Anda di halaman 1dari 15

TAFSIR AL MIZAN FI TAFSIR AL QUR’AN

Disajikan untuk memenuhi tugas kelompok semester ganjil tahun


akademik 2022/2023
Mata Kuliah
Kitab Tafsir Kontemporer
Dosen Pengampu :
Ayu Nur Santi , M. Pd

Oleh :
M. Fathul Hadi

SEKOLAH TINGGI ILMU AL QUR’AN (STIQ) AN-NUR


PRODI ALQUR’AN TAFSIR
KECAMATAN LEMPUING KABUPATEN OKI
SUMATERA SELATAN
TAHUN AJARAN 2022/ 2023

i
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji kehadirat Allah Swt karena dengan rahmat,


taufik dan hidayah-nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Tafsir Al Mizan Fi Tafsir Al Qur’an” dengan baik. Laporan ini disajikan
untuk memenuhi tugas kelompok semester ganjil tahun akademik 2022/2023.
Dalam kesempatan ini penulis menyadari bahwa makalah ini tidak akan
terselesaikan dengan baik tanpa bantuan dari semua pihak yang terlibat, terutama
dari pihak pembimbing. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terimakasih kepada Ibu Ayu Nur Santi, M. Pd selaku dosen
pengampu Mata Kuliah Tafsir Kontemporer
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekeliruan dan
kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharap kritik dan saran yang bersifat
konstruktif demi perbaikan laporan sehingga menjadi lebih baik. Akhir kata
penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca
pada umumnya.

Tebing Suluh, 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER ....................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ............................................................................... ii
DAFTAR ISI .............................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................... 1
C. Tujuan.................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A.Pengertian Tafsir Al Mizan .................................................................. 3
B. Karakteristik Tafsir Al Mizan ............................................................. 4
C. Sistematika Serta Metodologi Tafsir Al-Mizan Fi Tafsir Al Qur’an ... 5
D.Contoh Tafsir Al-Mizan Fi Tafsir Al Qur’an ...................................... 7

BAB III PENUTUP


A.Kesimpulan ........................................................................................ 10
B. Saran ................................................................................................. 10

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Muhammad Husain Tabataba’i mupakan salah satu ulama yang ahli dalam
bidang tafsir dengan nama Tafsir al-Mizan fi Tafsir al-Qur’an. Dengan latar
belakang ajaran Syi’ah semasa menutut ilmu, maka sedikit banyak beliau
memasukkan dan membawa ajaran Syi’ah ke dalam tafsirnya.1 Kitab ini tidak
hanya tersebar di kalangan muslim Syi’ah, namun juga tersebar luas di
kalangan muslim Sunni. Di antara faktor penyebab diterimanya tafsir ini di
kalangan muslim Sunni adalah karena tafsir ini mengutamakan penggunaan
sumber bil al-ma’sur sebagai sumber penafsirannya.1
Dalam sejarah tafsir al-Qur’an, diantaranya dibuktikan dengan banyaknya
produk kitab tafsir, menunjukkan bahwa tafsir juga merupakan sebuah usaha
untuk mengadaptasikan teks al-Qur’an ke dalam situasi kontemporer seorang
mufassir. Hal ini menunjukkan bahwa tafsir terhadap al-Qur’an dilakukan
bukan sekedar untuk memenuhi kebutuhan teoritis untuk memahami pesan-
pesan al-Qur’an, tapi juga dilakukan untuk memenuhi kebutuhan praktis yang
besar untuk mendapatkan petunjuk kitab suci yang akan diamalkan dalam
kehidupan sehari-hari.2
Dalam tafsir Syiah memiliki ciri-ciri yang utama dalam penafsiran dan
penekanannya yang menjadikan cabang tafsir ini memiliki khas serta beberapa
karakteristik yang menonjol dalam perkembangannya. Salah satu prinsip
penting dalam tafsir Syiah adalah bahwa al-Qur’an harus terlihat selalu
memiliki relevansinya atau memungkinkan penerapannya bagi orang-orang
dan keadaan-keadaan tertentu. Prinsip lainnya menyiratkan kegandaan makna

1
Ahmad Fauzan, ‘MANHAJ TAFSIR AL-MIZAN FI TAFSIR AL-QUR’AN Karya
Muhammad Husain Tabataba’i’, Al - Tadabbur: Jurnal Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir, 3.02 (2018),
117
2
Waryono Abdul Ghafur. (2008). Millah Ibrahim dalam Al-Mizan fi tafsir al-Qur’an.
Yogyakarta: Bidang Akademik, hlm. 31

1
seperti muhkam dan mutasyabih, nasikh dan mansukh, dhahir dan batin, dan
ta’wil dan tanzil.3

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Tafsir Al Mizan?
2. Bagaimana Karakteristik Tafsir Al-Mizan?
3. Bagaimana Sistematika Serta Metodologi Kitab Al-Mizan Fi Tafsir Al
Qur’an?
4. Apa Contoh Tafsir Al – Mizan Fi Tafsir Alqur’an?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Apa pengertian Tafsir Al Mizan
2. Untuk mengetahui bagaimana Karakteristik Tafsir Al-Mizan
3. Untuk mengetahui bagaimana Sistematika Serta Metodologi Kitab Al-
Mizan Fi Tafsir Al Qur’an
4. Untuk mengetahui apa Contoh Tafsir Al – Mizan Fi Tafsir Alqur’an

3
Ibid., 3

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Tafsir Al Mizan Fi Tafsir Al Qur’an


Al-Mizan fi Tafsir Al-Quran (bahasa Arab:‫ )الميزان في تفسير القرآن‬yang lebih
dikenal dengan nama "Tafsir al-Mizan" merupakan kitab tafsir yang paling
lengkap dan paling komprehensif dari tafsir Alquran mazhab Syiah yang
ditulis dalam bahasa Arab pada abad 14 H oleh Allamah Sayid Muhammad
Husain Thabathabai (1903-1981). Al-Mizan merupakan tafsir tartibi dan
metode penafsirannya adalah Al-Qur'an bil Qur'an yaitu suatu metode
penafsiran ayat-ayat Alquran dengan perantara ayat-ayat yang lain. Kejujuran
ilmiah, ketepatan dan keadalaman tafsir al-Mizan menyebabkan tafsir ini
menjadi perhatian ulama-ulama Syiah dan Sunni dan merupakan referensi
terpercaya dalam memahami dan meriset Alquran. Dalam waktu yang singkat
telah ditulis puluhan buku, ratusan makalah dan skripsi, tesis dan disertasi
tentang Tafsir al-Mizan. 4
Salah satu kelebihan tafsir ini adalah penelitian
secara mendalam tentang tema-tema penting seperti kemukjizatan Alquran
(i'jāz al-Qurān), kisah-kisah para nabi, ruh dan jiwa, terkabulkannya doa,
tauhid, taubah, rizki, keberkahan, jihad, dan lainnya yang sesuai dengan ayat-
ayat yang berkenaan dengannya dibahas dan dikaji secara teliti. 5
Tafsir al-Mizan merupakan salah satu karya monumental Thabathaba’i
yang ia tulis dalam Bahasa Arab dan diterjemahkan ke dalam Bahasa
Persia yang secara langsung dibawah pengawasannya. Tafsir al-Mizan
disusun dalam 20 jilid yang memuat 30 juz dan dijelaskan oleh Thabathaba`i
secara runut sebagaimana urutan dalam Mushaf Utsmani. Dengan demikian
metode penafsiran yang dipakai adalah metode tahlily Thabathaba’i sebagai
mufasir besar Syi'ah kontemporer, berupaya mengenalkan arti penting al-
Qur`an sebagaimana yang telah ditunjukkan oleh al-Qur`an itu sendiri, bukan
yang sebagaiman kita percayai dan gambarkan. Hal ini dikarenakan
4
Quraish Shihab, Sejarah & Ulum al- Qur’an, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001), hlm. 180.
5
Waryono Abdul Ghafur. Millah Ibrahim dalam Al-Mizan fi tafsir al-Qur’an.
(Yogyakarta: Bidang Akademik, 2008), hlm. 31.

3
antara keduanya jelas terdapat banyak perbedaan. Menurutnya, corak Tafsir
al-Mizan adalah corak adaby ijtima’i.

B. Karakteristik Tafsir Al-Mizan


Ciri terpenting tafsir al-Mizan adalah tafsir al-Qur'an bi al-Qur'an. Dalam
tafsir-tafsir sebelumnya pada umumnya, apabila sebuah ayat kemungkinan
memiliki beberapa makna, maka seorang mufasir akan menukil kemungkinan-
kemungkinan tanpa memberikan mana yang lebih cocok menurut seorang
mufasir itu namun salah satu kelebihan Tafsir al-Mizan adalah memberikan
penjelasan makna, mana yang lebih cocok dengan bantuan ayat lainnya atau
tanda-tanda yang ada pada ayat itu sendiri. Allamah Thabathabai juga
memberikan penjelasan sebagian istilah agama dan qurani seperti
kemustahaban doa, tauhid, taubat, rizki, berkah, jihad, dan lainnya dengan
bantuan ayat-ayat Alquran.
Salah satu keisitimewaan Tafsir al-Mizan yang menonjol adalah kisah
Alquran. Allamah menyatukan dan menafsirkan semua ayat-ayat Alquran
yang berkenaan dengan kisah-kisah Alquran dan dalam hal jika di ayat lain
mengisyaratkan akan hal itu lagi, maka Allamah akan mengungkapkan lagi
namun secara singkat. Untuk mengetahui kisah-kisah nabi, tafsir yang ia tulis
merupakan literatur yang paling baik. Allamah Thabathabai, disamping
membandingkan Taurat dan Injil dengan Alquran, juga menentukan hal-hal
yang telah mengalami distorsi. Corak yang cukup jelas dalam Tafsir al-Mizan
adalah memberi jawaban atas keraguan dan berupaya untuk menyesuaikan
dengan perkembangan zaman serta menaruh perhatian khusus terhadap
masalah ilmiah dan filsafat teologis dari sisi lain.
Dalam menjelaskan ayat, Thabtaba’i berpedoman kepada pendapat para
pakar dari berbagai disiplin Ilmu, seperti tafsir, hadis, tarikh, dan lain-lain,
baik yang bersumber dari para Imam Syi’ah Imamiyah, maupun dari kalangan
ulama Sunni. Ini dimaksudkan untuk menyingkap sisi-sisi pembahasan yang

4
dikehendaki oleh tema tersebut dan menjaga kejujuran pandangannya terhadap
masalah yang dibahas.6

C. Sistematika Serta Metodologi Kitab Al-Mizan Fi Tafsir Al Qur’an


Metode penafsiran al qur’an terdiri atas emoat metode takni metode tahlili,
meted (temati), an metode (muqarran). Adapun metode yang syaikh
thabathaba qur’ab beliau menggunakan metode tahlili dengan pendekatan
tafsir bil ra’yi. Syaikh thaabthaba’I ketika menafsirkan tafsir al mizan, beliau
mula-mula membahas topic tertentu, lalu kemudian membagi beberapa ayat
tersebut menjadi satu surah al qur’an yang kemudian beliau tafisrkan menjadi
suatu kelompok. Keberadaan sistematika tafsir al-Mizan dimulai dengan
mukaddimah atau pengantar meliputi pernyataan pentahqiq dan pernyataan
beliau sendiri (Tabataba’i). Dalam mukaddimahnya, beliau secara singkat
memperkenalkan cara-cara yang ditempuh dalam menjelaskan makna-makna
al-Qur’an. Kemudian melangkah menjelaskan corak penafsiran ulama
terhadap al- Qur’an yang diantaranya terdiri dari: pertama, Ulama hadis
(muhaddisin), mereka mencukupkan diri pada penafsiran berdasarkan riwayat
dari ulama-ulama salaf, sahabat, dan tabiin. Mereka tidak menjelaskan makna
ayat yang tidak dijelaskan oleh para sahabat, ulama salaf serta tabiin, 7 kedua,
para teolog (al-mutakallimin). Mereka menggunakan berbagai macam
pendapat mazhab dengan segala perbedaannya. Pendapat-pendapat yang
sesuai diambil, sedangkan ayat yang tidak sesuai dengan mahzabnya,
diinterpretasi sesuai dengan batas-batas kewenangan yang ada dalam mahzab,
ketiga, Para filosof (al-falasifah). Mereka mentakwilkan ayat-ayat yang secara
lahiriah berbeda untuk disesuaikan dengan pendapatnya, dan keempat, Para
sufi (al-mutasshawifah). Mereka menekankan pada aspek batiniyyah
penciptaan dan perhatiannya pada ayat-ayat kesejatian semata.
Dalam mukaddimah ini juga sebagaimana dijelaskan oleh al-nasyir kitab
al-Mizan, bahwa manhaj yang dipergunakan oleh Tabataba’i dalam

6
Goldzier, Mazhab Tafsir: Dari Klasik Hingga Modern, terj.Saifuddin Zuhri Qudsy, dkk.,
(Yogyakarta: eLSAQ Press, 2009), h. 217-218. 110
7
‘PENAFSIRAN THABATHABA ’ I DALAM AL-MIZAN FI TAFSIR AL-QUR ` AN’, 5.1 (2022).

5
menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dalam tafsir al-Mizan ini di antaranya adalah
sebagai berikut:pertama, Tabataba’i dalam menjelaskan tafsirnya
menggunakan data yang begitu banyak, baik dari kalangan para mufassir, ahli
hadis, ahli sejarah, filosof maupun yang lainnya. Kedua, Menjelaskan tujuan
dari surat maupun ayat yang akan beliau tafsirkan sebelum melangkah pada
pembahasan penafsiran ayat-ayat dari surat yang akan dijelaskan oleh beliau.
Ketiga, Berpegangan dengan dasar prinsip-prinsip dalam membuka makna-
makna ayat al-Qur’an dengan cara merujuk pada pendapat para ahli tafsir
dengan cara menghadirkan pendapat atas penafsirannya ayat oleh para
mufassir maupun ahli sunnah, yang kemudian menyatakan menerima atau
menolak dari pendapat yang dinyatakan oleh para ahli tafsir, sekaligus
menjelaskan hubungan antar ayat satu dengan yang lainnya. Seperti saat beliau
menafsirkan ayat 130-138 pada Q.S. Ali-‘Imran dengan menyatakan bahwa
ayat-ayat ini mengajak untuk berbuat baik serta mencegah dari perbuatan
buruk, dan ayat-ayat memiliki hubungan dengan ayat sebelum ataupun dengan
ayat sesudahnya yang menjelaskan tentang kisah perang Uhud. Keempat,
Menafsirkan suatu ayat dengan jalan merenungkan dan mengkaji ayat itu dan
ayat lain yang memiliki keterkaitan, dan dengan bantuan hadis-hadis. Dan saat
menyebutkan sanadnya, beliau tidak mentebutkan garis sanad secara
sempurna, namun secara umum cukup hanya menyebutkan dari sang pemilik
kitab hadis tersebut. Kelima, Mengungkapkan asbabun nuzul ayat untuk
menjelaskan nas-nas al-Qur’an terkait dengan masalah hukum. Dan juga
mencantumkan qaul-qaulnya para sahabat maupun tabi’in terkait penafsiran
ayat yang menjadi pembahasan beliau. Keenam, Sangat mauquf (berhenti) dari
periwayatan israiliyat. Sekaligus mengingatkan bahwa banyak dari kalangan
para ahli tafsir menempatkan periwayatan israiliyyat ini yang menjadikan
‘illah (kecacatan) dalam tabiat dari kisah yang ada pada penafsiran ayat
tersebut. Tafsir al-Mizan menggunakan corak Tafsir al-Qur’an bi al-
Qur’an,  konsisten termasuk menyangkut masalah akidah dan kisah-kisah.
Dalam pandangan al-Thabathaba’i, menafsirkan al-Qur’an dengan al-Qur’an
adalah metode penafsiran yang paling valid (ahsan al-Turuq). Bagaimana

6
mungkin al-qur’an akan menjadi penjelas bagi segala sesuatu, Dan menjadi
petunjuk serta penjelas bagi setiap permasalahan, Jika kemudian ayat al-
Qur’an masih menyimpan makna yang misteri, tidak bisa ditangkap atau
diungkap maksudnya. Dengan kata lain dikatakan bahwa pada hakikatnya
tidak ada ayat yang samar (Mutasyabih)  dalam al-Qur’an, sebab kesamaran
makna al-qur’an telah dijelaskan oleh ayat al-Qur’an lainnya. Memang benar
dalam al-Qur’an menegaskan terdapat 2 ayat, yaitu ayat Muhkam dan ayat
Mutashabih. Namun Muhkam dalam pandangan Athabataba’i adalah induk
dan menjadi rujukan dari ayat-ayat yang dianggap samar.8

D. Contoh Tafsir Al – Mizan Fi Tafsir Alqur’an


Dalam pembahasan contoh penafsiran dari al-mizan, sebagaimana
sebagian kecil telah dipaparkan. Berikut contoh penafsiran al-mizan fi tafsir al
qur’an menyungguhkan tema aayat yang tercantum dalam QS. Al-Baqarah
ayat 213, yakni terkait pembahasan risalah kenabian.

Pada penjelasan al-bayan: Ayat di atas menjelaskan mengenai sebab


disyariatkannya pokok dasar agama dan pembebanan terhadap manusia agar
kembali kepada agama tersebut serta sebab terjadinya perbedaan dalam
masalah agama. Pada dasarnya manusia berada dalam golongan satu umat atau
satu bangsa, kemudian muncul perbedaan- perbedaan berdasarkan fitrah dalam
dirinya untuk memperoleh keuntungan maupun kenikmatan hidup. Adanya
perbedaan-perbedaan ini menuntut agar diletakkan undang-undang hukum
dengan diutusnya para nabi untuk menghilangkan perbedaan dan pertengkaran

8
Sayid Muhammad Thabathabai, Terjemah Tafsir al-Mizan, (Jakata:Lentera, 2010) cet. I,
Hlm. 11.

7
dengan berlandaskan agama, dan disertai dengan dakwah dan peringatan
tentang adanya pahala dan siksa, serta memperbaiki amal buruk dengan cara
ibadah melalui petunjuk para nabi yang diutus oleh Allah. Pokok dasar agama
ini adalah agama ilahi yang merupakan satu-satunya sebab agar manusia
memperoleh kebahagiaan, memperbaiki persoalan hidupnya, serta
memperbaiki naluri fitrahnya agar manusia hidup dalam satu kehidupan sosial
maupun keagamaan. Pada Perbahasan dari periwayatan: Menurut riwayat
Imam al- Baqir dalam kitab al-Majmu’ bahwa manusia sebelum masa Nabi
Nuh berada dalam satu golongan umat serta dalam fitrah Allah. Dan dalam
tafsir al- ‘Iyasy dari riwayat Imam al-Shodiq bahwa ayat ini adalah
menceritakan tentang umat sebelum nabi Nuh as. Pembahasan Filsafat:
Meskipun pembahasan mengenai risalah kenabian dari segi penyampaian
hukum-hukum serta aturan-aturan syariat agama adalah pembahasan yang
bersifat kalamiyyah, namun jika dipandang dari sisi lain juga terdapat
pembahasan filsafat terkait dengan risalah kenabian ini. Yakni, ajakan untuk
berada dalam garis agama dengan cara memberikan kabar gembira maupun
menakut-nakuti adalah agar menjadi obat bagi setiap orang mukmin untuk
menyempurnakan hidup dalam meraih kebahagiannya melalui jalan agama.
Sebab, manusia yang dibekali dengan akal serta hawa nafsu secara umum
menjadikannya untuk berusaha meraih jalan kesempurnaan dalam hal apapun.

Dengan adanya kemauan ini akan menjadikan manusia itu untuk merubah
kondisinya dengan kekuatan-kekuatan dari hasrat tersebut dengan cara berbuat
pada apa yang menjadi dari tujuan jiwa manusia tersebut dengan berpijak pada
jalan agama untuk membedakan mana yang baik, mana yang buruk. Melalui
usaha ini, akan terpancar keyakinan tentang adanya kebaikan dan keburukan,
ketakutan dan harapan, keinginan pada hal yang bermanfaat, ketakutan dari
kerugian, dan lain sebagaianya. Atas pancaran inilah risalah kenabian sangat
berperan untuk mengembalikan dan menyeimbangkan hasrat-hasrat tersebut
manusia berjalan pada jalan agama untuk meraih kebahagiaan yang haqiqi dari
apa yang menjadi tujuannya. Penjelasan yang beliau suguhkan dalam
menafsirkan ayat di atas sangat panjang dan luas dengan aneka ragam

8
pembahasan. Beliau menjelaskan pokok risalah kenabian dari semua
aspeknya, baik dari sisi risalah penyampaiannya.9

9
Ibid., hlm 14

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
. Penafsiran kitab tafsir al-Mizan yakni dengan cara menjelaskan ayat
dengan ayat, riwayat. Kemudian beliau juga menjelaskan ayat dengan
berbagai pendekatan. Beliau juga mengklasifikasi ayat-ayat sesuai dengan
topiknya kemudian melakukan pembahasan secara kelompok pula, mulai dari
penjelasan umum, seperti nahwu, maksud dan sejenisnya dengan
menggunakan ayat-ayat yang semakna, kemudian menambahkan pembahasan
riwayat, bahkan ilmiah dan filsafat dikelompokkan tersendiri.
Tafsir al-Mizan merupakan karya Tabataba’i yang paling fenomenal, dari
semua tulisan yang pernah dihasilkannya. Karya tafsir kenyataannya, ini, pada
tidak bias dilepaskan dari pemikiran penulisnya yang bercorak filosofis.
Karena, sebagaimana telah diketahui, filsafat merupakan salah satu cabang
ilmu yang tidak pernah mati di kalangan Syiah, dan selalu mengalami hingga
perkembangan sekarang ini.

B. Saran
Penulis berharap kita dapat mengetahui bagaimana corak tafsir al-mizan fi
tafsir al qur’an. Pemakalah menyadari bahwa tulisan ini masih ada kekurangan
pemahaman ataupun kedangkalan pembahasan. Oleh karena itu, dengan
kerendahan hati, pemakalah sangat terbuka akan kritik dan saran guna
menambah kedalaman wawasan ilmu pemakalah.

10
DAFTAR PUSTAKA

Baidah, Nasrudin, 2010 Metodologi Penafsiran Al Qur’an (Yogyakarta : Pustaka


Pelajar.

Fauzan, Ahmad, ‘MANHAJ TAFSIR AL-MIZAN FI TAFSIR AL-QUR’AN


Karya Muhammad Husain Tabataba’i’, Al - Tadabbur: Jurnal Ilmu Al-
Qur’an Dan Tafsir, 3.02 (2018), 117

‘PENAFSIRAN THABATHABA ’ I DALAM AL-MIZAN FI TAFSIR AL-QUR


` AN’, 5.1 (2022)

Goldzier, 2009, Mazhab Tafsir: Dari Klasik Hingga Modern, terj.Saifuddin Zuhri
Qudsy, dkk., Yogyakarta: eLSAQ Press,

Muhibudim, Irwan, 2018, Tafsir Ayat-Ayat Sufistik (Studi Komparatif Tafsir Al-
Qusyairi Dan Al Jailani), Skripsi Jakarta, Uai Press.

Quraish Shihab, 2001, Sejarah & Ulum al- Qur’an, Jakarta: Pustaka Firdaus

Sayid Muhammad Thabathabai, 2010, Terjemah Tafsir al-Mizan, Jakata:Lentera,


2010

Thabathabai, Sayid Muhammad. 2010. Terjemah Tafsir al-Mizan. Jakata.

Waryono Abdul Ghafur. 2008, Millah Ibrahim dalam Al-Mizan fi tafsir al-
Qur’an. Yogyakarta: Bidang Akademik.

11
LEMBAR PERTANYAAN

1. Penanya : Ngamilatun Khoiriyah


Pertanyaan : apakah yang dimaksud corak tafsir adabi ijtima’I?..
Jawaban: tafsir tafsir adabi ijtima’I adalah corak tafsir dengan pendekatan
penggalian nilai-nilai humanis dan social kemasyarakatan.

12

Anda mungkin juga menyukai