Anda di halaman 1dari 33

Tugas Individu

Manajemen/Administrasi Kebijakan Kesehatan

“Kemitraan Publik dan Swasta (Public & Private Prtneship)”

OLEH:

SRY YULISTI

G2U122023

KELAS B

PROGRAM MAGISTER

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI
2023

i
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Subhanahu wata’ala yang telah memberikan kami

kemudahan sehingga Saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.

Tanpa pertolongan-Nya tentunya saya tidak akan sanggup untuk menyelesaikan

makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada

baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad Shollallahu ‘alaihi wasallam yang kita

nanti-natikansyafa’atnya di akhirat nanti.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas

Bapak Dr. Suhadi, S.Km, M.Kes pada mata kuliah Manajemen Adimistrasi

Kebijakan Kesehatan . Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah

wawasan tentang Peranan Ilmu Pengetahuan Dalam Kemajuan Bangsa bagi para

pembaca dan juga bagi penulis.”.

Saya tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan

masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, Saya

mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini

nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi.Kemudian apabila terdapat

banyak kesalahan pada makalah ini saya mohon maaf yang sebesar-

besarnya.Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat.Terima kasih.


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................ii
DAFTAR ISI...............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................3
1.3 Tujuan Penulisan.............................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................4
2.1 Pengertian Public Private Partnership (PPP).................................................4
2.2 Perkembangan Public Private Partnership di Indonesia..................................7
2.3 Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Public Partnership........................10
2.4 Landasan Hukum Pelaksanaan Public Private Partneship di Indonesia.......11
2.5 Prinsip, Manfaat dan Tujuan Pelaksanaan Public Private Partnership.........14
2.6 Model Kerjasama dalam Public Private Partnership....................................16
2.7 Syarat Proyek Public Private Pstnership.......................................................26
BAB III PENUTUP...................................................................................................28
3.1 Kesimpulan....................................................................................................28
3.2 Saran..............................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................29
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tidak ada definisi resmi mengenai Public Private Partnership (PPP), namun

dapat disimpulkan bahwa PPP merupakan bentuk perjanjian antara sektor publik

(Pemerintah) dengan sektor privat (Swasta) untuk mengadakan sarana layanan publik

yang diikat dengan perjanjian, terbagi menjadi beberapa bentuk tergantung kontrak

dan pembagian resiko (Noor, 2016).

Guna mewujudkan pembangunan infrastruktur dan pelayanan yang tujunnya

untuk mensejahterakan masyarakat memunculkan konsep Publik Private Partnership

(PPP), ini merupakan kerjasama antara pemerintah dengan pihak investor atau swasta

untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Public Private Partnership (PPP) merupakan

mekanisme pembiayaan altematif dalam pengadaan pelayanan publik yang telah

digunakan secara luas diberbagai negara yang khususnya dipakai dinegara maju.

Public Private Partnership merupakan hubungan berbasis kontrak menentukan secara

rinci tanggung jawab dan kewajiban masing masing mitra. Dalam kontrak kerjasama

tersebut disebutkan secara jelas dan detail bagaimana bentuk perjanjian dan segala

kewajiban yang harus dipenuhi masing masing pihak. Public Private Partnership juga

dapat diartikan sebagai kerangka kerja yang melibatkan sector swasta dan pemerintah

yang memiliki peran masing masing . Pihak swasta sebagai investor dengan keahlian

1
teknik, operasional dan inovasi dan peran pemerintah sebagai pembuat peraturan atau

kebijakan dalam pembangunan tersebut

Dengan adanya pihak swasta yang masuk dalam proyek pemerintah hal

tersebut menyebabkan munculnya banyak kontrak-kontrak antara pihak swasta

dengan pihak pemerintah. Dengan munculnya kerjasama tersebut diharapkan

memberikan dampak yang postif dalam alokasi investasi dan juga diharapkan dapat

meningkatkan kualitas pelayanan.Tetapi pada kenyataanya kerjasama yang dilakukan

pemerintah dengan swasta tidak selalu berdampak positif karena seringkali kedua

belah pihak mempunyai kepentingan yang berbeda. Dimana kepentinganpemerintah

lebih bersifat sosial kemasyarakataan sedangkan sebaliknya kepentingan swasta

sifatnya profit oriented yang hanya mementingkan keuntungan yang banyak tanpa

memperhatikan dampak yang akan di timbulkan.

Munculnya kerjasama yang dilakukan pemerintah dengan swasta dalam

pembangunan infrastruktur memunculkan banyaknya kerjasama antara pemerintah

dengan swasta, muculnya kerjasama yang dilakukan oleh pemerintah dengan swasta

seperti : Design dan Bangun (DB); Desain Bangun dan Operasikan (DBO); Bangun,

Operasikan dan Transfer (BOT); Bangun, Sewa dan Transfer (BLT); Merancang,

Bangun, Keuangan dan Operasikan / Pertahankan (DBFO / M); Membangun,

Memiliki dan Mengoperasikan (BOO); dan Beli, Bangun dan Operasikan (BBO).
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Public Private Partnership ?

2. Bagaimana Perkembangan Public Private Partnership di Indonesia?

3. Apa hal-hal yang perlu diperhatikan dalam Public Private Partnership?

4. Apa landasan hukum dalam pelaksanaan Public Private Partnership di

Indonesia?

5. Apa prinsip, manfaat, dan tujuan pelaksanaan Public Private Partnership?

6. Bagaimana Model kerjasama dalam Public Private Partnership?

7. Apa Syarat dari Proyek Public Private Partnership

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Public Private Partnership

2. Untuk mengetahui Perkembangan Public Private Partnership di Indonesia

3. Untuk mengetahui hal-hal yang perlu diperhatikan dalam Public Private

Partnership

4. Untuk mengetahui landasan hukum dalam pelaksanaan Public Private

Partnership di Indonesia

5. Untuk mengetahui prinsip, manfaat, dan tujuan pelaksanaan Public Private

Partnership

6. Untuk mengetahui model kerjasama dalam Public Private Partnership

7. Untuk mengetahui syarat dari Proyek Public Private Partnership


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Public Private Partnership (PPP)

Public Private Partnership (PPP) adalah perjanjian atau kontrak antara

pemerintah dengan sektor swasta yang antara lain; a) sektor swasta mengambilalih

fungsi pemerintah selama periode waktu yang ditentukan, b) sektor swasta menerima

kompensasi dari pelaksanaan fungsi tersebut baik langsung maupun tidak langsung,

c) sektor swasta dibebani timbulnya risiko dari pelaksanaan fungsi tersebut, d)

adapun fasilitas publik, tanak atau sumber-sumber daya yang lain dapat dialihkan

sektor swasta. atau dapat digunakan oleh sektor swasta (Abbas, 2018).

PPP merupakan kesepakatan antara dua pihak atau lebih yang memungkinkan

mereka saling bekerja sama guna mencapai tujuan bersama, yang mana masing-

masing pihak berperan berdasarkan tingkat tanggung jawab dan kekuasaannya,

tingkat investasi atas sumber daya, level potensi resiko dan keuntungan bersama

(Radani, 2020).

Public Private Partnership memiliki definisi dan beberapa elemen kunci

sebagai berikut (Radani, 2020):

1. Sebuah kontrak jangkan panjang antara pihak sector publik dan pihak swasta

2. Untuk desain, konstruksi, pembiayaan dan operasi infrastruktur publik

(fasilitas) dilakukan pihak swasta


3. Dengan pembayaran selama masa kontrak PPP kepada pihak swasta untuk

penggunaan fasilitas, yang dibayar baik oleh pihak sektor publik maupun

masyaraka umum sebagai pengguna fasilitas

4. Dengan fasilitas yang tersisa dalam kepemilikan pihak sektor publik pada

akhir masa kontrak PPP

Public Private Partnership yang kemudian disebut PPP memiliki beberapa

tujuan dalam pelaksanaannya yaitu yang pertama untuk memenuhi kebutuhan

pendanaan melalui pihak swasta, yang kedua untuk meningkatkan kualitas, kuantitas

dan efisiensi dalam pelayanan, pengelolaan dan pemeliharaan dalam hal penyediaan

infrastruktur. Dan yang ketiga mendorong prinsip pakai bayar yang mana dengan

mempertimbangkan kemampuan membayar dari pemakai (Radani, 2020).

Dalam pengertian lain, PPP merupakan kemitraan antara pemerintah dan

swasta yang melibatkan investasi yang besar. Untuk menciptakan sebuah

hubungan/kerjasama yang sukses maka sangat penting untuk memahami tujuan dan

kepentingan dari masing-masing pelaku dalam PPP. Dalam PPP, sedikitnya terdapat

7 faktor yang merupakan kesatuan proses dari model PPP yang merupakan

pendukung keberhasilan program PPP, diantaranya adalah:

- Networking

- Cooperation/collaboration

- Coordination
- Willingness

- Trust

- Capability

- A conductive environment.

Sementara berdasarkan kajian yang pernah dilakukan oleh Pusat Kajian

Strategis Pelayanan Jasa Perhubungan (PKSPJP) tentang Kajian Percepatan

Pembangunan Infrastruktur Transportasi Melalui Kerjasama Pemerintah dan Swasta,

sedikitnya terdapat 5 (lima) aspek atau variabel yang dapat dijadikan tolak ukur

keberhasilan penerapan PPP di daerah, yaitu: Kebijakan, Sumber Daya, Karakteristik

Pelaku, Komunikasi, dan Kecenderungan Lembaga Pelaksana (Kurniawan dkk,

2009). Sehingga dengan mendasarkan pada teori-teori tersebut di atas, ditentukan

variabel dan sub variabel penelitian yang digunakan sebagai instrumen pengukuran

tingkat potensi penerapan kebijakan PPP dalam pengembangan infrastruktur

transpotasi padat modal dimana sektor swasta membiayai, membangun, dan

mengelola prasarana dan sarana, sedangkan pemerintah sebagai mitra yang

menangani pengaturan pelayanan, dalam hal ini tetap sebagai pemilik asset dan

pengendali pelaksanaan kerjasama.

Bentuk hubungan PPP meliputi kegiatan umum negara dengan kompetisi

sektor swasta melalui kerjasama antara publik dan sektor swasta untuk usaha

investasi dalam pengadaan infrastruktur, contoh yang paling mudah adalah jalan tol.

Dalam kerjasama tersebut melibatkan perusahaan swasta untuk tujuan tertentu,


sedangkan risiko ditanggung bersama-sama. Singkatnya, fitur kunci dari PPP dapat

dicirikan sebagai kemitraan antara sektor publik dan swasta yang biasanya

melibatkan sektor swasta untuk melakukan investasi proyek-proyek yang secara telah

dilaksanakan dan dimiliki oleh sektor publik.

2.2 Perkembangan Public Private Partnership di Indonesia

Di Indonesia, sejatinya konsep PPP ini dipilih sebagai alternatif oleh

pemerintah semenjak pembangunan infrastruktur mulai agak tersendat karena

datangnya krisis moneter pada tahun 1998. Begitu kondisi Indonesia semakin

terpuruk karena krisis, saat itu Presiden Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden

Nomor 7 Tahun 1998 tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha Swasta dalam

Pembangunan dan/atau Pengelolaan Infrastruktur. Namun, upaya ini tidak

membuahkan hasil. Apalagi, kondisi moneter dalam negeri saat itu belum stabil

sehingga terjadi capital flight yang cukup besar.

Hingga pada tahun 2005, Pemerintah mulai serius untuk menerapkan konsep

PPP. Diawali dengan diselenggarakannya Indonesia Infrastructure Summit I pada

pertengahan Januari 2005. Saat itu, ada sebanyak 91 proyek yang ditawarkan

pemerintah kepada investor swasta untuk menjadi proyek kerjasama Pemerintah-

Swasta. Sedangkan pada Indonesia Infrastructure Summit II (Indonesia Infrastructure

Conference and Exhibition 2006) pemerintah menawarkan 111 proyek (termasuk 10

model proyek yang diunggulkan). Ternyata, untuk ”mengawal” proyek-proyek

tersebut supaya layak dikerjasamakan membutuhkan kerja super keras pemerintah.


Banyak hal yang harus diperbaiki atau dibentuk. Secara garis besar, terdapat

tiga hal yang harus segera diselesaikan pemerintah. Pertama, membentuk

kelembagaan baru yang mendukung pelaksanaan PPP; kedua, melakukan

harmonisasi, reformasi dan revisi terhadap berbagai aturan yang bertentangan dan

yang menghambat masuknya investasi; dan ketiga, meningkatkan kualitas sumber

daya manusia. Untuk tugas pertama, pemerintah telah membentuk apa yang disebut

dengan Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur (KKPPI) yang

diketuai oleh Menteri Koordinator Perekonomian pada Mei 2005. Selain KKPPI,

beberapa institusi pendukung dalam rangka PPP juga sedang dan telah dibentuk

seperti :

- Departemen Keuangan telah membentuk Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal

(Risk Management Unit) dan Badan Investasi Pemerintah.

- Departemen Perhubungan, Departemen Pekerjaan Umum dan Departemen

Energi dan Sumber Daya Mineral masing-masing telah membentuk Simpul

PPP (PPP Node).

- Pemerintah juga membentuk Pusat Pengembangan PPP

Pada intinya, pelaksanaan PPP akan semakin baik ketika pemerintah mampu

menyediakan iklim kondusif yang mampu mendukung PPP. Situasi yang kondusif

untuk PPP antara lain:

- Peraturan yang mendukung

- Kerangka kebijakan yang berpihak


- Prosedur yang jelas, dan terinci

- Budaya kompetisi yang sehat

- Transparansi dalamsetiap transaksi

- Pasar modal yang baik

- Pemerintah yang cukup paham tentang PPP

Dalam 3 dan 5 tahun kedepan sejumlah kota-kota Metropolitan di Indonesia

seperti, Jakarta, Bandung, Semarang, Denpasar dan Banjarmasin berpandangan sama

bagaimana mengatasi masalah terbatasnya penyediaan infrastruktur bagi daerahnya,

dengan terbatas pula dari sisi pembiayaan pemeintah daerah. Hal tersebut tentunya

dapat diupayakan secara komperhensif dengan memobilisasi pendekatan pembiayaan

investasi dari swasta melalui PPP, yang akan didukung oleh peraturan dan aturan

yang ada. Sekalipun nantinya swasta akan memperoleh kesempatan bekerjasama

dalam pembangunan infrastruktur yang merupakan utilitas umum perlu dikendalikan

oleh pemerintah, maka rambu-rambu bagi penyelenggaraan kerjasama pun perlu

diatur agar tidak merugikan kedua belah pihak, serta tidak mengurangi hak-hak

penguasaan Pemerintah dalam penyelenggaraan kepentingan bagi harkat hidup orang

banyak.

Pola kerjasama dalam PPP dapat dicari setelah dilakukan kajian terhadap

pengalaman beberapa negara dalam melakukan kerjasama pembangunan dengan

pihak swasta, yaitu dapat berupa BOT (Built, Operate, Transfer) yang dipandang

cocok diterapkan dalam investasi jangka panjang, selama masa konsesinya dengan
membiayai, membangun dan mengoperasikan. Bentuk badan usaha yang melakukan

kerjasama tersebut bisa dilakukan dalam bentuk joint venture (usaha patungan) atau

joint operation (kerjasama operasi gabungan). Biaya pengadaan tanah lahan yang

dibutuhkan ditanggung oleh Pemerintah atau sekaligus oleh pihak Swasta yang akan

diperhitungkan dalam masa konsesi, hal tersebut telah dilakukan sejak tahun 1994

karena terbatasnya dana APBN/APBD.

2.3 Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Public Partnership

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan kerjasama antara

pemerintah dan swasta antara lain adalah (Kurniawan dkk, 2009):

- Penting bagi semua pihak untuk saling memahami, misi, fungsi dan tugas,

hak, kewajiban masing-masing sebagai pelaku pembangunan.

- Melakukan persepsi dalam negoisasi kegiatan kemitraan, sangat diperlukan

keterbuakaan, komitmen dari para pelaku pembangunan dengan dicapainya

hasil yang saling menguntungkan.

- Perlunya keterlibatan langsung seluruh pihak, terutama Pemerintah Daerah,

DPRD, masyarakat, karyawan dll.

- Keberadaan dan akses data yang relevan, mudah, benar dan konsisten.

- Dukungan yang jelas dan benar kepada pemberi keputusan baik tingkat

Pusat, Propinsi ataupun Daerah (Kabupaten/Kota).


- Kriteria persyaratan lelang/negoisasi yang jelas, transparan dan konsisten.

- Struktur dan tugas tim negoisasi yang jelas dan kemampuan dalam

penguasaan materi bidang Hukum, Teknis dan Keuangan.

2.4 Landasan Hukum Pelaksanaan Public Private Partneship di Indonesia

PPP unit atau Badan yang bertugas secara aktif untuk memfasilitasi

Kerjasama pemerintah dan swasta saat ini adalah BAPPENAS, direktorat

Pengembangan Kerjasama Pemerintah dan Swasta (PKPS). Adapun peraturan-

peraturan yang mendasari KPS dapat dilihat di PP No. 1 Tahun 2008 tentang

Investasi Pemerintah, juga terutama di Perpres No. 67 Tahun 2005 tentang

Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. Perpres ini

telah diperbaiki menjadi Perpres No. 13 Tahun 2010. Salah satu aspek penting dalam

perpres ini adalah apresiasi terhadap ide atau inovasi dari pihak swasta dalam

proposal yang diajukan, dalam bentuk nilai atau score tambahan bila proposal

tersebut dilelangkan. Hal ini tentunya juga perlu direspons sebelumnya dengan

siapnya grand strategy dari pemerintah agar ide-ide yang akan dilaksanakan tidak

menyimpang dari grand strategy. Untuk lebih jelas, berikut merupakan beberapa

peraturan sebagai landasan hokum PPP:

Tabel di bawah ini memberikan gambaran peraturan terkait pelaksanaan PPP

di Indonesia:
Tabel 1.1 Landasan Hukum Pelaksanaan PPP/KPS di Indonesia

Peraturan KPS Peraturan


Terkait Non-
KPS
Peraturan Lintas Peraturan Sektor Peraturan Perpres
Sektor Terkait Lain 54/2010
- Perpres - Jalan Tol (PP 15/2005) tentang
13/2010 - Kereta Api (UU 23/2007) Pengadaan
- Perpres - SPAM (PP 16/2005) Barang/Jasa
67/2005 - Listrik (UU 15/1985) Pemerintah
- Perpres - Pelabuhan (UU 17/2008 tentang Keppres
42/2005 Pelayanan) 80/2003
(KKPPI) - Telekomunikasi (UU 36/1999) tentang
- PMK 38/2006 Bandara (UU 1/2009) Pengadaan
tentang PP 6/2006 Barang/Jasa
(dukungan (Pengelolaan BMN/D) Pemerintah
pemerintah) - PP 50/2007 (Tata Cara Pelaksanaan UU
- Permenko Kerjasama Daerah) 17/2003
3/2006 - PP 1/2008 (Investasi Pemerintah) Tentang
(Tata Cara - PP 38/2007 Keuangan
Penyusunan (Pembagian Urusan Pemerintahan) Negara
Daftar - Perpres 38/2005 diubah oleh perpres UU 25/2007
Prioritas 65/2006 dan Per Ka BPN 3/2007 tentang
Proyek) (Pengadaan Tanah) Penanaman
Permenko 4/2006- Permendagri 22/2009 (Juknis Tata Cara Modal
(Tata Cara Kerjasama Daerah)
Evaluasi Proyek
yang
Membutuhkan
duk. Pem)
Sumber: BAPPENAS, 2013
Peraturan KPS Peraturan
Terkait Non-
KPS
Peraturan Lintas Peraturan Peraturan
Sektor Sektor Terkait Lain
Perpres
- Perpres 13/2010 - Jalan Tol (PP - PP 6/2006 54/2010
- Perpres 67/2005 15/2005) (Pengelolaan tentang
- Perpres 42/2005 - Kereta Api (UU BMN/D) Pengadaan
(KKPPI) 23/2007) - PP 50/2007 Barang/Jasa
- PMK 38/2006 - SPAM (PP 16/2005) (Tata Cara Pemerintah
tentang - Listrik (UU Pelaksanaan Keppres 80/2003
(dukungan 15/1985) Kerjasama tentang
pemerintah) - Pelabuhan (UU Daerah) Pengadaan
- Permenko 17/2008 tentang - PP 1/2008 Barang/Jasa
3/2006 (Tata Pelayanan) (Investasi Pemerintah UU
Cara - Telekomunikasi Pemerintah) 17/2003 tentang
Penyusunan (UU 36/1999) - PP 38/2007 Keuangan Negara
Daftar Prioritas - Bandara (UU (Pembagian UU
Proyek) 1/2009) Urusan
- Permenko Pemerintahan) 25/2007
4/2006 (Tata - Perpres 38/2005
Tentang
Cara Evaluasi diubah oleh Penanaman
Proyek yang perpres 65/2006 Modal
Membutuhkan dan Per Ka BPN
duk. Pem) 3/2007
(Pengadaan
Tanah)
- Permendagri
22/2009 (Juknis
Tata Cara
Kerjasama
Daerah)
Sumber: BAPPENAS, 2013
Dalam praktek PPP di Indonesia, banyak terdapat pembangunan fisik

diperuntukkan untuk fasilitas publik, yang dalam pengerjaannya menggunakan pola

PPP. Berbagai kendala juga terjadi selama implementasi kerjasama, antara lain

investor tidak mendapat profit seperti yang diharapkan, yang disebabkan tidak

stabilnya kondisi perekonomian di Indonesia. Terjadinya pemutusan kontrak oleh

investor sebelumnya yang telah menjalani masa konsesi selama jangka waktu

tertentu, dengan alasan tidak tercapainya tujuan investor juga terjadi. Namun hal itu

belum tercakup dalam klausul perjanjian kerjasama, sehingga aturan tambahan jika

hal-hal seperti tersebut diatas terjadi, belum ada klausul yang mengatur dan

memerlukan perjanjian tambahan. Dari fenomena tersebut, maka perlu kiranya

diidentifikasi faktor-faktor yang menentukan keberhasilan pada pelaksanaan PPP

sehingga dapat menjadi pedoman bagi kontrak PPP selanjutnya.

2.5 Prinsip, Manfaat dan Tujuan Pelaksanaan Public Private Partnership

Pelaksanaan PPP dilakukan diantaranya berdasarkan prinsip: adil, terbuka,

transparan, dan bersaing. Dengan adanya pengadaan yang mengedepankan

transparansi dan persaingan, manfaat yang dapat diraih adalah:

- Meningkatkan penerimaan publik terhadap proyek PPP.

- Mendorong kesanggupan lembaga keuangan untuk menyediakan

pembiayaan tanpa sovereign guarantees.


- Mengurangi risiko kegagalan proyek.

- Dapat membantu tertariknya bidders yang sangat berpengalaman dan

berkualitas tinggi.

- Mencegah aparat pemerintah dari praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

- Jaminan “harga pasar”, tol, retribusi, dan sebagainya yang terendah.

- Memperbaiki kemungkinan diterimanya proyek tersebut oleh masyarakat

umum.

- Meningkatkan kesediaan lembaga keuangan untuk menyediakan

pembiayaan, sedapat mungkin tanpa jaminan pemerintah.

- Menurunkan biaya pendanaan.

- Mengurangi resiko kegagalan proyek.

- Meningkatkan kemudahan memperoleh perijinan untuk proyek.

- Membantu untuk menarik pihak swasta yang lebih berkualitas

dan berpengalaman.

- Melindungi pejabat pemerintah dari tuduhan melakukan “KKN”.

- Meningkatkan investasi dalam proyek infrastruktur dan menciptakan

pertumbuhan ekonomi.

Selain itu, tujuan pelaksanaan PPP adalah untuk:

- Mencukupi kebutuhan pendanaaan secara berkelanjutan melalui pengerahan


dana swasta.

- Meningkatkan kuantitas, kualitas dan efisiensi pelayanan melalui persaingan

sehat.

- Meningkatkan kualitas pengelolaan dan pemeliharaan dalam

penyediaan infrastruktur.

- Mendorong dipakainya prinsip pengguna membayar pelayanan yang

diterima, atau dalam hal tertentu mempertimbangkan daya beli pengguna.

2.6 Model Kerjasama dalam Public Private Partnership

Menurut NCPPP (2013), bentuk-bentuk kerjasama dalam PPP adalah:

a. Build, Operate, Transfer (BOT) atau Build, Transfer, Operate (BTO)

Bentuk ini merupakan bentuk kerjasama P3 dimana pihak swasta membangun

fasilitas sesuai dengan perjanjian tertentu dengan pemerintah, mengoperasikan

selama periode tertentu berdasarkan kontrak, dan kemudian mengembalikan fasilitas

tersebut kepada pemerintah. Pada banyak kasus yang lain, swasta selalu

menyediakan sebagian atau seluruh dana pembiayaan pembangunannya sehingga

pada periode kontrak harus sesuai dengan perhitungan dalam pengembalian investasi

melalui pengguna fasilitas tersebut. Pada akhir kontrak, pihak pemerintah dapat

menilai tanggung jawab pengoperasian, memperpanjang masa kontrak dengan pihak

yang sama, atau mencari pihak (swasta) baru sebagai mitra untuk mengoperasikan

atau memelihara. BTO hampir sama dengan BOT. Perbedaannya terletak pada waktu
pengembalian atau penyerahan fasilitas. Kalau BOT dari pihak swasta

mengembalikan setelah memiliki dalam jangka waktu tertentu, sebaliknya, pada

BTO, pihak swasta menyerahkan fasilitas kepada pemerintah setelah proyek

pembangunan selesai.

b. Build, Own, Operate (BOO)

BOO merupakan bentuk kerjasama PPP dimana konstraktor swasta

membangun dan mengoperasikan fasilitas tanpa harus mengembalikan kepemilikan

kepada pemerintah. Dengan kata lain, dari pemerintah menyerahkan hak dan

tanggung jawabnya atas suatu prasarana publik kepada mitra privat untuk

membiayai, membangun, memiliki dan mengoperasikan suatu prasarana publik baru

tersebut selama-lamanya. Transaksi BOO dapat berstatus bebas pajak apabila semua

persyaratan kantor pajak terpenuhi.

c. Buy, Build, Operate (BBO

BBO merupakan sebuah bentuk penjualan aset yang mencakup proses

rehabilitasi atau pengembangan dari fasilitas yang sudah ada. Pemerintah menjual

aset kepada swasta dan kemudian swasta melakukan upaya peningkatan yang

dibutuhkan fasilitas tersebut untuk menghasilkan keuntungan dengan mekanisme

yang menguntungkan pula.

d. Contract Services

- Operations and Maintanance


Mitra publik (pemerintah negara bagian, badan-badan/instansi pemerintah

lokal) melakukan kontrak/perjanjian kerjasama dengan swasta untuk

menyediakan dan/atau memelihara jasa atau layanan tertentu. Berdasarkan

pada pilihan operasi dan pemeliharaan yang telah diberikan kepada swasta,

mitra publik mempertahankan kepemilikan dan seluruh manajemen fasilitas

umum atau sistem.

- Operations, Maintanance, Management

Mitra publik melakukan kontak kerjasama dengan swasta untuk

mengoperasikan, memelihara, dan mengelola fasilitas atau sistem untuk

meningkatkan pelayanan. Berdasarkan kontrak/perjanjian ini, mitra publik

mempertahankan kepemilikan tetapi pihak swasta boleh menginvestasikan

modalnya pada fasilitas atau sistem tersebut. Swasta manapun sangat

berhatihati dalam memperhitungkan investasi pada setiap kerjasama dengan

sistem operasional yang efisien dan tabungan selama waktu kontrak. Dengan

kontrak yang rata-rata lebih lama, pihak swasta memiliki kesempatan besar

untuk memperoleh keuntungan dan pengembalian yang sesuai. Pemerintah di

Amerika Serikat biasanya menggunakan bentuk kerjasama ini untuk

pelayanan perawatan sampah cair.

e. Design, Build (DB)

DB merupakan bentuk kerjasama dimana pihak swasta menyediakan desain

dan membangun sesuai desain proyek yang memenuhi persyaratan yang


standard dan kinerja yang dibutuhkan yang ditetapkan oleh pemerintah.

Bentuk kerjasama ini dapat menghemat waktu, dana, jaminan yang lebih

jelas, dan membebankan risiko tambahan kepada swasta. Selain itu

bentuk ini juga dapat mengurangi konflik karena pembagian tanggung

jawab yang jelas dan sederhana.

f. Design, Build, Maintain (DBM)

Bentuk DBM merupakan bentuk kerjasama yang hampir sama dengan DB

dengan pengecualian pada pemeliharaan fasilitasnya selama beberapa waktu

dalam perjanjian menjadi tanggung jawab pihak swasta. Keuntungan juga

hampir sama dengan DB dengan risiko selama pemeliharaan dibebankan

kepada mitra swasta ditambah dengan garansi selama periode pemeliharaan

juga oleh swasta.

g. Design, Build, Operate (DBO)

DBO merupakan bentuk kerjasama dimana kontrak tunggal diberikan untuk

mendesain, membangun, dan mengoperasikan. Kepemilikan fasilitas

dipertahankan untuk sektor publik kecuali jika proyek tersebut berupa

design, build, operate, transfer atau design, build, own, operate. Metode

kontrak kerjasama ini sangat berbeda dengan pendekatan yang biasanya

digunakan di Amerika Serikat. Metode ini melibatkan satu kontrak dengan

seorang arsitek atau insinyur, diikuti dengan kontrak yang berbeda dengan

pemborong, kemudian diikuti pengambil-alihan oleh pemilik dan


mengoperasikannya.

h. Concession

Konsesi memberikan peluang tanggung jawab yang lebih besar kepada privat

tidak hanya untuk mengoperasikan dan memelihara aset tersebut namun juga

berinvestasi. Kepemilikan aset masih berada ditangan pemerintah, tetapi

keseluruhan hak guna berada ditangan privat hingga berakhirnya kontak

(biasanya 25-30 tahun). Konsesi biasanya ditawarkan melalui lelang dengan

penawaran terendah akan keluar sebagai pemenang. Konsesi diatur dengan

kontrak yang mencakup kondisi seperti target kinerja (kualitas), standar

kinerja, perjanjian investasi modal, mekanisme penyelarasan tarif, dan

penyelesaian arbritase atau peselisihan yang berpotensi muncul. Keuntungan

bentuk konsesi adalah seluruh pengelolaan dan investasi dilakukan oleh

private untuk tujuan efisiensi. Konsesi sesuai untuk menarik investasi dalam

skala besar.

i. Enhanced Use Leasing (EUL)

EUL di Amerika merupakan pengelolaan aset-aset pada Departemen Urusan

Veteran (Veterans Affairs-VA) yang meliputi beberapa perjanjian sewa-

menyewa (seperti lease, develop, operate, atau build, develop, operate).

EUL juga memungkinkan pada departemen ini mengontrol sewa properti

dalam jangka panjang dengan pihak swasta atau instansi pemerintah untuk

keperluan di luar Departemen Urusan Veteran.


j. Lease, Develop, Operate (LDO) atau Build, Develop, Operate (BDO)

LDO atau BDO merupakan kerjasama swasta menyewa atau membeli

prasarana publik dari pemerintah, dan mengembangkannya serta

melengkapinya, lalu mengoperasikan berdasarkan kontrak dalam waktu

tertentu. Selama kontrak berlangsung, pihak swasta dapat mengembangkan

prasarana yang ada dan mengoperasikannya sesuai dengan perjanjian

kontrak.

k. Lease/Purchase

Bentuk kerjasama ini terjadi ketika pemerintah membuat kontrak dengan

swasta untuk merancang dan membiayai serta membangun prasarana publik,

tetapi setelah selesai dibangun prasarana tersebut menjadi milik pemerintah.

Lalu pihak swasta tersebut menyewa prasarana tersebut kepada pemerintah

untuk dioperasikan dalam periode waktu tersebut sesuai dengan perjanjian.

Berdasarkan perjanjian ini pengoperasian fasilitas dapat dilakukan oleh

kedua belah pihak (pemerintah-swasta) selama masa sewa. Lease/purchase

sudah digunakan pada General Service Administration pada pembangunan

gedung kantor pemerintah negara bagian dan pembangun gedung-gedung

penjara di Amerika Serikat.


l. Sale/Leaseback

Sale/leaseback merupakan bentuk kerjasama pengaturan keuangan dimana

pemilik fasilitas menjual kepada pihak lain, dan setelah itu menyewa

kembali dari pemilik baru tersebut. Baik pemerintah maupun swasta

dibolehkan ikut masuk didalam pengaturan sale/leaseback meskipun dengan

banyak pertimbangan. Inovasi penggunaan bentuk kerjasama ini adalah

penjualan fasilitas umum kepada sektor publik atau perusahaan swasta

dengan pertimbangan pembatasan kewajiban dari pemerintah. Berdasarkan

dari kesepakatan tersebut, pemerintah yang menjual fasilitas menyewanya

kembali dan melanjutkan pengoperasiannya.

m. Tax, Exempt Lease/Turnkey

Turnkey merupakan bentuk kerjasama dimana pemerintah membiyai suatu

proyek dan pihak swasta melaksanakan perancangan, pembangunan dan

pengoperasian dalam waktu yang telah disepakati bersama. Persyaratan

standard dan untuk Kinerja ditetapkan oleh pemerintah dan kepemilikan

tetap ditangan pemerintah.

Bentuk-bentuk kerjasama PPP di atas dapat dibedakan antara satu dengan

yang lainnya dengan kriteria-kriteria sebagai berikut:

- Kepemilikan aset. Kepemilikan aset merupakan hak atas kepemilikan terhadap

aset yang dikerjasamakan, apakah aset itu berada ditangan pemerintah atau

swasta, selama jangka waktu tertentu. Semakin besar keterlibatan pihak swasta
dalam kepemilikan aset maka akan semakin menarik minat mereka

bekerjasama/berinvestasi. Kepemilikan aset dapat dibedakan apakah menjadi

milik pemerintah, milik swasta, atau milik pemerintah dan swasta (kepemilikan

bersama).

- Operasional dan pengelolaan asset. Operasional dan pengelolaan aset merupakan

kriteria yang mengindentifikasikan pendelegasian tanggung jawab untuk

mengelola aset yang dikerjasamakan selama kurun waktu tertentu. Pihak yang

mengelola berpeluang untuk memperoleh pendapatan dari aset kerjasama.

Operasional dan kepemilikan aset dapat dibedakan menjadi tanggung jawab

pemerintah, swasta, atau tanggung jawab bersama.

- Investasi modal atau penanam modal. Investasi modal merupakan kriteria

berkaitan dengan siapa yang akan menanamkan modal tersebut pada aset yang

akan dikerjasamakan. Investasi modal dapat dibedakan menjadi investasi

pemerintah, swasta, atau investasi dengan modal bersama.

- Resiko-resiko yang akan terjadi. Risiko komersial merupakan kriteria yang

berhubungan siapa yang akan dibebani dengan risiko-risiko komersial tersebut

yang nanti akan muncul selama pembangunan dan pengelolaan aset yang

dikerjasamakan. Risiko komersial yang akan terjadi dapat dibebankan kepada

pemerintah, swasta, atau menjadi beban bersama.

- Durasi kerjasama, merupakan kriteria yang berkaitan dengan jangka waktu

kerjasama yang disepakati. Semakin lama jangka waktu kerjasama akan

memberikan peluang yang lebih besar bagi pengembalian. Durasi kerjasama


dapat dibedakan menjadi jangka pendek, jangka menengah, atau jangka

Dari keseluruhan bentuk kerjasama PPP diatas, tidak semua bentuk kerjasama

dilakukan di Indonesia, berikut adalah kerjasama yang dilakukan di Indonesia:

a. BOT (Build, Operate, Transfer)

Swasta membangun, mengoperasikan fasilitas dan mengembalikannya

ke pemerintah setelah masa konsesi/kontrak berakhir.

- Jalan Tol

- Terminal Udara (Airports)

- Bendungan&bulk water supply

- Instalasi Pengolahan Air (water/wastewater treatment plant)

- Pelabuhan Laut (Sea Ports)

- Fasilitas IT (Information Technology)

- Pembangkit Listrik (Independent Power Producer/IPP)


b. BTO (Build, Transfer, Operate)

Swasta membangun, menyerahkan asetnya kepemerintah dan mengoperasikan

fasilitas sampai masa konsesi/kontrak berakhir.

c. ROT (Rehabilitate, Operate, Transfer)

Swasta memperbaiki, mengoperasikan fasilitas dan mengembalikannya ke

pemerintah setelah masa konsesi/kontrak berakhir.

d. BOO (Build, Own, Operate)

Swasta membangun dan memiliki fasilitas serta mengoperasikannya.


Beberapa contoh BOO adalah:

- Pelabuhan Udara (keseluruhan atau sebagian)

- Jalan Tol

- Pelabuhan Laut

- Penyediaan dan distribusi air bersih

- Rumah Sakit

- Fasilitas olahraga
e. O & M (Operation and Maintenance)

Berlaku untuk kasus khusus, pemerintah membangun, swasta

mengoperasikan dan memelihara.

Terdapat masa kontrak untuk bentuk BOT dan BTO, dan jika masa kontrak

telah berakhir maka proyek harus diserahkan ke pemerintah dan selanjutnya

pemerintah bisa mengelola sendiriatau ditenderkan lagi. PPP di Indonesia sebenarnya

sudah dilaksanakan sejak tahun 1974 yaitu sejak adanya Undang-Undang yang

mengatur tentang pembangunan jalan tol. Sampai saat ini,pelaksanaan PPP ini masih

fokus pada pembangunan infrastruktur yang ditangani oleh pemerintah

pusat.Persiapan yang perlu dilakukan dalam proses PPP biasanya meliputi Pra Sudi

Kelayakan, Desain Awal, AMDAL, Sosialisasi, Kelayakan Keuangan, Pengadaan/

Pelelangan. Sedangkan kriteria yang dipergunakan dalam proses pengadaan/tender

adalah: biaya, tarif, desain, dan proses pemeliharaan. Setelah infrastruktur tersebut

terbangun, kinerja dari KPS ini pun bisa dilihat berdasarkan: (1) revenue atau

pendapatan yang diperoleh, (2) efisiensi yang dihasilkan, (3) penanganan resiko,
dan (4) inovasi yang dihasilkan.

2.7 Syarat Proyek Public Private Pstnership

Agar suatu proyek dapat dibiayai oleh PPP, proyek yang dibiayai oleh

kerjasama Pemerintah dan Swasta, maka proyek tersebut harus merupakan proyek

seperti yang tercantum pada Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 13 Tahun

2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 Tentang

Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur, seperti

dibawah ini :

- Infrastruktur transportasi, meliputi pelayanan jasa kebandarudaraan,

penyediaan dan/atau pelayanan jasa kepelabuhanan, sarana dan prasarana

perkeretaapian.

- Infrastruktur jalan, meliputi jalan tol dan jembatan tol.

- Infrastruktur pengairan, meliputi saluran pembawa air baku.

- Infrastruktur air minum yang meliputi bangunan pengambilan air baku,

jaringan transmisi, jaringan distribusi, instalasi pengolahan air minum.

- Infrastruktur air limbah yang meliputi instalasi pengolah air limbah, jaringan

pengumpul dan jaringan utama, dan sarana persampahan yang meliputi

pengangkut dan tempat pembuangan.

- Infrastruktur telekomunikasi dan informatika, meliputi jaringan

telekomunikasi dan infrastruktur e-government.


- Infrastruktur ketenagalistrikan, meliputi pembangkit, termasuk

pengembangan tenaga listrik yang berasal dari panas bumi, transmisi, atau

distribusi tenaga listrik.

- Infrastruktur minyak dan gas bumi, meliputi transmisi dan/atau distribusi

minyak dan gas bumi.

Infrastruktur-infrastruktur tersebut, dikerjasamakan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku di sektor bersangkutan. Syarat lainnya agar PPP

dapat terlaksana yaitu, dari segi ekonomis semua pihak (pemerintah dan swasta)

memperoleh keuntungan
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

 Public Private Partnership (PPP) adalah perjanjian atau kontrak antara


pemerintah dengan sektor swasta yang antara lain; a) sektor swasta
mengambilalih fungsi pemerintah selama periode waktu yang ditentukan, b)
sektor swasta menerima kompensasi dari pelaksanaan fungsi tersebut baik
langsung maupun tidak langsung, c) sektor swasta dibebani timbulnya risiko
dari pelaksanaan fungsi tersebut, d) adapun fasilitas publik, tanak atau
sumber-sumber daya yang lain dapat dialihkan sektor swasta. atau dapat
digunakan oleh sektor swasta.
 Perkembangan Public Private Partnership di Indonesia dipilih sebagai
alternatif oleh pemerintah semenjak pembangunan infrastruktur mulai agak
tersendat karena datangnya krisis moneter pada tahun 1998. Begitu kondisi
Indonesia semakin terpuruk karena krisis, saat itu Presiden Soeharto
mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 1998 tentang Kerjasama
Pemerintah dan Badan Usaha Swasta dalam Pembangunan dan/atau
Pengelolaan Infrastruktur.
 Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan kerjasama antara
pemerintah dan swasta antara lain adalah:

o Penting bagi semua pihak untuk saling memahami, misi, fungsi dan

tugas, hak, kewajiban masing-masing sebagai pelaku pembangunan.

o Melakukan persepsi dalam negoisasi kegiatan kemitraan, sangat

diperlukan keterbuakaan, komitmen dari para pelaku pembangunan

dengan dicapainya hasil yang saling menguntungkan.


o Perlunya keterlibatan langsung seluruh pihak, terutama Pemerintah

Daerah, DPRD, masyarakat, karyawan dll.

o Keberadaan dan akses data yang relevan, mudah, benar dan konsisten.

o Dukungan yang jelas dan benar kepada pemberi keputusan baik

tingkat Pusat, Propinsi ataupun Daerah (Kabupaten/Kota).

o Kriteria persyaratan lelang/negoisasi yang jelas, transparan dan

konsisten.

o Struktur dan tugas tim negoisasi yang jelas dan kemampuan dalam

penguasaan materi bidang Hukum, Teknis dan Keuangan.

3.2 Saran

Mengingat keterbatasan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh

penulis, maka untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendasar lagi,

disarankan kepada pembaca untuk membaca literatur-literatur yang telah

dilampirkan pada makalah ini.


DAFTAR PUSTAKA

1. Noor, H. Z. Z., ST, S., & MH, M. (2021). Manajemen Pemasaran Stratejik


dilengkapi dengan Kasus-Kasus dalam Bidang Bisnis dan Sektor Publik
Tahun 2016. Deepublish.
2. Abbas, D. S. S., Wardhana, A. K., & Saefudin, A. (2018). Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Manajemen Laba (Pada Perusahaan Sub Sektor Properti dan
Real Estate yang terdaftar di BEI pada tahun 2016-2018). Balance Vocation
Accounting Journal, 2(2), 47-58.
3. Kurniawan, E. S., Pudjianto, B., & Wicaksono, Y. I. (2009). Analisis Potensi
Penerapan Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) Dalam Pengembangan
Infrastruktur Transportasi Di Perkotaan (Studi Kasus Kota
Semarang). Teknik, 30(3), 147-155.
4. Tuwo, L. D., PPN, W. M., & BAPPENAS, W. K. (2013). Rencana
Pembangunan Broadband Nasional. Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas)
Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai