Anda di halaman 1dari 5

RESUME PERILAKU MENGGANGGU DI SEKOLAH

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Kognitif


Dosen Pengampu : Dr. Elly Susanti,S.Pd., M.Sc

Disusun oleh :

Kelompok 3

1. Lisa (210108210007)
2. Yusiana Rismatika Slawantya (210108210008)

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

2022
A. Definisi
Berdasarkan definisi Fontana (1995) mendefinisikan perilaku mengganggu
sebagai perilaku yang terbukti tidak dapat diterima oleh guru. Hal tersebut
menggambarkan fakta bahwa perilaku yang dianggap mengganggu dapat sangat bervariasi
dari budaya ke budaya, dari waktu ke waktu, atau bahkan dari kelas ke kelas di sekolah
yang sama. Perilaku mengganggu di kelas atau Disruptive Classroom Behaviors (DCB)
dapat didefinisikan sebagai perilaku tampak yang terjadi di dalam kelas yang menganggu
guru dan atau siswa yang lain, sehingga kegiatan belajar mengajar sangat terganggu,
contohnya yaitu menolak berpartisipasi atau bekerjasama dalam kegiatan kelas,
mengabaikan hak orang lain, tidak memperhatikan pelajaran, membuat keributan dan
meninggalkan tempat duduk tanpa ijin (Bidell & Deacon, 2010:3).
Kaplan, Gheen, dan Migley (dalam Pia Todras, 2007) menggambarkan disruptive
behavior (perilaku mengganggu) meliputi berbicara di luar gilirannya, menggoda,
membuli, bersikap tidak sopan pada orang lain, dan meninggalkan tempat duduk tanpa ijin
dari guru yang mengajar. Selain itu, tindakan yang lebih serius seperti kekerasan dan
perusakan juga termasuk di dalam ruang lingkup perilaku mengganggu. Menurut
Zimmerman dalam bukunya The Nature and Consequences of the Classroom Disruption
yang ditulis kembali dalam skripsi oleh Taufiq hendra Wicaksono 2013, ada beberapa
sebutan berbeda tapi merujuk hal yang sama dengan disruptive behavior yaitu :
troublesome behavior (perilaku yang merepotkan) dan disturbing behavior (perilaku yang
menganggu atau meresahkan).
Dari beberapa pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa disruptive
behavior in the classroom merupakan perilaku yang mengganggu tindakan pengajaran,
mengganggu anak yang lain dalam proses belajar mengajar baik secara psikologis maupun
secara fisiologis, yang terjadi pada anak biasa dan disebabkan oleh banyak faktor yang
tidak hanya berasal dari diri mereka tapi juga bisa disebabkan orang lain, situasi atau
waktu yang ada.

B. Jenis
1. Mengganggu
Melakukan perilaku yang mengganggu adalah perilaku yang melibatkan siswa yang
bertindak melawan norma atau aturan umum masyarakat (atau kelas). Contohnya
mungkin termasuk:
a) Mengganggu orang lain
b) Pencari perhatian
c) Menelepon di kelas
d) Keluar dari tempat duduk mereka
2. Bullying atau Penindasan
Bullying adalah jenis khusus dari gangguan perilaku. Ini didefinisikan sebagai
perilaku agresif yang tidak diinginkan di antara anak-anak usia sekolah yang
melibatkan ketidakseimbangan kekuatan yang nyata atau yang dirasakan. Bullying
bisa berupa verbal atau fisik. Semakin banyak, intimidasi melibatkan teknologi,
seperti cyberbullying. Penindas lebih mungkin telah diintimidasi atau diperlakukan
dengan buruk, dan sering mengalami kesulitan membentuk hubungan dewasa yang
normal dengan orang-orang
3. Immature atau Ketidakdewasaan
Ketidakdewasaan mengacu pada seorang anak yang belum mencapai tingkat
kematangan yang tepat untuk dapat menampilkan perilaku yang dibutuhkan oleh
kelas. Misalnya, anak bisa kurang rentang perhatian untuk berkonsentrasi pada guru
untuk waktu yang lama, atau kemampuan untuk memahami instruksi yang diberikan.
Atau, siswa mungkin mampu secara akademis, tetapi lebih mudah bosan dengan
kelas, atau kurang mampu mengendalikan diri jika mereka menjadi frustrasi.
Semua ini dapat menyebabkan perilaku yang mengganggu

C. Efek
Garner dan Hill (1995) mendefinisikan perilaku mengganggu dalam hal
konsekuensi atau efek negatifnya. Perilaku yang mengganggu adalah perilaku yang
menghalangi partisipasi anak dalam kegiatan pendidikan; mengisolasi mereka dari rekan-
rekan mereka; mempengaruhi pembelajaran dan fungsi siswa lain: secara drastis
mengurangi kesempatan mereka untuk terlibat dalam kegiatan masyarakat biasa;
membuat tuntutan berlebihan pada guru, staf dan sumber daya; menempatkan anak atau
orang lain dalam bahaya fisik; dan mempersulit penempatan di masa depan.
Selain itu, secara khusus perilaku mengganggu di kelas berdampak negatif
terhadap proses pembelajaran yang dapat mempengaruhi performa siswa, guru, dan kelas
secara keseluruhan (Higgins, Williams, & McLaughlin, 2001). Masalah perilaku di kelas
umumnya berakibat pada berkurangnya waktu guru untuk mengajar karena guru harus
memperhatikan masalah tersebut sehingga berpotensi terhadap keberhasilan akademis di
kelas (Luiselli, Putnam, & Sunderland, 2002). Perilaku siswa yang mengalami kesulitan
di kelas dapat berdampak pada perkembangan dan tingkat kesiapan akademis mereka
secara umum (Chandler, 1992; Odom, McConnell, & McEvoy, 1992).
1. Bagaimana Guru Mendefinisikan Perilaku yang Mengganggu
Ada banyak definisi tentang perilaku mengganggu dan untuk membantu perlu
menanyakan guru langsung terkait definisi perilaku yang mengganggu. Satu sekolah
yang disorot dalam laporan Kesulitan Emosional dan Perilaku di Sekolah Umum
memiliki 'bentuk penyelidikan perilaku murid'. Pada formulir ini guru diminta untuk
menilai perilaku murid pada skala 1 sampai 4 (1 = tidak ada alasan untuk khawatir; 2 =
kekhawatiran ringan; 3 = kekhawatiran sedang, dan 4 = alasan serius untuk khawatir)
dalam 5 bidang (keterampilan kerja, perilaku verbal, perilaku non-verbal, profil
emosional dan organisasi pribadi). Beberapa area yang dicakup antara lain:
a) Keterampilan kerja: presentasi pekerjaan, mengurus buku dan pekerjaan sendiri,
menyelesaikan pekerjaan rumah, menyelesaikan pekerjaan, mengikuti instruksi lisan,
meminta bantuan bila perlu, menerima bimbingan/ nasihat.
b) Perilaku verbal: menolak mengikuti instruksi, berbicara ketika guru sedang berbicara,
berbicara dengan guru alih-alih bekerja, berteriak, meniru orang lain,
melecehkan/mengancam murid lain, melecehkan/mengancam guru, membuat suara-
suara yang tidak pantas. • Perilaku non-verbal: meninggalkan kelas, berkeliaran di
sekitar kelas, gelisah di tempat duduk, terlibat dalam permainan kuda di kelas,
merusak/mengambil milik siswa lain.
c) Profil emosional: mudah menangis, mudah meledak marah atau mengamuk, terisolasi
dari kelompok lain, menyiksa diri secara fisik, tidak dapat mengungkapkan perasaan.
d) Organisasi pribadi: membolos dari pelajaran, membolos dari sekolah, datang
terlambat, meninggalkan jas, tidak membawa buku atau peralatan.

2. Solusi Guru dalam Mengatasi Perilaku Mengganggu


a) Guru melakukan pendekatan khusus terhadap siswa yang mempunyai perilaku
negative
b) Guru tidak akan pernah bosan memberikan nasihat dan motivasi sebagai
dorongan siswa agar mempunyai perilaku yang baik
c) Guru memberikan teguran dan peringatan secara langsung maupun tertulis
d) Guru memberikan sanksi atau hukuman yang mendidik
e) Guru melakukan kerjasama atau pendekatan terhadap orang tua siswa
3. Siapa yang Memiliki Perilaku Mengganggu?
Sulit untuk memastikan berapa banyak siswa yang dapat diklasifikasikan
menderita perilaku mengganggu. Komite Elton (DES 1989) tidak menemukan bukti
empiris yang menunjukkan bahwa perilaku mengganggu meningkat di sekolah.
Namun jika kita melihat statistik tentang pengecualian sekolah, yang mungkin
didasarkan pada perilaku menantang, gambaran yang berbeda muncul. Pengecualian
sekolah meningkat dari 2.910 pada tahun 1990/1991 menjadi 12.000 pada tahun
1995/1996 (Parsons 1996). Statistik mengungkapkan bahwa pada tahun 1997/1998
ada 12.298 siswa yang dikeluarkan secara permanen dari sekolah di Inggris; 84 persen
dari pengecualian menyangkut anak laki-laki. Etnisitas adalah faktor, dengan siswa
kulit hitam Karibia memiliki tingkat eksklusi tertinggi, dan siswa Cina memiliki
tingkat terendah. Juga dicatat bahwa anak-anak yang diasuh oleh otoritas lokal
sepuluh kali lebih mungkin dikeluarkan daripada siswa lainnya (ONS 2000).

Referensi:
Bentham, Susan. 2002. Psycology and Education. 29 West 35th Street, New York, NY
10001:Routledg
Bidell & Deacon. 2010. School Counselors Connecting the Dots Between Disruptive
Classroom Behavior and Youth Self-Concept
Dohrn, L., Holian, E., & Kaplan, D. (2001). Improving Social Skills at the Elementary
Level through Cooperative Learning and Direct Instruction. Chicago: Saint Xavier
University and SkyLight Professional.
Elis Trisnawati dkk. (2019). Apakah Terdapat Perbedaan Perilaku Mengganggu di Kelas
Antara Siswa Laki-laki dan Perempuan?. PSIKOLOGIKA: Jurnal Pemikiran dan
Penelitian Psikologi. Volume 24 Nomor 1.
Hawa Laily Handayani dkk (2020). Perilaku Negatif Siswa: Bentuk, Faktor Penyebab, dan
Solusi Guru dalam Mengatasinya. Elementary School 7. Volume 7 Nomor 2.
JISPsychology. Psych Tutor. http://psychtutor.weebly.com/disruptive-behaviour-in-
schools.html diakses pada tanggal 24 Mei 2022 pukul 16.07
Romi, Slomo. (2004). Disruptive behaviour in religious and secular high schools. Journal
of Bar-Ilan University. Vol 8. Hlm. 81-91.
Zimmerman. 1995. The Nature and Consequences of the Classroom Disruption.
Dissertation. State University of New York

Anda mungkin juga menyukai