peran yang sangat penting dalam suatu organisasi karena budaya organisasi terbukti
dapat melakukan sejumlah fungsi, seperti menciptakan perbedaan dengan organisasi lain,
menciptakan identitas organisasi, dan memudahkan terciptanya komitmen yang luas terhadap
kepentingan bersama. Budaya organisasi dapat memberikan standar yang tepat untuk apa yang
harus dilakukan oleh karyawan. Dalam hal ini budaya organisasi berfungsi membentuk sikap dan
perilaku karyawan. Karyawan perlu memahami dan mengerti budaya organisasi tempat mereka
bekerja karena hal itu akan memberi efek yang kuat dalam keseharian mereka sebagai seorang
karyawan.

Fenomena budaya organisasi sebagai proses untuk menjaga keberlangsungan hidup


organisasi adalah hal yang menarik dan penting untuk dipahami. Budaya internal organisasi harus
sesuai dengan kebutuhan lingkungan eksternal organisasi dan strategi perusahaan. Ketika mereka
saling berkesesuaian, komitmen karyawan yang tinggi akan tercipta dan akan dicapai organisasi yang
berkinerja tinggi dan mampu mempertahankan keberlangsungan hidup organisasi dalam jangka
panjang. Asumsi dan keyakinan atau budaya adalah respon yang perlu dipelajari terkait masalah
integrasi internal dan permasalahan adaptasi eksternal. Permasalahan internal dan eksternal amat
saling terkait, dan organisasi harus menghadapi mereka secara simultan.

Keywords: Budaya Organisasi, Integrasi Internal, Adaptasi Eksternal, Komitmen, Kinerja.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana penerapan karakteristik budaya organisasi di PT. Suzuki Finance Indonesia?

2. Apakah faktor eksternal dan internal budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja
karyawan?

3. Apa saja budaya organisasi yang diterapkan terhadap kinerja karyawan PT. Suzuki Finance
Indonesia?

4. Faktor apa saja yang melandasi berjalannya budaya organisasi pada kinerja karyawan PT.
Suzuki Finance Indonesia?

C. Indentifikasi Masalah

1. Bagaimana budaya organisasi yang ada dalam PT. Suzuki Finance Indonesia?

2. Bagaimana budaya organisasi yang bersumber dari faktor internal dan eksternal yang terdapat
dalam PT. Suzuki Finance Indonesia?

3. Apakah terdapat pengaruh antara integrasi internal dan adaptasi eksternal yang terdapat dalam
PT. Suzuki Finance Indonesia dengan kinerja dan komitmen karyawan PT. Suzuki finance
Indonesia?
D. Landasan Teori

1. Budaya Organisasi

Pengertian “Budaya organisasi adalah seperangkat asumsi atau sistem keyakinan, nilai-nilai,
norma-norma yang dikembangkan dalam organisasi yang dijadikan pedoman tingkah laku bagi
anggota-anggotanya untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan internal.” Menurut Armstrong
(2010: 9), berpendapat “Budaya organisasi merupakan seperangkat nilai-nilai, keyakinan-keyakinan,
atau norma-norma yang telah lama dianut bersama oleh para anggota organisasi (karyawan),
sebagai pedoman perilaku dan memecahkan masalah-masalah organisasinya.” Sedangkan menurut
Robbins dan Judge (alih bahasa Diana Angelica, 2010: 256), mengemukakan bahwasanya “Budaya
Organisasi yaitu sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan suatu
organisasi dari organisasi lain. Sistem makna bersama ini, bila diamati dengan lebih seksama,
merupakan seperangkat karakteristik utama yang dihargai oleh suatu organisasi.” Kesimpulan dari
pendapat diatas bahwa budaya organisasi adalah kerangka norma-norma yang terdapat dalam suatu
organisasi dan dianut oleh para anggota yang dapat menjadi ciri khas suatu perusahaan.

Schein melihat budaya organisasi dari 3 (tiga) variable dimensi budaya organisasi, yaitu
dimensi adaptasi eksternal (external adaptation tasks), dimensi integrasi internal (internal
intergration tasks) dan dimensi asumsi-asumsi dasar (basic underlying assumtions), lebih lanjut
dijelaskan sebagai berikut.
a. Dimensi Adaptasi Eksternal (External Adaptation Tasks)
Sesuai teori Edgar H. Schein, maka untuk mengetahui variable Dimensi Adaptasi Eksternal,
indikator-indikator yang akan diteliti lebih lanjut meliputi: misi, tujuan, sarana dasar, pengkuran
keberhasilan dan strategi cadangan. Pada organisasi bussines/private yang berorientasi pada
profit, misi merupakan upaya adaptasi terhadap kepentingan-kepentingan investor dan
stakeholder, penyedia barang-barang yang dibutuhkan untuk produksinya, manager, karyawan,
masyarakat, pemerintah dan konsumen. Langkah-langkah yang dapat dilakukan organisasi untuk
beradaptasi terhadap lingkungan eksternalnya dan mempertahankan kelangsungan hidup
organisasi, yakni: (Schein2004)
1. Missian and strategy, obtaining a shared understanding of core mission, primary task, and
manifest and latent functions. Memperoleh pemahaman yang dibagi berkaitan dengan misi
inti, tugas pokok, dan fungsi yang terlihat maupun tidak dari keberadaan organisasi.

2. Goals, developing consensus on goals, as derived from the core mission. Membangun
konsensus terhadap tujuan-tujuan yang berasal dari misi inti organisasi.

3. Means, developing consensus on the means to be use to attain the goals, such as the
organization structure, division of labour, reward system, and authority system.
Membangun konsensus terhadap cara-cara yang digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan,
seperti struktur organisasi, pengelompokan pekerja, sistem reward dan sistem kekuasaan

4. Measurement, developing consensus on the criteria to be used in measuring how well the
group is doing in fullfilling its goals, such as the information and control systems.
Membangun konsensus terhadap kriteria-kriteria yang digunakan untuk mengukur
bagaimana baiknya kelompok bekerja untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi, seperti
sistem informasi dan pengendalian.
5. Correction, developing consensus on the appropriate remedial or repair strategies to be used
if goals are not being met. Membangun konsensus terhadap ketepatan dari tindakan
perbaikan atau strategi perbaikan yang digunakan jika tujuan-tujuan tidak terpenuhi

b. Dimensi Integrasi Internal (Internal Intergration Tasks)


Dimensi Integrasi Internal, indikator-indikator yang akan diteliti, yaitu: bahasa yang sama,
batasan dalam kelompok, penempatan status/ kekuasaan, hubungan dalam kelompok,
penghargaan dan bagaimana mengatur yang sulit diatur. Isu-isu terkait budaya dalam proses
integrasi internal, diuraikan sebagai berikut (Schein2004):
1. Creating a common language and conceptual categories.
Tentukan bahasa dan konsep-konsep yang perlu digunakan sebagai bagian dari proses
komunikasi di antara anggota organisasi, dan jika anggota organisasi tidak dapat
berkomunikasi dengan dan memahami satu dengan lainnya, sebuah kelompok tidak mungkin
dapat didefinisikan, dan hal ini akan mengganggu proses integrasi internal karena diantara
anggota tidak mampu berkomunikasi efektif.

2. Defining group boundaries and criteria for inclusion and exclusion.


Menjelaskan budaya organisasi dengan mendefinisikan batas-batas dan kriteria kelompoknya.
Sebuah kelompok seharusnya dapat mendefinisikan kelompoknya. Siapa yang berada di
dalam dan di luar kelompoknya dan berdasarkan oleh kriteria-kriteria apa anggota kelompok
ditentukan. Setiap anggota organisasi adalah bagian dari kelompok seperti departemen SDM,
departemen keuangan, departemen produksi, departemen pemasaran, dan lain sebagainya.

3. Distributing power and status.


Menjelaskan dengan tepat status dan kekuasaan yang didistribusikan di antara anggota
kelompok. Setiap kelompok harus bekerja berkaitan dengan tingkatan sosial, aturan-aturan
dan kriteria-kriteria yang menjelaskan bagaimana anggota, memperoleh, menjaga dan
kehilangan kekuasaannya. Konsensus pada bidang ini sangat penting untuk membantu
anggota mengelola perasaannya ketika mereka merasa diinginkan dan diserang atau
diabaikan.

4. Developing norms of intimacy, friendship, and love.


Mengembangkan norma yang jelas untuk mengatur pergaulan antara anggota organisasi
terkait, hubungan dekat, pertemanan, dan kasih sayang. Setiap kelompok harus bekerja
berdasarkan aturan main untuk hubungan dengan rekan sebaya, hubungan antara lawan jenis
dan bagaimana menjaga sikap terhadap keterbukaan dan keakraban untuk mengatur tugas-
tugas organisasi. Konsensus terhadap bidang ini sangat penting untuk membantu anggota
mengelola perasaan dibutuhkan.

5. Defining and allocating rewards and punishments.


Mendefinisikan secara jelas tentang penghargaan dan hukuman serta bagaimana keduanya
dialokasikan pada anggota organisasi. Setiap kelompok harus mengetahui apa perbuatan yang
dibenarkan dan apa perbuatan yang salah dan harus mencapai konsensus tentang
penghargaan dan hukuman.

6. Explaining the unexplainable-ideology and religion.


Menjelaskan sesuatu kejadian atau sesuatu hal yang terkait dengan keyakinan dan
kepercayaan anggota yang akan mempengaruhi sikap dan perilaku mereka. Setiap kelompok,
sebagai bagian masyarakat sosial, dapat berhadapan dengan sesuatu yang tidak dapat
dijelaskan dan harus dapat memahami sehingga anggota dapat menanggapinya dan
menghindari keinginan untuk menyepakati sesuatu yang tidak dapat dijelaskan dan tidak
dapat dikendalikan.

c. Dimensi Asumsi-Asumsi Dasar (Basic Underlying Assumtions)


Indikator-indikator yang untuk mengetahui variable dimensi asumsi-asumsi dasar, yaitu:
hubungan dengan lingkungan, hakekat kegiatan manusia, hakekat kenyataan dan kebenaran,
hakekat waktu, hakekat kebenaran manusia, hakekat hubungan antar manusia, homogenitas
versus heterogenitas.

2. Kinerja
Menurut Mahsun (2012: 25), mengemukakan bahwa: “Kinerja atau perfomance adalah
gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan /program /kebijakan dalam
mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning
suatu organisasi”. Konsep utama dari kinerja yaitu sebagai kuantitas dan kualitas pencapaian
tugas-tugas, baik yang dilakukan oleh individu, kelompok maupun organisasi. Kinerja dapat
diukur baik secara individu, kelompok maupun organisasi. Baik atau tidaknya suatu kinerja dapat
dilihat dari kuantitas dan kualitas pencapaian tugasnya. Teori Robbins (2006: 260) yang
mengemukakan 6 (enam) indikator untuk mengukur kinerja pegawai secara individu, yaitu:

1. Kualitas kerja diukur dari persepsi pegawai terhadap kualitas pekerjaan yang
dihasilkan serta kesempurnaan tugas terhadap keterampilan dan kemampuan
pegawai.

2. Kuantitas kerja merupakan jumlah yang dihasilkan dinyatakan dalam istilah seperti
jumlah unit, jumlah siklus aktivitas yang diselesaikan.

3. Ketepatan waktu merupakan tingkat aktivitas diselesaikan pada awal waktu yang
dinyatakan, dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output serta memaksimakan
waktu yang tersedia untuk aktivitas lain.

4. Efektivitas merupakan tingkat penggunaan sumber daya organisasi (tenaga, uang,


teknologi, bahan baku) dimaksimalkan dengan maksud menaikkan hasil dari setiap
unit dalam penggunaan sumber daya.

5. Kemandirian merupakan tingkat seorang pegawai yang nantinya akan dapat


menjalankan fungsi kerjanya.

6. Komitmen kerja merupakan sebagai suatu keadaan di mana seorang individu


memihak organisasi serta tujuan- tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan
keanggotaannya dalam organisasi.

Sedangkan menurut John Miner (1988) dalam Sudarmanto (2009: 11) mengemukakan 4
(empat) dimensi yang dapat dijadikan sebagai tolok ukur dalam menilai kinerja individu, yaitu:
1. Kualitas, yaitu: tingkat kesalahan, kerusakan, kecermatan

2. Kuantitas, yaitu: jumlah pekerjaan yang dihasilkan

3. Penggunaan waktu dalam kerja, yaitu: tingkat ketidakhadiran, keterlambatan, waktu


efektif atau jam kerja hilang

4. Kerja sama dengan orang lain dalam bekerja

Faktor yang mempengaruhi kinerja individu tenaga kerja adalah kemampuan mereka, motivasi,
dukungan yang diterima, keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan dan hubungan mereka
dengan organisasi (Mathis & Jackson, 2000). Selain itu, komitmen karyawan juga turut
berpengaruh terhadap kinerja.

3. Komitmen
Dimensi dan Indikator Komitmen Organisasional Menurut Robbins dan Judge dalam Zelvia
(2015), Komitmen organisasi adalah suatu keadaan dimana seorang karyawan memihak
organisasi tertentu serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan
dalam organisasi tersebut. Jadi, keterlibatan pekerjaan yang tinggi berarti memihak pada
pekerjaan tertentu seorang individu, sementara komitmen organisasional yang tinggi berarti
memihak organisasi yang merekrut individu tersebut.
Tiga dimensi terpisah komitmen organisasional adalah :
1. Komitmen afektif (affective commitment) : yaitu perasaan emosional untuk organisasi dan
keyakinan dalam nilai- nilainya.
2. Komitmen berkelanjutan (continuance commitment) : yaitu nilai ekonomi yang dirasa dari
bertahan dalam suatu organisasi bila dibandingkan dengan meninggalkan organisasi
tersebut. seorang karyawan mungkin berkomitmen kepada pemberi kerja karena ia dibayar
tinggi dan merasa bahwa pengunduran diri dari perusahaan akan menghancurkan
keluarganya.
3. Komitmen normatif (normative commitment) : yaitu kewajiban untuk bertahan dalam
organisasi untuk alasan- alasan moral atau etis.

G. Analisa/Evaluasi Alternatif Penyelesaian Masalah


Permasalahan dalam integrasi internal perusahaan saat ini yaitu :
- Banyak karyawan terdampak covid-19, untuk karyawan lapangan, perusahaan bekerja sama
dengan tenaga outsource terutama untuk mengisi posisi ARO (Account Receivable Officer)
dan untuk back office pekerjaan digantikan dengan rekan sejawat dalam satu unit kerja.
Selain itu beberapa kantor cabang juga tidak beroperasi karena terdampak Covid-19.
- Adanya program dan strategi-staregi perusahaan terkait restrukturasi/penangguhan
pembayaran untuk nasabah terdampak Covid-19 dengan memperketat peraturan
restrukturasi bagi nasabah
- Diberlakukannya aprroval dokumen-dokumen/proposal pengajuan by sistem yang dapat
disirkulasikan hingga pimpinan perusahaan/direktur terkait agar tindakan yang dilakukan
tetap dapat berjalan sesuai SOP dan regulasi perusahaan.
- Credit Marketing Officer (CMO) yang diperbantukan ke bagian Collection untuk melakukan
penagihan dan mengumpulkan pembayaran nasabah dengan tetap memberikan reward
berupa insentif yang sama apabila CMO bisa berkontribusi dalam bidang collection.

Adapun penyelesaian masalah dalam integrasi internal perusahaan yang dapat diambil yaitu :
1. Bahasa yang sama dalam anggota organisasi dengan komunikasi yang efektif seperti mengadakan
meeting untuk menyusun strategi untuk menciptakan konsep arah tujuan yang sama. Selain itu,
adanya regulasi dan standar operasi prosedur (SOP) yang jelas dalam organisasi
2. Menciptakan batas-batas & kriteria kelompok berdasarkan unitnya, seperti kriteria apa aja yang
akan dicapai dan ditentukan secara bersama, misalkan kriteria dalam unit marketing akan
berbeda dengan kriteria dalam unit sumber daya manusia (SDM), unit penagihan/Asset &
Collection, dan juga unit lainnya.
3. Setiap kelompok harus bekerja sesuai jobdesk masing-masing yang berkaitan dengan sesuai
dengan tingkatan sosialnya & aturan. Seperti contohnya jobdesk seorang staff tentunya berbeda
dengan jobdesk seorang manager yang bertugas mengatur, mengawasi dan mengontrol kinerja
bawahannya.
4. Adanya reward dan punishment bagi karyawan. Punishment diberikan untuk karyawan yang
melanggar kedisiplinan, melakukan kecurangan dan keteledoran yang menyebabkan kerugian
perusahaan. Sedangkan reward bagi karyawan unit tertentu yang berhasil mencapai target yang
telah ditentukan.

Dari uraian tentang proses pembentukan budaya organisasi di atas kita dapat mengetahui
bahwa dampak budaya kuat terutama dirasakan oleh para manajer, yang berperan sebagai ’role
models’ aktif memperteguh pembentukan budaya kuat di kalangan segenap karyawan. Para
karyawan menerima nilai-nilai bersama melalui interaksi yang terus-menerus dengan atasan
maupun dengan sesama karyawan, sehingga ia dapat bekerja efektif dan tidak bingung pada saat
harus menghadapi berbagai masalah penting. Karyawan dan manajemen organisasi yang berbudaya
kuat, menunjukkan pola perilaku tertentu dalam menunjukkan tanggung jawab pribadi maupun
dalam hubungannya dengan sesama karyawan dan manajer. Pola-pola perilaku tertentu ini oleh
Stephen Robbins (1989: 468) dijelaskan dalam konteks sebagai berikut:
1) Inisiatif pribadi: tingkat tanggung jawab, kebebasan, dan otonomi yang dimiliki karyawan;
2) Toleransi terhadap resiko: dorongan dari pimpinan agar karyawan bertindak agresif, inovatif, dan
berani ambil resiko;
3) Kejelasan arah: organisasi menciptakan tujuan yang jelas, dan pengharapan untuk kinerja;
4) Integrasi: unit-unit kerja dalam organisasi didorong untuk bekerja secara terkooordinasi;
5) Dukungan manajemen: komunikasi yang jelas, bantuan, dan dukungan dari pimpinan kepada
bawahan;
6) Kontrol: aturan, ketentuan, dan supervisi langsung yang digunakan untuk mengendalikan perilaku
karyawan;
7) Identitas: rasa bangga karyawan sebagai anggota organisasi secara keseluruhan, tidak hanya
sebatas unit kerjanya sendiri;
8) Sistem imbalan: pembagian imbalan, termasuk penentuan dan kenaikan gaji dan promosi
berdasarkan evaluasi atas kinerja karyawan dengan kriteria yang jelas—bukan pilih kasih atau
senioritas belaka;
9) Toleransi terhadap konflik: karyawan didorong untuk mengeluarkan pendapat secara terbuka,
sehingga terjadi konflik terbuka yang konstruktif—bukan dipendam yang berdampak destruktif;
10) Pola-pola komunikasi: sejauh mana komunikasi antar karyawan dibatasi pada komunikasi formal
yang bersifat hierarkis struktural.

Sedangkan, analisa permasalahan Adaptasi Eksternal perusahaan, yaitu :


- Adanya regulasi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengenai Perberlakukan Pembatasan Kegiatan
(PPKM) lembaga jasa keuangan sebanyak 50% karyawan WFO dan WFH dan regulasi pemberian
penangguhan pembayaran/restrukturasi nasabah yang harus ditaati perusahaan.
- Banyak nasabah mengajukan restrukturasi dan kredit macet.
- Alasan geografis customer untuk CMO dan ARO melakukan survey dan penagihan terutama untuk
di wilayah Indonesia Bagian Timur, Sumatera dan Kalimantan yang masih banyak daerah
terpencil.
- Adanya regulasi pemerintah mengenai PPKM yang membatasi ruang gerak CMO dan ARO
melalukan penjualan, survey dan penagihan ke nasabah.
- Keluhan - keluhan nasabah

Adapun adaptasi eksternal evaluasi alternatif penyelesaian masalah:


Organisasi harus memiliki visi, misi dan tujuan organisasi harus jelas. Selain itu adanya struktur
organisasi, pengelompokan unit kerja, reward dan punishment, sistem kekuasaan dan sistem
informasi untuk bisa beradaptsi dengan lingkungan eksternal perusahaan. Adanya regulasi, SOP,
policy/kebijakan-kebijakan yang mengikuti perkembangan era masa kini untuk pengendalian baik di
integrasi internal maupun untuk adptasi eksternal organisasi agar perusahaan dapat berjalan
beriringan dan dapat bertahan dalam jangka waktu yang panjang. Selain itu adanya strategi dan
corrective action sebagai langkah perbaikan organisasi untuk memenuhi tujuan-tujuan yang belum
tercapai. Budaya organisasi tidak hanya terbatas pada integrasi internal, namun sesuai dengan
’orientasi sistem terbuka’ (open systems), secara konseptual integrasi internal organisasi tidak dapat
dipisahkan dari adaptasi eksternal. Tegasnya, efektivitas kerja karyawan dalam rangka pencapaian
tujuan organisasi mempunyai dua dimensi, yakni dimensi integrasi internal sebagai kegiatan
kerjasama yang terkoordinasi, dan dimensi adaptasi eksternal karena tujuan organisasi pada
dasarnya adalah tanggapan organisasi secara fungsional terhadap dinamika kondisi lingkungan.
Dalam organisasi bisnis, kinerja organisasi dapat diartikan sebagai tingkat kemampuan organisasi
memenuhi kebutuhan dan harapan lingkungan yang berubah-ubah. Dimensi adaptasi ekternal ini
ditonjolkan di dalam buku In Search of Excellence: Lessons from America’s Best-Run Companies
karya -omas J. Peters dan Robert H. Waterman, Jr. (1982). Buku best seller yang fenomenal ini
merupakan hasil penelitian atas lebih dari enam puluh organisasi bisnis, yang berasal dari enam jenis
industri yang berbeda, dengan sangat meyakinkan menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan
unggul mempunyai seperangkat ciri adaptasi eksternal-- secara konsisten sigap menanggapi
perubahan lingkungan. Ciri-ciri adaptasi eksternal yang khas dan konsisten tersebut meliputi delapan
ciri khas sebagai berikut:
1) Cekatan bertindak (bias for action): berorientasi pada tindakan, perbaikan, dan eksperimentasi.
Bila ada ide, karyawan dapat bertindak cepat karena organisasi fleksibel dan dinamis dengan
’struktur’ berbentuk ad hoc dan ditandai oleh banyak komunikasi informal—pimpinan
melaksanakan MBWA (management by walking about) dan menganut prinsip ’lebih baik dicoba
dari pada ide hilang percuma’ (chaotic action is preferable to orderly inaction);

2) Dekat dengan pelanggan (close to the customer): peduli dan mendengarkan konsumen, karena
konsumen adalah sumber revenue perusahaan. Karyawan belajar dari para pelanggan dan peka
terhadap jajaran pengguna produk, jasa, layanan, kualitas— dapat mencapai nichemanship atau
kepekaan terhadap ceruk bisnis yang kecil sekalipun;

3) Otonomi dan kewirausahaan (autonomy and entrepreneurship): desentralisasi, kemandirian,


tanggung jawab, inisiatif, dan inovasi didorong dan dikembangkan. Pemimpinan dan inovasi
dikembangkan secara sadar, sehingga karyawan berani berjuang sebagai ‘pendekar’ ide dan
inovasi di dalam ’sistem pemupukan juara’ (championing systems), individual dan tim kerja
dengan melibatkan diri dalam komunikasi intensif, khususnya komunikasi informal, dengan
dukungan sarama fisik, dan toleransi terhadap kegagalan— program persaingan internal;

4) Produktivitas melalui manusia (productivity through people): memperlakukan jajaran pimpinan


dan segenap karyawan sebagai sumber dari produktivitas dan kualitas. (Anggaran)
pengembangan sumber daya manusia dianggap penting melebihi dana otomatisasi. Karyawan
penting karena akal budi dan ide—bukan karena kekuatan otot dan tangannya. Setiap orang
dianggap dewasa dan diperlakukan sebagai rekan atau mitra, dalam suasana kekeluargaan,
keterbukaan, dan penghargaan—aturan fleksibel, bahasa ramah dan santun dalam keluarga
besar, setiap orang dapat ’memenangkan’ hadiah;

5) Sentuhan demi nilai dan mutu (hands-on, value-driven): penuh perhatian, teguh, dan siap
membantu demi penciptaan nilai—tidak lepas tangan—terlebih di sektor jasa, perlakuan
individual dan komunikasi informal, akrab dan gembira. Pimpinan secara teratur meluangkan
waktu untuk melihat pelaksanaan ’nilai tertinggi’,

6) Taat pada bisnis inti (stick to the knitting): fokus dan konsisten dengan bisnis dasar yang asli—
menghindari konglomerasi, tetap pada kompetensi inti dengan memisahkan yang tidak terkait
langsung. Berpegang teguh dan konsisten pada prinsip ’get back to basics’— tidak rakus dengan
akuisisi atau pencaplokan dan berpegang teguh pada prinsip ’jauhkan diri dari bisnis yang kau
tidak tahu’;

7) Bentuk sederhana dan ramping (simple form, lean staff): struktur organisasi sederhana dan
jumlah karyawan pas, struktur jabatan mendatar, jumlah pimpinan sedikit, prioritas kerja jelas,
integrasi mantap namun dinamis sesuai kebutuhan (ad hocracy), sigap dalam pemecahan
masalah dan peka terhadap masa depan—perubahan;

8) Ketat sekaligus longgar (simultaneus loose-tight properties): keseimbangan antara kontrol pusat
dan otonomi karyawan. Teguh dan tegas dalam hal kebijakan penting, namun bebas pada
penjabaran dan pelaksanaan, pimpinan mempunyai kepercayaan pada karyawan demi
kedekatan dengan konsumen. Kontrol budaya organisasi ketat namun ada kelonggaran dalam
orientasi keluar atau otonomi dalam kerangka disiplin—ikatan nilai-nilai bersama, keyakinan
untuk eksperimentasi.
H. Kesimpulan

Organisasi dan seluruh anggotanya perlu memahami budaya terkait bagaimana budaya
dapat menjadi bagian dari usaha untuk beradaptasi dengan lingkungan eksternal agar mereka
mampu menghadapi permasalahan yang dihadapi untuk mempertahankan dan mendorong kinerja
organisasi. Memahami budaya artinya memahami pentingnya membagi asumsi atau pemahaman
tentang misi dan strategi organisasi untuk mengarahkan sikap dan perilaku mereka beradaptasi
dengan lingkungan eksternal organisasi. Pada umumnya organisasi/perusahaan membagi ketentuan-
ketentuan yang dikembangkan berkaitan dengan isu-isu pertumbuhan dan kelangsungan hidup
ekonomi organsasi/perusahaan yang melibatkan bagaimana menjaga hubungan baik diantara para
stakeholders organisasi, seperti (1) investor dan pemegang saham, (2) suppliers, (3) manajer dan
karyawan, (4) komunitas dan pemerintah, dan (5) konsumen yang bersedia membayar produk dan
jasa organisasi.

Sedangkan dalam integrasi internal, integrasi merupakan kemampuan perusahaan dalam


melakukan koordinasi seluruh unit menjadi satu kesatuan gerak. Dukungan dan kemampuan
manajemen dalam proses komunikasi, pembimbingan, dan memberi dukungan pada bawahan akan
sangat dibutuhkan dalam integrasi internal. Secara konseptual integrasi internal organisasi tidak
dapat dipisahkan dari adaptasi eksternal. Tegasnya, efektivitas kerja karyawan dalam rangka
pencapaian tujuan organisasi mempunyai dua dimensi, yakni dimensi integrasi internal sebagai
kegiatan kerjasama yang terkoordinasi, dan dimensi adaptasi eksternal karena tujuan organisasi
pada dasarnya adalah tanggapan organisasi secara fungsional terhadap dinamika kondisi lingkungan.
Dalam organisasi bisnis, kinerja organisasi dapat diartikan sebagai tingkat kemampuan organisasi
memenuhi kebutuhan dan harapan lingkungan yang berubah-ubah.

I. Saran Penyelesaiaan Masalah.

Evaluasi kinerja dilakukan dengan menggunakan Key Performance Indicator (KPI) karyawan
Perusahaan dengan membandingkan tahun sebelum pandemi dengan tahun selama masa pandemi.
Dengan demikian, apabila perusahaan memiliki sumber daya manusia dengan komitmen yang tinggi
dan berpihak pada kepentingan organisasi maka akan mampu menghasilkan kinerja yang lebih baik
selain itu adanya perilaku Organizational Citizenship Behavior (OCB) yang tinggi dalam diri karyawan
akan membangun loyalitas karyawan terhadap perusahaan dan memiliki rasa kepemilikan (sense of
belonging) yang besar dalam perusahaan sehingga dapat menghasilkan kinerja yang maksimal dan
dapat mencapai tujuan perusahaan. Sebaliknya, jika komitmen dan OCB karyawan rendah maka akan
berdampak kurangnya rasa keterikatan karyawan untuk terus bertahan dalam perusahaan, sehingga
loyalitas dan tanggung jawab karyawan terhadap perusahaan rendah serta karyawan dapat
meninggalkan dan tidak bertahan lama bekerja dalam perusahaan serta dapat mempengaruhi
pencapaian kinerja perusahaan. Maka berdasarkan kesimpulan di atas, dapatlah diajukan beberapa
saran untuk penelitian selanjutnya hendaknya dapat mempertimbangkan untuk menambah faktor lain
yang berhubungan dengan kinerja karyawan, seperti faktor motivasi dan Organizational Citizenship
Behavior (OCB), dimana karyawan dengan suka rela membantu rekan kerja dan mengerjakan hal diluar
jobdseknya, terlebih di masa global pandemi Covid-19 ini.
Daftar Pustaka

https://media.neliti.com/media/publications/18104-ID-strategi-komunikasi-pembentukan-
budaya-organisasi-baitul-arqam-sebagai-sarana-pe.pdf

http://etheses.uin-malang.ac.id/1728/6/09410050_Bab_2.pdf

http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/135958-T%2028091-Analisis%20pengembangan-
Literatur.pdf

https://www.slideshare.net/IceuAdinata/budaya-organisasi-24854752

https://syncore.co.id/id/Perencanaan-Analisa-Faktor-Internal-dan-Eksternal

https://docplayer.info/161869-Integrasi-internal-dan-adaptasi-eksternal-bagi-
keberlangsungan-hidup-organisasi-dengan-pendekatan-budaya.html

http://konsultasiskripsi.com/2020/04/30/masalah-adaptasi-eksternal-dan-internal-budaya-
organisasi-skripsi-dan-tesis/

https://tirtarimba.blogspot.com/2019/11/4-dimensi-dan-6-indikator-untuk.html
Mahsun, Mohamad. 2016. Pengukuran Kinerja Sektor Publik. BPFE-YOGYAKARTA:
Yogyakarta

Robbins, Stephen P. 2006. Perilaku Organisasi Edisi Kesepuluh. Jakarta: PT.Indeks

Schein, Edgar H. with Schein, Peter, (2017), Organizational Culture and Leadeership. 5 th
Edition, Wiley.

Pendukung:(Beugelsdijk et al., 2009; Ibrahim et al., 2017; Jogaratnam, 2017; Klimas, 2016;
Mohamed et al., 2014; Roni et al., 2015)

Anda mungkin juga menyukai