Anda di halaman 1dari 4

RIFA RACHMANIA

EXECUTIVE SUMMARY - 6
20/465121/PEK/26124

1. Redesigning Knowledge Work


Pada zaman sekarang, keunggulan kompetitif perusahaan timbul dari adanya
talent yang paling berkemampuan dan sulit untuk diduplikasi. Namun, permasalahannya
kurangnya pegawai yang memiliki skill tinggi baik dari sector publik, swasta dan sosial.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan McKinsey Global Institute menjelaskan bahwa
pada tahun 2020 diseluruh dunia terdapat kekurangan pegawai dengan skill tinggi,
pegawai berpendidikan tinggi sampai dengan 40 juta atau sekitar 13% dari permintaan.
Beberapa perusahaan melakukan berbagai cara dalam menghadapi isu
permasalahan tersebut salah satunya dengan mendefinisikan kembali pekerjaan dengan
nilai pengetahuan tinggi yang dapat membuat perusahaan mengatasi kekurangan
pegawai berkemampuan yang juga dapat mengurangi biaya dan meningkatkan job
satisfaction. Terdapat beberapa tahapan dalam mendesain ulang pekerjaan yang
membutuhkan pengetahuan untuk menyimpan kemampuan dan membuat perkiraan
detail terkait jumlah kemampuan yang dibutuhkan perusahaan untuk mengeksekusi
strategi di masa depan, yakni:
1. Identify the skills gap: melakukan penyimpanan skill dan membuat perkiraan
secara detail terkait jenis dan jumlah skill yang dibutuhkan perusahaan untuk
melakukan strateginya selama 5 tahun berikutnya atau lebih. Ketepatan dalam
mengidentifikasi skill apa yang harus dimiliki merupakan hal yang sangat
penting. Beberapa perusahaan saat ini fokus pada kompetensi dibandingkan
pekerjaan dalam mengevaluasi pegawainya.
2. Analyze how skills are utilized: Perusahaan melakukan beberapa tindakan
perubahan setelah mengidentifikasi skills gap, apakah melakukan rekrutmen
atau training, perubahan job roles, apakah ada sumber talent baru lainnya
yang dapat dipertimbangkan. Beberapa alat dalam menilai apakah perusahaan
secara efektif meningkatkan kemampuan talentnya:
a. Time allocation survey: dokumentasi terkait seberapa waktu yang
dibutuhkan seseorang untuk menyelesaikan tugasnya.
b. Social network analysis: metode kuantitatif untuk menggambarkan
interaksi informal antara orang-orang dalam organisasi.
c. Analysis of outcomes or value: digunakan untuk menghitung keefektifan
dari kontributor atau proses tertentu.
3. Redefine jobs: Menggunakan hasil skills-gap analysis untuk mendefinisikan
kembali pekerjaan yang membutuhkan ahli untuk mengerjakan tugas sesuai
dengan skill khusus yang dibutuhkannya.
4. Rewire processes for talent and knowledge management: perusahaan
mengimplementasikan solusi dalam proses dan budaya dalam perusahaan
serta mengintegrasikan spesialis dan provider eksternal dalam bisnis
RIFA RACHMANIA
EXECUTIVE SUMMARY - 6
20/465121/PEK/26124

2. Social Intelligence and the Biology of Leadership


Seorang pemimpin membutuhkan social skills dalam menjalankan perannya salah
satunya memiliki social intelligence. Social intelligence adalah sekumpulan kompetensi
interpersonal yang dibangun pada alur saraf (neural circuit) spesifik yang berhubungan
dengan sistem endokrin yang efektif untuk mempengaruhi orang lain. Penelitian
menemukan adanya mirror neurons diarea otak dimana otak kita bereaksi (mirroring)
terhadap apa yang orang lain lakukan. Miror neuron penting bagi organisasi karena emosi
dan aksi pemimpin akan mempengaruhi perasaan dan keinginan dari bawahannya. Efek
dari pengaktifan neural circuit otak bawahan sangat bermanfaat. Atasan yang kurang
humoris dan sangat terkontrol/kaku menyebabkan keterikatan bawahannya rendah
dibandingkan dengan jika memiliki atasan yang humoris dan mudah bergaul. Hal tersebut
menyebabkan suasana tim yang dekat sehingga mempengaruhi kinerja dalam
pekerjaannya.
Pemimpin yang baik biasanya memiliki insting yang bagus sehingga dapat
bernegoisasi ditengah kompetisi dengan baik. Penelitian menemukan adanya spindels
cells yakni sekumpulan sel yang memiliki koneksi sangat cepat antara emosi, kepercayaan
dan penilaian yang akan menghasilkan petunjuk system social. Selain itu, terdapat
oscillators yang merupakan saraf untuk mengkoordinasikan secara fisik dengan mengatur
bagaimana tubuh bergerak bersama.
Terdapat perbedaan besar dalam kinerja pihak yang social intelligent dengan
unintenlligent. Berdasarkan penelitian menemukan bahwa atasan dengan social
intelligent kinerjanya lebih baik jika dibandingkan dengan yang memiliki emotional
unintelligence. Dalam menilai tingkat social intelligence dari atasan, maka dapat dinilai
dari beberapa dimensi berikut:
1. Empathy
Apakah atasan mengerti apa saja motivasi orang lain dengan perbedaan
background; Apakah sensitif terhadap kebutuhan orang lain
2. Attunement
Apakah atasan mendengarkan secara seksama tetntang perasaaan orang lain;
Apakah atasan dipengaruhi mood orang lain
3. Organizational Awareness
Apakah atasan menghargai budaya dan nilai organisasi?; Apakah atasan
memahami jaringan social dan mengetahui norma tak tertulis
4. Influence
Apakah atasan mempengaruhi orang lain unruk terikat pada mereka dalam
diskusi dan menarik kepentingan pribadinya; Apakah mendapatkan dukungan
dari pihak kunci
5. Developing Other
Apakah dapat menjadi pelatih dan mentor serta berkomitmen untuk
menginvestasikan waktu dan tenaganya
RIFA RACHMANIA
EXECUTIVE SUMMARY - 6
20/465121/PEK/26124

6. Inspiration
Apakah mengartikulasikan visi, membangun kebanggaan grup dan mendorong
emosional yang positif
7. Teamwork
Apakah mendukung adanya kerjasama; Apakah ada masukan dari setiap orang
dalam tim

3. Rob Parson at Morgan Stanley (A)


Paul Nasr adalah seorang senior managing director di perusahaan jasa pasar
modal, Morgan Stanley. Nasr sedang menganalisa hasil evaluasi kinerja salah seorang
producer, Rob Parson. Hasil evaluasi kinerja Parson buruk disebabkan permasalahan
interpersonal dimana Parson sulit untuk bekerja dalam tim, tidak sabar dan berlidah
tajam. Hal tersebut membuat Nasr bingung karena Parson memiliki kemampuan untuk
menghasilkan pendapatan bagi perusahaan, namun memiliki hasil evaluasi kinerja buruk
sehingga sulit untuk dipromosikan.
Morgan Stanley memiliki misi dimana membangun SDM perusahaan yang
merupakan keunggulan kompetitifnya melalui lingkungan yang mendukung teamwork
dan inovasi, membangun dan memanfaatkan kemampuan SDM secara maksimal, serta
dengan memperlakukan mereka dengan hormat dan menghargai. Budaya perusahaan
Morgan Stanley sangat peduli atas integritas dari proses kerja serta peduli atas
franchisenya.
Nasr ingin memperluas pasar dengan menyediakan jasa finansial seperti bank dan
asuransi sehingga Nasr merekrut Parson untuk membantu tujuannya tersebut. Nasr
melihat potensi besar Parson yang enerjik dan berjiwa wirausahawan serta memiliki
pengalaman di lembaga keuangan sebelumnya. Parson telah membangun hubungan yang
kuat dengan pemain penting dalam industry perbankan dan asuransi. Dalam bekerja,
Parson seringkali tidak sesuai dengan prosedur (memotong/mempercepat proses) untuk
menyesuaikan dengan kebutuhan klien yang membutuhkan waktu cepat dalam
bertransaksi. Sebelum adanya Parson, Morgan Stanley berada di peringkat 10 dalam
industry dengan market share sekitar 2% dan akibat Parsin mendapatkan klien besar
sehingga meningkatkan pendapatan perusahaan, Morgan Stanley meningkat ke posisi 3
dengan market share sebesar 12.2%.
Morgan Stanley menggunakan metode evaluasi kinerja 360o dimana penilaian
kinerja dilakukan oleh atasan, bawahan dan teman kerja agar menghasilkan feedback
yang lebih komprehensif agar pegawai dapat meningkatkan kemampuannya di 4 area,
yakni Pasar/ Kemampuan Profesional, Manajemen dan Keefektifan Kepemimpinan,
Orientasi Komersial dan Teamwork/One Firm Contribution. Penilai akan memberikan
komentar secara detail dalam proses penilaian kinerja tersebut.
RIFA RACHMANIA
EXECUTIVE SUMMARY - 6
20/465121/PEK/26124

4. Competing on Talent Analytics


Perusahaan meningkatkan metode analisa pegawai untuk meningkatkan
keunggulan kompetitifnya. Hal tersebut diperlukan untuk mempertahankan top talent,
meningkatkan produktifitas dan keterikatan pegawai karena pegawai adalah aset utama
perusahaan.
Analisa talent tidak terlalu berbeda dengan menganalisa pelanggan atau supply
chain management. Terdapat 6 macam analisa dalam mengatur SDM yakni:
1. Human-capital facts, yakni fakta tunggal terkait kinerja individual dan data
tingkat perusahaan seperti jumlah pegawai, tingkat pemanfaatan pegawai,
turnover dan perekrutan.
2. Analytical HR, yakni mengumpulkan dan mengelompokan data untuk
meningkatkan pemahaman terkait fungsi atau departemen yang spesifik.
Analytical HR mengintegrasikan data kinerja individu sebagai pencapaian
personal dengan HR process metrics seperti biaya dan waktu serta Outcome
metrics seperti keterikatan dan retention.
3. Human capital investment analysis, membantu organisasi memahami
tindakan yang memiliki dampai terbesar dalam kinerja bisnisnya.
4. Workforce forecast, menganalisa turnover, rencana suksesi dan data peluang
bisnis untuk mengidentifikasi potensi kekurangan atau kelebihan dari
kapabilitas kunci sebelum hal tersebut terjadi. Workforce forecast bisa
digunakan untuk mengembangkan pegawai pada area kunci pengembangan
atau untuk mengidentifikasi resiko knowledge management untuk pegawai
pension sebelum mereka keluar kepada manager.
5. The talent value model, perusahaan menggunakan analisa untuk menilai
pegawai yang paling bernilai dan membuat model untuk meningkatkan tingkat
retention. Model tersebut dapat membantu manajer mendesain insentif
berdasarkan kinerja tiap individu, menilai apakah harus menyamakan
penawaran seperti pesaing atau menentukan untuk mempromosikan
pegawai.
6. The talent supply chain, dapat membantu perusahaan menentukan
permintaan terkait talent secara real time mengoptimalkan jadwal kerja toko
ritel pada hari berikutnya, berdasarkan perkiraan penerimaan dan pola kinerja
penjualan individu, hingga perkiraan volume call center dan memungkinkan
staf per jam anggota untuk pulang lebih awal jika diperkirakan akan turun. Ini
memerlukan data berkualitas tinggi, analisis ketat, dan integrasi talent
management dan proses organisasi lainnya.

Anda mungkin juga menyukai