Anda di halaman 1dari 4

BUKU JAWABAN TUGAS MATA KULIAH

TUGAS 3

Nama Mahasiswa : Irwan Budyarsana


…………………………………….............

Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : 041950471


………………………………………..........

Kode/NamaMataKuliah : HKUM4209/Ilmu Negara


………………………………………………

Kode/NamaUPBJJ : UPBJJ : 86 / Ambon


………………………………………………

MasaUjian : 2020/21.1 (2020.2)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN


KEBUDAYAAN UNIVERSITAS TERBUKA
Kewenangan Pusat dan Daerah Dinilai Masih Belum Jelas
Jakarta - Pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah dinilai masih belum rinci.
Akibatnya, terjadi tumpang tindih program. Urusan pemerintah yang bersifat konkuren pun
rentan inefisiensi biaya dan tak akuntabel. Sistem pengawasan di daerah juga kurang maksimal.
Kepala Pusat Kajian Desentralisasi dan Otonomi Daerah Lembaga Administrasi Negara (LAN)
Hary Supriadi mengatakan, di sejumlah sektor pun selama ini ada pembagian kewenangan yang
masih belum jelas antara pusat dan daerah. Contohnya adalah sejumlah sektor yang dikerjakan
secara bersama-sama dengan anggaran berbeda.
“Dengan konkuren ini ada potensi tumpang tindih. Contohnya pendidikan, ekonomi, kesehatan,
masih ada dana alokasi khusus. Artinya, ada intervensi sectoral. Tetapi, pembangunan di tiga
sektor itu ada pendekatan sektoral dan regional, yang masih belum jelas pembagiannya. Karena
itu, ada potensi biaya-biaya yang tak efisien.” ujar Hary dalam diskusi “Quo Vadis Pembagian
Urusan Pemerintahan Konkuren” di Kantor Lan, Jakarta, Kamis (11/10/2018).
Hadir dan sebagai pembicara, antara lain Sekretaris Jenderal Asosiasi Pemerintah Kabupaten
seluruh Indonesia (Apkasi) Remigo Yolando Berutu, Direktur Sinkronisasi Urusan
Pemerintahan I Kementerian Dalam Negeri Edison Siagian, dan Direktur Eksekutif Komite
Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah Robert Endi Jaweng.
Menurut Hary, urusan pemerintah yang bersifat konkuren harus mengedepankan prinsip
eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi. “Harus ada rencana besar pembagian kewenangan
agar arahnya jelas,” ujarnya.
Remigo Yolando Berutu membenarkan bahwa pemimpin di Pemerintah Kabupaten kerap
merasa bingung soal pembagian kewenangan. Sektor pendidikan sekolah menengah, misalnya,
menjadi kewenangan provinsi, tetapi masalah pendidikan di daerah lebih sering diadukan ke
Kabupaten daripada provinsi. Contoh lain di sektor perhutanan. Disayangkan tidak ada unit
pengelola teknis yang seharusnya berada di bawah Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan.
“Implikasinya, koordinasi pelayanan publik jadi jauh. Pengawasan jadi tidak maksimal karena
pemerintah provinsi dan pusat sulit sulit rasanya mengontrol situasi di kabupaten,” ujar
Remigo. Ia berharap pemerintah pusat mengeluarkan rancangan peraturan pemerintah (RPP)
yang mengatur detail pembagian kewenangan agar tidak tumpang tindih dan pelayanan kepada
masyarakat terjamin.
Edison Siagian menambahkan, sebenarnya pembagian kewenangan yang konkuren sudah jelas
diatur dalam undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang otonomi daerah. Namun, pembagian
kewenangan itu masih belum detail sehingga akan dikeluarkan RPP.
“Aturan saat ini masih belum optimal. Untuk itu, RPP masih dibahas sekarang di tingkat
Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan. Harus ada aturan jelas dan rinci agar
daerah bisa melaksanakan tugasnya dengan baik,” ujar Edison. (Berita di Harian Kompas)
Sumber : kompasiana.co

1 Analisis mengenai pelimpahan wewenang pemerintah pusat ke pemerintah daerah seperti pada
kasus di atas dalam tinjauan konsep negara kesatuan:

Dalam negara kesatuan tidak jarang diadakan pembagian daerah, dimana dalam tiap-tiap daerah
itu terdapat organisasi yang tegak sendiri. Pada tiap-tiap daerah itu mempunyai pemerintahan
sendiri disebut pemerintah daerah. Akan tetapi, pemerintah daerah tidak mempunyai kekuasaan
atau wewenang yang tertinggi mengenai apapun dalam lapangan pemerintah. Karena dalam
tingkat terakhir dan tertinggi putusan-putusan dalam lapangan pemerintah itu yang berwenang
mengadakan adalah pemerintah pusat. Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah harus selalu berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan
selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat. Hubungan
wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah juga harus mampu menjamin
hubungan yang serasi antar daerah dengan pemerintah pusat, artinya harus mampu memelihara
dan menjaga keutuhan wilayah Negara dan tetap tegaknya Negara Kesatuan. Hubungan
wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah agar dapat dilaksanakan harus
sejalan dengan tujuan yang hendak dicapai, terdapat pedoman seperti dalam penelitian,
pengembangan, perencanaan dan pengawasan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dengan demikian, hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus
memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman,
otonomi luas, nyata, dan bertanggung jawab.

2 Simpulan pendapat C.F. Strong tentang konsep negara kesatuan dengan situasi kenegaraan yang
ada di Indonesia :

Menurut C.F Strong negara kesatuan ialah bentuk negara dimana wewenang legislatif tertinggi
dipusatkan dalam satu badan legislatif nasional atau pusat. Kekuasaan terletak pada pemerintah
pusat dan tidak pada pemerintah daerah. Pemerintah pusat mempunyai wewenang untuk
menyerahkan sebagian kekuasaannya kepada daerah berdasarkan hak otonom (negara kesatuan
dengan sistem desentralisasi), tetapi pada tahap terakhir kekuasaan tertinggi tetap di tangan
pemerintah pusat. Adanya kewenangan untuk membuat peraturan bagi daerahnya sendiri itu
tidaklah berarti bahwa pemerintah daerah itu berdaulat, sebab pengawasan dan kekuasaan
tertinggi masuh tetap terletak ditangan pemerintah.
Situasi yang ada di Indonesia adalah Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk
Republik dengan bunyi UUD tahun 1945 pasat 1 ayat (1). Ketentuan ini memuat dua konsep,
yaitu mengenai bentuk negara (negara kesatuan) dan bentuk pemerintahan (negara republik).
Negara Indonesia dalam bentuk negara kesatuan dengan sistem desentralisasi (otonomi).

3 Analisis mengenai pembagian kekuasaan di Indonesia yang tertuang dalam UUD Negara Republik
Indonesia 1945

1. Organ-organ kekuasaan poros-poros kekuasaan (dan fungsi-fungsinya) di Indonesia menurut


UUD 1945 tidak terbatas pada tiga poros, tetapi ada lima poros yang kedudukannya sejajar yaitu
legislatif, eksekutif, yudikatif, konsultatif dan auditif. Kekuasaan legislatif (pembuatan undang-
undang) dilakukan oleh DPR bersama Presiden, kekuasaan eksekutif (pelaksana undang-undang
atau pemerintahan) dilakukan oleh Presiden, kekuasaan yudikatif dilakukan Makamah Agung,
kekuasaan kunsultatif dilakukan oleh Dewan Pertimbangan Agung dan kekuasaan auditif oleh
Badan Pemeriksa Keuangan. Selain kelima poros kekuasaan yang berkedudukan sejajar sebagai
Lembaga tinggi negara itu, masih ada satu Lembaga yang mengatasinya yaitu Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai lembaga tertinggi negara.
2. Hubungan Kerjasama antarporos. Menurut UUD 1945 diantara kekuasaan legislatif, eksekutif,
dan yudikatif tidak ada pemisahan yang kaku, melainkan ada hubungan kerjasama. Hal tersebut
berarti kekuasaan legislatif tidak hanya oleh parlemen (DPR) tetapi dilakukan oleh Presiden,
kekuasaan yudikatif tidak sepenuhnya dilakukan oleh Makamah Agung tetapi sebagian masalah
kecil tertentu dilakukan juga oleh Presiden dan kekuasaan eksekutif meskipun hampir seluruhnya
dilakukan oleh Presiden tetapi ada sebagian kecil dilakukan oleh badan yudikatif.

Anda mungkin juga menyukai