Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PSIKOLINGUISTIK
“Penerjemahan Dalam Pengajaran Bahasa Asing (Arab)”
(Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikolinguistik)
Dosen Pengampu : Dr H. Nurhamim, M.A

Disusun Oleh Kelompok 10:

Arief Umar : 201220044


Vivi Miftahul Jannah :201220055

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB


FAKULTAS TARBIAYAH DAN KEGURUAN
UIN SULTAN MAULANA HASANUDDIN BANTEN TAHUN 2022
KATA PENGANTAR
Puji sukur kepada allah SWT atas segala nikmatnya sehingga penulis dapat menyusun
makalah yang berjudul “Penerjemahan Dalam Pembelajaran Bahasa Asing (Arab)” dengan
sebaik baiknya.sholawat beserta salam,semoga tercurah kepada junjungan kita yakni nabi
Muhammad SAW yang kami nantikan kelak di hari kiamat.

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menjelaskan materi yang berjudul
“Penerjemahan Dalam Pembelajaran Bahasa Asing (Arab)” dan untuk memenuhi tugas mata
kuliah Psikolinguistik yang diampu oleh Bapak Dr H.Nurhamim, M.A

Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini,khususnya kepada Bapak Bapak Dr H.Nurhamim, M.A selaku dosen
pengantar mata kuliah Pesikolinguistik yang memberikan tugas ini kepada kami,sehingga kami
memperoleh banyak manfaat setelah menyusun makalah ini.

Dalam penyusunan makalah ini,kami merasa masih banyak kekurangan-kekurangan,baik


dari teknis penulisan maupun materi,mengingat akan kemampuan yang kami miliki.untuk itu
keritik dan sarandari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempuraan penyusunan makalah
ini.

Demikian makalah ini kami susun,semoga bisa memberikan manfaat bagi pembaca,apabila
ada kesalahan atau kekurangan dalam menyusun makalah ini,kami selaku penyusun mohon
dibukakan pintu maaf yang seluas-luasnya.

Serang 10 Desember 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR................................................................................................................................ i
DAFTAR ISI .................................................................................................................................................. ii
BAB I ........................................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ........................................................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang.................................................................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................................................ 2
1.3. Tujuan .............................................................................................................................................. 2
BAB II .......................................................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ............................................................................................................................................. 3
A. MENERJEMAHKAN DALAM PENGAJARAN BAHASA ASING ................................................................. 3
B. Proses penerjemahan bahasa asing (Arab)......................................................................................... 4
C. Metode penerjemahan bahasa asing (Asing) ..................................................................................... 6
D. Proses penerjemahan dilihat dari segi psikologi ................................................................................ 8
BAB III ....................................................................................................................................................... 12
PENUTUP .................................................................................................................................................. 12
Kesimpulan ........................................................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................................... 12

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Proses pemahaman dalam pembelajaran penerjemahan sangat penting. karena tanpa
pemahaman makna yang tepat, jelas, dan wajar dari teks bahasa sumber (BSu) yang dibaca tidak
mungkin bisa menyatukan padanan makna tersebut ke dalam bahasa sasaran (BSa). Langkah-
langkah yang perlu diperhatikan adalah: (a) Keterampilan membaca. Keterampilan ini perlu dilatih
terutama dalam membaca wacana BSu dari berbagai ragam dan berbagai tingkat kesu- karan.
Keterampilan ini perlu dimotivasi untuk meningkatkan pemahaman baik pemahaman literal
maupun pemahaman apresiatif, karena itu perlu adanya program pembelajaran penerjemahan yang
baik, baik dalam konsep maupun dalam pelaksanaannya. Peningkatan keterampilan membaca ini
akan meningkatkan pula kemampuan memahami makna semantik, prag- matik, dan tekstual. (b)
Keterampilan menulis. Pemahaman pesan dari teks bahasa sumber (BSU) misalnya bahasa Arab
belum cukup untuk menerjemahkan dengan baik ke dalam BSa misalnya bahasa Indonesia. Proses
memahami teks BSu harus diimbangi dengan kemampuan berbahasa BSa. Penerjemah harus dapat
mengungkap makna pesan BSu ke dalam BSa dengan baik dan benar, dalam arti dapat
menggunakan kosakata (istilah) maupun struktur yang berterima sesuai konteks dan ragamnya.
Penerjemah diharapkan dapat meningkatkan potensi untuk mencari padanan makna terjemahan
yang tepat, jelas, dan wajar. Potensi ini hendaknya dilakukan secara terprogram untuk
meminimalisasi aspek-aspek yang rawan akan kesalahan.

Tujuan pokok penerjemahan adalah mengalihkan makna dari satu teks ke teks lain. Untuk sampai
pada tujuan itu diperlukan jalan, cara atau teknik untuk mencapainya. Newmark (1984) menyebut
kegiatan ini metode, yang dalam arti sempit dapat saja disebut teori mengenai terjemahan. Dalam
hal ini diperlukan metode terjemahan yang cocok untuk digunakan dalam menerjemahkan teks
tertentu yang terkait dengan teori bahasa. Catford (1965) mengemu- kakan bahwa masalah utama
dalam penerjemahan adalah pencarian padanan dalam BSa, yang ciri serta keadaannya harus
dijelaskan oleh suatu teori. Selanjutnya, Catford mengemukakan bahwa penerjemahan ada yang
besifat rank bound (terikat pada tatarannya), dalam arti padanan BSa ada pada tataran. Istilah
metode penerjemahan ini lebih popule dengan istilah word by word translation (penerjemahan kata
per kata), literary translation (pener- jemahan harfiah), dan free translation (penerjemahan bebas)
1
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan menerjemahkan dalam pengajaran bahasa asing?
2. Bagaimana proses penerjemahan bahasa asing (Arab)?
3. Metode apa yang digunakan dalam penerjemahan bahasa asing (Arab)?
4. Bagaimana proses penerjemahan dilihat dari segi psikologi?

1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan menerjemahkan dalam pengajaran bahasa asing.
2. Untuk mengetahui proses penerjemahan bahasa asing (Arab).
3. Untuk mengetahui Metode yang digunakan dalam penerjemahan bahasa asing (Arab).
4. Untuk mengetahui proses penerjemahan dilihat dari segi psikologi.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Menerjemahkan Dalam Bahasa Asing (Arab)


Sejauh mana aspek terjemahan dalam pengajaran bahasa asing bisa digunakan tergantung
dari tujuan dan metode pengajarannya, yang harus kita lihat dari segi prinsip-prinsip dasar
pendidikan. Metode terjemahan gramatik cenderung untuk mengajarkan kosa kata dan menangkap
teks bahasa asing hanya melalui terjemahan, sedangkan teori lain seperti yang mendasari metode
langsung sama sekali menghindari pemakaian bahasa ibu dan terjemahan. Pemakaian salah satu
dari kedua metode yang ekstrem ini sekiranya juga tidak akan memba- wa hasil yang memuaskan.
Pengajaran bahasa asing terutama harus didasarkan pada penanaman kesadaran pada siswa dalam
memperoleh kemampuan berbahasa asing. Meskipun sudah banyak yang ditulis tentang
terjemahan, namun konsep umum aspek pengajaran ini masih belum dirumuskan. Ini
menyebabkan mengapa terjemahan juga masih dipakai untuk mengajar bahasa asing. Sebagai
konsep dasar harus diper- hitungkan, bahwa bahasa dan kesadaran, ujaran dan fikiran, secara
organis berhubungan satu sama lain dan merupakan satu kesatuan. Jika kita berbicara tentang
menerjemahkan kita harus mengetahui:
1. apa yang diterjemahkan
2. dari bahasa apa dibuat terjemahan
3. ke dalam bahasa apa dibuat terjemahan.
Dilihat dari segi linguistik terjemahan merupakan pentransferan buah fikiran dari satu
bahasa ke bahasa lain, atau merupakan buah fikiran dalam suatu bahasa yang diungkapkan dalam
bahasa lain. Jadi apa yang kita terjemahkan ialah bukan terjemahan kata demi kata, atau kalimat
demi kalimat, melainkan suatu konsep yang mengandung aspek semantik suatu ujaran atau suatu
buah fikiran dan bukan satuan- satuan linguistik, karena satuan-satuan linguistik sudah terkandung
dalam aspek semantik, bahkan merupakan aspek yang menentukan dalam terjemahan.
Kalau yang diterjemahkan dari satu bahasa ke lain bahasa buah fikiran yang ditransfer,
maka kita harus menyadari bahwa yang dimaksud dengan buah fikiran ialah hanya yang bersifat
obyektif sedangkan yang bersifat subyektif tidak bisa ditransfer begitu saja, karena sistem konsep
khusus kosa kata dua bahasa tidak selalu mempunyai hubungan total. Aspek terjemahan inilah
yang menyebabkan kesukaran bagi para siswa maupun penterjemah karena konsep yang telah
ditangkap harus diungkapkan, tidak hanya dengan pertolongan berbagai satuan leksik atau
gramatik melainkan juga dengan berbagai konsep yang tepat. Lain kemampuan yang harus dimiliki
seorang penterjemah ialah:
1. Kemampuan tinggi dalam aspek leksik dan gramatik bahasa yang diterjemahkan maupun bahasa
yang dipakai untuk menerjemahkan.

3
2. Kemampuan menangkap dengan cepat aspek objektif dari buah fikiran.
3. Kemampuan mentransfer aspek ini ke dalam bahasa lain.
4. Memiliki latar belakang luas mengenai bidang-bidang pengetahuan yang relevan, misalnya
politik, sosial budaya, filsafat dan,sebagainya.

B. Proses penerjemahan bahasa asing (Arab)


Proses penerjemahan adalah rangkaian tindakan dalam usaha menerjemahkan, sehingga
menghasilkan terjemahan. Selain itu proses penerjemahan merupakan tindakan penerjemah dalam
usaha mengalihkan suatu wacana bahasa sumber (BSU) ke dalam wacana bahasa sasaran (BSa)
dengan menggunakan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan. Usaha tersebut adalah
mencari wacana padanan dalam bahasa sasaran.
Baker r (1992: 17) menyatakan bahwa beberapa padanan kata ataupun kalimat seringkali
justru banyak memberikan kesulitan bagi penerjemah. Menurutnya, kesepadanan yang baik dalam
konteks tertentu bergantung pada beberapa faktor-faktor linguistik, seperti kolokasi dan idiom, dan
budaya, dalam hal ini misalnya konsep-konsep budaya. Dengan begitu, tidak ada satu strategi
tunggal untuk menyelesaikan penerjemahan. Ketika penerjemah mengalami kesulitan dan masalah
untuk menghasilkan teks terjemahan yang luwes, berterima dan mudah dipahami, artinya dia butuh
beberapa strategi penerjemahan. Strategi yang dalam hal ini Lorcher (1992: 426-439)
menyebutnya sebagai bagian dari beberapa prosedur “which the subjects employ in order to solve
the problems”. Penerjemahan yang tepat sangat bergantung pada ideologi yang dianut karena
terkait kebudayaan bahasa sumber.Terjemahan dianggap benar jika mengandung teks bahasa
sumber, kesesuaian dengan kaidah, norma, dan budaya yang berlaku pada bahasa sasaran.
Anggapan lainnya menyatakan bahwa penerjemahan hanya berpedoman pada keberterimaan pada
bahasa sasaran. Dari dua anggapan ini muncul dua strategiyang memberi peran penting dan
mendasar bagi dunia penerjemahan yaitu domestikasi (domestication) dan foreignisasi
(foreignization). Hal tersebut senada dengan apa yang dikemukakan oleh Yang (2010: 77) bahwa
“Foreignization and domestication are two basic translation strategies which provide both
linguistic and cultural guidance.” Proses pengadaptasian dalam menerjemahkan adalah hal yang
sangat penting, karena menerjemahkan tidak hanya melibatkan bahasa yang berbeda tetapi juga
budaya yang berbeda.
Strategi foreignisasi digunakan dalam proses menerjemahkan bahasa Arab ke bahasa
Indonesia sedangkan domestikasi digunakan dalam proses menerjemahkan dari bahasa Indonesia
ke bahasa Arab. Keduanya merupakan prosedur penerjemahan yang bertujuan untuk
mengadaptasikan kata, kalimat, ataupun istilah dari bahasa sumber ke bahasa sasaran dengan poin
yang berbeda.
Terkait dengan penggunaan strategi yang tepat dalam penerjemahan, yang harus dicatat
adalah: sebelum melakukan kegiatan pencrjemahan, seorang penerjemah hendaknya memahami
betul untuk siapa hasil terjemahan nanti diperuntukkan. Selain itu, apa tujuan seorang penerjemah

4
melakukan kegiatan penerjemahan. Apabila kedua hal tersebut sudah diketahui dengan jelas, maka
selanjutnya akan lebih mudah untuk menentukan strategi penerjemahan apa yang akan
diaplikasikan. Menjadi jelas bahwa, antara audience design dan need analysis adalah dua hal yang
mendasar bagi penerjemah untuk melangkah di dalam melakukan kegiatan penerjemah. Langkah-
langkah tersebut sering dikenal dengan istilah prosedur penerjemahan.
Foreignisasi, menurut Mazi-Leskovar pada konteks penerjemahan adalah upaya
mempertahankan apa yang asing dan tidak lazim pada konteks bacaan pembaca target tapi
merupakan hal yang lazim, unik, dan khas dari budaya bahasa sumber. Dengan pemahaman ini,
terjemahan yang bagus adalah terjemahan yang tetap mempertahankan gaya, dan cita rasa kultural
bahasa sumber.
Lebih detail, Hoed (2006:87) menyebutkan bahwa foreignisasi adalah menyebutkan bahwa
foreignisasi adalah penerjemahan yang betul, berterima, dan baik;yaitu yang sesuai dengan selera
dan harapan pembaca dengan menghadirkan budaya bahasa sumber. Dengan demikian bahasa
sumber memberikan manfaat untuk pembaca. Melalui foreignisasi, fenomena dan budaya asing
dipertahankan untuk memberikan pengetahuan. Foreignisasi juga digunakan untuk
mempertahankan referensi budaya teks sumber, nilai- nilai budaya, dan sebagai pembelajaran
lintas budaya. Menurut Newmark (1988:45), beberapa metodeyang menjadi ciri foreignisasi yaitu
penerjemahan kata per kata, penerjemahan harfiah, penerjemahan terpercaya, dan penerjemahan
semantik. Keempat metode tersebut dapat dijadikan kriteria ideologi foreignisasi pada suatu teks
terjemahan. Adapun contoh penerapan foreignisasi dalam penerjemahan bahasa Arab ke bahasa
Indonesia bisa kita jumpai dalam kata dan frasa, maupun dalam kalimat. Dalam pemakaian kata,
dengan mempertahankan kata sapaan sistem kekerabatan dalam bahasa Arab seperti ،‫ أختي‬،‫أخي‬،
‫ جدي‬،‫ أبي جدتي‬،‫ أمي‬misalnya, akan membuat pembaca memahami kultur bahasa sumber;
Memungkinkan terjadinya intercultural. Dengan begitu, secara tidak langsung, pembaca telah
belajar kultur bahasa sumber ketika membaca sebuah karya terjemah.Selain itu, dalam
penerjemahan dari bahasa Arab dengan alasan sapaan seperti itu tidak lagi asing bagi pembaca
Indonesia, sehingga menghasilkan karya terjemah yang luwes dan mengalir.Walaupun demikian,
kelemahan dari metode ini adalah, beberapa pembaca teks sasaran mungkin masih merasa asing
dengan istilah ‫ جدي‬dan ‫جدتي‬.
Sementara penerapan foreignisasi juga kita jumpai pada beberapa penerjemahan teks
pidato bahasa Arab ke bahasa Indonesia. Dalam hal ini, seperti seruan kata ‫معاشر المسلمين رحيمكم هلال‬
ataupun ‫ أيها المسلمون‬seringkali dibiarkan utuh tanpa harus diterjemahkan menjadi “wahai kaum
muslimin” maupun “hadirin kaum muslimin yang dirahmati Allah”. Dengan demikian, pembaca
bisa merasakan atmosfir dan cita rasa kultural Arab dalam terjemahan tersebut. Dengan
mempertahankan pemakaian sapaan terhadap audiens dalam Bahasa Arab, diharapkan mampu
membuat pembaca berimajinasi bahwa Khutbah tersebut betul-betul terjadi di Arab.
“Mempertahankan gaya dan cita rasa bahasa sumber tidak saja dimaksudkan untuk memberi
informasi kultural kepada pembaca. Bagian yang terdengar asing atau eksotik yang dipertahankan
dari teks bahasa sumber ini diharapkan menjadi stimulus bagi pembaca.”
Domestifikasi atau lokalisasi, sebaliknya adalah strategi penerjemahan yang dilakukan
ketika istilah asing dan tidak lazim dari teks bahasa sumber akan menjadi hambatan atau kesulitan

5
bagi pembaca bahasa sasaran dalam memahami teks. Kesulitan pemahaman pembaca bahasa
sasaran bisa diakibatkan oleh perbedaan cara pandang kultur bahasa sasaran dengancara pandang
kultur bahasa sumber maupun pengalaman peristiwa sosial tertentu. Ideologi ini bertolak belakang
dengan domestikasi yang berusaha menghadirkan sesuatu yang asing kepada pembaca target.
Domestikasi cenderung dipilih oleh penerjemah berlatar belakang keyakinan bahwa
terjemahan yang ‘betul’, ‘berterima’, dan ‘baik’ adalah yang sesuai dengan selera dan harapan
pembaca sasaran yang menginginkan teks terjemahan harus sesuai dengan kebudayaan masyarakat
sasaran. Sehingga penerjemah mampu menghasilkan karya terjemah yang tidak terasa sebagai
terjemahan dan menjadi bagian dari tradisi tulis dalam bahasa sasaran.
Berlawanan dengan foreignisasi, dalam penerapannya, kata sapaan ،‫ جدي‬،‫ أخي‬،‫ أختي‬،‫ أمي‬،‫أبي‬
‫ جدتي‬seperti Arab bahasa dalam kekerabatan sistem misalnya, akan diterjemahkan menjadi ayah,
ibu, kakek dan nenek. Hal ini dilakukan agar keseluruhan terjemahan hadir sebagai bagian dari
bahasa Indonesia sehingga berterima di kalangan pembaca bahasa sasaran.
Dengan begitu, karena ke dua peran strategi-strategi tersebut di atas penting dalam
menyelesaikan masalah, baik foreignisasi maupun domestifikasimerupakan bagian pokok dari
subkompetensi penerjemahan yang menciptakan kompetesi penerjemahan. Itu artinya strategi
menjadi salah satu pembuka jalan guna mencari solusi yang cocok terhadap tiap satuan teks. Solusi
tersebut akan direalisasikan dengan menggunakan teknik penerjemahan tertentu seperti adaptasi,
amplifikasi, peminjaman, kalke dll. Sehingga dapat disimpulkan bahwa strategi dan teknik
memiliki wilayah yang berbeda dalam menyelesaikan masalah; strategi adalah bagian dari proses
sementara teknik mempengaruhi hasil penerjemahan pada tiap satuan teks.

C. Metode penerjemahan bahasa asing (Asing)


Klasifikasi tarjamah ini ada yang orientasinya terhadap bahasa sumber dan ada yang orientasinya
terhadap bahasa sasaran:
a) Bahasa Sumber
1. Dilihat dari orientasinya terhadap bahasa sumber, terjemahan dapat diklasifikasikan
menjadi: Terjemahan kata demi kata (word for word translation). Penerjemahan jenis ini
dianggap yang paling dekat dengan bahasa sumber. Urutan kata dalam teks bahasa sumber
tetap dipertahankan, kata-kata diterjemahkan menurut makna dasarnya diluar konteks.
Kata-kata yang bermuatan budaya diterjemahkan secara harfiah. Terjemahan kata demi
kata berguna untuk memahami mekanisme bahasa sumber atau untuk menafsirkan teks
yang sulit sebagai proses awal penerjemahan.
2. Terjemahan Harfiah (literal translation). Terjemahan Harfiah ini sering juga disebut
terjemahan struktural. Dalam terjemahan ini konstruksi gramatikal bahasa sumber
dikonversikan ke dalam padanannya dalam bahasa sasaran, sedangkan kata-kata
diterjemahkan di luar konteks. Sebagaimana proses penerjemahan awal terjemah harfiah
ini dapat membantu melihat masalah yang perlu diatasi.

6
3. Terjemahan setia (faithful translation). Terjemahan ini mencoba menghasilkan kembali
makna kontekstual walaupun masih terikat oleh struktur gramatikal bahasa sumber. Ia
berpengang teguh pada tujuan dan maksud bahasa sumber sehingga terkesan kaku.
Terjemahan ini bermanfaat sebagai proses awal tahap pengalihan.
4. Terjamahan semantis (semantic translation). Berbeda dengan terjemahan setia. Terjemahan
semantis lebih memperhitungkan unsur estetika teks bahasa sumber dan kreatif dalam batas
kewajaran. Selain itu terjemahan setia sifatnya masih terkait dengan bahasa sumber,
sedangkan penerjemahan semantis lebih fleksibel.

b) Bahasa sasaran
Klasifikasi terjemahan yang berorientasi pada bahasa sasaran yaitu:
1. Terjemahan adaptasi (adaptation). Terjemahan inilah yang dianggap paling bebas dan
palingdekat kebahasaan sasaran. Terutama untuk jenis terjemahan drama dan puisi, tema,
karakter dan alur biasanya dipertahankan. Dalam karangan ilmiah logikanya diutamakan,
sedangkan contok dikurangi atau ditiadakan.
2. Terjemahan bebas (free trantation). Penerjemahan bebas adalah penulisan kembali tanpa
melihat tanpa aslinya. Biasanya merupakan parafrase yang dapat lebih pendek atau lebih
panjang dari aslinya.
3. Terjemahan idiomatiuk (idiomatic translation). Dalam terjemahan jenis ini pesan bvahasa
sumber disampaikan kembali tetapi ada penyimpangan nuansa makan karena
mengutamakan kosa kata sehari-hari dan idiom dan tidak ada di dalam bahasa sumber
tetapi bisa dipakai dalam bahasa sasaran.
4. Terjemahan komunikatif (communicative translation). Terjermahan ini berusaha
menyampaikan makna kontekstual dari bahasa sumber sedemikian rupa, sehingga isiu dan
bahasanya berterima dan dapat dipahami oleh dunia pembaca bahasa sasaran. Terjemahan
ini biasanya dianggap terjemahan yang ideal.
Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan terdapat dua metode penerjemahan, yaitu:
1. Metode yang memberikan penekanan terhadap bahasa sumber.
2. Metode yang memberikan penekanan terhadap bahasa sasaran.
Walaupun kemudian, berkembang menjadi delapan metode penerjemahan, yaitu penerjemahan
kata-demi-kata, Penerjemahan harfiah, penerjemahan setia, penerjemahan semantik,
penerjemahan adaptasi (saduran), Penerjemahan bebas, penerjemahan idiomatik dan
penerjemahan komunikatif.
 Macam-Macam Tarjamah
Kalau dilihat dari pembahasan di atas ada dua macam tarjamah secara garis besar, yaitu:
1. Tarjamah Harfiyah

7
Terjemahan harfiah ialah terjemahan yang memperhatikan peniruan teks asli dalam
jumlah kata, susunan dan urutannya. Jadi, terjemahan harfiah mirip dengan menyusun kata-
kata di tempat padanannya.
Terjemahan harfiyah ini melingkupi terjemahan-terjemahan yang sangat setia
terhadap teks sumber. Kesetiaan biasanya digambarkan oleh ketaatan penerjemah terhadap
aspek tata bahasa teks sumber, seperti urutan-urutan bahasa, bentuk frase, bentuk kalimat
dan sebagainya. Akibat yang sering muncul dari terjemahan ini adalah, hasil terjemahannya
menjadi saklek dan kaku karena penerjemah memaksakan aturan-aturan tata bahasa Arab
ke dalam bahasa Indonesia. Padahal, keduanya memiliki perbedaan yang mendasar.
Metode terjemahan ini sangat populer dipraktekan di Eropa pada abad pertengahan
dan berkembang secara meluas, terutama sekali pada naskah yang dianggap sakral, kitab-
kitab suci sebagai suara yang diwahyukan Tuhan. Terjemahan ini pula sampai sekarang
masih dilakukan terhadap Kitab Suci, misalnya Injil dan Al-Qur’an.
2. Tarjamah maknawiyah/tafsiriyyah
Terjemahan maknawiyah/tafsiriyyah (bebas) yaitu menjelaskan makna
pembicaraan dengan bahasa lain sambil memperhatikan kesepadanan makna dan maksud
bahasa asal serta kenetralan redaksi, sekiranya cukup dengan terjemahan yang seolaholah
bukan terjemahan.
Dalam definisi lain mengatakan bahwa terjemahan tafsiriyyah atau terjemahan
maknawiyyah adalah menjelaskan makna pembicaraan dengan bahasa lain tanpa terikat
dengan tertib bahasa asal atau memperhatikan susunan kalimatnaya.
Jadi yang dimaksud dengan terjemahan bebas (maknawiyah/tafsiriyyah), bukan
berarti seorang penerjemah boleh menerjemahkan sekehendak hatinya, sehingga esensi
terjemahan itu sendiri hilang. Bebas di sini berarti seorang penerjemah dalam menjalankan
misinya tidak terlalu terikat oleh bentuk maupun struktur kalimat yang terdapat pada
naskah yang berbahasa sumber. Ia boleh melakukan modifikasi kalimat dengan tujuan agar
pesan atau maksud penulis naskah mudah dimengerti secara jelas oleh pembacanya dengan
tanpa merubah tujuan yang ada.

D. Proses penerjemahan dilihat dari segi psikologi


Proses penerjemahan dari segi psikologi. Ada 2 aspek dasar yang harus kita perhatikan:
1. Penangkapan buah fikiran yang diungkapkan dalam satu bahasa.
2. Pengungkapan buah fikiran ini dengan pertolongan bahasa lain.
Pengalaman menunjukkan bahwa terjemahan sering menimbulkan kesukaran pada para siswa,
karena mereka tidak mengerti teks yang dibacanya.
Sebagai akibat mereka mulai menerjemahkan, bukan untuk mengungkapkan buah fikiran
yang ditulis dalam bahasa asing ke dalam bahasa ibunya, melainkan terutama untuk mengerti
teksnya guna menerka buah fikiran yang terkandung. Proses yang dipakai jadi terbalik, per- tama-

8
tama siswa menerjemahkan, baru mereka berusaha menangkap isi. Dalam pelajaran membaca teks
guru sering kali juga hanya menuntut ucapan yang baik, tetapi untuk mencapai ucapan yang baik
siswa harus menguasai intonasi yang tepat dan mampu membagi kalimat dalam frasa-frasa yang
tepat. Pengelompokkan frasa dan intonasi ditentukan oleh aspek semantiknya. Jadi bagaimana
siswa bisa membaca dengan baik kalau aspek-aspek tersebut belum dikuasainya. Dengan cara ini
siswa hanya membaca sambil berfikir dalam bahasanya sendiri, Proses terjemahan yang
seharusnya ialah menangkap dan mengerti dahulu apa yang dibaca atau didengar, baru
diterjemahkan. Menerjemahkan sesuatu yang belum difahami berarti sekedar menyesuaikan aspek
leksik dan gramatik suatu bahasa dengan bahasa lain. Untuk menangkap teks dalam bahasa asing
dengan benar, teks tersebut harus dimengerti tanpa terjemahan dahulu. Jika teks ini sudah difahami
baru bisa diterjemahkan dengan baik dan konsentrasi akan dipusatkan kepada satuan-satuan
linguistik. Bagaimana kita bisa mengembangkan kemampuan me nangkap isi teks dalam bahasa
asing tanpa menerjemahkannya lebih da hulu? Teks yang akan diterjemahkan oleh siswa pertama-
tama harus mengandung unit-unit leksik dan gramatik yang sudah dikenal siswa. Kosa kata baru
dan struktur baru harus diajarkan dan dilatih dahulu sampai dikuasai benar oleh siswa. Cara lain
yang bisa ditempuh misal- nya ialah:
1. Mengadakan percakapan pendahuluan mengenai isi teks dalam garis besar, misalnya: tentang
tempat kejadian, latar belakang kejadian dan sebagainya.
2. Mengadakan tanya jawab yang menolong siswa menangkap teks, makin banyak pertanyaan
yang diajukan makin didorongnya,siswa mendalami teks.
3. Menyuruh menceritakan jalannya ceritera dengan kata-kata sendiri.
Jika ini semua dilakukan dengan cara sistimatis, maka retensi siswa terhadap aspek
semantik teks akan diperkuat, karena semua aspek sudah dimengerti oleh siswa. Prosedur yang
dilakukan oleh kebanyakan guru bahasa ialah, bahwa terjemahan dipakai sebagai dasar untuk
menerangkan aspek semantik atau untuk mengetes apakah siswa mengerti teks bahasa asing.
Dilihat dari segi psikologi yang merupakan segi negatif ialah, jika kita memakai terjemahan untuk
menerangkan kata-kata asing, karena bentuk-bentuk aspek bahasa asing hanya dihubungkan
dengan fikiran siswa dan tidak dijadikan konsep berfikir, sehingga siswa tidak bisa menangkap
makna kata baru. Salah satu cara untuk mengembangkan kemampuan berfikir berdasarkan bahasa
lain dalam tingkat permulaan ialah sebagai berikut: Guru mempersiapkan berapa kalimat perintah
dalam bahasa asing dan siswa harus langsung mengerjakan perintah-perintah tersebut, misalnya:
‫خذ الكتاب على المكتب‬
‫أعط الكتاب لعلي‬
‫إمسح السبورة‬
‫رتب مالبسك يا تلميذي‬

9
Dengan latihan ini yang makin ditingkatkan kesukaran dan kompleksitasnya siswa lambat
laun tidak usah memakai terjemahan dalam bahasa ibunya mengerti apa yang diperintah, didengar
atau dibacanya. Sebagai kesimpulan bisa dikatakan di sini, bahwa terjemahan yang dipakai sebagai
metode dasar pengajaran bahasa asing sama sekali tidak efektif apabila terjemahan dipakai untuk
menerangkan arti kata- kata asing, menangkap pembicaraan dan mengetes pemahaman. Proses
terjemahan seperti ini akan merupakan hambatan dan bukan bantuan untuk memperoleh
kemampuan berbahasa asing. Lain halnya jika terjemahan dipakai untuk mengembangkan
kemampuan mentransfer buah fikiran yang diungkapkan dalam satu bahasa ke dalam bahasa lain,
Di sini terjemahan tidak merupakan metode dasar, melainkan salah satu tujuan pengajaran bahasa
asing. Dengan latihan terjemahan yang sesuai, siswa akan dapat mengembangkan kemampuan
berfikir dalam bahasa asing, di samping kemampuan berfikir dalam bahasanya sendiri. Mener-
jemahkan sebagai cara mengembangkan kemampuan mengungkapkan buah fikiran yang sama
dengan mempergunakan bahasa lain tentu mem- butuhkan latihan, seperti halnya dengan
mengembangkan kemampuan bercakap-cakap, membaca dan menulis dalam bahasa yang
dipelajari.
Di lihat dari segi hubungan timbal balik antara penangkapan dan menerjemahkan dalam
pengembangan kemampuan berbahasa asing maka di sini dikemukakan tiga fase yaitu:
1. fase di mana siswa sama sekali tidak mengerti teks dalam bahasa asing. Ini terjadi apabila
terjemahan dilakukan sebelum ada pe- mahaman.
2. fase dimana siswa mengerti sebagian dari teks dalam bahasa asing. Ini terjadi apabila sudah
diadakan terjemahan sedangkan pema- haman mengenai bagian-bagian teks yang terpisah-pisah
diajarkan sesudahnya.
3. fase pemahaman total tanpa diadakan terjemahan.
Fase-fase ini tidak terpisah satu sama lain dan tidak merupakan urut-urutan, Ini tergantung
dari proses belajar mengajarnya. Pemaham an bisa melalui fase no. 1 atau no. 2 atau siswa bisa
langsung berada da- lam fase ke Tetapi sebaiknya diusahakan agar guru menghindari fase pertama
atau kedua.
Sedapat mungkin guru memakai metode di mana fase ke 3 yang menjadi tujuan
pengajarannya, agar siswa mampu menerjemahkan teks dalam bahasa yang baik. Dalam hal ini
guru harus mengembangkan kemampuan menangkap teks dalam bahasa asing, tanpa terjemahan
dahulu. Salah satu teknik yang bisa digunakan ialah menerangkan aspek semantik kata-kata asing
yang baru dengan memberikan uraian selengkap-lengkapnya mengenai konsep yang terkandung
dalam kata-kata tersebut. Jangan hanya memberikan artinya saja yang merupakan terjemahan
dalam bahasa ibunya. Ada guru yang berpendapat, bahwa dalam pengajaran bahasa kita tidak bisa
meninggalkan terjemahan karena dengan terjemahan kita bisa membandingkan bahasa asing
dengan bahasa ibu siswa. Tanpa perbandingan ini siswa tidak akan memperoleh kemampuan
berbahasa asing dengan sadar.Tetapi guru lupa, bahwa dilihat dari segi psikologi, kesadaran akan

10
sesuatu tidak bisa diperoleh dengan perbandingan atau terjemahan. Kecuali itu membandingkan 2
bahasa tidak sempurna jika hanya dilakukan dengan mengganti satu unit dalam satu bahasa dengan
unit dalam bahasa lain melalui terjemahannya. Perbandingan 2 bahasa selalu menghendaki
keterangan lain yang mengungkapkan adanya persamaan atau perbedaan dan adanya ciri-ciri khas
masing-masing bahasa. Jadi jika misalnya "‫ "الساعة الثانية في الصباح‬diterjemahkan "jam 2 malam" ini
tidak bisa dinamakan perbandingan. Dengan memakai cara tersebut di atas hasil yang dicapai
dalam peng- ajaran bahasa asing ialah bahwa siswa akan menerima tanpa sadar terjemahan tersebut
secara otomatis dan tidak secara konseptual. Per- bandingan antara 2 sistem linguistik pun harus
dilakukan tanpa terjemahan. Ini pun baru bisa dilakukan jika ciri-ciri leksik dan gramatik bahasa
asing sudah diterangkan, dan siswa sudah memahami teorinya.
Tetapi dalam menghadapi suatu teks, yang penting bagi siswa ialah bukan untuk
memperoleh pengetahuan, melainkan untuk memperoleh kemampuan menggunakan bahasa
sebagai alat komunikasi, yaitu ke- mampuan menangkap isi teks atau ujaran yang tidak mengalami
ham- batan oleh terjemahan yang sering dilakukan oleh siswa pada saat ini.

11
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan
Proses penerjemahan adalah rangkaian tindakan dalam usaha menerjemahkan, sehingga
menghasilkan terjemahan. Selain itu proses penerjemahan merupakan tindakan penerjemah dalam
usaha mengalihkan suatu wacana bahasa sumber (BSU) ke dalam wacana bahasa sasaran (BSa)
dengan menggunakan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan. Usaha tersebut adalah
mencari wacana padanan dalam bahasa sasaran.
Proses penerjemahan dari segi psikologi. Ada 2 aspek dasar yang harus kita perhatikan:
1. Penangkapan buah fikiran yang diungkapkan dalam satu bahasa.
2. Pengungkapan buah fikiran ini dengan pertolongan bahasa lain.
Pengalaman menunjukkan bahwa terjemahan sering menimbulkan kesukaran pada para siswa,
karena mereka tidak mengerti teks yang dibacanya.

DAFTAR PUSTAKA

 Yoce Aliyah Darma, Metode pembelajaran penerjemahan, Bandung : FPB/PPs Universitas


Pendidikan Indonesia. Jurnal pendidikan dan kebudayaan, No.067, Tahun Ke-13, Juli 2007
 Wicaksono, Andri dan Fahrurrozi. Sekilas Tentang Bahasa Indonesia: Catatan Mengenai
Kebijakan Bahasa, Kaidah Ejaan, Pembelajaran Sastra, Penerjemahan, dan BIPA.
Yogyakarta: Penerbit Garudhawaca, 2016
 Dafik Hasan Perdana. STRATEGI PENERJEMAHAN BAHASA ARAB YANG
BERTERIMA DAN MUDAH DIPAHAMI. Jawa Timur: IAIN Tulungagung. Jurnal
Bahasa Lingua Scientia, Vol. 9, No.1, Juni 2017

12

Anda mungkin juga menyukai