Anda di halaman 1dari 35

GoNGENTTAL TALIPES EQUINOVARUS (CTEV)

I P. SUKARNA
GoNGENTTAL TALTPES EQUTNOVARUS (CTEV)

atau

CONGENITAL CLUB FOOT

I P. SIIKARNA

PENDAHULUAN

Apa yang dimaksud dengan congenital talipes equinovarus (CTEV) ? Talipes equinovarus berasal dari kata-
kata Latin, Talipes adalah kombinasi kata talus (pergelangan kaki) dan pes (kaki); equinus berarti "horselike"

(yang dimaksud disini tumit dalam posisi fleksi plantar); varus berarti inversi dan adduksi. Dalam bahasa lnggris

dikenal sebagai 'clubfoot'dan dalam bahasa lndonesia dikenal sebagai kaki pekuk.

Kelainan kongenital ini, menurut statistik, terjadi pada 1 - 2 per 1000 kelahinan hidup (hbel-1). Di mana lakilaki

lebih banyak daripada wanita, dengan kejadian bilateral berkisar 70o/o pada laki-laki dan 50% pada wanita.
Pada bayi yang baru lahir, kelainan ini dapat diketahui dengan melihat adanya 4 kelainan, yaitu :

1. Hindfoot (anklc) equrnus


2. Hindfoot (subtalnr) inversi(= varus)
3. Forefoot aduksi d?n pronaeiGz)
4. Midtarsal cavus (Ponseti)(3r)

Scarpa membuat definisi CTEV yang sangat sederhana, yaitu'Clubfoot deformity rc twsfing of the scapoid, os

calcis, and cuhoid around the astragalus'(o) lstilah hngenital Talipes Equinovarusla3l dipergunakan pada

clubfoot yang idiopatik untuk membedakan bentuk lainnya seperti kelainan neurologik, teratologik, fungsional,

dan lain-lain,

Kebanyakan bayi yang baru dilahirkan tampak mempunyai clubfoot.lni disebabkan oleh posisi intra uterine,

yang akan terkoreksi secara spontan dalam beberapa hari atau minggu. Satu cara yang mudah untuk
membedakan CTEV dengan keadaan fisiologis pada bayi yang baru dilahirkan adalah dengan can sebagai

berikut :

Koreksi dulu forefoot ke posisi normal dan lakukan gerakan dorsofleksi secara pasif pada pergelangan kaki.

Bila ibu jari kaki dapat menyentuh krista tibia, keadaan ini bukanlah suatu CTEV.

Dalam literatur dilaporkan tingkat keberhasilan terapi konservatif pada CTEV berbeda-beda. Kite (1930, 1964)

melaporkan hasil yang baik pada 80 - 90 7o pasien.(13)Lloyd


- Roberts dan Wayne Davis (1964) melaporkan

hasil yang baik pada 30 - 50 % pasien.(al Sedangkan Ponseti melaporkan hasilyang baik pada 89 % pasien

dengan operasi yang terbatas.(27)'(2e)'(31 )


2

Terapi dianggap berhasil bila koreksi ifu memberikan kaki yang berfungsi, tidak nyeri, plantigrade, mobilitas

yang baik, tanpa menimbulkan kalus, dan tidak memerlukan sepatu khusus'

Tampaknya kehrhasilan ini tergantung sekali dari perbandingan jumlah tipe CTEV yang dilakukan terapi

konservatif. Kalau semua pasien yang dilakukan terapi merupakan CTEV tipe I (non rigid), maka tingkat

keberhasilannya mencapai 100 %. Kalau pasien yang dilakukan terapi merupakan CTEV tipe ll (rigid atau

severe), maka tingkat keberhasilannya dapat mencapai 0 %. Tetapi Ponseti, dengan teknik yang dia lakukan

dan setelah melalui evaluasi selama lebih dari 30 tahun, mendapatkan hasil yang baik pada lebih dari 90 %

pasiennya (Ponseti, 1986).e4 Beberapa pusat ortopedi, baik di Amerika atau Eropa, juga mendapatkan hasil

yang serupa bila melakukan terapi CTEV dengan cara Ponseti (Ponseti Managemenf.

Beberapa kelainan kongenital yang bisa memberikan gambaran talipes equinovarus (sekunder), antara lain

seperti pada myelomeningocele (spina bifidal, afthrogryposts, constrlcfion band, absenf dari tibia. Kelainan TEV

pada penderita-penderita ini, terapi konservatif akan lebih sulit dan sangat resisten. Maka dari itu, golongan

TEV pada kelainan ini kita golongkan menjaditipe lll,

Jadi ada 3 tipe TEV berdasarkan tingkat keberhasilan terapinya '(t5)'(11)

Tipe I : Tipe non-rigid (posisi intra uterine I packing syndrome)

Tipe II : Tipe rigid (clubfoot - moderate dan severe)

Tipe III : Tipe resisten rigid (clubfoot yang ada hubungannya dengan keadaan
penyakit seperti myelomeningocele, afthrogryposr.s, constrictbn band,

dan lain-lain I Teratologic tyPe)

Ponseti membuat klasifikasi yang berguna untuk memberikan pengertian yang sama (komunikasi) dan cara

penanganannya lztl

1. Untreated clubfoot dibawah umur 2 tahun.

2. Neglected clubfoot diatas umur 2 tahun yang tidak tertangani.

3. Corrected clubfoot yang berhasilditerapi dengan cara Ponseti.

4. Recurrent clubfoot terjadinya supinasi dan equinus setelah diterapisecara awal dengan cara
Ponseti,

5. Resistant clubfoot teratologic clubfoot (arthrogryposis)

6. Complex clubfoot penderita yang diterapi dengan cara non Ponseti.


Tabel 1. lnsidensi CTEV pada berbagai bangsa(rtt

Negara Insiden
Cina 0,39
Jepang 0,53
Malaysia 0,68
Filipina 0,76
Kaukasus l,r2
Puertorico 1,36
India 1,57
Afrika Selatan 3,50
Polvnesia 6,81

ETIOLOGI

Sampai sekarang belum diketahui penyebab dari CTEV. Simon menyimpulkan ada 6 teori mengenai etiologi

cTEV(36).

1. Teori Kromosom
z. Teori Embrionik
3. Teori Otogenik
4. Teori Fetal atau lntra Uterine Packing
s. Teori Neuropatik
6. Teori Miopatik

TEORI KROMOSOM

Adalah teoi'hereditary germ plasm'. Defek sudah terdapat pada unfefteilized germ cefl, Jadi defek sudah ada

sebelum prcses fertilisasi. lni tefiukti menurut Palmer (1964), CTEV lebih sering terjadi pada keluarga-keluarga

di mana sudah ada anggota keluarga yang menderita CTEV.

Wayne-Davis (1964) mencatat adanya peningkatan insiden CTEV dalam keluarga yang anggota keluarganya

menderita CTEV. Sehingga dimungkinkan terjadinya CTEV diturunkan sebagai polygenic muftifactoial trait

pada golongan ras tertentu seperti Polinesia, yang mempunyai kejadian CTEV yang cukup tinggi (tabel l).

lnipun dapat dilihat dari angka kejadian CTEV yang lebih tinggi pada laki-laki (70%) daripada wanita (Kite).(r3)

TEORIEMBRIONIK

Teori ini menyatakan bahwa defek terjadi pada saat feftilized ge,rm cells. Teori ini diajukan oleh Pirani,
Sherman, dan Setfle; di mana defek terjadi dalam periode embrionik (mulai konsepsi sampai 12 minggu).
Berdasarkan bukti adanya collum tali yang pendek dan mengamh ke medial dan plantar pada semua CTEV,
4

maka kejadian ini disebabkan oleh karena defek dari pertumbuhan os talus pada pertumbuhan embrio. Teori ini

banyak yang menyanggah, dikarcnakan kelainan pada os talus tidaklah selalu primer, tetapi dapat disebabkan

oleh adanya gaya yang tidak simetris selama pertumbuhan. Begitu pula dengan terjadinya CTEV yang bercifat

unilateral, melemahkan teori embrionik ini.

TEORIOTOGENIK

Teori ini menyatakan bahwa terjadi karena pertumbuhan yang terhenti (anest of developmenf). Teori ini

pertama kali diajukan oleh Bohm (1929), di mana terdapat pertumbuhan yang terhenti pada periode awal
pertumbuhan janin. Terhentinya pertumbuhan ini dapat terjadi secara permanen, temporer, atau perlambatan.

"Anest theory" ini diperkirakan ada hubungannya dengan perubahan faktor genetik yang disebut "cronon".

Cronon adalah faktor genetik yang menentukan kapan saat yang tepat untuk terjadinya perubahan yang
progresif selama pertumbuhan. Bekerjanya cronon dapat berubah oleh karena pengaruh elemen tertentu

seperti teratogen, yang mengakibatkan pertumbuhan yang abnormal pada tungkai. Gangguan pertumbuhan ini

dapat terhenti secara permanen, sementara, atau perlambatan, Bila terhentinya pertumbuhan ini secara
permanen, maka akan mengakibatkan cacat yang berat. Bila gangguan yang terjadi adalah temporer, maka

dapat mengakibatkan terjadinya CTEV. Salah satu faktor yang dapat mengakibatkan terjadinya perlambatan
pertumbuhan adalah steroid.

Terhentinya pertumbuhan yang terjadi pada minggu ke (7 - 8), akan mengakibatkan CTEV yang berat.
Sedangkan bila terjadi pada minggu ke (9 - 12), akan mengakibatkan CTEV ringan sampai sedang. Pada akhir

masa terhentinya pertumbuhan, maka pertumbuhan akan kembali nomal, yaitu mulai dari titik pertumbuhan

Yang terakhir.(ze)

TEoRI FETAL (INTRA UTERTNE PACK|NG)

Teori ini merupakan teori yang paling tua, seperti yang diajukan oleh Hippocrates (400 SM) dan Galen (200

SM). Bahwa CTEV disebabkan oleh faktor tekanan ekstrinsik pada janin di dalam uterus.

TEORINEUROPATIK

Teori ini menyatakan bahwa jika otot-otot pasien dengan CTEV diperiksa dengan menggunakan histokimia dan

mikroskop elektron, maka akan tampak kelainan neurologis. Faktor utama yang menyebabkan kelainan ini

karena adanya kelainan pada inervasi selama periode pertubuhan.

Terladinya ketidakseimbangan otot yang kecil saja pada masa pertumbuhan tulang yang cepat pada janin akan

menimbulkan kelainan yang bersifat disproporsional. (lsaacs dkk, 1977).(r2)


Etiologi

Minggu

-Teori kromosom
oolvoinic (multl factorial) lntra uterine oressure
- cacat didalam unfertilized menentukan saat yang tepat (packing syndrome)
germ cell : terjadinya kemajuan modifikasi Kelainan otot
saat pertumbuhan, primer ?
- dalam keluarga
- bangsa (Polynesia = .- Cronon mungkin bita berubah oleh
Maori) ' bahan tenentu (terdtogen) dan -Trimester ll (12-20) mlnggu faktor
menyebabkan peft umbuhan genetik: penumbuhan kolagen yang
abnormal darlpada tungkai. tinggi pada ligamen.
- growth arrest : permanenr temporer - pertumbuhan awal embrio adalah
(O-12) minggu perlambatan penumbuhan normal.
cacat terjadi saat permanen ) deformitas. - CTEV adalah developmental
pembuahan germ cell. tem porer )CTEV, perlambatan deformation, bukan embryonic
karena steroid. malformation.
- bita terjadi pada minggu (7-E) t (Ponseti).
berat.
- bila pada minggu (9-12) t kelainan
sedang atau ringan.
Soecifi cation defect (Hootnick)
-limb specification pada bulan ke 5
(teratogen)
- neuromuskuler
- vaskular
- tulang
CTEV : post specification defect.

TEORIMIOPATIK

Teori ini menjelaskan tentang kelainan primer yang terjadi pada otot. Hal ini dikemukakan oleh Shimitzri {kk(rsl

(Partial loss of innervations with re-inervations). Teori tentang miopati dan neuropati akan dijelaskan pada

kelainan neuromuskular pada topik tersendiri.

PATO . ANATOUI

Seluruh kaki rotasi ke medial terhadap talus. Rotasi ini primer terjadi pada : talocalcaneus, talonaviculare, dan

calcaneocuboid. Rotasijuga terjadi pada sendi-sendi lainnya, tetapi sedikit sekali dan tidak berarti.

Sendi Talocruralis

Talus dalam posisi equinus serta cenderung menggulir (roll) ke depan terhadap mortise. Malleolus lateral
letakrtya ke posterior (menurut Cand bdasarkan analisa komputer).(rl

Semua sependapat, terjadi rotasi ke medial dari talocalcaneal dan talonaviculare, naviculare berputar dan

bergeser ke medial terhadap kaput tali, Tuberositas calcaneus mengalami rotasi ke lateral mendekati maleolus

lateralis.

Terjadi pemendekan tendon tibialis posterior dan ligamen-ligamen di daerah medial, sehingga naviculare

mendekati maleolus rnedialis. Di bagian posterolateral terjadi pemendekan ligamen ligamen calcaneofibular

lateral dan talofibular yang mengakibatkan fibula ke arah posterior.


Talus
oleh os navculare yang bergeser ke
Tejadi kelainan bentuk talus pada pasien CTEV karena talus te4epit
tidak dapat bergerak leluasa pada
proximal dan plantar tertradap kaput tali (constriction'encasemenf sehingga

persendian, lni mengakibatkan terjadinya endochondral growth yang terbatas, talus yang lebih kecil, tulang

rawan artikular akan mengalami atrofis bila tidak bergerak


(di mana prinsip nfttlage suruival adalah flutd,

motion dan intermiften Pressure)'

Kelainan utama yang mendasar pada crEV adalah karena terjadinya deviasi ujung depan dari pada talus ke

arah medial dengan Plantar'(lzat

terhadap sumbu panjang dari corpus disebut


Sudut yang dibentuk oleh sumbu panjang caput dan collum talus

"declination angle", nilai normal pada orang dewasa (150 - 160) derajat'

Pada CTEV nilai "declination angle" ini berkurang, variabel antara


(1 15 - 135) derajat'

selama
pada janin yang masih muda, caput dan collum daripada talus berputar kearah medial daripada kaki

pertumbuhan janin; mulai umur 16 minggu keatas "declination angle" bertambah'0a)

dari 'molding' dari os naviculare yang


Menurut Farabeuf (1g72\121t, kelainan collum os tali merupakan akibat
juga, kelainan ini bersifat revensibel bila dilakukan koreksi saat
bergeser ke proksimal dan inversi. Dikatakan

masih bayi,

pendapat. Menurut McKay(rs), posisi corpus tali


Mengenai letak corpus tali dalam mortise, ada perbedaan
corpus tali berada dalam posisi rotasi intemal'
berada pada keadaan netral. sedangkan menurut Goldnedzl,
menyatakan bahwa posisi corpus tali
Tetapi menurut Canol(3), bedasarkan analisa menggunakan komputer,

berada dalam posisi rotasi ekstemal.

atau tendon yang melekat pada talus' Pada


Talus dipertahankan posisinya oleh mortise karena tidak ada otot
posisi equinovarus dari calcaneus serta posisi
CTEV, talus ikut berputar dalam mortise ke arah plantar karena
bagian psterior hanya tampak seperempat
naviculare ke medial dan plantar, sehingga permukaan sendi talus

atau sepertiganYa saja,

posterior
pada bidang horisontal, talus di dalam mortise mengalami rotasi ke lateral diikuti oleh rotasi ke

maleolus l3ls16li5.(r8)

Kelainan rotasitungkai bawah pada CTEV dapat bertambah


berat karena manipulasi saat koreksi yang kunng

baik, sehingga terjadi yang disebut horizontal breach (Swann


dkk),(38)

menggunakan caput tali sebagai stabilisator atau


Keadaan ini dapat dihindari pada saat koreksi CTEV dengan

fulkrum.
Gambar 2. 'Horizontal breach' menurut konsep dari Swann, Lloyd-Roberts dan Catterall.
A. lrisan melintang tibia distal pada kaki normal, talus pada mortise.
B, Posisi daripada talus pada mortise bila telah terjadi 'horizontal breach". Talus rotasi ke lateral dan fibula bergerak
keposterior sedangkan tibia tidak berubah (Simons GW.tr04

Subtalar Kompleks

Subtalar kompleks terdiri dari 3 persendian yaitu meliputi: talocalcaneal, talonavicular, dan calcaneocuboid.

1. Sendi Talocalcaneal

Sendi ini terdiri dari tiga permukaan. Yang penting adalah hubungan calcaneus dengan talus yang
mengalami rotasi abnormaldalam 3 dimensi : sagital, corcnal, fl3n ftefisonfsl,(ta)

Rotasi horisontal calcaneus di sekitar ligamen interosseous adalah sangat signifikan. Ligamen interosseous

ini terdiri dari 3 ligamen yang terpisah, yaitu ligamen posterior dari sendi talocalcaneonavicular, ligamen
anterior subtalar (sendi talocalcaneal posterior) dan ligamen interosseous (cervical ligament).

Karena calcaneus berputar horisontal ke medial pada sumbu ligamen interosseous, calcaneus akan
bergeser di bawah caput dan collum tali di depan dari sendi pergelangan kaki dan tuberositas calcaneus

bergerak mendekati malleolus lateralis di belakang sendi pergelangan kaki.(l8l

psnsstie4,(2s),(30)'(3ll menekankan pentingnya gerakan horisontal subtalar (gerakan calcaneus ke medial) di

bawah talus bensama-sama dengan seluruh tulang distal dari talus, yaitu naviculare, cuboid, cuneiforme,

dan metatarsalia menjadi adduksi. Calcaneus selain bergerak ke arah medial juga mengalami inversi
(varus) yaitu bidang coronal. Gerakan sagital adalah gerakan talocalcaneus ke plantar yang menyebabkan

kelainan equinus.
Gambar3. Hubungan sendi calcaneus - talus : tampak depan kaki kiri.
A. Kaki normal,
B. CTEV : rotasi koronal calcaneus : - bagian depan calcaneus berputar kemedial sehingga letaknya dibawah talus.
- sedangkan bagian belakang calcaneus bergerak ke lateral mendekati
malleolus lateralis (Tachjian MOlrt4

B
Gambar 4.
A. Pada GTEV : bagian anterior daripada calcaneus terletak dibawah caput tali. Posisi menyebakan devormitas varus dan
equinus dari pada tumit.
B. Usaha menekan calcaneus kearah eversi tanpa menggerakkan abduksi tumit yang varus tidak akan terkoreksi.
C, Dengan menggerakkan abduksi bagian depan calcaneus sehingga hubungan calcaneus dan talus menjadi normal
akan meperbaiki kelainan varus pada CTEV. (Ponseti lV{et);
Atas dasar inilah kemudian Ponseti mempunyai konsep cara terapi CTEV.

Konsep I : seluruh kaki bergerak di bawah talus,

Konsep ll : forefoot dan hindfoot akan terkoreksi bersama (simultan) bila cavus midfoot dikoreksi, kemudian

digenakkan ke arah abduksi.

Selain calcaneus, semua dalam posisi varus dan equinus terhadap pergelangan kaki (ini ditulis dalam

semua literatur kecuali rotasi horisontal). Varus disebabkan oleh rotasi koronal.

Jaditerjadi kombinasi rotasi horisontal dan koronal. Sedangkan equinus disebabkan oleh rotasi sagital.

Apa yang terjadi akibat rotasi horisontal daripada calcaneus terhadap talus ?

Ligamen calcaneofibular yang normal arahnya oblik, berubah menjadi vertikal, memendek, serta menebal.

Begitu pula terjadi penebalan sarung tendo peroneal dan ligamen talofibular posterior.

Calcaneus dan naviculare bergerak sebagai satu kesatuan karena dihubungkan oleh ligamen-ligamen yang

kuat.

Menurut Q6p9l,(3)

. Caput tali mengarah ke lateral


. Bagian depan calcaneus tertekan ke bawah oleh kaput tali sehingga
menjadi plantar fleksi dan rotasi ke medial
. Sumbu longitudinal talus dan calcaneus menjadi tumpang tindih
dan paralel
. Kelainan equinus dan inversi (varus) dari calcaneus tidak dapat
dikoreksi bila talus tidak di derotasi ke medial
Bandingkan dengan konsep f,61i pqnssfi.(zs]

2. Sendi Talonavilculare

Sendi ini berbentuk ball dan socket, yang dalam keadaan normal, os naviculare (socket) dapat
bergerak leluasa ke segala arah bersama-sama dengan gerakan calcaneo-cuboid dan
talocalcaneal. Gerakan yang bersama (interdependent) ini dipakai oleh Ponseties) sslsgsi
konsep cara terapi konservatif pada CTEV. Pada CTEV, os naviculare bergeser ke arah medial
dan plantar terhadap caput tali. Makin berat deformitas aduksinya, makin dekat jarak os
naviculare dengan malleolus medialis. Bila keadaan ini dipertahankan, sendi tulang rawan
yang mempunyai kontak satu dengan yang lainnya (talonaviculare), pertumbuhan dari
osteochondral akan menjurus ke medial dan plantar (longitudinal growth) serta kelainan ini
akan progresif. lstilah naviculare mengalami luksasi atau subluksasi terhadap caput tali adalah
10

kurang tepat. Namun demikian, posisi os naviculare ini perlu di 'realign' (ditata kembali)
supaya arah pertumbuhan talus menuju ke arah yang normal. Bila terlambat penataan kembali,
maka tulang rawan pada bagian lateral akan mengalami atropi. Tindakan menata kembali ini
dapat mengalami kesulitan akibat dari pemendekan tendon tibialis posterior, ligamen deltoid
(tibionavicular), ligamen calcaneonaviculare (spring ligament), seluruh kapsul navicular,
ligamen talonavicular dorsalis, ligamen bifurcatum, ligamen cubonavicular obliqum, Walaupun
demikian, jika kedua elemen talocalcaneus dan talonavicular telah terkoreksi, sendi calcaneo-
cuboid akan terkoreksi dengan baik, kecuali pada CTEV yang rigid dan lssisfsn.(18)'(361

ligoncnl

Gambar 5. Pergeseran yang progresif naviculare terhadap caput tali kearah medial dan plantar.
A. pada kaki normal
B, dan C. pada CTEC : pertumbuhan janin yang cepat, tarikan (kontraktur)tendo tibialis posterior,
navicular bergeser kearah medial dan plantar mendekati malleolus medialis.
(Tachjian MOortl

Sendi Calcaneocuboid

Pada CTEV, terjadi malposisi. Cuboid bergeser ke medial terhadap calcaneus, di bawah tulang
navicular dan cuneiforme, Rotasi ke medial yang berkelanjutan mengakibatkan ligamen
bifurcatum (calcaneo-cuboid, calcaneo-navicular), ligamen plantaris longus, ligamen plantar
calcaneo-cuboid, ligamen cubonavicular, retinakular eksternal inferior (cruciate ligament),
ligamen dorsal calcaneo-cuboid, ligamen cubonaviculare mengalami pemendekan, sehingga
midfoot menjadi supinasi dan forefoot aduksi. Walaupun demikian, jika kedua elemen
talocalcaneus dan talonavicular telah terkoreksi, sendi calcaneocuboid terkoreksi dengan baik,
kecuali pada CTEV yang rigid dsn 1ssisls6.(1E)
LI
(27),(30),(311
Q 3y u s

Cavus adalah kelainan pada kaki (CTEV) dimana arkus bagian medial tampak lebih tinggi oleh
karena adanya pronasi dari forefoot terhadap hindfoot. Calcaneus (subtalar), selain aduksi juga
mengalami inversi atau supinasi (varus). Forefoot juga selain aduksi mengalami supinasi. Tetapi
kedudukan forefoot terhadap tumit adalah pronasi, dimana metatarsal I kedudukannya fleksi
sehingga bentuk cavus menjadi bertambah. Cavus atau equinus pada forefoot karena kontraktur
dari fascia plantaris dan otot plantaris brevis.

Ponseti menekankan pentingnya melakukan koreksi cavus terlebih dahulu dengan cara supinasi,
agar diperoleh alignment dengan hindfoot, sebelum melakukan koreksi daripada adduksi forefoot
dan varus secara simultan, dimana kaput talus dipergunakan sebagai fulcrum.

Adalah merupakan suatu kesalahan pada terapi konservtif koreksi CTEV, bila forefoot digerakkan
dan diposisikan pronasi, dimana cavus akan bertambah, sehingga mengakibatkan macetnya
(jamming) gerakan horisontal antara talus dan calcaneus di bagian depan.

Apa yang terjadi pada otot-otot dan jaringan lainnya ?

Jaringan lunak pada bagian medial dan posterior kaki dan pergelangan kaki memendek (ligamen,
kapsul, otot, tendon, sarung tendon, pembuluh darah, saraf, dan kulit).

Otot

Otot yang terletak di bagian posteromedial (fleksor), dengan menggunakan pemeriksaan


ultramikroskop, mengalami pemendekan akibat dari bertambahnya jaringan ikat. lni adalah
akibat dari gangguan inervasi pada saat pertumbuhan intrauterine.(81,(12) Keadaan ini juga
akibat dari mobilisasi (pergerakan) tungkai yang berkurang dalam uterus. Seperti
diungkapkan oleh Swynyard dan Bleck, yang disebut dengan 'law of fibrous tissue",(40)

Handelsman dkk, melakukan pemeriksaan histokimia dan elektron mikroskop pada biopsi otot, dan menyebutkan
bahwa pada CTEV serat-serat otot tipe I lebih banyak dibandingkan dengan serat tipe ll. Di mana pada orang normal,
serat otot tipe I dibandingkan dengan tipe ll adalah 1:1 sampai 1:2. Adanya atrofi otot merupakan gejala yang tetap
ada pada CTEV. Otot peroneus mengalami atrofi lebih berat dibandingkan dengan otot-otot yang mempeltahankan
deformitas karena tidak aktif. Secara mikroskopis, jumlah serat otot tidak mengalami perubahan.(rI(12) Otot
gastrocnemius pada CTEV selalu mengalami pengecilan. Kenapa ? Ada beberapa penelitian yang telah
dilakukan,(r)'(tz)Biopsi otot gastrocnemius yang diperiksa secara konvensional yaitu pengeiatan dengan hematoksilin-
eosin, tidak memeberikan gambaran kelainan macam-macam serat dan tidak tampak adanya kelainan neuromuskular.
Tetapi bila otot ini dilakukan pemeriksaan histokimia yang spesifik untuk enzim-enzim oksidatif dan glikolitik, maka
akan didapatkan dua macam perbedaan serat-serat otot.
1. Serat otot tipe l(slow-twitch) : yaitu seralserat otot yang memperoleh.energi dengan mengkonsumsi oksigen
dan kaya akan enzim-enzim oksidatif.
12

2. Seratotot tipe ll (fast-twitch) : yaitu seralserat otot yang memperoleh energinya dari simpanan glikogen dengan

menggunakan enzim-enzim glikolitik.

Otot manusia mengandung kedua macam serat-serat otot ini, dengan perbandingan yang bervariasi antara 1:1 sampai 1:2'
pada pengecatan imunohistokimia, serat otot tipe I memberikan warna gelap, sedangkan serat tipe ll memberi warna terang

yang tersusun seperti checker board (papan main dadu) atau berbentuk mosaik. Buller (1960) menemukan perbedaan
metabolisme serat-serat otot tipe ldan ll, dimana sifalsifat perbedaan metabolisme ini tergantung dari karakter saraf
yang

mensuplainia. Eksperimen ini diperkuat oleh Dubowitz dan Brook (1963). Percobaan ini dilakukan pada kucing dengan
memotong dan melakukan anastomosis silang dari saraf yang menginervasi otot soleus (tipe l) dengan saraf otot fleksor
hallucis longus (tipe ll). Setelah regenerasi saraf yang dianastomosis, otot soleus berubah sifatnya menjadi "fasltwitch' dan
sebaliknya otot fleksor hallucis longus:menjadi,'slow-twitch". Dari percobaan ini dapat diambil kesimpulan bahwa keria saraf
pada otot ada 2 macam :

1. Fungsi utamanya adalah untu,k transmisi-stimulasi-eksitator sehingga otot dapat berkontraksi.


2. Efek trofis otot yang disuPlai :

a. Menentukan kandungan enzim yang memberikan macam twitch speed dan karakteristik pengecatan
serat.
b. Mengatur ukuran dan alignment serat-serat otot.

Gray dan Katz (1961) melakukan penelitian histokimia pada otot-otot pasien dengan CTEV. Hal ini iuga dilakukan oleh
Handelsman dan Balamente, Shimitzu dkk. dan Sirca dkk. Mengecilnya otot gastrocnemius pada CTEV hanya dapat dijelaskan
oleh akibat berkurangnya serat-serat otot tipe ll disertai dengan meningkatnya serat-serat otot tipe l. Defisit ini hanya terjadi
setempat saja, yaitu otot-otot di bawah lutut, dimana otot quadriceps misalnya tampak normal. Tonnis (1968) menyebutkan
bahwa otot ini ditentukan oleh jumlah serat-serat otot tipe I dan ll serta faktor umur. Faktor apa yang rnenyebabkan
berkurangnya serat-serat otot tipe karena adanya gangguan saat awal pertumbuhan ianin atau karena faktor
ll ? apakah
genetik ? Beberapa kejadian relaps atau rekurensi pada paska terapi CTEV dapat dilelaskan dengan teori tersebut. Teori ini
pula yang dapat menjelaskan terjadinya CTEV, yaitu kurangnya serat-serat tipe ll yang konstan selama pertumbuhan. Bukan
disebabkan posisi dalam uterus, bukan karena miopatik, tetapi neuropatik.

Handelsman dan Glasser(r) melakukan pemeriksaan otot-otot pasien CTEV yang dibandingkan dengan otot
penderita dengan

kelainan LMN lainnya seperti post poliomielitis, arthrogryposis, penyakit Charcot-Marie, myelomeningo.cele dan sacral
yang tipe ll'
agenesis. Hasil yang diperoleh adalah sama, yait! serat-serat otot tipe I lebih banyak dibandingkan dengan
pemeriksaan pada serat otot penderita CP dan paska trauma kapitis (UMN) dindapatkan bahwa terjadi peningkatan serat-

serat otot tipe ll, yaitu akibat'nerve input' yang berlebihan sehingga seralserat otot tipe I berubah menjadi serafserat otot
tipe ll.

Hootnick dkk(e) menyatakan adanya imbalans antara otot agonis dan antagonis, serta lebih banyaknya serabut otot tipe I
dibandingkan dengan serat-serat otot tipe ll akibat dari proses neurogenik, yang merupakan suatu proses denervasi dan
re-

i nervasi.

Pembuluh Darah (Vaskuler)

Ternyata pada pasien CTEV bisa terjadi kelainan pembuluh darah. Menurut Hootnick dkk(e)
kebanyakan CTEV disebabkan oleh post specification defect. Sebagai catatan sel-sel mesodermal
pada vertebrate limb bud bertugas untuk membentuk jaringan-iaringan tertentu yang disebut
"specification". Limb specification pada manusia terbentuk pada minggu ke-s pertumbuhan embrio.

Cacat tungkai (limb defect) pada manusia disebabkan berdasarkan waktu terjadinya "limb
:
specification" sebelum atau saat terbentuknya limb specification disebut "specification defect".
Bila seda
13

talus yang mengalami defek, juga arteri tibialis anterior beserta cabang-cabangnya yang mulai
terbentuk pada umur embrio antara (5,7 - 6,3) minggu.

Schwartz dkk(331 melakukan pemeriksaan pada 8 pasien CTEV dengan menggunakan alat calor
doppler. Alat ini akurat dan sensitif, namun,harganya cukup mahal. Lama pemeriksaan 30 menit.
Dari pemeriksaan 8 pasien dengan CTEV, ditemukan 3 penderita dengan hipolasia arteri tibialis
anterior (diameternya 50% lebih kecil dibandingkan dengan arteri tibialis posterior). 1 penderita
dengan absennya arteri tibialis anterior dan posterior,

o/o
$i6sn(36) melakukan pengamatan pada orang normal, dan didapatkan bahwa 2,2 orang normal
tidak mempunyai arteri dorsalis pedis. Pada CTEV tipe ringan dan sedang, didapatkan dengan
insiden yang sama dengan orang normal. Sedangkan pada CTEV berat didapatkan bahwa 6,7
% pasien tidak memiliki arteri dorsalis pedis,

Crider flkk(sl msnsliti pada 30 pasien CTEV. Dimana 28 pasien (93%) memiliki kelainan pada
arteri tibialis anterior dan posterior, yaitu hipoplasia dan absensia. Hanya 2 pasien dalam
keadaan normal.
Catatan :

Saat melakukan operasi CTEV dengan cara posteromedial atau Cincinati, pertama selalu dan perlu diselamatkan
(preserve) arteria tibialis posterior yang bersama satu kesatuan dengan vena dan nervus tibialis posterior.

Selubung Tendon

Selubung tendon mengalami penebalan terutama tibialis posterior, peroneus, hallucis,


digitorum communis.

Kapsul Sendi

Terjadi pemendekan dan menebal (contracted) pada pergelangan kaki bagian posterior,
subtalar, talonavicular, calcaneocuboid,

Ligamen

Ligamen pada kaki normal mempunyai sifat viskoelastik 'fibrous connective tissue' yang
menghubungkan antara tulang-tulang tarsalia, sehingga menjadikan persendian yang fleksibel
flsn 5[s[il.(2s],(lt)

Fungsi sendi-sendi tarsalia sangat dipengaruhi oleh ligamen dan tulang-tulang di sekitarnya.

Kelainan pada CTEV, equinus, naviculare dan calcaneus mengalami aduksi dan inversi oleh
karena ligamen-ligamen pada sendi bagian posterior dan medial menebal dan ketat.
T4

pada pemeriksaan mikroskopis, serat-serat kolagen bergelombang karena berkerut bukan


karena kontraktur. Kerutan akan menghilang jika dilakukan peregangan' Susunan kolagen
terdiri dari serat tipe 1 (g0%) dan tipe 3 (<10%), Ligamen mengandung sedikit actin dan
fibronectin, Sintesa kolagen yang berlebihan terjadi pada ligamen, tendon dan otot
yang

penyebab terjadinya
berlangsung sampai umur anak 3-4 tahun, dan ini menjadi salah satu
relaps.(2e1,(30)

Fascia

Penebalan pada permukaan dan fasia plantaris.

ANATOUI FUNGqIONAL
pada tahun 1872, Farabeuf menjelaskan fungsi dan anatomi kaki yang normal dan kelainan
pada CTEV. pada kaki normal, calcaneus bergerak rotasi mengitari ligamen interosseus
talocalcaneus, yaitu aduksi, fleksi, dan inversi karena letak miring dari sendi

talocalcaneus.(30)

pula dengan os
Saat kaki dalam posisi varus, calcaneus bergerak inversi dan adduksi. Begitu
cuboid dan naviculare berada di depan calcaneus dan caput tali.

pergeseran tulang-tulang tarsalia yang berlebihan pada CTEV akibat dari tarikan yang
berlebihan dari otot-otot tibialis posterior, bersama-sama dengan gastrocnemius, tibialis
anterior, flexsor hallucis longus, flexor digitorum longus dan otot-otot plantaris'

Kelainan dari os talus yaitu pada collumnya, akibat 'molding' dari os naviculare yang

bergeser ke proksimal dan inversi.

pada bayi' Bila


Kelainan-kelainan pada CTEV ini adalah reversibel, bila dilakukan koreksi dini
dibiarkan, terjadi rotasi, inversi dari calcaneus, subluksasi os naviculare dan cuboid
yang

berlangsung progresif sehingga terjadi neoarthrosis.

PendapatFarabeufdiatasdiperkuatolehpendapatHuson(1961)p9)'(31)mengenaianatomidan
fungsi pada kaki yang normal.

ponseti melakukan penelitian yang membenarkan kelainan fungsi dan anatomi pada CTEV
(interdependent).
menurut Farabeuf, dimana gerakan sendi tarsalia terjadi secara bersamaan
juga. Keadaan ini disebut
Bila salah satu sendi dihambat, maka sendi tarsal lainnya terblokir
sendi tarsalia
dengan 'constrain mechanism' menurut Huson, Pada CTEV, ligamen'ligamen
bagian belakang (hindfoot) mengalami fibrosis. Hal ini tidak terjadi pada ligamen-ligamen
15

forefoot seperti naviculare-cuneiforme, pada garis Lisfranc dan jari-jari kaki. Forefoot
mengalami aduksi dan supinasinya kurang dibandingkan pada hindfoot, sehingga terjadi
cavus, dimana plantarfleksi metatarsal I lebih besar dibandingkan dengan metatarsal bagian
lateral. Gerakan aktif dan pasif pada forefoot sedikit terbatas. Bayi dengan CTEV dapat
dikoreksi sampai normal pada garis Lisfranc. Kasus pada CTEV dapat dikoreksi dengan
memperbaiki 'alignment' dari metatarsal, Kebanyakan CTEV tidak dapat dikoreksi anatomis
dengan sempurna. Masih terdapat sedikit aduksi dan gerakannya terbatas, terutama pada
CTEV yang berat,

PATOGENFSTS

Secara biologis, CTEV bukanlah merupakan malformasi embrionik, melainkan suatu


developmental deformation seperti halnya DDH dan scoliosis. Pada awal embrio, kedua kaki
tumbuh normal. Pada trimester kedua, terjadi gangguan pertumbuhan yang menjurus CTEV.
Hootnick mengatakan post specification defssl.(e)'(ot)

Menurut Handelsman dan Glasser (1994)(61, lsaacs dkk (1977)112t pada pasien dengan CTEV
terjadi pertambahan serat-serat otot tipe ldan berkurangnya serat-serat otot tipe ll. lnilah
yang mengakibatkan mengecilnya otot gastrocnemius. Defisit ini hanya terjadi pada otot-otot
distal dari lutut. Sedangkan otot quadriceps tetap normal.

Tonnis (196S) menjelaskan adanya ketidakseimbangan antara otot agonis dan antagonis
sebagai penentu terjadinya CTEV. Masih menjadi pertanyaan, apakah ini disebabkan oleh
-neural
perubahan origin" untuk otot tungkai bawah pada CTEV idiopatik ? Hal ini masih
belum dapat dibuktikan secara klinis maupun EMG.

Hootnick dkk (1994)p)mengatakan bahwa imbalans antara otot-otot agonis dan antagonis dan
serat-serat otot tipe I lebih banyak daripada tipe ll merupakan akibat dari proses neurogenik
(suatu proses denervasi dan re-inervasi).

lsaacs dkk (1977)112t menduga terjadinya CTEV disebabkan karena perubahan inervasi yang
kecil dapat merupakan faktor primer, dan f ibrosis otot dan tendon adalah perubahan

sekunder.

lonasescu dkk (1975)tto) 1s1s6 membuktikan bahwa ada pengawasan neurogenik sintesa
protein pada ribosom otot.

Bayi dengan CTEV, setelah dilahirkan cenderung menjadi lebih kaku. Hal ini mungkin
dikarenakan pada minggu-minggu pertama, terjadi sintesa kolagen yang cepat pada tendon
L6

dan ligamen, Sintesa kolagen ini akan berkurang secara pelan-pelan sampai umur 5-6 tahun.
Sintesa kolagen yang cepat pada bayi dengan CTEV, memudahkan terladinya kekambuhan
setelah d ikoreksi (Ponseti)(26)

Menurut Green dan Lloyd Robert (1985)(7b) menganjurkan operasi pada CTEV yang resisten
sebaiknya dilakukan pada umur 6-12 bulan, karena sintesa kolagen menurun.

Berdasarkan patologi dan biologi jaringan ikat, diduga kelainan CTEV diinduksi oleh'unknown
dysfunction'pada daerah di bawah lutut yang diinervasi oleh nervus tibialis posterior (faktor
neurotrofik). Terjadi gangguan pertumbuhan struktur-struktur yang diawasi oleh saraf ini,
dimana pada saat bersamaan terjadi sintesa kolagen yang berlebihan dengan akibat
'retracting f ibrosis' pada tendo Achilles, tibialis posterior, f leksor hallucis longus dan
digitorum longus, ligamen-ligamen tarsal bagian posterior sehingga tejadi kelainan CTEV.
(lppolito, Poseti (1 980))(11)

Tendo Achilles berbeda dengan ligamen tarsalia yang bisa diregangkan. Maka dari itu, pada
koreksi dorsofleksi pergelangan kaki sering tidak berhasil karena tendo Achilles terdiri dari
serat-serat yang tidak dapat diregangkan, tebal, dan kolagen yang ketat dengan sedikit sel.

Tabel 2. Kontraktur Jaringan lunak Penyebab Deformitas pada CTEV

Deformitas Struktur va no Menoa la mi Kontraktur (Penyeba b Deformitrq)


Equinus Tendo Achilles dan gastrocnemius dan soleus
Kapsul posterior sendi pergelangan kaki
Ligamen talo-fibular posterior
Varus hindfoot Tendon tibialis posterior
Kapsul medial sendi subtalar
Ligamen deltoid superfisial
Lieanen calcaneofibular
Aduksi forefoot Tendon tibialis posterror
Tendon abduktor hallucis longus
Kapsul medial sendi talonaviculare dan sendi calcaneo cuboid
Snrine lieament
Cavus (forefoot equinus) Fasia plantaris
Otot-otot olantaris brevis

PETERIKSAAN KLINIS

Pemeriksaan pasien CTEV meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan radiologi (bila perlu).

Anamnesis meliputi : riwayat kehamilan, keluarga, adanya faktor teratogen dan lain-lain.
Pemeriksaan umum (general check lisf) yaitu apakah ada kelainan-kelainan di tempat lain
L7

termasuk kelainan organ-organ tubuh, Pemeriksaan lokal meliputi apakah ada fixed equinus,
varus pada subtalar, kaki depan dalam posisi adduksi dan supinasi, serta cavus pada
midfoot, adanya lipatan kulit (crease) pada midfoot, betis tampak mengecil.

Betis bentuknya lebih kecil dan tumit tampak'kosong'(bantalan tumit lunak karena calcaneus
tertarik ke proksimal oleh tendo Achilles yang memendek) dan tumit tampak tinggi (equinus
berat), Kebanyakan bayi yang baru dilahirkan mempunyai bentuk kaki seperti CTEV. Maka
dari itu perlu dibedakan apakah kaki bayi yang dilahirkan tersebut'fisiologis'atau'patologis'.
Caranya adalah dengan melakukan test dorsofleksi.

Cara melakukan test dorsofleksi pada bayi baru lahir atau berumur beberapa hari :

t. Lutut difleksikan 90 derajat. Arahkan dulu forefoot ke arah yang normal (abduksi) dan varus

subtalar ke posisi
normal, kemudian pelan-pelan dilakukan dorsofleksi pada
pergelangan kaki, lbu jari kaki dengan mudah (tanpa tahanan) akan dapat menyentuh
krista tibia.

2. Bila terdapat tahanan pada saat manipulasi di atas, ini berarti ada kelainan berupa
CTEV. Jangan sekali-kali memaksakan gerakan dorsofleksi karena dapat merusak
jaringan tulang rawan sendi. Dengan cara ini dapat ditentukan ringan beratnya CTEV,

3. Makin bertambah umur bayi, makin ada tahanan pada saat manipulasi test dorsofleksi.

Hal ini dikarenakan faktor hormonal ('relaxin'), yaitu estrogen, yang berada dalam tubuh
bayi. Jumlah hormon ini akan berkurang atau menurun perlahan-lahan sesuai umur karena
terjadi proses detoksifikasi oleh hati serta diekskresi melalui ginjal. Pada bayi berumur
sekitar 3 minggu, kadar relaksin menjadi rendah. Relaksin ini mempunyai efek
meregangkan jaringan-jaringan lunak. Atas dasar inilah, tindakan koreksi dengan
plastering yang bertahap pada CTEV harus dilakukan sedini mungkin, dimana kadar
relaksin/estrogen masih tinggi untuk mencapai hasil yang maksimal.

Pada palpasi pertama, akan memberikan kesan mengenai tingkat kekakuan / rigiditas yang
menunjukan tingkat kesulitan yang akan dihadapi saat melakukan tindakan koreksi. Bentuk kaki
yang pendek, gemuk dan kaku dengan lipatan kulit yang dalam pada arkus, akan lebih sulit
untuk dilakukan koreksi. Kadang disertai dengan calcaneus letak tinggi,
Dosrsofleksi pada ankle ba
gan mudah menyentuh cris

Beberapa kelainan kongenital yang memberi gambaran talipes equinus varus yang merupakan
suatu sindroma seperti afthrogryposls, constrrcfion band (Sfreeter's dr.sease), meningomyelocele, agenesis

sacrum, agenesis tibia, dan Charcot Marie disease. Maka dari itu perlu dilakukan pemeriksaan
anggota badan di tempat lain,
19

Gambar 8. DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

1. Constriction bands (Streeter disease)


2. A.M.C
3. Myelomeningocel
4, Sacral agenesis
5. Tibial agenesis
6. CharcolMarie disesase

Foto x-ray baru dapat dibuat setelah bayi berumut 4 - 5 bulan, karena pusat penulangan tulang-
tulang tarsalia tampak semua. Pemeriksaan radiologis perlu dibuat sebelum dan sesudah
terapi dalam rangka evaluasi hasil pengobatan CTEV.
20

Pada penderita yang belum dapat berjalan, standar pemeriksaan x-ray meliputi foto AP dan
stress dorsofleksi lateral pada kedua kaki.

Pada anak yang dapat berdiri dibuat foto AP dan lateral.

Pada foto AP :

Gambar 9, Skets diambil dari gambaran radiologi pada bayi


dengan kaki riormal umur 6 bulan : pandangan A.P, dan laterat

Sudut talo-calcaneal normal antara 20'40 derajat'

Pada CTEV,sudut ini akan berkurang secara progresif, tergantung dari beratnya varus
dan rotasi. Dapat mencapai 0 derajat (sumbu sejajar)'

Sudut talo-metatarsal I normal antara 0-20 derajat.

Pada CTEV, sudut ini menjadi positif karena faktor adduksi dari forefoot.

Pada foto lateral :

o o
d
/g Gambar 10. Skets diambil darigambaran radiologi pada bayi
el dengan kaki CTEV umur6 bulan : pandangan A'P' dan lateral

r Sudut talo-calcaneal normal antara 35-50 derajat'

Nilai ini akan berkurang pada CTEV secara progresif tergantung dari beratnya deformitas'

Sudut-sudut iniditentukan pertama kali oleh Kite (Kile's angle)1131'


27

Tabel 3. Evaluasi Foto X-ray pedis pada pasien dengan CTEV

Proyeksi Foto Evaluasi Normal CTEV

AP Sudut talo-calcaneal 20 40 derajat


- < 20 derajat varus
Sudut talo-metatarsal I 0 - (-20) deraiat Positif - aduksi
Lateral Sudut talo-calcaneal -
35 50 derajat 35 derajat-equinus

TERAPT KONSERVSTTF CTEV rptOpATtK

Sejarah

Sampai sekarang, terapi konservatif masih lebih baik dibandingkan dengan operatif. Mulaijaman
Mesir kuno, seperti yang tertera pada makam-makam darijaman Hippocrates (400 BC) dikatakan
terapi CTEV dilakukan pada usia dini dengan cara manipulasi secara hati-hati. Bangsa lndian
Aztec (pra Colombus) melakukan pengobatan CTEV dengan cara memasang bidai yang terbuat
dari daun k6kfu3.(r3)

Pada pertengahan abad 19, Hugh Owen Thomas (1534-1891) di lnggris yang dlanggap sebagai
bapak Orthopaedi, memakai alat kunci lnggris yaitu Thomas wrench untuk mengkoreksi CTEV.
Cara ini ditentang keras oleh WH Trethewan (1882-1934). Dia menganggap bahwa alat tersebut
sebagai 'barbarous weapon', sebab manipulasi dengan paksa akan merusak tulang-tulang yang
sedang tumbuh.(131

Guerin (1836) memakai gips untuk mempertahankan CTEV yang telah dikolsksi.(ll)

Pada abad 20 (1939), Hiram (i[s(rl) memperkenalkan cara baru untuk mengkoreksi serta
mempertahankan koreksi pada CTEV dengan menggunakan gips secara bertahap (serial
plastering). Tehnik dari Kite yang merupakan terapi standar penanganan CTEV dikenal selama
kurang lebih 50 tahun sudah ditinggalkan dan beralih dengan menggunakan metode Ponseti,
sesuai dengan patologi dan biomekanik,

Sejak tahun 2002, benar-benar terjadi revolusi dalam pengobatan CTEV, dimana sebelumnya
tindakan-tindakan operasi banyak dilakukan. Karena keberhasilan yang tinggi dengan terapi
konservatif mempergunakan metode Ponseti, maka cara terapi CTEV beralih ke cara Ponseti.
Selama 4 dekade, cara Ponseti tidak ada yang merespons, kecuali anak didiknya di lowa
University.

Beberapa kali publikasi mengenai keberhasilan metode Ponseti antara lain :

Tahun 1963 : Ponseti dan Smoley (JBJS) dengan judul "Congenital Clubfoot:The Results of
llssf rnsnf ",(28)
22

Tahun 1g80: Laaveg dan Ponseti (JBJS) dengan judul "Long Term Results of Treatment of
Congenital Qlu[fqefi.(r5)

Tahun 1gg2 :dalam majalah yang sama (JBJS)'dengan judul "Ponseti : Current Concepts
Review, Treatment of Congenital Clubfoottr'(2e)

Tahun 1gg5 : Cooper dan Diets dengan judul "Treatment of ldiopathic Clubfoot : A Thirty Year
Follow-up Note" dalam majalah yang sama.(r)
of
Tahun 19g6: ponseti membuatsatu buku yang berjudul :Congenital Clubfoot. Fundamentals
treatment (Oxford University Press).(rol

Menurut ponseti terdapat beberapa kesalahan penting dalam koreksi CTEV dengan cara
kite, yaitu dilakukan pronasi pada forefoot saat koreksi kelainan aduksi dengan calcaneocuboid
se bag ai fu lcru rn'(27)'(2s)'(3r)

Selain kedudukan equinus, varus dan adduksi, ada kelainan cavus yang perlu dikoreksi
sebelum melakukan aUOufri. Koreksi adduksi kaki yang masih dalam posisi cavus akan
menambah kelainan cavus, yang akan menghambat gerakan calcaneus di bawah talus ke
arah
civus akan terjadi horizo.ntal breach pada
lateral. Abduksi yang dipak'sakin dalam keadaan
midfoot. Koreksi oen[an tara Kite sering tidak maksimal, serial plastering lebih sering dan
lebih
lama (g-10 bulan). Aigka kegagalannya luga tinggi, yaitu sekitar 50 Yo, sehingga memerlukan
tindakan oPerasi.(2el'(31)

Dengan cara Ponseti, komponen deformitas seperti cavus, varus, adduksi kecuali equinus
terk6reksi secara bersamaan'(simultan) karena gerakan sendi-sendinya interdependen.
secara
Gerakan interdependen : bila satu sendi bergerak akan diikuti oleh sendi-sendi berikutnya
bersamaan. Calcaneus, naviculare, cuboid dan forefoot merupakan satu kesatuan.

Klasikasi CTEV Menurut Pirani (Pirani SeveretyScodngyzzl

pirani rnembuat klasifiksi ringan beratnya CTEV secan klinis tanpa pengukuran radiologis.
.scoring" penderita CTEV sebelum, selama dan setelah tindakan koreksi
Cana ini perlu untuk menentukan

plastering menurut cara Ponseti dibawah umur 2 tahun'

Score dibuat susuai dengan masingmasing tandatanda klinis :

Normal 0

Sedang (moderate) :0,5

Benat (severe) : 1

Kelainan inidibagi menjadi2 bagian sesuai letak anatominya :

1. Hindfoot Contracture Scote (HFCS)

2. Midfoot Contnacture Score (MFCS)

dengan masing-masing bagian dengan 3 tandatanda klinis yaitu :

Hindfoot Contracture Score (HFCS) :

1. Posterior crease (Pc)


23

2. Empty of heel (EH)

3. Rigidityofequinus (RE)

Midfoot Contracture Score (MFCS) :

1. Medial crease (Mc)

2. Lateralhead of talus coverage (LHT) .

3. Curvature of latenal border (CLB)

Dengan score yang didapatkan bisa dibuat grafik (roadmap) dari leadaan klinis yang diperoleh setiap serial

plasbring yang dilakukan tiap ($7) hari (lihat grafik).

Score pada HFCS > 1, MFCS < 1 dan coverage dari pada caput talus merupakan indikasi tenotomy tendo
Achilles.

Shaftque Pirani, Piras@aol.com


Tabel 4. Klasifikasi Pirani
HFCS The severity of the 0 = multiple fine creases
oosterior crease (foot held. 0.5 = one or two deep creasee
in maximal 1 = deep creases change the contour
correction) PC ofthe arch
Hindfoot
contracture The emptiness of'the heel 0 = tuberosity ofcalcaneous easily
(foot and ankle held in naloable
score
maximal correction) EH 0.5.= tuberosity of calcaneous more
difrcult to palpate
L = tuberoeity ofcalcaneous not
oaloable
The rigidity of equinus Q = snkls dorsiflexes fullv
ft,nee extended, an-kle 0.5 = ankle doreiflexes to a-Ilow
maximally corrected) lateral border offoot and leg to
BE make angle of 900 or less
| = ankls dorsiflexion severly
limited. lateral border of foot and
leg makes angle ofgreater than 900
The severity of the 0 = multiple fine creases
MFCS medial crease 0.5 = one or two deeD creases
(foot held in maximal I = deep creases change the contour
correction) MC ofthe arch
Midfoot Palpation of the lateral 0 = navicular completely teducee,
contracture part ofthe head ofthe lateral talar head cannot be felt
talus (forefoot held is fully 0.5 = navicular partially reduces,
score
abducted) LHT lateral talar head less palplable
1 = ndvicular does not reduce,
lateral talar head easily felt
The curvature ofthe 0 = straieht border
lateral border CLB 0.5 = mild,distal curved border
1 = lateral border curves at
calcaeocuboid joint
24

lvlodifikasi klasifikasi Ponsetioleh Fleynn sl sl.{s} yaitu ditambah 4 items, Pada klasifikasi anatomi ditambah
dengan bagian depan kaki (forefoot) = F FCS dengan 2 kelaian kontraktur : Rigidity of adductus (forefoot
is fully abducted) dan long flexors contracture (foot and ankle held in maximal corection).

Pada bagian posterior (PFCS) ditambah dengan fibula-Achilles interval (hip flexed, knee extended, ankle
maximally conected).

Pada bagian tengah (MFCS) : Medial malleolor-navicular interval (foot held in maximal corection).
Jumlah kelainan klinis semua 10.

Metode Ponseti(271,(2s)

Koreksi dengan manipulasi pada bayi CTEV, dilakukan sedini mungkin tanpa kekerasan.
Pada bayi yang lebih berumur, perlu diberikan minum dengan botol supaya bayi menjadi
kooperatif saat pemasangan gips. Beberapa jam sebelum pemasangan gips, jangan diberi
minum agar bayi betul-betul lapar. Serial plastering atau penggantian gips dilakukan tiap 5-
7 hari sebanyak 4-5 kali, kalau perlu lebih.

Dalam 4-5 minggu biasanya semua komponen deformitas sudah terkoreksi, kecuali equinus.

Cara Ponseti masih bisa berhasil dikerjakan pada umur lebih dari satu tahun. Ada beberapa
penulis mengatakan bahwa teknik ini dapat berhasil pada anak yang berumur lebih
dari 2 [qhun,(22)

lnspeksi dan palpasi letak caput tali di depan ankle mortise, di depan malleolus lateralis.
Lakukan koreksi percobaan, peregangan untuk mengetahui seberapa jauh deformitas
terkoreksi. Peregangan selalu dilakukan sebelum melakukan plastering.

1. Pemasangan gips pertama. Koreksi dari pada cavus, Tungkai dipasang kaos (sfockinette)

dan dilapisi kapas tipis sebagai bantalan, Posisi lutut 90 derajat. Pemasangan gips
dimulai bawah lutut. Forefoot dikoreksi supinasi dengan mengangkat metatarsal I (koreksi
cavus), caput tali sebagai fulcrum. Jangan pronasi ! Re-aligning forefoot dengan hindfoot

Koreksi ini mengurangi tekanan calcaneus terhadap talus, sehingga varus mudah dikoreksi.
Koreksi dari pada cavus dengan melakukan supinasi daripada fore foot pada bayi selalu supel,

dengan koreksi cavus diperoleh arkus longitudinal yang normal. lni merupakan kunci awal
keberhasilan koreksi tahap berikutnya, yaitu koreksi kearah abduksi dengan bertahap sampai

maksimal; akan terjadi koreksi dua unsur kelainan yaitu koreksi daripada aduksi dan varus.

2. Pemasangan gips ke dua. Caput tali sebagai fulcrum. Forefoot digerakkan ke arah

abduksi. Gerakan ini untuk mengkoreksi aduksi dan varus, karena calcaneus bergerak
berputar di bawah talus dan naviculare bergerak ke lateral di depan caput tali.
25
E,
t Pertahankan gips sampai kering. Pemasangan gips dilanjutkan sampai dengan paha
proksimal dengan posisi lutut 90 derajat, Jangan mengkoreksi varus dengan menekan
F. calcaneus. Penekanan pada kaput tali tidak terus menerus (intermitten) supaya tidak terjadi
F' nekrosis kulit. Gips diratakan (molding) terutama sekitar pergelangan kaki.

Fr 3. Gips dibuka setiap 5-7 hari. Koreksi bertahap dengan cara yang sama dengan
menambah abduksi. Pergantian gips dilakukan sebanyak 4-5 kali. Abduksi mencapai 60-70
derajat atau hiperabduksi. Ihlgh foot angle berkisar 70 derajat, Adduksi, varus dan posisi
naviculare terkoreksi, Saat mengkoreksi aduksi kaki, jangan menggerakkan kearah pronasi
secara aktif dan jangan menggerakkan dorsofleksi pada ankle. Supinasi akan berkurang
dengan bertahap saat menggerakkan abduksi. Kaki yang kelihatannya overcorrected dalam
abduksi. lni bukan overcorrection, tetapi tujuannya agar tidak terajadi rekurensi.

Gambar 11. Koreksi Cavus, A. Cavus disebabakan oleh fleksi plantar MT- l, mengakibatkan pronasi
forefoot relative terhadap bagian kaki lainnya. B. Tahap pertama, MT- I dielevasi mengurangi cavus dan
aligning forefoot sehingga memudahkan menggerakkan abduksi.

Gambar 12.
A. Tahap kedua : aduksi daripada
forefoot di koreksi kearah abduksi dengan
memakai caput talus sebagai fulcrum,

B. Terjadi koreksi :

- Naviculare kedepan caput talus


- Cuboid kedepan calcaneus
- inversi (varus) calcaneus dikoreksi,
realign talus-calcaneus
26

Gambar 13.
A 1. koreksi cavus dengan cara supinasi MTJ
2, Abduksi lorefoot dengan :
B. caput atau collum tali sebagai fulcrum

Calcaneus mengalami kelainan 3 demensi pada CTEV : varus, aduksi dan equinus.

4, Equinus dikoreksi dengan melakukan dorsofleksi kaki pada pergelangan kaki.


oro.r,,),(2s)'(31)
Keberhasilan koreksi equinus ini sekitar ,O-rO Dorsofleksi dipertahankan
sampai 20 derajat dengan forefoot abduksi penuh selama 3 minggu. Hati-hati terjadinya
'rocker bottom foof' (syarat varus dan os naviculare terkoreksi), Melakukan dorsofleksi
yang dipaksakan kelak dapat mengalami flat top talus (avaskular nekrosis). Bila ragu, dapat
dibuat foto stress dorsofleksi. Bila dorsofleksi tidak berhasil dan ada tahanan, maka
dilakukan per cutaneous tenotomi tendo Achilles dengan anestesi lokal xylocaine 1% (1 -
1,5 cm dari calcaneus) dengan skalpel no. 15, Setelah dilakukan tenotomi, dilakukan
dorsofleksi pergelangan kaki, dan akan terdengar suara 'pop'.
Catatan :

Percutaneous tenotomy (close tenotomy), tendo Achilles. :

o anestesi lokal xylocain 1% pada (1-1,5)cm, proximal calcaneus.


o kaki posisi dorsofleksi agar tendon tegang.
o dengan memakai pisau kecil (scalpel rounded beaver-eye) no, 15
o insisi dari medial kelateral; bila terdengar suara 'pop" saat dorsofleksi maksimal
tanda tenotomi berhasil,
o Komplikasi perdarahan: lesi pada vena saphena parva atau a. peroneus,(sa)

Menghentikan pendarahan dicoba dengan penekanan selama (3-5) menit.


Dilanjutkan dengan pemasangan gips (koreksi) seperti diatas : dorsofleski 20 derajat dan
abduksi (60-70) derajat.
5. Gips terakhir dibuka (3 minggu), kemudian kaki dipertahankan pada posisi yang telah
terkoreksi dan dipasang foot abduction odhosis (FAO). Sepatu : straight last, high top, open
toe, dengan Dennis-Browne bar atau yang sejenis. Sepatu rotasi lateral 70 derajat dan 15
derajat dorsofleksi untuk kaki CTEV dan 45 derajat untuk kaki yang sehat, jarak lebar
bar sama dengan jarak kedua bahu pasien; ini untuk menghindari rekurensi dan saat
berjalan, kaki menjadi datar dan tidak rh-foetng.
I 27

lr 6. FAO dipakai selama 3 bulan (2a jam) dan dilanjutkan dengan pemakaian pada malam hari

t sqa (12jam) selama 2-4 tahun. Fisioterapi dengan peregangan dilakukan secara teratur.

Angka keberhasilan dengan menggunakan metode ini mencapai lebih dari 90%. Angka kegagalan
il kurang dari 10%, terutama pada CTEV yang'rigid'.(27t,(2el':311
!r
!r Keberhasilan koreksi manipulasi dengan "serial plastering" tergantung dari umur penderita, beratnya

deformitas, kemampuan (skill) ortopedi dan pengertian ahli ortopedi mengenai patoanatomi dari
r' CTEV, serta kepatuhan (compliance) daripada orangtua penderita,

a
a
il
Ir

4.:'
29
h
p
h
F
Fr

t5

Gambar 14.
'1. bayi umur2hari dengan CTEVkedua kaki.

2, 3. Dilakukan koreksi cavus.


4,5,6,7 Kaki dikoreksi abduksi5x, tiap minggu sebelum dilakukan close tenotomy tendo Achilles.
8,9 Bentuk kaki setelah gips dibuka sebelum tenotomy .

10, 11. Setelah close tenotomy, Dipasang koreksi gips selama 3 minggu; abduksi maksimal dan
dorsofleksi 1 00.
12, 13, Bentuk kaki setelah gips dibuka.

14 Dorsofleksi lebih dari 200.


15. Dipasang foot abduction o
16. Bayisudah belajar berdiri, r /o'6t'hn) '

Perawatan diteruskan sampai pertumbuhan tulang matur untuk meyakinkan tidak terjadi
kekambuhan. Untuk berdiri dan berjalan dipakai sepatu biasa'

Kambuh (Relaps)

Kekambuhan dapat terjadi pada umur 10 bulan sampai 7 tahun. Kekambuhan pada bayi kebanyakan
karena tidak adanya kepatuhan orang tua (t 80%;.tzzl

Kekambuhan, walaupun sudah patuh pada aturan, dapat terjadi pada 6 % pasien. lni tampak pada

anak yang sudah berjalan. Hal ini disebabkan oleh gangguan keseimbangan otot-otot (muscle
imbalance).lztl
Hal yang dapat dilakukan pada pasien yang kambuh :

program'bracing'
pemasangan ulang koreksidengan gips 1-3 kariatau rebih diranjutakan dengan

tenotomi
Kalau masih terdapat equinus < 15 derajat, dapat dilakukan

perlu dilakukan
pada umur 2-4 tahun, bila pada saat berjalan tampak 'dynamic supination deformity'
angka
lateral sudah terjadi ossifikasi)' Menurut Morcuende
transfer tibialis anterior (cuneiform
(22)'(27)'(2e)
kejad ian ini !, $o/s'

Relaps dapat terjadi sampai pasien berusia / fshun'(zr)

t-
3t

KEPUSTAKAAN

1. Bansahel H, Huguenin, Themar-Noel C. : The FunctionalAnatomy of Clubfoot. J. Ped. Orth.2(191-


195), 1983.

2, Bensahel H, Chujonyi : lndications for Liinited Soft Tissue Release in CTEV. in Simon G.W.(Ed), The
Clubfoot. The Present and the View of the Future p(197-198). Springer - Verlag, New
York, 1994,

3. CanollNC :Talipes Equinovarus, Paftology. MOS lntemationalCounse Lecture. Anaheim, Ca, 1991.

4. Cooper DM and DieE FR : Treatment of ldiopahic Clubfoot. A Thirty Year Follow up Note. J, Bone Joint
Surg.77A :1477,1995.

5. Crider RJ, Hootnick DR, Packard DS Jr, Levinsohn EM, SchwarE RA, Sodre H, Bruschini, Miranda F, Jr:
A Comparison of Arteriographic and Doppler Techniques in Evaluation the Abnormal
Arterial Pafterns in Talipes EquineVarus : in Simons G.W.(Ed). The Clubfoot. Springer -
Verlag, NewYork, 1994.

5a. Dobbs MB, Gordon JE, Walton T, et al : Bleeding Complications following Percutaneous tendo Achilles
Tenotomi in the Tratment of Clubfoot. J. Ped. Orth., 24 : 363. 2004.

6. Flynn JM, Donohoe M, Mackenzie WG : An lndependent Assessement of Two Clubfoot Classification


System. J. PediatriOrthop. 18:323, 1998.

7. Goldner JL,, Fitch RD. Classification and Evaluation of CTEV in Simons G.W.(Ed). The Clubfoot.
Springer - Verlag, New York, 1994.

7a. Gardner E : Prenatal Development of the Skeleton and Joints of the Human Foot, J. Bone Joint Surg,
44A:847, 1959,

8. Handelsman JE, Glasser R : Understanding Muscle Pathology in Simons G.W.(Ed). The Clubfoot.
Springer - Verlag, New York, 1994.

9. Hootnick DR, Packard DR, Levinsohn EM, W. Ladis A, : A Vascular Hypothesis for the Etiology of
Clubfoot in Simons G.W.(Ed). The Clubfoot. Springer - Verlag, New York, 1994.

10. lonasescu V, Louis R, Schottelius : Neurogenic Controle of Muscle Ribosome Protein Synthesis. Acta
Neurol Scand. 57 :253,1975.

11. lppolito E, Ponseti lV:Congenital Clubfoot in the Human Fetus. A Histological Study. J. Bone Joint
Surg.62A:8, 1980.
32

12. lsaacs H, Handelsman JE, Bleuhorst M, Pickering A : The Muscle in Clubfoot. A Histological,
Histochemical and Electron Microscopic Study : J. Bone Joint Surg. 59B : 456, 1977.

12a lnani RN, Sherman MS,, The Pathological Anatomy of ldiopathic Clubfoot. Clin. Orthop, 84 : 14,1972.

13, Kite H, Nonoperative Treatment of Congenital Clubfoot, Clin, Orth. 84 : (29-39),.1972,

14. Kua KN. Comparative Result of Posterolateral Release VS, Posteromedial or Lateral Release for
ldiopathic CTEV Using Cincinati lncision in Simons G,W.(Ed). Springer - Vedag, New
York, 1994.

15. Laaveg SY, Ponseti lV : Long Term Result of Treatment Congenital Clubfoot, J. Bone Joint Surg. 624 :

(23-31), 1980.

16, Lehman W.B., The Clubfoot J. B, Lippincoft Co., Philadelphia, 1980,

17. Mc Cauley JC,, The History of Conservative and Surgical Methods of Clubfoot Treatment - Clin, Orth.
84: (25-26),1972.

18. Mc Kay DW, New Concept and Approach to Clubfoot Treatment Section I: Principles and Morbid
Anatomy, J. Ped. Orth, 2 :(347-356), 1982.

19 Mc Kay DW. New Concept and Approach to Clubfoot Treatment Section ll : Conection of Clubfoot, J.
Ped, Orth.3 : (10-21), 1983.

20 Mc Kay DW. New Concept and Approach to Clubfoot Treatment Section lll : Evaluation and Result, J.
Ped. Orth.3: (141-1a8), 1983.

21 Mellerowicz H, Spannann M, Eisenchenk, Dormullen - Kuchlin S, Gosztonyi G : Morphometric Study of


Muscles in Congenital ldiopathic Clubfoot in Simons (Ed), p. (7-15), Springer - Verlag,
1994,

22. Morcuende JA, Dolan LA, Diets FR, Ponseti lV: Radical Reduction in the Rate of Extensive Conective
Surgery for Clubfoot Using the Ponseti Method, Pediatrics, 113 (2) (376-380), 2004.

Ninityongskul P,Anderson LD, Herbert DE : Surgical Treatment of Clubfoot, A Comparsion of Two


Technique - Foot and Ankle 3 : ( 1 16 - 124\, 1992.

24 Paley D: Complex Foot Deformity Conection Using the llizamv Circular Extemal Fixator with
Distraction but Without Osteotomy in Simons G,W.(Ed), The Clubfoot p. (297-321),
Springer - Verlag, Ney York, 1994.
33

25. Paley D : Complex Foot Defonmity Conection Using the llizarov Circular External Fixator with Distaction
but Without Osteotomy in Simons G.W.(Ed), The Clubfoot p, (323-350), Springer -
Verlag, Ney York, 1994.

m. Peretti G, Surace A: Clubfoot, Classification and Pathogenesis, Conclusion, ltal. Orth. Traumatol,
Suppl, ll : (35-37), 1995.

27. Ponseti lV, Morcuende J, Mosca V, Pirani S, DieE F, Hezenberg J, Weinstein S, Penny N, Steenbeck
M, : Clubfoot : Ponseti Management in Staheli L (Ed). 2nd Ed, Global Help Publication,
2005.

28. Ponseti lV, Smoley EN : Congenital Clubfoot, The Result of Treatment, J. Bone Joint Surg. 45A : 261,
1 963.

29. Ponseti lV, Current Concept, Review Treament of Congenital Clubfoot, J. Bone Joint Surg. 74A: (448-
483), 1992.

30, Ponseti lV, Campos J: Observations on Pathogenesis of Congenital Clubfoot, Clin. Orth. 84 :50,1972.

31. Ponseti lV, Congenital Clubfoot, Fundamental of Treatment. Oxford Univ, Press, 1996.

32. Ponseti lV, EL Khoury GV, lppolito E, Weinstein S, Radiographic Study of Skeletal Deformities in
Treated Clubfoot. Clin, Orth. 160: (30-42), 1984.

33. Schwartz M, Kems D, Fellinger M. : Color Doppler lmaging for Assessment of Arterial Anatomy in
Congenital Skeletal Foot Defonnity in Simons G,W.(Ed). The Clubfoot. p. (59-65).
Springer - Verlag, New York, 1994.

U. Seringe R, Herlin P, Kohler R, Monlis S, Tanguy A, Zoun A : A New Articulated Splint for Clubfoot in
Simons (Ed)., The Clubfoot p, 187, Springer - Verlag, New York, '1994.

35. Shimitzu N, Hamada S, Mitta M, Hiroshima K, Ono K. : Etiological Consederations of Congenital


Clubfoot Deformity in Simons (Ed)., The Clubfoot (21-35) Spring - Verlag, New York,
1994.
36. Simons G.W., The Clubfoot. The Present and a View of the Future. Springer - Verlag, New York, 1994.

37. Simons G.W., Conespondence, J. Bone Joint Surg., 684 : (151-152), 1986.

38. Swann M., Lloyd - Roberts GC. and Catterall A., : The Anatomy of Unconected Clubfeet. A Study of
Rotation Deformity. J. Bone Joint Surg., 51-B : 263. 1969

39. Sodre H., Bruschini S, Nery C, Mizusaki J. The Cincinati Approach in Clubfoot in Simons G.W.(Ed) p.
(201-207), Springer - Verlag, New York, 1994.
34

40. Swinyard CA, Bleck EE, The Etiology of Arthrogryposis (Multiple Congenital Contracture), Clin, Orth.
194: 15, 1985.

41. Tachjian MO, Paediatric Orthopaedic. Vol4. p.(2428-2556), W.B,Sounders Co., Philadelphia, 1990.

42. Turco VJ. Resistant Clubfoot. AAOS lnstructional Course Lecture, Anaheim, Ca, 1991.

43. Wenger DR. : Clubfoot in Wenger DR and Rang M.(Eds)., The Art and Practice of Children's
Orthopaedics. p. (138-162), Raven Press, New York, 1993.

M. Wyne - Davies R., Talipes Equinovarus Review of Eight Years Cases of the Completion of Treatment.,
J. Bone Joint Surg., 648 : 464, 1964.

Anda mungkin juga menyukai