Anda di halaman 1dari 108

SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB

LUWU
TATA LAKSANA KASUS
HIPERTENSI
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 1/4
RSUD Batara Guru
Guru
Kabupaten Luwu
PANDUAN PRAKTIK
KLINIS
(PPK)
DEFINISI Hipertensi adalah tekanan darah (TD) > 140 mmHg sistolik dan/atau > 90
mmHg diastolik pada seseorang yang tidak sedang makan obat
antihipertensi.
ANAMNESIS - Tanpa gejala dan tidak spesifik, kadang disertai nyeri kepala dan tegang
ada leher. Gejala pada hipertensi esensial tidak spesifik, sedangkan
pada hipertensi sekunder tergantung penyebab dasarnya.
- Faktor risiko kardiovaskuler dan tanda-tanda kerusakan target organ.
- Riwayat pengobatan dan jenis obat yang dikonsumsi.
PEMERIKSAAN FISIS - Pengukuran TD dengan menggunakan sphygmomanometer air raksa
atau aneroid.
- Klasifikasi berdasarkan hasil rata-rata pengukuran tekanan darah yang
dilakukan minimal 2 kali tiap kunjungan pada 2 kali kunjungan atau lebih
dengan menggunakan manset yang meliputi minimal 80% lengan atas.
- Pengukuran pertama harus pada kedua sisi lengan untuk menghindarkan
kelainan pembuluh darah perifer.
- Pengukuran tekanan darah pada waktu berdiri diindikasikan pada pasien
dengan risiko hipotensi postural (lanjut usia, pasien DM, dll).

Cara pengukuran tekanan darah :


a. Menggunakan metode auskultasi dengan alat yang sudah dikalibrasi dan
divalidasi.
b. Pasien duduk tenang di kursi selama 5 menit dengan kaki pada lantai
dan lengan disanggah setinggi jantung.
c. Manset yang digunakan harus dapat melingkari lengan minimal 80%.
d. Dilakukan pengukuran sebanyak 2 kali.
e. Tekanan darah sistolik yaitu titik dimana bunyi pertama terdengar,
sedangkan TD diastolik adalah titik sebelum bunyi menghilang.
KRITERIA Klasifikasi hipertensi menurut JNC 7 (2003):
DIAGNOSIS
Klasifikasi TD sistolik TD diastolik
(mmHg) (mmHg)
Normal <120 dan <80
Pre-hipertensi 120-139 atau 80-89
Hipertensi stadium 1 140-159 atau 90-99
Hipertensi stadium 2 160 atau 100
PEMERIKSAAN Rutin : analisa urin, tes fungsi ginjal, GDS, profil lipid, foto toraks, dan EKG.
PENUNJANG Sesuai penyakit penyerta : asam urat, USG abdomen.
DIAGNOSIS White coat hypertension, nyeri, peningkatan tekanan intraserebral,
BANDING ensefalitis, drug induced hypertension.
TATA LAKSANA Non Farmakologi :
- Modifikasi gaya hidup dengan target TD <140/90 mmHg atau <130/80
mmHg pada pasien DM atau PGK. Bila target tidak tercapai maka
diberikan obat inisial.
Farmakologi :
1. Hipertensi tanpa compelling indication
- Pada hipertensi stadium 1 dapat diberikan diuretik. Pertimbangkan
pemberian penghambat EKA, penghambat reseptor β, penghambat
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
HIPERTENSI
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 2/4
Guru
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu
kalsium, atau kombinasi.
TATA LAKSANA -
Pada hipertensi stadium 2 dapat diberikan kombinasi 2 obat,
biasanya golongan diuretik (tiazid) dan penghambat EKA atau
antagonis reseptor A-II, atau penghambat reseptor β atau
penghambat kalsium.
2. Hipertensi dengan compelling indication
Obat-obat yang direkomendasikan
Antagonis
Penghambat Penghambat Penghambat Antagonis
Diuretik Reseptor
Reseptor  EKA Kalsium Aldosteron
A-II
Gagal Jantung     
Pasca Infark
  
Miokard
Risiko Tinggi
Penyakit    
Koroner
DM     
Penyakit Ginjal
 
Kronik
Pencegahan
 
Stroke Berulang
 Pada penggunaan penghambat EKA atau antagonis reseptor A-II:
evaluasi kreatinin dan kalium serum, bila terdapat peningkatan kreatinin
>30% dalam waktu 2 minggu atau timbul hiperkalemi harus dihentikan.
 Kondisi khusus lain:
o Obesitas dan sindrom metabolik : modifikasi gaya hidup yang
intensif dengan pilihan tata laksana utama golongan penghambat
EKA. Pilihan lain adalah antagonis reseptor A-II, penghambat
kalsium, dan penghambat .
o Hipertrofi ventrikel kiri : tatalaksana tekanan darah yang agresif
termasuk penurunan BB, restriksi asupan natrium, dan tata laksana
dengan semua kelas antihipertensi kecuali vasodilator langsung,
hidralazin dan minoksidil.
o Penyakit arteri perifer: semua kelas anti hipertensi, tatalaksana
faktor risiko lain, dan pemberian aspirin.
o Lanjut usia, termasuk pasien hipertensi sistolik terisolasi : diuretika
(tiazid) sebagai lini pertama, dimulai dengan dosis rendah 12,5
mg/hari. Penggunaan obat antihipertensi lain dengan
mempertimbangkan penyakit penyerta.
o Kehamilan : pilihan tata laksana adalah golongan metildopa,
penghambat reseptor , antagonis kalsium, dan vasodilator.
Penghambat EKA dan antagonis reseptor A-II tidak boleh digunakan
selama kehamilan.
EDUKASI - Mengurangi berat badan untuk individu yang obes atau gemuk
- Mengadopsi pola makan DASH (Dietary Approach to Stop Hypertension)
yang kaya akan kalium dan kalsium
- Diet rendah natrium
- Aktifitas fisik : olahraga aerobik secara teratur paling tidak 30 menit/hari
beberapa hari per minggu
- Tidak merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol
PROGNOSIS Qua ad vitam : Bonam
Qua ad functionam : Bonam
Qua ad sanationam : Bonam
LAMA RAWAT Rawat jalan
Rawat inap 5-7 hari sesuai dengan penyakit komorbid
TINGKAT EVIDENS/
I / II / III / IV A/B/C/D
REKOMENDASI
PENELAAH KRITIS SMF Penyakit Dalam

SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB


LUWU
TATA LAKSANA KASUS
HIPERTENSI
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 3/4
Guru
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu
- Direktorat Penyakit Tidak Menular – Ditjen PP & PL, Pedoman Teknis
KEPUSTAKAAN Penemuan dan Tata Laksana Penyakit Hipertensi. Jakarta: Depkes
RI; 2006.
- Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia (InaSH). Konsensus
Penatalaksanaan Hipertensi. Jakarta: InaSH; 2014
- Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia. Hipertensi. In: Rani
AA, Soegondo S, Nazir A, et.al., editors. Panduan Pelayanan Medik
PB PAPDI. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI; 2006.
- Yogiantoro M. Hipertensi esensial. In Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
et.al., editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 5th ed. Jakarta: Interna
Publishing; 2009.

ALGORITME PENDEKATAN DIAGNOSIS HIPERTENSI


SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
HIPERTENSI
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 4/4
Guru
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu

ALGORITME PENATALAKSANAAN HIPERTENSI


SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
KRISIS HIPERTENSI
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 1/3
Guru
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu
PANDUAN PRAKTIK
KLINIS
(PPK)
DEFINISI Krisis hipertensi merupakan keadaan hipertensi yang memerlukan
penurunan tekanan darah segera karena akan mempengaruhi keadaan
pasien selanjutnya. Tingginya tekanan darah bervariasi, yang terpenting
adalah cepat naiknya tekanan darah.
Dibagi menjadi dua:
1. Hipertensi emergency: situasi dimana diperlukan penurunan tekanan
darah yang segera dengan obat antihipertensi parenteral karena
adanya kerusakan organ target akut atau progresif.
2. Hipertensi urgency: situasi dimana terdapat peningkatan tekanan
darah yang bermakna tanpa adanya gejala yang berat atau kerusakan
organ target progresif dan tekanan darah perlu diturunkan dalam
beberapa jam.
ANAMNESIS - Riwayat hipertensi dan tatalaksananya, kepatuhan minum obat, tekanan
darah rata-rata
- Riwayat pemakaian obat-obat simpatomimetik dan steroid, kelainan
hormonal, riwayat penyakit kronik lain
- Gejala-gejala serebral, jantung, dan gangguan penglihatan
PEMERIKSAAN FISIS Tekanan darah pada kedua ekstremitas, perabaan denyut nadi perifer,
bunyi jantung, bruit pada abdomen, adanya edema atau tanda penumpukan
cairan, funduskopi, dan status neurologis.
KRITERIA Hipertensi emergensi :
DIAGNOSIS TD diastolik > 120 mmHg disertai dengan satu atau lebih kondisi akut.
- Pendarahan intrakranial, trombosis atau pendarahan subaraknoid
- Hipertensi ensefalopati
- Diseksi aorta akut
- Edema paru akut
- Eklamsia
- Feokromositoma
- Funduskopi KW III atau IV
- Insufisiensi ginjal akut
- Infark miokard akut, angina unstable
- Sindrom kelebihan katekolamin yang lain :
o Sindrom withdrawal obat anti hipertensi
o Cedera kepala, luka bakar
o Interaksi obat

Hipertensi urgensi :
Hipertensi berat dengan TD diastolik > 120 mmHg, tetapi dengan minimal
atau tanpa kerusakan organ sasaran dan tidak dijumpai keadaan pada
hipertensi emergensi
- KW I atau II pada funduskopi
- Hipertensi post operasi
- Hipertensi tak terkontrol / tanpa diobati pada perioperatif
PEMERIKSAAN DPL, urin lengkap, ureum, kreatinin, gula darah, elektrolit.
PENUNJANG EKG dan foto toraks, USG abdomen
Pemeriksaan khusus sesuai indikasi: ekokardiografi, aktivitas renin plasma,
aldosteron, metanefrin/katekolamin, funduskopi, CT scan, dan MRI (jika
tersedia)
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
KRISIS HIPERTENSI
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 2/3
Guru
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu
DIAGNOSIS - Hipertensi maligna terakselerasi dan papiledema.
BANDING - Kondisi serebrovaskular: ensefalopati hipertensi, infark otak
aterotrombotik dengan hipertensi berat, perdarahan intraserebral,
perdarahan subarahnoid, dan trauma kepala.
- Kondisi jantung: diseksi aorta akut, gagal jantung kiri akut, infark miokard
akut, pasca operasi bypass koroner.
- Kondisi ginjal: GN akut, hipertensi renovaskular, krisis renal karena
penyakit kolagen-vaskular, hipertensi berat pasca transplantasi ginjal.
- Akibat katekolamin di sirkulasi: krisis feokromositoma, interaksi makanan
atau obat dengan MAO inhibitor, penggunaan obat simpatomimetik,
mekanisme rebound akibat penghentian mendadak obat antihipertensi,
hiperrefleksi otomatis pasca cedera korda spinalis.
- Eklamsia.
- Kondisi bedah: hipertensi berat pada pasien yang memerlukan operasi
segera, hipertensi pasca operasi, perdarahan pasca operasi dari garis
jahitan vaskular.
- Luka bakar berat.
- Epistaksis berat.
- Thrombotic thrombocytopenic purpura.
TATA LAKSANA Target tata laksana hipertensi emergensi :
- Tekanan darah diastolik kurang lebih 110 mmHg atau berkurangnya
mean arterial blood pressure 25% dalam waktu 2 jam
- Pada strok penurunan hanya boleh 20% dan khusus pada strok
iskemik, tekanan darah baru diturunkan secara bertahap bila sangat
tinggi > 220/130 mmHg) dalam waktu 2 jam
- Setelah diyakinkan tidak ada tanda hipoperfusi organ, penurunan dapat
dilanjutkan dalam 12-16 jam selanjutnya sampai mendekati normal.

Target tata laksana hipertensi urgensi :


Penurunan tekanan darah pada hipertensi urgency dilakukan secara
bertahap dalam waktu 24 jam.

Hipertensi urgensi :
Obat Dosis Awitan Lama Kerja
Kaptopril 6,25-50 mg per oral atau sublingual bila 15 menit 4-6 jam
tidak dapat menelan

Klonidin Dosis awal per oral 0,15 mg, selanjutnya 0,5-2 jam 6-8 jam
0,15 mg tiap jam dapat diberikan sampai
dengan dosis total 0,9 mg

Labetalol 100-200 mg per oral 0,5-2 jam 8-12 jam

Furosemid 20-40 mg per oral 0,5-1 jam 6-8 jam

Hipertensi emergensi :
Obat Dosis Awitan Lama Kerja
Diuretik:
Furosemid 20-40 mg, dapat diulang. Hanya 5-15 menit 2-3 jam
diberikan bila terdapat retensi
cairan

lanjutan…..
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
KRISIS HIPERTENSI
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 3/3
Guru
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu
lanjutan…
Obat Dosis Awitan Lama Kerja
Vasodilator:
- Nitrogliserin Infus 5-100 mcg/menit. Dosis awal 2-5 menit 5-10 menit
5 mcg/menit, dapat ditingkatkan 5
mcg/menit tiap 3-5 menit

- Nicardipin Dimulai dengan 5 mg/jam; titrasi 5-10 menit 15-30 menit,


2.5 mg/jam dalam interval 5-15 sampai 4
menit; maksimal 15 mg/jam jam

- Diltiazem Bolus IV 10 mg (0,25 mg/kgBB),


dilanjutkan infus 5-10 mg/jam

- Klonidin 6 ampul dalam 250 ml cairan infus,


dosis diberikan dengan titrasi

- Nitroprusid Infus 0,25-10 mcg/kgBB/menit, Segera 1-2 menit


(maksimum 10 menit)

EDUKASI -
PROGNOSIS Qua ad vitam : Dubia
Qua ad functionam : Dubia
Qua ad sanationam : Dubia
LAMA RAWAT Rawat inap : 5-10 hari tergantung komplikasi yang menyertai
TINGKAT EVIDENS/
I / II / III / IV A/B/C/D
REKOMENDASI
PENELAAH KRITIS SMF Penyakit Dalam
KEPUSTAKAAN - Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia. Krisis hipertensi. In:
Rani AA, Soegondo S, Nazir A, et.al., editors. Panduan Pelayanan
Medik PB PAPDI. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI; 2006.
- Roesma J. Krisis hipertensi. In Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et.al.,
editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 5th ed. Jakarta: Interna
Publishing; 2009.
- Kotchen TA. Hypertensive vascular disease. In Longo DL, Fauci AS,
Kasper DL, et.al., editors. Harrison’s Principles of Internal Medicine,
18th ed. New York: McGraw-Hill; 2013.
- Sutters M. Systemic hypertension. In Mcphee SJ, Papadakis MA, editors.
Current Medical Diagnosis and Treatment, 15th ed. New York:
McGraw-Hill; 2011.
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
DIABETES MELITUS
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 1/4
Guru
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu
PANDUAN PRAKTIK
KLINIS
(PPK)
DEFINISI Suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia akibat
defek pada kerja insulin (resistensi insulin) di hati (peningkatan produksi
glukosa hepatik) dan di jaringan perifer (otot dan lemak), sekresi insulin oleh
sel beta pankreas, atau keduanya.
Klasifikasi DM :
1. DM Tipe 1 (destruksi sel beta, umumnya diikuti defisiensi insulin
absolute)
2. DM tipe 2 (bervariasi mulai dari yang predominan resistensi insulin
dengan defisiensi insulin relative-predominan defek seretorik dengan
resistensi insulin)
3. Tipe spesifik lain : penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, infeksi,
diinduksi oleh zat kimia
4. DM gestasional
ANAMNESIS - Keluhan khas DM : poliuri, polidipsi, polifagi, penurunan BB yang tidak
dapat dijelaskan sebabnya.
- Keluhan tidak khas DM : lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi
ereksi pada pria, pruritus vulva pada wanita.
- Faktor risiko DM Tipe 2 : usia > 45 tahun, BB lebih : >110% BB idaman
atau IMT > 23 kg/m , Hipertensi (TD ≥ 140/90 mmHg), riwayat DM dalam
2

keluarga, Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau BB lahir


> 4000 gram, Riwayat DM gestasional, Penyakit TGT atau GDPT,
penderita penyakit jantung koroner, tuberkulosis, hipertiroidisme,
kolesterol HDL ≤ 35 mg/dL dan atau trigliserida ≥ 250 mg/dL.
PEMERIKSAAN FISIS - Pengukuran TB, BB, TD, lingkar pinggang
- Tanda neuropati
- Mata (visus, lensa mata dan retina)
- Gigi mulut
- Keadaan kaki (termasuk rabaan nadi kaki), kulit dan kuku
KRITERIA - Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) ≥200 mg/dL, atau
DIAGNOSIS - Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) ≥126 mg/dL, atau
- Kadar glukosa plasma ≥200 mg/dL pada 2 jam sesudah beban glukosa
75 gram pada TTGO
PEMERIKSAAN Rutin : DPL, LED, glukosa darah puasa dan 2 jam sesudah makan,
PENUNJANG urinalisis rutin, tes fungsi ginjal, tes fungsi hati, profil lipid, foto toraks, EKG
Bila tersedia sarana pemeriksaan : A1C, funduskopi
DIAGNOSIS Hiperglikemia reaktif, toleransi glukosa terganggu (TGT), glukosa darah
BANDING puasa terganggu (GDPT)
TATA LAKSANA Non Farmakologi :
1. Perencanaan makan
 Karbohidrat 60-70%, protein 10-15%, lemak 20-25%, kolesterol
<300mg/hari, serat 25 g/hari
 Jumlah kalori basal per hari :
o Laki-laki : 30kal/kg BB ideal
o Wanita : 25 kal/kg BB ideal
o Penyesuaian (terhadap kalori basal/hari) :
 Status gizi : obes -20%, overweight -10%, underweight
+20%
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
DIABETES MELITUS
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 2/4
RSUD Batara Guru Guru
Kabupaten Luwu
TATA LAKSANA  Umur > 40 tahun -5%
 Stes metabolik (infeksi, operasi, dll) +(10 s/d 30%)
 Aktivitas : ringan +10%, sedang +20%, berat +30%
 Hamil : trimester I,II +300 kal, trimester III/laktasi +500 kal
o Rumus Broca :
 Berat badan idaman = (tinggi badan -100) – 10%*, pria <160
cm dan wanita <150 cm, tidak dikurangi 10% lagi
 Underweight : <90% BB idaman
 Normal : 90-110% BB idaman
 Overweight : 110-120% BB idaman
 Obesitas : >120% BB idaman
2. Latihan jasmani
 Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan teratur (3-4x/minggu
selama 30 menit)

Farmakologi :
1. Obat Hipoglikemia Oral (OHO)
o Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue) : sulfonilurea
o Penambah sensitivitas terhadap insulin : metformin
2. Insulin
Indikasi :
o Penurunan BB yang cepat
o Hiperglikemia berat dengan ketosis
o Ketoasidosis diabetik
o Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
o Hiperglikemia dengan asidosis laktat
o Gagal dengan kombinasi OHO
o Stres berat ( infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
o Kehamilan dengan DM/ diabetes melitus gestasional yang tidak
terkendali
o Gangguan fungsi hati atau fungsi ginjal yang berat
o Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

Pengelolaan DM tipe 2 Obes


1. Non-farmakologis (evaluasi 2-4 minggu, sesuai keadaan klinis)
2. Non-famakologis kembali (evaluasi 2-4 minggu,sesuai keadaan
klinis)
3. + 1 macam OHO (biguanid), evaluasi 2-4 minggu
4. Kombinasi 2 macam OHO (biguanidase + sulfonilurea), evaluasi 2-4
minggu
5. Kombinasi 3 macam OHO (biguanid + sulfonilurea + penghambat
glukosidase α/tiazolidinion/penghambat DPP – jika tersedia) atau
terapi kombinasi 2 macam OHO non insulin secretagogue + insulin
basal, evaluasi 2-4 minggu
6. Insulin insentif – jika tersedia

Pengelolaan DM tipe 2 Non Obes


1. Non-farmakologis (evaluasi 2-4 minggu, sesuai keadaan klinis)
2. Non-famakologis kembali (evaluasi 2-4 minggu, sesuai keadaan
klinis)
3. Kombinasi 2 macam OHO (secretagogue + biguanid), evaluasi 2-4
minggu
4. Kombinasi 3 macam OHO (secretagogue + biguanid + penghambat
glukosidase α/tiazolidiones/penghambat DPP4 – jika tersedia) atau
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
DIABETES MELITUS
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 3/4
RSUD Batara Guru
Guru
Kabupaten Luwu
TATA LAKSANA terapi kombinasi 2 macam OHO non insulin secretagogue + insulin
basal, evaluasi 2-4 minggu
5. Insulin insentif – jika tersedia
EDUKASI Pemahaman tentang :
1. Penyakit DM : makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan
glukosa darah, komplikasi DM, cara mengembangkan sistem
pendukung dan mengajarkan keterampilan, cara mempergunakan
fasilitas perawatan kesehatan
2. Pengaturan pola makan, olahraga
PROGNOSIS Qua ad vitam : Bonam – dubia
Qua ad functionam : Bonam – dubia
Qua ad sanationam : Bonam – dubia
LAMA RAWAT Rawat jalan
Rawat inap 5-7 hari jika terdapat komplikasi berat atau penyakit komorbid
TINGKAT EVIDENS/
I / II / III / IV A/B/C/D
REKOMENDASI
PENELAAH KRITIS SMF Penyakit Dalam
KEPUSTAKAAN - Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni). Konsensus Pengelolaan
dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta:
Perkeni; 2011.
- Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia. Diabetes Melitus.
In: Rani AA, Soegondo S, Nazir A, et.al., editors. Panduan Pelayanan
Medik PB PAPDI. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI; 2006.
- Gustaviani R. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. In Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, et.al., editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
5th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2009.
- Pusat Diabetes dan Lipid RS Dr Cipto Mangunkusumo. Penatalaksanaan
Diabetes Melitus Terpadu. 2nd ed. Soegondo S, et.al., editors.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2013.
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
DIABETES MELITUS
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 4/4
Guru
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu

ALGORITME DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN DIABETES MELITUS TIPE 2


SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
DIARE AKUT
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 1/4
Guru
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu
PANDUAN PRAKTIK
KLINIS
(PPK)
DEFINISI Diare akut adalah perubahan frekuensi buang air besar menjadi lebih sering
dari normal atau perubahan konsistensi feses menjadi lebih encer atau
kedua-duanya dalam waktu < 14 hari. Umumnya disertai dengan segala
gangguan saluran cerna lain seperti mual, muntah, dan nyeri perut, kadang-
kadang disertai demam, darah pada feses serta tenesmus (gejala disentri).
Diare juga dapat didefinisikan dari berat tinja > 200 gram per hari pada
populasi barat, atau kandungan air pada tinja > 200 cc per hari.
ANAMNESIS - Onset, durasi, frekuensi, progresivitas diare, kualitas diare;
- Ada tidaknya muntah
- Lokasi dan karakteristik nyeri perut
- Riwayat penyakit dahulu, penyakit dasar/komorbid
- Petunjuk epidemiologi (daerah endemik, kejadian luar biasa)
PEMERIKSAAN FISIS - Keadaan umum; kesadaran, status gizi dan tanda vital
- Status hidrasi
- Kualitas nyeri perut (untuk menyingkirkan penyakit lain yang
bermanifestasi diare akut)
- Colok dubur dianjurkan pada semua kasus diare dengan feses berdarah,
terutama pada usia > 50 tahun
- Identifikasi penyakit komorbid
Derajat dehidrasi
Derajat Dehidrasi
Gejala Minimal Ringan – Sedang Berat
(<3% dari BB) (3-9% dari BB) (>9% dari BB)
Status mental Baik, sadar Lemas atau
Apatis, tidak sadar
penuh gelisah
Rasa haus Minum normal Sangat haus Tidak dapat minum
Denyut jantung Takikardi, pada
Normal -
Normal kasus berat
Meningkat
bradikardi
Kualitas nadi Lemah atau tidak
Normal Normal - Menurun
teraba
Pernapasan Normal Normal, cepat Dalam
Mata Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Mulut dan lidah Basah Kering Pecah-pecah
Turgor kulit Baik < 2 detik > 2 detik
Ekstremitas Hangat Dingin Sianosis
Urine output Normal Menurun Minimal
KRITERIA Indikasi rawat inap pada pasien diare akut :
DIAGNOSIS - Dehidrasi sedang sampai berat
- Vomitus persisten
- Diare yang memberat dalam 48 jam
- Usia lanjut dan geriatri
- Pasien dengan penekanan sistem imun (immunocompromised)
- Diare akut dengan komplikasi
PEMERIKSAAN Feses rutin, DPL, tes fungsi ginjal, glukosa darah, elektrolit dan analisa gas
PENUNJANG darah jika tersedia
DIAGNOSIS Apendisitis, adneksitis, diverkulitis, peritonitis sekunder karena perforasi
BANDING usus, infeksi sistemik, inflammatory bowel disease, enterokolitis iskemik,
oklusi arteri/vena mesenterika
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
DIARE AKUT
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 2/4
Guru
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu
TATA LAKSANA Terapi suportif :
1. Rehidrasi cairan dan elektrolit
- Oral : diberikan pada pasien diare akut tanpa komplikasi atau
dehidrasi ringan. Contohnya: oralit, pedialyte, renalyte.
- Intravena : diberikan pada pasien diare akut dengan komplikasi
dehidrasi sedang – berat dan/atau komplikasi lainnya. Contohnya:
ringer laktat, ringer asetat.
2. Evaluasi dan penatalaksanaan dehidrasi (klasifikasi berdasar CDC AS
2008)
- Dehidrasi minimal : kekurangan cairan <3% dari kebutuhan
normal/BB (103% x 30-40 cc/kgBB/hari).
- Dehidrasi ringan-sedang : kekurangan cairan 3-9% dari kebutuhan
normal/BB (109% x 30-40 cc/kgBB/hari).
- Dehidrasi berat : kekurangan cairan >9% dari kebutuhan normal/BB
(112% x 30-40 cc/kgBB/hari).
- Dalam 1 jam pertama, 50% defisit cairan harus diberikan, setelah itu
3 jam berikutnya diberikan sisa defisit, selanjutnya diberikan sesuai
dengan kehilangan cairan melalui feses.
Terapi simtomatik :
1. Antimotilitas : loperamid (awal 4 mg, selanjutnya 2 mg setiap buang air
besar cair, maksimal 16 mg/24 jam).
2. Antispasmodik/spasmolitik : hyosin-n-butilbromid (20 mg 2-3 kali/hari,
maksimal 100 mg/24 jam), ekstrak belladona (5 – 10 mg, 3 kali/hari),
papaverin (30 – 60 mg, 3 kali/hari).
3. Pengeras feses : atapulgit (2 tablet @ 630 mg setelah diare, diulang 2
tablet setiap diare selanjutnya, maksimal 12 tablet/24 jam), kaolin-
pektin (2 ½ tablet @ 550/20 mg setiap diare, maksimal 15 tablet/24
jam).
Terapi etiologik :
1. Infeksi
- Bakteri : Kotrimoksazol (800/160 mg 2 kali/hari), kuinolon
(siprofloksasin 500 mg 2 kali/hari, levofloksasin 500 mg sekali
sehari), tetrasiklin (500 mg 4 kali/hari selama 3 hari).
- Virus : tidak diberikan terapi anti virus, hanya terapi suportif dan
simtomatik.
- Parasit : Metronidazol (250-500 mg 4 kali/hari selama 7-14 hari),
paromomisin 4 gr/24 jam dosis terbagi).
- Jamur : Flukonazol 50 mg 2 kali/hari, nistatin (4 kali 1-2cc/1 tablet).
2. Non-infeksi
- Atasi penyebab dasar.
- Hindari makanan/minuman yang menimbulkan intoleransi atau
mengandung alergen.
- Antiinflamasi (5-ASA dan kortikosteroid).
- Antiansietas.
EDUKASI Diare umumnya ditularkan melaui 4 F, yaitu Food, Feces, Fly dan Finger.
Oleh karena itu upaya pencegahan diare yang praktis adalah dengan
memutus rantai penularan tersebut. Beberapa upaya yang mudah
diterapkan adalah:
- Penyiapan makanan yang higienis dan air minum yang bersih
- Kebersihan perorangan : cuci tangan sebelum makan, BAB pada
tempatnya (WC, toilet)
- Tempat buang sampah yang memadai
- Berantas lalat agar tidak menghinggapi makanan
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
DIARE AKUT
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 3/4
Guru
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu
PROGNOSIS Qua ad vitam : Bonam
Qua ad functionam : Bonam
Qua ad sanationam : Bonam
LAMA RAWAT Rawat inap : 3-5 hari jika tidak terdapat penyulit atau penyakit komorbid
TINGKAT EVIDENS/
I / II / III / IV A/B/C/D
REKOMENDASI
PENELAAH KRITIS SMF Penyakit Dalam
KEPUSTAKAAN - Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia (PGI). Konsensus
Penatalaksanaan Diare Akut pada Dewasa di Indonesia. Makmun D,
Simadibrata M, Abdullah M, et.al., editors. Jakarta: PGI; 2009.
- Simadibrata M, Daldiyono. Diare akut. In Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi
I, et.al, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 5th ed. Jakarta:
Interna Publishing; 2009.
- Camilleri M, Murray JA. Diarrhea and constipation. In Longo DL, Fauci
AS, editors. Harrison’s Gastroenterology and Hepatology, 17th ed.
New York: McGraw-Hill; 2010.
- McQuaid KR. Gastrointestinal disorders. In Mcphee SJ, Papadakis MA,
editors. Current Medical Diagnosis and Treatment, 15th ed. New
York: McGraw-Hill; 2011.
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
DIARE AKUT
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 4/4
Guru
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu

ALGORITME PENATALAKSANAAN DIARE AKUT


SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
TUBERKULOSIS PARU
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDSiwa - 1/3

RSUD Batara Guru


Kabupaten Luwu
PANDUAN PRAKTIK
KLINIS
(PPK)
DEFINISI Tuberkulosis paru adalah infeksi paru yang menyerang jaringan parenkim
paru yang disebabkan oleh bakteri Mycobakterium tuberculosis.
- Berdasarkan hasil pemeriksaan sputum :
1. TB paru BTA positif : sekurangnya 2 dari 3 spesimen sputum
BTA positif
2. TB paru BTA negatif : dari 3 spesimen sputum BTA negatif, foto
toraks positif
- Berdasarkan tingkat keparahan penyakit yang ditunjukan oleh foto
toraks :
1. TB paru dengan kelainan paru luas
2. TB paru dengan kelainan paru sedikit
- Berdasarkan organ selain paru yang terserang :
1. TB ekstra paru ringan : TB kelenjar limfe, TB tulang non-
vertebra, TB sendi, TB adrenal
2. TB ekstra paru berat : meningitis, TB milier, TB diseminata,
perikarditis, pleuritis, peritonitis, TB vertebra, TB usus, TB
genitourinarius
- Berdasarkan riwayat pengobatannya : kasus baru, kambuh (relaps),
drop-out / default, gagal terapi, dan kronis
ANAMNESIS Keluhan (tergantung derajat berat, organ terlibat, dan komplikasi) yakni
batuk > 3 minggu, batuk berdarah, sesak napas, nyeri dada, malaise,
lemah, berat badan turun, nafsu makan turun, keringat malam, demam.
PEMERIKSAAN FISIS - Gejala yang ditemukan (tergantung derajat berat, organ terlibat, dan
komplikasi): keadaan umum lemah, kaheksia, takipnea, febris.
- Paru: tanda-tanda konsolidasi (redup, fremitus mengeras/ melemah,
suara napas bronkhial/ melemah, ronkhi basah/ kering)
KRITERIA Gejala klinis disertai dengan salah satu atau lebih kriteria berikut :
DIAGNOSIS 1. Mikrobiologis :
- BTA sputum positif minimal 2 dari 3 spesimen SPS
- Kultur Mycrobacterium tuberculosis positif (diagnosis pasti)
2. Radiologis :
- Foto toraks PA + lateral (hasil bervariasi) : infiltrat, pembesaran
KGB hilus/ KGB paratrakeal, milier, atelektasis, efusi pleura,
kalsifikasi, bronkiektasis, kavitas, destroyed lung.
PEMERIKSAAN Laboratorium : DPL, LED, fungsi ginjal, fungsi hati, GDS
PENUNJANG Mikrobiologis : BTA sputum, kultur resistensi sputum terhadap M.
tuberculosis
 Pada kategori 1: sputum BTA diulangi pada akhir bulan ke 2, 4 dan 6.
 Pada kategori 2: sputum BTA diulangi pada akhir bulan ke 2, 5 dan 8
Radiologis : foto toraks PA dan lateral pada saat diagnosis awal dan akhir
terapi. Selama terapi evaluasi foto setelah pengobatan 2 bulan dan 6 bulan.
DIAGNOSIS Pneumonia, tumor/ keganasan paru, jamur paru, penyakit paru akibat kerja
BANDING
TATA LAKSANA Non Farmakologi :
Istirahat, stop merokok, hindari polusi, tata laksana komorbiditas, nutrisi.
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
TUBERKULOSIS PARU
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 2/3
Guru
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu
TATA LAKSANA Farmakologi : obat anti TB (OAT)
Kategori 1 :
 Penderita baru TB paru, sputum BTA positif
 Penderita TB paru, sputum BTA negatif, rontgen positif dengan
kelainan paru luas
 Penderita TB ekstra paru berat
 Regimen : 2 RHZE/4 RH atau 2 RHZE/4 R3H3 atau 2 RHZE/6 HE
Kategori 2 :
 Penderita kambuh
 Penderita gagal
 Penderita after default
 Regimen : 2 RHZES/1 RHZE/5 RHE atau 2 RHZES/1 RHZE/5
R3H3E3
Kategori 3 :
 Penderita baru TB paru, sputum BTA negatif, rontgen positif dengan
kelainan paru tidak luas
 Penderita TB ekstra paru ringan
 Regimen : 2 RHZ/4 RH atau 2 RHZ/4 R3H3 atau 2 RHZ/6 HE
Kategori 4 :
 Penderita TB kronik
 Regimen : INH seumur hidup atau OAT lini 2 (bila mampu)
EDUKASI 1. Anjuran kepada pasien untuk rutin minum obat
2. Menerapkan pola hidup sehat : istirahat yang cukup dan makan
makanan tinggi karbohidrat dan tinggi protein
3. Ventilasi ruangan : cukup agar udara dapat bertukar dan sinar matahari
dapat masuk.
4. Etika batuk : tutup mulut menggunakan masker atau sapu tangan dan
meludah hendaknya pada tempat yang sudah diberi desinfektan.
PROGNOSIS Qua ad vitam : Bonam – dubia
Qua ad functionam : Bonam – dubia
Qua ad sanationam : Bonam – dubia
LAMA RAWAT Rawat jalan
Rawat inap 5-7 hari jika terdapat sesak napas atau hemoptisis massif atau
penyakit komorbid lainnya
TINGKAT EVIDENS/
I / II / III / IV A/B/C/D
REKOMENDASI
PENELAAH KRITIS SMF Penyakit Dalam
KEPUSTAKAAN - Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran
Tata Laksana Tuberkulosis. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI;
2011.
- Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia. Tuberkulosis Paru.
In: Rani AA, Soegondo S, Nazir A, et.al., editors. Panduan Pelayanan
Medik PB PAPDI. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI; 2006.
- Amin Z, Bahar A. Tuberkulosis Paru. In Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
et.al, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 5th ed. Jakarta: Interna
Publishing; 2009.
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
TUBERKULOSIS PARU
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 3/3
Guru
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu

ALGORITME PENDEKATAN DIAGNOSIS TB PARU DEWASA


SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
DEMAM TIFOID
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…../PPK/RSUDBatara - 1/2
Guru
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu
PANDUAN PRAKTIK
KLINIS
(PPK)
DEFINISI Demam tifoid merupakan penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh
infeksi kuman Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi
ANAMNESIS Demam naik secara bertangga pada minggu pertama lalu demam menetap
atau remiten pada minggu kedua. Demam terutama sore/malam hari, sakit
kepala, nyeri otot, anoreksia, mual/muntah, obstipasi atau diare.
PEMERIKSAAN FISIS - Febris, kesadaran berkabut.
o
- Bradikardi relatif (peningkatan suhu 1 C tidak diikuti peningkatan denyut
nadi 8-10 kali/menit).
- Lidah berselaput (kotor di tengah, tepi dan ujung merah, serta tremor.
- Nyeri abdomen, kadang disertai hepatomegali atau splenomegali.
- Roseolae (jarang pada orang Indonesia).
- Febris, kesadaran berkabut.
o
- Bradikardi relatif (peningkatan suhu 1 C tidak diikuti peningkatan denyut
nadi 8-10 kali/menit).
- Lidah berselaput (kotor di tengah, tepi dan ujung merah, serta tremor.
- Nyeri abdomen, kadang disertai hepatomegali atau splenomegali.
- Roseolae (jarang pada orang Indonesia).
KRITERIA 1. Suspek demam tifoid (suspect case)
DIAGNOSIS Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan gejala
umum, gangguan saluran cerna dan lidah tifoid. Jadi sindrom demam
tifoid didapatkan belum lengkap. Diagnosis suspek tifoid hanya dibuat
pada pelayanan kesehatan dasar.
2. Demam tifoid klinis (probable case)
Telah didapatkan gejala klinis yang lengkap atau hampir lengkap,
dengan atau tanpa gambaran laboratorium yang menunjukkan demam
tifoid.
3. Demam tifoid konfirmasi (confirmed case = demam tifoid
konfirmasi)
Bila gejala klinis sudah lengkap dan ditemukannya basil kuman S.typhi,
maka pasien sudah pasti menderita demam tifoid. Cara yang dianggap
paling tepat dalam mendeteksi adanya kuman S. typhi adalah dengan
melakukan pemeriksaan biakan, pemeriksaan pelacak DNA dengan
PCR (Polymerase Chain Reaction), dan adanya kenaikan titer 4 kali
lipat pada pemeriksaan widal ke 2, 5-7 hari kemudian.
PEMERIKSAAN Laboratorium :
PENUNJANG - Lekopeni, lekositosis atau normal; aneosinofilia, limfopenia.
- Anemia ringan, trombositopenia.
- Gangguan fungsi hati.
- Uji Widal : titer antibodi O 1/320 atau H 1/640 disertai gambaran klinis
khas
- Peningkatan titer uji Widal >4 kali setelah 1 minggu
DIAGNOSIS Infeksi virus, malaria
BANDING
TATA LAKSANA Non Farmakologis :
- Tirah baring, makanan lunak rendah serat
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
DEMAM TIFOID
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 2/2
Guru
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu
TATA LAKSANA Farmakologis :
1. Simptomatis
2. Antimikroba :
- Pilihan utama : kloramfenikol 4 x 500 mg sampai dengan 7 hari
bebas demam.
- Alternatif lain : tiamfenikol 4 x 500 mg (komplikasi hematologi lebih
kurang dibanding kloramfenikol)
- Kotrimoksazol 2 x 2 tablet selama 2 minggu
- Ampicilin dan amoksisilin 50 – 150 mg/kh BB selama 2 minggu.
- Sefalosporin generasi III : yang terbukti efektif adalah seftriakson 3-4
gram dalam dextrose 100 cc selama ½ jam per infuse sekali sehari
selama 3-5 hari.
- Fluorokuinolon (demam umumnya lisis pada hari 3 atau menjelang
hari 4) :
o Siprofloksasin 2 x 500 mg/ hari selama 6 hari
o Ofloksasin 2 x 400 mg/ hari selama 7 hari

3. Perhatian: Pada kehamilan, fluorokuinolon dan kotrimoksazol tidak


boleh digunakan. Kloramfenikol tidak dianjurkan pada trimester III.
Tiamfenikol tidak dianjurkan pada trimester I. Obat yang dianjurkan
adalah golongan beta laktam: ampisilin, amoksisilin, dan sefalosporin
generasi III (seftriakson).
4. Pada kasus toksik tifoid (demam tifoid disertai dengan gangguan
kesadaran dengan atau tanpa kelainan neurologis lainnya dan hasil
pemeriksaan cairan otak masih dalam batas normal) langsung
diberikan kombinasi kloramfenikol 4 x 500 mg dengan ampisilin 4 x 1
gram dan deksametason 3 x 5 mg.
5. Kombinasi antibiotika hanya diindikasikan pada toksik tifoid, peritonitis
atau perforasi, renjatan septik.
6. Steroid hanya diberikan pada toksik tifoid atau demam tifoid yang
mengalami renjatan septik dengan dosis 3 x 5 mg.
EDUKASI 1. Pengendalian dan pengobatan pada karier tifoid dengan menggunakan
antibiotik yang tepat dosis dan tepat waktu
2. Perbaikan sanitasi lingkungan, misalnya penyediaan air bersih,
pengolahan sampah dan limbah lainnya
3. Peningkatan higiene makanan dan minuman
4. Peningkatan higiene perorangan, misalnya dengan mencuci tangan
5. Pemberian imunisasi pada orang dengan risiko tinggi terkena atau
menularkan tifoid
PROGNOSIS Qua ad vitam : Bonam – dubia
Qua ad functionam : Bonam – dubia
Qua ad sanationam : Bonam – dubia
LAMA RAWAT Rawat jalan, Rawat inap 7-10 hari bila tidak ada komplikasi
TINGKAT EVIDENS/
I / II / III / IV A/B/C/D
REKOMENDASI
PENELAAH KRITIS SMF Penyakit Dalam
KEPUSTAKAAN - Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Pengendalian Demam Tifoid.
Jakarta: Kemenkes RI; 2006.
- Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia. Demam Tifoid. In:
Rani AA, Soegondo S, Nazir A, et.al., editors. Panduan Pelayanan
Medik PB PAPDI. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI; 2006.
- Widodo D. Demam Tifoid. In Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et.al,
editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 5th ed. Jakarta: Interna
Publishing; 2009.
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 1/4
RSUD Batara Guru Guru
Kabupaten Luwu
PANDUAN PRAKTIK
KLINIS
(PPK)
DEFINISI Penyakit paru obstruktif kronik adalah penyakit yang ditandai dengan
adanya perlambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel.
Perlambatan aliran udara umumnya bersifat progresif dan berkaitan dengan
respons inflamasi yang abnormal terhadap partikel atau gas iritan (GOLD
2001).
PPOK Eksaserbasi Akut :
 Gejala eksaserbasi : bertambahnya sesak napas, kadang-kadang
disertai mengi, bertambahnya batuk disertai meningkatnya sputum
dan sputum menjadi lebih purulen atau berubah warna
 Gejala non-spesifik : malaise, insomnia, fatigue, depresi
 Spirometri : fungsi paru sangat menurun
ANAMNESIS - Sesak napas, batuk-batuk kronis, sputum yang produktif, faktor risiko
(+), PPOK ringan dapat tanpa keluhan atau gejala
- Riwayat paparan dengan faktor risiko, riwayat penyakit sebelumnya,
riwayat keluarga PPOK, riwayat eksaserbasi dan perawatan di RS
sebelumnya, komordibitas, dampak penyakit terhadap aktivitas-dll,
kemungkinan mengurangi faktor risiko
PEMERIKSAAN FISIS - Pernapasan pursed lips, takipnea
- Dada emfisematous atau barrel chest
- Dengan tampilan fisik pink puffer atau blue bloater
- Bunyi napas vesikuler melemah
- Ekspirasi memanjang, ronki kering atau wheezing
- Bunyi jantung jauh
KRITERIA Spirometri merupakan baku emas dalam diagnosis PPOK. Berikut
DIAGNOSIS klasifikasi keparahan PPOK berdasarkan pemeriksaan spirometri :

Stadium Pemeriksaan spirometri


Ringan FEV1/FVC < 0,7
FEV1 > 80% nilai prediksi
Sedang FEV1/FVC < 0,7
50% < FEV1 < 80% nilai prediksi
Berat FEV1/FVC < 0,7
30% < FEV1 < 50% nilai prediksi
Sangat berat FEV1/FVC < 0,7
FEV1 < 30% nilai prediksi atau FEV1 < 50% + gagal
napas kronik
PEMERIKSAAN  Foto toraks
PENUNJANG  Bila eksaserbasi akut : DPL, sputum Gram, analisa gas darah (bila
tersedia)
 Diagnosis pasti dengan uji spirometri :
 FEV1 / FVC < 70%
 Uji bronkodilator (saat diagnosis ditegakkan) : FEV1 pasca
bronkodilator < 80% prediksi
 Analisis gas darah pada :
 Semua pasien dengan VEP1 < 40% prediksi
 Secara klinis diperkirakan gagal napas atau payah jantung kanan
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…../PPK/RSUDBatara - 2/4
Guru
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu
DIAGNOSIS BANDING Asma bronkial, bronkiektasis, gagal jantung kongestif, pneumonia
TATA LAKSANA Terapi PPOK Stabil
 Farmakologi :
a. Bronkodilator
 Secara inhalasi (MDI), kecuali preparat tak tersedia / tak
terjangkau
 Rutin (bila gejala menetap) atau hanya bila diperlukan (gejala
intermiten)
 3 golongan :
 agonis 𝛽-2: fenopterol, salbutamol, albuterol, terbutalin,
formoterol, salmeterol,
 antikolinergik: ipratropium bromid, oksitroprium bromid
 metilxantin: teofilin lepas lambat, bila kombinasi 𝛽-2 dan
steroid belum memuaskan
 Dianjurkan bronkodilator kombinasi daripada meningkatkan dosis
bronkodilator monoterapi
b. Steroid, pada:
 PPOK yang menunjukkan respons pada uji steroid
 PPOK dengan FEV1 < 50 % prediksi (stadium IIB dan III)
 Eksaserbasi akut
c. Obat-obat tambahan lain
 mukolitik (mukokinetik, mukoregulator): ambroksol, karbosistein,
gliserol iodida
 antioksidan : N-asetil-sistein
 imunoregulator (imunostimulator, imunomodulator): tidak rutin
 antitusif : tidak rutin
 vaksinasi : influenza, pneumokok
 Non Farmakologi :
a. Rehabilitasi : latihan fisik, latihan endurance, latihan pernapasan,
rehabilitasi psikososial
b. Terapi oksigen jangka panjang ( > 15 jam sehari): pada PPOK
stadium III, AGD=
 PaO2 < 55 mmHg, atau SaO2 < 88 % dengan / tanpa hiperkapnia
 PaO2 55 – 60 mmHg, atau SaO2 < 88 % disertai hipertensi
pulmonal, edema perifer karena gagal jantung, polisitemia.
c. Nutrisi
d. Pembedahan : pada PPOK berat (bila dapat memperbaiki fungsi
paru atau gerakan mekanik paru)
Terapi PPOK Eksaserbasi Akut
Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut di rumah :
Bronkodilator seperti pada PPOK stabil, dosis 4-6 kali 2-4 hirup sehari.
Steroid oral dapat diberikan selama 10-14 hari.
Bila infeksi: diberikan antibiotika spektrum luas (termasuk S pneumonie,
H influenzae, M catarrhalis).
Terapi eksaserbasi akut di rumah sakit :
 Terapi oksigen terkontrol, melalui kanul nasal atau venturi mask.
 Bronkodilator : inhalasi agonis 𝛽2 (dosis & frekuensi ditingkatkan) +
antikolinergik.
Pada eksaserbasi akut berat ditambahkan aminofilin (0,5
mg/kgbb/jam)
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 3/4
Guru
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu
TATA LAKSANA  Steroid : prednisolon 30-40 mg PO selama 10-14 hari. Steroid intra
vena pada keadaan berat
 Antibiotika terhadap S pneumonie, H influenzae, M catarrhalis.
 Ventilasi mekanik pada : gagal napas akut atau kronik.
EDUKASI 1. Berhenti merokok
2. Pengunaan obat – obatan: macam obat dan jenisnya, cara
penggunaannya yang benar (oral, MDI atau nebuliser), waktu
penggunaan yang tepat (rutin dengan selang waktu tertentu atau kalau
perlu saja), dosis obat yang tepat dan efek sampingnya
3. Penggunaan oksigen
4. Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigen
5. Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya
6. Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi
7. Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktivitas
PROGNOSIS Qua ad vitam : Bonam – dubia
Qua ad functionam : Bonam – dubia
Qua ad sanationam : Bonam – dubia
LAMA RAWAT Rawat jalan
Rawat inap pada pasien eksaserbasi : 7-10 hari
TINGKAT EVIDENS/
I / II / III / IV A/B/C/D
REKOMENDASI
PENELAAH KRITIS SMF Ilmu Penyakit Dalam
KEPUSTAKAAN - Global Strategy for the Diagnosis, Management, and Prevention of
Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Global Initiative for Chronic
Obstructive Lung Disease.2006.
- Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia. Penyakit Paru
Obstruksi Kronik. In: Rani AA, Soegondo S, Nazir A, et.al., editors.
Panduan Pelayanan Medik PB PAPDI. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD
FKUI; 2006.
- Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia. Penyakit Paru
Obstruksi Kronik (PPOK). In: Alwi I, Salim S, Hidayat R, et.al., editors.
Penatalaksanaan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam: Panduan Praktik
Klinis. Jakarta: Interna Publishing; 2015.
- Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). Penyakit Paru Obstruksi
Kronik (PPOK): Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di
Indonesia. Jakarta: PDPI; 2003.
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 4/4
RSUD Batara Guru
Guru
Kabupaten Luwu

ALGORITME PENATALAKSANAAN PPOK


SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
ASMA BRONKIAL
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 1/4
Guru
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu
PANDUAN PRAKTIK
KLINIS
(PPK)
DEFINISI Asma bronkial adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas yang ditandai
dengan obstruksi jalan napas yang dapat hilang dengan atau tanpa
pengobatan akibat hiperreaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan
yang melibatkan sel-sel dan elemen selular terutama mastosit, eosinofil,
limfosit T, makrofag, neutrofil dan epitel.
Asma akut (asthma attack):
Kejadian peningkatan progresif keluhan sesak napas, batuk, mengi, atau
chest tightness atau beberapa kombinasinya.
ANAMNESIS - Mengi, dada rasa penuh (chest tightness), dan sesak napas : gejala
kardinal
- Batuk kronis yang timbul akibat paparan zat tertentu, aktivitas atau
gangguan emosi
- Ada riwayat keluarga asma dan atopi
PEMERIKSAAN FISIS - Takipneu dan takikardi
- Wheezing difus, dan bunyi ekspirasi memanjang
- Penggunaan otot napas tambahan, pulsus paradoksus, sianosis, dan
tanda asidosis respiratorik pada kasus berat
KRITERIA Asma adalah suatu sindroma klinik sehingga tidak ada gold standard untuk
DIAGNOSIS mendiagnosisnya. Asma ditegakkan berdasarkan gejala klinis khas dan
dipastikan dengan bukti objektif adanya hambatan aliran udara.
Klasifikasi asma :
A. Penilaian kontrol asma (> 4 minggu terakhir)
Terkontrol Tidak
No Karakteristik Terkontrol total
sebagian terkontrol
1 Gejala harian Tidak ada Terdapat > 3
> 2x/minggu
(< 2x/minggu) kriteria asma
2 Keterbatasan terkontrol
Tidak ada Ada
aktivitas sebagian dalam
3 Asma malam/ setiap minggu
Tidak ada Ada
nokturnal
4 Kebutuhan pelega Tidak ada Ada
5 Fungsi paru (APE < 80% prediksi/
Normal
atau VEP1) nilai terbaik
B. Penilaian resiko berikutnya (risiko eksaserbasi, tidak stabil, penurunan faal
paru, efek samping
Gambaran yang berkaitan dengan kejadian yang tidak diharapkan :
- Kondisi klinis tidak terkontrol
- Sering eksaserbasi dalam satu tahun terakhir
- Membutuhkan perawatan rumah sakit karena kondisi kritis asma
- Faal paru (VEP1) yang rendah
- Pajanan asap rokok
- Menggunakan pengobatan dosis tinggi
Derajat beratnya asma akut :
Berat serangan akut
Gejala dan
tanda Ringan Sedang Berat Mengancam jiwa
Sesak napas Berjalan Berbicara Istirahat
Dpt tidur Duduk
Posisi Duduk
telentang membungkuk
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
ASMA BRONKIAL
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…../PPK/RSUDBatara - 2/4
Guru
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu
KRITERIA Lanjutan…
DIAGNOSIS Berat serangan akut
Gejala dan
tanda Ringan Sedang Berat Mengancam jiwa
Cara berbicara Satu kalimat Beberapa kata Kata demi kata
Mengantuk,
Mungkin gelisah,
Kesadaran Gelisah Gelisah
gelisah kesadaran
menurun
Frekuensi
< 20/menit 20-30/menit > 30/menit
napas
Nadi < 100 100-120 >120 Bradikardi
Pulsus
paradoksus
Otot bantu Kelelahan otot
- + +
napas torakoabdominal
Akhir ekspirasi Inspirasi dan
Mengi Akhir ekspirasi Silent chest
paksa ekspirasi
APE > 80% 60-80% < 60%
PaO2 > 80 mmHg 80-60 mmHg < 60 mmHg
PaCO2 < 45 mmHg < 45 mmHg > 45 mmHg
SaO2 > 95% 91-95% < 90%

PEMERIKSAAN Jumlah eosinofil darah dan sputum, foto toraks, spirometri, dan analisis gas
darah atas indikasi.
DIAGNOSIS Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), bronchitis kronik, gagal jantung,
BANDING obstruksi mekanik (misalnya tumor), emboli paru
TATA LAKSANA Derajat asma kontrol saat sekarang dan pengobatan yang digunakan
sekarang menentukan pemilihan obat farmakologi. Pasien tidak terkontrol
dengan regimen yang digunakan sekarang, maka pengobatan harus
ditingkatkan sampai tercapai kondisi terkontrol. Jika kondisi terkontrol telah
tercapai minimal 3 bulan, pengobatan diturunkan untuk menentukan step
dan dosis terendah dari pengobatan untuk mempertahankan kondisi
terkontrol.
Berikut tata laksana asma :

Obat asma digolongkan menjadi controller dan reliever. Controller adalah


obat yang dikonsumsi tiap hari untuk membuat asma dalam keadaan
terkontrol terutama melalui efek anti inflamasi. Reliever adalah obat yang
digunakan bila perlu berdasar efek cepat menghilangkan gejala.
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
ASMA BRONKIAL
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…../PPK/RSUDBatara - 3/4
Guru
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu
TATA LAKSANA Berikut contoh masing-masing controller dan reliever pada terapi asma :
Controller Reliever
Kortikosteroid inhalasi β2 agonis kerja singkat
Obat Rendah Medium Tinggi : inhalasi atau oral
Beklometasondipropionat 200-500 ug 500-1000 ug >1000 ug
Budesonid 200-400 ug 400-800 ug >800 ug Termasuk golongan ini
Flunisolid 500-1000 ug 1000-2000 ug >2000 ug adalah salbutamol,
Flutikason 100-250 ug 250-500 ug >500 ug terbutalin, fenoterol, dan
Triamsinolon asetonid 400-1000 ug 1000-2000 ug >2000 ug
prokaterol. Formoterol
mempunyai onset cepat
Kortikosteroid sistemik. Hanya dipakai bila terapi maksimal dan durasi yang lama
dengan kortikosteroid inhalasi dan obat lainnya belum dapat
mengontrol asma. Beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu :
 gunakan prednison, prednisolon, atau metilprednisolon
karena mempunyai efek mineralokortikoid minimal, waktu
paruh pendek dan efek striae pada otot minimal
 bentuk oral, bukan parenteral
 penggunaan selang sehari atau sekali sehari pagi hari
β2 agonis kerja panjang : inhalasi atau oral Kortikosteroid
Termasuk di dalam agonis beta-2 kerja lama inhalasi adalah sistemik
salmeterol dan formoterol yang mempunyai waktu kerja lama (>
12 jam).
Leukotriene modifier Antikolinergik :
Kromolin ipratropium
Teofilin lepas lambat
Dosis 5-10 mg/kgBB/hari terutama untuk mengontrol asma
malam
Anti IgE

EDUKASI 1. Memahami sifat-sifat dari penyakit asma.


2. Memahami faktor yang menyebabka/ memperberat serangan.
3. Memahami faktor-faktor yang dapat mempercepat kesembuhan,
membantu perbaikan dan mengurangi serangan.
4. Memahami kegunaan dan cara kerja dan cara pemakaian obat-obat
yang diberikan oleh dokter.
5. Mampu menilai kemajuan dan kemunduran dari penyakit dan hasil
pengobatan.
6. Mengetahui kapan “self treatment” atau pengobatan mandiri harus
diakhiri dan segera mencari pertolongan dokter.
PROGNOSIS Qua ad vitam : Bonam
Qua ad functionam : Bonam
Qua ad sanationam : Bonam
LAMA RAWAT Rawat jalan
Rawat inap: 5-7 hari tergantung ada tidaknya penyakit komorbid
TINGKAT EVIDENS/
I / II / III / IV A/B/C/D
REKOMENDASI
PENELAAH KRITIS SMF Penyakit Dalam
KEPUSTAKAAN - Sundaru H, Sukamto. Asma bronkial. In Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi
I, et.al, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 5th ed. Jakarta:
Interna Publishing; 2009.
- Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia. Asma bronkial. In:
Rani AA, Soegondo S, Nazir A, et.al., editors. Panduan Pelayanan
Medik PB PAPDI. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI; 2006.
- Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Asma: Pedoman diagnosis dan
penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: PDPI; 2003.
- Maranatha D. Asma bronkial. In Wibisono MJ, Winariani, Hariadi S,
editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Departemen Ilmu
Penyakit Paru FK Unair; 2010.
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
ASMA BRONKIAL
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 4/4
RSUD Batara Guru
Guru
Kabupaten Luwu

ALGORITME PENATALAKSANAAN ASMA AKUT DI RUMAH SAKIT


SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
PNEUMONIA DIDAPAT DI MASYARAKAT
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDSiwa - 1/5

RSUD Batara Guru


Kabupaten Luwu
PANDUAN PRAKTIK
KLINIS
(PPK)
DEFINISI Pneumonia didapat di masyarakat (community acquired pneumonia, CAP):
- Pneumonia pada individu yang menjadi sakit di luar rumah sakit, atau
dalam 48 jam sejak masuk rumah sakit.
- Infeksi akut pada parenkim paru yang berhubungan dengan beberapa
gejala infeksi akut, disertai gambaran infiltrat akut pada radiologi toraks
atau temuan auskultasi yang sesuai dengan pneumonia (perubahan
suara napas dan atau ronkhi setempat) pada orang yang tidak dirawat
di rumah sakit atau tidak berada pada fasilitas perawatan jangka
panjang selama ≥ 14 hari sebelum timbulnya gejala (IDSA 2000).
o
ANAMNESIS - Demam menggigil, suhu tubuh meningkat dapat mencapai 40 C
- Batuk dengan dahak mukoid atau purulen, kadang disertai darah
- Sesak napas dan nyeri dada
PEMERIKSAAN FISIS Temuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di paru.
- Inspeksi : terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas
- Palpasi : vocal fremitus dapat mengeras
- Perkusi : redup
- Auskultasi : terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronchial,
dapat disertai ronchi basah kasar
KRITERIA Diagnostik adanya CAP adalah :
DIAGNOSIS  Foto paru terdapat infiltrat baru atau infiltrat yang bertambah
 Terdapat 2 dari 3 gejala berikut : demam, batuk + sputum produktif,
leukositosis (pada penderita usia lanjut: gejala dapat tidak
khas/tersamar, seperti lesu, tidak mau makan, dll)
Berdasar kesepakatan PDPI, kriteria yang dipakai untuk indikasi rawat
inap CAP adalah :
1. Skor PORT > 70
2. Bila skor PORT < 70 maka penderita tetap perlu dirawat inap bila
dijumpai salah satu dari kriteria dibawah ini :
a. Frekuensi napas > 30 kali/menit
b. Pa02/FiO2 < 250 mmHg
c. Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral
d. Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus
e. Tekanan sistolik < 90 mmHg dan diastolik < 60 mmHg
f. Pneumonia pada pengguna NAPZA
Kriteria PORT (Pneumonia Patient Outcome Research Team)
Karakter pasien Nilai
Faktor demografik:
Usia: laki - laki Umur (tahun)
perempuan Umur (tahun) - 10
Perawatan di rumah (+) 10
Penyakit penyerta:
Keganasan (+) 30
Penyakit hati (+) 20
Gagal jantung kongestif (+) 10
Penyakit serebrovaskular (+) 10
Penyakit ginjal (+) 10

SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB


LUWU
TATA LAKSANA KASUS
PNEUMONIA DIDAPAT DI MASYARAKAT
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 2/5
RSUD Batara Guru
Guru
Kabupaten Luwu
KRITERIA Kriteria PORT (lanjutan..)
DIAGNOSIS
Karakter pasien Nilai
Pemeriksaan fisik:
Perubahan status mental (+) 20
Pernapasan > 30 kali/menit (+) 20
Tekanan darah sistolik ≤ 90 mmHg (+) 20
Suhu tubuh < 35 C atau ≥ 40 C
o o
(+) 15
Nadi ≥ 125 kali/menit (+) 10
Hasil laboratorium / radiologi:
AGD: pH < 7,35 (+) 30
BUN > 30 mg/dl (+) 20
Natrium < 130 mmol/L (+) 20
Glukosa ≥ 250 mg/dl (+) 10
Hematokrit < 30% (+) 10
AGD: PaO2 < 60 mmHg (+) 10
Efusi pleura (+) 10

PEMERIKSAAN  Foto toraks


PENUNJANG  Pulse oksimetri
 Laboratorium Rutin : DPL, hitung jenis, LED, glukosa darah, ureum,
kreatinin, SGOT, SGPT
DIAGNOSIS Tuberkulosis paru, jamur paru
BANDING
TATA LAKSANA 1. Tata Laksana Umum :
Rawat jalan:
 Dianjurkan untuk tidak merokok, beristirahat, dan minum banyak
cairan
 Nyeri pleuritik/demam diredakan dengan parasetamol
 Ekspektoran/mukolitik
 Nutrisi tambahan pada penyakit yang berkepanjangan
 Pemberian antibiotika harus diberikan < 8 jam
 Kontrol selama 48 jam atau lebih awal bila diperlukan
 Bila tidak membaik dalam 48 jam: dipertimbangkan untuk dirawat
di rumah sakit, atau dilakukan foto toraks
Rawat inap di perawatan biasa RS:
 Oksigen, bila perlu dengan pemantauan saturasi oksigen dan
konsentrasi oksigen inspirasi. Tujuannya: mempertahankan PaO 2
≥ 8 kPa dan SaO2 ≥ 92 %
 Terapi oksigen pada pasien dengan penyakit dasar PPOK dengan
komplikasi gagal napas dituntun dengan pengukuran analisis gas
darah berkala
 Cairan: bila perlu dengan cairan intravena
 Nutrisi
 Nyeri pleuritik/demam diredakan dengan parasetamol
 Ekspektoran/mukolitik
 Pemberian antibiotika harus diberikan < 8 jam
 Foto toraks diulang pada pasien yang tidak menunjukkan
perbaikan yang memuaskan
Rawat inap di perawatan intensif RS:
 Sama seperti di perawatan biasa tetapi bila terdapat indikasi
pasien dapat dipasang ventilator mekanik
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
PNEUMONIA DIDAPAT DI MASYARAKAT
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…../PPK/RSUDBatara - 3/5
Guru
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu
TATA LAKSANA 2. Terapi Antibiotika
Pemilihan antibiotika dengan spektrum sesempit mungkin, berdasarkan
perkiraan etiologi yang menyebabkan CAP pada kelompok pasien
tertentu, sesuai pedoman terapi empirik inisial ATS 2001, sebagai
berikut :
Antibiotik Pilihan
Grup Karakteristik
(kedua pilihan ini setingkat)
I Rawat jalan, penyakit Makrolid generasi baru Doxycycline
kardiopulmonal (-),
faktor modifikasi (-)
II Rawat jalan, penyakit Beta-laktam oral: Fluoroquinolon-
kardiopulmonal (+) Cefpodoxime, antipneumococcus
dan/atau faktor Cefuroxime,
modifikasi (+) Amoxicillin dosis tinggi,
Amoxicillin/clavulanat
atau parenteral:
Ceftriaxone, diikuti
Cefpodoxime oral
dikombinasikan
dengan makrolid atau
doxycycline
III A Rawat inap, penyakit Beta-laktam IV: Fluoroquinolon-
kardiopulmonal (+) Cefotaxime, antipneumococcus IV
dan/atau faktor Ceftriaxone,
modifikasi (+) Ampicillin/sulbactam,
Ampicillin dosis tinggi
dikombinasikan
dengan Makrolid IV
atau oral atau
doxycycline
III B Rawat inap, penyakit Azithromycin IV atau Fluoroquinolon-
kardiopulmonal (-), Doxycycline dan Beta- antipneumococcus
faktor modifikasi (-) laktam
IV A Rawat ICU, tanpa Beta-laktam IV:
risiko P. Aeruginosa Cefotaxime,
Ceftriaxone
dikombinasikan
dengan Makrolid IV
(Azythromycin) atau
Fluoroquinolon IV
IV B Rawat ICU, dengan Beta-laktam Beta-laktam
risiko P. Aeruginosa antipseudomonas IV antipseudomonas IV
tertentu: tertentu:
Cefepime, Imipenem, Cefepime, Imipenem,
Meropenem, Meropenem,
Piperacillin/tazobactam Piperacillin/tazobactam
dikombinasikan dikombinasikan
dengan Quinolon dengan
antipseudomonas IV: Aminoglikosida IV
Ciprofloxacin dikombinasikan
dengan Makrolid IV:
Azythromicyn atau
Fluoroquinolon
nonpseudomonas IV

 Syarat untuk alih terapi (ATS 2001) :


o Berkurangnya keluhan batuk dan sesak napas,
o
o Suhu afebris ( < 100 F) pada dua pengukuran yang terpisah 8
jam lamanya, leukosit berkurang / menjadi normal,
o Saluran gastrointestinal berfungsi baik, masukan oral adekuat.
EDUKASI - Pola hidup sehat termasuk berhenti merokok
- Vaksinasi (pneumokokal dan influenza) pada golongan risiko tinggi yakni
usila, penyakit kronik, dan imunodefisiensi.
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
PNEUMONIA DIDAPAT DI MASYARAKAT
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 4/5
Guru
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu
PROGNOSIS Qua ad vitam : Bonam – malam
Qua ad functionam : Bonam – malam
Qua ad sanationam : Bonam – malam
LAMA RAWAT Rawat jalan
Rawat inap: 5-10 hari tergantung ada tidaknya penyakit komorbid
TINGKAT EVIDENS/
I / II / III / IV A/B/C/D
REKOMENDASI
PENELAAH KRITIS SMF Penyakit Dalam
KEPUSTAKAAN - Dahlan Z. Pneumonia. In Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et.al, editors.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 5th ed. Jakarta: Interna Publishing;
2009.
- Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia. Pneumonia di dapat
di masyarakat. In: Rani AA, Soegondo S, Nazir A, et.al., editors.
Panduan Pelayanan Medik PB PAPDI. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD
FKUI; 2006.
- Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia komuniti: Pedoman
diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: PDPI; 2003.
- Soedarsono. Pneumonia. In Wibisono MJ, Winariani, Hariadi S, editors.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Departemen Ilmu Penyakit
Paru FK Unair; 2010.
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
PNEUMONIA DIDAPAT DI MASYARAKAT
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…../PPK/RSUDBatara - 5/5
Guru
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu

ALGORITME PENATALAKSANAAN PNEUMONIA DIDAPAT DI MASYARAKAT


SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
DEMAM BERDARAH DENGUE
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…../PPK/RSUDBatara - 1/3
Guru
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu
PANDUAN PRAKTIK
KLINIS
(PPK)
DEFINISI Demam berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit demam akut yang
disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypty dan Aedes albopictus serta memenuhi criteria WHO untuk DBD.
ANAMNESIS 1. Demam yang terjadi secara tiba-tiba, berlangsung 2 – 7 hari dan dapat
mencapai 41 C, disertai menggigil
2. Nyeri hebat pada kepala, punggung, dan ekstremitas (breakbone)
3. Mual/muntah atau gejala gastrointestinal lainnya
4. Perdarahan atau riwayat perdarahan sebelumnya baik perdarahan
mukosa maupun perdarahan saluran cerna, termasuk pemanjangan
waktu menstruasi pada wanita dan perdarahan pada tempat suntikan
PEMERIKSAAN FISIS 1. Demam bifasik
2. Nyeri kepala hebat dan menyeluruh, dapat disertai injeksi konjungtiva
3. Artralgia, biasanya pada lutut dan bahu
4. Manifestasi perdarahan
5. Petekie yang khas
6. Tanda-tanda efusi pleura, asites, atau keduanya
KRITERIA Kriteria diagnosis WHO 1997 untuk DBD harus memenuhi :
DIAGNOSIS  Demam atau riwayat demam akut, antara 2 – 7 hari, biasanya bifasik.
 Terdapat minimal satu manifestasi perdarahan berikut ini :
2
o Uji tourniquet positif (> 20 petekie dalam 2.54 cm )
o Petekie, ekimosis, purpura
o Perdarahan mukosa, saluran cerna, bekas suntikan, atau tempat
lain
o Hematemesis atau melena
 Trombositopenia (<100.000/mm )
3

 Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage :


o Hematokrit (Hct) meningkat > 20% dibandingkan Hct rata-rata
pada usia, jenis kelamin, dan populasi yang sama.
o Hematokrit turun hingga > 20% dari hematokrit awal, setelah
pemberian cairan.
o Terdapat efusi pleura, efusi perikard, asites, dan hipoproteinemia.

Derajat DBD
I : demam disertai gejala konstitusional yang tidak khas, manifestasi
perdarahan hanya berupa uji tourniquet positif dan/atau mudah
memar
II : derajat I disertai perdarahan spontan
III : terdapat kegagalan sirkulasi seperti takikardia, pulsasi lemah, atau
hipotensi, disertai kulit dingin dan lembab, serta gelisah
IV : terjadi renjatan dimana tekanan darah dan nadi tidak terukur
Derajat III dan IV termasuk dalam sindrom renjatan dengue.

Indikasi rawat inap


1. DBD dengan syok dengan atau tanpa perdarahan
2. DBD dengan perdarahan masif dengan atau tanpa syok
3. DBD tanpa perdarahan masif dengan
3
a. Hb, Ht, normal dengan trombosit < 100.000/mm
3
b. Hb, Ht yang meningkat dengan trombositopenia < 150.000/mm
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
DEMAM BERDARAH DENGUE
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 2/3
Guru
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu
PEMERIKSAAN DPL sesuai indikasi, serologi dengue, pemeriksaan fungsi hati,
PENUNJANG pemeriksaan hemostasis (bila ada indikasi), foto toraks sesuai indikasi
DIAGNOSIS Demam akut lain yang bermanifestasi trombositopenia
BANDING
TATA LAKSANA Non Farmakologi : tirah baring, makanan lunak
Farmakologi :
- Simtomatis : antipiretik parasetamol bila demam hindari pemakaian
asam salisilat atau obat anti inflamasi non steroid
- Tata laksana terinci dapat dilihat pada lampiran protokol tatalaksana
DBD (Protokol 1 – 4, lihat di bawah)
o Cairan intravena :
Ringer laktat atau ringer asetat 4-6 jam /kolf
Koloid/plasma ekspander pada DBD stadium III dan IV bila
diperlukan
o Tansfusi trombosit dan komponen darah sesuai indikasi
o Pertimbangan heparinisasi pada DBD stadium III dan IV dengan
koagulasi intravaskular diseminata (KID)
EDUKASI 1. Pada pasien yang dirawat perbanyak minum air dan memperhatikan
tanda-tanda perdarahan mukosa dan saluran cerna
2. Pencegahan :
- Menghindari gigitan nyamuk dengan menggunakan rapellan,
memakai kelambu atau insektida pengendali nyamuk
- Melakukan kegiatan 3M yakni menutup, menguras, dan menimbun
tempat atau wadah yang dapat menampung air yang dapat menjadi
sarang nyamuk
PROGNOSIS Qua ad vitam : Bonam – dubia
Qua ad functionam : Bonam
Qua ad sanationam : Bonam
LAMA RAWAT Rawat jalan
Rawat inap : 5-7 hari
TINGKAT EVIDENS/
I / II / III / IV A/B/C/D
REKOMENDASI
PENELAAH KRITIS SMF Penyakit Dalam
KEPUSTAKAAN - Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia. Demam Berdarah
Dengue. In: Alwi I, Salim S, Hidayat R, et.al., editors.
Penatalaksanaan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam: Panduan Praktik
Klinis. Jakarta: Interna Publishing; 2015.
- Suhenro LN, Khie C, Herdiman TP. Demam Berdarah Dengue. In
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et.al, editors. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, 5th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2009.
- World Health Organization. Dengue Hemorhagic Fever: Diagnosis,
Treatment, Prevention, and Control, 2nd ed. Geneva: WHO
Publication; 1997.
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
DEMAM BERDARAH DENGUE
No. Dokumen No. Revisi Halaman
010/PPK/RSUDBatara - 3/3
Guru
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu
PROTOKOL PENATALAKSANAAN DEMAM BERDARAH DENGUE
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
GAGAL JANTUNG KONGESTIF
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…../PPK/RSUDBatara - 1/3
Guru
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu
PANDUAN PRAKTIK
KLINIS
(PPK)
DEFINISI Gagal jantung kongestif adalah sindrom klinis yang kompleks akibat
kelainan fungsi atau struktural jantung yang mengganggu kemampuan
jantung untuk berfungsi sebagai pompa.
ANAMNESIS Dispnea on exertion; orthopnea; paroksismal nokturnal dispnea; lemas;
anoreksia dan mual; gangguan mental pada usia tua
PEMERIKSAAN FISIS 1. Takikardia dan gallop bunyi jantung ketiga (S3)
2. Peningkatan vena jagularis, refluks hepatojugular, pulsus alternans
3. Kardiomegali
4. Ronkhi basah halus di basal paru, dan bisa meluas di kedua lapang
paru bila gagal jantung berat
5. Edema pretibial pada pasien yang rawat jalan, edema sakral pada
pasien tirah baring
6. Efusi pleura, lebih sering pada paru kanan daripada paru kiri
7. Asites sering terjadi pada pasilen dengan penyakit katup rnitral dan
perikarditis konstriktif
8. Hepatomegali, nyeri tekan, dapat diraba pulsasi hati yang berhubungan
dangan hipertensi vena sistemik
9. Ikterus, berhubungan dengan peningkatan kedua bentuk bilirubin
10. Ekstremitas dingin, pucat dan berkeringat
KRITERIA  Kriteria Framingham : minimal 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor
DIAGNOSIS
Kriteria mayor : Kriteria Minor :
Paroksismal nokturnal dispnea Edema ekstremitas
Distensi vena-vena leher Batuk malam
Peningkatan vena jugularis Dispnea pada aktivitas
Ronkhi Hepatomegali
Kardiomegali Efusi pleura
Edema paru akut Kapasitas vital berkurang dari normal
Gallop bunyi jantung IlI (S3) Takikardia (> 120 kali/menit)
Refluks hepatojugular positif
Mayor atau minor :
Penurunan berat badan > 4,5 kg dalam 5 hari terapi

 NYHA (New York Heart Association) tingkat keparahan gagal jantung


seseorang diklasifikasikan berdasarkan kelasnya, yaitu :
 Class 1: Tidak ada keterbatasan dari aktivitas fisik, aktivitas biasa
tidak menimbulkan gejala.
 Class 2: ada sedikit keterbatasan dari aktivitas fisik, lebih nyaman
saat istirahat, aktivitas fisik sehari-hari dan menaiki tangga agak
banyak menyebabkan lelah, berdebar-debar, dan sesak.
 Class 3: adanya keterbatasan dari aktivitas fisik secara signifikan,
lebih nyaman saat beristirahat, aktivitas fisik yang ringan dapat
menyebabkan lelah, berdebar, dan sesak.
 Class 4 (severe): Tidak bisa melakukan aktivitas fisik dengan
nyaman, timbul gejala gangguan jantung pada saat istirahat, bila
beraktivitas, keluhan akan semakin berat
PEMERIKSAAN - Laboratoratorium : DPL, tes fungsi ginjal dan hati, tes fungsi tiroid,
PENUNJANG glukosa dan profil lipid darah, Urinalisa untuk mendeteksi proteinuria
atau glukosuria
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
GAGAL JANTUNG KONGESTIF
No. Dokumen No. Revisi Halaman
...../PPK/RSUDBatara - 2/3
Guru
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu
PEMERIKSAAN - Foto toraks : melihat adanya pembesaran jantung, distensi vena
PENUNJANG pulmonal dan distribusinya ke apeks paru (opasifikasi hilus paru bisa
sampai ke apeks),efusi pleura
- Elektrokardiografi : membantu menunjukkan etiologi gagal jantung
DIAGNOSIS 1. Penyakit paru : pneumonia, PPOK, asma akut, infeksi paru berat
BANDING misalnya ARDS, dan emboli paru
2. Penyakit ginjal : gagal ginjal kronik, sindrom nefrotik
3. Penyakit hati : sirositi hepatis
TATA LAKSANA Non Farmakologi :
 Diet : hindari obesitas, diet rendah garam 2 g pada gagal jantung ringan
dan 1 g pada gagal jantung berat, batasi jumlah cairan 1,5 liter pada
gagal gantung ringan dan 1 liter pada gagal jantung berat)
 Hentikan rokok dan alkohol
 Aktivitas fisik : jalan 3-5x/minggu selama 20-30 menit atau sepeda
statis 5x/minggu selama 20 menit dengan beban 70-80% denyut
jantung maksimal pada gagal jantung ringan dan sedang)

Farmakologi :
1. Diuretik
Kebanyakan pasien dengan gagal jantung membutuhkan paling sedikit
diuretik regular dosis rendah dengan tujuan untuk mencapai tekanan
vena jugularis normal dan menghilangkan edema. Penanganan awal
dengan loop diuretik atau tiazid. Bila respon tidak cukup baik dosis
diuretik dapat dinaikkan, berikan diuretik intravena, atau kombinasi loop
diuretik dan tiazid.
Diuretik hemat kalium, spironolakton, dengan dosis 25-150 mg/hari
dapat mengurangi mortalitas pada pasien dengan gagal jantung sedang
sampai berat (NYHA class 4) yang disebabkan gagal jantung sistolik.
2. Penghambat EKA
Bermanfaat untuk menekan aktivasi neurohormonal, dan pada gagal
jantung yang disebabkan disfungsi sistolik ventrikel kiri. Pemberian
dimulai dengan dosis rendah, dititrasi selama beberapa minggu sampai
dosis yang efektif.
3. Penghambat beta
Bermanfaat sama seperti penghambat EKA. Pemberian mulai dosis
kecil, kemudian dititrasi selama beberapa minggu dengan kontrol ketat
sindrom gagal jantung. Biasanya diberikan bila keadaan sudah stabil.
Pada gagal jantung NYHA class 2 dan 3 : carvedilol, bisoprolol atau
metoprolol. Biasa digunakan bersama dengan penghambat EKA dan
diuretik.
4. Antagonis angiotensin II reseptor
Dapat digunakan bila ada kontraindikasi penggunaan penghambat EKA
5. Kombinasi hidralazin dengan isosorbide dinitrat memberi hasil yang
baik pada pasien yang intoleran dengan penghambat EKA.
6. Digoksin
Diberikan untuk simptomatik dengan gagal jantung disfungsi sistolik
ventrikel kiri dan terutama yang dengan fibrilasi atrial, digunakan
bersama-sama diuretik, penghambat EKA dan penghambat beta.
7. Antikoagulan dan antiplatelet
Aspirin diindikasikan untuk pencegahan emboli serebral pada penderita
dengan fibrilasi atrial dengan fungsi ventrikel yang buruk. Antikoagulan
perlu diberikan pada fibrilasi atrial kronis maupun dengan riwayat
emboli, trombosis dan Transient Ischemic Attacks, trombus intrakardiak
dan aneurisma ventrikel.
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
GAGAL JANTUNG KONGESTIF
No. Dokumen No. Revisi Halaman
...../PPK/RSUDBatara - 3/3
Guru
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu
TATA LAKSANA 8. Antiaritmia tidak direkomendasikan untuk pasien yang asimptomatik
atau aritmia ventrikel yang tidak menetap. Antiaritmia klas 1 harus
dihindari kecuali pada aritmia yang mengancam nyawa. Antiaritmia
kelas III terutama amiodaron dapat digunakan untuk terapi aritmia atrial
dan tidak digunakan untuk mencegah kematian mendadak.
9. Antagonis kalsium dihindari.
EDUKASI 1. Gaya hidup sehat : diet, tidak merokok dan tidak minum alkohol
2. Terangkan hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan
3. Aktivitas sosial dan pekerjaan diusahakan agar dapat dilakukan seperti
biasa. Sesuaikan kemampuan fisik dengan profesi yang masih bisa
dilakukan
4. Gagal jantung berat harus menghidari penerbangan panjang
5. Vaksinasi terhadap infeksi influensa dan pneumokokus bila mampu
6. Kontrasepsi dengan IUD pada gagal jantung sedang dan berat,
penggunaan hormon dosis rendah, masih dapat dianjurkan
PROGNOSIS Qua ad vitam : Dubia – malam
Qua ad functionam : Dubia – malam
Qua ad sanationam : Dubia – malam
LAMA RAWAT Rawat jalan pada NYHA class 1 dan 2
Rawat inap : 5-10 hari pada NYHA class 3-4 atau ada kecenderungan
terjadi syok kardiogenik
TINGKAT EVIDENS/
I / II / III / IV A/B/C/D
REKOMENDASI
PENELAAH KRITIS SMF Penyakit Dalam
KEPUSTAKAAN - Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia. Gagal Jantung
Kronik. In: Rani AA, Soegondo S, Nazir A, et.al., editors. Panduan
Pelayanan Medik PB PAPDI. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI;
2006.
- Ghanie A. Gagal Jantung Kronik. In Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
et.al, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 5th ed. Jakarta: Interna
Publishing; 2009.
- ACC/AHA. ACC/AHA Guidelines for the Evaluation and Management of
Chronic Heart Failure in Adult: Executive Summary. A Report of The
American College of Cardiology/American Heart Association Task
Force on Practice Guidelines. Circulation. 2001; 104: 2996-3007.
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
SINDROMA KORONER AKUT
No. Dokumen No. Revisi Halaman
...../PPK/RSUDBatara - 1/3
RSUD Batara Guru Guru
Kabupaten Luwu
PANDUAN PRAKTIK
KLINIS
(PPK)
DEFINISI Sindrom koroner akut merupakan suatu keadaan gawat darurat jantung
dengan manifestasi klinis berupa perasaan tidak nyaman di dada atau
gejala-gejala lain sebagai akibat iskemia miokard.
Sindrom koroner akut mencakup:
- Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST
- Infark miokard akut tanpa elevasi segmen ST
- Angina pektoris tidak stabil (unstable angina pectoris)
ANAMNESIS - Nyeri dada tipikal (angina) berupa nyeri dada substernal, retrosternal,
dan prekordial
- Nyeri seperti ditekan, ditindih benda berat, rasa terbakar, seperti ditusuk,
rasa diperas, dan diplintir.
- Nyeri menjalar ke leher, lengan kiri, mandibula, gigi,
punggung/interskapula, dan dapat juga ke lengan kanan
- Nyeri membaik atau menghilang dengan istrirahat atau obat nitrat, atau
tidak
- Dapat disertai gejala mual, muntah, keringat dingin, dan lemas
PEMERIKSAAN FISIS  Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat (gelisah) disertai
ekstremitas pucat dan keringat dingin
 Infark anterior : manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis (takikardi
dan/atau hipotensi) sedangkan infark inferior menunjukkan manifestasi
saraf parasimpatis (bradikardi dan/atau hipotensi)
 S4 dan S3 gallop
 Penurunan intensitas S1dan split paradoksikal S2
 Murmur midsistolik dan late sistolik yang bersifat sementara
KRITERIA  Infark miokard ST elevasi :
DIAGNOSIS o hiperakut T, elevasi segmen ST, gelombang Q inversi gelombang T
o peningkatan minimal 2 kali batas atas normal enzim jantung yakni
CK-MB dan troponin-T
 Infark miokard non ST elevasi :
o depresi segmen ST, inversi gelombang T dalam
o tidak ada atau peningkatan < 2 kali batas atas normal enzim jantung
yakni CK-MB dan troponin-T
 Angina pektoris tidak stabil :
o depresi segmen ST dengan atau tanpa inversi gelombang T,
kadang-kadang elevasi segmen ST sewaktu ada nyeri, tidak
dijumpai gelombang Q
o tidak ada atau peningkatan < 2 kali batas atas normal enzim jantung
yakni CK-MB dan troponin-T
PEMERIKSAAN DPL, profil lipid, gula darah, ureum kreatinin, SGOT, CK-MB, Troponin-T
PENUNJANG EKG, Foto toraks (sesuai indikasi)
Ekokardiografi, tes treadmill (untuk stratifikasi setelah infark miokard), dan
angiografi koroner dilakukan rujukan ke fasilitas kesehatan tingkat lanjutan
DIAGNOSIS  Angina pektoris tak stabil: infark miokard akut
BANDING  Infark miokard akut: diseksi aorta, perikarditis akut, emboli paru akut,
penyakit dinding dada, Sindrom Tietze, gangguan gastrointestinal
seperti: hiatus hernia dan refluks esofagitis, spasme atau ruptur
esofagus, kolesistitis akut, tukak lambung, dan pankreatitis akut.
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
SINDROMA KORONER AKUT
No. Dokumen No. Revisi Halaman
...../PPK/RSUDBatara - 2/3
RSUD Batara Guru
Guru
Kabupaten Luwu
TATA LAKSANA  Umum
 Tirah baring di ruang rawat intensif jantung (ICCU)
 Pasang infus intravena dengan NaCl 0,9% atau dekstrosa 5%
 Oksigenasi dimulai dengan 2 liter/menit, 2 – 3 jam, dilanjutkan bila
saturasi oksigen arteri rendah (<90%)
 Diet : puasa sampai bebas nyeri, kemudian diet cair. Selanjutnya
diet jantung.
 Pasang monitor EKG secara kontinyu
 Atasi nyeri
 Nitrat sublingual / transdermal / nitrogliserin intravena titrasi
(kontraindikasi bila TD sistolik < 90 mmHg, bradikardia <50
kali/menit, takikardia), atau
 Morfin 2,5 mg (2-4 mg) intravena, dapat diulang tiap 5 menit sampai
dosis total 20 mg atau petidin 25-50 mg intravena atau tramadol 25-
50 mg intravena.
 Antitrombotik
 Aspirin (160 – 345 mg), bila alergi atau intoleransi / tidak responsif
diganti dengan tiklopidin atau klopidogrel
 Atasi rasa takut : Diazepam 3 x 2,5 mg (oral atau IV) atau antiansietas
 Pelunak tinja: Laktulosa (laksadin) 2 x 15 ml
 Beta bloker: Diberikan bila tidak ada kontraindikasi
 Penghambat ACE (ACE Inhibitor)
 Diberikan terutama pada infark miokard yang luas, atau infark
anterior, gagal jantung tanpa hipotensi, riwayat infark miokard
sebelumnya
 Obat anti lipid
 Golongan statin dengan target terapi kolesterol total <200 mg/dl &
LDL < 100 mg/dl
 Antagonis kalsium
 Verapamil untuk infark miokard non ST elevasi atau angina pektoris
tak stabil bila nyeri tidak teratasi
EDUKASI  Pengetahuan tentang penyakit jantung koroner meliputi tanda dan
gejala, faktor risiko, pemeriksaan diagnostik dan penatalaksanaan
 Program diet dan pola makan yang sesuai
 Aktivitas fisik fungsional sesuai tahapan rehabillitasi
 Gaya hidup sehat pasca serangan dan pentingnya berolahraga
 Manajemen stress, mengatasi perasaan cemas dan pikiran negatif
PROGNOSIS Qua ad vitam : Dubia – malam
Qua ad functionam : Dubia – malam
Qua ad sanationam : Dubia – malam
LAMA RAWAT Rawat inap : 7-10 hari bila tidak ada komplikasi yang memperberat
TINGKAT EVIDENS/
I / II / III / IV A/B/C/D
REKOMENDASI
PENELAAH KRITIS SMF Penyakit Dalam
KEPUSTAKAAN - Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia. Sindrom Koroner
Akut. In: Rani AA, Soegondo S, Nazir A, et.al., editors. Panduan
Pelayanan Medik PB PAPDI. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI;
2006.
- Alwi I. Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST. In Sudoyo AW, Setiyohadi
B, Alwi I, et.al, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 5th ed.
Jakarta: Interna Publishing; 2009.
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
SINDROMA KORONER AKUT
No. Dokumen No. Revisi Halaman
...../PPK/RSUDBatara - 3/3
RSUD Batara Guru Guru
Kabupaten Luwu
KEPUSTAKAAN - Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia. Buku Panduan
Kursus Bantuan Hidup Jantung Lanjut. Jakarta: PERKI; 2008.
- Harun S, Mansjoer H. Diagnosis dan Penatalaksanaan Sindrom Koroner
Akut. In: Bawazier LA, Alwi I, Syam AF, et.al.,editors. Prosiding
Simposium Pendekatan Holistik Penyakit Kardiovaskular. Jakarta:
Pusat Informasi dan Penerbitan IPD FKUI; 2001.

ALGORITME PENATALAKSANAAN SINDROMA KORONER AKUT


SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
OSTEOARTRITIS
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…../PPK/RSUDBatara - 1/5
RSUD Batara Guru
Guru
Kabupaten Luwu
PANDUAN PRAKTIK
KLINIS
(PPK)
DEFINISI Osteoartritis (OA) merupakan penyakit degeneratif yang mengenai rawan
sendi. Penyakit ini ditandai oleh kehilangan rawan sendi progresif dan
tebentuknya tulang baru pada tebekula subkondral dan tepi tulang (osteofit).
ANAMNESIS 1. Nyeri dirasakan berangsur-angsur (onset gradual)
2. Tidak disertai adanya inflamasi (kaku sendi dirasakan < 30 menit, bila
disertai inflamasi, umumnya dengan perabaan hangat, bengkak yang
minimal, dan tidak disertai kemerahan pada kulit)
3. Tidak disertai gejala sistemik
4. Nyeri sendi saat beraktivitas
5. Sendi yang sering terkena :
Sendi tangan : carpo-metacarpal (CMC I), proximal interfalang (PIP),
dan distal interfalang (DIP); sendi kaki : metatarso-falang (MTP I); sendi
lutut, vertebra servikal, lumbal, dan hip joint.
Faktor risiko penyakit :
- Bertambahnya usia
- Riwayat keluarga dengan OA generalisata
- Aktivitas fisik yang berat, obesitas
- Trauma sebelumnya atau adanya deformitas pada sendi yang
bersangkutan.
PEMERIKSAAN FISIS 1. Tentukan IMT
2. Perhatikan gaya berjalan/pincang? Adakah kelemahan atau atrofi otot
3. Tanda-tanda inflamasi/ efusi sendi?
4. Lingkup gerak sendi (ROM)
5. Nyeri saat pergerakan atau nyeri di akhir gerakan
6. Krepitus
7. Deformitas/ bentuk sendi berubah
8. Gangguan fungsi/ keterbatasan gerak sendi
9. Nyeri tekan pada sendi dan periartikular
10. Penonjolan tulang (Nodul Bouchard’s dan Heberden’s)
11. Pembengkakan jaringan lunak
12. Instabilitas sendi
KRITERIA Kriteria diagnosis OA lutut
DIAGNOSIS Berdasarkan klinis
- Nyeri sendi lutut dan paling sedikit 3 dari 6 kriteria di bawah ini:
1. Krepitus saat gerakan aktif
2. Kaku sendi < 30 menit
3. Umur > 50 tahun
4. Pembesaran tulang sendi lutut
5. Nyeri tekan tepi tulang
6. Tidak teraba hangat pada sinovium sendi lutut
Berdasarkan klinis dan radiologis
- Nyeri sendi lutut dan adanya osteofit dan paling sedikit 1 dari 3 kriteria
di bawah ini:
1. Kaku sendi < 30 menit
2. Umur > 50 tahun
3. Krepitus pada gerakan sendi aktif
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
OSTEOARTRITIS
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…../PPK/RSUDBatara - 2/5
Guru
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu
Kriteria diagnosis OA tangan (Berdasarkan klinis):
- Nyeri, ngilu atau kaku pada tangan dan
- Paling sedikit 3 dari 4 kriteria di bawah ini:
1. Pembengkakan jaringan keras dari 2 atau lebih sendi-sendi tangan
di bawah ini:
- Sendi distal interfalang ke-2 dan ke-3
- Sendi proksimal interfalang ke-2 dan ke-3
- dan sendi pertama karpometakarpofalang kedua tangan
2. Pembengkakan jaringan keras dari 2 atau lebih sendi distal
interfalang
3. Kurang dari 3 pembengkakan sendi metakarpofalang
4. Deformitas sedikitnya pada 1 dari 10 sendi-sendi tangan pada
kriteria 2 di atas

Kriteria diagnosis OA panggul (Berdasarkan klinis dan laboratorium):


- Nyeri pada sendi panggul/koksa dan
- Paling sedikit salah 1 dari 2 kelompok kriteria di bawah ini:
o
1. Rotasi internal sendi panggul < 15 disertai LED < 45 mm/jam atau
o
fleksi sendi panggul < 115 (jika LED sulit dilakukan)
o
2. Rotasi internal sendi panggul > 15 disertai nyeri yang terkait
pergerakan rotasi internal sendi panggul, kekakuan sendi panggul
pagi hari < 60 menit, dan usia > 50 tahun
PEMERIKSAAN - Tidak ada pemeriksaan darah khusus untuk mendiagnosis OA.
PENUNJANG Pemeriksaan darah membantu menyingkirkan diagnosis lain dan monitor
terapi.
- Pemeriksaan radiologi: klasifikasi diagnosis atau untuk merujuk ke
ortopedi.
DIAGNOSIS - Inflammatory arthropaties
BANDING - Artritis kristal (gout atau pseudogout)
- Bursitis
- Sindroma nyeri pada jaringan lunak
- Penyakit lain dengan manifestasi artropati (neurologi, metabolik, dll)
TATA LAKSANA Non Farmakologi :
1. Edukasi pasien
2. Modifikasi gaya hidup
3. Penurunan berat badan jika IMT > 25, minimal penurunan 5% dari berat
badan dengan target IMT 18,5 – 25
4. Latihan aerobik yang low impact
5. Terapi fisik meliputi latihan perbaikan lingkup gerak sendi, penguatan
otot-otot (quadrisep/pangkal paha) dan alat bantu gerak sendi misalnya
pemakaian tongkat pada sisi yang sehat
6. Terapi okupasi meliputi proteksi sendi dan konservasi energy

Farmakologi :
- Untuk OA ringan – sedang dapat diberikan asetaminofen atau obat anti
inflamasi non steroid (OAINS) bila tidak terdapat kontraindikasi
pemberian
- Untuk OA ringan – sedang yang memiliki risiko pada sistem pencernaan
dapat diberikan asetaminofen, OAINS topical, OAINS non selektif dengan
kombinasi obat pelindung gaster (AH2 reseptor antagonis atau PPI), atau
penghambat siklooksigenase-2
- Untuk OA sedang – berat disertai pembengkakan sendi, aspirasi dan
tindakan injeksi glukokortikoid intraartikuler untuk penanganan nyeri
jangka pendek dan OAINS per oral
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
OSTEOARTRITIS
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 3/5
Guru
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu
EDUKASI Penderita OA sebaiknya :
- Mengerti apa yang terjadi pada sendinya, mengapa timbul rasa sakit dan
apa yang perlu dilakukan, sehingga pengobatan OA dapat berhasil
- Tidak diam atau seminimal mungkin melakukan aktivitas agar tidak nyeri
karena menyebabkan otot-ototnya akan menjadi lemah sehingga pada
saat berjalan/ bangun dari duduk nyeri semakin hebat
- Pasien OA harus berusaha agar tetap dapat melakukan aktivitas sehari-
hari, latihan dan tidak menjadi beban bagi orang di sekitarnya
PROGNOSIS Qua ad vitam : Bonam
Qua ad functionam : Bonam
Qua ad sanationam : Bonam
LAMA RAWAT Rawat jalan
TINGKAT EVIDENS/
I / II / III / IV A/B/C/D
REKOMENDASI
PENELAAH KRITIS SMF Penyakit Dalam
KEPUSTAKAAN - Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia. Osteoartritis. In:
Rani AA, Soegondo S, Nazir A, et.al., editors. Panduan Pelayanan
Medik PB PAPDI. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI; 2006.
- Soeroso J, Isbagio H, Kalim H, et.al. Osteoartritis. In Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, et.al, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 5th
ed. Jakarta: Interna Publishing; 2009.
- Perhimpunan Reumatologi Indonesia. Diagnosis & Penatalaksanaan
Osteoartritis: Rekomendasi Perhimpunan Reumatologi Indonesia.
IRA, Jakarta: 2014.
- Hamijoyo L. Pengapuran sendi atau osteoartritis. Website
http://reumatologi.or.id/reuarttail?id=23
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
OSTEOARTRITIS
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 4/5
RSUD Batara Guru Guru
Kabupaten Luwu

ALGORITME PENDEKATAN DIAGNOSIS OSTEOARTRITIS


SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
OSTEOARTRITIS
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 5/5
RSUD Batara Guru
Guru
Kabupaten Luwu

ALGORITME PENATALAKSANAAN OSTEOARTRITIS


SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
DISPEPSIA
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 1/4
RSUD Batara Guru Guru
Kabupaten Luwu
PANDUAN PRAKTIK
KLINIS
(PPK)
DEFINISI Dispepsia merupakan kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri atas nyeri
epigastrium, rasa penuh atau cepat kenyang yang berasal dari regio
gastroduodenal dan tidak ditemukan kelainan organik yang dapat
menjelaskan gejala tersebut.
Berdasarkan Konsensus Rome III dibagi atas :
1. Postprandial distress syndrome (PDS) dengan karakteristik perasaan
penuh setelah makan dan rasa cepat kenyang.
2. Epigastric pain syndrome (EPS) dengan karakteristik nyeri epigastrium
dan rasa terbakar.
ANAMNESIS Anamnesis difokuskan pada faktor predisposisi dan pencetus, serta
ditanyakan mengenai gejala yang dominan. Pasien ditanyakan apakah:
- Terdapat perasaan nyeri ulu hati saat perut kosong atau saat makan
- Terdapat rasa panas di dada (heartburn), mual, perasaan penuh,
perasaan ingin muntah
- Gejala membaik dengan pengobatan
Tanda ALARM harus dicari yakni usia > 55 tahun, penurunan berat badan
yang tidak jelas, anoreksia berat, muntah yang sering, massa abdominal
palpable atau limfadenopati, disfagia, anemia, dan adanya darah samar
pada feses.
PEMERIKSAAN FISIS Pemeriksaan fisis umumnya normal, namun perlu diperiksa apakah terdapat
nyeri epigastrium, tanda Murphy, dan distensi abdomen. Adanya
limfadenopati dan massa mencurigakan malignansi.
KRITERIA Kriteria diagnosis dispepsia fungsional
)
DIAGNOSIS Terpenuhi * bila 2 poin di bawah ini seluruhnya terpenuhi:
1. Salah satu atau lebih dari gejala-gejala di bawah ini:
a. Rasa penuh setelah makan yang mengganggu
b. Perasaan cepat kenyang
c. Nyeri ulu hati
2. Tidak ditemukan bukti adanya kelainan struktural yang menyebabkan
timbulnya gejala (termasuk yang terdeteksi saat endoskopi saluran
cerna bagian atas (SCBA)

a. Postprandial distress syndrome


)
Kriteria diagnostik terpenuhi * bila 2 poin di bawah ini seluruhnya
terpenuhi:
1. Rasa penuh setelah makan yang mengganggu, terjadi setelah
makan dengan porsi biasa, sedikitnya terjadi beberapa kali
seminggu
2. Perasaan cepat kenyang yang membuat tidak mampu
menghabiskan porsi makan biasa, sedikitnya terjadi beberapa kali
seminggu
Kriteria penunjang:
1. Adanya rasa kembung di daerah perut bagian atas atau mual
setelah makan atau bersendawa yang berlebihan
2. Dapat timbul bersamaan dengan nyeri epigastrium
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
DISPEPSIA
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 2/4
Guru
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu
KRITERIA b. Epigastric pain syndrome
)
DIAGNOSIS Kriteria diagnostik terpenuhi * bila 5 poin di bawah ini seluruhnya
terpenuhi:
1. Nyeri atau rasa terbakar yang terlokalisasi di daerah epigastrium
dengan tingkat keparahan moderat/sedang, paling sedikit terjadi
sekali dalam seminggu
2. Nyeri timbul berulang
3. Tidak menjalar atau terlokalisasi di daerah perut atau dada selain
daerah perut bagian atas/epigastrium
4. Tidak berkurang dengan BAB atau buang angin
5. Gejala-gejala yang ada tidak memenuhi kriteria diagnosis kelainan
kandung empedu dan sfingter Oddi
Kriteria penunjang:
1. Nyeri epigastrium dapat berupa rasa terbakar, namun tanpa
menjalar ke daerah retrosternal
2. Nyeri umumnya ditimbulkan atau berkurang dengan makan, namun
mungkin timbul saat puasa
3. Dapat timbul bersamaan dengan sindrom distress setelah makan
)
* Kriteria terpenuhi bila gejala-gejala di atas terjadi sedikitnya dalam 3
bulan terakhir, dengan awal mula gejala timbul sedikitnya 6 bulan
sebelum diagnosis
PEMERIKSAAN Endoskopi saluran cerna bagian atas dan biopsi, pemeriksaan terhadap
PENUNJANG adanya infeksi Helicobacter pylori, pemeriksaan fungsi hati, amilase dan
lipase, fosfatase alkali dan gamma GT, USG Abdomen.
DIAGNOSIS  Penyakit refluks gastroesofageal
BANDING  Irritable Bowel Syndrome
 Karsinoma saluran cerna bagian atas
 Kelainan pankreas dan kelainan hati
TATA LAKSANA Non Farmakologi :
Tidak ada diet tertentu yang menghasilkan penyembuhan keluhan secara
bermakna. Prinsip dasar adalah menghindari makanan pencetus serangan
seperti pedas, asam, tinggi lemak, dan kopi. Bila cepat kenyang dianjurkan
untuk makan porsi kecil tapi sering dan rendah lemak.

Farmakologi :
 Pengobatan simtomatik :
- Obat penekan asam : proton pump inhibitor (PPI) seperti omeprazol
20 mg sekali sehari atau lansoprazol 30 mg sekali sehari; histamine
receptor blocker (H2RB) seperti famotidin 20 mg 2 kali/hari.
Diberikan selama 4 minggu
- Prokinetik : antagonis dopaminergik (domperidone/metoklopramid)
10 mg 3 kali/hari terutama pada PDS atau agonis serotonin
(cisapride)
- Keluhan refrakter :simetikon, antispasmodik, antidepresan trisiklik
 Pada dispepsia organic, terapi berdasarkan etiologi dan terapi
simtomatik
- Eradikasi Helicobacter pylori (Hp) dengan triple terapi PPI yaitu
klaritromisin dan amoksisilin/metronidazole atau quadriple terapi
yaitu metronidazole, tetrasiklin, subsalisilat bismuth, dan PPI
- Penatalaksanaan ulkus akibat OAINS: penghentian OAINS dan
pemberian H2RB / PPI, obat sitoprotektif, bismuth, dan analog
prostaglandin
- Tatalaksana sesuai penyakit dasarnya
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
DISPEPSIA
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 3/4
Guru
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu
EDUKASI Modifikasi gaya hidup adalah cara yang efektif untuk mengatasi keluhan
dispepsia, sebagai berikut:
1. Atur pola makan seteratur mungkin
2. Hindari makanan berlemak tinggi yang menghambat pengosongan isi
lambung (coklat, keju, dan lain-lain)
3. Hindari makanan yang menimbulkan gas di lambung (kol, kubis,
kentang, melon, semangka, dan lain-lain)
4. Hindari makanan yang terlalu pedas dan minuman dengan kadar
caffeine dan alkohol
5. Hindari obat yang mengiritasi dinding lambung, seperti OAINS
6. Kelola stress psikologi seefisien mungkin
7. Berhenti merokok dan hindari makan sebelum waktu tidur
8. Hindari faktor-faktor yang membuat pencernaan terganggu, seperti
makan terlalu banyak, terutama makanan berat dan berminyak, makan
terlalu cepat, atau makan sesaat sebelum olahraga
9. Olahraga teratur (kurang lebih 30 menit dalam beberapa hari seminggu)
untuk mengurangi stress dan mengontrol berat badan, yang akan
mengurangi dispepsia
PROGNOSIS Qua ad vitam : Bonam
Qua ad functionam : Bonam
Qua ad sanationam : Bonam
LAMA RAWAT Rawat jalan, rawat inap bila terdapat tanda ALARM
TINGKAT EVIDENS/
I / II / III / IV A/B/C/D
REKOMENDASI
PENELAAH KRITIS SMF Penyakit Dalam
KEPUSTAKAAN - Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia. Dispepsia. In: Rani
AA, Soegondo S, Nazir A, et.al., editors. Panduan Pelayanan Medik
PB PAPDI. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI; 2006.
- Djojonigrat D. Dispepsia Fungsional. In Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
et.al, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 5th ed. Jakarta: Interna
Publishing; 2009.
- Talley NJ, Vakil N, and the Practice Parameters Committee of the
American College of Gastroenterology. Guidelines for the
management of dyspepsia. Am J Gastroenterol. 2005. 100: 2324-37.
- Appendix B: Rome III Diagnostic criteria for functional gastrointestinal
disorders. Am J Gastroenterol. 2010. 105:798–801.
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
DISPEPSIA
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 4/4
Guru
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu

ALGORITME PENATALAKSANAAN DISPEPSIA

EGD, esofagogastroduodenoskopi; PPI, proton pump inhibitor; Hp, Helicobacter pylori


SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
TIROTOKSIKOSIS
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 1/2
Guru
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu
PANDUAN PRAKTIK
KLINIS
(PPK)
DEFINISI Tirotoksikosis merupakan suatu keadaan di mana didapatkan kelebihan
hormon tiroid karena berhubungan dengan suatu kompleks fisiologis dan
biokimiawi yang ditemukan bila suatu jaringan memberikan hormon tiroid
berlebihan.
Hipertiroidisme adalah tirotoksikosis yang disertai dengan hiperaktivitas
kelenjar tiroid.
Penyakit Graves adalah penyakit autoimun yang dikarakteristikan dengan
adanya antibodi terhadap reseptor tirotropin (TRAb). Penyakit Graves
merupakan penyebab tersering hipertiroidisme.
ANAMNESIS - Gejala hiperaktivitas : palpitasi, peningkatan nafsu makan, tidak tahan
panas, banyak keringat, diare
- Penurunan berat badan
- Riwayat keluarga penyakit gondok, riwayat pemakaian obat (amiodarone,
iodium), radiasi
PEMERIKSAAN FISIS - Pembesaran struma difus, bruit pada kelenjar tiroid
- Exoftalmus, oftalmopati
- Dermopati
- Akropaki
- Reflex meningkat, tremor halus, kulit hangat dan basah, rambut rontok
- Takikardi, atrial fibrilasi
KRITERIA Indeks diagnostik Wayne
DIAGNOSIS
Gejala (baru Nilai Nilai
muncul/bertambah Nilai Tanda bila bila
berat) positif negatif
Dyspneu (+)1 Pembesaran tiroid (+)3 (-)3
Palpitasi (+)2 Bising tiroid (+)2 (-)2
Kelemahan (+)2 Eksoftalmus (+)2
Lebih suka panas (-)5 Lid retraction (+)2
Lebih suka dingin (+)5 Lid lag (+)1
Keringat berlebih (+)3 Hiperkinesis (+)4 (-)2
Nervous (+)2 Tangan panas (+)2 (-)2
Nafsu makan bertambah (+)3 Tangan keringat (+)1 (-)1
Denyut nadi
Nafsu makan berkurang (-)3
< 80/menit (-)3
Berat badan bertambah (-)3 > 90/menit (+)3
Berat badan berkurang (+)3 Fibrilasi atrium (+)4
Interpretasi: >19 toxic/hipertiroid; 11-19 equivocal; <11 nontoxic/eutiroid
Penyakit Graves: hipertiroidisme, oftalmopati Graves, dermopati tiroid,
akropati tiroid
PEMERIKSAAN Laboratorium :
PENUNJANG - Fungsi tiroid : Free T4 (FT4) yang sangat tinggi dan thyroid stimulating
hormone (TSHs) yang sangat rendah.
- Anemia normositik normokrom, limfositosis relatif, azotemia prerenal,
peningkatan enzim transaminase.
EKG: sinus takikardi atau atrial fibrilasi dengan respons ventrikuler cepat.
Sidik tiroid: membedakan Plummer disease dan Graves’ disease
Foto toraks, USG leher, biopsi jarum halus (jika memungkinkan)
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
TIROTOKSIKOSIS
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 2/2
RSUD Batara Guru
Guru
Kabupaten Luwu
DIAGNOSIS  Hipertiroidisme primer : Graves’ disease, struma multinodosa toksik,
BANDING adenoma toksik, metastasis karsinoma tiroid fungsional, struma ovarii,
obat (fenomena Jod Basedow)
 Hipertiroidisme sekunder : adenoma hipofisis, sindroma resistensi
hormon tiroid, tumor yang mensekresi HCG, tirotoksikosis gestasional
 Tirotoksikosis tanpa hipertiroidisme : tiroiditis subakut, destruksi tiroid,
asupan hormon tiroid yang berlebihan
TATA LAKSANA Farmakologis:
1. Obat antitiroid
- Propiltiourasil (PTU) dosis awal 100-200 mg 3x sehari tergantung
pada berat ringannya hipertiroid, dapat diturunkan sampai dosis
pemeliharaan 50 mg 1-2x sehari
- Metimazole (MMI) dosis awal 10-20 mg/hari, dapat dititrasi sampai
dosis 5-10 mg/hari bila telah eutiroid.
Pada awal pengobatan pasien kontrol setiap 4 minggu, setelah kondisi
eutiroid tercapai pemantauan setiap 3-6 bulan sekali: memantau gejala
dan tanda klinis, serta pemeriksaan FT4 dan TSHs. Obat dihentikan
apabila keadaan eutiroid dapat dipertahankan 12-24 bulan pada dosis
terkecil.
Dikatakan remisi bila setelah 1 tahun obat antitiroid dihentikan, pasien
masih dalam keadaan eutiroid.
2. Penyekat adrenergik beta
Diberikan pada awal terapi, sementara menunggu pasien menjadi
eutiroid setelah 6-12 minggu pengobatan. Propanolol 40-200 mg dibagi
dalam 2-3 dosis per hari.

Indikasi pembedahan:
- Pasien usia muda dengan struma besar dan tidak respons dengan obat
antitiroid
- Wanita hamil trimester kedua yang memerlukan obat dosis tinggi
- Alergi terhadap obat antitiroid, dan tidak dapat menerima terapi iodium
radioaktif
- Adenoma toksik, struma multinodosa toksik
- Penyakit Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul
EDUKASI Memberikan penjelasan mengenai penyakit dan lama pengobatan serta
faktor pencetus yang dapat memperberat penyakit.
PROGNOSIS Qua ad vitam : Bonam
Qua ad functionam : Bonam
Qua ad sanationam : Bonam
LAMA RAWAT Rawat jalan, rawat inap jika terdapat komplikasi ke jantung
TINGKAT EVIDENS/
I / II / III / IV A/B/C/D
REKOMENDASI
PENELAAH KRITIS SMF Penyakit Dalam
KEPUSTAKAAN - Djokomoeljanto R. Kelenjar Tiroid, Hipotiroidisme, dan Hipertiroidisme. In
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et.al, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, 5th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2009.
- Indonesian Society of Endocrinology. Indonesian Clinical Practice
Guidelines for Hyperthyrodism. JAFES. 2012. 27(1): 34-39.
- Tirotoksikosis. In Alwi I, Salim S, Hidayat R, et.al., editors.
Penatalaksanaan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam: Panduan Praktik Klinis.
Jakarta: Interna Publishing; 2015.
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
GASTROESOPHAGEAL REFLUX DISEASE
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 1/3
Guru
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu
Tanggal terbit Ditetapkan oleh
PANDUAN PRAKTIK Direktur Utama RSUD Batara Guru
KLINIS
(PPK) dr.Hj.Fatriwati Rifai
NIP. 19630807 200212 2 001
DEFINISI Gastroesophageal reflux disease (GERD) merupakan suatu keadaan akibat
refluks kandungan lambung ke dalam esofagus akibat kelemahan otot
sfingter esofagus bagian bawah (lower esophageal sfingter, LES).
Faktor risiko terjadinya GERD yaitu alkohol, hernia hiatus, obesitas,
kehamilan,scleroderma, rokok, obat-obatan (antikolinergik, penghambat
beta, penghambat kanal kalsium, antidepresan trisiklik)
ANAMNESIS - Keluhan paling sering: merasakan adanya makanan yang menyumbat di
dada, nyeri seperti rasa terbakar di dada yang meningkat dengan
membungkukkan badan, tiduran, makan; dan menghilang dengan
pemberian antasida.
- Keluhan lain (jarang): batuk atau asma, kesulitan menelan, hiccups,
suara serak atau perubahan suara, sakit tenggorokan.
- Perlu juga ditanyakan riwayat pemakaian obat-obatan.
PEMERIKSAAN FISIS Tidak ada pemeriksaan fisis yang khas pada GERD. Pemeriksaan laring
mungkin ditemukan inflamasi.
KRITERIA GERD-Questionner (GERD-Q)
DIAGNOSIS
Cobalah mengingat apa yang Anda rasakan dalam 7 hari terakhir.
Berikan tanda centang () hanya pada satu tempat untuk setiap pertanyaan
dan hitunglah poin GERD-Q Anda dengan menjumlahkan poin pada setiap
pertanyaan
Frekuensi skor (poin) untuk
gejala
No. Pertanyaan
0 hari 1 2-3 4-7
hari hari hari
Seberapa sering Anda mengalami
1. perasaan terbakar di bagian belakang 0 1 2 3
tulang dada Anda (heartburn)?
Seberapa sering Anda mengalami
2. naiknya isi lambung kearah 0 1 2 3
tenggorokan/mulut Anda (regurgitasi)?
Seberapa sering Anda mengalami nyeri
3. 3 2 1 0
ulu hati?
4. Seberapa sering Anda mengalami mual? 3 2 1 0
Seberapa sering Anda mengalami
kesulitan tidur malam oleh karena rasa
5. 0 1 2 3
terbakar di dada (heartburn) dan/atau
naiknya isi perut?
Seberapa sering Anda meminum obat
tambahan untuk rasa terbakar di dada
(heartburn) dan/atau naiknya isi perut
6. 0 1 2 3
(regurgitasi), selain yang diberikan oleh
dokter Anda? (seperti obat maag yang
dijual bebas)
Bila poin GERD-Q Anda < 7,
kemungkinan Anda tidak
menderita GERD
Hasil
Bila poin GERD-Q Anda 8-18,
kemungkinan Anda menderita
GERD

SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB


LUWU
TATA LAKSANA KASUS
GASTROESOPHAGEAL REFLUX DISEASE
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 2/3
Guru
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu
PEMERIKSAAN - Esophagogastroduodenoscopy (EGD): melihat adanya kerusakan
PENUNJANG esofagus
- Tes PPI: dilakukan pada GERD dengan gejala yang khas tanpa tanda
ALARM atau risiko Barret’s esophagus. Cara: PPI dosis ganda diberikan
selama 1-2 minggu tanpa pemeriksaan EGD sebelumnya. Jika gejala
berkurang selama pemberian PPI dan muncul kembali bila PPI
dihentikan, maka diagnosis GERD dapat ditegakkan
- Continous esophageal pH monitoring: mengevaluasi pasien GERD yang
tidak respon dengan pemberian PPI
- Barium meal: melihat stenosis esofagus, hiatus hernia
DIAGNOSIS Dispepsia, ulkus peptikum, kolik bilier, esofagitis
BANDING Penyakit jantung koroner
Gangguan motilitas esofagus
TATA LAKSANA Non-farmakologi:
1. Modifikasi gaya hidup, menghentikan obat-obatan yang menyebabkan
GERD, mengurangi makanan yang dapat menstimulasi sekresi asam
seperti kopi, coklat, minuman bersoda.
2. Menaikkan posisi kepala saat tidur jika keluhan seringkali dirasakan
pada malam hari.
3. Makan selambat-lambatnya 2 jam sebelum tidur.
Farmakologi:
1. Antagonis reseptor histamin tipe 2 (H2RA)
2. Penghambat pompa proton (PPI): umumnya diberikan selama 8 minggu
dengan dosis ganda
3. Antasida hanya untuk mengurangi gejala yang timbul

Tindakan endoskopi:
Dilakukan pada pasien GERD dengan komplikasi dengan koagulasi plasma
Argon, reseksi mukosa, ablasi radiofrekuensi dan ligasi
1. Barret’s esophagus
2. Striktur esofagus
3. Stenosis esofagus
EDUKASI - Mengubah gaya hidup dengan mengurangi makanan yang menstimulasi
sekresi asam dan tidak mengkonsumsi obat-obatan yang dapat
melemahkan LES (sedatif dan antidepresan trisiklik)
- Meminum obat secara teratur dan sesuai anjuran
PROGNOSIS Qua ad vitam : Bonam
Qua ad functionam : Bonam
Qua ad sanationam : Bonam
LAMA RAWAT Rawat jalan
TINGKAT EVIDENS/
I / II / III / IV A/B/C/D
REKOMENDASI
PENELAAH KRITIS SMF Penyakit Dalam
KEPUSTAKAAN - Makmun D. Penyakit Refluks Gastroesofageal. In Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, et.al., editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 5th
ed. Jakarta: Interna Publishing; 2009.
- Gastroesophageal Reflux Disease (GERD). In Alwi I, Salim S, Hidayat R,
et.al., editors. Penatalaksanaan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam: Panduan
Praktik Klinis. Jakarta: Interna Publishing; 2015.
- Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia. Revisi Konsensus Nasional
Penatalaksanaan Penyakit Refluks Gastroesofageal di Indonesia.
Jakarta: PGI; 2013.

SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB


LUWU
TATA LAKSANA KASUS
GASTROESOPHAGEAL REFLUX DISEASE
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 3/3
RSUD Batara Guru
Guru
Kabupaten Luwu

ALGORITME PENANGANAN GERD DI RUMAH SAKIT


SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
RENJATAN ANAFILAKTIK
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 1/3
Guru
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu
PANDUAN PRAKTIK
KLINIS
(PPK)
DEFINISI Renjatan anafilaksis adalah keadaan gawat darurat yang ditandai dengan
hipotensi (TDS < 90 mmHg) akibat respons hipersensitivitas tipe I (adanya
reaksi antigen dengan antibodi Ig E) yang beronset cepat, sistemik, dan
mengancam jiwa.
Insidens renjatan anafilaktik 40-60% akibat gigitan serangga, 20-40% akibat
zat kontras radiografi, dan 10-20% akibat pemberian obat penicillin.
ANAMNESIS Gambaran atau gejala klinik suatu reaksi anafilaksis berbeda-beda derajat
tergantung tingkat sensitivitas seseorang.
- Gangguan sirkulasi: syok
- Gangguan respirasi: bersin, hidung tersumbat, batuk, hingga sesak
napas.
- Gejala pada kulit: merupakan gejala prodromal sebelum muncul gejala
yang lebih berat, seperti gatal, kulit kemerahan, dll.
- Gangguan gastrointestinal: mual, muntah, diare

Faktor risiko: usia, jenis kelamin, rute pajanan (oral atau parenteral), dan
riwayat atopi.
PEMERIKSAAN FISIS - Tampak sesak: frekuensi napas meningkat, sianosis karena edema laring
dan bronkospasme.
- Hipotensi.
- Takikardia, edema periorbital, hiperemi konjungtiva.
- Urtikaria atau eritema.
KRITERIA World Allergy Organization telah membuat beberapa kriteria reaksi
DIAGNOSIS anafilaktik sangat mungkin bila:
1. Onset gejala akut (menit-jam) yang melibatkan kulit, jaringan mukosa,
atau keduanya (misalnya urtikaria generalisata, pembengkakan
bibir/lidah/uvula) dan sedikitnya salah satu dari tanda berikut:
- Gangguan respirasi (misalnya sesak napas, wheezing akibat
bronkospame, stridor, penurunan arus puncak ekspirasi/APE,
hipoksemia).
- Penurunan tekanan darah atau gejala yang berkaitan dengan
kegagalan organ target (misalnya hipotonia, kolaps vaskuler,
sinkop, inkontinensia).
2. Dua atau lebih tanda berikut yang muncul segera (menit-jam) setelah
terpapar allergen yang mungkin, yaitu:
- Keterlibatan jaringan mukosa dan kulit.
- Gangguan respirasi.
- Penurunan tekanan darah atau gejala yang berkaitan dengan
kegagalan organ target.
- Gejala gastrointestinal yang persisten (misalnya kram abdomen,
muntah).
3. Penurunan tekanan darah segera (menit-jam) setelah terpapar allergen
yang telah diketahui, sesuai kriteria berikut:
- Bayi dan anak: tekanan sistolik rendah (menurut umur) atau terjadi
penurunan >30% dari tekanan sistolik sebelumnya.
- Dewasa: tekanan sistolik <90 mmHg atau terjadi penurunan >30%
dari tekanan sistolik sebelumnya.
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
RENJATAN ANAFILAKTIK
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 2/3
Guru
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu
PEMERIKSAAN Darah rutin, ureum, kreatinin, elektrolit, EKG.
PENUNJANG
DIAGNOSIS Renjatan kardiogenik, renjatan hipovolemik, serangan asma akut, serangan
BANDING panik, kelainan neurologis akut (kejang, strok).
TATA LAKSANA A. Untuk renjatan :
1. Posisi trendelenburg atau berbaring dengan kedua tungkai
diangkat/diganjal akan membantu menaikkan venous return
sehingga tekanan darah ikut meningkat.
2. Adrenalin larutan 1 : 1000, 0,3-0,5 ml intramuskular pada lengan
atas atau paha dapat diulangi 5-10 menit. Jika respon pemberian
secara intramuskuler kurang efektif, dapat diberikan secara
intravena sebagai berikut: 0,1-0,2 ml adrenalin dilarutkan dalam 10
ml NaCl 0,9% dan diberikan secara perlahan.
3. Pasang tourniqet proksimal dari suntikan atau sengatan serangga,
dilonggarkan 1-2 menit setiap 10 menit.
4. Oksigen bila sesak, mengi, sianosis 3-5 L/menit dengan sungkup
atau kanul nasal
5. Antihistamin dan kortikosteroid intravena dapat diberikan kemudian
untuk mencegah komplikasi selanjutnya berupa serum sickness.
Antihistamin yang digunakan difenhidramin 5-20 mg IV, sedangkan
kortikosteroid yang digunakan adalah deksametason 5-10 mg IV
atau hidrokortison 100-250 mg IV.
6. Resusitasi jantung paru (RJP), seandainya terjadi henti jantung
sesuai dengan falsafah ABC dan seterusnya.
Rawat pasien di ICU bila dengan tindakan di atas tidak membaik,
dilanjutkan dengan terapi:
2
1. IVFD Dekstrosa 5% dalam 0,45% NaCl 2-3 L/m permukaan tubuh
2. Dopamin 0,3-1,2 mg/kgBB/jam bila tekanan darah tidak membaik
3. Kortikosteroid 7-10 mg hidrokortison/kgBB intravena dilanjutkan 5
mg/kgBB tiap 6 jam, yang dihentikan setelah 72 jam.
B. Bila disertai spasme bronkus maka pada pasien diberikan inhalasi
beta-2 agnosis.
Jika spasme bronkus menetap aminofilin 4-6 mg/kgBB dilarutkan dalam
NaCl 0,9% 10 ml diberikan perlahan-lahan dalam 20 menit, bila perlu
dilanjutkan dengan infus aminofilin 0,2-1,2 mg/kgBB/jam.
C. Bila disertai edema hebat saluran napas atas maka pada pasien
dilakukan intubasi dan trakeostomi
D. Pemantauan paling sedikit 24 jam
EDUKASI - Keluarga perlu diberitahukan mengenai penyuntikan apapun bentuknya
terutama obat-obat yang telah dilaporkan bersifat antigen (serum,
penicillin, anestesi lokal, dsb) harus selalu waspada untuk timbulnya
reaksi anafilaksis.
- Jangan mencoba menyuntikkan obat yang sama bila sebelumnya pernah
ada riwayat alergi.
PROGNOSIS Qua ad vitam : Malam bila tidak segera ditangani
Qua ad functionam : Dubia
Qua ad sanationam : Dubia
LAMA RAWAT Tergantung derajat renjatan anafilaktik
TINGKAT EVIDENS/
I / II / III / IV A/B/C/D
REKOMENDASI
PENELAAH KRITIS SMF Penyakit Dalam

SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB


LUWU
TATA LAKSANA KASUS
RENJATAN ANAFILAKTIK
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 3/3
Guru
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu
KEPUSTAKAAN - Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia. Renjatan
Anafilaksis. In: Alwi I, Salim S, Hidayat R, et.al., editors.
Penatalaksanaan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam: Panduan Praktik
Klinis. Jakarta: Interna Publishing; 2015.
- Simons FER. 2012 Update: World Allergy Organization Guidelines for the
Assessment and Management of Anaphylaxis. Curr Opin Allergy Clin
Imunol. 2012. 12: 389-99.

ALGORITME PENATALAKSANAAN RENJATAN ANAFILAKTIK


SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
RENJATAN KARDIOGENIK
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 1/3
Guru
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu
PANDUAN PRAKTIK
KLINIS
(PPK)
DEFINISI Renjatan kardiogenik adalah sindrom klinik akibat gagal perfusi yang
disebabkan oleh gangguan fungsi jantung; ditandai dengan nadi lemah,
penurunan tekanan rerata arteri (MAP) <65 mmHg, peningkatan LVEDP
(>18 mmHg), dan penurunan curah jantung (cardiac output <3,2 L/menit).
Renjatan kardiogenik dapat disebabkan oleh sindrom koroner akut dan
komplikasi mekanik yang ditimbulkannya (seperti ruptur chordae, rupture
septum interventrikular (IVS), dan ruptur dinding ventrikel), kelainan
katupjantung, dan gagal jantung yang berat pada gangguan miokard
lainnya.
ANAMNESIS - Gangguan kesadaran mulai dari kondisi ringan hingga berat.
- Penurunan diuresis.
- Dapat disertai keringat dingin.
- Nadi lemah.
PEMERIKSAAN FISIS - Terdapat tanda-tanda hipoperfusi seperti (perabaan kulit ekstremitas
dingin, takikardi, nadi lemah, hipotensi, bising usus berkurang, oliguria).
- Terdapat tanda-tanda peningkatan preload seperti JVP meningkat atau
terdapat ronki basah di basal.
- Profil hemodinamik basah dingin (wet and cold).
KRITERIA Tekanan darah sistolik < 90 mmHg selama > 1 jam dimana:
DIAGNOSIS - Tidak respons dengan pemberian cairan saja
- Sekunder terhadap disfungsi jantung, atau
- Berkaitan dengan tanda-tanda hipoperfusi atau indeks kardiak < 2,2
liter/menit per m2 dan tekanan baji kapiler paru > 18 mmHg.
PEMERIKSAAN Darah rutin, ureum, kreatinin, elektrolit, foto toraks, EKG, enzim jantung
PENUNJANG (CK-CKMB, Troponin-T), ekokardiografi jika memungkinkan.
DIAGNOSIS  Renjatan hipovolemik
BANDING  Renjatan distributif (renjatan anafilaktik, sepsis, toksik, overdosis obat)
 Infark jantung kanan
TATA LAKSANA Langkah 1. Tindakan resusitasi segera
Tujuannya adalah mencegah kerusakan organ. Mempertahankan tekanan
arteri rata-rata yang adekuat untuk mencegah kelainan neurologi dan ginjal.
Pemberian vasopressor harus diberikan secepatnya (lihat algoritme). Intra-
aortic balloon counterpulsation (IABP) dikerjakan sebelum transportasi jika
fasilitas tersedia.

Langkah 2. Menentukan secara dini anatomi koroner


Harus segera dilakukan dan dilakukan pada fasilitas pelayanan tersier yang
berpengalaman.

Langkah 3. Melakukan revaskularisasi dini


Rekomendasi terapi reperfusi dini pada syok kardiogenik karena komplikasi
infark miokard akut dapat dilihat pada algoritme di bawah.
EDUKASI --
PROGNOSIS Qua ad vitam : Dubia
Qua ad functionam : Dubia
Qua ad sanationam : Dubia
LAMA RAWAT Tergantung penyakit dasar dan ada tidaknya penyakit komorbid
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
RENJATAN KARDIOGENIK
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 2/3
Guru
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu
TINGKAT EVIDENS/
I / II / III / IV A/B/C/D
REKOMENDASI
PENELAAH KRITIS SMF Penyakit Dalam
KEPUSTAKAAN

ALGORITME PENATALAKSANAAN RENJATAN KARDIOGENIK


SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
RENJATAN KARDIOGENIK
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 3/3
RSUD Batara Guru
Guru
Kabupaten Luwu

REKOMENDASI TERAPI REPERFUSI DINI PADA RENJATAN KARDIOGENIK


SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
RENJATAN HIPOVOLEMIK
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 1/2
Guru
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu
PANDUAN PRAKTIK
KLINIS
(PPK)
DEFINISI Renjatan hipovolemik adalah terganggunya sistem sirkulasi akibat dari
volume darah dalam pembuluh darah yang berkurang. Hal ini bisa terjadi
akibat perdarahan yang masif atau kehilangan plasma darah.
ANAMNESIS DAN Gejala dan tanda yang disebabkan oleh renjatan hipovolemik akibat
PEMERIKSAAN FISIS perdarahan dan non-perdarahan adalah sama meski berbeda dalam
kecepatan timbulnya syok. Berikut gejala klinis renjatan hipovolemik
berdasarkan banyaknya volume darah yang hilang.
Ringan Sedang Berat
(<20% vol darah) (20-40% vol darah) (>40% vol darah)
Ekstremitas dingin Sama, ditambah: Sama, ditambah:
Waktu pengisian Takikardi Hemodinamik tidak
kapiler meningkat Takipnea stabil
Diaporesis Oligouria Takikardi
Vena kolaps Hipotensi ortostatik Hipotensi
Cemas Perubahan kesadaran
KRITERIA Ditemukan tanda ketidakstabilan hemodinamik dan ditemukan adanya
DIAGNOSIS sumber perdarahan. Diagnosis akan sulit bila perdarahan tidak ditemukan
dengan jelas atau berada dalam traktus gastrointestinal atau hanya terjadi
penurunan jumlah plasma dalam darah.
Kehilangan plasma ditandai dengan hemokonsentrasi sedangkan
kehilangan cairan bebas ditandai dengan hipernatremia.
PEMERIKSAAN DPL, ureum, kreatinin, elektrolit (bila memungkinkan).
PENUNJANG
DIAGNOSIS Renjatan kardiogenik, renjatan septik.
BANDING
TATA LAKSANA Tujuan utama dalam mengatasi syok hipovolemik adalah:
1. Memulihkan volume intravaskular untuk membalik urutan peristiwa
sehingga tidak mengarah pada perfusi jaringan yang tidak adekuat.
2. Meredistribusi volume cairan.
3. Memperbaiki penyebab yang mendasari kehilangan cairan secepat
mungkin.
- Jika pasien mengalami perdarahan, segera hentikan perdarahan.
- Pemasangan 2 jalur intravena dengan kanula yang besar untuk membuat
akses intravena guna pemberian cairan (kristaloid, koloid, ataupun
darah). Pemberian 2-4 liter cairan isotonik dalam 20-30 menit diharapkan
dapat mengembalikan keadaan hemodinamik.
Beberapa cara menghitung kebutuhan cairan untuk rehidrasi inisial
adalah sebagai berikut:
a. Menurut Daldiyono (lihat PPK Diare Akut)
Skor x 10% berat badan (kg) x 1 liter
15
b. Menurut Morgan-Watten
Berat jenis plasma – 1,025 x berat badan (kg) x 4
0,001
- Posisi trendelenburg yang dimodifikasi dengan meninggikan tungkai
pasien, lutut diluruskan, trunkus horizontal, dan kepala agak dinaikkan.
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
RENJATAN HIPOVOLEMIK
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 2/2
Guru
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu
TATA LAKSANA - Pemberian obat-obatan jika penyebab yang mendasari adalah dehidrasi,
misalnya insulin pada kondisi hiperglikemia, antidiare untuk diare, dan
antiemetik untuk muntah-muntah.
- Kehilangan darah yang berlanjut dengan kadar Hb <10 g/dL perlu
dilakukan transfusi darah.
- Pemberian inotropik (dopamin, dobutamin, vasopressin) dapat dilakukan
pada kondisi berat atau hipovolemia berkepanjangan.
- Selain resusitasi cairan, saluran pernapasan harus dijaga. Kebutuhan
oksigen pasien harus terpenuhi bila dibutuhkan intubasi dapat dikerjakan.
EDUKASI ---
PROGNOSIS Qua ad vitam : dubia
Qua ad functionam : dubia
Qua ad sanationam : dubia
LAMA RAWAT Tergantung penyakit dasar dan ada tidaknya penyakit komorbid.
TINGKAT EVIDENS/
I / II / III / IV A/B/C/D
REKOMENDASI
PENELAAH KRITIS SMF Penyakit Dalam
KEPUSTAKAAN Wijaya IP
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
HEMATEMESIS MELENA
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 1/3
Guru
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu
PANDUAN PRAKTIK
KLINIS
(PPK)
DEFINISI Hematemesis adalah muntah darah berwarna hitam ter yang berasal dari
saluran cerna bagian atas. Melena adalah buang air besar (BAB) berwarna
hitam ter yang berasal dari saluran cerna bagian atas. Yang dimaksud
dengan saluran cerna bagian atas adalah saluran cerna di atas (proksimal)
ligamentum Treitz, mulai dari jejunum proksimal, duodenum, gaster dan
esofagus.
ANAMNESIS - Jumlah, warna perdarahan.
- Riwayat konsumsi obat OAINS jangka panjang.
- Riwayat merokok atau pecandu alkohol.
- Keluhan lain seperti mual, kembung, nyeri abdomen, dll.
PEMERIKSAAN FISIS Memeriksa status hemodinamik:
- Tekanan darah dan nadi posisi baring.
- Perubahan ortostatik tekanan darah dan nadi.
- Ada tidaknya vasokonstriksi perifer (akral dingin).
- Kondisi pernapasan.
- Produksi urin.
KRITERIA Sesuai dengan anamnesis dan pemeriksaan penunjang.
DIAGNOSIS
Keparahan perdarahan saluran cerna bagian atas berdasarkan skor
Glasgow-Blatchford (Modifikasi) sebagai berikut:
Penanda risiko Nilai Skor
Urea darah (mmol/L) >6,5 – 7,9 2
8 – 9,9 3
10 – 24,9 4
>25 6
Hemoglobin (gr/dL)
Laki-laki >12 – 13 1
10 – 11,9 3
<10 6
Perempuan >10 – 12 1
<10 6
Tekanan sistolik 100 – 109 1
90 – 99 2
<90 3
Laju nadi >100 1
Datang dengan melena - 1
Datang dengan sinkop - 2
Penyakit hati - 2
Gagal jantung - 2
Keterangan:
Skor 0: risiko minimal akan membutuhkan intervensi seperti transfusi, endoskopi
atau pembedahan, dapat dipulangkan dini atau rawat jalan
Skor 1-5: memiliki risiko yang meningkat, membutuhkan intervensi
Skor >6: memiliki risiko >50% akan membutuhkan intervensi
PEMERIKSAAN DPL, hemostasis lengkap atau masa perdarahan, masa pembekuan, masa
PENUNJANG protrombin, elektrolit (Na, K, Cl), pemeriksaan fungsi hati (cholinesterase,
albumin/globulin, SGOT/SGPT, petanda hepatitis B dan C), endoskopi
SCBA diagnostik atau foto rontgen OMD, USG hati.
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
HEMATEMESIS MELENA
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 2/3
Guru
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu
DIAGNOSIS Hemoptoe, hemotoskezia
BANDING
TATA LAKSANA Nonfarmakologis : tirah baring, puasa, diet hati/lambung, pasang NGT
untuk dekompresi, pantau perdarahan
Stabilisasi hemodinamik:
 Jaga patensi jalan napas, suplementasi oksigen.
 Akses intravena 2 line dengan kanula besar, pemberian cairan NaCl
0,9% atau RL.
 Pertimbangkan transfusi packed red cell (PRC) apabila kehilangan
darah sirkulasi >30% atau Hct <18% (atau menurun >6%) sampai
target Hct 20-25% pada dewasa muda atau 30% pada dewasa muda.
 Pertimbangkan transfusi fresh frozen plasma (FFP) atau trombosit
apabila INR >1,5 atau trombositopenia.
Farmakologis :
 Transfusi darah PRC (sesuai perdarahan yang terjadi dan Hb). Pada
kasus varises transfusi sampai dengan Hb 10 gr%, pada kasus non
varises transfusi sampai dengan Hb 12 gr%.
 Sementara menunggu darah dapat diberikan pengganti plasma
(misalnya dekstran/hemacel) atau NaCl 0,9% atau RL
 Untuk penyebab non varises :
1. Injeksi antagonis reseptor H2 atau PPI dalam bentuk bolus atau drip.
2. Sitoprotektor : Sukralfat 3-4 x 1 gram.
3. Injeksi vitamin K untuk pasien dengan penyakit hati kronis atau
sirosis hati.
 Untuk penyebab varises :
1. Somatostatin: bolus 250 ug + drip 250 𝜇g/jam intravena atau
okreotide (sandostatin) 0,1 mg/2 jam. Pemberian diberikan sampai
perdarahan berhenti atau bila mampu diteruskan 3 hari setelah
skleroterapi/ligasi varises esofagus.
2. Vasopressin: 50 unit diencerkan dalam 100 ml dekstrosa 5%
diberikan 0,5-1 mg/menit IV selama 20-60 menit dan dapat diulangi
tiap 3-6 jam; atau setelah pemberian pertama dilanjutkan per infus
0,1-0,5 U/menit. Pemberian vasopressin disarankan bersamaan
dengan preparat nitrat misalnya nitrogliserin iv dengan dosis awal 40
mcg/menit lalu titrasi dinaikkan sampai maksimal 400 mcg/menit.
Hal ini untuk mencegah insufisiensi aorta mendadak.
3. Propanolol: dimulai dosis 2 x 10 mg dosis dapat ditingkatkan hingga
tekanan diastolik turun 20 mmHg atau denyut nadi turun 20%
(setelah keadaan stabil → hematemesis melena (-).
4. Isosorbid dinitrat/mononitrat: 2 x 1 tablet/hari hingga keadaan umum
stabil.
5. Metoklorpramid 3 x 10 mg/hari.
 Bila ada gangguan hemostasis obati sesuai kelainan.
 Pada pasien dengan pecah varises /penyakit hati kronik/sirosis hati
diberikan :
1. Laktulosa 4 x 1 sendok makan.
2. Antibiotik ciprofloxacine 2 x 500 mg atau sefalosporin generasi
ketiga. Obat ini diberikan sampai tinja normal.
Prosedur bedah dilakukan sebagai tindakan emergensi atau elektif.
EDUKASI - Keluarga ikut mendukung untuk menjaga diet dan pengobatan pasien.
- Memberitahukan kemungkinan terjadinya perdarahan ulang sehingga
perlu dipertimbangkan tindakan yang bersifat preventif.
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
HEMATEMESIS MELENA
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 3/3
Guru
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu
PROGNOSIS Qua ad vitam : Dubia
Qua ad functionam : Dubia
Qua ad sanationam : Dubia
LAMA RAWAT Tergantung berat ringannya perdarahan dan ada tidaknya penyakit hati
kronis atau komorbid lainnya.
TINGKAT EVIDENS/
I / II / III / IV A/B/C/D
REKOMENDASI
PENELAAH KRITIS SMF Penyakit Dalam
KEPUSTAKAAN - Adi P. Pengelolaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas. In Alwi I,
Setiati S, Setiyohadi B, et.al, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2010.
- Stephen JR, Hare NC, Warshow U, et.al. Management of minor upper
gastrointestinal haemorrhage in the community using the Glasgow
Blatchford Score. Eur J Gastroenterol Hepatol. 2009; 21(12): 1340-
6.
- Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam. Hematemesis Melena. In
Alwi I, Salim S, Hidayat R, et.al, editors. Penatalaksanaan di Bidang
Ilmu Penyakit Dalam: Panduan Praktik Klinis. Jakarta: Interna
Publishing; 2015.
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
MALARIA
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 1/5
RSUD Batara Guru Guru
Kabupaten Luwu
PANDUAN PRAKTIK
KLINIS
(PPK)
DEFINISI Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium
yang dapat ditandai dengan demam, hepatosplenomegali, dan anemia.
Plasmodium hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia
atau jaringan dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina.
ANAMNESIS Pada anamnesis sangat penting diperhatikan:
- Keluhan: demam, menggigil, berkeringat (DIDERITA), dan dapat
disertai sakit kepala, mual/muntah, diare, nyeri otot atau pegal-pegal
- Riwayat sakit malaria dan riwayat minum obat malaria
- Riwayat berkunjung/ tinggal di daerah endemis malaria
Setiap kasus dengan keluhan demam atau riwayat demam harus selalu
ditanyakan riwayat kunjungan ke daerah endemis malaria.
o
PEMERIKSAAN FISIS - Suhu tubuh aksiler > 37.5 C
- Konjungtiva atau telapak tangan pucat, sklera ikterus
- Splenomegali dan/atau hepatomegali
KRITERIA 1) Konfirmasi ditemukannya parasit malaria di bawah mikroskop atau
DIAGNOSIS alternatif lainnya dengan rapid diagnostic test (RDT) dianjurkan bagi
semua pasien tersangka malaria sebelum dimulainya pengobatan.
2) Tatalaksana berdasarkan kecurigaan klinis sebaiknya hanya
dipertimbangkan apabila diagnosis parasitologis tidak tersedia.
Malaria berat. Jika ditemukan P.falciparum stadium aseksual dengan
minimal satu dari manifestasi klinis atau didapatkan temuan hasil
laboratorium (WHO, 2010):
- Perubahan kesadaran atau koma
- Kelemahan otot (tidak bisa duduk/ berjalan tanpa bantuan)
- Tidak bisa makan dan minum
- Kejang berulang, lebih dari dua episode dalam 24 jam
- Distress prenapasan
- Gagal sirkulasi: TDS <70 mmHg
- Ikterus disertai disfungsi organ vital
- Hemoglobinuria
- Perdarahan spontan abnormal dengan/tanpa gangguan koagulasi
intravaskular
- Edema paru (radiologi)/ acute respiratory distress syndrome (ARDS)
Gambaran laboratorium:
- Hipoglikemia (gula darah <40 mg/dL)
- Asidosis metabolik (bikarbonat plasma <15 mEq/L)
- Anemia berat (Hb <5 gr/dL atau Hct <15%)
- Hiperparasitemia (parasit >2% per 100.000/L di daerah endemis
rendah atau >5% di daerah endemis tinggi)
- Hiperlaktemia (asam laktat >5 mmol/L)
- Hemoglobinuria
- Gangguan fungsi ginjal (urin <400 mL/24 jam disertai kreatinin >3
mg/dL)
PEMERIKSAAN Pemeriksaan laboratorium:
PENUNJANG 1) Pemeriksaan mikroskopis dengan apusan darah tebal dan tipis untuk
menentukan: ada tidaknya parasit malaria, spesies dan stadium
plasmodium, dan kepadatan parasit.
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
MALARIA
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 2/5
Guru
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu
PEMERIKSAAN 2) Pemeriksaan dengan uji diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test, RDT):
PENUNJANG tidak untuk evaluasi pengobatan.
3) Pemeriksaan penunjang lain: DPL, kimia darah (gula darah, serum
bilirubin, GOT/GPT, ureum, kreatinin), urinalisis.
DIAGNOSIS Malaria tanpa komplikasi: demam tifoid, demam dengue, leptospirosis
BANDING Malaria berat: penyakit Weil, dengue shock syndrome, tifoid ensefalopati,
meningitis, stroke.
TATA LAKSANA Malaria tanpa komplikasi:
1) Malaria falciparum dan malaria vivaks
Pengobatan lini pertama malaria falciparum dan vivaks dengan
menggunakan Artemisinin based Combination Therapy (ACT) ditambah
primakuin.

Dihidroartemisinin-Piperakuin (DHP) atau Artesunat-Amodiakuin +


Primakuin

Pengobatan lini pertama malaria falciparum dengan DHP dan primakuin


Jumlah tablet per hari menurut berat badan
6-10 11-17 18-30 31-40 41-59 >60
Jenis <5 kg
Hari kg kg kg kg kg kg
obat
0-1 2-11 1-4 5-9 10-14 >15 >15
bln bln thn thn thn thn thn
1-3 DHP ¼ ½ 1 1½ 2 3 4
1 Primakuin - - ¾ 1½ 2 2 3

Pengobatan lini pertama malaria vivaks dengan DHP dan primakuin


Jumlah tablet per hari menurut berat badan
6-10 11-17 18-30 31-40 41-59 >60
Jenis <5 kg
Hari kg kg kg kg kg kg
obat
0-1 2-11 1-4 5-9 10-14 >15 >15
bln bln thn thn thn thn thn
1-3 DHP ¼ ½ 1 1½ 2 3 4
1-14 Primakuin - - ¼ ½ ¾ 1 1

Pengobatan lini pertama malaria falciparum dengan artesunat +


amodiakuin dan primakuin
Jumlah tablet per hari menurut berat badan
6-10 11-17 18-30 31-40 41-49 50-59 >60
<5 kg
Hari Jenis obat kg kg kg kg kg kg kg
0-1 2-11 1-4 5-9 10-14 >15 >15 >15
bln bln thn thn thn thn thn thn
Artesunat ¼ ½ 1 1½ 2 3 4 4
1-3
Amodiakuin ¼ ½ 1 1½ 2 3 4 4
1 Primakuin - - ¾ 1½ 2 2 2 3

Pengobatan lini pertama malaria vivaks dengan artesunat + amodiakuin


dan primakuin
Jumlah tablet per hari menurut berat badan
6-10 11-17 18-30 31-40 41-49 50-59 >60
<5 kg
Hari Jenis obat kg kg kg kg kg kg kg
0-1 2-11 1-4 5-9 10-14 >15 >15 >15
bln bln thn thn thn thn thn thn
Artesunat ¼ ½ 1 1½ 2 3 4 4
1-3
Amodiakuin ¼ ½ 1 1½ 2 3 4 4
1-14 Primakuin - - ¼ ½ ¾ 1 1 1

Lanjut…
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
MALARIA
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 3/5
Guru
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu
TATA LAKSANA Lanjutan…

Pengobatan lini kedua malaria falciparum, diberikan jika pengobatan


lini pertama tidak efektif, dimana ditemukan gejala klinis tidak memburuk
tetapi parasit aseksual tidak berkurang (persisten) atau muncul kembali
(rekrudensi).

Kina + Doksisiklin atau Tetrasiklin + Primakuin

Jumlah tablet per hari menurut berat badan


11- 34-
<5 6-10 18-30 31-33 41-45 46-60 >60
Jenis 17 40
kg kg kg kg kg kg kg
Hari kg kg
obat 10-
0-1 2-11 1-4 5-9 10-14 >15 >15 >15
14
bln bln thn thn thn thn thn thn
thn
1-7 Kina BB 3x½ 3x1 3x1½ 3x1½ 3x2 3x2½ 3x2½ 3x3
1 Primakuin - - ¾ 1½ 2 2 2 3 3

Dosis doksisiklin
Jumlah tablet per hari menurut berat badan
6-19 20-29 30-44 45-59
<5 kg >60 kg
Hari Jenis obat kg kg kg kg
2 bln - 10-14
0-1 bln >8 thn >15 thn >15 thn
8 thn thn
1-7 Doksisiklin - - 2x25mg 2x50mg 2x75mg 2x100mg

Dosis tetrasiklin
Jumlah tablet per hari menurut berat badan
11- 18-
<5 6-10 31-40 41-49 50-59 >60
17 30
Hari Jenis obat kg kg kg kg kg kg
kg kg
0-1 2-11 1-4 5-8 >8-14 >15 >15 >15
bln bln thn thn thn thn thn thn
Tetrasiklin - - - - 4x125 4x125 4x125 4x125
1-7
mg mg mg mg

Pengobatan lini kedua malaria vivaks digunakan untuk pengobatan


malaria vivaks yang tidak respon terhadap pengobatan ACT

Kina + Primakuin

Jumlah tablet per hari menurut berat badan


11- 34-
<5 6-10 18-30 31-33 41-45 46-60 >60
Jenis 17 40
Hari kg kg kg kg kg kg kg
kg kg
obat 10-
0-1 2-11 1-4 5-9 10-14 >15 >15 >15
14
bln bln thn thn thn thn thn thn
thn
1-7 Kina BB 3x½ 3x1 3x1½ 3x1½ 3x2 3x2½ 3x2½ 3x3
1-14 Primakuin - - ¼ ½ ¾ ¾ 1 1 1

Pengobatan malaria vivaks yang relaps, apabila pemberian primakuin


dosis 0,25 mg/kgBB/hari sudah diminum selama 14 hari dan penderita
sakit kembali dengan parasit positif dalam kurun waktu 3 minggu – 3
bulan setelah pengobatan.

Diberikan regimen ACT yang sama tetapi dosis primakuin


menjadi 0,5 mg/kgBB/hari
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
MALARIA
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 4/5
Guru
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu
TATA LAKSANA 2) Malaria ovale
- Pengobatan lini pertama saat ini dengan menggunakan ACT. Dosis
pemberian obat sama dengan untuk malaria vivaks
- Pengobatan lini kedua juga sama dengan malaria vivaks
3) Malaria malariae
- Pengobatannya cukup dengan pemberian ACT 1 kali per hari
selama 3 hari, dengan dosis yang sama dengan malaria lainnya dan
tidak diberikan primakuin.
4) Infeksi campur P.falciparum + P.vivaks/ovale
Pada penderita dengan infeksi campur tersebut diberikan ACT selama
3 hari serta primakuin dosis 0,25 mg/kgBB/hari selama 14 hari.
5) Infeksi campur P.falciparum + P.malariae
Pada penderita dengan infeksi campur tersebut diberikan ACT selama
3 hari serta primakuin pada hari I.

Pengobatan Malaria Berat:


1) Artesunat intravena
Sediaan: vial berisi 60 mg serbuk kering asam artesunik + pelarut 0,6
ml natrium bikarbonat 5%
Cara penyediaan: campurkan 60 mg serbuk kering asam artesunik
dengan pelarut 0,6 ml natrium bikarbonat 5% kemudian ditambahkan
dekstrosa 5% sebanyak 3-5cc.
Dosis:
- 2,4 mg/kgBB sebanyak 3 kali pemberian secara iv, jam 0, 12, 24
- 2,4 mg/kgBB setiap 24 jam sampai penderita mampu minum obat
- Apabila pasien sudah dapat minum obat dilanjutkan dengan ACT
per oral selama 3 hari + primakuin (sesuai pengobatan lini pertama)

2) Artemeter
Sediaan: ampul berisi 80 mg artemeter dalam larutan minyak
Dosis:
- 3,2 mg/kgBB secara im
- 1,6 mg/kgBB per hari sampai pasien dapat minum obat
- Apabila pasien sudah dapat minum obat dilanjutkan dengan ACT
per oral selama 3 hari + primakuin (sesuai pengobatan lini pertama)

3) Kina parenteral
Sediaan: ampul berisi 500 mg kina hidroklorida 25% per 2 ml
Dosis:
- Loading dose: 20 mg/kgBB dilarutkan dalam 500 ml D5% diberikan
selama 4 jam pertama
- Selanjutnya cairan D5% atau NaCl 0,9% selama 4 jam kedua.
- Dosis maintenance: 10 mg/kgBB dalam 500 ml D5% selama 4 jam,
bergantian dengan cairan D5% atau NaCl 0,9% sampai pasien
dapat minum obat.
- Apabila pasien sudah dapat minum obat diberikan kina per oral
dengan dosis 10 mg/kgBB/kali sebanyak 3 x sehari dengan dosis
total selama 7 hari sejak pemberian kina per infus.
Keterangan:
- Kina tidak boleh diberikan secara bolus intravena karena bersifat
kardiotoksik
- Pada penderita ginjal dosis 1/2-1/3 dosis lazim.
- Dosis maksimal 2.000 mg/hari.
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
MALARIA
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 5/5
Guru
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu
TATA LAKSANA Pengobatan pada ibu hamil
Pengobatan pada ibu hamil prinsipnya sama dengan pengobatan pada
orang dewasa lainnya. Perbedaannya adalah pemberian obat malaria
disesuaikan berdasarkan umur kehamilan. ACT tidak boleh diberikan pada
trimester 1 dan primakuin tidak boleh diberikan sama sekali pada ibu hamil.
Pengobatan malaria falsiparum
Umur kehamilan Pengobatan
Trimester 1 Kina 3x2 tab + Klindamisin 2x300 mg selama 7 hari
Trimester 2 ACT tablet selama 3 hari
Trimester 3 ACT tablet selama 3 hari
Pengobatan malaria vivaks
Umur kehamilan Pengobatan
Trimester 1 Kina 3x2 tab
Trimester 2 ACT tablet selama 3 hari
Trimester 3 ACT tablet selama 3 hari
Pengobatan malaria berat pada ibu hamil dilakukan dengan memberikan
Kina HCl secara parenteral pada trimester 1 dan artesunat/artemeter injeksi
pada trimester 2 dan 3.
EDUKASI - Mengetahui segala hal yang berisiko untuk terkena malaria, habitat
nyamuk Anopheles.
- Hindari gigitan nyamuk dengan memakai kelambu pada saat tidur, spray
atau lotion anti nyamuk.
- Membersihkan daerah yang memungkinkan untuk menjadi sarang
nyamuk.
- Pemberian kemoprofilaksis pada seseorang yang akan melakukan
perjalanan ke daerah endemis malaria dengan doksisiklin dosis 100 mg/
hari, diberikan 1-2 hari sebelum keberangkatan sampai 4 minggu setelah
meninggalkan daerah tersebut. Kontraindikasi pada ibu hamil dan anak <
8 tahun.
PROGNOSIS Qua ad vitam : Bonam
Qua ad functionam : Bonam
Qua ad sanationam : Bonam
Pada malaria berat prognosisnya dubia et malam
LAMA RAWAT Rawat jalan pada pasien tanpa komplikasi
Rawat inap pada malaria dengan komplikasi (malaria berat): 5-10 hari
TINGKAT EVIDENS/
I / II / III / IV A/B/C/D
REKOMENDASI
PENELAAH KRITIS SMF Penyakit Dalam
KEPUSTAKAAN - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit & Penyehatan Lingkungan. Permenkes No.5
Tahun 2013 Tentang Pedoman Tata Laksana Malaria. Jakarta. 2015.
- Harijanto PN. Malaria. In Sudoyo K, Setiyohadi B, Alwi I, et.al, editors.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD
FKUI; 2009.
- Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam. Malaria. In Alwi I, Salim
S, Hidayat R, et.al, editors. Penatalaksanaan di Bidang Ilmu Penyakit
Dalam: Panduan Praktik Klinis. Jakarta: Interna Publishing; 2015.
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
GANGGUAN GINJAL AKUT
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 1/2
RSUD Batara Guru Guru
Kabupaten Luwu
PANDUAN PRAKTIK
KLINIS
(PPK)
DEFINISI Gangguan ginjal akut (GgGA) atau acute kidney injury (AKI) merupakan
kelainan ginjal struktural dan fungsional dalam 48 jam yang diketahui
melalui pemeriksaan darah, urin, jaringan, atau radiologis.
ANAMNESIS 1. Suspek pre renal azotemia: muntah, diare, poliuria akibat glukosuria,
riwayat konsumsi obat termasuk diuretik, anti steroid non-inflamasi
(OAINS), ACE inhibitor, atau angiotensin receptor blocker (ARB).
2. Kolik pinggang yang menjalar ke daerah genital: sugestif obstruksi
ureter.
3. Nokturia dan gangguan berkemih lain dapat muncul pada penyakit
prostat.
4. Suspek post renal: riwayat penyakit prostat, batu ginjal, atau keganasan
pelvis atau paraaorta.
PEMERIKSAAN FISIS  Hipotensi ortostatik, takikardi, tekanan vena jugularis menurun, turgor
kulit menurun, dan membran mukosa kering.
 Perut kembung dan nyeri suprapubik: pembesaran kandung kemih.
 AKI dengan purpura palpable, perdarahan paru, atau sinusitis: sugestif
vaskulitis sistemik.
 Reaksi idiosinkrasi (demam, artralgia, rash kemerahan yang gatal):
suspek nefritis intersisial alergi.
 Tanda iskemik pada ekstremitas bawah positif: suspek rhadbomiolisis.
KRITERIA Kriteria diagnosis AKI menurut the International Kidney Disease: Improving
DIAGNOSIS Global Outcomes (KDIGO) sebagai berikut:
- Peningkatan serum kreatinin > 0,3 mg/dL dalam 48 jam atau
- Peningkatan serum kreatinin > 1,5x baseline yang terjadi atau
diasumsikan terjadi dalam kurun waktu 7 hari sebelumnya, atau
- Volume urin < 0,5 ml/kgBB/jam selama > 6 jam
Stadium AKI berdasarkan derajat keparahannya
Stadium Kriteria serum kreatinin Kriteria urin output
1 1,5 – 1,9x baseline atau < 0,5 ml/kgBB/jam
> 0,3 mg/dL selama 6-12 jam
2 < 0,5 ml/kgBB/jam
2 – 2,9x baseline
selama > 12 jam
3 3x baseline atau
Meningkat > 4,0 mg/dL atau
Inisiasi terapi pengganti ginjal (TPG) < 0,3 ml/kgBB/jam
atau selama > 24 jam atau
Pasien <18 tahun dengan Anuria selama 12 jam
penurunan LFG <35 mL/menit per
2
1,73 m
LFG: laju filtrasi glomerulus
PEMERIKSAAN 1. Laboratorium: DPL, urinalisis, sedimen urin, serum ureum, kreatinin;
PENUNJANG elektrolit dan pemeriksaan antibody (bila memungkinkan).
2. Radiologis: Foto polos abdomen, USG ginjal dan traktus urinarius.
DIAGNOSIS Penyakit ginjal kronik, syok sepsis, nefropati kontras, glomerulonefritis/
BANDING vaskulitis, haemolytic uremic syndrome (HUS), obstruksi traktus urinarius
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
GANGGUAN GINJAL AKUT
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 2/2
Guru
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu
TATA LAKSANA 1. Asupan nutrisi
 Pemberian nutrisi enteral lebih disukai.
 Total kalori per hari 20-30 kkal/kgBB pada semua stadium.
 Hindari restriksi protein.
 Kebutuhan protein per hari:
- AKI non-katabolik tanpa dialisis: 0,8-1 gr/kgBB
- AKI dalam terapi pengganti ginjal (TPG): 1-1,5 gr/kgBB
- AKI hiperkatabolik dengan TPG kontinu maksimal 1,7 gr/kgBB
2. Asupan cairan dan terapi farmakologis
 Tentukan status hidrasi pasien, bila tidak ada syok hemoragik infus
kristaloid isotonik.
 Pada pasien dengan syok vasomotor berikan vasopresor dengan
cairan intravena.
 Pada setting perioperatif atau syok sepsis, sesuai dengan protokol
perioperatif atau syok sepsis.
 Diuretik diberikan hanya pada kondisi volume overload.
3. Intervensi dialisis
 Indikasi dialisis:
- Terapi yang sudah diberikan tidak mampu mengontrol volume
overload, hiperkalemia, asidosis, ingesti zat toksik.
- Komplikasi uremia berat: asterixis, efusi pericardial, ensefalopati,
uremic bleeding.
 Inisiasi dialisis secepatnya pada keadaan gangguan cairan,
elektrolit, keseimbangan asam-basa yang mengancam nyawa.
 Pertimbangkan kondisi klinis lain yang dapat dimodifikasi melalui
dialisis (tidak hanya rasio BUN:kreatinin saja).
 Gangguan ginjal akut stadium 3.
 Diskontinu dialisis bila tidak lagi dibutuhkan (fungsi intrinsik ginjal
telah pulih) atau jika dialisis tidak lagi memenuhi tujuan terapi.
EDUKASI  Penjelasan perjalanan penyakit, komplikasi, rencana perawatan dan
tindakan.
 Penjelasan tindakan terapi pengganti ginjal, termasuk komplikasi.
 Konsultasi gizi.
 Modifikasi gaya hidup : berhenti merokok, kurangi asupan protein, lemak
dan garam dan olahraga teratur.
PROGNOSIS Qua ad vitam : bonam - malam
Qua ad functionam : bonam - malam
Qua ad sanationam : bonam - malam
LAMA RAWAT Tergantung pada kondisi, penyebab dan penyakit komorbid pasien. Lama
rawat sekitar 5-10 hari.
TINGKAT EVIDENS/
I / II / III / IV A/B/C/D
REKOMENDASI
PENELAAH KRITIS SMF Penyakit Dalam
KEPUSTAKAAN - Bonventre J, Waikar S. Acute Kidney Injury. In Longo DL, Fauci AS,
Kasper DL, et.al, editors. Harrison’s Principle of Internal Medicine.
18th ed. New York: McGraw-Hill; 2012.
- Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam. Gangguan Ginjal Akut. In
Alwi I, Salim S, Hidayat R, et.al, editors. Penatalaksanaan di Bidang
Ilmu Penyakit Dalam: Panduan Praktik Klinis. Jakarta: Interna
Publishing; 2015.
- Roesli RMA. Diagnosis dan Pengelolaan Gangguan Ginjal Akut. 2nd ed.
Bandung: Pusat Penerbitan Ilmiah IPD FK-Unpad; 2012.
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
PENYAKIT GINJAL KRONIK
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 1/4
RSUD Batara Guru Guru
Kabupaten Luwu
PANDUAN PRAKTIK
KLINIS
(PPK)
DEFINISI Penyakit ginjal kronik (PGK) atau chronic kidney disease (CKD) adalah
suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan
penurunan fungsi ginjal (laju filtasi glomerulus, LFG) yang progresif, yang
terjadi dalam waktu ≥ 3 bulan dan pada akhirnya berakhir dengan gagal
ginjal.
Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan
fungsi ginjal yang irreversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi
pengganti ginjal yang tetap berupa dialisis atau transplantasi ginjal.
ANAMNESIS  Riwayat hipertensi, DM, ISK, batu saluran kemih, hiperurisemia, lupus.
 Riwayat hipertensi dalam kehamilan (pre-eklamsia, abortus spontan).
 Riwayat konsumsi obat OAINS, penisilamin, antimikroba, kemoterapi,
anti retroviral, atau paparan zat kontras.
 Evaluasi sindrom uremia: lemah, nafsu makan menurun, berat badan
menurun, mual, muntah, nokturia, edema perifer, kram otot, kejang,
sampai penurunan kesadaran.
 Riwayat penyakit ginjal pada keluarga, juga evaluasi manifestasi sistem
organ seperti auditorik, visual, kulit, dan lainnya untuk menilai
kemungkinan PGK yang diturunkan (sindrom Alport atau Fabry) atau
paparan nefrotoksin dari lingkungan (logam berat).
PEMERIKSAAN FISIS  Difokuskan kepada peningkatan tekanan darah dan kerusakan target
organ.
 Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit: edema, polineuropati.
 Gangguan endokrin-metabolik: amenorea, malnutrisi
 Gangguan saluran cerna: anoreksia, uremic fetor
 Gangguan neuromuskuler: letargi, asterixis, restless leg syndrome,
miopati
 Gangguan dermatologi: hiperpigmentasi, pruritus, uremic frost
KRITERIA 1. Kerusakan ginjal struktural atau fungsional selama ≥ 3 bulan
DIAGNOSIS dengan/tanpa penurunan LFG.
2. LFG ≤ 60 ml/menit/1,73m ≥ 3 bulan dengan/tanpa kerusakan ginjal.
2

Cara menghitung LFG (metode Kockroft-Gault):


(140 – umur) x berat badan (kg) (wanita: LFG x 0,85)
72 x serum kreatinin
Stadium PGK berdasarkan tingkat keparahannya
LFG
Derajat Deskripsi 2
(ml/menit/1,73 m )
Kerusakan ginjal dengan LFG normal
G1 > 90
atau meningkat
Kerusakan ginjal dengan penurunan
G2 60-89
LFG ringan
G3a Penurunan LFG sedang 45-59
G3b Penurunan LFG sedang-berat 30-44
G4 Penurunan LFG berat 15-29
Gagal ginjal kronik (end-stage renal
G5 < 15
disease, ESRD)
LFG: laju filtrasi glomerulus
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
PENYAKIT GINJAL KRONIK
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 2/4
Guru
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu
PEMERIKSAAN Laboratorium: DPL, renal function test (ureum, kreatinin, BUN, LFG),
PENUNJANG urinalisa, gula darah, elektrolit (bila ada indikasi).
Radiologi: Foto polos abdomen, USG ginjal dan traktus urinarius, IVP (bila
dicurigai ada obstruksi pada saluran kemih).
DIAGNOSIS Gangguan ginjal akut (GgGA), acute on chronic kidney disease
BANDING
TATA LAKSANA Prinsip terapi
1. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya.
2. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid.
3. Memperlambat perburukan (progression) fungsi ginjal.
4. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular.
5. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi.
6. Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal.

Terapi Konservatif
 Pengobatan hipertensi. Target penurunan tekanan darah yang
dianjurkan < 140/90 mmHg. Dapat diberikan penghambat EKA dan
ARB.
 Pembatasan asupan protein, dimulai ketika LFG ≤ 60 ml/menit.
Jumlah asupan protein yang dianjurkan 0,6-0,8 gr/kgBB/hari. Pada
pasien stadium akhir, asupan protein ditingkatkan menjadi 0,9 gr/kgBB/
hari yang terdiri dari protein dengan nilai biologi tinggi.
 Retriksi fosfor. diatasi dengan membatasi diet fosfat, yaitu sebanyak
600-800 mg/hari. Memberi pengikat fosfat, misalnya CaCO3 dan
calcium asetat.
Anjuran nutrisi pada PGK berdasarkan LFG
Asupan protein Asupan kalori Fosfat
LFG
(gr/kgBB ideal/hari) (gr/kgBB ideal/hari) (gr/kgBB/hari)
> 60 0,75 Tdk dibatasi
0,6-0,8; termasuk 0,35
25 – 60 g/kgBB/hari protein 30 – 35 < 10
nilai protein tinggi
0,6-0,8; termasuk 0,35
g/kgBB/hari protein
nilai protein tinggi atau
5 – 25 30 – 35 < 10
0,3 g asam amino
esensial atau asam
keton
0,8 (+1 g protein/ gram
< 60 proteinuria atau 0,3
(sindrom g/kgBB tambahan 30 – 35 <9
nefrotik) asam amino esensial
atau asam keton)

 Mengurangi proteinuria. Dalam hal ini penghambat EKA atau ARB


biasanya digunakan.
 Mengendalikan hiperlipidemia. Diet yang diberikan sebaiknya
mengandung kurang dari 7% kalori lemak jenuh/satured fat (SAFA),
polyunsatured fat (PUFA) hingga 10%, monounsatured fat (MUFA)
hingga 20% dan total lemak 25-35% dari kalori total. Diet juga harus
mengandung karbohidrat kompleks (50-60% dari kalori total) dan serat
(20-30 g/hari). Kolesterol diet harus kurang dari 200 mg/hari. Terapi
farmakologis dapat diberikan obat golongan statin dan fibrat.
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
PENYAKIT GINJAL KRONIK
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 3/4
Guru
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu
TATA LAKSANA  Pembatasan cairan (balance cairan) dan elektrolit. Jumlah air yang
adalah 500-800 ml/hari ditambah jumlah urin. Asupan cairan 1-2 L per
hari dapat menjaga keseimbangan cairan.
Pembatasan elektrolit, yaitu dengan mengawasi asupan kalium dan
natrium. Kalium dibatasi karena hiperkalemia dapat menyebabkan
aritmia jantung, sehingga obat-obatan dan makanan yang tinggi kalium
harus dibatasi. Jika LFG menurun < 10-20 ml/menit maka asupan harus
kurang dari 50-60 meq/dl.
 Anemia. Eritropoetin (EPO) biasanya diberikan sebagai injeksi
subkutan (25-125 U/kgBB) tiga kali seminggu. Indikasi terapi dengan
EPO adalah kadar Hb < 10 gr % dengan penyebab lain sudah diatasi.
 Asidosis. Penurunan asupan protein dapat memperbaiki keadaan
asidosis, tetapi bila kadar bikarbonat serum < 15 mEq/l, dapat diberikan
natrium bikarbonat 1 mEq/kg/hari secara oral. Asidosis berat dikoreksi
dengan NaHCO3 parenteral.
 Hiperkalemia, dapat diberikan kalsium glukonas 10% 10 ml dalam 10
menit IV, bikarbonas natrikus 50-150 IV dalam 15-30 menit, insulin 6
unit dalam glukosa 50g dalam waktu 1 jam, Kayexalate (resin pengikat
kalium) 25-50 gr oral atau rektal.
 Hiperurisemia. Allopurinol sebaiknya diberikan 100-300 mg, apabila
kadar asam urat > 10 mg/dl atau apabila terdapat riwayat gout.
 Infeksi. Penderita gagal ginjal kronik memiliki kerentanan yang lebih
tinggi terhadap infeksi, terutama infeksi saluran kemih. Dapat diberikan
antibiotik cefalosporin generasi ke -3, seperti ceftriaxon, dan
cefoperazon, yang memerlukan penyesuaian dosis.

Modifikasi penyesuaian obat


 Menghindari obat-obatan yan deliminasi terutama melalui ginjal. Seperti
metformin, meperidin, dan OHO lain yang dieliminasi di ginjal. OAINS
juga harus dihindari karena dapat memperburuk fungsi ginjal. Dan
banyak antibiotik, antiaritmia, dan antihipertensi yang memerlukan
penyesuaian dosis.

Terapi penggantian ginjal.


1. Hemodialisa atas indikasi.
2. Dialisis peritoneal atas indikasi.
Transplantasi ginjal.
EDUKASI  Penjelasan perjalanan penyakit, komplikasi, rencana perawatan dan
tindakan.
 Penjelasan tindakan terapi pengganti ginjal, termasuk komplikasi.
 Konsultasi gizi.
 Modifikasi gaya hidup : berhenti merokok, kurangi asupan protein,
lemak dan garam dan olahraga teratur.
 Kontrol teratur, terutama kontrol tekanan darah, gula darah dan LFG.
PROGNOSIS Qua ad vitam : dubia et bonam/malam
Qua ad functionam : dubia et bonam/malam
Qua ad sanationam : dubia et bonam/malam
LAMA RAWAT Rawat jalan
Rawat inap: tergantung penyakit yang mendasari dan ada tidaknya penyakit
komorbid.
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
PENYAKIT GINJAL KRONIK
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 4/4
Guru
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu
TINGKAT EVIDENS/
I / II / III / IV A/B/C/D
REKOMENDASI
PENELAAH KRITIS SMF Penyakit Dalam
KEPUSTAKAAN - Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam. Gangguan Ginjal Akut. In
Alwi I, Salim S, Hidayat R, et.al, editors. Penatalaksanaan di Bidang
Ilmu Penyakit Dalam: Panduan Praktik Klinis. Jakarta: Interna
Publishing; 2015.
- Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. In Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I, et.al,
editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5th ed. Jakarta: Interna
Publishing; 2009.
- The National Kidney Foundation. NKF KDOQI: Clinical practice
guidelines for chronic kidney disease: Evaluation, classification, and
stratification. Am J Kidney Dis. 2002; 39:S1-266.
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
EFUSI PLEURA
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 1/4
Guru
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu
PANDUAN PRAKTIK
KLINIS
(PPK)
DEFINISI Efusi pleura adalah akumulasi cairan berlebihan dalam rongga pleura. Hal
ini dapat disebabkan oleh berbagai mekanisme sebagai berikut:
- Peningkatan tekanan hidrostatik dalam sirkulasi mikrovaskuler (gagal
jantung),
- Penurunan tekanan onkotik dalam sirkulasi mikrovaskuler
(hipoalbuminemia berat),
- Penurunan tekanan dalam rongga pleura (kolaps paru),
- Peningkatan permeabilitas dalam sirkulasi mikrovaskuler (pneumonia),
- Gangguan drainase limfatik dari rongga pleura (efusi maligna),
- Perpindahan cairan dari rongga peritoneal (asites).
ANAMNESIS  Nyeri unilateral, tajam, bertambah berat saat inspirasi atau batuk, dapat
menjalar ke bahu, leher, atau abdomen.
 Sesak napas, batuk.
 Riwayat trauma dada.
 Riwayat penyakit komorbid (gagal jantung kongestif, sirosis, sindrom
nefrotik, TB, emboli paru, tumor paru/mediastinum, dll).
 Riwayat penggunaan obat (nitrofurantion, dantrolen, metisergid,
bromokriptin, prokarbazin, amiodaron, dasatinib).
PEMERIKSAAN FISIS Rstriksi ipsilateral pada pergerakan dinding dada, fremitus taktil
menghilang, perkusi redup, bunyi pernapasan menurun, splinting (pada
daerah paru yang terkena), egobronkofoni pada batas cairan atas bila
terjadi kompresi parenkim paru.
KRITERIA Kriteria Light untuk membedakan efusi eksudat dan transudat yaitu bila:
DIAGNOSIS - rasio kadar protein cairan pleura : protein serum > 0,5
- rasio kadar LDH cairan pleura : LDH serum > 0,6
- kadar LDH cairan pleura > 2/3 batas atas nilai normal LDH serum
PEMERIKSAAN Radiologis:
PENUNJANG - Foto thoraks:
 Gambaran sudut kostofrenikus tumpul dan bergeser kea rah medial
menggambarkan efusi pleura
 Peningkatan nyata hemidiafragma atau perluasan bayangan
lambung yang terisi gas dan batas paru kiri bawah membawa
kecurigaan efusi subpulmonal
 Bila efusi > 300 mL akan terlihat pada foto thoraks PA, 150-300 mL
terlihat pada foto thoraks lateral dekubitus
- USG : menentukan adanya efusi, lokasi cairan di rongga pleura,
membimbing aspirasi efusi bersepta/terlokulasi.
Torakosintesis (pungsi pleura) dan analisis cairan pleura: melihat
komposisi cairan pleura dan membandingkan komposisi cairan pleura
dengan darah.
DIAGNOSIS Efusi pleura transudat: gagal jantung kongestif, sirosis, emboli paru,
BANDING sindrom nefrotik, obstruksi vena kava superior, miksedema, dialisis
peritoneal
Efusi pleura eksudat: keganasan, penyakit infeksi, penyakit kolagen
vaskuler, sindrom Meig, hemothoraks, radiasi, iatrogenic, obat-obatan,
chylothorax
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
EFUSI PLEURA
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 2/4
RSUD Batara Guru
Guru
Kabupaten Luwu
TATA LAKSANA Efusi karena gagal jantung
- Menurunkan afterload dengan diuretik dan inotropik sesuai indikasi.
- Torakosintesis diagnostik bila: efusi menetap dengan terapi diuretik, efusi
unilateral, efusi bilateral tapi ketinggian cairan berbeda bermakna, efusi
disertai febris, efusi dengan nyeri dada pleuritik.
Efusi parapneumonia/ empiema:
- Torakosintesis diagnostik dan terapeutik, torakostomi, drainase.
- Antibiotik sesuai tatalaksana pneumonia bakteri.
Efusi karena pleuritis tuberkulosis
- Obat anti tuberkulosis (minimal 9 bulan) + kortikosteroid 0,75 – 1 mg/
kgBB/hari selama 2-3 minggu kemudian di tapering + torakosintesis
terapeutik bila sesak atau efusi lebih dari sela iga III
Efusi pleura keganasan:
Lihat tatalaksana di bawah
Hemothorax:
- Chest tube/ thoracostomy, bila perdarahan > 200 mL/jam pertimbangkan
torakotomi
Chylothorax:
- Chest tube/thoracostomy sementara, selanjutnya dipasang
pleuroperitoneal shunt
Efusi karena penyebab lain: atasi sesuai penyakit primer
EDUKASI - Memberikan penjelasan mengenai kondisi pasien dan rencana
pengobatan dan tindakan yang akan dilakukan.
- Mengatur posisi yang nyaman dan melakukan manajemen nyeri.
- Mengajarkan batuk efektif.
PROGNOSIS Tergantung etiologi yang mendasari dan respon terapi
Qua ad vitam : Dubia
Qua ad functionam : Dubia
Qua ad sanationam : Dubia
LAMA RAWAT Tergantung banyaknya cairan pleura dan penyakit primer. Umumnya 7-10
hari rawat inap.
TINGKAT EVIDENS/
I / II / III / IV A/B/C/D
REKOMENDASI
PENELAAH KRITIS SMF Penyakit Dalam
KEPUSTAKAAN - Light RW. Disorders of the Pleura. In Longo DL, Fauci AS, Kasper DL,
th
et.al. editors. Harrison’s Principle of Internal Medicine. 18 ed. New
York: McGraw-Hill; 2012.
- Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam. Hematemesis Melena. In
Alwi I, Salim S, Hidayat R, et.al, editors. Penatalaksanaan di Bidang
Ilmu Penyakit Dalam: Panduan Praktik Klinis. Jakarta: Interna
Publishing; 2015.
- Rand ID, Maskell N. British Thoracic Society Pleural Disease Guideline
2010. Thorax. 2010; Supp 2.
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
EFUSI PLEURA
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 3/4
Guru
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu

ALGORITME PENDEKATAN DIAGNOSIS EFUSI PLEURA


SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
EFUSI PLEURA
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 4/4
RSUD Batara Guru Guru
Kabupaten Luwu

ALGORITME PENATALAKSANAAN EFUSI PLEURA KEGANASAN


SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
PNEUMOTHORAKS
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 1/3
Guru
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu
PANDUAN PRAKTIK
KLINIS
(PPK)
DEFINISI Pneumothoraks adalah akumulasi udara dalam rongga pleura, yang dapat
disebabkan oleh 1) perforasi pleura visceral dan masuknya gas dari paru-
paru, 2) penetrasi dinding dada, diafragma, mediastinum, atau esofagus,
atau 3) produksi gas oleh mikroorganisme dalam empiema.
Pneumothoraks spontan dapat terjadi tanpa trauma dada sebelumnya.
Pneumothoraks spontan primer dapat terjadi tanpa adanya penyakit
komorbid, sedangkan pneumothoraks sekunder terjadi karena adanya
penyakit komorbid
Tension pneumothorax adalah suatu keadaan pneumothoraks dengan
terbentuknya tekanan positif dalam rongga pleura selama siklus respirasi.
ANAMNESIS  Onset mendadak atau dalam waktu beberapa jam.
 Sesak/sulit bernapas, nyeri dada terlokalisir, batuk.
 Riwayat trauma dada.
 Riwayat penyakit paru komorbid.
PEMERIKSAAN FISIS  Takipnea.
 Pada area paru yang terkena: gerakan dada tertinggal, fremitus taktil
menghilang, perkusi hipersonor, bunyi napas menghilang.
 Tanda tension pneumothorax:
Keadaan umum sakit berat, denyut jantung >140 kali/menit, hipotensi,
takipnea, sianosis, diaforesis, deviasi trakea ke sisi kontralateral, distensi
vena leher.
KRITERIA Sesuai dengan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan penunjang (radiologi).
DIAGNOSIS Pembagian pneumothoraks berdasarkan luasnya sebagai berikut:
- Luas, jika jarak antara kupula dengan apeks paru (a) > 3 cm atau jarak
antara tepi paru dengan dinding dada setinggi hilus (b) > 2 cm
- Kecil, jika jarak (a) < 3 cm atau jarak (b) < 2 cm
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
PNEUMOTHORAKS
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 2/3
Guru
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu
PEMERIKSAAN Radiologis
PENUNJANG - Foto thoraks:
 Tepi luar pleura visceral terpisah dari pleura parietal oleh ruang
lusen,
 PA tegak, pneumothoraks kecil: tampak ruang antar paru dan
dinding dada pada apeks,
 Bila perlu foto saat ekspirasi: mediastinum bergeser, depresi
diafragma, pelebaran rongga thoraks dan sela iga.
- USG: dapat mendiagnosis pneumothoraks secara cepat, bed side
sebelum hasil radiologis.
Analisa gas darah (AGD): hipoksemia, mungkin disertai hipokarbia
(karena hiperventilasi) atau hiperkarbia (karena restriksi).
DIAGNOSIS Penyakit tromboemboli paru, pneumonia, infark miokardium, PPOK
BANDING eksaserbasi akut, efusi pleura, tumor paru.
TATA LAKSANA  Tatalaksana pneumothoraks spontan (lihat gambar di bawah)
 Jika pneumothoraks rekuren:
o Pleurodesis kimiawi dengan zat iritan terhadap pleura, atau:
o Konsul bagian Bedah/Bedah Thoraks untuk pertimbangkan:
- Pleurodesis mekanik (abrasi permukaan pleura parietal atau
stripping pleura parietal), atau
- Torakoskopi, atau torakotomi terbuka
Indikasi: kebocoran udara memanjang, reekspansi paru tidak
sempurna, bulla yang besar, risiko pekerjaan.
Indikasi relatif: tension pneumothorax, hemopneumothoraks, bilateral
pneumothoraks, rekurens ipsilateral/kontralateral.
EDUKASI - Memberikan penjelasan mengenai kondisi pasien dan rencana
pengobatan dan tindakan yang akan dilakukan.
- Mengatur posisi yang nyaman dan melakukan manajemen nyeri.
- Mengajarkan batuk efektif.
PROGNOSIS Qua ad vitam : Dubia
Qua ad functionam : Dubia
Qua ad sanationam : Dubia
Tergantung pada etiologi dan respon terapi
LAMA RAWAT Tergantung luas tidaknya pneumothoraks, penyakit dasar serta ada
tidaknya faktor komorbid
TINGKAT EVIDENS/
I / II / III / IV A/B/C/D
REKOMENDASI
PENELAAH KRITIS SMF Penyakit Dalam
KEPUSTAKAAN - Light RW. Disorders of the Pleura. In Longo DL, Fauci AS, Kasper DL,
th
et.al. editors. Harrison’s Principle of Internal Medicine. 18 ed. New
York: McGraw-Hill; 2012.
- Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam. Hematemesis Melena. In
Alwi I, Salim S, Hidayat R, et.al, editors. Penatalaksanaan di Bidang
Ilmu Penyakit Dalam: Panduan Praktik Klinis. Jakarta: Interna
Publishing; 2015.
- Rand ID, Maskell N. British Thoracic Society Pleural Disease Guideline
2010. Thorax. 2010; Supp 2.
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
PNEUMOTHORAKS
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 3/3
Guru
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu

ALGORITME PENATALAKSANAAN PNEUMOTHORAKS SPONTAN


SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
EMBOLI PARU
No. Dokumen No. Revisi Halaman

RSUD Batara Guru


Kabupaten Luwu
PANDUAN PRAKTIK
KLINIS
(PPK)
DEFINISI Emboli paru adalah kelainan jaringan paru yang disebabkan oleh embolus
pada arteri pulmonalis paru. Embolus dapat terjadi sebagai akibat
komplikasi dari trombosis vena dalam (deep vein thrombosis, DVT) yang
umumnya terjadi pada panggul dan kaki.
Faktor predisposisi terjadinya DVT yaitu:
 Trias Virchow, yaitu 1) stasis: imobilisasi, gagal jantung kongestif/kor
pulmonal, trombosis vena sebelumnya, 2) hiperkoagulabilitas:
keganasan, KID, trombositosis, dsb, 3) kerusakan dinding pembuluh
darah: trauma, pembedahan.
 Keganasan
 Riwayat trombosis
 Preparat estrogen
ANAMNESIS dan Pada 50% kasus dapat asimtomatik
PEMERIKSAAN FISIS
KRITERIA Terdapat 2 cara penilaian klinis untuk memprediksi adanya emboli paru
DIAGNOSIS yaitu sebagai berikut
Berdasarkan skor Wells (yang disederhanakan)
Kondisi Skor
Keganasan 1
Hemoptisis 1
Laju denyut jantung > 100 kali/menit 1,5
Riwayat emboli paru atau trombosis vena dalam (TVD) 1,5
Imobilisasi atau operasi yang baru 1,5
Tanda klinis TVD 3
Tidak ada kemungkinan diagnosis lain 3
Probabilitas klinis: rendah 0 – 1 sedang 2 – 6 tinggi > 7
Bukan emboli paru: skor 0 – 4, mungkin emboli paru: skor > 4

Berdasarkan skor Geneva


Kondisi Skor
Riwayat emboli paru atau TVD 2
Laju denyut jantung > 100 kali/menit 1
Operasi yang baru 3
Usia (tahun)
60 – 79 1
> 80 2
PaCO2
< 4,8 kPa 2
4,8 – 5,19 kPa 1
PaO2
< 6,5 kPa 4
6,5 – 7,99 kPa 3
8,0 – 9,49 kPa 2
9,5 – 10,99 kPa 1
Atelektasis 1
Elevated hemidiaphragma 1
Probabilitas klinis: rendah 0 – 4 sedang 5 – 8 tinggi > 9

PEMERIKSAAN Pemeriksaan EKG dapat membantu dalam penegakan diagnosis emboli


PENUNJANG paru akut, meskipun tidak spesifik dan harus dikombinasikan dengan
anamnesis, pemeriksaan fisis dan penunjang lainnya.
Berikut karakteristik EKG pada emboli paru akut:
- Sinus takikardi
- Right bundle branch block, right axis deviation
- Right atrial enlargement
- Pola S1 Q3 T3, yakni gelombang S yang dalam pada lead I dan
gelombang Q dan inverse T pada lead III
Contoh gambaran EKG pada emboli paru akut:

Interpretasi:
- Gambaran CRBBB disertai inversi gelombang T pada lead V1-V4
- Terdapat right axis deviation
- Terdapat pola S1 Q3 T3
- Persisten gelombang S pada lead V4-6, menunjukkan adanya RVH
DIAGNOSIS
BANDING
TATA LAKSANA
EDUKASI
PROGNOSIS Qua ad vitam :
Qua ad functionam :
Qua ad sanationam :
LAMA RAWAT
TINGKAT EVIDENS/
REKOMENDASI
PENELAAH KRITIS
KEPUSTAKAAN Tapson VF. Acute pulmonary embolism. N Engl J Med. 2008, 358, 1037-
1052
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
SEPSIS DAN RENJATAN SEPTIK
No. Dokumen No. Revisi Halaman
1/6
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu
PANDUAN PRAKTIK
KLINIS
(PPK)
DEFINISI Sepsis didefinisikan sebagai disfungsi organ yang mengancam nyawa
akibat disregulasi atau ketidakseimbangan respon tubuh terhadap adanya
infeksi.
Renjatan septik merupakan bagian dari sepsis yang didasari dari kegagalan
sirkulasi dan metabolik selular yang dapat meningkatkan mortalitas dengan
signifikan. Pasien renjatan septik ditandai dengan:
- hipotensi menetap sehingga membutuhkan vasopressor untuk
mempertahankan MAP > 65 mmHg,
- peningkatan nilai laktat > 2 mmol/L meskipun telah mendapat resusitasi
cairan yang adekuat.
ANAMNESIS  Menentukan apakah infeksi didapat dari komunitas, nosokomial, atau
apakah pasien imunokompromais.
 Demam
 Sesak napas
 Perubahan status mental, disorientasi, bingung
 Perdarahan
 Mual, muntah, diare, ileus
PEMERIKSAAN FISIS  Hipotensi, sianosis
 Nekrosis iskemik jaringan perifer, umumnya jari
 Selulitis, pustule, bulla atau lesi hemoragik pada kulit
 Ikterus
 Pemeriksaan fisis lengkap untuk mencari sumber infeksi
KRITERIA
Tabel 1. Kriteria disfungsi organ atau hipoperfusi jaringan akibat sepsis
DIAGNOSIS
Terdapat salah satu dari di bawah ini akibat sepsis:
Hipotensi akibat sepsis
Kadar laktat > 2 mmol/L
Produksi urin < 0,5 cc/kgBB/jam, lebih dari 2 jam meskipun sudah
diresusitasi cairan adekuat
Acute lung injury dengan PaO2/FiO2< 250 mmHg tanpa ada
pneumonia sebagai sumber infeksi
Acute lung injury dengan PaO2/FiO2< 200 mmHg dengan pneumonia
sebagai sumber infeksi
Kreatinin > 2 mg/dl
Bilirubin > 2 mg/dl
Trombosit < 100.000/ mm3
Koagulopati (INR > 1,5)

Tabel 2.Kriteria Quick SOFA


Terdapat 2 atau lebih kriteria berikut:
Frekuensi nafas > 22 kali/menit
Penurunan kesadaran
Tekanan darah sistolik < 100 mmHg
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
SEPSIS DAN RENJATAN SEPTIK
No. Dokumen No. Revisi Halaman
2/6
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu
KRITERIA
Tabel 3. Sequential (Sepsis-related) Organ Failure Assessment (SOFA)
DIAGNOSIS
score:
Sistem 0 1 2 3 4
< 200 < 100
Respirasi dengan dengan
> 400 < 400 < 300
PaO2/FiO2 mmHg bantuan bantuan
respirasi respirasi
Koagulasi
3 > 150 < 150 < 100 < 50 < 20
Trombosit x 10 /uL
Hati
< 1,2 1,2-1,9 2,0-5,9 6,0-11,9 > 12,0
Bilirubin mg/dL
Dopamin Dopamin
Dopamin <5
5,1-15 atau >15 atau
MAP > MAP < atau
epinefrin epinefrin
Kardiovaskuler 70 70 dobutamin
<0,1 atau >0,1 atau
mmHg mmHg (dosis
norepinefrin norepinefrin
berapapun)
<0,1 >0,1
Status mental
15 13-14 10-12 6-9 <6
Skor GCS
Ginjal
Kreatinin mg/dL < 1,2 1,2-1,9 2,0-3,4 3,5-4,9 > 5,0
Output urin mL/hari < 500 < 200
Dosis katekolamin diberikan dalam mcg/kgBB/menit selama setidaknya 1 jam.

Kriteria diagnosis untuk:


Sepsis : diduga atau terdokumentasi adanya infeksi dan peningkatan akut
SOFA score > 2 (mewakili adanya disfungsi organ).
Renjatan septik :
sepsis + diperlukan vasopressor untuk mempertahankan MAP >65
mmHg dan peningkatan nilai laktat > 2 mmol/L meskipun telah
diberikan resusitasi cairan yang adekuat.
PEMERIKSAAN - Pemeriksaan darah perifer lengkap, ureum, kreatinin, bilirubin.
PENUNJANG - Analisa gas darah, kadar laktat, kultur darah (aerob dan anaerob) (jika
memungkinkan).
- Radiologi : foto thoraks untuk mencari fokal infeksi pada paru.
DIAGNOSIS Renjatan kardiogenik, renjatan hipovolemik
BANDING
TATA LAKSANA Resusitasi awal
Langkah 1: Skrining dan manajemen infeksi
Manajemen dimulai dengan pengambilan kultur darah dan kultur lain sesuai
indikasi, kemudian berikan antibiotik yang sesuai dengan peta kuman yang
ada dan secara simultan dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk
mengevaluasi adanya disfungsi organ.

Langkah 2: Skrining adanya disfungsi organ dan manajemen sepsis (dahulu


sepsis berat)
Pasien diidentifikasi adanya disfungsi organ dengan kriteria yang sama
dengan sebelumnya (tabel 2). Disfungsi organ juga dapat diprediksi akan
terjadi dengan menggunakan kriteria Quick SOFA (qSOFA).
Bila disfungsi organ teridentifikasi, pastikan bundle 3 jam dilakukan sebagai
prioritas utama tindakan.
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
SEPSIS DAN RENJATAN SEPTIK
No. Dokumen No. Revisi Halaman
3/6
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu
TATA LAKSANA Langkah 3: Identifikasi dan manajemen hipotensi awal
Pada pasien dengan infeksi ditambah hipotensi atau kadar laktat > 4
mmol/L berikan 30 ml/kgBB cairan kristaloid dan dilakukan penilaian ulang
respon cairan yang diberikan serta penilaian perfusi jaringan. Kemudian
bundle 6 jam harus dilengkapi. Pada bundle 6 jam, jangan lupa menilai
ulang nilai laktat bila laktat awal nilainya > 2 mmol/L.

Sepsis Bundles
HARUS DILENGKAPI DALAM 3 JAM KEDATANGAN
1. Hitung nilai awal laktat
2. Ambil kultur darah sebelum pemberian antibioik
3. Berikan antibiotik spektrum luas
4. Berikan kristaloid 30 ml/kgBB pada hipotensi atau nilai awal laktat > 4
mmol/L
HARUS DILENGKAPI DALAM 6 JAM KEDATANGAN
5. Berikan vasopresor (untuk hipotensi yang tidak respon pada
resusitasi cairan dini) untuk mempertahankan MAP > 65 mmHg
6. Pada hipotensi yang menetap setelah pemberian cairan yang
adekuat (MAP < 65 mmHg) atau nilai laktat awal > 4 mmol/L, nilai
ulang status volum pasien dan perfusi jaringan berdasarkan tabel 5
7. Nilai ulang laktat bila nilai awal laktat meningkat

Terapi antimikroba
Berikan antibiotik empirik dengan konsentrasi adekuat pada 1 jam pertama
terdiagnosis sepsis. Pemberian antibiotik harus dinilai setiap hari untuk
kemungkinan de-eskalasi. Gunakan kombinasi antibiotik untuk pasien syok
sepsis, pasien netropeni, dan pasien dengan infeksi bakteri patogen MDR
(multi drug resistant). Durasi terapi berkisar 7-10 hari.

Kontrol sumber infeksi


Beberapa diagnosis sepsis memerlukan tindakan operasi darurat untuk
keperluan diagnostik dan kontrol sumber infeksi.

Terapi cairan
Cairan inisial untuk resusitasi pasien sepsis dan syok sepsis adalah cairan
kristaloid. Hindari penggunaan HES. Resusitasi awal pasien sepsis dan
syok sepsis yaitu dengan pemberian kristaloid sebanyak 30 ml/kgBB.

Vasopresor
Terapi vasopresor inisial ditargetkan untuk tercapainya nilai minimal MAP >
65 mmHg. Pilihan pertamanya adalah norepinefrin. Epinefrin dapat
ditambahkan atau bahkan menggantikan NE (bila tidak ada), untuk
mencapai target minimal MAP.

Inotropik
Pada pasien dengan disfungsi miokard dapat digunakan dobutamin sebagai
inotropik.

Kortikosteroid
Jangan menggunakan hidrokortison intravena untuk terapi syok sepsis
apalagi bila MAP sudah tercapai dengan penggunaan vasopresor dan/atau
inotropik. Kortikosteroid tidak diberikan.

SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB


LUWU
TATA LAKSANA KASUS
SEPSIS DAN RENJATAN SEPTIK
No. Dokumen No. Revisi Halaman
4/6
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu
TATA LAKSANA Pemberian produk darah
Transfusi sel darah merah hanya bila konsentrasi hemoglobin < 7 gr/dl
dengan target Hb 7-9 gr/dl kecuali bila ada iskemi jantung, hipoksemia
berat, perdarahan akut, atau penyakit jantung iskemik; yang mungkin
memerlukan kadar Hb lebih dari itu. Transfusi platelet profilaksis bila
trombosit <10.000/mm tanpa perdarahan spontan, <20.000/mm bila
memiliki resiko terjadinya perdarahan. Untuk pasien dengan perdarahan
aktif, pembedahan atau tindakan invasif diperlukan kadar trombosit >
50.000/mm.

Kontrol kadar gula darah


Pada pasien sepsis dilakukan kontrol gula darah dengan insulin intravena
bila 2x pemeriksaan kadarnya > 180 mg/dl dengan targetnya < 180 mg/dl.
Gula darah diperiksa setiap 1-2 jam sampai stabil kemudian setiap 4 jam
bila telah stabil.

Terapi Bikarbonat
Tidak menggunakan terapi Natrium bikarbonat untuk tujuan memperbaiki
hemodinamik atau menurunkan dosis vasopresor pada pasien hipoperfusi
akibat asidosis laktat dengan pH > 7,15.

Profilaksis stress ulcer


Profilaksis stress ulcer pada pasien sepsis dikelola dengan pemberian H2
blocker atau proton pump inhibitor. Pasien tanpa resiko tidak tidak perlu
mendapat profilaksis stress ulcer.

Pengelolaan nutrisi
Selama toleransi baik utamakan pemberian diet melalui oral atau
enteral, puasa atau pemberian dextrose intravena sejak diagnosis sepsis
ditegakkan sebaiknya tidak lebih dari 48 jam. Hindari pemberian diet kalori
penuh pada minggu pertama, sebaiknya mulai dengan dosis rendah dulu
(500 kkal/hari). Pemberian nutrisi enteral lebih baik daripada TPN.
EDUKASI --
PROGNOSIS Qua ad vitam : dubia
Qua ad functionam : dubia
Qua ad sanationam : dubia
LAMA RAWAT Tergantung penyakit dasar dan ada tidaknya penyakit komorbid
TINGKAT EVIDENS/
I / II / III / IV A/B/C/D
REKOMENDASI
PENELAAH KRITIS SMF Penyakit Dalam
KEPUSTAKAAN 1. Singer M, Deutschman CS, et al: The third international consensus
definitions for sepsis and septic shock (sepsis-3). JAMA 2016;
315(8): 801-10.
2. Seymour M, Liu VX, et al: Assesment of clinical criteria for sepsis:
for the third international consensus definition for sepsis and septic
shock (Sepsis-3). JAMA. 2016 Feb 23; 315(8): 762-74.
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
SEPSIS DAN RENJATAN SEPTIK
No. Dokumen No. Revisi Halaman
5/6

RSUD Batara Guru


Kabupaten Luwu

ALGORITME RESUSITASI CAIRAN PADA RENJATAN SEPTIK


SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
SEPSIS DAN RENJATAN SEPTIK
No. Dokumen No. Revisi Halaman
6/6
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu

ALGORITME PEMBERIAN VASOPRESOR PADA RENJATAN SEPTIK


SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
ANGINA PECTORIS STABIL
No. Dokumen No. Revisi Halaman

RSUD Batara Guru


Kabupaten Luwu
PANDUAN PRAKTIK
KLINIS
(PPK)
DEFINISI Angina pektoris stabil adalah sindroma klinik yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara kebutuhan (demand) dan suplai aliran arteri
koroner.
Klasifikasi derajat angina sesuai Canadian Cardiovascular Society (CCS)
 CCS Kelas 1: Keluhan angina terjadi saat aktifitas berat yang lama
 CCS Kelas 2: Keluhan angina terjadi saat aktifitas yang lebih berat dari
aktifitas sehari-hari
 CCS Kelas 3: Keluhan angina terjadi saat aktifitas sehari-hari
 CCS Kelas 4: Keluhan angina terjadi saat istirahat
ANAMNESIS  Nyeri dada
- Substernal saat aktifitas
- Dapat menjalar ke lengan kiri, punggung, rahang, dan ulu hati
 Terdapat salah satu atau lebih faktor risiko: diabetes, kolesterol,
hipertensi, dan keturunan.
PEMERIKSAAN FISIS Umumnya dalam batas normal, kecuali ada komplikasi dan atau komorbiditi.
KRITERIA Memenuhi kriteria anamnesis dan pemeriksaan fisis.
DIAGNOSIS
PEMERIKSAAN 1. Angina Pectoris CCS1-2:
PENUNJANG Dilakukan pemeriksaan ischemic stress test meliputi Treadmill test,
atau echocardiografi, stress test, atau Stress test perfusion scanning
atau MRI. MSCT dilakukan sebagai alternatif pemeriksaan penunjang
lain.
2. Angina Pectoris CCS3-4 (simptomatik) atau riwayat infark lama:
Memerlukan pemeriksaan angiografi koroner perkutan. Pemeriksaan
angiografi koroner dapat dikerjakan pada pasien usia >40 tahun yang
akan menjalani prosedur bedah jantung.
DIAGNOSIS GERD, pleuritic pain, nyeri tulang, nyeri otot.
BANDING
TATA LAKSANA 1. Medikamentosa
- Aspilet 1 x 80-160 mg
- Simvastatin 1 x 20-40 mg
- Betabloker: Bisoprolol 1 x 5-10 mg
- Isosorbid dinitrat 3 x 5-20 mg atau Isosorbid mononitrat 2 x 20 mg
2. PCI atau CABG
Intervensi koroner perkutan (PCI) atau CABG elektif dilakukan jika
ditemukan bukti iskemik dari pemeriksaan penunjang di atas disertai
lesi signifikan berdasarkan pemeriksaan angiografi koroner. Dilakukan
di fasilitas yang memungkinkan.
EDUKASI
PROGNOSIS Qua ad vitam : dubia at bonam
Qua ad functionam : dubia at bonam
Qua ad sanationam : dubia at bonam
LAMA RAWAT
TINGKAT EVIDENS/
REKOMENDASI
PENELAAH KRITIS
KEPUSTAKAAN
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS

No. Dokumen No. Revisi Halaman

RSUD Batara Guru


Kabupaten Luwu
Tanggal terbit Ditetapkan oleh
PANDUAN PRAKTIK Direktur Utama RSUD Batara Guru
KLINIS
(PPK) dr.Hj.Fatriwati Rifai
NIP. 19630807 200212 2 001
DEFINISI
ANAMNESIS
PEMERIKSAAN FISIS
KRITERIA
DIAGNOSIS
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
DIAGNOSIS
BANDING
TATA LAKSANA
EDUKASI
PROGNOSIS Qua ad vitam :
Qua ad functionam :
Qua ad sanationam :
LAMA RAWAT
TINGKAT EVIDENS/
REKOMENDASI
PENELAAH KRITIS
KEPUSTAKAAN

Anda mungkin juga menyukai