Anda di halaman 1dari 13

Kasus 1 KASUS 1 SLE + PANSITOPENIA

Pasien perempuan, berusia 43 tahun. Pasien datang ke UGD RSUD dengan penurunan
kesadaran sejak setengah jam sebelum masuk rumah sakit. Pasien ditemukan dalam keadaan
pingsan di kamar mandi oleh menantu pasien sehingga langsung dibawa ke UGD RSUD.
GCS saat datang E2V2M4, tampak cairan muntah darah di mulut, dan BAB hitam seperti
aspal. Saat muntah dan BAB hitam, tidak diketahui oleh menantunya.

Menurut menantunya, pasien mengatakan dirinya berulang kali merasa panas badan
mendadak tetapi sering sembuh dengan pemberian Paracetamol yang dibeli sendiri.
Terkadang panas tidak turun sehingga pasien berobat ke klinik. Pasien memiliki riwayat
panas badan hilang timbul, mual, mudah lelah, penurunan berat badan yang berangsur-
angsur, dan penurunan nafsu makan.

Tidak ada data bahwa pasien merasa nyeri pada badan, tulang, ngilu pada sendi. Pasien
mengaku wajahnya terasa gatal dan dirasakan memerah lalu mulai berubah warna menjadi
hitam. Wajahnya bengkak dan memerah dirasakan mengikuti panas badan. Pasien juga
mengaku dirinya sering merasa silau ketika membantu suami di sawah saat berada di bawah
terik matahari. Pasien mengaku rambutnya sering rontok lalu menggunakan obat rambut
berupa sampo untuk menangani kerontokannya. Dari keluarga pasien dikatakan bahwa pasien
sering mengeluh nyeri ketika berkemih, merasa ingin kecing namun urin keluar sedikit
bahkan tidak ada. Pasien sering merasa nyeri pada ulu hati.

Pertama datang dengan muntah darah. Pasien mengaku keluhan bertambah parah jika ia
makan sehingga pasien memilih hanya minum air dan saat lapar terpaksa makan bubur. Saat
ini pasien hanya merasa mual dan tidak ada muntah. Keluhan buang air besar hitam pada saat
pasien pertama kali datang

Saat diperiksa, pasien mengaku belum pernah buang air besar lagi.

Saat dirawat kali ini, pasien sudah mengalami kejang sebanyak 5 kali pada tanggal 22 dan 23
September 2013. Dari riwayat, pasien sudah beberapa kali mengalami kejang. Pertama kali
kejang, pasien dilarikan ke RS Swasta. Sebelum opname saat ini, pasien sudah 4 kali
mengalami episode kejang. Pada saat terjadi kejang, episode berlangsung 1-2 menit, tanpa
buih di mulut, mata melirik ke atas. Episode di antara kejang dikatakan bengong dan pasien
setengah sadar. Riwayat pusing satu hari sebelum masuk rumah sakit.

Pasien memiliki riwayat opname dan baru pulang 2 hari sebelum datang ke UGD karena SLE
dan pansitopenia. Pasien memiliki riwayat terdiagnosis SLE sejak 1 tahun yang lalu di RSUP
. Pasien pernah dirawat di RSUD 6 bulan yang lalu karena keluhan kejang. Pasien tidak
memiliki riwayat alergi terhadap obat maupun makanan. Riwayat asma, kencing manis,
hipertensi, dan stroke disangkal oleh pasien. Tidak ada riwayat penyakit yang sama pada
keluarga pasien. Pasien sempat meminum Paracetamol jika timbul keluhan panas badan.
Meminum Lanzoprazole 1 x 1 tab dan Sucralfat 3 x 1 sendok makan untuk mual perut. Serta
metilprednisolon untuk pengobatan SLE. Dari riwayat sosial, pasien merupakan seorang
petani dan sering berada di sawah sambil membantu suami bekerja.

Pada pemeriksaan fisik, pasien tampak sakit berat, kesadaran apatis GCS E3M4V3, Tekanan
darah 90/60 mmHg, nadi 122 kali/menit, respirasi 28 kali/menit, suhu aksila 36,6 °C, SaO2
90%, tinggi badan 160 cm, berat badan 50 kg, BMI 19,5 kg/m2 . Pada pemeriksaan generalis,
pada wajah pasien tampak ruam pada hidung serta pipi kiri dan kanan. Jantung dan paru
dalam batas normal. Tungkai hangat dan tidak ada edema

Pada pemeriksaan penunjang darah lengkap, didapatkan hasil WBC 2,9 103 /μL, RBC 3,45
106 /μL, hemoglobin 4,1 g/dL, hematocrit 35,0 %, MCV 101 fL, MCH 34,1 Pg , Platelet 85,2
103 /μL, Leucosit 1500m³, trombosit 12.000 g/dL

Pada hasil kimia darah, didapatkan hasil SGOT 41 U/L, SGPT 54 U/L, BUN 45 mg/dL,
Creatinin 0,8 mg/dL, Natrium 130 mmol/L, 4,1 mmol/L, GDS 86 mg/dL, dan albumin 2,8
gr/dL.

Hasil AGD : pH 7,30, PaCO2 45, PaO2 40, HCO3 32

Pasien didiagnosis dengan lupus serebral + observasi hematemesis dan melena et causa peptic
ulcer + systemic lupus eritematosus + pansitopenia. Pasien rawat ICU dengan infus Ringer
Laktat 20 tetes per menit, PRC 4 x 200 ml, Paracetamol 2 x 500mg jika demam, Antasida 3 x
1 sendok makan, Lanzoprazole 2 x 40 mg intra vena, Sucralfat 3 x 1 sendok makan,
metilprednisolon 2 x 126 mg, diazepam 5mg bila kejang, dan Brain act 2 x 500 mg.
selanjutnya diobservasi tanda vital serta keluhan lainnya, NRM 10 lpm
1. Identifikasi penyimpangan data pada pasien bandingkan dengan nilai normal
(apakah turun atau meningkat)

PEMERIKSAAN DARAH
No Jenis Hasil pemeriksaan Hasil Rujukan Interpretasi
pemeriksaan
WBC 2,9 103 /μL, 5 – 10 103 / uL rendah
RBC 3,45 106 /μL, 4,0 - 5,5 106 /uL Rendah
hemoglobin 4,1 g/dL 12,0 – 14,0 g/dL Rendah
hematocrit 35,0 % 40 – 50 % Rendah
MCV 101 fL 80 - 96 Rendah
MCH 34,1 Pg 27 – 31 pg Tinggi
Platelet 85,2 103 /μL 150 – 400 103 / uL Rendah
Leucosit 1500 m³ 5000 – 10000 m3 Rendah
trombosit 12.000 g/dL 150 - 400 Rendah
PEMERIKSAAN KIMIA DARAH
SGOT 41 U/L < 21 U/L Tinggi
SGPT 54 U/L < 23 U/L Tinggi
BUN 45 mg/dL, 6 – 21 mg/dL Tinggi
Creatinin 0,8 mg/dL 0,6 – 1,5 mg/dl Normal
Natrium 130 mmol/L 135 – 145 mmol/L Rendah
Kalium 4,1 mmol/L, 3,5 – 5,0 mmol/L Normal
GDS 86 mg/dL 70 – 130 mg/dL Normal
albumin 2,8 gr/dL 3,7 – 5,2 gr/dl Rendah
HASIL AGD : asidosis respiratorik
pH 7,30 7,35 – 7,45 Rendah
PaCO2 45 35 – 45 Normal
PaO2 40 80 – 100 Rendah
HCO3 32 22 – 28 Tinggi

Hasil pemeriksaan Nilai normal Interpretasi


kesadaran apatis Compos mentis menurun
GCS E3M4V3 GCS 15 E4M5V6 Menurun
TD 90/60 mmHg 90/60 – 120/80 mmHg Normal
Nadi 122 kali/menit 60 – 100 x/mnt Cepat
RR 28 kali/menit 12 – 20 x/mnt Tinggi
suhu 36,6 °C 36,5 37,5 Normal
SaO2 90% 95 – 100 % Rendah

Terapi farmakologi

infus Ringer Laktat 20 tetes per menit: mengganti kebutuhan natrium

PRC 4 x 200 ml: mengganti sel darah merah yang hilang akibat

perdarahan Paracetamol 2 x 500mg jika demam: sebagai analgetik

Antasida 3 x 1 sendok makan: meredakan gejala sakit maag atau penyakit asam
lambung

Lanzoprazole 2 x 40 mg intra vena: menurunkan sekresi asam lambung berlebih

Sucralfat 3 x 1 sendok makan: mengatasi tukak lambung, ulkus duodenum,


gastritis kronis

metilprednisolon 2 x 126 mg: mengatasi radang sendi, radang usus, lupus


hingga multiple sclerosis

diazepam 5mg bila kejang: meredakan kejang

Brain act 2 x 500 mg: memulihkan sel-sel

pada otak NRM 10 lpm: terapi oksigen

Rangkuman SLE
1. Definisi SLE dan Pansitopenis

Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah suatu penyakit autoimun pada jaringan ikat. Autoimun berarti
bahwa sistem imun menyerang jaringan tubuh sendiri. Autoimun maksudnya, tubuh penderita lupus
membentuk daya tahan tubuh (antibodi) tetapi salah arah, dengan merusak organ tubuh sendiri, seperti
ginjal, hati, sendi, sel darah dan lain-lain.

Penyakit lupus lebih banyak menyerang wanita usia 15-45 tahun dengan perbandingan mengenai
perempuan antara 10-15 kali lebih sering dari pria. Artinya, penyakit ini sering mengenai wanita usia
produktif tetapi jarang menyerang laki-laki dan usia lanjut. Sebetulnya terdapat tiga jenis penyakit lupus,
yaitu lupus diskoid, lupus terinduksi obat dan lupus sistemik atau SLE ini.

Pansitopenia

2. Gejala awal

Gejala awalnya sering memberikan keluhan rasa nyeri di persendian. Tak hanya itu, seluruh organ pun
tubuh terasa sakit bahkan terjadi kelainan pada kulit, serta tak jarang tubuh menjadi lelah berkepanjangan
dan sensitif terhadap sinar matahari.

1. Ruam kemerahan pada kedua pipi melalui hidung sehingga seperti ada bentukan kupu-kupu, istilah
kedokterannya Malar Rash/Butterfly Rash.

2. Bercak kemerahan berbentuk bulat pada bagian kulit yang ditandai adanya jaringan parut yang lebih
tinggi dari permukaan kulit sekitarnya.

3. Fotosensitive, yaitu timbulnya ruam pada kulit oleh karena sengatan sinar matahari

4. Luka di mulut dan lidah seperti sariawan (oral ulcers).

5. Nyeri pada sendi-sendi. Sendi berwarna kemerahan dan bengkak. Gejala ini dijumpai pada 90% odapus.
6. Gejala pada paru-paru dan jantung berupa selaput pembungkusnya terisi cairan.

7. Gangguan pada ginjal yaitu terdapatnya protein di dalam urine.

8. Gangguan pada otak/sistem saraf mulai dari depresi, kejang, stroke, dan lain-lain.

9. Kelainan pada sistem darah di mana jumlah sel darah putih dan trombosit berkurang. Dan biasanya
terjadi juga anemia

10. Tes ANA (antinuclear Antibody) positif

11. Gangguan sistem kekebalan tubuh


KASUS 2 KILOTORAKS

KASUS KILOTORAKS
Pasien sudah mengalami Ca Paru kiri sejak 6 bulan terkahir. Sudah dilakukan
redioterapi dan sudah beres sejak 3 bulan yang lalu. Tapi sejak 1 bulan terakhir
ini, pasien mengeluh apabila berjalan agak jauh, terasa sesak dan batuk-batuk.
Keluhan tersebut masih bisa diatasi apabila pasien beristirahat dan tidak
melanjutkan pekerjaan. Tapi sejak 1 minggu yang lalu pasien mengeluh sesak
bertambah berat, tidak bisa tidur terutama posisi terlentang. Semakin lama,
napasnya semakin cepat dan dalam dan merasakan nyeri terutama saat inspirasi.
Akhirnya pasien dibawa ke IGD.
1) Kronologis penanganan saat di UGD/ruangan sebelum masuk ICU
Tgl 20 Juni 2019 pkl 10.00 pasien datang ke IGD dengan kondisi dispneu, gelisah,
sianosis, PCH (+), upaya napas kuat, batuk berdahak dan tampak cape apabila
batuk, bernapas menggunakan otot2 pernapasan tambahan. Pasien lebih banyak
posisi duduk tegak tetapi kemudian mencari posisi lain sehingga tampak tidak
nyaman.
Dilakukan pemasangan O2 NRM 8 liter/menit, Infus NaCl 0,9% 1500 cc/24 jam.
Hasil pemeriksaan fisik, pengembangan dada tidak penuh pada kedua sisi,
terdengar dulness saat perkusi kiri dan kanan, tidak terdengar suara aliran napas
pada kedua sisi lapang paru.
TD: mmHg, 100/80 N: 110x/menit, R:38 x/menit. Dipasang O2 NRM 12
liter/menit saturasi O2 90%
Hasil ronsen menunjukkan effusi pleura bilateral dan terlihat masa pada
mediastinum kiri.
Pkl 13.00 Dilakukan tindakan needle torakosentesis pada ICS 5 kiri dan kanan
ICS kiri keluar cairan berwarna putih susu 1.200 cc
ICS kanan keluar cairan berwarna keruh kemerahan dan kecoklatan 1.000 cc
Pkl 16.00 masuk OK dipasang WSD pada kedua sisi paru2 kiri dan kanan, pasca
pemasangan WSD saat di ruang pemulihan pasien batuk terus menerus, gelisah,
berkeringat banyak, TD 90/70 mmHg, HR 120 x/mnt, RR 45 x/mnt, saturasi 86%,
selanjutnya dipasang ETT (sebelumnya mendapat midazolam/IV), kemudian
sambil di support ventilasi manual, pasien dibawa ke ICU.
2) Riwayat PQRST saat dilakukan pengkajian
Pada saat pasien baru masuk dengan kesadaran delirium kemudian dipasang ETT
dan ventilator mode CMV, 12 x/menit, TV 500, PEEP, TTV TD 90/70 mmHg,
HR 105 x/mnt, EKG sinus rithm,
3) Riwayat Penyakit Sebelumnya
Dua tahun lalu pasien menjalani pengobatan TB selama 5 bulan, menurut pasien
pengobatan tidak dilanjutkan karena merasa sudah sembuh, tidak ada lagi gejala,
nafsu makan meningkat dan berat badan naik. Tapi 1 tahun kemudian pasien
kembali mengeluh batuk seperti keluhan pertama, juga disertai penurunan nafsu
makan, penurunan berat badan, kemudian diperiksakan ke RS, hasil ronsen
menunjukkan adanya massa di mediastinum.
Tabel. 3.1 Hasil labolatorium
Tanggal Pemeriksaan lab Hasil Nilai normal
pemeriksaan
23/06/2019 Hematologi
Hemoglobin 10, 6 13,0-18,0 g/dL
Leukosit 13.800 4000-10000 sel/uL
Hematokrit 37, 5 40-54 %
Trombosit 253.000 150000-450000 sel/uL

Kimia Klinis
Gula Darah Sewaktu 125 110-140
27/06.2019 Albumin 1,6

1) Pemeriksaan Diagnostic
Hari / Tanggal Jenis Pemeriksaan Kesan Ket
Kamis, 20-06-2019 Foto Polos Thorax- Tampak massa di paru2 sinistra
Thorax AP/PA tengah dibawah mediastinum
Effusi pleura bilateral
1. Analisa Hasil Lab
Jenis Hasil Hasil Interpretasi
No Pemeriksaan Pemeriksaan Rujukan
1. Hemoglobin 10,6 g/dL 13,0-18,0 g/Dl Rendah
2. Leukosit 13.800 sel/Ul 4000-10000 sel/uL Tinggi
3. Hematocrit 37,5 % 40-54 % Rendah
4. Trombosit 253.000 sel/uL 150000-450000 Normal
sel/Ul
5. Gula Darah 125 110-140 Normal
Sewaktu
6. Albumin 1,6 gr/dL 3,8-5,1 gr/Dl Rendah
7. PH 7,2 7,35-7,45 Rendah
8. PaCO2 56 35-45 Tinggi
9. PaO2 70 80-100 Rendah
10. HCO3 19 22-28 Rendah

No Hasil Pemeriksaan Nilai Normal Interpretasi


1. Kesadaran derilium Compos mentis Menurun
2. GCS E3M4V3 GCS 15 E4M5V6 Menurun
3 TD 90/70 mmHg 90/60 – 120/80 mmHg Normal
4. HR 120x/menit 60-100x/menit Tinggi
5. RR 45x/menit 16-20 x/menit Tinggi
6. SAT 86% 95-100% Rendah
KASUS 3 Cushing syndrome

Seorang laki-laki berusia 42 tahun dirawat di ICU dengan keluhan utama kulit yang
mengelupas didahului dengan kemerahan yang menetap sejak dua minggu
sebelumnya. Sebelum mengelupas, didapatkan adanya keluhan kelemahan, demam,
muntah, dan sesak tiga hari sebelumnya. Pasien merupakan penderita psoriasis
vulgaris sejak tahun 2014 yang didiagnosis dari biopsi kulit dan mendapatkan terapi
glukokortikoid kontinyu dengan dosis rerata harian metilprednisolon 30 mg dengan
jamu-jamuan yang dikonsumsi secara rutin sejak 2001 untuk keluhan pegal linu.
Pasien terakhir menghentikan konsumsi obat-obatan tersebut tiga minggu sebelumnya
oleh karena sibuk banyak pekerjaan.
Pasien juga memiliki riwayat diabetes melitus dan darah tinggi sejak empat bulan
sebelum masuk rumah sakit.
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan pasien gelisah, dengan tekanan darah 80/60
mmHg, dilakukan loading cairan 2 liter dalam 2 jam, nadi 120 kali per menit, dan
laju napas 26 kali per menit dengan masker 6 Lpm, serta suhu aksilar 39,4oC, saturasi
92%. Pada pemeriksaan kepala leher didapatkan moon face dengan obesitas sentral
dengan adanya kuku psoriatik dan tes ekspansi dada positif. Pada pemeriksaan
penunjang didapatkan, Hb 10,01 gr/dl, leukosit 16.050 µ/L dengan predominan
neutrophil 86%.
Pemeriksaan kimia klinis ; kalium 2,4 mEq/L dengan fungsi renal dan liver dalam
batas normal. Pemeriksaan kortisol didapatkan kadar kortisol pagi 0,3 mg/dL dengan
ACTH 6 pg/ mL, glukosa sewaktu 244 mg/dL, HbA1c 10,9%, kolesterol total 269
mg/dL, kolesterol-HDL 22 mg/ dL, kolesterol-LDL 124 mg/dL, dan kadar trigliserida
252 mg/dL.
Hasil foto rontgen toraks menunjukkan pneumonia dan pada analisis gas darah ; pH
7,2 PaCO2 47, HCO3 28, PaO2 60, BE -3.
Berdasarkan data tersebut, diagnosis kerja pada pasien adalah SCE dengan
kecurigaan insufisiensi adrenal sekunder, pneumonia komunitas, artritis psoriatik,
renjatan septik, hipokalemia, diabetes melitus tipe 2 (DMT2) terinduksi steroid.
No Data Nilai Normal Hasil Keterangan
1. Tekanan Darah S : 110 – 140 mmHg 80/60 mmHg Rendah
D : 70 – 90 mmHg
2. Nadi 60 – 100 x/mnt 120 x/mnt Cepat
3. Respirasi 16 – 20 x/mnt 26 x/mnt Cepat
4. Suhu 36 – 37,5oC 39,4 C
o
Tinggi
5. Saturasi 92% Rendah
6. Hemoglobin 10,01 gr/dl
7. Leukosit 4000 – 10.000 µ/L 16.050 µ/L Tinggi
8. Predominan Neutrophil 86%
9. Kalium 3.5 – 5.0 mEq/L 2,8 mEq/L Rendah
10. Kortisol Pagi 0,3 mg/dL
11. ACTH Pagi 6 pg/ mL
12. Glukosa Sewaktu < 140 mg/dL 244 mg/dL Tinggi
13. HbA1c 6,5% 10,9% Tinggi
14. Kolesterol total 200 – 239 mg/dl 1 /dL Tinggi
15. Kolesterol-HDL > 55 mg/dl 22 mg/ dL Rendah
16. Kolesterol-LDL < 100 mg/dl 124 mg/dL Tinggi
17. Trigliserida < 150 mg/dL 252 mg/dL Tinggi
18. pH 7,35 – 7,45 7,2 Rendah
19. PaCO2 35 – 45 mmHg 47 Tinggi
20. HCO3 22 – 28 mEq/L 28 Normal
21. PaO2 80 – 100 mmHg 60 Rendah
22. BE - 2.0 s/d + 2.0 -3 Rendah
Terapi awal yang diberikan pada pasien adalah resusitasi cairan dengan vasopresor
dan suplementasi kalium, pemberian antibiotik empiris dengan seftriakson 1 gram
tiap 12 jam intravena drip. Pasien juga diberikan suplementasi glukokortikoid dengan
hidrokortison dengan dosis harian 400 mg dibagi dalam 4 dosis selama 2 hari
sebelum kemudian dilakukan tapering down. Diberikan pula terapi insulin untuk
hiperglikemia. Kultur sputum menunjukkan pertumbuhan kuman Klebsiella
pneumoniae yang sensitif terhadap seftriaxon.
Rangkuman Cushing Syndrom
1. Definisi cushing syndrome
Cushing Syndrome merupakan suatu kumpulan tanda dan gejala klinis yang disebabkan
oleh meningkatnya kadar hormon glukokortikoid darah (hiperkortisolisme) dalam waktu
yang lama.
Sindrom cushing adalah suatu keadaan yang diakibatkan oleh efek metabolic gabungan
dari peningkatan kadar glukokortikoid dalam darah yang tinggi ini dapat terjadi secara
spontan atau karna pemberian dosis farmakologi senyawa-senyawa glukokortikoid.
2. Etiologi
Disebabkan oleh pemberian glukokortikoid jangka panjang dalam dosis farmakologik
(lastrogen) atau oleh sekresi kortisol yang berlebihan pada gangguan pada gangguan
aksis hipotalamus-hipofise-adrenal (spontan) pada sindrom cushing spontan, hiperfungsi
korteks adrenal terjadi akibat rangsangan berlebih oleh ACTH atau sebab patologi
adrenal yang mengakibatkan produksi kortisol abnormal.
Kelebihan glukokortikoid dapat menyebabkan keadaan seperti dibawah ini :
Mempunyai efek katabolic pada protein, menyebabkan menurunnya kemampuan sel-sel
pembentuk protein untuk mensintesis protein, sebagai akibatnya terjadi kehilangan
protein pada jaringan seperti kulit, otot, pembuluh darah dan tulang.
3. Penghasil hormone kortisol
Kelenjar adrenal
4. Hormon/ kelenjar lain yang menghasilkan kortisol
Kelenjar hipofisis anterior, akan mengeluarkan hormon ACTH, hormone ACTH akan
mempengaruhi korteks adrenal dengan mempegaruhi kortisol.
5. Fungsi utama kortisol
Sebagai katabolisme dari karbohidrat atau protein, memecah karbohidrat atau protein.
Bekerjanya hormon bekerjanya di semua sel
Jika kelebihan hormone kortisol akan menyebabkan :
- Sel kulit  kulit menjadi rapuh
- Di pembuluh darah  pembuluh darah menjadi rapuh, gampang memar
- Tulang  osteoporosis
- Sel lemak  peningkatan enzim limpofisis ( fungsinya untuk meningkatkan
kolesterol dan lipid)
- Sel hepar  meningkatkan enzim klugoneogenesis (fungsinya untuk pembentukan
gukosa) akan menyebabkan dm
6. Apa indikasi pasien ini dirawat di ICU
- Hemodinak tidak stabil
Tekanan Darahnya turun  80/60 mmHg
Nadinya cepat  120 x /menit
Respirasi cepat  26 x / menit
- Penurunan kesadaran  pasien gelisah
- Pneumonie yang menyebabkan hemodinamik tidak stabil/ sepsis ( infeksi sistemik)
7. Pasien juga diberikan suplementasi glukokortikoid dengan hidrokortison dengan dosis
harian 400 mg dibagi dalam 4 dosis selama 2 hari sebelum kemudian dilakukan tapering
down.  Kenapa pasien di kasih terapi glikokortikoid sedangkan jumah kortisol
pasien sudah berlebih ?
Karena pasien sudah lama mengkonsumsi glikokortikoid dari 2014 – sekarang, lalu
pengobatannya dihentikan sejak 3 minggu yang lalu secara langsung berhenti, maka
dilihat di hasil lab hasil kortisolnya rendah (0,3), bisajadi pasien mengalami insusiasi
adrenal, adrenalnya mengalami kerusakan karena mengkonsumsi kortisol secara terus-
terusan.
8. Apa yang menyebabkan pasien tekanan darahnya menjadi drop, yang tadinya
darahnya tinggi menjadi rendah ?
Pemberhentian obat secara tiba-tiba
9. Apakah jamu jamuan ada pengaruhnya terhadap pasien cushing sindrom ?
Karena produsen jamu itu suka menambahkan steroid di dlm kandungan jamunya, jika
dikonsumsi terus-menerus, kadar kortisol akan menumpuk, bisajadi cushing sindrom
muncul setelah mengkonsumsi jamu secara terus-menerus.
10. Kenapa pasien mengalami gelisah/penurunan kesadaran ?
Karena TD rendah  80/60 mmHg (Oksigen ke otak berkurang maka kesadaran pun
akan menurun )
11. Diagnosa
- Intoleransi aktivitas  Penurunan kesadaran, TD rendah 80/60 mmHg
- Gangguan integritas kulit  pasien kekurangan cairan, kulitnya mengelupas/kulit
kemerahan
- Gangguan pertukaran gas (dx utama)  PCO3 meningkat, PH menurun (7,2) asidosis
repiratorik, HCO2 menurun, dipsnea (sesak)
Ventilasi (proses masuknya udara)
Difusi (pertukaran gas) yang terganggu difusinya karena mengalami pneumonia
- Ketidakstabilan kadar gula darah  hasil GDS tinggi, hasil lab glukosanya naik
- Gangguan citra tubuh  ada moonface, psoriasis vulgaris, obesitas sentral, kulit
merah merah
12. Intervensi
- Gangguan citra tubuh  menjelaskan kpd pasien agar lebih mencintai diri sendiri
- Gangguan integritas kulit  observasi dan inspeksi kulit yang mengalami gangguan

Anda mungkin juga menyukai