Anda di halaman 1dari 48

ASUHAN KEPERAWATAN KEPADA Ny.

S DENGAN UROSEPSIS DI BANGSAL


MERAK DI RSPAU dr.S.HARJOLUKITO

Di Susun Oleh:

Geladis Titanik (210300804)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ALMA ATA YOGYAKARTA
2022

i
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pada Ny.S dengan urosepsis diruang

Merak

RSPAU dr.S.Harjulukito

Disusun oleh :

GELADIS TITANIK

210300804

Telah disetujui dan di sahkan pada :

Hari :………….

Tanggal :………

Mengetahui,

Pembimbing Akademik, Perceptor/Pembimbing Klinik,

( ) ( )

ii
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 4


A. Latar belakang ....................................................................................................... 4
B. Tujuan .................................................................................................................... 5
C. Manfaat .................................................................................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 6
A. Infeksi Saluran Kemih (Urosepsis) ................................................................................ 6
1. Definisi urosepsis ...................................................................................................... 6
2. Epidemiologi ............................................................................................................. 6
3. Etiologi ...................................................................................................................... 6
4. Patofisiologi............................................................................................................... 7
5. Faktor Resiko ............................................................................................................ 8
6. Klasifikasi ISK .......................................................................................................... 9
7. Manifestasi klinis .................................................................................................... 10
8. Tata Laksana / Pencegahan ..................................................................................... 11
9. Terapi ....................................................................................................................... 12
10. Pemeriksaan Penunjang ....................................................................................... 13
11. Komplikasi ........................................................................................................... 13
12. Pathway................................................................................................................ 16
B. Konsep Asuhan Keperawatan yang sering muncul ............................................. 17
1. Pengkajian ............................................................................................................... 17
2. Diagnosa keperawatan ............................................................................................. 17
3. Implementasi keperawatan ...................................................................................... 23
4. Evaluasi keperawatan .............................................................................................. 24
BAB III ASKEP ................................................................................................................ 25
BAB IV ANALISIS JURNAL ......................................................................................... 45
BAB V PENUTUP ............................................................................................................ 46
A. Kesimpulan .......................................................................................................... 46
B. Saran .................................................................................................................... 46
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 47

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan istilah umum untuk berbagai keadaan
tumbuh dan berkembangnya bakteri dalam saluran kemih dengan jumlah yang
bermakna. Infeksi saluran kemih merupakan salah satu penyakit infeksi yang sering
ditemukan di praktik umum, walaupun bermacam-macam antimikroba sudah tersedia
luas di pasaran. Saluran kemih terdiri dari uretra, kandung kemih, ureter dan ginjal.
Normalnya saluran kemih diatas uretra adalah steril. Berbagai mekanisme pertahanan
mekanik dan psikologi yang membantu menjaga sterilitas dan pencegahan terhadap
infeksi saluran kemih. Namun, jika terjadi infeksi di saluran kemih, maka urin dapat
mengandung bakteri (Sukandar, 2014).
Infeksi saluran kemih yang dibiarkan tidak tertangani dapat menyebabkan
komplikasi berbahaya, seperti :
 Kerusakan ginjal permanen, jika bakteri menyebar hingga ke ginjal
 ISK berulang (kambuh) dalam kurun waktu 6 bulan atau hingga 4 kali dalam
setahun
 Striktur uretra atau penyempitan saluran kencing
 Kelahiran prematur dan bayi terlahir dengan berat badan lahir rendah, jika ISK
dialami oleh wanita hamil
 Sepsis/Urosepsis yaitu kondisi ketika bakteri penyebab ISK (biasannya menyebar
hingga ke ginjal) masuk kealiran darah dan menyebabkan respons tubuh yang bisa
berakibat fatal
Pasien urosepsis sebaiknya didiagnosa pada tahap awal terutama pada kasus
ISK komplikata. Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) ditandai dengan
demam atau hipotermia, leukositosis atau leukopeni, takikardia dan takipnea, namun
SIRS sudah tidak dimasukkan ke dalam terminology sepsis terbaru. Angka mortalitas
meningkat sejalan dengan tingkat keparahan sepsis yang terjadi. Terapi urosepsis terdiri
dari perawatan pendukung yang adekuat, terapi antibiotik yang tepat dan cepat, terapi
pendukung dan penanganan kelainan saluran kemih yang optimal. Terapi sumber
infeksi dengan dekompresi semua kelainan obstruksi dan drainase abses harus
dilakukan. Ahli Urologi disarankan bekerja sama dengan intensivist dan konsultan
infeksi (Green H et al 2013).

4
Urosepsis bisa terjadi di masyarakat dan di rumah sakit. Urosepsis nosokomial
dapat dikurangi dengan mengurangi lama perawatan, melepas kateter lebih awal,
menghidari penggunaan kateter yang tidak perlu, penggunaan kateter yang benar
(sistem tertutup), dan poenggunaan teknik aseptik untuk mencegah infeksi silang.
Sepsis didiagnosa sebagai gejala klinis infeksi dengan tanda inflamasi sistemik, tanda
disfungsi organ dan tekanan darah rendah yang menentap dengan anoksia jaringan
(Grabe M et al 2015).
B. Tujuan
1. Tujuan untuk mengetahui definisi urosepsis
2. Tujuan untuk mengetahui epidemiologi urosepsis
3. Tujuan untuk mengetahui etiologi urosepsis
4. Tujuan untuk mengetahui patofisiologi urosepsis
5. Tujuan untuk mengetahui faktor Resiko urosepsis
6. Tujuan untuk mengetahui klasifikasi ISK
7. Tujuan untuk mengetahui manifestasi klinis urosepsis
8. Tujuan untuk mengetahui tatalaksana / pencegahan urosepsis
9. Tujuan untuk mengetahui terapi urosepsis
10. Tujuan untuk mengetahui komplikasi urosepsis
11. Tujuan untuk mengetahui pemeriksaan penunjang
12. Tujuan untuk mengetahui pathway urosepsis
C. Manfaat
1. Bagi Penulis
Dapat menambah wawasan bagi penulis tentang tinjauan teori dan proses asuhan
keperawatan pada pasien dengan urosepsis
2. Bagi Pasien
Sebagai sumber informasi bagi pasien tentang pelayanan asuhan keperawatan
sehingga mampu merubah perilaku masyarakat kearah perilaku yang sehat dan bagi
pasien dapat memperoleh manfaat dari pelayanan keperawatan agar mempercepat
proses penyembuhan dan mengurangi perilaku maladaptiv pasien dari pelayanan
kesehatan.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Infeksi Saluran Kemih (Urosepsis)


1. Definisi urosepsis

Sepsis adalah sindroma respons inflamasi sistemik (systemic inflammatory


response syndrome) dengan etiologi mikroba yang terbukti atau dicurigai. Bukti
klinisnya berupa suhu tubuh yang abnormal (>38oC atau <36oC) ; takikardi; asidosis
metabolik; biasanya disertai dengan alkalosis respiratorik terkompensasi dan
takipneu; dan peningkatan atau penurunan jumlah sel darah putih. Sepsis juga dapat
disebabkan oleh infeksi virus atau jamur. Sepsis berbeda dengan septikemia.
Septikemia (nama lain untuk blood poisoning) mengacu pada infeksi dari darah,
sedangkan sepsis tidak hanya terbatas pada darah, tapi dapat mempengaruhi seluruh
tubuh, termasuk organ-organ (Schaeffer AJ,2016).

Sepsis yang berat disertai dengan satu atau lebih tanda disfungsi organ,
hipotensi, atau hipoperfusi seperti menurunnya fungsi ginjal, hipoksemia, dan
perubahan status mental. Syok septik merupakan sepsis dengan tekanan darah
arteri <90 mmHg atau 40 mmHg di bawah tekanan darah normal pasien tersebut
selama sekurang-kurangnya 1 jam meskipun telah dilakukan resusitasi cairan atau
dibutuhkan vasopressor untuk mempertahankan agar tekanan darah sistolik tetap
≥90 mmHg atau tekanan arterial rata-rata ≥70 mmHg. (Nicolle L 2014)
2. Epidemiologi

Urosepsis menyumbang sekitar 25% dari semua kasus sepsis dan dapat
berkembang dari suatu infeksi saluran kemih komunitas atau
nosokimial.”septicaemia terjadi pada sekitar 1,5% dari pria mengalami TURP.
Di Amerika serikat insiden sepsis sekitar 750.000 kasus / tahun,
bertanggung jawab sampai 250.000 kematian / tahun di Amerika Serikat. Dalam
kaitannya dengan seluruh penduduk lanjut usia (lebih tua dari 65 tahun) dilaporkan
disekitar 50% kasus, sepsis muncul dari infeksi saluran kemih (Schaeffer AJ,2016).
3. Etiologi

Sepsis biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri (meskipun sepsis dapat


disebabkan oleh virus, atau semakin sering, disebabkan oleh jamur).
Mikroorganisme kausal yang paling sering ditemukan pada orang dewasa adalah

6
Escherichia coli, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus pneumonia. Spesies
Enterococcus, Klebsiella, dan Pseudomonas juga sering ditemukan. Umumnya,
sepsis merupakan suatu interaksi yang kompleks antara efek toksik langsung dari
mikroorganisme penyebab infeksi dan gangguan respons inflamasi normal dari host
terhadap infeksi (Bonkat G 2020).
Kultur darah positif pada 20-40% kasus sepsis dan pada 40-70% kasus syok
septik. Dari kasus-kasus dengan kultur darah yang positif, terdapat hingga 70%
isolat yang ditumbuhi oleh satu spesies bakteri gram positif atau gram negatif saja;
sisanya ditumbuhi fungus atau mikroorganisme campuran lainnya. Kultur lain
seperti sputum, urin, cairan serebrospinal, atau cairan pleura dapat mengungkapkan
etiologi spesifik, tetapi daerah infeksi lokal yang memicu proses tersebut mungkin
tidak dapat diakses oleh kultur.
Insidensi sepsis yang lebih tinggi disebabkan oleh bertambah tuanya
populasi dunia, pasien-pasien yang menderita penyakit kronis dapat bertahan hidup
lebih lama, terdapat frekuensi sepsis yang relatif tinggi di antara pasien-pasien
AIDS, terapi medis (misalnya dengan glukokortikoid atau antibiotika), prosedur
invasif (misalnya pemasangan kateter), dan ventilasi mekanis (Bonkat G 2020).
Sepsis dapat dipicu oleh infeksi di bagian manapun dari tubuh. Daerah
infeksi yang paling sering menyebabkan sepsis adalah paru-paru, saluran kemih,
perut, dan panggul. Jenis infeksi yang sering dihubungkan dengan sepsis yaitu:
a. Infeksi paru-paru (pneumonia)
b. Flu (influenza)
c. Appendiksitis
d. Infeksi lapisan saluran pencernaan (peritonitis)
e. Infeksi kandung kemih, uretra, atau ginjal (infeksi traktus urinarius)
f. Infeksi kulit, seperti selulitis, sering disebabkan ketika infus atau kateter telah
g. dimasukkan ke dalam tubuh melalui kulit
h. Infeksi pasca operasi
i. Infeksi sistem saraf, seperti meningitis atau encephalitis.
4. Patofisiologi

Manifestasi infeksi saluran kemih dapat berupa bacteriuria dengan gejala


ringan hingga sepsis, tergantung penyebaran lokal atau sistemik. Mortalitas akibat
sepsis bervariasi tergantung organ sumber, dimana traktur urinarius biasanya

7
memiliki mortalitas yang rendah dibanding dengan organ lain. Sepsis lebih sering
terjadi pada pria dibanding pada wanita. Data terbaru didapatkan insiden sepsis
meningkat 8.7% per tahun namun dengan penurunan angka mortalitas (27.8%
menjadi 17.9% dalam tahun 1995-2000). Hal tersebut menandakan perbaikan dalam
penanganan pasien. Mayoritas sepsis akibat infeksi gram positif dan jamur
meningkat, namun gram negative masih merupakan penyebab utama urosepsis.
(Cooper, F.P. et al. 2016)
Seperti sepsis, derajat keparahan urosepsis bergantung dari respon host.
Pasien yang rentan mengalami urosepsis antara lain usia tua, diabetes, imunosupresi
seperti pasca transplantasi dan pasien kemoterapi atau steroid. Urosepsis juga
tergantung faktor lokal seperti batu saluran kemih, obstruksi, uropati kongenital,
kelainan neurogenic bladder, atau pasca tindakan endoskopi (Cooper, F.P. et al.
2016).
5. Faktor Resiko

Predisposisi penyakit primer seperti (Naber KG 2015


a) Usia lanjut
b) Diabetes mellitus
c) Keganasan
d) Immunodeficiency
e) Radioterapi
f) Terapi sitostatik
g) Obstruktif uropathy (misalnya, striktur uretra, benign prostatic hyperplasya
[BPH])
h) Karsinoma prostat
i) Urolithiasis
j) Gangguan neurogenik berkemih
k) Inflamasi
l) Infeksi nosokomial
Kelainan struktural dan fungsional dari saluran urogenital berhubungan dengan
urosepsis
a) Obstruksi
- Kongenital : ureter atau uretra striktur, phimosis, ureterocele, penyakit
ginjal polikistik

8
- Didapat : batu, hipertrofi prostat, tumor saluran kemih, trauma, kehamilan,
terapi radiasi
b) Instrumentasi
Kateter uretra, uretra stent, tube nefrostomi, prosedur urologis
c) Gangguan berkemih
Kandung kemih neurogenik, sistokel, vesicounreteral refluks
d) Kelainan metabolik
Nefrokalsinosis, diabetes, azotemia
e) immundefficiencis
6. Klasifikasi ISK

a) ISK Non Komplikata


Bersifat akut, sporadik atau berulang (bagian bawah) (sistitis non komplikata)
dan atau pielonefritis (bagian) atas (tidak rumit), terbatas pada wanita tidak
hamil tanpa kelainan anatomi dan fungsional yang diketahui dan relevan
dengan saluran kemih atau komorbiditas.
b) ISK Komplikata
Semua ISK yang tidak termasuk dalam definisi non komplikata. Dalam arti
yang lebih sempit, ISK pada pasien dengan kemungkinan peningkatan keadaan
klinis yang rumit: yaitu semua pria, wanita hamil, pasien dengan kelainan
anatomis atau fungsional yang relevan pada saluran kemih, pemasangan kateter
menetap, penyakit ginjal, dan / atau dengan penyerta lainnya. penyakit penyerta
yang melemahkan daya tahan tubuh misalnya, diabetes.
c) ISK Rekuren
Kekambuhan ISK non komplikata dan / atau komplikata, dengan frekuensi
setidaknya tiga ISK / tahun atau dua ISK dalam enam bulan terakhir.
d) ISK Terkait keteter
Infeksi saluran kemih berhubungan dengan kateter (CA-UTI) merujuk pada
ISK yang terjadi pada orang yang saluran kemihnya saat ini dipasang kateter,
atau telah dipasang kateter dalam 48 jam terakhir.
e) Urosepsis
Urosepsis didefinisikan sebagai keadaan yang mengancam fungsi organ dan
jiwa yang disebabkan oleh respon host yang tidak sewajarnya terhadap infeksi

9
yang berasal dari saluran kemih dan / atau organ genital pria (Cooper,
F.P.2016).
7. Manifestasi klinis

Demam dan menggigil merupakan gejala yang sering ditemukan pada kasus
dengan sepsis. Gejala atau tanda yang terjadi juga berhubungan dengan lokasi
penyebab sepsis. Penilaian klinis perlu mencakup pemeriksaan fungsi organ vital
(EAU Guideline 2020), termasuk:
a) Jantung dan sistem kardiovaskular, meliputi pemeriksaan suhu, tekanan darah
vena dan arteri.
b) Perfusi perifer, paseien terasa hangat dan mengalami vasodilatasi pada
awalnya, namun saat terjadi syok septic refrakter yang sangat berat, pasien
menjadi dingin dan perfusinya buruk.
c) Status mental, confusion sering terjadi terutama pada manula.
d) Ginjal, seberapa baik laju filtrasi glomerulus (GFR), kateterisasi saluran kemih
harus dilakukan untuk mengukur output urin tiap jam untuk mendapatkan
gambaran fungsi ginjal.
e) Fungsi paru, diukur dari laju pernapasan, oksigenasi, dan perbedaan O2 alveoli-
arteri (dari analisis gas darah arteri). Semuanya harus sering diperiksa, dan
apabila terdapat penurunan fungsi paru, maka pasien perlu mendapatkan
bantuan ventilasi mekanis.
f) Perfusi organ vital, yang terlihat dari hipoksia jaringan, asidemia gas darah
arteri dan kadar laktat.
g) Fungsi hemostatik, diperiksa secara klinis dengan mencari ada atau tidaknya
memar-memar, perdarahan spontan (misal pada tempat-tempat pungsi vena,
menimbulkan dugaan adanya kegagalan sistem hemostatik, yang
membutuhkan tambahan produk darah.
Pada pasien syok sepsis sering ditemukan edema paru, sehingga
diperkirakan insufisiensi paru pascatrauma merupakan sebagai faktor penyebab,
kecuali pada luka bakar, lesi intrakranial, atau kontusio paru. Septikemia karena
basil gram negatif infeksi ekstrapulmonal merupakan faktor penyebab penting
edema paru karena peningkatan permeabilitas kapiler paru. Edema paru difus
dapat terjadi tanpa multiplikasi aktif mikroorganisme dalam paru. Bakta &
Suastika (2012) mengatakan bahwa penyebab dasar sepsis dan syok septik yang

10
paling sering adalah infeksi bakteri. Sebelum pemakaian anti biotik meluas,
penyebab tersering adalah bakteri gram positif terutama dari jenis streptokokus
dan stafilokokus. Akan tetapi setelah anti biotik berspektrum luas mulai
tersedia, maka sepsis sering muncul sebagai akibat infeksi nosokomial oleh
bakteri gram negatif, sehingga sekarang ini jumlah sepsis yang disebabkan oleh
gram positif dan negatif hampir sama.
8. Tata Laksana / Pencegahan

Syok sepsis merupakan penyebab mortalitas paling sering pada pasien rawat
inap akibat infeksi komunitas dan nosocomial. Terapi urosepsis merupakan
kombinasi antara pengendalian sumber infeksi (obstruksi saluran kemih),
perawatan pendukung, dan pemberian antibiotik yang tepat. Disarankan Ahli
Urologi untuk berkolaborasi dengan intensivist dan konsultan penyakit infeksi
dalam melakukan perawatan pasien sepsis. Metode untuk mencegah urosepsis
nosocomial sama dengan metode untuk mencegah infeksi nosocomial yang lain
(Bruyere F, Cai T, et al 2019) antara lain:
a) Isolasi pasien dengan infefksi organisme multi resisten
b) Penggunaan antibiotik yang bijaksana sebagai profilaksis dan terapi infeksi,
untuk menghindari resistensi. Pilihan antibiotik tergantung pathogen
predominan utnuk lokasi tertentu di dalam lingkungan rumah sakit
c) Rawat inap yang singkat. Lama rawat inap sebelum operasi yang Panjang dapat
meningkatkan kemungkinan infeksi nosocomial
d) Penggunaan kateter menetap yang singkat. ISK nosokomial dapat disebabkan
oleh kateterisari kandung kemih atau stenting ureter. Antibiotik profilaksis
tidak mencegah kolonisasi stent, di mana terjadi 100% pada stent menetap dan
terjadi 70% pada stent sementara.
e) Penggunaan sistem kateter tertutup dan meminimalkan kerusakan sistem
tertutup kateter (mengambil sampel urin atau bladder wash out)
f) Gunakan metode minimal invasive untuk melepas obstruksi sampai kondisi
pasien stabil
g) Perhatikan kegiatan sehari-hari yang digunakan dalam proses perawatan pasien
seperti menggunakan sarung tangan sekali pakai, mencuci tangan, dan
mencegah infeksi silang.

11
9. Terapi
Terapi resusitasi awal dapat meningkatkan keberhasilan pasien syok sepsis
di instalasi gawat darurat. Terapi antibiotik sebaiknya diberikan antibiotik spektum
luas untuk melawan semua pathogen penyebab dan disesuaikan dengan hasil kultur.
Dosis antimikroba yang diberikan sangat mempengaruhi keberhasilan pengobatan
pasien dengan sindroma sepsis dan biasanya dengan dosis tinggi dengan
memperhatikan fungsi ginjal. Antibiotik harus diberikan paling lambat satu jam
setelah penilaian klinis sepsis (Schaeffer AJ et al 2016).
Kontrol sumber infeksi merupakan salah satu bagian dari terapi sepsis.
Obstruksi saluran kemih merupakan penyebab paling sering urosepsis. Drainasi
obstruksi dan abses; menghilangkan benda asing seperti batu saluran kemih atau
kateter merupakan strategi kontrol sumber infeksi. Tindakan ini merupakan langkah
penting dan merupakan tindakan emergensi. Tindakan tambahan yang diperlukan
pada penanganan sepsis sebagai berikut:
a) Terapi cairan dengan kristaloid atau albumin, jika kristaloid tidak cukup
untuk meningkatkan tekanan darah. Posisi kaki lebih tinggi dari tubuh dapat
merubah curah jantung dan tekanan arterial sebagai predictor respon terapi
cairan
b) Norepinefrin sebagai vasopressor utama, dobutamine digunakan pada
disfungi miokardial
c) Hidrokortison sebaiknya diberikan jika cairan dan vasopressor tidak dapat
mencapai tekanan arteri rata-rata  65 mmHg
d) Produk darah diberikan untuk mencapai target Hb 7-9 g/dl
e) Ventilasi mekanik sebaiknya diberikan dengan volume tidal 6 mg/kg dan
tekanan plateau  30 cm H2O dan tekanan end respirasi positif yang tinggi
f) Gunakan sedasi seminimal mungkin, agen penghambat neuromuscular
sebaiknya dihindari
g) Target kadar glukosa  180 mg/dl
h) Pencegahan thrombosis vena dengan pemberian heparin berat molekul rendah
subkutis
i) Pencegahan ulkus peptikum menggunakan proton pump inhibitor
j) Nutrisi enteral sebaiknya dimulai sejak awal (< 48 jam

12
10. Pemeriksaan Penunjang

a) Pemeriksaan urinalisis
Pemeriksaan urinalisis meliputi leukosituria, nitrit, leukosit esterase,
protein, dan darah. Leukosituria merupakan petunjuk kemungkinan adanya
bakteriuria, leukosituria biasanya ditemukan pada anak dengan ISK (80-90%)
pada setiap episode ISK simtomatik, tetapi tidak adanya leukosituria tidak
menyingkirkan ISK. Bakteriuria dapat juga terjadi tanpa leukosituria.
Leukosituria dengan biakan urin steril perlu dipertimbangkan pada infeksi oleh
kuman Proteus sp., Klamidia sp., dan Ureaplasma urealitikum. Neutrophil
gelatinase associated lipocalin urin (uNGAL) dan rasio uNGAL dengan
kreatinin urin (uNGAL/Cr) merupakan petanda adanya ISK. Peningkatan
uNGAL dan rasio uNGAL/Cr > 30 ng/mg merupakan tanda ISK (Pardede,
2018).
Parameter pemeriksaan urine yang utama digunakan sebagai
pemeriksaan skrining dan penunjang diagnosa infeksi saluran kemih adalah
leukosit esterase dan nitrit bahwa salah satu parameter yang bermakna dalam
mendiagnosis ISK adalah jumlah leukosit dalam sedimen urine.
b) Pemeriksaan darah

Leukositosis, peningkatan nilai absolut neutrofil, peningkatan laju


endap darah (LED), C-Reactive Protein (CRP) yang positif, merupakan
indikator non-spesifk ISK atas. Kadar prokalsitonin yang tinggi dapat
digunakan sebagai prediktor yang valid untuk pielonefritis akut pada anak
dengan ISK febris (febrile urinary tract infection) dan skar ginjal. Sitokin
merupakan protein kecil yang penting dalam proses inflamasi. Prokalsitonin,
dan sitokin proinflamatori (TNF-α; IL-6; IL-1β) meningkat pada fase akut
infeksi, termasuk pada pielonefritis akut (Pardede, 2018).

11. Komplikasi

Komplikasi bervariasi berdasarkan etiologi yang


mendasari (Bonkat G 2019) . Potensi komplikasi yang mungkin terjadi meliputi:
a) Cedera paru akut (acute lung injury) dan sindrom gangguanfungsi
respirasi akut (acute respiratory distress syndrome) Milieu inflamasi dari
sepsis menyebabkan kerusakan terutamapada paru. Terbentuknya cairan

13
inflamasi dalam alveoli mengganggu pertukaran gas, mempermudah
timbulnya kolaps paru, dan menurunkan komplian, dengan hasil akhir
gangguan fungsi respirasi dan hipoksemia. Komplikasi ALI/ ARDS
timbul pada banyak kasus sepsis atau sebagian besar kasussepsis yang
berat dan biasanya mudah terlihat pada foto toraks,dalam bentuk opasitas
paru bilateral yang konsisten denganedema paru. Pasien yang septik yang
pada mulanya tidakmemerlukan ventilasi mekanik selanjutnya
mungkin memerlukannya jika pasien mengalami ALI/ ARDS
setelah resusitasi cairan.
b) Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)
Pada DIC yang disebabkan oleh sepsis, kaskade koagulasi diaktivasi secara
difus sebagai bagian respons inflamasi. Pada saat yang sama, sistem
fibrinolitik, yang normalnya bertindak untuk mempertahankan kaskade
pembekuan, diaktifkan. Sehingga memulai spiral umpan balik dimana
kedua sistem diaktifkan secara konstan dan difus−bekuan yang baru
terbentuk, lalu diuraikan. Sejumlah besar faktor pembekuan badan dan
trombosit dikonsumsi dalam bekuan seperti ini. Dengan demikian, pasien
berisiko mengalami komplikasi akibat thrombosis dan perdarahan.
Timbulnya koagulopati pada sepsis berhubungan dengan hasil yang lebih
buruk.
c) Gagal jantung
Depresi miokardium merupakan komplikasi dini syok septik, dengan
mekanisme yang diperkirakan kemungkinannya adalah kerja langsung
molekul inflamasi ketimbang penurunan perfusi arteri koronaria. Sepsis
memberikan beban kerja jantung yang berlebihan, yang dapat memicu
sindroma koronaria akut (ACS)atau infark miokardium (MCI), terutama
pada pasien usia lanjut. Dengan demikian obat inotropic dan vasopressor
(yang paling sering menyebabkan takikardia) harus digunakan dengna
berhati-hati bilamana perlu, tetapi jangan diberikan bila tidak dianjurkan.
d) Gangguan fungsi hati
Gangguan fungsi hati biasanya manifest sebagai ikterus kolestatik, dengan
peningkatan bilirubin, aminotransferase, danalkali fosfatase. Fungsi sintetik
biasanya tidak berpengaruh kecuali pasien mempunyai status hemodinamik
yang tidak stabil dalam waktu yang lama.
14
e) Gagal ginjal
Hipoperfusi tampaknya merupakan mekanisme yang utama terjadinya
gagal ginjal pada keadaan sepsis, yang dimanifestasikan sebagai oliguria,
azotemia, dan sel-sel peradangan pada urinalisis. Jika gagal ginjal
berlangsung berat atau ginjal tidak mendapatkan perfusi yang memadai,
maka selanjutnya terapi penggantian fungsi ginjal (misalnyahemodialisis)
diindikasikan.
f) Sindroma disfungsi multiorgan
Disfungsi dua sistem organ atau lebih sehingga intervensi diperlukan untuk
mempertahankan homeostasis.
 Primer, dimana gangguan fungsi organ disebabkan langsung oleh
infeksi atau trauma pada organ-organ tersebut. Misal, gangguan fungsi
jantung/paru pada keadaan pneumonia yang berat.
 Sekunder, dimana gangguan fungsi organ disebabkan oleh respons
peradangan yang menyeluruh terhadap serangan. Misal, ALI atau
ARDS pada keadaan urosepsis.

15
12. Pathway
Invasi mikro organisme
(bakteri, virus

Ke saluran kemih

Inflamasi / kerusakan TU

Pertahanan tubuh menurun

Ginjal ureter Vesika uriterine uretra

Penurunan sel iritasi iritasi iritasi


darah

Nyeri pinggang Daya


Ureum,
Penurunan Hb kreatinin tampung
meningkat vesika
Krisis urinaria
situasional turun
Suplai O : kurang Nause

Kurang Disuria
pengetahuan
Lemah Lekosit anoveksia
fisik meningkat
Nyeri
Ansietas
Ketidak seimbangan
Intoleransi Resti nutrisi kurang dari
Aktivitas infeksi Perubahan
kebutuhan tubuh
pola
eliminasi

16
B. Konsep Asuhan Keperawatan yang sering muncul
1. Pengkajian
Proses pengkajian menurut Bakri (2017) merupakan pengumpulan
informasi yang berkesinambungan, dianalisa dan diinterpretasikan serta
diidentifikasi secara mendalam. Sumber data pengkajian diperoleh dari anamnesa
(wawancara), pengamatan (observasi), pemeriksaan fisik anggota keluarga dan data
dokumentasi. Alat yang dapat digunakan saat pengkajian biasanya quisioner dan
check list. Cara mengumpulkan data menurut Dion dan Betan (2013) dalam Bakri
(2017):
a. Wawancara
Tujuan dari wawancara yaitu mendapatkan informasi yang diperlukan dari
keluarga, meningkatkan hubungan perawat-keluarga dalam satu komunikasi,
membantu keluarga untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan.
b. Pengamatan (observasi)
Pengamatan yang dilakukan berkaitan dengan hal-hal yang tidak perlu
ditanyakan (ventilasi, penerangan, kebersihan lingkungan rumah dan
sekitarnya).
c. Data dokumentasi
Data dokumentasi yang dimaksud adalah pengkajian terhadap data atau catatan
kesehatan pasien.
d. Pemeriksaan fisik
Jika pasien adalah inidivu, maka pemeriksaan fisik hanya pada anggota
keluarga yang mempunyai masalah kesehatan, akan tetapi bisa juga dilakukan
kepada seluruh anggota keluarga jika pasien adalah satu keluarga bukan pasien
individu. Pengkajian rentang gerak sendi merupakan pengkajian fungsi sendi,
termasuk didalamnya adalah pengkajian kekuatan otot. Pengkajian ini
digunakan untuk menguji fungsi otot disekitar sendi. Perawat melakukan
pengkajian kekuatan otot dengan memberikan tekanan pada sendi tertentu pada
atau di dekat otot di sekeliling sendi.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu penilaian klinis mengenai respon pasien
terhadap masalah kesehatan ataupun proses keshidupan yang dialaminya baik yang
aktual maupun potensial (SDKI, 2016). Dalam penelitian ini diagnosa keperawatan

17
yang dapat ditegakkan dengan anak dengan infeksi saluran kemih yang disadur
dalam SDKI (2016) adalah:
a. Nyeri akut
1) Definisi Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau
lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang
dari tiga bulan.
2) Batasan karakteristik Mengeluh nyeri, tampak meringis, bersikap
protektif (mis. waspada, posisi menghindari nyeri), gelisah, frekuensi
nadi meningkat, sulit tidur, tekanan darah meningkat, pola napas berubah,
nafsu makan berubah, proses berpikir terganggu, menarik diri, berfokus
pada diri sendiri, dan diaforesis.
3) Faktor yang berhubungan Agen pencedera fisiologis (inflamasi), dan
agen pencedera fisik (mis. prosedur operasi).
b. Hipertermi
1) Definisi
Suhu tubuh meningkat di atas rentang normal tubuh.
2) Batasan karakteristik
Suhu tubuh diatas nilai normal, kulit merah, kejang, takikardi, takipnea,
dan kulit terasa hangat.
3) Faktor yang berhubungan Dehidrasi, terpapar lingkungan panas, proses
penyakit (infeksi), ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan.
c. Gangguan eliminasi urine
1) Definisi
Disfungsi eliminasi urine.

2) Batasan karakteristik
Desakan berkemih (urgensi), urin menetes (dribbling), sering buang air
kecil, nokturia, mengompol, enuresis, distensi kandung kemih, berkemih
tidak tuntas (hesistancy), atau volume residu urin meningkat.
3) Faktor yang berhubungan
Penurunan kapasitas kandung kemih, iritasi kandung kemih, penurunan
kemampuan menyadari tanda-tanda gangguan kandung kemih, efek

18
tindakan medis dan diagnostik (misal operasi ginjal, operasi saluran
kemih, anestesi, dan obat-obatan), kelemahan otot pelvis,
ketidakmampuan mengakses toilet (misalnya imobilisasi), hambatan
lingkungan, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan elimiasi,
outlet kandung kemih tidak lengkap (misalnya anomali saluran kemih
kongenital), dan imaturitas (pada anak usia < 3 tahun).
d. Hipovolemi
2) Definisi
Penurunan volume cairan intravaskular, interstisial, dan/atau intraselular.
3) Batasan karakteristik
Frekuensi nadi meningkat, nadi terasa lemah, turgor kulit menurun,
membran mukosa kering, volume urin menurun, hematokrit meningkat,
suhu tubuh meningkat, konsentrasi urine meningkat, merasa lemah, dan
mengeluh haus.
4) Faktor yang berhubungan
Kehilangan cairan aktif dan kekurangan intake cairan.
e. Defisit pengetahuan
1) Definisi
Ketiadaan atau kurangnya informasi kognitif yang berkaitan dengan
topik tertentu (terkait penyakit infeksi saluran kemih, cara cebok yag
benar, pencegahan infeksi saluran kemih).
2) Batasan karakteristik
Menanyakan masalah yang dihadapi, menunjukkan perilaku tidak sesuai
anjuran, menunjukkan persepsi yang keliru terhadap masalah, menjalani
pemeriksaan yang tidak tepat, menunjukkan perilaku berlebihan (mis.
agitasi, apatis, histeria)

3) Faktor yang berhubungan


Kekeliruan mengikuti anjuran, kurang terpapar informasi, kurang minat
dalam belajar, kurang mampu mengingat, dan ketidaktahuan menentukan
sumber informasi.
2. Intervensi Keperawatan
Perencanaan merupakan panduan dalam melakukan intervensi keperawatan
dalam rangka memberikan asuhan keperawatan yang aman, efektif dan etis (SIKI,

19
2018). Perencanaan keperawatan yang sesuai dengan diagnosa keperawatan yang telah
ditegakkan yaitu sebagai berikut:
a. Nyeri Akut
1) Tujuan Tujuan keperawatan tingkat nyeri menurut (SLKI, 2018,
L.08066, hal 145) yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
... diharapkan tingkat nyeri menurun dengan kriteria hasil :
a) Keluhan nyeri menurun 0-1
b) Meringis menurun
c) Gelisah menurun d) Kesulitan tidur menurun
d) Frekuensi nadi membaik (70-120x/menit sesuaikan dengan usia
anak)
e) Pola napas membaik (18-25x/menit, sesuaikan dengan usia anak)
2) Perencanaan Manajemen Nyeri (SIKI, 2018, I.08238, hal 201) Observasi:
a) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan
intensitas nyeri (kaji PQRST).
b) Identifikasi respon nyeri non verbal
c) Identifikasi skala nyeri

Terapeutik:

a) Kontrol lingkungan dan posisi yang aman dan nyaman (batasi


pengunjung, kontrol suhu ruangan, dan ciptakan suasana yang tidak
berisik)
b) Pertimbangan jenis dan sumber nyeri dalam penentuan intervensi
Edukasi:
Ajarkan teknik relaksasi napas dalam
Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
b. Hipertermi
1) Tujuan
Tujuan keperawatan untuk termoregulasi menurut (SLKI, 2018, L.14134,
hal 129) yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...
diharapkan termoregulasi membaik dengan kriteria hasil:
a) Suhu tubuh membaik (36,5o – 37,25o C)
b) Suhu kulit membaik

20
c) Menggigil menurun
2) Perencanaan Manajemen Hipertermi (SIKI, 2018, I.15506, hal 181)
Observasi:
a) Identifikasi penyebab hipertermi
b) Monitor suhu tubuh
c) Monitor haluaran urine

Terapeutik:

a) Berikan cairan oral (minum yang cukup yaitu 1,5 -1,7 liter per hari.
b) Berikan kompres hangat
c) Berikan selimut tipis bila anak mengigil

Edukasi :

a) Anjurkan tirah baring


b) Anjurkan untuk melonggarkan pakaian atau menghindari pakaian
yang tebal

Kolaborasi:

a) Kolaborasi pemberian antipiretik


b) Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena
c. Gangguan eliminasi urine
1) Tujuan Tujuan keperawatan gangguan eliminasi urin menurut (SLKI,
2018, L.04034, hal 24) yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama. gangguan eliminasi urin dapat membaik, dengan kriteria hasil:
a) Mengompol menurun
b) Karakteristik urin membaik (warna kuniing jernih, bau tidak
menyengat, jumlah urin output 400-800cc/hari)
c) Frekuensi buang air kecil membaik (5-7x/24 jam)
d) Desakan berkemih (urgensi) menurun
e) Disuria menurun
2) Perencanaan Manajemen eliminasi urine (SIKI, 2018, I.04152, hal 175)
Observasi:
a) Identifikasi tanda dan gejala retensi atau inkontinensia urine

21
b) Identifikasi faktor yang menyebabkan retensi atau inkontinensa
urine
c) Monitor eliminasi urine (frekuensi, konsistensi, aroma, volume, dan
warna)

Terapeutik:

a) Ambil sampel urine tengah (midstream) atau kultur


b) Catat waktu-waktu dan haluran berkemih

Edukasi:

a) Ajarkan tanda dan gejala infeksi saluran kemih


b) Ajarkan mengukur asupan cairan dan haluaran urine
c) Anjurkan minum yang cukup (1,5-2 liter), jika tidak ada
kontraindikasi
d) Ajarkan mengambil sample urine midstream
d. Hipovolemi
1) Tujuan
Tujuan keperawatan cairan tubuh menurut (SLKI, 2018, L.03028, hal
107) yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … status
cairan membaik, dengan kriteria hasil :
a) Intake cairan membaik
b) Turgor kulit meningkat
c) Perasaan lemah menurun
2) Perencanaan Manajemen hipovolemi (SIKI, 2018, I.03116, hal 184)
Observasi:
a) Periksa tanda dan gejala hipovolemi
b) Monitor intake dan output cairan

Terapeutik:

Berikan asupan caira oral, minum 1,5 liter – 2 liter Edukasi: Anjurkan
memperbanyak asupan cairan oral Kolaborasi: Kolaborasi pemberian
caian IV isotonis atau hipotonis

22
e. Defisit pengetahuan
1) Tujuan Tujuan keperawatan tingkat pengetahuan menurut (SLKI, 2018,
L.12111, hal 146) yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
… jam diharapkan tingkat pengetahuan membaik dengan kriteria hasil :
a) Perilaku sesuai anjuran meningkat
b) Verbalisasi minat dalam belajar meningkat
c) Perilaku sesuai dengan pengetahuan meningkat
d) Kemampuan menjelaskan pengetahuan tentang ISK meningkat
e) Pertanyaan tentang masalah yang dihadapi menurun
f) Persepsi yang keliru terhadap masalah menurun
2) Perencanaan Edukasi Kesehatan (SIKI, 2018, I.12383, hal 65) Observasi:
a) Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
b) Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan menurunkan
motivasi perilaku hidup bersih dan sehat

Terapeutik:

a) Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan


b) Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
c) Berikan kesempatan untuk bertanya

Edukasi:

a) Edukasi faktor risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan terkait


infeksi saluran kemih. Edukasi cara cebok yang benar, edukasi
kebiasaan menahan buang air kecil, edukasi minum air putih perhari
min. 2 liter/hari.
b) Ajarkan PHBS

3. Implementasi keperawatan
Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan intervensi
keperawatan. Berdasarkan terminologi NIC, implementasi terdiri atas melakukan dan
mendokumentasikan tindakan yang merupakan tindakan keperawatan khusus yang
diperlukan untuk melaksanakan intervensi (atau program keperawatan). Perawat

23
melaksanakan atau mendelegasikan tindakan keperawatan untuk intervensi yang
disusun dalam tahap perencanaan dan kemudia mengakhiri tahap implementasi dengan
mencatat tindakan keperawatan dan respons klien terhadap tindakan tersebut (Kozier,
2011).
4. Evaluasi keperawatan
Evaluasi merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana tentang
kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara yang
berkesinambungan dengan melibatkan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya.
Tujuan evaluasi untuk melihat kemampuan pasien dalam mencapai tujuan tindakan
yang disesuaikan pada kriteria hasil dalam tahap perencanaan (Setiadi, 2012).

24
BABIII
ASKEP

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ALMA ATA YOGYAKARTA
Jl. Ringroad Barat Daya No.1, Tamantirto, Bantul, Daerah Istimewa
Yogyakarta
Tlp. (0274)434 2288, 434 2277. Fax. (0274)4342269. Web:
www.almaata.ac.id

FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN


KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH (KMB)
Nama Mahasiswa Geladis Titanik Tanggal Pengkajian 29 Maret 2022

Tempat Praktek RSPAU dr.S.Harjolukito

I. Identitas diri klien (RM : 2408XX )


Nama : Ny.S Suku : Jawa
Umur : 35 Agama : Islam
Pendidikan : SLTA Status Perkawinan : Menikah
Jenis Kelamin : Perempuan Pekerjaan : Swasta
Alamat : Wonosari Banyu Sari Lama bekerja : -
Tegal Rejo Magelang

Tanggal Masuk RS : 29 Maret 2022 Tanggal Pengkajian : 29 Maret 2022


Sumber Informasi : RM dan Pasien

II. Riwayat penyakit


1. Keluhan utama saat masuk RS:
Pada tanggal 29 maret 2022 pasien masuk di IGD RSPAU dr.S.Harjolukito dengan
keluhan badan terasa lemas, demam, berkeringat dan nyeri dibagian perut kanan
menjalar kebagian pinggang belakang dengan skala 4 dari hasil pemeriksaan TTV
didapatkan hasil, TD 79/65mmhg , S : 38,3 oC, N : 87x/menit, RR : 22x/menit, SPO2 :
99%.
KU : Sedang
Kesadaran : Composmetis
Di IGD pasien terpasang infus RL dengan transfusi abocath nomor 18 pada kaki kiri
2. Riwayat penyakit sekarang:
Pada tanggal 29 maret 2022 pasien masuk di IGD RSPAU dr.S.Harjolukito dengan
keluhan badan terasa lemas, demam, berkeringat dan nyeri dibagian perut kanan
menjalar kebagian pinggang belakang dengan sekala 4 dari hasil pemeriksaan TTV
didapatkan hasil, TD 79/65 mmhg , S : 38,3 oC, N : 87x/menit, RR : 22x/menit, SPO2 :
99%..

25
KU : Sedang
Kesadaran : Composmetis
Di IGD pasien terpasang infus RL dengan transfusi abocath nomor 18 pada kaki kiri,
kemudian dari IGD pasien dirujuk rawat inap di bangsal Merak dengan keluhan yang
sama. Saat dikaji pasien mengeluh nyeri perut bagian kanan menjalar kebagian
pinggang belakang dengan skala 4 nyeri hilang timbul.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan belum pernah mengalami sakit yang sekarang yang dialaminya,
pasien juga mengatakan mempumyai riwayat penyakit gastritis (magh).
4. Diagnosa medik pada saat MRS :
Urosepsis
Tindakan yang telah dilakukan di poliklinik atau UGD :
Tindakan yang telah dilakukan yaitu memeriksa TTV didapatkan TD 79/65mmhg , S :
38,3 oC, N : 87x/menit, RR : 22x/menit, SPO2 : 99%.. Terpasang infus RL dengan
transfusi abocath nomor 18 pada kaki kiri, diberikan obat Inj PCT 500mg/Ip, Inj
Ceptriaxnone, Inj Omeprazole 1 Vial/Ip. Cek lab lengkap dan cek urine
Catatan : penanganan kasus (dimulai saat pasien di rawat di ruang rawat sampai
pengambilan kasus kelolaan)
Tanggal Jam Tindakan
29 Maret 2022 14.05 - Timbang terima pasien dari IGD
- Pemeriksaan fisik
- Pemeriksaan Vital Sign : TTV didapatkan
TD 79/65mmhg , S : 38,3 oC,
N:87x/menit, RR : 22x/menit, SPO2 :
99%.
KU : sedang
Kesadaran : Composmetis
Pemberian infus RL
Pemberian obat Inj PCT 500mg/Ip
Pemberian Inj Ceptriaxnone
Pemberian Inj Omeprazole 1 Vial/Ip
29 Maret 2022 14.05 Pengambilan kasus kelolaan

26
5. Genogram
Genogram 3 generasi

PX

Keterangan :

: Laki-laki

: Perempuan

: Laki-laki meninggal

: Perempuan meninggal

: Garis pernikahan

: Garis keturunan

: Pasien
PX

27
III. Pengkajian saat ini (mulai hari pertama saudara merawat klien)
1. Persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Pengetahuan tentang penyakit/perawatan :
Pasien mengatakan baru kai ini mengalami hal seperti ini dikarenakan sebelumnya tidak
pernah merasakan hal yang terjadi saat ini
2. Pola nutrisi/metabolic
Program diit RS:
A : IMT normal 25,0 kg/m2
D : Peningkatan asupan nutrisi
I : Terapi diit gizi seimbang rute oral bentuk luna k
E : 1933,37 KCAL
P : 72,50gr
L : 53,70gr
KH:290,01gr
M/E: Asupan makanan
Intake makanan :
Pasien mengatakan diit dari rumah sakit habis ¾ porsi
Intake cairan :
Pasien mengatakan minum air habis 5 gelas perhari karena dianjurkan banyak minum
air putih
3. Pola eliminasi
a. Buang air besar
Pasien mengatakan semenjak masuk RS baru satu kali BAB
b. Buang air kecil
Selama dirumah sakit BAK sudah terpantau 5 kali
4. Pola aktifitas dan latihan:

Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4


Makan/minum √

Mandi √

Toileting √

Berpakaian √

Mobilitas di tempat tidur √

Berpindah √

Ambulasi/ROM √
0: mandiri, 1: alat Bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan alat, 4:
tergantung total
Oksigenasi
28
5. Pola tidur dan istirahat
(lama tidur, gangguan tidur, perawasan saat bangun tidur) :
Pasien mengatakan tidur agak susah karena nyeri perut yang dirasa, tidur sering
terjaga.
6. Pola persepsual
(penglihatan, pendengaran, pengecap, sensasi):
Pasien mengatakan tidak mengalami atau merasakan adanya gangguan penglihatan
dan pendengaran, makan agak sedikit tidak nafsu.
7. Pola persepsi diri
(pandangan klien tentang sakitnya, kecemasan, konsep diri)
Pasien mengatakan cemas dengan keadaannya yang sekarang karena menghambat
semua kegiatan seperti biasanya
8. Pola seksualitas dan reproduksi
( fertilitas, libido, menstuasi, kontrasepsi, dll.)
-
9. Pola peran hubungan
(komunikasi, hubungan dengan orang lain, kemampuan keuangan):
Pasien mengatakan sehari-hari menggunakan bahasa jawa dan bahasa Indonesia. Pasien
mengatakan, hubungan sosial dengan suami, anak, saudara, tetangga, dan keluarga
berjalan normal. Pasien mengatakan walaupun berpenghasilan tidak seberapa pasien
tetao bersyukur dan cukup untuk kebutuhan sehari-hari
10. Pola managemen koping-stess
(perubahan terbesar dalam hidup pada akhir-akhir ini):
Pasien mengatakan sedikit stres soal penyakit yang dideritanya
11. Sistem nilai dan keyakinan
(pandangan klien tentang agama, kegiatan keagamaan, dll)
Pasien mengatakan beragama islam, taat melakukan sholat 5 waktu akan tetapi selama
sakit pasien tidak melaksanakan kewajibannya.
IV. Pemeriksaan fisik (cephalocaudal)
TTV
TD : 100/85 mmHg
S : 38,3 oC
N : 105x/menit
RR : 20x/menit
SPO2 : 99%

29
Pemeriksaan Fisik
Integumen
Inspeksi : Bersih, warna kuning langsat, tidak ada lesi tidak ada ganngguan kulit
kulit.
Palpasi : lembab, turgor kembali lebih dari 2 detik, tidak ada perubahan tekstur
Kepala
Inspeksi : bersih, tidak terdapat kerontokan rambut, warna rambut hitam
Palpasi : tidak terdapat masa, tidak terdapat lesi, tidak terdapat nyeri tekan
Mata
Inspeksi : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, tidak terdapat masa, tidak terdapat
lesi, tidak terdapat kotoran, kemampuan indra penglihatan baik,
Telinga
Inspeksi : telinga bersih, tidak terdapat masa, tidak terdapat lesi, kemampuan indra
pendengaran baik
Mulut dan tenggorok
Inspeksi : bersih, mukosa lembab agak pucat, bibir sedikit kering, gigi sedikt kotor, tidak
terdapat peradangan, tidak terdapat lesi, tidak terdapat keluhan mengunyah, tidak terdapat
keluhan menelan, pengecap terasa hambar karena sakit
Leher
Inspeksi : tidak terlihat masa, tidak ada lesi,
Palpasi : tidak teraba masa, tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada kaku kuduk,
tidak ada nyeri tekan
Payudara
Simetris tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan dan tidak ada kelainan.
Sistem Pernapasan
Tidak ada gangguan normal seperti biasanya
Sistem kardiovaskuler
Inspeksi dada : normal chest, tidak ada retraksi dinding dada, tidak ada lesi, tidak terlihat
benjolan, ics kanan dan kiri normal.
Auskultasi : tidak ada murmur

30
Palpasi: ictus cordis teraba
Perkusi: pekak
Abdomen
Inspeksi abdomen: tidak tserlihat adanya pembesaran, tidak ada asites, tidak ada bekas
luka.
Auskultasi: bising usus 12 x/menit
Palpasi: Terdapat nyeri tekan bagian perut kanan
Perkusi : timpani
Sistem genetoreproduksi (pria/wanita)
Klien mengatakan tidak ada lesi, tidak ada masa, tidak ada keluhan
Sistem musculoskeletal
Inspeksi : tidak terdapat lesi, tidak terdapat benjolan, postur tubuh normal, tidak ada
tremor pada ekstremitas atas dan bawah
Palpasi : tidak ada krepitasi, tidak teraba penonjolan tulang, tidak ada deformitas
Kekuatan otot
5 5
5 5

Edema :
Tidak terdapat edema dibagian ekstremitas atas dan bawah
Program terapi :
No Nama Obat Dosis Kegunaan
1 Infus RL 20 Tpm Sebagai sumber elektrolit dan air dalam tubuh
2 Paracetamol 500mg IV Selain sebagai obat pereda nyeri atau analgesik,
paracetamol memiliki sifat antipiretik. Obat
3X1
antipiretik adalah obat yang mampu menurunkan
demam.
3 Cefriaxcone 1gr IV 2X1 Cefriaxone merupakan obat antibiotik golongan
sefalosporin yang bekerja dengan cara menghambat
pertumbuhan bakteri atau membunuh bakteri.
4 Omrprazole 1 Vial IVX1 Omeprazole adalah obat untuk menangani penyakit
asam lambung.

Hasil Pemeriksaan Penunjang dan Laboratorium


(dimulai saat anda mengambil sebagai kasus kelolaan, cantumkan tanggal pemeriksaan,
dan kesimpulan hasilnya)
NAMA PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN

31
HEMATOLOGI
Darah Lengkap
- Hemoglobin 9.2 L g/dl 11.7-15.5
- Lekosit 13.930 H /mm3 3600-11000
- Hematokrit 28 L % 35.0-47.0
- Eritrosit 3.11 L Juta/mm3 3.8-5.2
- Trombosit 330.000 /mm3 150.000-440.000
Index Ertirosit
- MCV 91 fL 80-100
- MCH 30 pg 26.0-34.0
- MCHC 33 g/dL 32.0-36.0
- Laju Endap Darah 40 H Mm/jam <20
Hitung Jenis Lekosit
- Eosinofiil 1L % 2-4
- Basofil 0 % 0-1
- Neutrofil Batang 0L % 3-5
- Neutrofil Segmen 82 H % 50-70
- Limfosit 12 H % 25-40
- Monosit 5 % 2-8
- NLR 6.75 >3.13= Waspada
6-8 = Curiga
>9 = Bahaya
- ALC 1690 H /uL 1101-1509 = waspada
500-1100 = Curiga
<500 = Bahaya

KIMIA KLINIK
Fungsi Hati
- AST (SGOT) 20 U/L <31
- ALT (SGPT) 20 U/L <34
Fungsi ginjal
- Ureum 47 H mg/dl 17-43
- Kreatinin 1.39 H mg/dl 0.6-1.1
Bektrolit
- Natrium (Na) 136.23 mmoI/L 135.0-147.0
- Kalium (K) 4.49 mmoI/L 3.5-5.5
- Klorida (CI) 107.55 H mmoI/L 95.0-105.0
Karbohidrat
- Glukosa Darah Sewaktu 127 mg/dl < 200

MUNOSEROLOGI
Rapid Antigen Covid Negatif Negatif

32
URINALISIS
URINALISA LENGKAP HASIL SATUAN

- Warna Kuning
- Kejernihan Keruh
- Protein Positif 1 mg/dl
- Bilirubin Negatif
- PH 6.5
- Bau Khas

Sedimen
Leukosid 100-300
Eritrosid 5-8 LPB
Selinder Negatif
Kristal Negatif
Epitel 7-10
Reduksi Negatif
Bakteri Positif 1

…………, …/………/….

( )

33
ANALISA DATA
No Analisa Data Masalah Etiologi
1. DS :
- Pasien mengatakan nyeri
diperut bagian kanan dan
menjalar kepinggang bagian
belakang Nyeri Akut Agen cidera biologis
- Pasien mengatakan badannya
terasa lemas
- Pasien mengatakan belum
pernah mengalami penyakit
yang diderita saat ini
DO :
- Pasien tampak lemas
- Pasien tampak meringis
kesakitan
- Pasien tampak memegangi
perutnya
Dari hasil pemeriksaan :
P : Nyeri perut bagian kanan
menjalar ke pinggang belakang
Q : Seperti ditusuk-tusuk
R : Bagian perut sebelah kanan dan
pinggang belakang
S : skala 4
T : Hilang timbul
TTV
TD : 100/85 mmHg
S : 38,3 oC
N : 105x/menit
RR : 20x/menit
SPO2 : 99%

34
2. DS :
Pasien mengatakan badannya Hipertermi Proses penyakit
terasa panas lemas dan (infeksi)
berkeringat
DO :
- Pasien tampak lemas
- Suhu tubuh pasie terasa
hangat
S : 38,3 oC

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri Akut b.d Agen cidera biologis


2. Hipertermi b.d Proses penyakit (Infeksi)

35
Nursing Care plan (NCP)

No Hari/Tanngal Diagnosa Keperawatan Perencanaan


Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)
1 Selasa, 29 Nyeri akut b.d agen cidera Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri I.08238
Maret 2022 biologis keperawatan diharapkan tingkat nyeri Observasi
dapat menurun dengan kriteria hasil - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
sebagai berikut: frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
Tingkat Nyeri L.08066 - Identifikasi skala nyeri
Indikator Luaran - Identifikasi respon nyeri non verbal
Awal Target - Identifikasi faktor yang memperberat dan
Keluhan nyeri 2 4 memperingan nyeri
Meringis 2 4 Terapeutik
Ekspresi wajah 2 4 - Berikan teknik non farmakologi untuk
Keterangan : mengurangi rasa nyeri
1. Meningkat - Fasilitasi istirahat dan tidur
2. Cukup meningkat Edukasi
3. Sedang - Ajarkan teknik non farmakologi untuk
4. Cukup menurun mengurangi rasa nyer
5. Menurun - Jelaskan strategi meredakan nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian obat farmakologi

36
2 Hipertermi b.d Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipertermia I.15506
Proses penyakit keperawatan diharapkan hipertermi Observasi
(Infeksi) teratasi dengan kriteria hasil sebagai - Identifikasi penyebab hipertermia
berikut : - Monitor suhu tubuh
Termoregulasi L.14134 - Monitor kadar elektrolit
Indikator Luaran Terapeutik
Awal Target - Sediakan lingkungan yang dingin
Suhu tubuh 2 4 - Melonggarkan atau berpakaian tipis
Suhu kulit 2 4 - Melakukan pendingina eksternal
Berkeringat 2 4 (kompres dingin)
Keterangan : Edukasi
1. Meningkat - Anjurkan tirah baring
2. Cukup meningkat Kolaborasi
3. Sedang - Kolaborasi pemberian obat farmakologi
4. Cukup menurun dan cairan elektrolit
5. Menurun

37
Catatan Perkembangan
Hari/Tanggal : Selasa, 29 Maret 2022
No Diagnosa JAM Implementasi Evaluasi
Keperawatan
1 Nyeri akut b.d Manajemen nyeri I.08238 S : Ny.S mengeluh perut bagian kanan nyeri menjalar
agen cidera ke pinggang belakang
Observasi
biologis 08.20
- Mengidentifikasi lokasi nyeri, durasi, intensitas
O : Pengkajian nyeri
nyeri P : Nyeri perut bagian kanan menjalar ke pinggang
- Mengidentifikasi skala nyeri belakang
Q : Seperti ditusuk-tusuk
- Mengidentifikasi respon nyeri non verbal
R : Bagian perut sebelah kanan dan pinggang belakang
- Mengidentifikasi faktor yang memperberat dan S : skala 4
memperingan nyeri T : Hilang timbul
TTV
08.35 Terapeutik
TD : 100/85 mmHg
- Memberikan teknik nonfarmakologi untuk S : 38,3 oC
mengurangi rasa nyeri N : 105x/menit
- Menganjurkan istirahat dan tidur yang cukup RR : 20x/menit
SPO2 : 99%
08.30 Edukasi
A : Masalah nyeri akut berhubungan dengan agen
- Menganjurkan teknik non farmakologi untuk cidera biologis belum teratasi
mengurangi nyeri (Relaksasi napas dalam) Indikator Awal Akhir Capaian
Keluhan 2 4 2
Kolaborasi
09.35 nyeri
- Kolaborasi pemberian obat Meringis 2 4 2
- Kolaborasi melakukan cek darah dan cek urine Ekspresi 2 4 2
wajah

38
Keterangan :
1. Meningkat
2. Cukup meningkat
3. Sedang
4. Cukup menurun
5. Menurun
P : Lanjutkan Intervensi
- Menjelaskan strategi meredakan nyeri
- Berikan teknik non farmakologi untuk mengurangi
rasa nyeri
- Mendukung istirahat atau tidur yang adekuat untuk
membantu menurunkan rasa nyeri
- Kolaborasi pemberian obat farmakologi
- Melakukan CT Scan abdomen
2 Hipertermi b.d Manajemen Hipertermia I.15506 S : Ny.S mengatakan badannya terasa hangat lemas dan
08.20 berkeringat
Proses penyakit Observasi
O:
(Infeksi) - Mengidentifikasi penyebab hipertermia
- Ny.S terlihat lemas, berkeringat
- Memonitor suhu tubuh - Suhu Ny.S terasa hangat
08.35 Terapeutik - Hasil pemeriksaan suhu didapatkan 38,8 oC
A : masalah hipertermi berhubungan dengan proses
- Menyediakan lingkungan yang dingin
penyakit belum teratasi
- Menganjurkan melonggarkan atau berpakaian tipis Indikator Awal Akhir Capaian
08.40 Suhu tubuh 2 4 2
Edukasi
- Menganjurkan tirah baring Suhu kulit 2 4 2
berkeringat 2 4 2

39
14.10 Kolaborasi Keterangan :
- Pemberian obat farmakologi 1. Meningkat
2. Cukup meningkat
3. Sedang
4. Cukup menurun
5. Menurun
P : Lanjutkan intervensi
- Monitor suhu tubuh
- Monitor cairan elektrolit
- Menganjurkan tirah baring
- Melakukan pendinginan eksternal (kompres dingin)
- Kolaborasi pemberian obat farmakologi

Hari/Tanggal : Rabu, 30 Maret 2022


No Diagnosa JAM Implementasi Evaluasi
Keperawatan
1 Nyeri akut b.d 14.10 Observasi S : Ny.S mengatakan masih terasa nyeri dibagian perut
agen cidera
- Mengidentifikasi skala nyeri sebelah kanan yang menjalar ke pinggang belakang
biologis
- Mengidentifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri O : Pengkajian nyeri
- Menjelaskan strategi meredakan nyeri P : Nyeri perut bagian kanan menjalar ke pinggang
14.20
Terapeutik belakang
- Memberikan teknik non farmakologi untuk Q : Seperti ditusuk-tusuk
mengurangi rasa nyeri (relaksasi napas dalam) R : Bagian perut sebelah kanan dan pinggang belakang
S : skala 2

40
- Mendukung istirahat atau tidur yang adekuat untuk T : Hilang timbul
14.30
membantu menurunkan rasa nyeri TTV
Edukasi TD : 110/100 mmHg
18.00 S : 36,8 oC
- Menjelaskan strategi meredakan nyeri
N : 105x/menit
Kolaborasi RR : 20x/menit
- Kolaborasi pemberian obat farmakologi terpasang SPO2 : 96%
A : Masalah nyeri akut berhubungan dengan agen
infus RL20 TPM
cidera biologis teratasi sebagian
(Inj Ceftriaxone IV 2x1)
Indikator Awal Akhir Capaian
(Omeprazole IV 1x1)
Keluhan nyeri 2 4 2
- Melakukan CT Scan abdomen Meringis 2 4 2
Ekspresi wajah 2 4 3
Keterangan :
1. Meningkat
2. Cukup meningkat
3. Sedang
4. Cukup menurun
5. Menurun
P : Lanjutkan intervensi
- Mendukung istirahat dan tidur yang adekuat untuk
membantu penurunan nyeri
- Mengidentifikasi skala nyeri
- Menjelaskan strategi untuk meredakan nyeri

41
- Mengajarkan teknik non farmakologi unruk
mengurangi rasa nyeri
- Kolaborasi pemberian obat farmakologi
2 Hipertermi b.d 14.00 Observasi S : Ny.S mengatakan badanya masih sedikit terasa
Proses penyakit - Memonitor suhu tubuh hangat, lemas dan berkeringat
(Infeksi) - Memonitor kadar elektrolit O : Ny.S terlihat lemas suhu tubuh terasa hangat, dari
- Menganjurkan tirah baring hasil pemeriksaan suhu didapatkan 36,8 oC
14.25 Terapeutik A : Masalah hipertermi berhubungan dengan proses
- Menyediakan lingkungan yang dingin penyakit (infeksi) teratasi sebagian
- Menganjurkan melonggarkan atau berpakaian tipis
Indikator Awal Akhir Capaian
(melakukan pendinginan eksternal (kompres Suhu tubuh 2 4 3
Suhu kulit 2 4 3
dingin))
14.30 berkeringat 2 4 3
Edukasi Keterangan
- Menganjurkan tirah baring 1. Meningkat
Kolaborasi 2. Cukup meningkat
18.00 3. Sedang
- Kolaborasi pemberian obat farmakologi 4. Cukup menurun
(paracetamol IV 3x1) 5. Menurun
P : lanjutkan intervensi
- Memonitor suhu tubuh
- Memonitor kadar elektrolit
- Kolaborasi pemberian obat farmakologi

42
Hari/Tanggal : Kamis, 31 Maret 2022
No Diagnosa JAM Implementasi Evaluasi
Keperawatan
1 Nyeri akut b.d 06.45 Observasi S : Ny.S mengatakan nyeri sudah berkurang
agen cidera
- Mengidentifikasi skala nyeri O:
biologis
- Mendukung istirahat dan tidur yang adekuat untuk P : Nyeri perut bagian kanan menjalar ke pinggang
membantu penurunan nyeri belakang
07.00 Terapeutik Q : Seperti ditusuk-tusuk
- Mengajarkan teknik non farmakologi untuk R : Bagian perut sebelah kanan dan pinggang belakang
mengurangi rasa nyeri S : skala 2
- Kolaborasi pemberian obat farmakologi T : Hilang timbul
07.20 Edukasi TTV
- Menjelaskan strategi meredakan nyeri TD : 111/73 mmHg
S : 36,4 oC
09.10 Kolaborasi
N : 82x/menit
- Kolaborasi pemberian obat farmakologi RR : 20x/menit
SPO2 : 98%
A : Masalah nyeri akut berhubungan dengan agen
cidera biologis teratasi sebagian
Indikator Awal Akhir Capaian
Keluhan nyeri 2 4 3
Meringis 2 4 3
Ekspresi wajah 2 4 3

43
Keterangan
1. Meningkat
2. Cukup meningkat
3. Sedang
4. Cukup menurun
5. Menurun
P : Lanjutkan intervensi
2 Hipertermi b.d 06.45 Observasi S : Ny.S mengatakan keadaanya sudah mulai membaik
Proses penyakit - Memonitor suhu tubuh
(Infeksi) - Memonitor kadar elektrolit O : Pasien terlihat lebih tenang hasil pemeriksaan suhu
Terapeutik didapatkan 36,4 oc
07.05
- Menyediakan lingkungan yang dingin A: Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
Edukasi (infeksi) teratasi sebagian
07.25
- Menganjurkan tirah baring Indikator Awal Akhir Capaian
Kolaborasi Suhu tubuh 2 4 5
09.10 Suhu kulit 2 4 5
- Kolaborasi pemberian obat farmakologi
berkeringat 2 4 5
Keterangan
1. Meningkat
2. Cukup meningkat
3. Sedang
4. Cukup menurun
5. Menurun
P : Lanjutkan intervensi

44
BAB IV
ANALISIS JURNAL

FORM LAPORAN ANALISA JURNAL


ANALISA JURNAL HASIL PENELITIAN
Nama Mahasiswa : Geladis Titanik

NIM : 210300804

1. Judul artikel : Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Penurunan


Nyeri Perut Pasien Gastroernteritis Akut Di IGD RS Bina
Sehat Jember
2. Sumber artikel : http://repository.unmuhjember.ac.id/3487/
3. Analisa PICO

Tabel Analisa PICO


No Kriteria Jawab Pembenaran dan Critichal Thinking
1 P Populasi Populasi penelitian ini adalah pasien yang
mengalami nyeri perutyang disebabkan oleh
penyakit gastroenteritis akut di Instalasi Gawat
Darurat RS Bina Sehat Jember dengan sampel
minimum sejumlah 30 responden. Tehnik
sampling yang digunakan adalah accidental
sampling.
2 I Intervensi intervensi yang di lakukan pada jurnal ini adalah
memberikan teknik relaksasi nafas dalam
terhadap penurunan nyeri perut pasien
3 C Controling / Comparing Penelitian ini menggunakan Pre-Eksperimental
Design dengan bentuk One Group Pretest-
posttest Design yang bertujuan untuk
mengidentifikasi pengaruh teknik relaksasi nafas
dalam terhadap perubahan nyeri perut pada
pasien
4 O Objective Hasil penelitian dengan uji Wilcoxon Signed
Rank menunjukkan rerata 12.00 yang berarti ada
penurunan nilai intensitas nyeri pada pasien
gastroenteritis akut. Pengaruh teknik relaksasi
nafas dalam terhadap penurunan nyeri perut
dengan uji Wilcoxon Signed Rank didapatkan
hasil 0,000. Kesimpulan penelitian ini yaitu ada
pengaruh teknik relaksasi nafas dalam terhadap
penurunan nyeri perut pada pasien di Instalasi
Gawat Darurat RS Bina Sehat Jember.
Rekomendasi penelitian ini yaitu teknik relaksasi
nafas dalam mampu mengurangi nyeri perut
khususnya pasien di Instalasi Gawat Darurat.

45
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sepsis di Urologi merupakan kondisi yang berat dengan kemungkinan
mortalitas. Deteksi awal sepsis dapat menurunkan mortalitas dengan perawatan yang
tepat waktu kelainan traktur urinarius, seperti obstruksi atau batu. Sarana pendukung
yang baik dan terapi antibiotik yang tepat meningkatkan angka kesembuhan pasien.
Pencegahan sepsis tergantung pencegahan infeksi nosocomial dan penggunaan
antibiotik profilaksis Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien
dengan urosepsis salah satunya adalah nyeri akut , yang mana dapat dilakukan rencana
keperawatan dengan capaian yang diharapkan salah satunya yaitu pasien mampu
mengatasi nyeri yang di alami.
B. Saran
1. Bagi Mahasiswa
Diharapkan dapat memperluas wawasan tentang penyakit dan proses asuhan
keperawatan pada pasien dengan urosepsis.
2. Bagi Pasien
Diharapkan dijadikan sebagai sumber informasi bagi pasien tentang pelayanan
asuhan keperawatan sehingga mampu merubah perilaku pasien kearah perilaku
yang sehat dan bagi pasien dapat memperoleh manfaat dari pelayanan
keperawatan agar mempercepat proses penyembuhan dan mengurangi perilaku
maladaptiv pasien dari pelayanan kesehatan.

46
DAFTAR PUSTAKA

1. Sukandar, E. 2014. Infeksi Saluran Kemih Pasien Dewasa, dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi VI Jilid II. Jakarta: InternaPublishing. 2129-36.
2. Green H et al. Consequences of treated versus untreated asymptomatic bacteriuria in
the first year following kidney transplantation: retrospective observational study. Eur J
Clin Microbiol Infect Dis [Internet]. 2013;32(1):127–31. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22918514
3. Grabe M, Bartoletti R, Johansen Bjerklund T E, et al. Guideline in Urological Infection:
Classification of UTI. European Association of Urology ; 2015.
4. Nicolle L. Urinary tract infections in patients with spinal injuries. Curr Infect Dis Rep
[Internet]. 2014;16(1):390. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24445675
5. Bonkat G(Chair), Bartoletti RR, Bruyere F, Cai T, et al. Guideline in Urological
Infection: Catheter-Associated UTI. European Association of Urology ; 2020
6. Cooper, F.P. et al. Policies for replacing long-term indwelling urinary catheters in
adults. Cochrane Database Syst Rev [Internet]. 2016;7(CD011115). Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/27457774
7. Naber KG, Bergman B, Bishop MC, Bjerklund-Johansen TE, Botto H, Lobel B, et al.
EAU guidelines for the management of urinary and male genital tract infections:
Urinary Tract Infection (UTI). Eur Assoc Urol. 2015;40(5):576–88.
8. EAU Guideline Urinary Tract Infection in Adults, 2020.
9. Bonkat G, Bartoletti RR, Bruyere F, Cai T, et al. Guideline in Urological Infection:
Catheter-Associated UTI. European Association of Urology ; 2019.
10. Schaeffer AJ, Matulewicz RS, Klumpp DJ. Infections of Urinary Tract in Wein AJ,
Kavoussi LR, Partin AW, Peters CA. 2016. Campbell Walsh-Urology 11 1h Edition.
Philadelphia : Elsevier Saunders. P254-258.
11. Schaeffer AJ, Matulewicz RS, Klumpp DJ. Infections of Urinary Tract in Wein AJ,
Kavoussi LR, Partin AW, Peters CA. 2016. Campbell Walsh-Urology 11 1h Edition.
Philadelphia : Elsevier Saunders. P384-485
12. Bonkat G, Bartoletti RR, Bruyere F, Cai T, et al. Guideline in Urological Infection:
CatheterAssociated UTI. European Association of Urology ; 2019

47
13. Pardede, S. O. 2018. Infeksi pada Ginjal dan Saluran Kemih Anak: Manifestasi Klinis
dan Tata Laksana. Jurnal Sari Pediatri, 19(6), pp. 365–373. Tersedia pada
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/view/1342. Diakses pada tanggal
7 September 2019.
14. Kozier, Erb, Berman, & Snyder. (2011). Buku Ajar Fundamental Keperawatan :
Konsep, Proses & Praktik (7 ed., Vol. I). Jakarta: EGC.

48

Anda mungkin juga menyukai