Anda di halaman 1dari 51

MAKALAH

PANCASIAL SEBAGAI IDEOLOGI NASIONAL

DISUSUN OLEH:

GHINA NURZANAH ( 211030690073 )

02RKMP002 ( 2B )

PRODI REKAM MEDIS INFORMASI KESEHATAN

DOSEN PEMBIMBING ( SRI HARYANTO S.PD., M.M )

STIKES WIDYA DHARMA HUSADA TANGERANG

TAHUN AJARAN 2022/2023

PROVINSI BANTEN

1
Kata Pengantar
Alhamdulillah, Puji dan Syukurkehadiran Allah SWT. yang telah memberi
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini yang
berjudul “Pancasial sebagai Idiologi Nasional”.

Makalah disusun atas dasar memenuhi tugas mata kuliah


Kewarganegaraan. Selain itu, makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan
tentang Pancasial sebagai Idiologi Nasional bagi penulis dan pembaca khususnya
para mahasiswa/i jurusan Rekam Medis.

Saya ucapkan terimakasih kepada dosen pebimbing Pak Sri Haryanto


selaku dosen pembimbing mata kuliah kewarganegaraan. Saya ucapkan juga
terimakasih kepada para pihak yang terlibat. Saya menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kata sempurna baik dari segi teknik penilisan maupun segi materi.
Oleh sebab itu, saya berharap untuk tanggapan, kritik dan sarannya atas makalah
yang saya kerjakan.

Tangerang, 31 Maret 2022

Penyusun

Ghina Nurzanah

2
Daftar Isi

Cover........................................................................................................................1
Kata Pengantar.........................................................................................................2
Daftar Isi..................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................4
1.1 Latar Belakang..........................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................5
1.3 Tujuan........................................................................................................5
1.4 Manfaat......................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................6
2.1 Pengertian Asal Mula Pancasila................................................................6
2.2 Lahirnya Pancasila: Sejarah Sebuah Ide Bangsa.......................................7
2.3 Sejarah dan Perkembangan Pancasila sebagai Ideologi Bangsa Indonesia
11
2.4 Filsafat Pancasila.....................................................................................14
2.5 Pancasila Sebagai Sumber Filsafat Bangsa Dan Negara Indonesia........19
2.6 Fungsi Pancasila Sebagai Ideologi Bernegara.........................................21
2.7 Pancasila Sebagai Ideologi Negara.........................................................25
2.8 Pancasila sebagai Dasar Negara..............................................................29
2.9 Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa...........................................29
2.10 Pancasila sebagai Kepribadian Bangsa...................................................29
2.11 Nilai-Nilai Keseimbangan Hukum Dalam Perspektif Pancasila.............29
2.12 Perkembangan Ideologi Pancasila pada Masa Orde Lama.....................34
2.13 Perkembangan Ideologi Pancasila pada Masa Orde Baru.......................37
2.14 Perkembangan Ideologi Pancasila pada Era Reformasi..........................42
2.15 Reformasi dengan Paradigma Pancasila..................................................46
BAB III PENUTUP...............................................................................................48
3.1 Kesimpulan..............................................................................................48
3.2 Saran........................................................................................................48
Daftar Pustaka........................................................................................................50

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa sebenarnya merupakan
perwujudan dari nilai-nilai budaya milik bangsa sendiri yang diyakini
kebenarannya. Pancasila digali dari budaya bangsa yang sudah ada, tumbuh, dan
berkembang berabad-abad lamanya. Oleh karena itu, Pancasila adalah khas
milik bangsa Indonesia sejak keberadaannya sebagai sebuah bangsa. Pancasila
merangkum nilai-nilai yang sama yang terkandung dalam adat-istiadat,
kebudayaan, dan agama yang ada di Indonesia. Dengan demikian, Pancasila
sebagai pandangan hidup mencerminkan jiwa dan kepribadian bangsa
Indonesia.

Pancasila adalah ideologi dasar bangsa Indonesia, yaitu sebagai nilai-nilai


yang mendasari segala aspek kehidupan bermasyarakat rakyat Indonesia.
Pancasila terdiri dari lima sendi utama, yaitu: (1) Ketuhanan Yang Maha Esa;
(2) Kemanusiaan yang adil dan beradab; (3) Persatuan Indonesia; (4)
Kerakyatan yang dipimpin oleh khidmat kebijaksaan dalam permusyawaratan
perwakilan; dan (5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pancasila yang lahir pada tanggal 1 Juni 1945 ini resmi ditetapkan sebagai
dasar Negara Indonesia dan masih terus digunakan hingga saat ini.
Penerapannya berbeda sesuai dengan masa yang ada. Di setiap masa, Pancasila
mengalami perkembangan terutama dalam mengartikan Pancasila itu sendiri.
Dalam masa-masa tersebut, terdapat banyak hal yang belum relevan dalam
penerapan nilai-nilai luhur Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia. Banyak
penyimpangan yang terjadi.

4
Oleh karena itu, menarik rasanya untuk dibahas mengenai sejarah Pancasila
sebagai ideologi bangsa Indonesia serta perkembangan ideologi Pancasila pada
masa Orde Lama, pada masa Orde Baru, dan pada Era Reformasi

1.2 Rumusan Masalah


1. Pengertian Asal Mula Pancasila
2. Lahirnya Pancasila Sejarah sebuah Ide Bangsa
3. Sejarah dan Perkembangan Pancasila sebagai Ideologi Bangsa Indonesia
4. Pancasila sebagai Sumber Filsafat Bangsa dan Negara Indonesia
5. Fungsi Pancasila sebagai Ideologi Bernegara
6. Pancasila sebagai Ideologi negara
7. Pancasila sebagai Dasar Negara
8. Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa
9. Pancasila sebagai Kepribadian Bangsa
10. Nillai-Nilai Keseimbangan Hukum Dalam Presfektif Pancasila
11. Perkembangan Ideologi Pancasila pada Masa Orde Lama
12. Perkembangan Ideologi Pancasila pada Masa Orde Baru
13. Perkembangan Ideologi Pancasila pada Era Reformasi
14. Reformasi dengan Paradigma Pancasila

1.3 Tujuan
1. Agar dapat menegetahui ap aitu ideologi Pancasila
2. Agar tau isi dari ideologi Pancasila
3. Agar tahu ideologi itu bisa buat apa saja

1.4 Manfaat
1. Dapat diterapkan dalam hidup sehari hari
2. Dapat dikembangkan dalam kehidupan sehari-hari
3. Dapat diketahui oleh diri sendiri

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Asal Mula Pancasila


Pancasila sebagai dasar filsafat serta ideologi bangsa dan Negara indonesia,
bukan terbentuk secara mendadak serta bukan hanya diciptakan oleh seorang
sebagai mana yang terjadi pada ideology ideologi lain di dunia. Namun
terbentuknya pancasila melalui proses yang cukup panjang dalam sejarah
bangsa Indonesia.

Oleh karena itu agar kita memiliki pengetahuan yang lengkap tentang proses
terjadinya pancasila , maka secara ilmiah harus ditinjau berdasrkan proses
kausalitas. Maka secara kausalitas asal mula pancasila dibagikan atas dua
macam yaitu : asal mula yang langsung dan asal mula yang tidak langsung.
Adapun pengertian asal mula tersebut adalah sebagai berikut:

Pancasila sebagai dasar filsafat serta ideology bangsa dan negara Indonesia
bukan terbentuk secara mendadak, namun melalui proses yang cukup panjang
dalam sejarah bangsa Indonesia. Secara kausalitas Pancasila sebelum disyahkan
menjadi dasar filsafat negara dan berasal dari bangsa Indonesia sendiri, yang
berupa adapt istiadat, religius dan kebudayaan. Kemudian para pendiri negara
secara musyawarah, anatara lain sidang BPUPKI pertama, Piagam Jakarta.
Kemudian BPUPKI kedua, setelah kemerdekaan sebelum sidang PPKI sebagai
dasar filsafat negara RI. Asal mula Pancasila dibedakan menjadi 2 macam, yaitu
asal mula yang langsung dan tidak langsung.

1. Asal Mula Langsung

Asal mula yang langsung terjadinya Pancasila sebagai dasar filsafat


negara, yaitu asal mula yang sesudah dan menjelang Proklamasi kemerdekaan.
Rincian asal mula langsung Pancasila menurut notonagoro, yaitu :

6
a) Asal Mula Bahan (Kausa Materialis)

Nilai-nilai yang merupakan unsur-unsur Pancasila digali dari Bangsa


Indonesia yang berupa adat-istiadat, religius. Dengan demikian pada bangsa
Indonesia sendiri yang terdapat dalam kepribadiandan pandangan hidup.

b) Asal Mula Bentuk (Kausa Formalis)

Bentuk Pancasila dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945. Asal


mulanya adalah Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta serta anggota BPUPKI.

c) Asal Mula Karya (Kausa Efisien)

Asal mula dengan menjadikan Pancasila dari calon dasar negara menjadi
dasar negara yang sah.

d) Asal Mula Tujuan (Kausa Finalis)

Tujuannya : untuk dijadikan sebagai dasar negara. Para anggota BPUPKI


dan Soekarno – Hatta yang menentukan tujuan dirumuskannya Pancasila
sebelum ditetapkan oleh PPKI.

2. Asal Mula Tidak Langsung

Adalah asal mula yang terdapat pada kepribadian serta dalam pandangan
sehari-hari bangsa Indonesia perincian asal mula tidak langsung :

a. Unsur-unsur Pancasila tersebut sebelum secara langsung dirumuskan


menjadi dasar filsafat negara. Nilai-nilainya yaitu Ketuhanan,
Kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan.
b. Nilai-nilai tersebut terkandung dalam pandangan hidup masyarakat
Indonesia sebelum membentuk negara. Nilai-nilainya yaitu adat istiadat,
kebudayaan dan religius. Nilai-nilai tersebut menjadi pedoman
memecahkan problema.
c. Asal mula tidak langsung Pancasila pada hakikatnya bangsa Indonesia
sendiri (Kausa Materealis).

2.2 Lahirnya Pancasila: Sejarah Sebuah Ide Bangsa

7
Istilah Pancasila sudah dikenal sejak zaman Sriwijaya dan Majapahit dimana
nilai-nilai yang terkandung didalam Pancasila sudah diterapkan dalam
kehidupan kemasyarakatan maupun kenegaraan meskipun sila-silanya belum
dirumuskan secara konkrit. Istilah Pancasila telah dikenal sejak zaman
Majapahit sebagaimana tertulis dalam buku Negara Kertagama karangan Mpu
Prapanca dan buku Sutasoma karangan Mpu Tantular. Dalam buku Sutasoma
karangan Mpu Tantular, istilah Pancasila mempunyai arti berbatu sendi yang
lima, pelaksanaan kesusilaan yang lima. Istilah Pancasila sendiri berasal dari
bahasa Sansekerta yaitu Panca berarti lima dan Sila berarti dasar atau asas.

Sejarah lahirnya Pancasila di era modern berawal dari pemberian janji


kemerdekaan kepada bangsa Indonesia oleh Perdana Menteri Jepang saat itu,
yaitu Kuniaki Koiso pada tanggal 7 September 1944. Dari janji tersebut,
Pemerintah Jepang kemudian membentuk apa yang disebut Dokuritsu Junbi
Cosakai atau dalam istilah Indonesia sering digunakan istilah BPUPK (Badan
Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan) yaitu pada tanggal 29 April
1945. Dan pada tanggal 1 Maret 1945 BPUPK diresmikan oleh pemerintah
Jepang dan diketuai oleh Dr. KRT. Radjiman Wedyodiningrat. Pembentukan
BPUPK bertujuan menjalankan tugas menyelidiki hal-hal yang berkaitan
dengan usaha pembentukan Indonesia merdeka yang berhubungan dengan segi
politik, ekonomi, hukum serta tata pemerintahan

BPUPK selama tugas mempersiapkan kemerdekaan Indonesia, mangadakan


sidang umum sebanyak dua kali, yaitu sidang umum pertama diselenggarakan
pada tanggal 29 Mei 1945 – 1 Juni 1945. Sedangkan sidang umum kedua
diselenggarakan pada tanggal 10 Juli 1945 – 11 Juli 1945. Pada sidang umum
pertama membahas mengenai hal yang berkaitan dengan persiapan
kemerdekaan. Salah satunya adalah mengenai dasar negara Indonesia merdeka.
Ini merupakan permintaan dari ketua sidang yang meminta para peserta sidang
untuk mengemukakan usul mengenai filosofische grondslag atau dasar falsafah
Negara Indonesia merdeka yang akan dibentuk.

8
Ada tiga tokoh yang mengemukakan pandangannya tentang dasar negara,
yaitu Muhammad Yamin, Soepomo dan Soekarno. Sementara anggota BPUPK
yang lain merasa keberatan untuk menyampaikan pandangannya karena
khawatir bahwa pembicaraan akan menjadi debat filosofis yang tidak konkrit,
dan hanya menunda-nunda kenyataan Indonesia merdeka (Hatta, Pengertian
Pancasila, 1977). Pidato Muhammad Yamin (tanggal 29 Mei 1945) yang
berjudul Asas dan Dasar Negara Kebangsaan Repulik Indonesia menjadi cukup
penting.

Dalam pidatonya Muhammad Yamin membagi dalam lima hal yaitu

1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri kerakyatan; dan
5. Kesejahteraan rakyat.

Sementara itu berkenaan dengan dasar negara, Soepomo (pidato tanggal 31


Mei 1945) menyatakan bahwa pertanyaan mengenai dasar negara pada
hakekatnya adalah pertanyaan tentang cita-cita negara (staatsidee). Soepomo
mengatakan bahwa dalam pembentukan negara harus disesuaikan denggan
riwayat hukum dan lembaga social serta riwayat dan corak masyarakat
Indonesia yang integralistik. Soepomo tidak mengusulkan mengenai dasar
falsafah negara Indonesia merdeka, melainkan beliau mengusulkan mengenai
aliran bagi negeri Indonesia merdeka, yaitu aliran atau faham integralistik.

Sedangkan Pidato Soekarno yang disampaikan pada tanggal 1 Juni 1945


memunculkan nama Pancasila. Sehingga sering dikatakan bahwa Soekarno
pencipta Pancasila. Mengenai dasar negara Indonesia merdeka yang disebut
sebagai philosofische Grondslag atau weltfanschauung,

Soekarno mengusulkan adanya lima dasar yaitu:

1. Dasar kebangsaan
2. Dasar internasionalisme

9
3. Dasar mufakat, dasar perwakilan dan dasar permusyawaratan
4. Dasar kesejahteraan; dan
5. Dasar ketuhanan.

Ketiga usulan dari M.Yamin, Soepomo dan Soekarno tersebut dilakukan


pembahasan lebih lanjut dalam sidang BPUPK yang kemudian membentuk
panitia kecil yang berjumlah sembilan orang yang diketuai oleh Soekarno.
Panitia tersebut yang sering disebut sebagai Panitia Sembilan yang terdiri dari
tokoh bangsa yang berasal dari golongan nasionalis dan golongan Islam.
Adapun kesembilan tokoh bangsa tersebut adalah Ir. Soekarno, Drs. Mohammad
Hatta, Mr. AA. Maramis, Mr. Muhammad Yamin, Abikusno Tjokrosujoso,
Abdul Kahar Muzakir, H. Agus Salim, Mr. Achmad Soebardjo, dan KH.
Wachid Hasyim.

Salah satu yang dihasilkan oleh Panitia Sembilan adalah Rancangan


Mukadimah (pembukaan) Undang-Undang Dasar. Rancangan mukadimah
tersebut kemudian oleh Muhammad Yamin dinamakan dengan Piagam Jakarta
(Jakarta Charter).

Dalam Piagam Jakarta tersebut dirumuskan pula dasar negara, yaitu


Pancasila yang meliputi:

1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-


pemeluknya
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawarat perwakilan; dan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Namun rumusan Pancasila dalam Piagam Jakarta yang diusulkan oleh


Panitia Sembilan mendapatkan penolakan dari utusan Indonesia bagian timur,
yaitu mengenai rumusan sila yang pertama. Penolakan tersebut disampaikan
oleh Mohammad Hatta disidang pleno PPKI yang kemudian dicoretnya delapan

10
kata “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemelukpemeluknya”
dibelakang kata ketuhanan. Dan diganti dengan kalimat “Yang Maha Esa”.

Dengan diterimanya preambul atau pembukaan UUD 1945 pada tanggal 18


Agustus 1945, maka rumusan Pancasila dalam preambul menjadi

1. Ketuhanan Yang Maha Esa


2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawarat perwakilan; dan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dengan telah disahkannya UUD 1945 oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus
1945, maka Pancasila juga telah secara sah dan resmi dijadikan sebagai dasar
negara.

2.3 Sejarah dan Perkembangan Pancasila sebagai Ideologi Bangsa Indonesia


Pengertian Pancasila sebagai ‘ideologi negara’ adalah nilai-nilai yang
terkandung di dalam Pancasila menjadi cita-cita normatif di dalam
penyelenggaraan negara. Secara luas, pengertian Pancasila sebagai ideologi
Negara Indonesia adalah visi atau arah dari penyelenggaraan kehidupan
berbangsa dan bernegara di Indonesia, yaitu terwujudnya kehidupan yang
menjunjung tinggi ketuhanan, nilai kemanusiaan, kesadaran akan kesatuan,
berkerakyatan, serta menjunjung tinggi nilai keadilan.

Keputusan bangsa Indonesia mengenai Pancasila sebagai ideologi negara


tercantum dalam Ketetapan MPR Nomor 18 Tahun 1998 tentang Pencabutan
dari Ketetapan MPR Nomor 2 Tahun 1978 mengenai Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila dan Penetapan tentang Penegasan Pancasila sebagai
Dasar Negara. Pada Pasal 1 Ketetapan MPR tersebut menyatakan bahwa
Pancasila sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
1945 adalah dasar negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
yang harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara. Dari

11
ketetapan MPR tersebut dapat diketahui bahwa di Indonesia kedudukan
Pancasila adalah sebagai ideologi negara, selain kedudukannya sebagai dasar
negara.

Pancasila sebagai ideologi negara yang berarti sebagai cita-cita bernegara


dan sarana yang mempersatukan masyarakat perlu perwujudan yang konkret dan
operasional aplikatif, sehingga tidak hanya dijadikan slogan belaka. Dalam
Ketetapan MPR tersebut dinyatakan bahwa Pancasila perlu diamalkan dalam
bentuk pelaksanaan yang konsisten dalam kehidupan bernegara.

Pada awalnya, konsep Pancasila dapat dipahami sebagai common platform


atau platform bersama bagi berbagai ideologi politik yang berkembang saat itu
di Indonesia. Pancasila merupakan tawaran yang dapat menjembatani perbedaan
ideologis di kalangan anggota BPUPKI. Pancasila dimaksudkan oleh Soekarno
pada waktu itu yaitu sebagai asas bersama agar dengan asas itu seluruh
kelompok yang terdapat di Indonesia dapat bersatu dan menerima asas tersebut.

Menurut Adnan Buyung Nasution, telah terjadi perubahan fungsi Pancasila


sebagai ideologi negara. Pancasila sebenarnya dimaksudkan sebagai platform
demokratis bagi semua golongan di Indonesia. Perkembangan doktrinal
Pancasila telah mengubahnya dari fungsi awal Pancasila sebagai platform
bersama bagi ideologi politik dan aliran pemikiran sesuai dengan rumusan
pertama yang disampaikan oleh Soekarno menjadi ideologi yang komprehensif
integral. Ideologi Pancasila menjadi ideologi yang khas, berbeda dengan
ideologi lain.

Pernyataan Soekarno ini menjadi jauh berkembang dan berbeda dengan


pernyataan yang disampaikan oleh Notonagoro. Beliau melalui interpretasi
filosofis memberi status ilmiah dan resmi tentang ideologi bagi masyarakat
Indonesia, yang pada mulanya Pancasila sebagai ideologi terbuka sebuah
konsensus politik menjadi ideologi yang benar-benar komprehensif. Interpretasi
ini berkembang luas, masif, dan bahkan monolitik pada masa pemerintahan
Orde Baru.

12
Pancasila dilihat dari sudut pandang politik merupakan sebuah konsensus
politik, yaitu suatu persetujuan politik yang disepakati bersama oleh berbagai
golongan masyarakat di Negara Indonesia. Dengan diterimanya Pancasila oleh
berbagai golongan dan aliran pemikiran, maka mereka bersedia bersatu dalam
negara kebangsaan Indonesia. Dalam istilah politiknya, Pancasila merupakan
common platform masyarakat Indonesia yang plural. Sudut pandang politik ini
teramat penting untuk bangsa Indonesia sekarang ini. Jadi, sebenarnya
perkembangan Pancasila sebagai doktrin dan pandangan dunia yang khas tidak
menguntungkan kalau dinilai dari tujuan mempersatukan bangsa.

Banyak para pihak yang sepakat bahwa Pancasila sebagai ideologi negara
merupakan kesepakatan bersama, common platform, dan nilai integratif bagi
bangsa Indonesia. Kesepakatan bersama bahwa pancasila sebagai ideologi
negara inilah yang harus kita pertahankan dan ditumbuhkembangkan dalam
kehidupan bangsa yang plural ini.

Berdasarkan uraian di atas, maka makna Pancasila sebagai ideologi bangsa


dan Negara Indonesia yaitu:

1. Nilai-nilai dalam Pancasila dijadikan sebagai cita-cita normatif dari


penyelenggaraan bernegara di Indonesia.
2. Nilai-nilai dalam Pancasila merupakan nilai yang telah disepakati bersama
dan oleh karenanya menjadi salah satu sarana untuk menyatukan
masyarakat Indonesia.

Perwujudan Pancasila sebagai ideologi negara yang berarti menjadi cita-cita


penyelenggaraan bernegara terwujud melalui Ketetapan MPR Nomor 7 Tahun
2001 mengenai Visi Indonesia Masa Depan. Dalam Ketetapan MPR tersebut
menyatakan bahwa Visi Indonesia Masa Depan terdiri atas tiga visi, yaitu:

1. Visi ideal, yaitu cita-cita luhur bangsa Indonesia sebagaimana


dimaksudkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 pada alinea kedua dan
alinea keempat.

13
2. Visi antara, yaitu visi bangsa Indonesia yang berlaku sampai dengan tahun
2020.
3. Visi lima tahunan, yaitu sebagaimana dimaksudkan dalam Garis-garis
Besar Haluan Negara (GBHN).

Menurut Hamdan Mansoer, mewujudkan bangsa yang religius, manusiawi,


demokratis, bersatu, adil dan sejahtera pada dasarnya merupakan upaya
menjadikan nilai-nilai Pancasila sebagai cita-cita bersama. Bangsa yang
demikian merupakan ciri dari masyarakat madani Indonesia. Sebagai suatu cita-
cita, nilai-nilai Pancasila diambil dimensi idealismenya. Sebagai nilai-nilai
ideal, penyelenggaraan negara hendaknya berupaya bagaimana menjadikan
kehidupan bernegara Indonesia ini semakin dekat dengan nilai-nilai ideal
tersebut.

Nilai integratif Pancasila mengandung makna bahwa Pancasila dijadikan


sebagai sarana pemersatu dalam masyarakat dan prosedur penyelesaian konflik.
Masyarakat Indonesia telah menerima Pancasila sebagai sarana pemersatu, yang
artinya sebagai suatu kesepakatan bersama bahwa nilai-nilai yang terkandung di
dalamnya disetujui sebagai milik bersama. Pancasila dijadikan semacam social
ethic dalam masyarakat yang heterogen.

2.4 Filsafat Pancasila


a. Pengertian Filsafat

Bangsa Indonesia mengenal kata filsafat dari bahasa Arab falsafah. Secara
Etimologis kata filsafat berasal dari bahasa yunani Philosophia dan philoso-
Phos. Philos/Philein (shabat/cinta) dan Sophia/sophos (pengetahuan yang
bijaksana / hikmah-kebijaksanaan.) Bertens, 2006. Menurut Burhanudin Salam
(1983), filsafat adalah sistem kebenaran tentang segala sesuatu yang
dipersoalkan sebagai hasil dari pada berfikir secara radikal, sistematis, dan
universal.

b. Landasan Filsafat Pancasila

14
Kekokohan suatu bangsa tergantung dari keyakinan bangsa tersebut terhadap
nilai-nilai luhur bangsanya. Bagi bangsa Indonesia nilai-nilai luhur tersebut
terkristalisasi dan terakumulasi dalam filsafat Pancasila yang merupakan karya
Bapak Bangsa (Founding Fathers) yang tak ternilai. Filsafat Pancasila
merupakan renungan jiwa yang dalam, berlandaskan pada ilmu pengetahuan dan
pengalaman yang luas yang harmonis sebagai satu kesatuan yang bulat dan utuh.

a. Landasan Etimologis

Secara etimologis Pancasila berasal dari bahasa Sansakerta yang ditulis


dalam huruf Dewa Nagari . Makna dari Pancasila ada 2(dua). Pertama panca
artinya lima dan Syila (huruf I pendek) artinya baru sendi, Jadi Pancasyila
berarti berbatu sendi yang bersendi lima. Kedua Panca artinya lima Syiila
(huruf I panjang) artinya perbuatan yang senonoh/ normatif Pancasyiila berarti
lima perbuatan yang senonoh/normatif, perilaku yang sesuai dengan norma
kesusilaan. (Saidus Syahar 1975)

b. Landasan historis

Secara historis Pancasila dikenal secara tertulis oleh bangsa Indonesia


sejak abad ke XIV pada zaman Majapahit yang tertulis pada 2 (dua) buku
yaitu Sutasoma dan Nagara Kertagama. Buku Sutasoma yang ditulis oleh Mpu
Tantular tercantum dalam Panca Syiila Krama yang merupakan 5 (lima)
pedoman yaitu:

 Tidak boleh melakukan kekerasan


 Tidak boleh mencuri
 Tidak boleh dengki
 Tidak boleh berbohong
 Tidak bolehmabuk

Buku Negara Kertagama ditulis oleh Mpu Prapanca tercantum pada sarga
53 bait 2 (dua) sebagai berikut : Yatnag gegwani Pancasyiila kertasangkara
bhiseka karma. Selama berabad-abad bangsa Indonesia tidak mendengar lagi

15
kata Pancasila, baru pada tanggal 1 Juni 1945 pada rapat Badan Penyelidik
Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) I, yang berlangsung
mulai 29 Mei – 1 Juni 1945 kata Pancasila digemakan kembali oleh Bung
Krno untuk memenuhi permintaan ketua BPUPKI dr. Rajiman
Wedyodiningrat dasar Negara Indonesia merdeka. Pancasila yang
disampaikan Bung Karno sebagai Berikut:

 Kebangsaan Indonesia atau nasionalisme,


 Internasionalisme atau Perikemanusiaan,
 Mufakat atau Demokrasi,
 Kesejahteraan Sosial, dan
 Ketuhanan yang Berkebudayaan.

Pancasila menurut Bung Karno dapat diperas menjadi TRISILA, yaitu:


Sila Pertama dan kedua menjadi Sosio Nasionalisme. Sila ke tiga dan keempat
menjadi Sosio Demokrasi dan Ketuhanan. Trisila masih bisa diperas menjadi
EKASILA yaitu GOTONG ROYONG (Wedyodiningrat, 1947)

Pancasila rumusan Bung Karnodikaji anggota panitia lainnya dan


dirumuskan kembali pada tanggal 22 Juni 1945 yang dikenal sebagai
PIAGAM JAKARTA, oleh Muhammad Yamin disebut JAKARTA
CHARTER.

Sila-sila Pancasila dalam Piagam Jakarta:

1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syare’at Islam bagi pemeluk-


pemeluknya. Menurut dasar
2. Perikemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan / perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Piagam Jakarta ini dirumuskan dan ditanda tangani oleh 9 orang yaitu :

16
1. Ir. Soekarno (Bung Karno)
2. Drs. Mohamad Hatta (Bung Hatta)
3. Mr. A.A Maramis
4. Abikoesno tjokrosoejoso
5. Abdoel Kahar Moezakir
6. H. Agoes Salim
7. Mr. Achmad Soebarjo
8. Wachid Hasyim
9. Mr. Mohamad Yamin. (Ismaun, 1978; Kansil, 1968)

Pada waktu diundangkan UUD’45 tanggal 18 Agustus 1945 rumusan


Pancasila Berbeda dengan yang tercantum pada Piagam Jakarta. Rumusan
tersebut menjadi berikut:

1. Ketuhanan Yang Maha Esa


2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Perumus Pancasila sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD’45


menurut Prof. Dr. Sri Soemantri S.H. LLM. Dalam ceramahnya pada
Pelatihan Nasional Dosen Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian
Pendidikan Pancasila di Yogyakarta (2002) adalah :

1. Drs. Mohammad Hatta


2. Abikoesno Tjokrosoejoso 3.
3. Kasman Singomedjo
4. Wahid Hasjim
5. Mr. Mochamad Hasan

Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, pada bulan Desember 1949


NKRI menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS), sebagai hasil dari

17
persetujuan pemerintah Republik Indonesia dengan Kerajaan Belanda yang
dikenal dengan Konperensi Meja Bundar (KMB), RIS terdiri atas 16 negara
bagian. Usia RIS berakhir pada bulan Mei 1950 NKRI terbentuk kembali.

Mulai tahun 1950 sampai tahun 1959 Indonesia menggunakan Undang-


Undang dasar Sementara Th. 1950 (UUDS ’50) dimana sifat pemerintahannya
Parlementer dan menganut demokrasi Liberal.

Perubahan pemerintahan maupun bentuk Negara. Sifat Konsistensi


mempertahankan Pancasila sebagai Dasar Negara. Sifat kesadaran dari bangsa
Indonesia akan pentingya Pancasila sebagai norma dasar/fundamental
norm/grund norm bagi kokohnya NKRI.

c. Landasan Yuridis

Secara yudridis butir-butir Pancasila tercantum pada pembukaan UUD’45


alinea ke IV, yang diejawantahkan dalam pasal-pasal UUD’45. Dalam TAP
MPR RI No. XVIII/MPR/’98 dikukuhkan Pancasila sebagai dasar Negara
harus konsisten dalam kehidupan bernegara. Dalam TAP MPR RI No.
IV/MPR/’99 diamanatkan agar visi bangsa Indonesia tetap berlandaskan pada
Pancasila.

d. Landasan Kultural

Pancasila yang bersumber dari nilai agama dan nilai budaya bangsa
Indonesia tercermin dari keyakinan akan Kemahakuasaan Tuhan YME dan
kehidupan budaya berbagai suku bangsa Indonesia yang saat kini masih
terpelihara, seperti : Tiap upacara selalu memohon perlindungan Tuhan YME,
gotong royong , asas Musyawarah mufakat.

Pada masyarakat Padang dalam perilaku kehidupan bermasyarakat erat


terkait dengan nilai agama yang tercermin pada konsep: “ Adat basandi syara
dan syara basandi kitabbullah.” Yang berarti hokum adat bersendikan syara dan
syara bersendikan Al-Quran.

18
Pada masyarakat Sunda kegiatan kehidupan sudah seyogyanya berpedoman
pada tiga aspek yang tidak terpisahkan yaitu:

Elmu tungtut, dunya siar, ibadah tetep lakonan (carilah ilmu, carilah rizki/
harta dan tetaplah beribadah pada Tuhan YME). Dalam azas musyawarah
mufakat/ demokrasi terungkap pada nilai tetap dikemukan dengan cara yang
santun tanpa orang kehilangan kehormatan dirinya (Win-win solution). Hal ini
tercermin dari prinsip sebagai berikut.

Hade ku omong goring ku omong (baik atau buruk katakanlah). Namun


harus Caina herang laukna beunang (airnya bersih ikannya tertangkap/win-win
solution)

2.5 Pancasila Sebagai Sumber Filsafat Bangsa Dan Negara Indonesia


Menurut Mohammad Hatta, Sila pertama dalam Pancasila; Ketuhanan Yang
Maha Esa merupakan prinsip pembimbing bagi cita-cita kenegaraan Indonesia.
Prinsip spiritual dan etik ini memberikan bimbingan kepada semua bagi rakyat
dan bangsa Indonesia. Sejelan dengan prinsip dasar ini, sila kedua,
“Kemanusiaan yang adil dan beradab”, adalah kelanjutan sila pertama dalam
praktek. Begitu juga sila ketiga dan keempat. Sedangkan sila kelima, “Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”, menjadi tujuan akhir (ghoyah) dari
ideologi Pancasila.

Menurut Mohammad Hatta, dengan berpegang teguh pada filsafat ini,


pemerintah negera Indonesia jangan sampai menyimpang dari jalan lurus bagi
keselamatan negara dan masyarakat, ketertiban dunia dan persaudaraan
antarbangsa. Dengan menempatkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila
pertama, negara memperoleh landasan moral yang kukuh. Inilah inti pendapat
Hatta tentang Pancasila.

Beberapa tahun sebelum meninggal dunia, Mohammad Hatta mengingatkan:


“Dalam kehidupan sehari-hari Pancasila hanya diamalkan di bibir saja. Tidak
banyak manusia Indonesia yang menanamkan Pancasila itu sebagai keyakinan
yang berakar dalam hatinya. Orang lupa, bahwa kelima sila itu berangkaian,

19
tidak berdiri sendiri-sendiri. Di bawah bimbingan sila yang pertama, sila
Ketuhanan Yang Maha Esa, kelima sila itu ikat-mengikat.”

Sebagai dasar filsafat negara dan filsafat hidup bangsa, Pancasila adalah
suatu sistem nilai yang cukup sistematis. Oleh karena itu sebagai suatu dasar
filsafat maka sila-sila Pancasila merupakan suatu kesatuan yang bulat, hierarkis
dan terstruktur. Inilah yang disebut-sebut bahwa Pancasila adalah sebuah sistem
filsafat. Oleh Karena merupakan suatu sistem filsafat, maka kelima sila bukan
terpisah-pisah dan memiliki makna sendiri-sendiri, melainkan memiliki esensi
makna yang utuh.

Sebagai falsafat bangsa dan Negara, Pancasila memiliki makna bahwa


segenap aspek kehidupan kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan wajib
mendasarkan pada lima nilai yaitu nilai Ketuhanan, nilai Kemanusiaan, nilai
Persatuan, nilai Kerakyatan dan nilai Keadilan. Pemikiran filsafat kenegaraan
bertolak dari suatu pandangan bahwa negara adalah suatu persekutuan hidup
manusia atau organisasi kemasyarakatan dalam hidup manusia (legal society)
atau masyarakat hukum.

Adapun negara yang didirikan oleh manusia itu berdasarkan pada kodrat
bahwa manusia sebagai warga dari negara sebagai persekutuan hidup adalah
berkududukan kodrat manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa
(Abdullah) (hakikat sila pertama). Pada hakikatnya bertujuan untuk
mewujudkan harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang berbudaya
atau makhluk yang beradab (hakikat sila kedua). Untuk terwujudnya suatu
negara organisasi hidup manusia maka harus membentuk persatuan ikatan hidup
bersama sebagai suatu bangsa (hakikat sila ketiga). Persatuan dan kesatuan
dalam bernegara akan bermuara pada kehidupan yang utuh dalam suatu wilayah
tertentu. Untuk itu nilai persatuan sebagaimana hakikat sila ketiga perlu
ditekankan, bahwa keutuhan rakyat dalam modal pokok keutuhan bangsa
Indonesia. Maka merupakan suatu keharusan bahwa negara harus bersifat
demokratis, hak serta kekuasaan rakyat harus dijamin baik secara individu
maupun secara bersama (hakikat sila keempat). Untuk mewujudkan tujuan

20
negara sebagai tujuan bersama dari seluruh warga negaranya maka dalam hidup
kenegaraan harus mewujudkan jaminan perlindungan bagi seluruh warganya.
Dengan demikian demi terwujudnya tujuan tersebut, prinsip keadilan harus
menjadi jaminan bagi kehidupan bersama sesuai dengan hakikat sila yang
kelima, keadilan sosial. Nilai-nilai inilah yang merupakan suatu nilai dasar bagi
kehidupan kenegaraan, kebangsaan dan kemasyarakatan.

Sebagai dasar falsafah, Pancasila memperoleh sumber nilai dalam konteks


perjalanan dinamis sejarah kebudayaan bangsa. Pembentukan sumber nilai yang
tercakup kedalam sistem falsafah kebangsaan, berjalan dalam sejarah yang
panjang, yang melibatkan bukan saja kaum cendikia, melainkan juga
masyarakat. Bagi Indonesia, Pancasila merupakan bagian dari filsafat Timur
yang memiliki keunggulan sendiri sebagai theisme-religious. Pembuktian
rasionalnya dalam hal ini meliputi beragam sisi. Pertama, secara matreal-
substansial dan intrinsik nilai Pancasila adalah filosofis; misal hakikat
Kemanusiaan yang adil dan beradab, apalagi Ketuhanan Yang Maha Esa adalah
metafisik/filosofis. Kedua, secara Praktis-fungsional, dalam tata budaya
masyarakat Indonesia pra-kemerdekaan nilai Pancasila diakui sebagai filsafat
hidup atau pandangan hidup yang dipraktekkan. Ketiga, secara
formalKonstitusional, bangsa Indonesia mengakui Pancasila adalah dasar negara
(filsafat negara) Republik Indonesia. Keempat, secara psikologis dan kultural,
bangsa dan budaya Indonesia sederajat dengan bangsa dan budaya manapun.
Dengan demikian, wajar kiranya bangsa Indonesia seperti bangsa-bangsa lain
(Arab, India, Eropa, Cina) mewarisi sistem filsafat yang lahir dari budayanya
yaitu budaya Indonesia. Kemudian yang terakhir secara Potensial, filsafat
Pancasila akan berkembang bersama dinamika budaya; Filsafat Pancasila akan
berkembang secara konsepsional, kaya konsepsional dan kepustakaan secara
kuantitas dan kualitas. Filsafat Pancasila merupakan bagian dari khasanah dan
filsafat yang ada dalam kepustakaan dan peradaban modern

2.6 Fungsi Pancasila Sebagai Ideologi Bernegara

21
Pancasila sebagai ideologi mengandung pengertian bahwa Pancasila
merupakan ajaran, gagasan, doktrin, teori atau ilmu yang diyakini kebenarannya
dan dijadikan pandangan hidup bangsa Indonesia serta menjadi pentunjuk dalam
menyelesaikan masalah yang dihadapi masyarakat, bangsa dan negara
Indonesia. Dengan demikian ideologi Pancasila merupakan ajaran, doktrin, teori
dan/atau ilmu tentang cita-cita (ide) bangsa Indonesia yang diyakini
kebenarannya dan disusun secara sistematis serta diberi petunjuk dengan
pelaksanaan yang jelas.

Sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945, pancasil memenuhi


syarat untuk disebut sebagai sebuah ideology. Ini karena di dalam Pancasila
terdapat ajaran, gagasan dan doktrin bangsa Indonesia yang dipercayai
kebenarannya, tersusun sistematis dan memberikan petunjuk pelaksanaannya.
Selain itu pula, Pancasila memiliki peran sebagai ideology terbuka. Dalam
pengertian ini, ideology Pancasil bersifat flexible dalam menghadapi
perkembangan jaman. Ia dapat berinteraksi dengan berbagai kondisi tanpa harus
merubah makna hakiki atau nilai yang terkandungnya. Sifat keterbukaan inilah
yang cukup unik dalam menghadapi setiap perubahan masyarakat yang dinamis
dan juga perubahan modernitas yang tidak bisa dipungkiri kehadirannya.

Dari penjalasan itu, setidaknya terdapat tiga tingkatan nilai yang perlu
diperhatikan. Antara lain yaitu nilai tidak berubah atau nilai dasar, nilai
instrumental yang dapat berubah sesuai kondisi namun juga tetap bersandar
pada nilai dasar, dan nilai praktis yaitu berupa implementasi nilai-nilai yang
sesungguhnya. Sekalipun demikian, perwujudan ataupun pelaksanaan nilai- nilai
instrumental dan nilai-nilai prsksis harus tetap mengandung jiwa dan semangat
yang sama dengan nilai dasarnya.

1. Pancasila Ideologi Nasional

Kita semua mengetahuI bahwa pancasila merupakan pedoman hidup


rakyat Indonesia. Tapi, tidak sedikit dari kita mengetahui darimanakah ide
Pancasila itu muncul di permukaan bumi indonesia.

22
Kumpulan nilai-nilai dari kehidupan lingkungan sendiri dan yang diyakini
kebenarannya kemudian digunakan untuk mengatur masyarakat, inilah yang
disebut dengan ideologi.

Seperti yang dikatakan oleh Jorge Larrain bahwa ideology as a set of


beliefs yang berarti setiap individu atau kelompok masyarakat memiliki suatu
sIstem kepercayaan mengenai sesuatu yang dipandang bernilai dan yang
menjadi kekuatan motivasional bagi perilaku individu atau kelompok. Nilai-
nilai itu dipandang sebagai cita-cita dan menjadi landasan bagi cara pandang,
cara berpikir dan cara bertindak seseorang atau suatu bangsa dalam
memecahkan setiap persoalan yang dihadapinya.

Begitu pula dengan pancasila sebagai ideologi nasional yang artinya


Pancasila merupakan kumpulan atau seperangkat nilai yang diyakini
kebenaranya oleh pemerintah dan rakyat Indonesia dan digunakan oleh bangsa
Indonesia untuk menata/mengatur masyarakat Indonesia atau berwujud
Ideologi yang dianut oleh negara (pemerintah dan rakyat) indonesia secara
keseluruhan, bukan milik perseorangan atau golongan tertentu atau
masyarakat tertentu saja, namun milik bangsa Indonesia secara keseluruhan.

2. Pancasila sebagai ideologi nasional dapat diklasifikasikan melalui :


a. Dilihat dari kandungan muatan suatu ideologi, setiap ideologi
mengandung di dalamnya sistem nilai yang diyakini sebagai sesuatu yang
baik dan benar. Nilai-nilai itu akan merupakan cita- cita yang memberi
arah terhadap perjuangan bangsa dan negara.
b. Sistem nilai kepercayaan itu tumbuh dan dibentuk oleh interaksinya
dengan berbagai pandangan dan aliran yang berlingkup mondial dan
menjadi kesepakatan bersama dari suatu bangsa.
c. Sistem nilai itu teruji melalui perkembangan sejarah secara terus-menerus
dan menumbuhkan konsensus dasar yang tercermin dalam kesepakatan
para pendiri negara (the fouding father).
d. Sistem nilai itu memiliki elemen psikologis yang tumbuh dan dibentuk
melalui pengalaman bersama dalam suatu perjalanan sejarah bersama,

23
sehingga memberi kekuatan motivasional untuk tunduk pada cita-cita
bersama.
e. Sistem nilai itu telah memperoleh kekuatan konstitusional sebagai dasar
negara dan sekaligus menjadi cita-cita luhur bangsa dan negara.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa pancasila ideologi nasional dipahami


dalam perspektif kebudayaan bangsa dan bukan dalam perpektif kekuasaan,
sehingga bukan sebagai alat kekuasaan.

3. Selaku Ideologi Nasional, Pancasila Memiliki Beberapa Dimensi :


a. Dimensi Idealitas artinya ideologi Pancasila mengandung harapan-harapan
dan cita-cita di berbagai bidang kehidupan yang ingin dicapai masyarakat.
b. Dimensi Realitas artinya nilai-nilai dasar yang terkandung di dalamnya
bersumber dari nilai- nilai yang hidup dalam masyarakat penganutnya,
yang menjadi milik mereka bersama dan yang tak asing bagi mereka.
c. Dimensi normalitasartinya Pancasila mengandung nilai-nilai yang bersifat
mengikat masyarakatnya yang berupa norma-norma atauran-aturan yang
harus dipatuhi atau ditaati yang sifatnya positif.
d. Dimensi Fleksilibelitas artinya ideologi Pancasila itu mengikuti
perkembangan jaman, dapat berinteraksi dengan perkembangan jaman,
dapat mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi, bersifat terbuka dan
demokratis.
4. Pancasila merupakan Ideologi terbuka

Pancasila dapat menerima dan mengembangkan ideologi baru dari luar,


dapat berinteraksi dengan perkembangan/perubahan zaman dan
lingkungannya, bersifat demokratis dalam arti membuka diri akan masuknya
budaya luar dan dapat menampung pengaruh nilai-nilai dari luar yang
kemudian diinkorporasi, untuk memperkaya aneka bentuk dan ragam
kehidupan bermasyarakat di Indonesia juga memuat empat dimensi secara
menyeluruh.

24
Setiap negara memiliki ideologi tersendiri. Ada yang memiliki ideologi
individualistik yang memandang manusia dari sisi hak asasinya, ideologi
komunistik yang memendasarkan diri pada premise bahwa semua materi
berkembang mengikuti hukum kontradiksi, dengan menempuh proses
dialektik yang mana di dalam diri manusia tidak ada yang permanen sehingga
kontradiksi terhadap lingkungan selalu menghasilkan perubahan yang
menentukan diri manusia dan faham agama yang bersumber dari falsafah
agama yang termuat dalam kiblat suci agama. Indonesia sendiri menganut
ideologi pancasila yang memandang manusia selaku makhluk sosial yang
tidak dapat hidup sendiri dan selalu membutuhkan yang lain.

Pancasila dan kelima silanya merupakan kesatuan yang bulat dan utuh,
sehingga pemahaman dan pengalamannya harus mencakup semua nilai yang
terkandung di dalamnya.

Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, mengandung nilai sprituil yang


memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada semua pemeluk agama dan
kepercayaan terhadap Tuhan YME sehingga atheis tidak berhak hidup di bumi
Indonesia.

Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, mengandung nilai satu derajat,
sama hak dan kewajiban, serta bertoleransi dan saling mencintai.

Sila Persatuan Indonesia, mengandung nilai kebersamaan, bersatu dalam


memerangi penjajah dan bersatu dalam mengembangkan negara Indonesia.

Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam


Permusyawaratan/Perwakilan,mengandung nilai kedaulatan berada di tangan
rakyat atau demokrasi yang dijelmakan oleh persatuan nasional yang rill dan
wajar.

Sila Keadiilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, mengandung sikap


adil, menghormati hak orang lain dan bersikap gotong royong yang menjadi
kemakmuran masyarakat secara menyeluruh dan merata.

25
2.7 Pancasila Sebagai Ideologi Negara
Dunia berkembang dan berubah dengan sangat cepat, dan perubahan yang
terjadi itu ikut mewarnai kehidupan bangsa kita secara fundamental. Ada
beberapa penulis buku yang melalui konsep-konsepnya telah berhasil memotret
realitas zaman yang sedang kita jalani ini. Di antaranya adalah Rowan Gibson
(1997) yang menyatakan bahwa The road stop here. Masa di depan kita nanti
akan sangat lain dari masa lalu, dan karenanya diperlukan pemahaman yang
tepat tentang masa depan itu.

New time call for new organizations, dengan tantangan yang berbeda
diperlukan bentuk organisasi yang berbeda, dengan ciri efisiensi yang tinggi.
Where do we go next; dengan berbagai perubahan yang terjadi, setiap
organisasi-termasuk organisasi negara-perlu merumuskan dengan tepat arah
yang ingin dituju. Peter Senge (1994) mengemukakan bahwa ke depan terjadi
perubahan dari detail complexity menjadidynamic complexitycosmopolitan, dan
karenanya setiap pelakunya, termasuk pelaku bisnis dan politik dituntut
memiliki 4 C, yaitu concept, competence, connection, dan confidence. yang
membuat interpolasi menjadi sulit. Perubahan-perubahan terjadi sangat
mendadak dan tidak menentu. Rossabeth Moss Kanter (1994) juga menyatakan
bahwa masa depan akan didominasi oleh nilai-nilai dan pemikiran

1. Peran Ideologi

Sejak berakhirnya perang dingin yang kental diwarnai persaingan ideologi


antara blok Barat yang memromosikan liberalisme-kapitalisme dan blok
Timur yang mempromosikan komunisme-sosialisme, tata pergaulan dunia
mengalami perubahan-perubahan yang mendasar. Beberapa kalangan
mengatakan bahwa setelah berakhirnya perang dingin yang ditandai dengan
bubarnya negara Uni Soviet dan runtuhnya tembok Berlin-di akhir dekade
1980-an- dunia ini mengakhiri periode bipolar dan memasuki periode
multipolar.

Periode multipolar yang dimulai awal 1990-an yang kita alami selama
sekitar satu dekade, juga pada akhirnya disinyalir banyak pihak terutama para

26
pengamat politik internasional, telah berakhir setelah Amerika Serikat di
bawah pemerintahan Presiden George Bush memromosikan doktrin
unilateralisme dalam menangani masalah internasional sebagai wujud dari
konsepsi dunia unipolar yang ada di bawah pengaruhnya.

Dapat disimpulkan bahwa era persaingan ideologis dalam dimensi global


telah berakhir. Saat ini kita belum dapat membayangkan bahwa dalam waktu
dekat akan muncul kembali persaingan ideologis yang keras yang meliputi
seluruh wilayah dunia ini. Dunia sekarang ini cenderung masuk kembali ke
arah persaingan antarbangsa dan negara, yang dimensi utamanya terletak pada
bidang ekonomi karena setiap negara sedang berjuang untuk meningkatkan
kesejahteraan ekonomi warga bangsanya. Dalam era yang seperti ini,
kedudukan ideologi nasional suatu negara akan berperan dalam
mengembangkan kemampuan bersaing negara yang bersangkutan dengan
negara lainnya.

Pancasila sebagai ideologi memiliki karakter utama sebagai ideologi


nasional. Ia adalah cara pandang dan metode bagi seluruh bangsa Indonesia
untuk mencapai cita-citanya, yaitu masyarakat yang adil dan makmur.
Pancasila adalah ideologi kebangsaan karena ia digali dan dirumuskan untuk
kepentingan membangun negara bangsa Indonesia. Pancasila yang memberi
pedoman dan pegangan bagi tercapainya persatuan dan kesatuan di kalangan
warga bangsa dan membangun pertalian batin antara warga negara dengan
tanah airnya.

Pancasila juga merupakan wujud dari konsensus nasional karena negara


bangsa Indonesia ini adalah sebuah desain negara moderen yang disepakati
oleh para pendiri negara Republik Indonesia dengan berdasarkan Pancasila.
Dengan ideologi nasional yang mantap seluruh dinamika sosial, budaya, dan
politik dapat diarahkan untuk menciptakan peluang positif bagi pertumbuhan
kesejahteraan bangsa.

2. Kesadaran Berbangsa

27
Sebenarnya, proses reformasi selama enam tahun belakangan ini adalah
kesempatan emas yang harus dimanfaatkan secara optimal untuk
merevitalisasi semangat dan cita-cita para pendiri negara kita untuk
membangun negara Pancasila ini. Sayangnya, peluang untuk melakukan
revitalisasi ideologi kebangsaan kita dalam era reformasi ini masih kurang
dimanfaatkan. Bahkan dalam proses reformasi-selain sejumlah keberhasilan
yang ada, terutama dalam bidang politik-juga muncul ekses berupa
melemahnya kesadaran hidup berbangsa.

Manifestasinya muncul dalam bentuk gerakan separatisme, tidak


diindahkannya konsensus nasional, pelaksanaan otonomi daerah yang
menyuburkan etnosentrisme dan desentralisasi korupsi, demokratisasi yang
dimanfaatkan untuk mengembangkan paham sektarian, dan munculnya
kelompok-kelompok yang memromosikan secara terbuka ideologi di luar
Pancasila.

Patut disadari oleh semua warga bangsa bahwa keragaman bangsa ini
adalah berkah dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Oleh sebab itu, semangat
Bhinneka Tunggal Ika harus terus dikembangkan karena bangsa ini perlu
hidup dalam keberagaman, kesetaraan, dan harmoni. Sayangnya, belum semua
warga bangsa kita menerima keragaman sebagai berkah. Oleh karenanya, kita
semua harus menolak adanya konsepsi hegemoni mayoritas yang melindungi
minoritas karena konsep tersebut tidak sesuai dengan konsep Negara Kesatuan
Republik Indonesia.

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) 1945 terbentuk dengan


karakter utamanya mengakui pluralitas dan kesetaraan antarwarga bangsa. Hal
tersebut merupakan kesepakatan bangsa kita yang bersifat final. Oleh
karenanya, NKRI tidak dapat diubah menjadi bentuk negara yang lain dan
perubahan bentuk NKRI tidak akan difasilitasi oleh NKRI sendiri

Cita-cita yang mendasari berdirinya NKRI yang dirumuskan founding


fathers telah membekali kita dengan aspek-aspek normatif negara bangsa yang

28
menganut nilai-nilai yang sangat maju dan modern. Oleh sebab itu, tugas kita
semua sebagai warga bangsa untuk mengimplementasikannya secara konkret.
NKRI yang mengakui, menghormati keragaman dan kesetaraan adalah pilihan
terbaik untuk mengantarkan masyarakat kita pada pencapaian kemajuan
peradabannya.

Perlu disadari oleh semua pihak bahwa proses demokratisasi yang sedang
berlangsung ini memiliki koridor, yaitu untuk menjaga dan melindungi
keberlangsungan NKRI, yang menganut ideologi negara Pancasila yang
membina keberagaman, dan memantapkan kesetaraan. Oleh karenanya, tidak
semua hal dapat dilakukan dengan mengatasnamakan demokrasi.

Pancasila sebagaimana ideologi manapun di dunia ini, adalah kerangka


berfikir yang senantiasa memerlukan penyempurnaan. Karena tidak ada satu
pun ideologi yang disusun dengan begitu sempurnanya sehingga cukup
lengkap dan bersifat abadi untuk semua zaman, kondisi, dan situasi. Setiap
ideologi memerlukan hadirnya proses dialektika agar ia dapat
mengembangkan dirinya dan tetap adaptif dengan perkembangan yang terjadi.
Dalam hal ini, setiap warga negara Indonesia yang mencintai negara dan
bangsa ini berhak ikut dalam proses merevitalisasi ideologi Pancasila dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karenanya, prestasi bangsa kita
akan menentukan posisi Pancasila di tengah percaturan ideologi dunia saat ini
dan di masa mendatang

2.8 Pancasila sebagai Dasar Negara


Pancasila sebagai dasar negara mengandung arti bahwa Pancasila
dipergunakan sebagai dasar (fundamen) untuk mengatur pemerintah negara atau
sebagai dasar untuk mengatur penyelengaraan negara. Dengan demikian
Pancasila merupakan kaidah negara yang fundamental, yang berarti hukum
dasar baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis dan semua peraturan
perundang-undangan yang berlaku dalam negara Republik Indonesia wajib
bersumber dan bernaung dibawah kaidah fundamendal Negara tersebut.

2.9 Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa

29
Istilah ini sering dikenal dengan way of life atau jalan hidup / pedoman
hidup. Pancasila sebagai petunjuk hidup berbangsa dan bernegara merupakan
pedoman bagi setiap arah dan kegiatan bangsa Indonesia di segala bidang.
Dengan demikian, setiap warga Negara harus melaksanakan setiap kegiatan
dalam kehidupan berbangsa dan bernegaranya dengan bersandar dan tidak
melenceng dari nilai-nilai Pancasil.

2.10 Pancasila sebagai Kepribadian Bangsa


Ini berarti, seperti halnya bendera merah putih sebagai ciri khas bangsa atau
negara Indonesia yang membedakan dengan bangsa atau negara lain, Pancasila
juga merupakan ciri khas bang Indonesia yang tercermin dalam sikap, tingkah
laku, dan perbuatan yang senantiasa selaras, serasi dan seimbang sesuai deng
nilai-nilai Pancasila itu sendiri.

2.11 Nilai-Nilai Keseimbangan Hukum Dalam Perspektif Pancasila


Dalam pembentukan hukum oleh negara, tentunya hukum mempunyai
sasaran yang ingin dicapai, tidak ada satupun peraturan perundangan dibuat
tanpa adanya tujuan, ada tujuan yang ingin dicapai oleh hukum. Dari kacamata
teori barat, tujuan hukum dimulai pada teori etis yang mengatakan tujuan
hukum semata-mata untuk mewujudkan keadilan (justice), teori utilitis yang
dianut oleh Jeremy Bentham tujuan hukum semata-mata untuk mewujudkan
kemanfaatan (Utility), dan teori legalistik tujuan hukum semata-mata untuk
mewujudkan kepastian hukum (legal certainty). Dalam perkembangannya lahir
pula teori prioritas baku yang menggabungkan keadilan, kemanfaatan dan
kepastian sebagai tujuan hukum, serta disempurnakan oleh teori prioritas
kasuistik yang menambahkan dengan urutan prioritas, secara proposional, sesuai
dengan kasus yang dihadapi dan ingin dipecahkan.

Pembangunan hukum harus berangkat dari nilai-nilai Pancasila, karena pada


hakikatnya Pancasila merupakan tonggak konvergensi berbagai gagasan dan
pemikiran mengenai dasar falsafah kenegaraan yang didiskusikan secara
mendalam oleh para pendiri negara. Pancasila menjadi kesepakatan luhur
(modus vivendi) yang kemudian ditetapkan sebagai dasar ideologi negara.

30
Dalam hal ini, Pancasila menjadi dasar rasional mengenai asumsi tentang
hukum yang akan dibangun sekaligus sebagai orientasi yang menunjukan
kemana bangsa dan negara harus dibangun.

Dengan demikian, Pancasila merupakan sebuah kesepakatan dan konsesus


untuk membangun suatu bangsa satu negara, tanpa mempersoalkan perbedaan
latar belakang yang ada, baik agama, ras, suku, budaya, bahasa dan lainnya.
Sebagai dasar negara, Pancasila menjadi rechtsidee (cita-cita hukum) yang harus
dituangkan didalam setiap pembuatan dan penegakkan hukum. Notonegoro
menyatakan bahwa Pancasila menjadi cita hukum karena kedudukannya sebagai
pokok kaidah fundamental negara (staats fundamental norm) yang mempunyai
kekuatan sebagai grundnorm. Sebagai cita hukum, Pancasila menjadi bintang
pemandu seluruh produk hukum nasional, dalam artian semua produk hukum
ditujukan untuk mencapai ide-ide yang dikandung Pancasila. Pembentukan
berbagi sistem yang dianut bangsa Indonesia tertuang dalam sebuah konstitusi
yang disebut Undang-undang Dasar 1945, dan juga termuat dalam peraturan
yang lain, akan tetapi pembentukan daripada sistem tersebut juga harus
mendasarkan pada sumber yang paling mendasar yang didalamnya termuat
berbagai tujuan, cita-cita, serta cermin kepribadian bangsa, sehingga diharapkan
setiap sistem, kebijakan, maupun peraturan yang disusun tidak bertentangan
dengan jiwa bangsa.

Di dalam Undang-undang nomor 12 Tahun 2011 tentang Peraturan


Pembentukan Perundang-undangan dijelaskan mengenai beberapa sumber
hukum tertulis ditentukan sebagai berikut:

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945


2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang
4. Peraturan Pemerintah
5. Peraturan Presiden
6. Peraturan Daerah Provinsi; dan
7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

31
Dalam defenisinya, para ahli medefenisiskan hukum itu secara luas. Tidak
ada batasan yang jelas dari istilah hukum. Pengertian hukum dapat dilihat dari
berbagai paham seperti paham sosiologis, realis, antropologis,historis, hukum
alam dan juga hukum positivis.

Indonesia saat ini mempunyai sistem hukum yang harus ditaati oleh setiap
individu tanpa terkecuali. Dalam pasal 1 ayat 3 UUD 1945 disebutkan “Negara
Indonesia adalah Negara hukum” oleh karena itu setiap orang dijamin segala
hak yang melekat pada dirinya, baik dalam bentuk hukum tertulis maupun tidak
tertulis. Indonesia dominan dalam sistem hukum yang kita anut yaitu sistem
eropa kontienental bahwa yang menjadi sumber hukum utama adalah Undang –
Undang, yang mana disusun secara sistematis dan tertulis. Indonesia dalam
penjelasan di atas menyebutkan bahwa Pancasila adalah ideologi bangsa,
pandangan hidup bangsa. Sehingga dalam pembentukan produk hukum kita
selalu berpedoman dan bersumber dari Pancasila. Pancasila mengandung
dimensi normalitas yaitu Pancasila mengandung nilai-nilai yang bersifat
mengikat masyarakatnya yang berupa norma atau atuaran yang harus dipatuhi
dan ditaati yang sifatnya positip. Dalam hal ini norma yang dikhususkan dalam
hal ini adalah norma hukum. Tentu hukum yang di butuhkan adalah hukum
positip, dalam Negara Indonesia hukum positip dapat berupa UUD, UU, Perpu,
Peraturan Pemerintah, peraturan presiden dan juga Peraturan daerah.
Kesemuanya ini adalah hukum tertulis.

Penempatan Pancasila sebagai sumber hukum dari segala suumber hukum


Negara adalah sesuai dengan pembukaan UUD 1945 yang menempatkan
Pancasila sebagai ideologi dan dasar serta sekaligus filosofis bangsa dan Negara
Indonesia. Dengan demikian, setiap materi peraturan dan perundang-undangan
tidak dibenarkan jika bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Dari
penjelasaan diatas bahwa keberadaan Pancasila terhadap hukum merupakan hal
yang mendasar dalam pembentukan peraturan perundang-undangan kita yang
akan diberlakukan pada setiap masyarakat sebagai subjek hukum (rechts
persoon).

32
Hukum disini dapat digambarkan sebagai lady of justice, nilai-nilai yang
terkandung didalamnya adalah persamaan (Equality before the law) yaitu
dengan gambar matanya ditutup seolah-olah hukum tidak membeda satu orang
dengan orang lain baik berdasarkan agama, suku, golongan dan status ekonomi.
Selanjutnya adanya skala untuk pertimbangan yaitu bahwa didalam hukum
harus mendengarkan kedua belah pihak yang bersengketa dengan
mempertimbangkan bukti-bukti yang ada. Gambar yang terakhir adalah Law
enforcement yaitu penegakan hukum yang dilambangkan dengan pedang,
hukum diterapkan dengan kekuasaan yang legitimate. Oleh karena itu hukum
harus didasarkan pada persamaan, pertimbangan dan pelaksanaan apabila tanpa
ketiga faktor ini maka hukum kita akan mati hanya sebagai Law in the
bookshelf.

Setiap sila dari Pancasila juga di siratkan di dalam pembukaan Undang –


Undang Dasar 1945 pada alenia ke 4 yang berbunyi: “Kemudian daripada itu
untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan untuk
melaksanakan ketertiban dunia dan keadilan sosial maka disusunlah
kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu undang – undang dasar
negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada ;
ketuhanan yang maha esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan
Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia“

Pada hakekatnya dibentuknya sebuah undang-undang maupun peraturan


lainya bertujuan untuk mengatur perilaku masyarakat didalam hubunganya antar
anggota masyarakat yang lain, sehingga diharapkan mampu menjamin sebuah
kepastian hukum. Konsep yang terkandung di dalam pembukaan UUD 1945
alenia ke 4 dalam kalimat: “...membentuk pemerintahan yang melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia...” dapat

33
terpenuhi, hanya saja dalam penerapanya masih banyak mengalami berbagi
hambatan dan persoalan.

Perumusan dalam alenia keempat Pembukaan UUD 1945 tersebut memang


sangat komplek. Dalam hal ini, rumusan tersebut telah cukup untuk dijadikan
landasan dalam membentuk sistem yang dapat menjangkau setiap aspek
kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Dari hal tersebut maka konsep
Pancasila sebagaimana tersirat didalam pembukaan UUD 1945 merupakan
tujuan nasional bangsa Indonesia, yang terdiri dari: “

1. Membentuk suatu pemerintahan yang melindungi segenap bangsa dan


seluruh tumpah darah Indonesia
2. Memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa;
3. Melaksanakan ketertiban dunia; dan
4. Negara Indonesia mempunyai falsafah dasar Pancasila yaitu ; ketuhanan
yang maha esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia,
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.”

Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 hasil amandemen disebutkan “kedaulatan


ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang – undang” dan pada ayat (3)
disebutkan “negara Indonesia adalah negara hukum” sehingga rakyat dalam hal
ini rakyatlah yang memiliki peran utama dalam pelaksanaan tujuan nasional
akan tetapi undang- undang mengatur dan mendasari bagaimana pelaksanaanya.

Dengan adanya Pancasila, pencapaian Negara hukum adalah sebuah prestasi.


Tanpa adanya Pancasila, permasalahan hukum akan bermunculan yang
selanjutnya mengakibatkan sistem hukum yang tidak terstruktur. Karena
Indonesia dari penjelasan di atas bahwa Pancasila menjadi konstruksi yang
mendasar dalam pembentukannya walaupun berbagai kalangan menilai bahwa
Pancasila tidak dapat mengikuti perkembagan zaman. Ada beberapa yang
berpendapat bahwa Pancasila sudah tidak lagi relevan tidak relevan dimaksud

34
bahwa Pancasila tidak dapat mengikuti perkembangan zaman, ilmu dan
teknologi namun dari dimensi fleksibilitas yang di miliki oleh Pancasila maka
isu tersebut dapat terjawab. Jika menilik sejarah di Indonesia, maka Pancasila
semakin relevan untuk diterapkan khususnya Pancasila yang berkaitan dengan
hukum. Tata hukum Pancasila adalah tata hukum Indonesia. Pengantar tata
hukum Indonesia adalah sama seperti tata hukum Pancasila. oleh karena itu
Pancasila adalah hukum tertulis di Indonesia, hukum yang hidup dan dicita-
citakan oleh bangsa Indonesia. Hukum yang mengakui Tuhan Yang Maha Esa,
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan dan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

2.12 Perkembangan Ideologi Pancasila pada Masa Orde Lama


Pada masa Orde Lama, yaitu pada masa kekuasaan Presiden Soekarno,
Pancasila mengalami ideologisasi. Artinya, Pancasila berusaha untuk dibangun,
dijadikan sebagai keyakinan dan kepribadian bangsa Indonesia. Presiden
Soekarno menyampaikan bahwa ideologi Pancasila berangkat dari mitologi
yang belum jelas bahwa Pancasila itu dapat mengantarkan bangsa Indonesia ke
arah kesejahteraan, tetapi Soekarno tetap berani membawa konsep Pancasila ini
untuk dijadikan ideologi bangsa Indonesia.

Pada masa ini, Pancasila dipahami berdasarkan paradigma yang berkembang


pada situasi dunia yang ketika itu diliputi oleh kekacauan dan kondisi sosial-
budaya berada di dalam suasana transisional dari masyarakat terjajah menjadi
masyarakat merdeka. Masa ini adalah masa pencarian bentuk implementasi
Pancasila, terutama dalam sistem kenegaraan. Maka dari itu, Pancasila
diimplementasikan dalam bentuk yang berbeda-beda.

Pada periode tahun 1945 sampai dengan 1950, nilai persatuan dan kesatuan
rakyat Indonesia masih tinggi karena menghadapi Belanda yang masih ingin
mempertahankan daerah jajahannya di Indonesia. Namun, setelah penjajah dapat
diusir, bangsa Indonesia mulai mendapat tantangan dari dalam. Dalam
kehidupan politik, sila keempat yang mengutamakan musyawarah dan mufakat
tidak dapat dilaksanakan karena demokrasi yang diterapkan adalah demokrasi

35
parlementer. Presiden hanya berfungsi sebagai kepala negara, sedangkan kepala
pemerintahan dipegang oleh perdana menteri. Sistem ini menyebabkan tidak
adanya stabilitas pemerintahan.

Padahal dasar negara yang digunakan adalah Pancasila dan Undang-Undang


Dasar 1945 yang presidensil, namun dalam praktiknya sistem ini tidak dapat
terwujud. Persatuan rakyat Indonesia mulai mendapatkan tantangan dengan
munculnya upaya-upaya untuk mengganti Pancasila sebagai dasar negara
dengan paham komunis oleh PKI melalui pemberontakan di Madiun pada tahun
1948. Selain itu, ada juga DI/TII yang ingin mendirikan negara berdasarkan
ajaran Islam.

Pada periode tahun 1950 sampai dengan 1955, penerapan Pancasila


diarahkan sebagai ideologi liberal, yang pada kenyataannya tidak dapat
menjamin stabilitas pemerintahan. Walaupun dasar negara tetap Pancasila, tetapi
rumusan sila keempat tidak berjiwakan musyawarah mufakat, melainkan suara
terbanyak. Sistem pemerintahannya yang liberal lebih menekankan hak-hak
individual. Pada periode ini, persatuan dan kesatuan bangsa mendapat tantangan
yang berat dengan munculnya pemberontakan-pemberontakan yang dilakukan
oleh RMS, PRRI, dan Permesta yang ingin melepaskan diri dari NKRI.

Dalam bidang politik, demokrasi berjalan lebih baik dengan terlaksananya


pemilihan umum tahun 1955 yang dianggap sebagai pemilihan umum yang
paling demokratis. Akan tetapi, anggota Konstituante hasil pemilihan umum
tidak dapat menyusun Undang-Undang Dasar seperti yang diharapkan. Hal ini
menimbulkan krisis politik, ekonomi, dan keamanan.

Pada periode tahun 1956 sampai dengan 1965, dikenal sebagai demokrasi
terpimpin. Akan tetapi, demokrasi justru tidak berada pada kekuasaan rakyat
yang merupakan amanah nilai-nilai Pancasila, kepemimpinan berada pada
kekuasaan pribadi Presiden Soekarno melalui ‘Dekrit Presiden’. Oleh karena itu,
terjadilah berbagai penyimpangan penafsiran terhadap Pancasila dalam
konstitusi. Akibatnya, Presiden Soekarno menjadi presiden yang otoriter,

36
mengangkat dirinya menjadi presiden dengan masa jabatan seumur hidup.
Selain itu, terjadinya politik konfrontasi karena digabungkannya nasionalis,
agama, dan komunis, yang ternyata tidak cocok dengan konsep Negara
Indonesia. Terbukti bahwa pada masa ini adanya kemerosotan moral di
masyarakat yang tidak lagi hidup bersendikan nilai-nilai Pancasila, serta
berusaha untuk menggantikan Pancasila dengan ideologi lain.

Dalam mengimplementasikan Pancasila, Presiden Soekarno melaksanakan


pemahaman Pancasila dengan paradigma yang disebut dengan USDEK. Untuk
mengarahkan perjalanan bangsa, beliau menekankan pentingnya memegang
teguh Undang-Undang Dasar 1945, sosialisme ala Indonesia, demokrasi
terpimpin, ekonomi terpimpin, dan kepribadian nasional. Akan tetapi, hasilnya
adalah terjadinya rencana kudeta oleh PKI dan lengsernya Presiden Soekarno
dari jabatannya.

Dinamika perdebatan ideologi antara kelompok Islam dengan Pancasila


adalah wajah dominan perpolitikan nasional pada masa Orde Lama. Pada
dasarnya, hal ini dilatarbelakangi oleh kekecewaan kelompok Islam atas
penghapusan Piagam Jakarta dari Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Apalagi ketika penguasa menggunakan Pancasila sebagai alat untuk menekan
dan mengekang kelompok Islam.

Hal ini tampak jelas ketika akhir tahun 1950-an, Pancasila sudah bukan
merupakan titik pertemuan bagi semua ideologi sebagaimana yang dimaksud
oleh Soekarno dahulu. Pancasila telah dimanfaatkan sebagai senjata ideologis
untuk mendelegitimasi tuntutan Islam bagi pengakuan negara atas Islam.
Bahkan, secara terang-terangan pada tahun 1953 Presiden Soekarno
mengungkapkan kekhawatirannya tentang implikasi-implikasi negatif terhadap
kesatuan nasional jika kelompok Islam di Indonesia masih memaksakan
tuntutan mereka untuk sebuah negara Islam.

37
Pada masa ini juga, Presiden Soekarno membubarkan partai Islam terbesar
di Indonesia, Partai Masyumi, karena dituduh terlibat dalam pemberontakan
regional berideologi Islam.

Kepentingan-kepentingan politis dan ideologis yang saling berlawanan


antara Presiden Soekarno, militer, Partai Kominis Indonesia (PKI), serta
kelompok Islam telah menimbulkan struktur politik yang sangat labil pada awal
tahun 1960-an, sampai akhirnya melahirkan Gerakan G 30 S/PKI yang berakhir
pada runtuhnya kekuasaan Orde Lama.

2.13 Perkembangan Ideologi Pancasila pada Masa Orde Baru


Meletusnya G 30 S/PKI pada tahun 1965 telah meruntuhkan konfigurasi
politik era demokrasi terpimpin yang bercorak otoritarian. Pengkhianatan
tersebut mengakhiri tolak-tarik di antara tiga kekuatan politik -Soekarno,
Angkatan Darat, dan PKI- dalam dinamika era demokrasi terpimpin yang
ditandai dengan tampilnya militer sebagai pemenang. Tarik-menarik antara
Soekarno, militer, dan PKI pada era demokrasi terpimpin mencapai titik
puncaknya pada bulan September 1965, menyusul kudeta PKI yang gagal, yang
kemudian dikenal sebagai G 30 S/PKI. Setelah kudeta yang gagal itu, kekuasaan
Soekarno dan PKI merosot tajam.

Merosotnya kekuatan Soekarno dan PKI secara drastis setelah G 30 S/PKI


disebabkan oleh peran-peran yang dimainkan oleh keduanya sebelumnya.
Seperti diketahui, Soekarno bersikap sangat otoriter, sehingga banyak yang
menunggu momentum untuk melakukan penantangan secara terbuka tanpa
risiko masuk penjara. Sementara PKI sejak tahun 1963 (ketika UU Darurat
dicabut oleh Soekarno) tidak lagi memilih jalan damai dalam berpolitik.

Akhirnya Soekarno mengeluarkan Surat Perintah Sebelas Maret


(Supersemar) 1966 yang ditujukan kepada Soeharto untuk:

1. Pertama, mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk terjaminnya


keamanan dan ketenangan serta kestabilan jalannya pemerintahan dan
jalannya revolusi, serta menjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan

38
pimpinan/presiden/panglima tertinggi/pemimpin besar revolusi/mandataris
MPRS demi untuk keutuhan bangsa dan negara Republik Indonesia, dan
melaksanakan dengan pasti segala ajaran pemimpin besar revolusi.
2. Kedua, mengadakan koordinasi pelaksanaan pemerintah dengan panglima-
panglima angkatan-angkatan lain dengan sebaik-baiknya.
3. Ketiga, supaya melaporkan segala sesuatu yang bersangkut-paut dalam tugas
dan tanggung jawabnya seperti tersebut di atas.

Surat perintah tersebut telah menjadi alat legitimasi yang sangat efektif bagi
Angkatan Darat untuk melangkah lebih jauh dalam panggung politik. Sehari
setelah surat perintah itu diterima, Soeharto membubarkan PKI, sesuatu yang
sudah lama dituntut oleh masyarakat melalui demonstrasi-demonstrasi. Presiden
Soekarno sendiri praktis kehilangan kekuasaannya setelah mengeluarkan
Supersemar, kendati secara resmi masih menjabat Presiden dalam status
‘Presiden Konstitusional’.

Setelah dibersihkan dari unsur PKI dan pendukung Soekarno, DPR-GR dan
MPRS mulai mengadakan sidang-sidangnya sebagai lembaga negara. Pada
tahun 1967, MPRS mencabut mandat Soekarno sebagai Presiden. Soekarno
kehilangan jabatannya berdasarkan TAP No. XXXIII/MPRS/1967, yang
sekaligus mendudukkan Soeharto sebagai Pejabat Presiden. Setahun kemudian,
melalui TAP No. XLIII/MPRS/1968, Soeharto diangkat menjadi Presiden
definitif.

Rezim baru yang tampil di atas keruntuhan demokrasi terpimpin


menamakan diri sebagai ‘Orde Baru’. Yang muncul sebagai pemeran utama
Orde Baru adalah Angkatan Darat. Ada landasan konstitusional mengenai
masuknya militer ke dalam politik, yakni Undang-Undang Dasar 1945 yang
menyebutkan adanya golongan ABRI dalam anggota Majelis Permusyawaratan
Rakyat (MPR).

Untuk mendapatkan dominasi di DPR, pemerintah mengusulkan adanya


pengangkatan sebagian anggota DPR oleh pemerintah. Di samping itu,

39
pemerintah menghendaki pemilu sistem distrik. Partai-partai yang ikut
membahas rancangan undang-undang itu di DPR menolak usul pemerintah, baik
yang menyangkut pengangkatan anggota DPR maupun yang menyangkut sistem
pemilihan.

Satu model yang dianggap dapat menjelaskan realitas politik Orde Baru
adalah rezim otoriter birokratis, yang melenceng jauh dari nilai-nilai luhur
Pancasila. Dalam rezim seperti ini, keputusan dibuat melalui cara sederhana,
tepat, tidak bertele-tele, efisien, dan tidak memungkinkan adanya proses
bergaining yang lama. Munculnya rezim ini disebabkan adanya semacam
delayed-dependent development syndrome di kalangan elite politik, seperti
ketergantungan pada sistem internasional dan kericuhan-kericuhan politik dalam
negeri. Rezim ini didukung oleh kelompok-kelompok yang paling dapat
mendukung proses pembangunan yang efisien, yaitu militer, teknokrat sipil, dan
pemilik modal.

Tekad Orde Baru menjamin stabilitas politik dalam rangka pembangunan


ekonomi mempunyai implikasi tersendiri pada kehidupan partai-partai dan
peranan lembaga perwakilan rakyat. Pemerintah Orde Baru bertekad untuk
mengoreksi penyimpangan politik yang terjadi pada era Orde Lama dengan
memulihkan tertib politik berdasarkan Pancasila. Penegasan bahwa stabilitas
politik menjadi prasyarat pembangunan ekonomi secara tidak langsung dapat
berimplikasi pada pengurangan pluralisme kehidupan politik atau pembatasan
pada sistem politik yang demokratis.

Pada awal kehadirannya, Orde Baru memulai langkah pemerintahannya


dengan langgam libertarian. Orde Baru telah menggeser sistem politik Indonesia
dari titik ekstrim otoriter pada zaman demokrasi terpimpin ke sistem demokrasi
liberal. Akan tetapi, kenyataannya langgam libertarian tidak berlangsung lama,
sebab di samping merupakan reaksi terhadap sistem otoriter yang hidup
sebelumnya, sistem ini hanya ditolerir selama pemerintah mencari format baru
politik Indonesia. Segera setelah format baru terbentuk, sistem liberal bergeser
lagi ke sistem otoriter.

40
Setelah format baru politik Indonesia dikristalisasikan melalui Undang-
Undang Nomor 15 Tahun 1969 dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1969,
yang memberi landasan bagi pemerintah untuk mengangkat 1/3 anggota MPR
dan lebih dari 1/5 anggota DPR, langgam sistem politik mulai bergeser lagi ke
arah yang otoritarian. Gagasan demokrasi liberal dicap sebagai gagasan yang
bertentangan dengan demokrasi Pancasila dan karenanya harus ditolak. Hasil
Pemilu 1971 yang memberikan 62,8% kursi DPR kepada Golkar semakin
memberi jalan bagi tampilnya eksekutif yang kuat.

Rezim Orde Baru dipimpin oleh Presiden Soeharto. Pada masa Orde Baru,
pemerintah berkehendak ingin melaksanakan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945 secara murni dan konsekuen sebagai kritik terhadap Orde Lama
yang menyimpang dari Pancasila, melalui program P4 (Pedoman Pengahayatan
dan Pengamalan Pancasila).

Pemerintahan Orde Baru berhasil mempertahankan Pancasila sebagai dasar


dan ideologi negara sekaligus berhasil memberantas paham komunis di
Indonesia. Akan tetapi, implementasi dan aplikasinya sangat mengecewakan.
Beberapa tahun kemudian, kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan ternyata tidak
sesuai dengan jiwa Pancasila. Pancasila ditafsirkan sesuai kepentingan
kekuasaan pemerintah sehingga tertutup bagi tafsiran lain. Pancasila justru
dijadikan sebagai indoktrinasi. Presiden Soeharto menggunakan Pancasila
sebagai alat untuk melanggengkan kekuasaannya.

Ada beberapa metode yang digunakan dalam indoktrinasi Pancasila.


Pertama, melalui ajaran P4 yang dilakukan di sekolah-sekolah melalui
pembekalan. Kedua, Presiden Soeharto membolehkan rakyat untuk membentuk
organisasi-organisasi dengan syarat harus berasaskan Pancasila, atau yang
disebut sebagai asas tunggal. Ketiga, Presiden Soeharto melarang adanya
kritikan-kritikan yang dapat menjatuhkan pemerintah dengan alasan stabilitas,
karena Presiden Soeharto beranggapan bahwa kritikan terhadap pemerintah
menyebabkan ketidakstabilan di dalam negeri. Oleh karena itu, untuk menjaga

41
stabilitas negara, Presiden Soeharto menggunakan kekuatan militer sehingga
tidak ada pihak-pihak yang berani untuk mengkritik pemerintah.

Dalam sistem pemerintahannya, Presiden Soeharto melakukan beberapa


penyelewengan dalam penerapan Pancasila, yaitu dengan diterapkannya
demokrasi sentralistik, demokrasi yang berpusat pada pemerintah. Selain itu,
Presiden Soeharto juga memegang kendali terhadap lembaga eksekutif,
legislatif, dan yudikatif sehingga peraturan yang dibuat harus sesuai dengan
persetujuannya.

Presiden Soeharto juga melemahkan aspek-aspek demokrasi, terutama pers,


karena dinilai dapat membahayakan kekuasaannya. Maka, Presiden Soeharto
membentuk Departemen Penerangan sebagai lembaga sensor secara besar-
besaran agar setiap berita yang dimuat di media tidak ada menjatuhkan
pemerintah.

Penyelewengan lainnya yang sangat buruk dan menyimpang dari nilai-nilai


luhur Pancasila adalah bahwa Presiden Soeharto melanggengkan Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme (KKN) sehingga pada masa ini dikenal sebagai rezim
terkorup di Indonesia.

Puncaknya adalah saat terjadinya krisis ekonomi dan moneter di tahun 1997
yang menyebabkan perekonomian Indonesia anjlok sehingga memicu gerakan
besar-besaran untuk menggulingkan rezim Orde Baru di bawah kepemimpinan
Presiden Soeharto.

Selama rezim Orde Baru berkuasa, terdapat beberapa tindakan penguasa


yang melenceng dari nilai-nilai luhur Pancasila, antara lain yaitu:

1. Melanggengkan Presiden Soeharto berkuasa selama 32 tahun.


2. Terjadi penafsiran sepihak terhadap Pancasila melalui program P4.
3. Adanya penindasan ideologis sehingga orang-orang yang mempunyai
gagasan kreatif dan kritis menjadi takut bersuara.

42
4. Adanya penindasan secara fisik, seperti pembunuhan di Timor Timur, Aceh,
Irian Jaya, kasus di Tanjung Priok, kasus pengrusakan pada 27 Juli, dan lain
sebagainya.
5. Perlakuan diskriminasi oleh negara terhadap masyarakat non pribumi
(keturunan) dan golongan minoritas.

2.14 Perkembangan Ideologi Pancasila pada Era Reformasi


Kata ‘reformasi’ secara etimologis berasal dari kata reform, sedangkan
secara harfiah reformasi mempunyai pengertian suatu gerakan yang memformat
ulang, menata ulang, menata kembali hal-hal yang menyimpang untuk
dikembalikan pada format atau bentuk semula sesuai dengan nilai-nilai ideal
yang dicita-citakan rakyat. Reformasi juga diartikan pembaruan dari paradigma
pola lama ke paradigma pola baru untuk menuju ke kondisi yang lebih baik
sesuai dengan harapan.

Untuk melakukan reformasi, ada beberapa syarat yang harus terpenuhi,


antara lain yaitu:

1. Adanya suatu penyimpangan.


2. Berdasar pada suatu kerangka struktural tertentu.
3. Gerakan reformasi akan mengembalikan pada dasar serta sistem negara
demokrasi.
4. Reformasi dilakukan ke arah suatu perubahan kondisi serta keadaan yang
lebih baik.
5. Reformasi dilakukan dengan suatu dasar moral dan etik sebagai manusia
yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, serta terjaminnya persatuan dan
kesatuan bangsa.

Reformasi memiliki beberapa tujuan, antara lain yaitu:

1. Melakukan perubahan secara serius dan bertahap untuk menemukan nilai-


nilai baru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

43
2. Menata kembali seluruh struktur kenegaraan, termasuk konstitusi dan
perundang-undangan yang menyimpang dari arah perjuangan dan cita-cita
seluruh rakyat.
3. Melakukan perbaikan di segala bidang kehidupan, baik di bidang politik,
ekonomi, sosial-budaya, maupun pertahanan dan keamanan.
4. Menghapus dan menghilangkan cara-cara hidup dan kebiasaan dalam
masyarakat yang tidak sesuai lagi dengan tuntutan reformasi, seperti KKN,
kekuasaan yang otoriter, penyimpangan, dan penyelewengan lainnya.

Inti reformasi adalah memelihara segala yang sudah baik dari kinerja bangsa
dan negara di masa lampau, mengoreksi segala kekurangannya, sambil merintis
pembaruan untuk menjawab tantangan masa depan. Pelaksanaan kehidupan
berbangsa dan bernegara di masa lalu memerlukan identifikasi, mana yang
masih perlu pertahankan dan mana yang harus diperbaiki.

Pada awal reformasi, konfigurasi politik di DPR dan MPR tidak berubah,
sama dengan konfigurasi politik yang dihasilkan melalui pemilu 1997, yang
tetap didominasi oleh Golkar dan ABRI. Tetapi, karena adanya reformasi
disertai penggantian Presiden, maka merubah sifat lama anggota MPR dan DPR
tersebut dan mengikuti tuntutan reformasi, antara lain keterbukaan,
demokratisasi, peningkatan perlindungan HAM, pemeberantasan KKN,
reformasi sistem politik dan ketatanegaraan, termasuk amandemen atas Undang-
Undang Dasar 1945.

Pascapemilu 1999, peranan partai politik di Indonesia kembali menguat,


karena tidak adanya satu partaipun yang menguasai suara mayoritas di parlemen
yakni MPR dan DPR, dan juga karena iklim demokrasi sudah menyelimuti
kehidupan politik di Indonesia sejak Era Reformasi bergulir di Indonesia.
Tatanan politikpun berubah seiring dengan semakin berkurangnya peran dan
dwifungsi ABRI dalam ketatanegaraan. Pengangkatan anggota ABRI yang
terdiri dari TNI dan Polri sudah kurang dari periode sebelumnya. Dari 75 kursi
yang tersedia menjadi 38 kursi di parlemen. Di MPR tidak ada lagi
pengangkatan tambahan selain yang berasal dari DPR, yaitu melalui utusan

44
daerah. Jumlah anggota DPR pascapemilu 1999 sebanyak 500 orang, 462 orang
duduk melalui pemilihan umum sedangkan 38 orang merupakan pengangkatan
wakil ABRI. Sedangkan, anggota MPR berjumlah 700 orang, 500 orang dari
anggota DPR, 125 orang utusan daerah, dan 75 orang utusan golongan.

Dari konfigurasi politik yang demokratis tetapi tidak ada satu partai yang
menguasai mayoritas di parlemen (dalam DPR), seperti yang telah diuraikan di
atas, maka akan sulit bagi suatu fraksi untuk menggolkan programnya tanpa
berkoalisi dengan fraksi-fraksi lainnya sampai tercapai mayoritas di kedua
lembaga negara tersebut. Demikian juga halnya dengan eksekutif adalah sulit
bagi presiden untuk menggolkan rancangan undang-undang yang diajukan ke
DPR. Dan di sisi lain, demikian pula terjadi dalam setiap sidang tahunan MPR,
presiden harus dapat pula menampung aspirasi-aspirasi fraksi-fraksi di MPR
agar ia tidak kesulitan dalam meloloskan program dan pertanggungjawabannya.

Sesudah tahun 2002, presiden tidak lagi bertanggung jawab kepada MPR
seperti pada masa sebelumnya. Presiden dapat diberhentikan MPR hanya bila
melanggar hukum, bukan karena masalah politik.

Dengan konfigurasi politik seperti itu, peranan partai politik menguat


kembali seperti pada masa liberal dulu. DPR dan pemerintah telah menetapkan
undang-undang tentang pemilu dan susunan DPR, DPRD, DPD dan pemilu
langsung sebagaimana pada masa terpilihnya Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono dan Wakil Presiden M. Jusuf Kalla.Pancasila yang pada dasarnya
sebagai sumber nilai, dasar moral etik bagi negara dan aparat pelaksana negara
digunakan sebagai alat legitimasi politik. Semua tindakan dan kebijakan
mengatasnamakan Pancasila, kenyataannya tindakan dan kebijakan tersebut
sangat bertentangan dengan Pancasila. Klimaks dari keadaan tersebut ditandai
dengan hancurnya ekonomi nasional, sehingga muncullah gerakan masyarakat
yang dipelopori oleh mahasiswa, cendekiawan, dan masyarakat sebagai gerakan
moral politik yang menuntut adanya reformasi di segala bidang, terutama di
bidang hukum, politik, ekonomi, dan pembangunan.

45
Awal dari gerakan reformasi bangsa Indonesia yakni ditandai dengan
mundurnya Presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998, yang kemudian
digantikan oleh Wakil Presiden B.J. Habibie.

Dalam kenyataannya, bangsa Indonesia telah salah mengartikan makna dari


sebuah kata ‘reformasi’, yang saat ini menimbulkan gerakan yang
mengatasnamakan reformasi, padahal gerakan tersebut tidak sesuai dengan
pengertian dari reformasi itu sendiri. Contohnya, saat masyarakat hanya bisa
menuntut dengan melakukan aksi-aksi anarkis yang pada akhirnya terjadilah
pengrusakan fasilitas umum, sehingga menimbulkan korban yang tak bersalah.
Oleh karena itu, dalam melakukan gerakan reformasi, masyarakat harus tahu
dan paham akan pengertian dari reformasi itu sendiri, agar proses menjalankan
reformasi sesuai dengan tujuan reformasi tersebut.

Pancasila merupakan dasar filsafat Negara Indonesia, sebagai pandangan


hidup bangsa Indonesia, namun ternyata Pancasila tidak diletakkan pada
kedudukan dan fungsinya. Pada masa Orde Lama, pelaksanaan negara
mengalami penyimpangan dan bahkan bertentangan dengan Pancasila. Presiden
diangkat seumur hidup yang bersifat diktator. Pada masa Orde Baru, Pancasila
hanya dijadikan sebagai alat politik oleh penguasa. Setiap warga negara yang
tidak mendukung kebijakan penguasa dianggap bertentangan dengan Pancasila.
Oleh karena itu, gerakan reformasi harus dimasukkan dalam kerangka Pancasila,
sebagai landasan cita-cita dan ideologi bangsa agar tidak terjadi anarkisme yang
menyebabkan hancurnya bangsa dan negara.

Eksistensi Pancasila masih banyak dimaknai sebagai konsepsi politik yang


substansinya belum mampu diwujudkan secara riil. Reformasi belum
berlangsung dengan baik karena Pancasila belum difungsikan secara maksimal
sebagaimana mestinya. Banyak masyarakat yang hafal butir-butir Pancasila
tetapi belum memahami makna yang sesungguhnya.

Pada Era Reformasi, Pancasila sebagai re-interpretasi, yaitu Pancasila harus


selalu diinterpretasikan kembali sesuai dengan perkembangan zaman, berarti

46
dalam menginterpretasikannya harus relevan dan kontekstual, serta harus
sinkron atau sesuai dengan kenyataan pada zaman saat itu.

Berbagai perubahan dilakukan untuk memperbaiki sendi-sendi kehidupan


berbangsa dan bernegara di bawah payung ideologi Pancasila. Namun, faktanya
masih banyak masalah sosial-ekonomi yang belum terjawab. Eksistensi dan
peranan Pancasila dalam reformasipun dipertanyakan. Pancasila di Era
Reformasi tidak jauh berbeda dengan Pancasila di masa Orde Lama dan Orde
Baru, karena saat ini debat tentang masih relevan atau tidaknya Pancasila
dijadikan ideologi masih kerap terjadi.

Pancasila seakan tidak memiliki kekuatan mempengaruhi dan menuntun


masyarakat. Pancasila tidak lagi populer seperti pada masa lalu. Pancasila
banyak diselewengkan dan dianggap sebagai bagian dari pengalaman buruk di
masa lalu, dan bahkan ikut disalahkan menjadi sebab kehancuran.

Pancasila pada Era Reformasi tidaklah jauh berbeda dengan Pancasila pada
masa Orde Lama dan Orde Baru, yaitu tetap ada tantangan yang harus di hadapi.
Tantangan itu adalah Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang sampai hari
ini tidak ada habisnya. Pada masa ini, korupsi benar-benar merajalela. Para
pejabat negara yang melakukan korupsi sudah tidak malu lagi. Mereka justru
merasa bangga, ditunjukkan saat pejabat itu keluar dari gedung KPK dengan
melambaikan tangan serta tersenyum seperti artis yang baru terkenal.

Selain itu, globalisasi menjadi tantangan tersendiri bagi bangsa Indonesia


karena semakin lama ideologi Pancasila semakin tergerus oleh liberalisme dan
kapitalisme. Apalagi tantangan pada saat ini bersifat terbuka, bebas, dan nyata.

2.15 Reformasi dengan Paradigma Pancasila


Setiap sila pada Pancasila mempunyai nilai dalam paradigma reformasi,
antara lain yaitu:

1. Reformasi yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa. Artinya, gerakan


reformasi berdasarkan pada moralitas ketuhanan dan harus mengarah pada
kehidupan yang baik bahwa manusia adalah makhluk Tuhan.

47
2. Reformasi yang berperikemanusiaan yang adil dan beradab. Artinya,
gerakan reformasi berlandaskan pada moral kemanusiaan sebagai upaya
penataan kehidupan yang penuh penghargaan atas harkat dan martabat
manusia.
3. Reformasi yang berdasarkan nilai persatuan Indonesia. Artinya, gerakan
reformasi harus menjamin tetap tegaknya bangsa dan negara Indonesia
sebagai satu kesatuan.
4. Reformasi yang berakar pada asas kerakyatan. Artinya, seluruh
penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara harus dapat
menempatkan rakyat sebagai subjek dan pemegang kedaulatan. Kekuasaan
tertinggi berada di tangan rakyat Indonesia.
5. Reformasi yang bertujuan pada keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Artinya, gerakan reformasi harus memiliki visi yang jelas, yaitu
demi terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat.

Selama Era Reformasi berjalan, terdapat beberapa kelemahan yang


melenceng dari nilai-nilai luhur Pancasila, antara lain yaitu:

1. Menjadikan Pancasila sebagai ideologi bangsa tanpa memperhatikan


relevansinya dengan perkembangan zaman.
2. Para elite politik cenderung hanya memanfaatkan gelombang reformasi ini
guna meraih kekuasaan, sehingga tidak mengherankan apabila banyak
terjadi benturan kepentingan politik.
3. Pemerintah kurang konsisten dalam menegakkan hukum.
4. Menurunnya rasa persatuan dan kesatuan yang ditandai dengan adanya
konflik di beberapa daerah.
5. Korupsi yang semakin terbuka dan membudaya.

48
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pada masa Orde Lama, yaitu pada masa kekuasaan Presiden Soekarno,
Pancasila mengalami ideologisasi. Artinya, Pancasila berusaha untuk dibangun,
dijadikan sebagai keyakinan dan kepribadian bangsa Indonesia. Kenyataannya,
Pancasila hanya dijadikan sebagai alat untuk melanggengkan kekuasaan dengan
diangkatnya presiden dengan masa jabatan seumur hidup.

Pada masa Orde Baru, yaitu pada masa kekuasaan Presiden Soeharto, bangsa
Indonesia kembali menjadikan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
sebagai dasar negara. Kenyataannya, Pancasila lagi-lagi hanya dijadikan sebagai
alat untuk melanggengkan kekuasaan otoriter Presiden Soeharto yang berkuasa
selama lebih kurang 32 tahun.

Era Reformasi yang diharapkan sebagai era pembaruan memberikan angin


segar bagi bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia diharapkan kembali
mengamalkan nilai-nilai luhur Pancasila sebagai pedoman berbangsa dan
bernegara. Akan tetapi, faktanya justru pada Era Reformasi ini bangsa Indonesia
dirasakan semakin jauh dari nilai-nilai luhur Pancasila. Rakyat Indonesia
mengalami degradasi moral dan cenderung liberalis karena pengaruh
globalisasi. Tindak pidana korupsi dilakukan secara terang-terangan seolah-olah
telah membudaya di Indonesia.

Dari uraian diatas dapat di simpulkan bahwa Pancasila menjadi ideologi


negara yang universal dan komperhensif yang memuat relasi hablumminallah,
hablumminannas, dan hablum minal alam untuk mencapai tujuan rahmatan lil
alamiin.

3.2 Saran
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa sebenarnya merupakan
perwujudan dari nilai-nilai budaya milik bangsa sendiri yang diyakini
kebenarannya. Pancasila digali dari budaya bangsa yang sudah ada, tumbuh, dan

49
berkembang berabad-abad lamanya. Oleh karena itu, bangsa Indonesia wajib
mengamalkan nilai-nilai luhur Pancasila karena Pancasila mencerminkan jiwa
dan kepribadian bangsa Indonesia.

50
Daftar Pustaka

https://osf.io/preprints/inarxiv/7y9wn/download

https://media.neliti.com/media/publications/240592-meneguhkan-pancasila-
sebagai-ideologi-be-fe05f315.pdf

https://repository.unikom.ac.id/37221/1/%28Pertemuan%20III%29%20Pancasila
%20sebagai%20Ideologi%20Nasional.pdf

51

Anda mungkin juga menyukai