Anda di halaman 1dari 29

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

a. Definisi BBLR

Bayi prematur atau bayi preterm adalah bayi yang berumur

kehamilan 37 minggu tanpa memperhatikan berat badan, sebagian

besar bayi prematur lahir dengan berat badan kurang 2500 gram

(Surasmi, 2003). Bayi dengan berat badan lahir sangat rendah

(BBLSR) yaitu kurang dari 1000 gram juga disebut sebagai neonatus

imatur. Secara historis, bayi dengan berat badan lahir 2500 gram

atau kurang disebut bayi prematur (Behrman & Butler, 2006).

Umumnya kehamilan disebut cukup bulan bila berlangsung antara

37-41 minggu dihitung dari hari pertama siklus haid terakhir pada

siklus 28 hari. Sedangkan persalinan yang terjadi sebelum usia

kandungan mencapai 37 minggu disebut dengan persalinan prematur

(Sulistiarini & Berliana, 2016).

Istilah prematuritas telah diganti dengan bayi berat badan

lahir rendah (BBLR) karena terdapat dua bentuk penyebab kelahiran

bayi dengan berat badan kurang dari 2500 gram, yaitu karena usia

kehamilan kurang dari 37 minggu, berat badan lebih rendah dari

semestinya, sekalipun umur cukup, atau karena kombinasi keduanya

(Maryunani & Nurhayati, 2009).

12
13

Bayi berat lahir rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang

berat badannya saat lahir kurang dari 2500 gram (sampai dengan

2499 gram). Sejak tahun 1961 WHO telah mengganti istilah

prematur dengan bayi berat lahir rendah (BBLR). Hal ini dilakukan

karena tidak semua bayi yang berat badannya kurang dari 2500 gram

pada waktu lahir adalah bayi prematur (Rukiyah & Yulianti., 2012).

b. Klasifikasi BBLR

Menurut (Proverawati & Ismawati, 2010), bayi BBLR dapat

dikelompokkan menjadi 2 yaitu :

1) Menurut harapan hidupnya :

a) Bayi berat lahir rendah (BBLR) berat lahir 1500-2500 gram

b) Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) berat lahir 1000-

1500 gram

c) Bayi berat lahir ekstrim rendah (BBLER) berat lahir < 1000

gram

2) Menurut masa gestasinya :

a) Prematuritas murni : masa gestasinya kurang dari 37

minggu dan berat badannya sesuai dengan berat badan

untuk masa gestasi berat atau biasa disebut neonatus kurang

bulan sesuai untuk masa kehamilan (NKB-SMK)

b) Dismaturitas : bayi lahir dengan berat badan kurang dari

berat badan seharusnya untuk masa gestasi itu. Berat bayi

mengalami retardasi pertumbuhan intrauterin dan

merupakan bayi yang kecil untuk masa kehamilannya

(KMK).
14

c. Etiologi BBLR

Menurut (Proverawati & Ismawati, 2010), bayi BBLR dapat

disebabkan oleh beberapa faktor yaitu sebagai berikut:

1) Faktor ibu

a) Mengalami komplikasi kehamilan, seperti anemia,

perdarahan antepartum, preeklamsi berat, eklamsia, infeksi

kandung kemih.

b) Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual,

hipertensi, HIV/AIDS, TORCH dan penyakit jantung.

c) Penyalahgunaan obat, merokok, dan konsumsi alkohol.

d) Kehamilan pada usia <20 tahun atau > 35 tahun.

e) Jarak kelahiran terlalu dekat ( < 2 tahun).

f) Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya.

g) Golongan sosial ekonomi yang rendah.

h) Aktivitas fisik yang berlebihan.

i) Perkawinan yang tidak sah.

2) Faktor janin

a) Kelainan kromosom.

b) Infeksi janin kronik (inklusi sitomegali dan rubela bawaan).

c) Gawat janin.

d) Kehamilan kembar.
15

3) Faktor plasenta

a) Plasenta previa.

b) Solusio plasenta.

c) Sindrom tranfusi bayi kembar ( sindrom parabiotik).

4) Faktor lingkungan

Lingkungan yang berpengaruh antara lain tempat tinggal dataran

tinggi, terkena radiasi serta terpapar zat beracun.

d. Tanda dan Gejala BBLR

Menurut (Proverawati & Ismawati, 2010a), ada beberapa

tanda dan gejala yang dapat muncul pada bayi BBLR antara lain

adalah sebagai berikut:

1) Umur kehamilan sama dengan atau kurang dari 37 minggu.

2) Berat badan sama dengan atau kurang dari 2500 gram.

3) Panjang badan sama dengan atau kurang dari 46 cm.

4) Lingkar kepala sama dengan atau kurang dari 33 cm.

5) Lingkar dada sama dengan atau kurang dari 30 cm.

6) Rambut lanugo masih banyak.

7) Jaringan lemak subkutan tipis atau kurang.

8) Tulang rawan daun telinga belum sempuna pertumbuhannya.

9) Tumit mengkilap, telapak kaki halus.

10) Genetalia belum sempurna, labia minora belum tertutup oleh

labia mayora dan klitoris menonjol (pada bayi perempuan).

Testis belum turun ke dalam skrotum, pigmentasi dan rugue

pada skrotum kurang (pada bayi laki-laki).


16

11) Tonus otot lemah sehingga bayi kurang aktif dan pergerakannya

lemah.

12) Fungsi saraf yang belum atau tidak efektif dan tangisnya lemah.

13) Jaringan kelenjar mamae masih kurang akibat pertumbuhan otot

dan jaringan lemak masih kurang.

14) Vernix caseosa tidak ada atau sedikit bila ada.

e. Patofisiologi BBLR

Menurut (Surasmi, 2003), neonatus dengan imaturitas

pertumbuhan dan perkembangan tidak dapat menghasilkan kalori

melalui peningkatan metabolisme. Hal itu disebabkan karena respon

menggigil pada bayi tidak ada atau kurang, sehingga bayi tidak dapat

menambah aktivitas. Sumber utama kalori bila ada stres dingin atau

suhu lingkungan rendah adalah thermogenesis nonshiver. Sebagai

respon terhadap rangsangan dingin, tubuh bayi akan mengeluarkan

norepinefrin yang menstimulus metabolisme lemak dari cadangan

lemak coklat untuk menghasilkan kalori yang kemudian dibawa oleh

darah ke jaringan. Stres dapat menyebabkan hipoksia, metabolisme

asidosis dan hipoglikemia. Peningkatan metabolisme sebagai respon

terhadap stres dingin akan meningkatkan kebutuhan kalori dan

oksigen. Bila oksigen yang tersedia tidak dapat memenuhi

kebutuhan, tekanan oksigen berkurang (hipoksia) dan keadaan ini

akan menjadi lebih buruk karena volume paru menurun akibat

berkurangnya oksigen darah dan kelainan paru (paru yang imatur).

Keadaan ini dapat sedikit tertolong oleh haemoglobin fetal (HbF)


17

yang dapat mengikat oksigen lebih banyak sehingga bayi dapat

bertahan lama pada kondisi tekanan oksigen yang kurang.

Stres dingin akan direspon oleh bayi dengan melepas

norepinefrin yang menyebabkan vasokontriksi paru. Akibatnya,

menurunkan keefektifan ventilasi paru sehingga kadar oksigen darah

berkurang. Keadaaan ini menghambat metabolisme glukosa dan

menimbulkan glikolisis anaerob yang menyebabkan peningkatan

asam laktat, kondisi ini bersamaan dengan metabolisme lemak coklat

yang menghasilkan asam sehingga meningkatkan kontribusi

terjadinya asidosis. Kegiatan metabolisme anaerob menghilangkan

glikogen lebih banyak dari pada metabolisme aerob sehingga

mempercepat terjadinya hipoglikemia. Kondisi ini terjadi terutama

bila cadangan glikogen saat lahir sedikit, sesudah kelahiran

pemasukan kalori rendah atau tidak adekuat (Surasmi, 2003).

BBLR umumnya relatif kurang mampu untuk bertahan hidup

karena struktur anatomi dan fisiologi yang imatur dan fungsi

biokimianya belum bekerja seperti bayi yang lebih tua. Kekurangan

tersebut berpengaruh terhadap kesanggupan bayi untuk mengatur

dan mempertahankan suhu badannya dalam batas normal. Bayi

berisiko tinggi lain juga mengalami kesulitan yang sama karena

hambatan atau gangguan pada fungsi anatomi, fisiologi, dan

biokimia berhubungan dengan adanya kelainan atau penyakit yang

diderita. BBLR tidak dapat mempertahankan suhu tubuh dalam batas

normal karena pusat pengatur suhu pada otak yang belum matur,
18

kurangnya cadangan glikogen dan lemak coklat sebagai sumber

kalori. Tidak ada atau kurangnya lemak subkutan dan permukaan

tubuh yang relatif lebih luas akan menyebabkan kehilangan panas

tubuh yang lebih banyak. Respon menggigil bayi kurang atau tidak

ada, sehingga bayi tidak dapat meningkatkan panas tubuh melalui

aktivitas. Selain itu kontrol reflek kapiler kulit juga masih kurang

(Surasmi, 2003).

f. Komplikasi pada BBLR

1) Gangguan pernafasan

a) Respiratory distress syndrome (RDS)

Respiratory distress syndrome (RDS) merupakan

sindrom gangguan pernafasan. Gangguan kesehatan yang

dialami bayi prematur cukup rentan dan bisa mengancam

jiwanya. Ancaman yang paling berbahaya adalah kesulitan

bernapas. Hal ini akibat paru-paru serta seluruh sistem

pernapasannya, seperti otot dada dan pusat pernafasan

diotak, serta belum dapat bekerja secara sempurna atau

imatur (H. Pranoto & Windayanti, 2018).

b) Asfiksia

Asfiksia adalah keadaan bayi yang tidak bernafas

spontan dan teratur, sehingga dapat menimbulkan gangguan

lebih lanjut. BBLR merupakan salah satu penyebab

terjadinya asfiksia (Manuaba, 2008).


19

c) Aspirasi Mekonium

Merupakan penyakit paru yang berat yang ditandai

dengan pneumonitis kimiawi dan obstruksi mekanis jalan

nafas. Penyakit ini terjadi akibat inhalasi cairan amnion yang

tercemar mekonium peripartum sehingga terjadi peradangan

jaringan paru dan hipoksia. Pada keadaan yang berat proses

patologis berubah menjadi hipertensi pulmonal persisten,

morbiditas lain dan kematian. Bahkan dengan terapi yang

tepat, bayi yang parah sering kali meninggal atau menderita

kerusakan neurologis jangka panjang (Cunningham, 2005).

d) Retrolental Fibroplasia

Penyakit ini ditemukan pada BBLR yang disebabkan

oleh gangguan oksigen yang berlebihan. Pemberian oksigen

dengan konsentrasi tinggi akan memberikan vasokonstriksi

pembuluh darah retina. Setelah bernafas dengan udara yang

biasa maka pembuluh darah akan mengalami vasokonstriksi

pembuluh darah retina yang diikuti oleh poliferasi kapiler-

kapiler ke daerah yang iskemi sehingga terjadi perdarahan,

fibrosis, distorsi, dan parut retina sehingga bayi menjadi buta

(Prawirohardjo, 2014).
20

2) Gangguan Metabolik

a) Hipotermia

Bayi BBLR akan dengan cepat kehilangan panas

tubuh dan menjadi hipotermia, karena pusat pengaturan

panas tubuh belum berfungsi dengan baik. Kemampuan

untuk mempertahankan panas tubuh bayi BBLR terbatas

karena pertumbuhan otot- otot yang belum memadai dan

lemak subkutan yang sedikit, belum matangnya sistem saraf

pengatur suhu tubuh (Proverawati & Ismawati, 2010a).

b) Hipoglikemia

Hipoglikemia pada BBLR terjadi karena jumlah

glukosa yang rendah karena cadangan glikogen belum

mencukupi. Glukosa berfungsi sebagai makanan otak pada

tahun pertama kelahiran pertumbuhan otak sangat cepat

sehingga sebagian besar glukosa dalam darah digunakan

untuk metabolisme (Surasmi, 2003).

3) Gangguan Imunitas

a) Gangguan Imunologi

Daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang karena

rendahnya kadar IgG. BBLR relatif belum sanggup

membentuk antibodi dan daya fagositosis serta reaksi

terhadap peradangan masih belum baik (Prawirohardjo,

2014).
21

b) Ikterus

Ikterus adalah menjadi kuningnya warna kulit, selaput

lendir dan berbagai jaringan karena tingginya zat warna

empedu. Ikterus neonatal adalah suatu gejala yang sering

ditemukan pda bayi baru lahir. Biasanya bersifat fisiologis

tetapi dapat juga patologis karena fungsi hati yang belum

matang (imatur) menyebabkan gangguan pemecahan

bilirubin dan menyebabkan hiperbilirubinea. Bayi yang

mengalami ikterus patologis memerlukan tindakan dan

penanganan lebih lanjut (Manuaba, 2008).

4) Gangguan Sistem Peredaran Darah

a) Perdarahan intraventricular haemorrhage (IVH)

Perdarahan kecil dalam lapisan germinal ventrikel

lateral otak sering dijumpai pada pemeriksaan ultrasonografi

BBLR, terutama yang mengalami asfiksia atau masalah

pernapasan yang berat yang mengakibatkan hipoksia,

hipertensi dan hiperkapnia pada bayi. Keadaan ini

menyebabkan aliran darah ke otak bertambah sehingga

mudah terjadi perdarahan pada otak (Prawirohardjo, 2014).

b) Anemia

Anemia fisiologik pada BBLR disebabkan oleh

supresi eritropoesis pasca lahir, persediaan besi janin yang

sedikit, serta bertambah besarnya volume darah akibat


22

pertumbuhan yang lebih cepat. Oleh karena itu anemia pada

BBLR terjadi lebih dini (Cunningham, 2005).

c) Gangguan jantung

Kejadian PDA ( Patent Ductus Arteriosus ) adalah

keadaan yang umum pada BBLR. Penutupan ductus

arteriosus yang tertunda akan mengakibatkan penurunan

oksigen ke sirkulasi sistemik sehingga menjadikan faktor

predisposisi pada gangguan oksigenasi (H. Pranoto &

Windayanti, 2018).

d) Gangguan Pada Otak

Intraventrikular hemorrhage, perdarahan intrakranial

pada neonatus. Penambahan aliran darah ke otak disebabkan

karena tidak adanya autoregulasi cerebral pada BBLR,

sehingga mudah terjadi perdarahan (Prawirohardjo, 2014).

5) Gangguan Cairan Elektrolit

a) Gangguan Ginjal

Kerja ginjal yang belum matang serta pengaturan

pembuangan sisa yang belum sempurna serta ginjal yang

imatur baik keadaan anatomis dan fisiologis. Produksi urin

yang masih sedikit tidak mampu mengurangi kelebihan air

tubuh dan elektrolit dari badan akibatnya terjadi edema dan

asidosis metabolik (Prawirohardjo, 2014).


23

b) Gangguan Pencernaan dan Nutrisi

Distensi abdomen akibat dari motilitas usus

berkurang. Volume lambung berkurang sehingga waktu

pengosongan lambung bertambah (Prawirohardjo, 2014).

Saluran pencernaan yang belum berfungsi sempurna

membuat penyerapan makanan tidak optimal. Aktifitas otot

pencernaan belum sempurna membuat pengosongan lambung

lambat (H. Pranoto & Windayanti, 2018).

c) Gangguan Elektrolit

Cairan yang diperlukan tergantung dari masa gestasi,

keadaan lingkungan dan penyakit bayi. Kehilangan cairan

melalui tinja dari janin yang tidak mendapatkan makanan

melalui mulut sangat sedikit. Kebutuhan cairan sesuai dengan

kehilangan cairan (Proverawati & Ismawati, 2010).

g. Penatalaksanaan BBLR

Menurut (H. Pranoto & Windayanti, 2018) BBLR

memerlukan perawatan yang lebih intensif karena masih

membutuhkan lingkungan yang tidak jauh berbeda dari

lingkungannya selama dalam kandungan. Oleh karena itu, di rumah

sakit BBLR akan mendapatkan perawatan sebagai berikut:

1) Pengaturan suhu / termoregulasi

BBLR sangat cepat kehilangan panas badan atau suhu

tubuh bahkan dapat juga terjadi hipotermia, karena pusat

pengaturan suhu tubuh belum berfungsi dengan baik, kehilangan


24

panas karena perbandingan luas permukaan kulit dengan berat

badan lebih besar, kurangnya lemak subkutan (brown fat),

jaringan lemak di bawah kulit lebih sedikit. Oleh karena itu bayi

dirawat di radiant warmer dan dalam inkubator. Kurangnya

fasilitas inkubator dapat juga dilakukan dengan metode kanguru

untuk perawatan BBLR untuk mencegah hipotermi (Maryunani

& Nurhayati, 2009).

2) Pencegahan infeksi

BBLR sangat rentan terhadap infeksi karena kadar

immunoglobulin yang masih rendah, aktifitas bakterisidial

neutrofil, efek sitotoksik limfosit juga masih rendah, fungsi imun

belum dapat mengidentifikasi infeksi secara aktual. Bayi akan

mudah menghadapi infeksi terutama infeksi nosokomial

(Manuaba, 2008). Perawatan umum yang biasa dilakukan adalah

tindakan aseptik, mempertahankan suhu tubuh, membersihkan

jalan nafas perawatan tali pusat dan memberikan cairan melalui

infus.

3) Pengaturan dan Pengawasan Intake Nutrisi BBLR

Pengaturan dan pengawasan intake nutrisi diantaranya

menentukan pemilihan susu, cara pemberian dan jadwal

pemberian sesuai dengan kebutuhan pada bayi prematur. Susu

adalah sumber nutrisi yang utama bagi bayi. Selama belum bisa

mengisap dengan benar, minum susu dilakukan dengan

menggunakan pipet atau melalui enteral (Manuaba, 2008).


25

Pemberian minum dimulai pada waktu bayi berumur tiga jam

agar bayi tidak menderita hipoglikemia dan hiperbilirubinemia.

Sebelum pemberian minum pertama harus dilakukan pengisapan

cairan lambung. Untuk mengetahui ada tidaknya atresia esofagus

dan mencegah muntah. Permulaan cairan diberikan sekitar 50–60

ml/kg BB/hari dan terus dinaikkan sampai mencapai sekitar 200

ml/kg BB/hari (Prawirohardjo, 2014).

4) Penimbangan berat badan

Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi atau

nutrisi yang berhubungan dengan daya tahan tubuh. Pemantauan

dan monitoring harus dilakukan secara ketat (Prawirohardjo,

2014). Setiap bayi yang lahir akan ditimbang berat badannya.

Berat badan merupakan salah satu ukuran yang menggambarkan

komposisi tubuh bayi secara keseluruhan mulai dari kepala,

leher, dada, perut, tangan, dan kaki. Berat badan yang rendah

saat lahir menunjukkan kondisi bayi yang kurang sehat.

5) Membantu beradaptasi

Perawatan di rumah sakit pada bayi yang tidak

mengalami komplikasi bertujuan membantu bayi beradaptasi

dengan lingkungan barunya. Setelah suhunya stabil dan

memenuhi kriteria pemulangan biasanya sudah dibolehkan

dibawa pulang. Beberapa Rumah Sakit yang menggunakan

patokan berat badan untuk pemulangan BBLR, sebagai contoh

BBLR diperbolehkan pulang jika berat minimal 2 kg atau 2000

gram (Maulana, 2008).


26

6) Pemberian Oksigen

Ekspansi paru yang memburuk merupakan masalah serius

bagi bayi BBLR yang dikarenakan tidak adanya surfaktan. Kadar

oksigen yang tinggi akan menyebabkan kerusakan jaringan retina

bayi yang dapat menimbulkan kebutaan (Manuaba, 2008).

7) Bantuan pernapasan

Segera setelah lahir jalan napas orofaring dan nasofaring

dibersihkan dengan isapan yang lembut. Pemberian terapi

oksigen harus hati-hati dan diikuti dengan pemantauan terus

menerus tekanan oksigen darah arteri antara 80-100 mmHg.

Untuk memantau kadar oksigen secara rutin dan efektif dapat

digunakan elektroda oksigen melalui kulit (Surasmi, 2003).

8) Mengkaji kesiapan untuk intervensi terpilih yaitu beri stimulasi

bila perlu pada status bayi dan kesiapannya, dorong fleksi pada

posisi telentang dengan menggunakan gulungan selimut, berikan

bayi pembatas tubuh melalui pembedongan atau menggunakan

gulungan selimut pada tubuh dan kakinya (Straight & Barbara,

2005).

2. Suhu Tubuh

a. Pengertian Suhu Tubuh

Suhu tubuh didefinisikan sebagai salah satu tanda vital yang

menggambarkan status kesehatan. Suhu disebut juga dengan

temperatur dan diukur dengan alat ukur disebut termometer.


27

Termometer merupakan alat ukur non invasif untuk mengukur suhu

tubuh. Rentang normal suhu tubuh bayi cukup bulan berkisar 36,5°C-

37°C, sedangkan BBLR berkisar 36,3°C-36,9°C (H. Pranoto &

Windayanti, 2018). Regulasi suhu adalah dasar dari perawatan

neonatus, khususnya pada BBLR. BBLR rentan terkena hipotermi

dan kontrol suhu tubuh adalah permasalahan utamanya. Permukaan

tubuh relatif lebih luas terhadap masa tubuh menyebabkan

peningkatkan kehilangan panas dan ketidakseimbangan antara

pelepasan panas terkait dengan berat badan dan kehilangan panas

pada area permukaan. Kehilangan panas terjadi melalui empat jalur

utama yaitu,

1) Konduksi, yaitu panas tubuh akan hilang bila bayi ditidurkan di

atas permukaan yang dingin, misalnya menidurkan bayi di

timbangan yang dingin, tangan bidan/perawat yang dingin atau

stetoskop yang dingin.

2) Konveksi, yaitu panas tubuh akan hilang bila ada udara dingin

bertiup di sekitar bayi.

3) Evaporasi, yaitu panas tubuh hilang bila ada penguapan cairan

yang ada di permukaan tubuh.

4) Radiasi, yaitu panas tubuh akan hilang bila dekat dengan benda-

benda dingin, sehingga panas tubuh akan memancar ke benda-

benda dingin di sekitarnya.

(Maryunani & Nurhayati, 2009)


28

b. Faktor–faktor yang Mempengaruhi Suhu Tubuh BBLR

1) Lingkungan

Panas tubuh pada BBLR dapat hilang atau berkurang

akibat lingkungan yang lebih dingin, dan lingkungan dapat

mempengaruhi suhu tubuh manusia.

2) Usia Gestasi

Usia gestasi pada BBLR akan mempengaruhi timbunan

lemak di bawah kulit. Semakin muda usia bayi semakin tipis

kandungan lemak di bawah kulitnya. Pembentukan lemak coklat

dimulai minggu ke-30 (Klaus & Fanaroff, 2003). Hal ini akan

berdampak pada rentannya bayi kehilangan panas.

c. Pengukuran Suhu Tubuh pada Bayi

1) Pengukuran suhu aksila

Keuntungannya mencakup penurunan resiko neonatus,

kebersihan terjaga, dan pengukurannya relatif cepat dan akurat.

Dengan tehnik meletakkan termometer di tengah aksila dengan

lengan ditempelkan secara lembut tetapi kuat pada sisi tubuh

bayi selama sekitar 5 menit. Aksila dan pengukuran suhu kulit

cenderung lebih rendah dibandingkan suhu pusat rektal, tetapi

metode ini masih mencerminkan peningkatan dan penurunan

suhu yang konsisten dengan perbedaan suhu pusat dan dapat

sama akuratnya dengan jalur rektal.


29

2) Suhu rektum

Pengukuran suhu tubuh dari rektum merupakan prosedur

invasif dan tidak selalu dapat diandalkan. Suhu darah yang

mengalir dari ekstremitas bawah mempengaruhi suhu rektum.

Jika terdapat vasokonstriksi perifer dan neonatus musatkan

sirkulasinya, darah yang dingin dari kedua tungkai akan segera

bermakna menurunkan suhu rektum yang diukur (Indrasanto,

2008).

Gambar 2.1 Termometer digital


3. Metode Kanguru

a. Definisi Metode Kanguru

Metode kanguru merupakan salah satu metode perawatan

bayi berat lahir rendah untuk mencegah hipotermi pada bayi baru

lahir. Metode ini diperkenalkan pertama kali oleh Rey dan Martinez

dari Colombia sejak tahun 1979. Disebut metode kanguru karena

meniru binatang kanguru yang biasanya melahirkan bayi imatur dan

menyimpan bayinya di kantong perut ibu untuk mencegah

kedinginan. Pada prinsipnya metode ini adalah mengganti perawatan


30

BBL dalam inkubator dengan metode kanguru (Maryunani &

Nurhayati, 2009).

Menurut (Proverawati & Ismawati, 2010a), Perawatan

Metode Kanguru (PMK) merupakan salah satu cara untuk

mengurangi kesakitan dan kematian bayi baru lahir. Metode ini

dengan melekatkan bayi di dada ibu (kontak kulit bayi dengan kulit

ibu) sehingga suhu tubuh bayi tetap hangat.

b. Penatalaksanaan Bayi Baru Lahir dengan Metode Kanguru untuk

Mencegah Hipotermi

Metode kanguru atau bisa juga disebut skin to skin contact,

sebenarnya harus dilakukan juga pada bayi normal, baik itu yang

lahir secara normal melalui vagina, maupun melalui bedah caesar.

Perawatan Metode Kanguru (PMK) merupakan cara

perawatan bayi yang efektif untuk bayi berat lahir rendah dan bayi

sehat namun lahir sebelum waktunya. Perawatan kanguru ini telah

terbukti dapat menghasilkan pengaturan suhu tubuh yang efektif dan

lama, serta denyut jantung dan pernafasan yang stabil pada bayi

dengan berat lahir rendah. Perawatan kulit ke kulit mendorong bayi

untuk mencari puting dan mengisapnya, mempererat ikatan antara

ibu dan bayi, serta membantu keberhasilan pemberian ASI begitu

bayi tersebut cukup umur untuk mengisap.

Bayi yang baru lahir, umumnya akan diletakkan ke dalam

inkubator agar suhu tubuhnya tetap normal serta diberi bantuan


31

oksigen untuk pernapasan. Selain inkubator, suhu tubuh bayi dapat

juga dipertahankan kehangatannya dengan menggunakan metode

kanguru. Metode kanguru yang ditemukan tahun 1993, merupakan

salah satu cara paling efektif dan murah untuk menghangatkan bayi,

dengan cara mendekapkan bayi pada tubuh ibunya tanpa dibatasi

busana (Mitayani, 2013).

c. Perawatan Metode Kanguru (PMK)

Menurut (Proverawati & Ismawati, 2010a), Perawatan

Metode Kanguru dibagi menjadi 2 (dua), yaitu:

1) PMK intermiten

PMK dengan jangka waktu yang pendek (perlekatan lebih

dari satu jam perhari) dilakukan saat ibu berkunjung PMK ini

diperuntukkan bagi bayi dalam proses penyembuhan yang masih

memerlukan pengobatan medis (infus, oksigen). Tujuan PMK

intermiten adalah untuk perlindungan bayi dari infeksi.

2) PMK kontinu

PMK dengan jangka waktu yang lebih lama daripada

PMK Intermiten. Pada metode ini perawatan bayi dilakukan

selama 24 jam sehari.

d. Kriteria Bayi yang Diberikan Metode Kanguru

Kriteria bayi yang dapat dilakukan metode kanguru, antara lain:

1) Bayi dengan berat badan lahir kurang lebih 1800 gram atau

antara 1500- 2500 gram


32

2) Bayi prematur

3) Bayi yang tidak terdapat kegawatan pernafasan dan sirkulasi

4) Bayi mampu bernafas sendiri

5) Bayi yang tidak terdapat kelainan bawaan yang berat

6) Suhu tubuh bayi stabil (36,5-37,5°C).

e. Hal-hal yang Harus Diperhatikan dalam Metode Kanguru

1) Posisi kanguru

Posisi bayi diantara payudara, tegak, dada bayi menempel

ke dada ibu. Posisi bayi kemudian diamankan dengan kain

panjang atau baju kanguru (dalam hal ini bayi diletakkan dalam

dekapan ibu dengan kulit menyentuh kulit, posisi bayi tegak,

kepala miring ke kiri atau ke kanan). Apabila menggunakan baju

kanguru/kantung kanguru, posisi bayi adalah tegak/vertikal pada

siang hari pada waktu ibu berdiri atau duduk dan posisi bayi

tengkurap atau miring pada malam hari pada waktu ibu berbaring

atau tidur. Keunggulan metode ini adalah bayi mendapatkan

sumber panas alami (36-37°C) langsung dari kulit ibu,

mendapatkan kehangatan udara dalam kantung/baju ibu, serta

ASI menjadi lancar. Dekapan ibu adalah energi bayi. Pada bayi

berat badan lahir sangat rendah (kurang dari 1000 gram) metode

kanguru ditunda sampai usia 2 minggu atau sampai keadaan bayi

stabil.
33

2) Nutrisi

Waktu yang optimal untuk memulai menyusu ASI tergantung

pada masa kehamilannya.

3) Dukungan

Dukungan terutama diberikan pada ibu berupa fisik,

emosional dan edukasi, yang sewaktu hamil sebaiknya telah

diberikan informasi tentang pentingnya metode kanguru bagi

bayi.

4) Pemulangan

Syarat pemulangan tergantung pada kesehatan bayi secara

menyeluruh dalam kondisi baik dan ibu mampu merawat

bayinya.

5) Harus ada konseling dan informed consent terlebih dahulu

(Maryunani & Nurhayati, 2009).

6) Syarat PMK

Syarat PMK adalah bayi berat lahir rendah yang stabil

(sudah bernafas spontan dan tidak memiliki masalah kesehatan

serius). Tanda-tanda BBL yang memerlukan PMK adalah

sebagai berikut:

a) Tubuh bayi dingin (suhu badan di bawah 36,5°C).

b) Bayi menjadi gelisah, mudah terangsang, lesu dan tidak

sadarkan diri, demam (suhu badan di atas 37,5°C).

c) Bayi malas menyusu, tidak minum dengan baik, muntah-

muntah.
34

d) Bayi kejang.

e) Mengalami sulit bernafas, yaitu nafas cepat (lebih dari 60

kali per menit dan mengalami berhenti nafas selama 20

detik).

f) Diare atau mencret.

g) Kulit tampak kuning atau biru,terutama pada mulut/bibir

bayi.

h) Menunjukkan gejala lain yang mengkuatirkan.

f. Tahap-tahap PMK

Menurut (Proverawati & Ismawati, 2010a), tahap-tahap

dalam pelaksanaan PMK adalah sebagai berikut:

1) Cuci tangan, keringkan dan gunakan hand rub.

2) Ukur suhu bayi dengan termometer.

3) Pakaikan baju kanguru pada ibu.

4) Bayi dimasukkan dalam posisi kanguru, menggunakan topi,

popok dan kaus kaki yang telah dihangatkan lebih dahulu.

5) Letakkan bayi di dada ibu, dengan posisi tegak langsung ke kulit

ibu dan pastikan kepala bayi sudah terfiksasi pada dada ibu.

Posisikan bayi dengan siku dan tungkai tertekuk, kepala dan

dada bayi terletak di dada ibu dengan kepala agak sedikit

mendongak.

6) Dapat pula ibu memakai baju dengan ukuran besar, dan bayi

diletakkan di antara payudara ibu, baju ditangkupkan, kemudian


35

ibu memakai selendang yang dililitkan di perut ibu agar tidak

jatuh.

7) Setelah posisi bayi baik, baju kanguru diikat untuk menyangga

bayi. Selanjutnya ibu bayi dapat beraktifitas seperti biasa sambil

membawa bayinya dalam posisi tegak lurus di dada ibu (skin to

skin contact) seperti kanguru.

g. Tujuan Metode Kanguru

Tujuan penerapan metode kanguru untuk bayi baru lahir

adalah menurunkan angka morbiditas dan mortalitas bayi baru lahir

dengan hipotermi serta menurunkan rujukan bayi baru lahir ke

rumah sakit (Maryunani & Nurhayati, 2009).

h. Manfaat Metode Kanguru

Metode kanguru dapat memberikan manfaat bagi bayi, ibu

dan rumah sakit/klinik.

1) Bagi bayi, metode kanguru bermanfaat mengurangi pemakaian

kalori bayi, memperlama waktu tidur bayi, meningkatkan

hubungan kedekatan bayi dan ibu, mengurangi kejadian infeksi,

menstabilkan suhu bayi, menstabilkan denyut jantung dan

pernafasan bayi, menurunkan stres pada bayi, meningkatkan

perilaku bayi lebih baik, dimana akan tampak bayi waspada,

menangis berkurang, lebih sering menyusu ASI dan menaikkan

berat badan bayi.

2) Bagi ibu, metode kanguru bermanfaat untuk mempermudah

pemberian ASI dan pelaksanaan IMD (Inisiasi Menyusui Dini),


36

meningkatkan produksi ASI, meningkatkan rasa percaya ibu,

meningkatkan hubungan kedekatan dan kasih sayang ibu dengan

bayi dan memberikan pengaruh psikologis berupa ketenangan

pada ibu dan keluarga.

3) Bagi rumah sakit/klinik, metode kanguru memberikan efesiensi

tenaga karena ibu dapat merawat bayinya sendiri,

mempersingkat lama perawatan bayi di rumah sakit, dan

efesiensi anggaran karena penggunaan fasilitas, misalnya

inkubator berkurang (Maryunani & Nurhayati, 2009).

Menurut (Proverawati & Ismawati, 2010a), keuntungan dan

manfaat PMK adalah suhu tubuh bayi tetap normal, mempercepat

pengeluaran Air Susu Ibu (ASI) dan meningkatkan keberhasilan

menyusui, perlindungan bayi dari infeksi, berat badan bayi cepat

naik, stimulasi dini, kasih sayang, mengurangi biaya rumah sakit

karena waktu perawatan yang pendek, tidak memerlukan inkubator

dan efesiensi tenaga kesehatan.

Menurut (Nurmasitoh, 2017), manfaat PMK dapat mencegah

terjadinya hipotermi karena tubuh ibu dapat memberi kehangatan

kepada bayinya secara terus menerus dengan cara kontak antara kulit

ibu dengan kulit bayi. Dari hasil penelitian yang dilakukan bahwa

pada kelompok ibu yang melaksanakan PMK dengan baik tidak ada

bayi yang menderita hipotermi sebaliknya pada ibu yang tidak


37

melaksanakan PMK dengan baik sebagian besar bayinya mengalami

hipotermi.

Gambar 2.2 Selendang kanguru

4. Metode Kantong Plastik

a. Definisi Metode Kantong Plastik

Plastik adalah suatu bahan yang termasuk dalam golongan

polimer yang bersifat termoplastik. Plastik ini akan mengurangi

kehilangan panas karena penguapan dan kemungkinan karena radiasi

tidak dapat melewati penghalang plastik sehingga dapat

meningkatkan suhu tubuh bayi. Kantong plastik yang dibungkuskan

pada bayi akan menjadi kedap udara sehingga akan mencegah

kehilangan panas baik evaporasi, radiasi, konduksi, dan konveksi

sehingga akan menghasilkan panas dan meningkatkan suhu (H.

Pranoto & Windayanti, 2018).

Plastik mengurangi evaporasi pada bayi dengan cara

memberikan perlindungan epidermal sehingga luas tubuh yang

terpapar udara luar berkurang. Hal ini efektif mengurangi pelepasan


38

panas tubuh bayi dimana jenis plastik yang digunakan adalah

polyethylene (Trevisanuto & Donglioni, 2010).

b. Manfaat Metode Kantong Plastik

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Alicia E. Leadford et

al tahun 2013 bahwa bayi berat lahir rendah yang dimasukkan dalam

kantong plastik dapat mengurangi resiko hipotermi namun juga tidak

menyebabkan sampai terjadi hipertermi. Penelitian ini sejalan

dengan penelitian yang dilakukan oleh Heni Hirawati Pranoto tahun

2018, adanya perbedaan signifikan rerata suhu BBLR sebelum dan

setelah diberikan metode kantong plastik dan metode ini efektif

untuk mencegah hipotermia pada BBLR.

c. Keuntungan Metode Kantong Plastik

Pemberian metode kantong plastik sangat efisien dan murah

dari segi biaya dan metode ini selama pemakaiannya tidak ada

penurunan dan peningkatan suhu yang melebihi ambang normal

36,5°C-37,5°C (Silalahi, 2017). Plastik polyethylene memiliki sifat

fleksibel, kedap air dan kedap udara, warnanya biasanya transparan

sehingga mudah untuk melakukan pemantauan pada bayi (Casman,

2018).

d. Langkah-langkah Metode Kantong Plastik

1) Plastik digunakan segera setelah bayi lahir tanpa membersihkan

tubuh bayi atau digunakan setelah tubuh bayi dibersihkan.

2) Bayi berplastik langsung diletakkan di bawah infant warmer.


39

3) Membersihkan kepala bayi.

4) Plastik dapat menggunakan plastik yang steril maupun non

steril/bersih.

5) Plastik menggunakan jenis polyethylene wrap (plastik yang

dililitkan ke tubuh bayi) atau vinil isolation bag (plastik yang

disarungkan ke tubuh bayi).

6) Plastik digunakan menutup seluruh area tubuh bayi sampai

dengan kepala atau hanya sampai leher.

(Casman, 2018)

Gambar 2.3 Kantong Plastik polyethylene


40

B. Kerangka Teori

Bagan 2.1 Kerangka Teori Termoregulasi pada BBLR

BBLR

Luas permukaan Ketidakmatangan Jaringan lemak


tubuh yang besar pusat pengaturan subkutan lebih
dibanding dengan suhu di otak tipis
berat badan

Konduksi

Kehilangan Konveksi
panas Evaporasi

Radiasi
Hipotermia

 Ruangan yang hangat (25°C)


 Bayi diletakkan di infant
warmer (penghangat bayi)
 Bayi diletakkan di inkubator
 Bayi tidak diletakkan di dekat
jendela / ventilasi

Kestabilan suhu
bayi 36,5 °C –
37,5°C

Sumber : (Maryunani & Nurhayati, 2009) ; (H. H. Pranoto & Windayanti, 2018)

Anda mungkin juga menyukai