Disusun Oleh :
FAKULAS FKIP
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan kesempatan pada
penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah penulis dapat
menyelesaikan makalah Tepat waktu
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas dosen pada mata kuliah Landasan Pendidikan Di
SD di universitas muhammadiyah. Selain itu, penulis juga berharap agar makalah ini dapat
menambah wawasan bagi pembaca tentang topik makalah ini.
Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak/Ibu selaku dosen mata kuliah
ini. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang
yang ditekuni penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah
membantu proses penyusunan makalah ini.Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi
kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................................................
B. Rumusan Masalah..............................................................................................................
C. Tujuan penulisan
BAB II PEMBAHASAN
A. Apa yang melandasi adanya filosofi pendidikan kontruktivisme.....................................
B. Apa yang dimaksud dengan filsafat kontruktivisme ...............................................
C. Bagaimana mengaplikasikan filsafat kontruktivisme dalam bidang pendidikan.............
D. Apa pengaruh filsafat kontruktivisme dalam bidang pendidikan.....................................
A. Kesimpulan.......................................................................................................................
B. Saran..................................................................................................................................
C. Daftar Pustaka...................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Didalam UUD 1945 dinyatakan bahwa tujuan kita membentuk Negara Kesatuan
Republik Indonesia diantaranya adalah untuk mencerdasakan kehidupan bangsa, bangsa yang
cerdas adalah bangsa yang dapat bangkit didalam menghadapi berbagai kesulitan.
Tujuan Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Pendidikan memiliki peran yang
sangat penting dalam keseluruhan hidup manusia. Pendidikan berintikan interaksi antar
manusia, terutama antara pendidik dan terdidik demi mencapai tujuan pendidikan. Dalam
interaksi tersebut terlibat isi yang diinteraksikan serta proses bagaimana interaksi tersebut
berlangsung. Apakah yang menjadi tujuan pendidikan, siapakah pendidik dan terdidik, apa isi
pendidikan dan bagaimana proses interaksi pendidikan tersebut, merupakan pertanyaan-
pertanyaan yang membutuhkan jawaban yang mendasar, yang esensial, yakni jawaban-jawaban
filosofis.
Dalam proses pendidikan,. aliran konstruktivisme menghendaki agar anak didik dapat
menggunakan kemampuannya secara konstruktif untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan
perkembangan ilmu dan teknologi. Anak didik harus aktif mengembangkan pengetahuan, bukan
hanya menunggu arahan dan petunjuk dari guru
atau sesama siswa. Kreativitas dan keaktifan siswa membantu untuk berdiri sendiri dalam
kehidupan, aliran ini mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif.
Sedangkan penerapan dalam proses belajar mengajar aliran konstruktivisme memberikan
keleluasaan pada siswa untuk aktif membangun kebermaknaan sesuai dengan pemahaman yang
telah mereka miliki, memerlukan serangkaian kesadaran akan makna bahwa pengetahuan tidak
bersifat obyektif atau stabil, tetapi bersifat temporer atau selalu berkembang tergantung pada
persepsi subyektif individu dan individu yang berpengetahuan menginterpretasikan serta
mengkonstruksi suatu realisasi berdasarkan pengalaman dan interaksinya dengan lingkungan.
Pengetahuan berguna jika mampu memecahkan persoalan yang ada.
B Rumusan Masalah
1. Pengertian Kontruktivisme
Konstruktivisme adalah suatu filsafat pengetahuan yang memiliki anggapan bahwa
pengetahuan adalah hasil dari konstruksi (bentukan) manusia itu sendiri. Manusia menkonstruksi
pengetahuan mereka melalui interaksi mereka dengan objek, fenomena, pengalaman dan
lingkungan mereka. Suatu pengetahuan dianggap benar bila pengetahuan itu dapat berguna untuk
menghadapi dan memecahkan persoalan yang sesuai (Suparno, 2008:28). Menurut paham
konstruktivisme, pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seseorang kepada yang lain,
tetapi harus diinterpretasikan sendiri oleh tiap-tiap orang.
Ada 3 jenis kontruktivisme, yaitu:
a. Kontruktivisme Psikologis Personal yang menekankan bahwa pribadi (subjek) sendirilah
yang mengkontruksikan pengetahuan.
b. Kontruktivisme Sosiologis yang lebih menekankan masyarakat sebagai pembentuk
pengetahuan.
c. Sosiokulturalisme yang mengakui baik peranan aktif personal maupun masyarakat dan
lingkungan dalam pembentukan pengetahuan. Sosiokulturalisme inilah yang mulai banyak
diterima dalam pendidikan sains dan matematika.
2. Filsafat Pendidikan Kontruktivisme
Tema utama filsafat Kontruktivisme yaitu berkenaan dengan hakikat pengetahuan. Filsafat
Kontruktivisme berimplikasi terhadap pendidikan, khususnya dalam bidang pendidikan sains dan
matematika. Pada tahun 1710 Giambatista Vico dalam karyanya De Antiquissima Itolarum
sapienta, mengungkapkan filsafatnya dengan berkata “Tuhan adalah penciptaan alam semesta
dan manusia adalah tuan dari ciptaan”. “Mengetahui” berarti “ mengetahui bagaimana membuat
sesuatu”. Artinya, seseorang dipandang mengetahui jika ia dapat menjelaskan unsur-unsur yang
membangun sesuatu itu serta bagaimana membuatnya. Menurut Vico, hanya Tuhanlah yang
dapat mengerti alam raya ini, sebab hanya Dia yang tahu bagaimana membuatnya dan dari apa Ia
membuatnya. Sedangkan manusia hanya dapat mengetahui sesuatu yang telah
dikontruksikannya.
Ada beberapa pandangan dalam Filosofis Pendidikan Kontruktivisme, yaitu:
a. Pandangan Metafisika
Hakikat Realitas. Menurut kontruktifisme, manusia tidak pernah dapat mengerti realitas
yang sesungguhnya secara ontologis. Yang dapat kita mengerti hanyalah struktur kontruksi akan
sesuatu objek (Shapiro:1994). Bangsa Indonesia menyakini bahwa realitas atau alam semesta
tidaklah ada dengan sendirinya, melainkan sebagai ciptaan (makhluk) Tuhan Yang Maha Esa.
Tuhan adalah Sumber Pertama dari segala yang ada, Ia adalah sebab pertama dari segala sebab,
tetapi Ia tidak disebabakan oleh sebab-sebab yang lainnya, dan Ia juga adalah tujuan akhir segala
yang ada.
Di alam semesta, bukan hanya realitas fisik atau hanya realitas non fisik yang ada, realitas
yang bersifat fisik dan non fisik tampak dalam pluralitas fenomena alam semesta sebagai isi,
nilai, norma atau hukum didalamnya. Alam tersebut adalah tempat dan sarana bagi manusia
dalam rangka hidup dan kehidupannya, dalam rangka melaksanakan tugas hidup untuk mencapai
tujuan hidupnya. Dibalik itu, terdapat alam akhir yang abadi dimana setelah mati manusia akan
dimintai pertanggung jawaban dan menerima imbalan atas pelaksanaan tugas dari Tuhan YME.
Dalam uraian diatas tersurat dan tersirat makna adanya realitas yang besifat abadi dan realitas
yang bersifat fana.
Termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, bahwa hakikat hidup bangsa Indonesia adalah berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan
perjuangan yang didorong oleh keinginan luhur untuk mencapai dan mengisi kemerdekaan.
Adapun yang menjadi keinginan luhur tersebut yaitu:
1) Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat adil dan makmur
2) Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
3) Memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa
4) Ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan social.
Dari pernyataan diatas dapat dipahami bahwa realitas juga hakikatnya tidak
bersifat given (terberi) dan final, melainkan juga “mewujud” sebagaimana kita manusia dan
semua anggota alam semesta berpartisipasi “mewujudkannya”.
Hakikat Manusia. Manusia adalah makhluk Tuhan YME. Manusia adalah kesatuan
badan-rohani yang hidup dalam ruang dan waktu, memiliki kesadaran (consciousness) dan
penyadaran diri (self-awareness), mempunyai berbagai kebutuhan, dibekali naluri dan nafsu,
serta memiliki tuuan hidup. Manusia dibekali potensi untuk mampu beriman dan bertakwa
kepada Tuhan YME dan untuk berbuat baik, namun disamping itu karena hawa nafsunya
manusia pun memiliki kemungkinan untuk berbuat jahat. Selain itu, manusia memiliki potensi
untuk: mampu berfikir (cipta), berperasaan (rasa), berkemauan (karsa), dan berkarya (karya).
Adapun dalam eksistensinya, manusia berdimensi individulitas atau personalitas, sosialitas,
cultural, moralias, dan religius. Adapun semua itu menunjukkan adanya dimensi interaksi atau
komunikasi (vertical maupun horizontal, historistis dan dinamika pada diri manusia).
Pancasila mengajarkan bahwa eksistensi manusia bersifat mono-pluralis tetapi
bersifat integral, artinya bahwa manusia yang serba dimensi itu hakikatnya adalah satu kesatuan
utuh. Pancasila menganut asas Ketuhanan Yang Maha Esa: manusia diyakini sebagai makhluk
Tuhan YME (aspek religius) asas mono dualisme, manusia adalah kesatuan badani-ruhani, ia
adalah pribadi atau individual tetapi sekaligus insan social. Asas mono-pluralisme, meyakini
keragaman manusia, baik suku bangsa, budaya, dan sebagainya, tetapi adalah satu kesatuan
sebagai bangsa Indonesia (Bhineka Tunggal Ika). Asas nasionalme, dalam eksisitennya manusia
terikat oleh ruang dan waktu, sebab itu ia mempunyai relasi dengan daerah, jaman, dan
sejarahnya yang diungkapkan dengan sikapnya mencintai tanah air, nusa, dan bangsa. Asas
internasionalisme, manusia Indonesia tidak meniadakan eksistensi manusia lain baik sebagai
pribadi, kelompok, atau bangsa lain. Asas demokrasi, dalam mencapai tujuan kesejahteraan
bersama, kesamaan hak dan kewajiban menjadi dasar hubungan antara warga negara dan
hubungan antara warga negara dan negara dan sebaliknya. Asas keadilan social, dalam
merealisasikan diri manusia harus senantasa menjungjung tinggi tujuan kepentingan bersama
dalam membagi hasil pembudayaannya (BP-7 Pusat:1995).
b. Pandangan Epistemologi
Hakikat Pengetahuan. Segala pengetahuan hakikatnya bersumber dari Sumber Pertama
yaitu Tuhan YME. Tuhan telah menurunkan pengetahuan baik melalui Utusan-Nya (berupa
wahyu) maupun meelalui berbagai hal yang digelarkan Nya di alam semesta termasuk hukum-
hukum yang terdapat didalamnya. Manusia dapat memperoleh pengetahuan melalui keimanan
atau kepercayaan, berfikir, pengalaman empiris, penghayatan, dan intuisi. Kebenaran
pengetahuan ada yang bersifat mutlak (seperti dalam pengetahuan keagamaan atau revealed
knowledge yang diimani), tetapi ada pula yang besifat relative (seperti dalam pengetahuan ilmiah
sebagai hasil upaya manusia melalui riset, dan sebagainya). Pengetahuan yang bersifat mutlak
(ajaran agama atau wahyu Tuhan) diyakini mutlak kebenarannya atas dasar keimanan kepada
Tuhan YME. Pengetahuan yang bersifat relative (filsafat, sains, dan lain-lain) diuji kebenarannya
melalui uji konsistensi logis ide-idenya, kesesuaiannya dengan data atau fakta empiris, dan nilai
kegunaan praktisnya bagi kesejataraan manusia dengan mengacu kepada kebenaran dan nilai-
nilai yang bersifat mutlak.
4) Metode
Setiap pelajar mempunyai caranya sendiri untuk mengerti, karena itu mereka perlu
menemukan cara belajar yang tepat untuk dirinya masing-masing. Dalam konteks ini maka tidak
ada satu metode mengajar yang tepat, satu metode mengajarcsaja tidak akan banyak membantu
pelajar belajar, sehingga pengajar sangat mungkin untuk mempertimbangkan dan menggunakan
berbagai metode yang membantu pelajar belajar. Selain itu, mengingat pengetahuan dibentuk
baik secara individual maupun sosial, maka kelompok belajar dapat dikembangkan (Paul
Suparno:1997).
Nilai dasar pancasila adalah kemerdekaan seperti tercantum pada alinea 3 pembukaan UUD
194. Nilai kemerdekaan sebagai modal dasar bangsa Indonesia untuk lebih maju dalam keadilan
dan kemakmuran rakyat.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dalam proses belajar mengajar seseorang guru endaknya memahami Landasan Filosofis
Pendidikan Kontruktivisme dan Landasan Filosofis Pendidikan Nasional atau Pancasila. Hal ini
tentu mempengaruhi proses belajar mengajar untuk mencapai hasil optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Wahyudin, Dinn. 2011. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Universitas Terbuka.
Syarifudin, Tatang. Nur’aini. 2006.Landasan pendidikan.bandung : UPI Press
Markus Basuki 22.07Filsafat Konstruktivisme
http://cor-amorem.blogspot.com/2010/01/filsafat-konstruktivisme.html
http://adhisusilokons.wordpress.com/2010/11/05/landasan-filosofis-pendidikan/
http://novisariansyah.wordpress.com/2011/06/17/filsafat-pendidikan-nasional-pancasila/
http://enisetiawatiyuli.blogspot.com/2012/10/1-landasan-filososfis-pengertian.html