Anda di halaman 1dari 11

UJIAN AKHIR SEMESTER

PELAYANAN KEFARMASIAN

“KASUS”

OLEH:

NAMA : SITTI NURAISYAH WAHYUNINGRUM

NIM : O1B1 21 119

DOSEN : apt. NURRAMADHANI A. SIDA, S.Farm., M.Pharm.Sc.

PRODI APOTEKER

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2022
Kasus
Seorang laki-laki, Tn. D, 61 tahun, pekerjaan pengajar, domisili kota N masuk rumah
sakit di RSU kota N melalui IRD pada tanggal 6 Mei 2022 dengan keluhan utama sesak
nafas. Sesak nafas terutama saat beraktivitas dan tidur terlentang, sesak nafas berkurang
dengan duduk. Pasien mengeluh nyeri dada sejak 1 minggu SMRS. Pasien didapatkan demam
sejak 2 minggu SMRS dan batuk kurang lebih 1 bulan SMRS, tidak didapatkan dahak dan
batuk darah. Pasien mengeluh badan lemah, nafsu makan menurun, penurunan berat badan,
keringat malam, serta mual. Buang Air Besar (BAB) dan Buang Air Kecil (BAK) dalam
batas normal. Riwayat penyakit dahulu pernah menjalani pengobatan Oral Anti Tuberkulosa
(OAT) kurang lebih 10 tahun yang lalu dan dinyatakan sembuh. Riwayat minum alkohol
selama 5 tahun. Riwayat trauma, diabetes melitus dan darah tinggi disangkal. Riwayat
penyakit keluarga tidak ada yang menderita TB.
Pemeriksaan, hasil laboratorium, diagnosa
- Keadaan umum lemah, GCS 456, tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 105 x/menit,
respiratory rate 28x/ menit, suhu 37,8°C. Pada kepala leher didapatkan anemia, dyspnea,
dan peningkatan JVP (jugular vein pressure)
- Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 8,9g/dL, lekosit 5.700/uL, trombosit
242.000/uL, MCV 65,9 fL, MCH 20,6 pg, MCHC 31.3g/dL, GDA 94mg/dL, SGOT
40u/L, SGPT 27u/L, Albumin 1,97g/dL, protein total 7,98g/dL, bilirubin direk
0,27mg/dL, bilirubin total 0,58 mg/dL, BUN 14,8 mg/dL, SK 0,78mg/dL, CRP
84,18mg/L, Natrium 133 mmol/l, kalium 4,4 mmol/l, klorida 112 mmol/l. Pada
pemeriksaan urine lengkap didapatkan proteinuria 25 mg/dL, lekosit negatif. Pada
pemeriksaan BGA didapatkan pH 7,46, pCO2 26 mmHg, pO2 96 mmHg, HCO3 18,5
mmol/L, BE -5,3 mmol/L, SO2 98%.
- HIV rapid test positif, pemeriksaan HIV 3 metode reaktif. Hasil dari CD4 didapatkan 24
sel/uL.
- Pemeriksaan PCR TB cairan perikard negatif,. Sitologi cairan perikard dan cairan efusi
pleura tidak didapatkan sel ganas. pemeriksaan sputum tidak ditemukan kuman batang
tahan asam (BTA-/-/-). Hasil kultur cairan perikard didapatkan tidak ada pertumbuhan
kuman.
- Pemeriksaan foto thorax didapatkan jantung membesar dengan gambaran globula
- Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, pasien
didiagnosis AIDS + efusi pleura bilateral + hipoalbumin + hepatitis C.
Penyelesaian:
A. Subjektif
1. Nama : Tuan D
2. Usia : 61 Tahun
3. Jenis Kelamin : Laki-laki
4. TB/BB :-
5. Keluhan : Sesak nafas terutama saat beraktivitas dan tidur
terlentang, sesak nafas berkurang dengan duduk.
Pasien
mengeluh nyeri dada sejak 1 minggu SMRS. Pasien
didapatkan demam sejak 2 minggu SMRS dan batuk
kurang lebih 1 bulan SMRS, tidak didapatkan dahak
dan batuk darah. Pasien mengeluh badan lemah, nafsu
makan menurun, penurunan berat badan, keringat
malam, serta mual
6. Post Medical History : Mengkonsumsi OAT kurang lebih 10 tahun yang lalu.
7. Family History :-
8. Social History : Minum alkohol selama 5 tahun.
9. Allergic History/Adverse :-
B. Objektif
1. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Keterangan
GCS 456 15 yaitu E4V5M6 Normal

2.

Tekanan 110/80 95/70 mmHg hingga 145/90 mmHg. Normal


darah mmHg
Denyut Nadi 105x/ 60-100 x/menit Tinggi
menit
Respiratory 28x/menit 28x/menit Normal
Rate
Suhu 37.8℃ 36.1 ℃ sampai 37.2℃ Normal

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Keterangan


Hb 8.9 g/dL 14-18 g.dL Rendah
Lekosit 5.700/uL 4500-10.000 uL Normal
Trombosit 242.000/uL 15.000-450.000 Normal
MCV 65.9 fL 80-100 fL Rendah
MCH 20,6 pg 27,5-33,2 pg Rendah
MCHC 31.3 g/dL 32-36 g/dL Rendah
GDA 7,98 g/dL 80-120 mg/dL Normal
SGOT 40u/L 3-45 u/L Normal
SGPT 27 u/L 0-35 u/L Normal
Albumin 1,97 g/dL 3.5-5.9 g/dL Rendah
Bilirubin direk 0.27 mg/dL 0.2-1.2 mg/dL Normal
Billirubin total 0,58 mg/dL 0,25-1.0 mg/dL Tinggi
BUN 14.8 mg/dL 8-24 mg/dL Normal
SK 0.78 mg/dL 0.6-1.3 mg/dL Normal
CRP 84.18 mg/L <0.3 mg/L Tinggi
Natrium 133 mmol/l 136-145 mmol/L Rendah
Kalium 4.4 mmol/l 3.5-5.1 mmol/L Normal
Klorida 112 mmol/l 30 mmol Tinggi
Proteinuria 25 mg.dL <10 mg/dL Tinggi
pH 7.46 7.35-7.45 Tinggi
PcO2 26 mmHg 35-45 mmHg Rendah
pO2 96 mmHg 80-100 mmHg Normal
HCO3 18,5 mmol/l 22-28 mmol/L Rendah
BE -5,3 mmol/l -2 sampai 2 mmol/l Tinggi
SO2 98% >95 % Normal

3. Pemeriksaan Laboratiruum Tambahan


- HIV rapid test positif
- HIV 3 metode reaktif
- CD4 didapatkan 24 sel/uL (di bawah 200 sel/unit terindikasi AIDS)
- PCR TB cairan perikard negatif
- Sputum BTA (-/-/)
- Pemeriksaan foto thorax jantung membesar dengan gambaran globula

4. Diagnosis
- Pasien AIDS + Efusi pleura bilateral
- Hipoalbumin
- Hepatitis C
C. Assessment

PM S,O Analisis
Anemia - Menurunnya MCV (65.9 fL) Ada indikasi tanpa obat
- Menurunnya MCH (20,6 pg)
- Menurunnya MCHC (31.3
g/dL)
- Menurunnya Hb (8.9 g/dL)
Hipoalbumin - Menurunnya Albumin (1,97 Ada indikasi tanpa obat
g/dL)
- Adanya penurunan berat
badan
- Mual
- Nafsu makan berkurang
- Pemeriksaan foto thorax
jantung membesar
AIDS - Meningkatnya CRP (84.18 Ada indikasi tanpa obat
mg/L)
- CD4 didapatkan 24 sel/uL,
- Meningkatnya Proteinuria
(25 mg.dL)
- Adanya penurunan berat
badan dan mual
- Keringat pada malam hari
Efusi Pleura Bilateral - Mengkonsumsi Alkohol Ada indikasi tanpa obat
- Adanya penurunan berat
badan dan nafsu makan
- Nyeri dada
- Adanya batuk dan dyspnea
- Meningkatnya JVP
- Meningkatnya denyut nadi
(105x/menit)
- Pemeriksaan foto thorax
jantung membesar dengan
gambaran globula
- Menurunnya Natrium (133
mmol/l) (Hiponetremia)
- Menurunnya Albumin (1,97
g/dL) (Hipoalbuminemia)
- Alkalosis Respiratorik:
a. Menurunnya HCO3 (18,5
mmol/l)
b. Menurunnya PcO2 (26
mmHg)
c. Nilai pH 7.46,
d. Meningkatnya nilai BE
5,3 mmol/l
e. Meningkatnya Klorida
112 mmol/l
Hepatitis C - Meningkatnya Billirubin Ada indikasi tanpa obat
total (0,58 mg/dL)
- Meningkatnya CRP (84.18
mg/L)
- Meningkatnya Proteinuria
(25 mg.dL)
D. Plan
a. Terapi Farmakologi
a. HIV AIDS dengan Koinfeksi Hepatitis C
Paduan ARV lini pertama harus terdiri dari dua Nucleoside Reverse-
Transcriptase Inhibitors (NRTI) ditambah Non-Nucleoside Reverse-Trancriptase
Inhibitor (NNRTI) atau Protease Inhibitor (PI). Pilihan paduan ARV lini pertama
berikut ini berlaku pada pasien yang belum pernah mendapatkan ARV
sebelumnya (naif ARV). Terapi ARV mempunyai sedikit efek samping, lebih
nyaman, dan paduan yang lebih sederhana. Terapi ARV pilihan juga harus dapat
digunakan bersama obat yang digunakan untuk berbagai ko-infeksi dan
komorbiditas.
Rekomendasi pemberian terapi AZT+3TC+EFV (Zidovudin + Lamivudin +
Efevirenz) sebagai regimen terapi lini pertama. Efek samping Efavirenz lebih
jarang terjadi dibandingkan dengan Nevirapin, berupa hepatotoksisitas dan reaksi
hipersensitivitas obat. Selain itu, penggunaan Tenofovir dapat menyebabkan
perburukan fungsi ginjal, terutama pada stadium AIDS, berat badan kurang,
pemakaian lama, dan gangguan ginjal yang sudah ada sebelumnya, serta
osteoporosis. Pasien yang memiliki riwayat anemia dan jumlah CD4≤200 sel/uL
direkomendasikan menggunakan AZT dosis rendah. Dosis rendah AZT adalah
250 mg dua kali sehari untuk orang dewasa. Pemberian 3TC 150 mg dua kali
sehari dan EFV 600 mg satu kali sehari.

Gambar Mekanisme Molekuler ARV


Infeksi HIV akan memengaruhi perjalanan alamiah virus hepatitis C yaitu
replikasi VHC menjadi lebih tinggi, kemungkinan bersihan VHC (menjadi tak
terdeteksi) lebih rendah, dan progresivitas penyakit hati lebih cepat. Akibatnya
pasien ko-infeksi VHC-HIV akan mengalami morbiditas dan mortalitas terkait
hati yang lebih besar dibandingkan pasien monoinfeksi VHC. Beberapa kombinasi
Direct-Acting Antiviral (DAA) terbaru bersifat pan-genotipik, artinya dapat
mengobati semua genotipe dengan keberhasilan yang sama. Genotipe 3 lebih sulit
diobati jika pernah diobati sebelumnya atau sirosis. Kombinasi DAA pan-
genotipik adalah Sofosbuvir + Daclatasvir selama 12 minggu.
Pemberian Daclatasvir (DCV) direkomendasikan untuk dinaikkan dosisnya
dari 60 mg menjadi 90 mg pada pemberian ARV yang mengandung paduan
EFV/NVP, diberikan satu kali sehari. Sofosbuvir diberikan 400 mg satu kali
sehari. Pada ODHA dengan stadium HIV lanjut (CD4 <200 sel/μL), terapi VHC
dapat ditunda hingga keadaan stabil dalam terapi ARV. Jika keadaan klinis
ODHA baik dan CD4 >500 sel/μL pertimbangkan pemberian DAA terlebih
dahulu agar risiko interaksi obat dapat dikurangi.
(Menkes, 2019)
b. Anemia
Tergolong anemia stadium III, yaitu anemia defisiensi besi ditandai dengan
penurunan kadar Hb, MCH, MCV, MCHC pada keadaan berat. Anemia ini dapat
disebabkan karena adanya infeksi berat, yaitu HIV/AIDS. Tujuan utama dari
tatalaksana anemia pada infeksi HIV adalah untuk mempertahankan hemoglobin
normal dan peningkatan hemoglobin. Terapi farmakalogi yang dapat dinisiasi
segera adalah epoetin alfa (recombinant human erythropoietin). Transfusi darah
diberikan pada anemia berat. Epoetin alfa atau recombinant human erythropoietin
adalah pilihan terapi yang tepat untuk penderita HIV/AIDS dengan gejala anemia
ringan atau berat. Epoetin alfa tidak menginduksi efek samping yang diinduksi
oleh transfusi darah, namun secara klinis baru akan memberikan efek terpeutik
yang berarti setelah 4-8 minggu. Pemberian epoetin alfa mengurangi kebutuhan
untuk transfusi darah. Epoetin alfa 100 U yang diberikan 3 kali seminggu dapat
meningkatkan hematokrit secara signifikan pada pasien HIV dengan kadar
eritropoietin endogen ≤500 IU/L. Epoetin alfa disarankan untuk anemia yang
diinduksi Zidovudin.
( Amalia dan Tjiptaningrum, 2016; Fransiska dan Kurniawaty,
2015)
c. Efusi Pleura Bilateral
Efusi Pleura Bilateral dapat disebabkan karena infeksi Tuberculosis.
Penatalaksanaan efusi pleura dapat dilakukan dengan cara pengobatan kausal,
thorakosintesis, Water Sealed Drainage (WSD), dan pleurodesis. Pasien diberi
Water Sealed Drainage (WSD) yang mana WSD ini merupakan suatu sistem
drainage yang menggunakan water seal untuk mengalirkan udara atau cairan dari
cavum pleura. Thorakosintesis sebagai terapi terapeutik evakuasi ini bertujuan
mengeluarkan sebanyak mungkin cairan patologis yang tertimbun dalam rongga
pleura (sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc pada setiap kali aspirasi), sehingga
diharapkan paru pada sisi yang sakit dapat mengembang lagi dengan baik, serta
jantung dan mediastinum tidak lagi terdesak ke sisi yang sehat, dan penderita
dapat bernapas dengan lega kembali.
Disamping itu pada pasien juga diberikan terapi penunjang lainnya berupa
pemberian oksigen nasal kanul 2 liter/ menit untuk mengatasi keluhan sesaknya.
Pasien juga diberikan cairan berupa IVFD NS sebanyak 20 tpm. Pada pasien
diberikan antibiotik spektrum luas berupa Ciprofloxasin 2 x 400 mg yang
merupakan golongan Quinolon yang efektif terhadap bakteri gram positif maupun
negatif dan Ceftriaxon 2 x 1 gram IV yang merupakan antibiotik broad spectrum
golongan sefalosporin generasi ketiga yang efektif terhadap bakteri gram negatif
dan sangat efektif untuk 1 mengatasi resistensi. Untuk mengetahui antibiotik yang
sensitif pada pasien telah direncanakan kultur sputum.
(Dewi, 2019)

Gambar Mekanisme Molekuler Antibiotik


d. Hipoalbumin
Penggunaan terapi albumin terdiri dari albumin injeksi dan albumin oral.
Penggunaan terapi albumin injeksi digunakan untuk pasien dengan kadar albumin
<2 g/dL. Hal tersebut sesuai dengan pedoman NHS (2017) menyatakan bahwa
pasien hipoalbuminemia dapat diterapi menggunakan human albumin ketika kadar
albumin pasien <2 g/dL. Mekanisme aksi infus albumin adalah meningkatkan
tekanan osmotik koloid dengan mendorong cairan interstitial ke kompartemen
intravaskular dan meningkatkan volume cairan pada sistem sirkulasi.
Pasien dengan kadar albumin <2 g/dL mendapatkan terapi albumin injeksi
dengan konsentrasi 20% 10 mL. Hal ini sejalan dengan penelitian Nugroho (2016)
bahwa terapi hipoalbumin pasien dapat menggunakan human albumin 20%,
sedangkan pasien dengan kadar albumin >2 g/dL mendapatkan terapi albumin oral
berupa VipAlbumin kapsul dengan dosis 2x500 mg. VipAlbumin merupakan
kapsul yang terbuat dari ekstrak ikan gabus. Penggunaan terapi albumin injeksi
selama 4-6 hari.
(Yulianda dkk., 2020)

2. Non Farmakologi
- Diet tinggi kalori tinggi protein untuk pemenuhan nutrisi pasien,
- Teknik diaphragmatic breathing exercise berpengaruh terhadap penurunan skala
dyspnea (sesak nafas).
E. KIE
1. Memberi pemahaman kepada keluarga pasien untuk memberi dukungan sosial
mempengaruhi kebermaknaan hidup pada ODHA, dukungan sosial yang tinggi berupa
bantuan dari orang-orang terdekat seperti dukungan emosional, penghargaan dan
informasi. Dukungan sosial yang tinggi dapat membuat hidup bermakna, sehingga
ODHA lebih mampu menghadapi hidupnya dengan penyakit yang dideritanya dengan
baik (Sofyan, 2020).
2. Informasikan kepada pasien untuk patuh terhadap pengobatan yaitu dengan
mengkonsumsi obat tepat waktu beserta aturan pakai secara jelas. Untuk terapi AIDS
AZT 250 mg dua kali sehari, 3TC 150 mg dua kali sehari dan EFV 600 mg satu kali
sehari. Untuk terapi Koinfeksi Hepatitis C Sofosbuvir 90 mg satu kali sehari dan
Sofosbuvir 400 mg satu kali sehari selama 12 minggu. Untuk terapi Anemia Epoetin
alfa 100 U yang diberikan 3 kali seminggu.
3. Informasikan kepada perawat untuk memberikan terapi Efusi Pleura Bilateral berupa
IVFD NS sebanyak 20 tpm, Ciprofloxasin 400 mg dua kali sehari dan Ceftriaxon 1
gram dua kali sehari secara IV. Untuk terapi Hipoalbumin diberikan albumin injeksi
dengan konsentrasi 20% 10 mL.
4. Hentikan mengkonsumsi alkohol
F. Monitoring
1. Jumlah CD4
2. Nilai MCV, MCH, MCHC dan Hb
3. Kadar Albumin
4. Kadar Bilirubin total
5. Nilai HCO3, PcO2, pH, BE, Klorida dan Natrium
6. Nilai CRP
7. Nilai JVP
8. Pemeriksaan foto thorax
9. Nilai Proteinuria
10. Monitoring efek samping obat yang dapat terjadi
11. Monitoring kepatuhan pasien dalam pengobatan

Anda mungkin juga menyukai