Nit 22082300
Memoar Luka Dalam Novel "Jerit Rindu dari Lingko Bukit Rengge Lomba"
Karya Endang Moerdopo
Endang Moerdopo, Jerit Rindu Dari Lingko Bukit Rangge Komba, pertama kali diterbitkan
pada tahun 2018 oleh penerbit Pustakapedia. Ketika Endang Moerdopo tiba di Aceh pada tahun 2004
silam, tsunami dahsyat baru saja meluluhlantahkan provinsi yang populer disebut Tanah Rencong itu.
Endang datang ke Aceh untuk membantu Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi (BRR) untuk
membantu korban bencana mengatasi trauma mereka melalui keahliannya dalam terapi tari, serta
mengumpulkan data untuk tesis masternya di bidang sosiologi. Selama berada di Aceh, Endang yang
kini mengajar ilmu kesejahteraan sosial dan menjadi direktur sekolah pascasarjana di Fakultas Ilmu
Sosial dan Politik Widuri.
Mampukah kita bertahan tanpa alam ? yang bahkan kita tahu bahwa alam tanpa kita akan baik baik
saja ?, alam tanpa manusia akan selalu baik baik saja, manusia tanpa alam, apa jadinya ?
Endang Moerdopo adalah seorang pengarang Indonesia yang lahir di Yogyakarta pada 5 April
1968, Selain menulis novel Jerit Rindu dari Lingko Bukit Rengge Lomba. Endang Moerdopo juga
adalah salah seorang perempuan Indonesia yang memiliki ketertarikan dan kecintaan mendalam
terhadap tokoh Pahlawan Perempuan Aceh Laksamana Keumalahayati. Menteri Negara
Pemberdayaan Perempuan, Prof. Dr. Meutia Hatta Swasono dalam sambutan pada novel ini
menyebutkan bahwa Endang Moerdopo berhasil meramu fakta sejarah yang yang selama ini
terpendam menjadi suatu karya sastra yang bertema sejarah, yaitu sejarah Pahlawan Perempuan Aceh
Laksamana Keumalahayati.
Kelebihan novel menurut penulis dalam buku ini adalah pemakaian bahasa yang sederhana, hal
ini membuat pembaca lebih nyaman dalam menginterpretasikan makna cerita, selain penggunaan
bahasa yang sederhana, dalam novel ini merefleksikan kekhawatiran sosial sehingga novel ini
menyatu dengan orang orang yang merasa kekayaan sumber daya alamnya terus menerus di gerus
habis habisan, novel ini juga dibubuhi dengan cerita cinta sehingga dalam novel ini seorang pembaca
tidak merasa cepat bosan dengan isi dalam novel ini, hal ini juga merupakan kelebihan yang mencolok
dari novel ini yang mampu membawakan romansa dan perjuangan dalam satu koridor yang sama.
Kekurangan novel ini menurut hemat penulis adalah tata penulisan yang cukup berantakan, namun hal
tersebut memang sering terjadi di dalam novel novel yang ada, beberapa faktor adalah karena terlalu
terburu buru dalam penulisan di novel sehingga typo dan hal hal lain tidak diperhatikan secara
mendetail.
Sebagai kesimpulan novel ini adalah novel yang menurut hemat penulis adalah novel yang sarat
akan pesan moral dan tentu juga berkesan di hati penulis sendiri, selain sarat akan pesan moral, novel
ini adalah adaptasi kisah nyata yang membuat novel ini menjadi salah satu novel yang cocok
dimasukkan dalam katalog memori penulis sebagai novel yang paling menyayat hati. lebih dan
kurangnya dalam ulasan yang penulis berikan, penulis meminta maaf, sebab yang kurang hanyalah
saya, dan yang lebih adalah yang di atas, akhir kata penulis ucapkan terimakasih, semoga kita selalu
diberkati dari pada yang diatas.
Kita memang pernah salah. Tapi kita menyadari bahwa kita salah, oleh karenanya saat ini kita
harus berjuang untuk memperbaiki kesalahan agar menjadi benar. Maka sekarang kita bangkit,
bertahan untuk selalu benar … – [Mama Flora] dalam novel Jerit Rindu dari Lingko Bukit Rengge
Lomba