LUWU
TATA LAKSANA KASUS
HIPERTENSI
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 1/4
RSUD Batara Guru
Guru
Kabupaten Luwu
PANDUAN PRAKTIK
KLINIS
(PPK)
DEFINISI Hipertensi adalah tekanan darah (TD) > 140 mmHg sistolik dan/atau > 90
mmHg diastolik pada seseorang yang tidak sedang makan obat
antihipertensi.
ANAMNESIS - Tanpa gejala dan tidak spesifik, kadang disertai nyeri kepala dan tegang
ada leher. Gejala pada hipertensi esensial tidak spesifik, sedangkan
pada hipertensi sekunder tergantung penyebab dasarnya.
- Faktor risiko kardiovaskuler dan tanda-tanda kerusakan target organ.
- Riwayat pengobatan dan jenis obat yang dikonsumsi.
PEMERIKSAAN FISIS - Pengukuran TD dengan menggunakan sphygmomanometer air raksa
atau aneroid.
- Klasifikasi berdasarkan hasil rata-rata pengukuran tekanan darah yang
dilakukan minimal 2 kali tiap kunjungan pada 2 kali kunjungan atau lebih
dengan menggunakan manset yang meliputi minimal 80% lengan atas.
- Pengukuran pertama harus pada kedua sisi lengan untuk menghindarkan
kelainan pembuluh darah perifer.
- Pengukuran tekanan darah pada waktu berdiri diindikasikan pada pasien
dengan risiko hipotensi postural (lanjut usia, pasien DM, dll).
Hipertensi urgensi :
Hipertensi berat dengan TD diastolik > 120 mmHg, tetapi dengan minimal
atau tanpa kerusakan organ sasaran dan tidak dijumpai keadaan pada
hipertensi emergensi
- KW I atau II pada funduskopi
- Hipertensi post operasi
- Hipertensi tak terkontrol / tanpa diobati pada perioperatif
PEMERIKSAAN DPL, urin lengkap, ureum, kreatinin, gula darah, elektrolit.
PENUNJANG EKG dan foto toraks, USG abdomen
Pemeriksaan khusus sesuai indikasi: ekokardiografi, aktivitas renin plasma,
aldosteron, metanefrin/katekolamin, funduskopi, CT scan, dan MRI (jika
tersedia)
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
KRISIS HIPERTENSI
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 2/3
Guru
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu
DIAGNOSIS - Hipertensi maligna terakselerasi dan papiledema.
BANDING - Kondisi serebrovaskular: ensefalopati hipertensi, infark otak
aterotrombotik dengan hipertensi berat, perdarahan intraserebral,
perdarahan subarahnoid, dan trauma kepala.
- Kondisi jantung: diseksi aorta akut, gagal jantung kiri akut, infark miokard
akut, pasca operasi bypass koroner.
- Kondisi ginjal: GN akut, hipertensi renovaskular, krisis renal karena
penyakit kolagen-vaskular, hipertensi berat pasca transplantasi ginjal.
- Akibat katekolamin di sirkulasi: krisis feokromositoma, interaksi makanan
atau obat dengan MAO inhibitor, penggunaan obat simpatomimetik,
mekanisme rebound akibat penghentian mendadak obat antihipertensi,
hiperrefleksi otomatis pasca cedera korda spinalis.
- Eklamsia.
- Kondisi bedah: hipertensi berat pada pasien yang memerlukan operasi
segera, hipertensi pasca operasi, perdarahan pasca operasi dari garis
jahitan vaskular.
- Luka bakar berat.
- Epistaksis berat.
- Thrombotic thrombocytopenic purpura.
TATA LAKSANA Target tata laksana hipertensi emergensi :
- Tekanan darah diastolik kurang lebih 110 mmHg atau berkurangnya
mean arterial blood pressure 25% dalam waktu 2 jam
- Pada strok penurunan hanya boleh 20% dan khusus pada strok
iskemik, tekanan darah baru diturunkan secara bertahap bila sangat
tinggi > 220/130 mmHg) dalam waktu 2 jam
- Setelah diyakinkan tidak ada tanda hipoperfusi organ, penurunan dapat
dilanjutkan dalam 12-16 jam selanjutnya sampai mendekati normal.
Hipertensi urgensi :
Obat Dosis Awitan Lama Kerja
Kaptopril 6,25-50 mg per oral atau sublingual bila 15 menit 4-6 jam
tidak dapat menelan
Klonidin Dosis awal per oral 0,15 mg, selanjutnya 0,5-2 jam 6-8 jam
0,15 mg tiap jam dapat diberikan sampai
dengan dosis total 0,9 mg
Hipertensi emergensi :
Obat Dosis Awitan Lama Kerja
Diuretik:
Furosemid 20-40 mg, dapat diulang. Hanya 5-15 menit 2-3 jam
diberikan bila terdapat retensi
cairan
lanjutan…..
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
KRISIS HIPERTENSI
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 3/3
Guru
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu
lanjutan…
Obat Dosis Awitan Lama Kerja
Vasodilator:
- Nitrogliserin Infus 5-100 mcg/menit. Dosis awal 2-5 menit 5-10 menit
5 mcg/menit, dapat ditingkatkan 5
mcg/menit tiap 3-5 menit
EDUKASI -
PROGNOSIS Qua ad vitam : Dubia
Qua ad functionam : Dubia
Qua ad sanationam : Dubia
LAMA RAWAT Rawat inap : 5-10 hari tergantung komplikasi yang menyertai
TINGKAT EVIDENS/
I / II / III / IV A/B/C/D
REKOMENDASI
PENELAAH KRITIS SMF Penyakit Dalam
KEPUSTAKAAN - Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia. Krisis hipertensi. In:
Rani AA, Soegondo S, Nazir A, et.al., editors. Panduan Pelayanan
Medik PB PAPDI. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI; 2006.
- Roesma J. Krisis hipertensi. In Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et.al.,
editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 5th ed. Jakarta: Interna
Publishing; 2009.
- Kotchen TA. Hypertensive vascular disease. In Longo DL, Fauci AS,
Kasper DL, et.al., editors. Harrison’s Principles of Internal Medicine,
18th ed. New York: McGraw-Hill; 2013.
- Sutters M. Systemic hypertension. In Mcphee SJ, Papadakis MA, editors.
Current Medical Diagnosis and Treatment, 15th ed. New York:
McGraw-Hill; 2011.
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
DIABETES MELITUS
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 1/4
Guru
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu
PANDUAN PRAKTIK
KLINIS
(PPK)
DEFINISI Suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia akibat
defek pada kerja insulin (resistensi insulin) di hati (peningkatan produksi
glukosa hepatik) dan di jaringan perifer (otot dan lemak), sekresi insulin oleh
sel beta pankreas, atau keduanya.
Klasifikasi DM :
1. DM Tipe 1 (destruksi sel beta, umumnya diikuti defisiensi insulin
absolute)
2. DM tipe 2 (bervariasi mulai dari yang predominan resistensi insulin
dengan defisiensi insulin relative-predominan defek seretorik dengan
resistensi insulin)
3. Tipe spesifik lain : penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, infeksi,
diinduksi oleh zat kimia
4. DM gestasional
ANAMNESIS - Keluhan khas DM : poliuri, polidipsi, polifagi, penurunan BB yang tidak
dapat dijelaskan sebabnya.
- Keluhan tidak khas DM : lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi
ereksi pada pria, pruritus vulva pada wanita.
- Faktor risiko DM Tipe 2 : usia > 45 tahun, BB lebih : >110% BB idaman
atau IMT > 23 kg/m , Hipertensi (TD ≥ 140/90 mmHg), riwayat DM dalam
2
Farmakologi :
1. Obat Hipoglikemia Oral (OHO)
o Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue) : sulfonilurea
o Penambah sensitivitas terhadap insulin : metformin
2. Insulin
Indikasi :
o Penurunan BB yang cepat
o Hiperglikemia berat dengan ketosis
o Ketoasidosis diabetik
o Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
o Hiperglikemia dengan asidosis laktat
o Gagal dengan kombinasi OHO
o Stres berat ( infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
o Kehamilan dengan DM/ diabetes melitus gestasional yang tidak
terkendali
o Gangguan fungsi hati atau fungsi ginjal yang berat
o Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
PEMERIKSAAN Jumlah eosinofil darah dan sputum, foto toraks, spirometri, dan analisis gas
darah atas indikasi.
DIAGNOSIS Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), bronchitis kronik, gagal jantung,
BANDING obstruksi mekanik (misalnya tumor), emboli paru
TATA LAKSANA Derajat asma kontrol saat sekarang dan pengobatan yang digunakan
sekarang menentukan pemilihan obat farmakologi. Pasien tidak terkontrol
dengan regimen yang digunakan sekarang, maka pengobatan harus
ditingkatkan sampai tercapai kondisi terkontrol. Jika kondisi terkontrol telah
tercapai minimal 3 bulan, pengobatan diturunkan untuk menentukan step
dan dosis terendah dari pengobatan untuk mempertahankan kondisi
terkontrol.
Berikut tata laksana asma :
Derajat DBD
I : demam disertai gejala konstitusional yang tidak khas, manifestasi
perdarahan hanya berupa uji tourniquet positif dan/atau mudah
memar
II : derajat I disertai perdarahan spontan
III : terdapat kegagalan sirkulasi seperti takikardia, pulsasi lemah, atau
hipotensi, disertai kulit dingin dan lembab, serta gelisah
IV : terjadi renjatan dimana tekanan darah dan nadi tidak terukur
Derajat III dan IV termasuk dalam sindrom renjatan dengue.
Farmakologi :
1. Diuretik
Kebanyakan pasien dengan gagal jantung membutuhkan paling sedikit
diuretik regular dosis rendah dengan tujuan untuk mencapai tekanan
vena jugularis normal dan menghilangkan edema. Penanganan awal
dengan loop diuretik atau tiazid. Bila respon tidak cukup baik dosis
diuretik dapat dinaikkan, berikan diuretik intravena, atau kombinasi loop
diuretik dan tiazid.
Diuretik hemat kalium, spironolakton, dengan dosis 25-150 mg/hari
dapat mengurangi mortalitas pada pasien dengan gagal jantung sedang
sampai berat (NYHA class 4) yang disebabkan gagal jantung sistolik.
2. Penghambat EKA
Bermanfaat untuk menekan aktivasi neurohormonal, dan pada gagal
jantung yang disebabkan disfungsi sistolik ventrikel kiri. Pemberian
dimulai dengan dosis rendah, dititrasi selama beberapa minggu sampai
dosis yang efektif.
3. Penghambat beta
Bermanfaat sama seperti penghambat EKA. Pemberian mulai dosis
kecil, kemudian dititrasi selama beberapa minggu dengan kontrol ketat
sindrom gagal jantung. Biasanya diberikan bila keadaan sudah stabil.
Pada gagal jantung NYHA class 2 dan 3 : carvedilol, bisoprolol atau
metoprolol. Biasa digunakan bersama dengan penghambat EKA dan
diuretik.
4. Antagonis angiotensin II reseptor
Dapat digunakan bila ada kontraindikasi penggunaan penghambat EKA
5. Kombinasi hidralazin dengan isosorbide dinitrat memberi hasil yang
baik pada pasien yang intoleran dengan penghambat EKA.
6. Digoksin
Diberikan untuk simptomatik dengan gagal jantung disfungsi sistolik
ventrikel kiri dan terutama yang dengan fibrilasi atrial, digunakan
bersama-sama diuretik, penghambat EKA dan penghambat beta.
7. Antikoagulan dan antiplatelet
Aspirin diindikasikan untuk pencegahan emboli serebral pada penderita
dengan fibrilasi atrial dengan fungsi ventrikel yang buruk. Antikoagulan
perlu diberikan pada fibrilasi atrial kronis maupun dengan riwayat
emboli, trombosis dan Transient Ischemic Attacks, trombus intrakardiak
dan aneurisma ventrikel.
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
GAGAL JANTUNG KONGESTIF
No. Dokumen No. Revisi Halaman
...../PPK/RSUDBatara - 3/3
Guru
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu
TATA LAKSANA 8. Antiaritmia tidak direkomendasikan untuk pasien yang asimptomatik
atau aritmia ventrikel yang tidak menetap. Antiaritmia klas 1 harus
dihindari kecuali pada aritmia yang mengancam nyawa. Antiaritmia
kelas III terutama amiodaron dapat digunakan untuk terapi aritmia atrial
dan tidak digunakan untuk mencegah kematian mendadak.
9. Antagonis kalsium dihindari.
EDUKASI 1. Gaya hidup sehat : diet, tidak merokok dan tidak minum alkohol
2. Terangkan hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan
3. Aktivitas sosial dan pekerjaan diusahakan agar dapat dilakukan seperti
biasa. Sesuaikan kemampuan fisik dengan profesi yang masih bisa
dilakukan
4. Gagal jantung berat harus menghidari penerbangan panjang
5. Vaksinasi terhadap infeksi influensa dan pneumokokus bila mampu
6. Kontrasepsi dengan IUD pada gagal jantung sedang dan berat,
penggunaan hormon dosis rendah, masih dapat dianjurkan
PROGNOSIS Qua ad vitam : Dubia – malam
Qua ad functionam : Dubia – malam
Qua ad sanationam : Dubia – malam
LAMA RAWAT Rawat jalan pada NYHA class 1 dan 2
Rawat inap : 5-10 hari pada NYHA class 3-4 atau ada kecenderungan
terjadi syok kardiogenik
TINGKAT EVIDENS/
I / II / III / IV A/B/C/D
REKOMENDASI
PENELAAH KRITIS SMF Penyakit Dalam
KEPUSTAKAAN - Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia. Gagal Jantung
Kronik. In: Rani AA, Soegondo S, Nazir A, et.al., editors. Panduan
Pelayanan Medik PB PAPDI. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI;
2006.
- Ghanie A. Gagal Jantung Kronik. In Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
et.al, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 5th ed. Jakarta: Interna
Publishing; 2009.
- ACC/AHA. ACC/AHA Guidelines for the Evaluation and Management of
Chronic Heart Failure in Adult: Executive Summary. A Report of The
American College of Cardiology/American Heart Association Task
Force on Practice Guidelines. Circulation. 2001; 104: 2996-3007.
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
SINDROMA KORONER AKUT
No. Dokumen No. Revisi Halaman
...../PPK/RSUDBatara - 1/3
RSUD Batara Guru Guru
Kabupaten Luwu
PANDUAN PRAKTIK
KLINIS
(PPK)
DEFINISI Sindrom koroner akut merupakan suatu keadaan gawat darurat jantung
dengan manifestasi klinis berupa perasaan tidak nyaman di dada atau
gejala-gejala lain sebagai akibat iskemia miokard.
Sindrom koroner akut mencakup:
- Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST
- Infark miokard akut tanpa elevasi segmen ST
- Angina pektoris tidak stabil (unstable angina pectoris)
ANAMNESIS - Nyeri dada tipikal (angina) berupa nyeri dada substernal, retrosternal,
dan prekordial
- Nyeri seperti ditekan, ditindih benda berat, rasa terbakar, seperti ditusuk,
rasa diperas, dan diplintir.
- Nyeri menjalar ke leher, lengan kiri, mandibula, gigi,
punggung/interskapula, dan dapat juga ke lengan kanan
- Nyeri membaik atau menghilang dengan istrirahat atau obat nitrat, atau
tidak
- Dapat disertai gejala mual, muntah, keringat dingin, dan lemas
PEMERIKSAAN FISIS Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat (gelisah) disertai
ekstremitas pucat dan keringat dingin
Infark anterior : manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis (takikardi
dan/atau hipotensi) sedangkan infark inferior menunjukkan manifestasi
saraf parasimpatis (bradikardi dan/atau hipotensi)
S4 dan S3 gallop
Penurunan intensitas S1dan split paradoksikal S2
Murmur midsistolik dan late sistolik yang bersifat sementara
KRITERIA Infark miokard ST elevasi :
DIAGNOSIS o hiperakut T, elevasi segmen ST, gelombang Q inversi gelombang T
o peningkatan minimal 2 kali batas atas normal enzim jantung yakni
CK-MB dan troponin-T
Infark miokard non ST elevasi :
o depresi segmen ST, inversi gelombang T dalam
o tidak ada atau peningkatan < 2 kali batas atas normal enzim jantung
yakni CK-MB dan troponin-T
Angina pektoris tidak stabil :
o depresi segmen ST dengan atau tanpa inversi gelombang T,
kadang-kadang elevasi segmen ST sewaktu ada nyeri, tidak
dijumpai gelombang Q
o tidak ada atau peningkatan < 2 kali batas atas normal enzim jantung
yakni CK-MB dan troponin-T
PEMERIKSAAN DPL, profil lipid, gula darah, ureum kreatinin, SGOT, CK-MB, Troponin-T
PENUNJANG EKG, Foto toraks (sesuai indikasi)
Ekokardiografi, tes treadmill (untuk stratifikasi setelah infark miokard), dan
angiografi koroner dilakukan rujukan ke fasilitas kesehatan tingkat lanjutan
DIAGNOSIS Angina pektoris tak stabil: infark miokard akut
BANDING Infark miokard akut: diseksi aorta, perikarditis akut, emboli paru akut,
penyakit dinding dada, Sindrom Tietze, gangguan gastrointestinal
seperti: hiatus hernia dan refluks esofagitis, spasme atau ruptur
esofagus, kolesistitis akut, tukak lambung, dan pankreatitis akut.
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
SINDROMA KORONER AKUT
No. Dokumen No. Revisi Halaman
...../PPK/RSUDBatara - 2/3
RSUD Batara Guru
Guru
Kabupaten Luwu
TATA LAKSANA Umum
Tirah baring di ruang rawat intensif jantung (ICCU)
Pasang infus intravena dengan NaCl 0,9% atau dekstrosa 5%
Oksigenasi dimulai dengan 2 liter/menit, 2 – 3 jam, dilanjutkan bila
saturasi oksigen arteri rendah (<90%)
Diet : puasa sampai bebas nyeri, kemudian diet cair. Selanjutnya
diet jantung.
Pasang monitor EKG secara kontinyu
Atasi nyeri
Nitrat sublingual / transdermal / nitrogliserin intravena titrasi
(kontraindikasi bila TD sistolik < 90 mmHg, bradikardia <50
kali/menit, takikardia), atau
Morfin 2,5 mg (2-4 mg) intravena, dapat diulang tiap 5 menit sampai
dosis total 20 mg atau petidin 25-50 mg intravena atau tramadol 25-
50 mg intravena.
Antitrombotik
Aspirin (160 – 345 mg), bila alergi atau intoleransi / tidak responsif
diganti dengan tiklopidin atau klopidogrel
Atasi rasa takut : Diazepam 3 x 2,5 mg (oral atau IV) atau antiansietas
Pelunak tinja: Laktulosa (laksadin) 2 x 15 ml
Beta bloker: Diberikan bila tidak ada kontraindikasi
Penghambat ACE (ACE Inhibitor)
Diberikan terutama pada infark miokard yang luas, atau infark
anterior, gagal jantung tanpa hipotensi, riwayat infark miokard
sebelumnya
Obat anti lipid
Golongan statin dengan target terapi kolesterol total <200 mg/dl &
LDL < 100 mg/dl
Antagonis kalsium
Verapamil untuk infark miokard non ST elevasi atau angina pektoris
tak stabil bila nyeri tidak teratasi
EDUKASI Pengetahuan tentang penyakit jantung koroner meliputi tanda dan
gejala, faktor risiko, pemeriksaan diagnostik dan penatalaksanaan
Program diet dan pola makan yang sesuai
Aktivitas fisik fungsional sesuai tahapan rehabillitasi
Gaya hidup sehat pasca serangan dan pentingnya berolahraga
Manajemen stress, mengatasi perasaan cemas dan pikiran negatif
PROGNOSIS Qua ad vitam : Dubia – malam
Qua ad functionam : Dubia – malam
Qua ad sanationam : Dubia – malam
LAMA RAWAT Rawat inap : 7-10 hari bila tidak ada komplikasi yang memperberat
TINGKAT EVIDENS/
I / II / III / IV A/B/C/D
REKOMENDASI
PENELAAH KRITIS SMF Penyakit Dalam
KEPUSTAKAAN - Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia. Sindrom Koroner
Akut. In: Rani AA, Soegondo S, Nazir A, et.al., editors. Panduan
Pelayanan Medik PB PAPDI. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI;
2006.
- Alwi I. Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST. In Sudoyo AW, Setiyohadi
B, Alwi I, et.al, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 5th ed.
Jakarta: Interna Publishing; 2009.
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
SINDROMA KORONER AKUT
No. Dokumen No. Revisi Halaman
...../PPK/RSUDBatara - 3/3
RSUD Batara Guru Guru
Kabupaten Luwu
KEPUSTAKAAN - Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia. Buku Panduan
Kursus Bantuan Hidup Jantung Lanjut. Jakarta: PERKI; 2008.
- Harun S, Mansjoer H. Diagnosis dan Penatalaksanaan Sindrom Koroner
Akut. In: Bawazier LA, Alwi I, Syam AF, et.al.,editors. Prosiding
Simposium Pendekatan Holistik Penyakit Kardiovaskular. Jakarta:
Pusat Informasi dan Penerbitan IPD FKUI; 2001.
Farmakologi :
- Untuk OA ringan – sedang dapat diberikan asetaminofen atau obat anti
inflamasi non steroid (OAINS) bila tidak terdapat kontraindikasi
pemberian
- Untuk OA ringan – sedang yang memiliki risiko pada sistem pencernaan
dapat diberikan asetaminofen, OAINS topical, OAINS non selektif dengan
kombinasi obat pelindung gaster (AH2 reseptor antagonis atau PPI), atau
penghambat siklooksigenase-2
- Untuk OA sedang – berat disertai pembengkakan sendi, aspirasi dan
tindakan injeksi glukokortikoid intraartikuler untuk penanganan nyeri
jangka pendek dan OAINS per oral
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
OSTEOARTRITIS
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 3/5
Guru
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu
EDUKASI Penderita OA sebaiknya :
- Mengerti apa yang terjadi pada sendinya, mengapa timbul rasa sakit dan
apa yang perlu dilakukan, sehingga pengobatan OA dapat berhasil
- Tidak diam atau seminimal mungkin melakukan aktivitas agar tidak nyeri
karena menyebabkan otot-ototnya akan menjadi lemah sehingga pada
saat berjalan/ bangun dari duduk nyeri semakin hebat
- Pasien OA harus berusaha agar tetap dapat melakukan aktivitas sehari-
hari, latihan dan tidak menjadi beban bagi orang di sekitarnya
PROGNOSIS Qua ad vitam : Bonam
Qua ad functionam : Bonam
Qua ad sanationam : Bonam
LAMA RAWAT Rawat jalan
TINGKAT EVIDENS/
I / II / III / IV A/B/C/D
REKOMENDASI
PENELAAH KRITIS SMF Penyakit Dalam
KEPUSTAKAAN - Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia. Osteoartritis. In:
Rani AA, Soegondo S, Nazir A, et.al., editors. Panduan Pelayanan
Medik PB PAPDI. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI; 2006.
- Soeroso J, Isbagio H, Kalim H, et.al. Osteoartritis. In Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, et.al, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 5th
ed. Jakarta: Interna Publishing; 2009.
- Perhimpunan Reumatologi Indonesia. Diagnosis & Penatalaksanaan
Osteoartritis: Rekomendasi Perhimpunan Reumatologi Indonesia.
IRA, Jakarta: 2014.
- Hamijoyo L. Pengapuran sendi atau osteoartritis. Website
http://reumatologi.or.id/reuarttail?id=23
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
OSTEOARTRITIS
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 4/5
RSUD Batara Guru Guru
Kabupaten Luwu
Farmakologi :
Pengobatan simtomatik :
- Obat penekan asam : proton pump inhibitor (PPI) seperti omeprazol
20 mg sekali sehari atau lansoprazol 30 mg sekali sehari; histamine
receptor blocker (H2RB) seperti famotidin 20 mg 2 kali/hari.
Diberikan selama 4 minggu
- Prokinetik : antagonis dopaminergik (domperidone/metoklopramid)
10 mg 3 kali/hari terutama pada PDS atau agonis serotonin
(cisapride)
- Keluhan refrakter :simetikon, antispasmodik, antidepresan trisiklik
Pada dispepsia organic, terapi berdasarkan etiologi dan terapi
simtomatik
- Eradikasi Helicobacter pylori (Hp) dengan triple terapi PPI yaitu
klaritromisin dan amoksisilin/metronidazole atau quadriple terapi
yaitu metronidazole, tetrasiklin, subsalisilat bismuth, dan PPI
- Penatalaksanaan ulkus akibat OAINS: penghentian OAINS dan
pemberian H2RB / PPI, obat sitoprotektif, bismuth, dan analog
prostaglandin
- Tatalaksana sesuai penyakit dasarnya
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
DISPEPSIA
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 3/4
Guru
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu
EDUKASI Modifikasi gaya hidup adalah cara yang efektif untuk mengatasi keluhan
dispepsia, sebagai berikut:
1. Atur pola makan seteratur mungkin
2. Hindari makanan berlemak tinggi yang menghambat pengosongan isi
lambung (coklat, keju, dan lain-lain)
3. Hindari makanan yang menimbulkan gas di lambung (kol, kubis,
kentang, melon, semangka, dan lain-lain)
4. Hindari makanan yang terlalu pedas dan minuman dengan kadar
caffeine dan alkohol
5. Hindari obat yang mengiritasi dinding lambung, seperti OAINS
6. Kelola stress psikologi seefisien mungkin
7. Berhenti merokok dan hindari makan sebelum waktu tidur
8. Hindari faktor-faktor yang membuat pencernaan terganggu, seperti
makan terlalu banyak, terutama makanan berat dan berminyak, makan
terlalu cepat, atau makan sesaat sebelum olahraga
9. Olahraga teratur (kurang lebih 30 menit dalam beberapa hari seminggu)
untuk mengurangi stress dan mengontrol berat badan, yang akan
mengurangi dispepsia
PROGNOSIS Qua ad vitam : Bonam
Qua ad functionam : Bonam
Qua ad sanationam : Bonam
LAMA RAWAT Rawat jalan, rawat inap bila terdapat tanda ALARM
TINGKAT EVIDENS/
I / II / III / IV A/B/C/D
REKOMENDASI
PENELAAH KRITIS SMF Penyakit Dalam
KEPUSTAKAAN - Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia. Dispepsia. In: Rani
AA, Soegondo S, Nazir A, et.al., editors. Panduan Pelayanan Medik
PB PAPDI. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI; 2006.
- Djojonigrat D. Dispepsia Fungsional. In Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
et.al, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 5th ed. Jakarta: Interna
Publishing; 2009.
- Talley NJ, Vakil N, and the Practice Parameters Committee of the
American College of Gastroenterology. Guidelines for the
management of dyspepsia. Am J Gastroenterol. 2005. 100: 2324-37.
- Appendix B: Rome III Diagnostic criteria for functional gastrointestinal
disorders. Am J Gastroenterol. 2010. 105:798–801.
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
DISPEPSIA
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 4/4
Guru
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu
Indikasi pembedahan:
- Pasien usia muda dengan struma besar dan tidak respons dengan obat
antitiroid
- Wanita hamil trimester kedua yang memerlukan obat dosis tinggi
- Alergi terhadap obat antitiroid, dan tidak dapat menerima terapi iodium
radioaktif
- Adenoma toksik, struma multinodosa toksik
- Penyakit Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul
EDUKASI Memberikan penjelasan mengenai penyakit dan lama pengobatan serta
faktor pencetus yang dapat memperberat penyakit.
PROGNOSIS Qua ad vitam : Bonam
Qua ad functionam : Bonam
Qua ad sanationam : Bonam
LAMA RAWAT Rawat jalan, rawat inap jika terdapat komplikasi ke jantung
TINGKAT EVIDENS/
I / II / III / IV A/B/C/D
REKOMENDASI
PENELAAH KRITIS SMF Penyakit Dalam
KEPUSTAKAAN - Djokomoeljanto R. Kelenjar Tiroid, Hipotiroidisme, dan Hipertiroidisme. In
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et.al, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, 5th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2009.
- Indonesian Society of Endocrinology. Indonesian Clinical Practice
Guidelines for Hyperthyrodism. JAFES. 2012. 27(1): 34-39.
- Tirotoksikosis. In Alwi I, Salim S, Hidayat R, et.al., editors.
Penatalaksanaan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam: Panduan Praktik Klinis.
Jakarta: Interna Publishing; 2015.
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
GASTROESOPHAGEAL REFLUX DISEASE
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 1/3
Guru
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu
Tanggal terbit Ditetapkan oleh
PANDUAN PRAKTIK Direktur Utama RSUD Batara Guru
KLINIS
(PPK) dr.Hj.Fatriwati Rifai
NIP. 19630807 200212 2 001
DEFINISI Gastroesophageal reflux disease (GERD) merupakan suatu keadaan akibat
refluks kandungan lambung ke dalam esofagus akibat kelemahan otot
sfingter esofagus bagian bawah (lower esophageal sfingter, LES).
Faktor risiko terjadinya GERD yaitu alkohol, hernia hiatus, obesitas,
kehamilan,scleroderma, rokok, obat-obatan (antikolinergik, penghambat
beta, penghambat kanal kalsium, antidepresan trisiklik)
ANAMNESIS - Keluhan paling sering: merasakan adanya makanan yang menyumbat di
dada, nyeri seperti rasa terbakar di dada yang meningkat dengan
membungkukkan badan, tiduran, makan; dan menghilang dengan
pemberian antasida.
- Keluhan lain (jarang): batuk atau asma, kesulitan menelan, hiccups,
suara serak atau perubahan suara, sakit tenggorokan.
- Perlu juga ditanyakan riwayat pemakaian obat-obatan.
PEMERIKSAAN FISIS Tidak ada pemeriksaan fisis yang khas pada GERD. Pemeriksaan laring
mungkin ditemukan inflamasi.
KRITERIA GERD-Questionner (GERD-Q)
DIAGNOSIS
Cobalah mengingat apa yang Anda rasakan dalam 7 hari terakhir.
Berikan tanda centang () hanya pada satu tempat untuk setiap pertanyaan
dan hitunglah poin GERD-Q Anda dengan menjumlahkan poin pada setiap
pertanyaan
Frekuensi skor (poin) untuk
gejala
No. Pertanyaan
0 hari 1 2-3 4-7
hari hari hari
Seberapa sering Anda mengalami
1. perasaan terbakar di bagian belakang 0 1 2 3
tulang dada Anda (heartburn)?
Seberapa sering Anda mengalami
2. naiknya isi lambung kearah 0 1 2 3
tenggorokan/mulut Anda (regurgitasi)?
Seberapa sering Anda mengalami nyeri
3. 3 2 1 0
ulu hati?
4. Seberapa sering Anda mengalami mual? 3 2 1 0
Seberapa sering Anda mengalami
kesulitan tidur malam oleh karena rasa
5. 0 1 2 3
terbakar di dada (heartburn) dan/atau
naiknya isi perut?
Seberapa sering Anda meminum obat
tambahan untuk rasa terbakar di dada
(heartburn) dan/atau naiknya isi perut
6. 0 1 2 3
(regurgitasi), selain yang diberikan oleh
dokter Anda? (seperti obat maag yang
dijual bebas)
Bila poin GERD-Q Anda < 7,
kemungkinan Anda tidak
menderita GERD
Hasil
Bila poin GERD-Q Anda 8-18,
kemungkinan Anda menderita
GERD
Tindakan endoskopi:
Dilakukan pada pasien GERD dengan komplikasi dengan koagulasi plasma
Argon, reseksi mukosa, ablasi radiofrekuensi dan ligasi
1. Barret’s esophagus
2. Striktur esofagus
3. Stenosis esofagus
EDUKASI - Mengubah gaya hidup dengan mengurangi makanan yang menstimulasi
sekresi asam dan tidak mengkonsumsi obat-obatan yang dapat
melemahkan LES (sedatif dan antidepresan trisiklik)
- Meminum obat secara teratur dan sesuai anjuran
PROGNOSIS Qua ad vitam : Bonam
Qua ad functionam : Bonam
Qua ad sanationam : Bonam
LAMA RAWAT Rawat jalan
TINGKAT EVIDENS/
I / II / III / IV A/B/C/D
REKOMENDASI
PENELAAH KRITIS SMF Penyakit Dalam
KEPUSTAKAAN - Makmun D. Penyakit Refluks Gastroesofageal. In Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, et.al., editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 5th
ed. Jakarta: Interna Publishing; 2009.
- Gastroesophageal Reflux Disease (GERD). In Alwi I, Salim S, Hidayat R,
et.al., editors. Penatalaksanaan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam: Panduan
Praktik Klinis. Jakarta: Interna Publishing; 2015.
- Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia. Revisi Konsensus Nasional
Penatalaksanaan Penyakit Refluks Gastroesofageal di Indonesia.
Jakarta: PGI; 2013.
Faktor risiko: usia, jenis kelamin, rute pajanan (oral atau parenteral), dan
riwayat atopi.
PEMERIKSAAN FISIS - Tampak sesak: frekuensi napas meningkat, sianosis karena edema laring
dan bronkospasme.
- Hipotensi.
- Takikardia, edema periorbital, hiperemi konjungtiva.
- Urtikaria atau eritema.
KRITERIA World Allergy Organization telah membuat beberapa kriteria reaksi
DIAGNOSIS anafilaktik sangat mungkin bila:
1. Onset gejala akut (menit-jam) yang melibatkan kulit, jaringan mukosa,
atau keduanya (misalnya urtikaria generalisata, pembengkakan
bibir/lidah/uvula) dan sedikitnya salah satu dari tanda berikut:
- Gangguan respirasi (misalnya sesak napas, wheezing akibat
bronkospame, stridor, penurunan arus puncak ekspirasi/APE,
hipoksemia).
- Penurunan tekanan darah atau gejala yang berkaitan dengan
kegagalan organ target (misalnya hipotonia, kolaps vaskuler,
sinkop, inkontinensia).
2. Dua atau lebih tanda berikut yang muncul segera (menit-jam) setelah
terpapar allergen yang mungkin, yaitu:
- Keterlibatan jaringan mukosa dan kulit.
- Gangguan respirasi.
- Penurunan tekanan darah atau gejala yang berkaitan dengan
kegagalan organ target.
- Gejala gastrointestinal yang persisten (misalnya kram abdomen,
muntah).
3. Penurunan tekanan darah segera (menit-jam) setelah terpapar allergen
yang telah diketahui, sesuai kriteria berikut:
- Bayi dan anak: tekanan sistolik rendah (menurut umur) atau terjadi
penurunan >30% dari tekanan sistolik sebelumnya.
- Dewasa: tekanan sistolik <90 mmHg atau terjadi penurunan >30%
dari tekanan sistolik sebelumnya.
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
RENJATAN ANAFILAKTIK
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 2/3
Guru
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu
PEMERIKSAAN Darah rutin, ureum, kreatinin, elektrolit, EKG.
PENUNJANG
DIAGNOSIS Renjatan kardiogenik, renjatan hipovolemik, serangan asma akut, serangan
BANDING panik, kelainan neurologis akut (kejang, strok).
TATA LAKSANA A. Untuk renjatan :
1. Posisi trendelenburg atau berbaring dengan kedua tungkai
diangkat/diganjal akan membantu menaikkan venous return
sehingga tekanan darah ikut meningkat.
2. Adrenalin larutan 1 : 1000, 0,3-0,5 ml intramuskular pada lengan
atas atau paha dapat diulangi 5-10 menit. Jika respon pemberian
secara intramuskuler kurang efektif, dapat diberikan secara
intravena sebagai berikut: 0,1-0,2 ml adrenalin dilarutkan dalam 10
ml NaCl 0,9% dan diberikan secara perlahan.
3. Pasang tourniqet proksimal dari suntikan atau sengatan serangga,
dilonggarkan 1-2 menit setiap 10 menit.
4. Oksigen bila sesak, mengi, sianosis 3-5 L/menit dengan sungkup
atau kanul nasal
5. Antihistamin dan kortikosteroid intravena dapat diberikan kemudian
untuk mencegah komplikasi selanjutnya berupa serum sickness.
Antihistamin yang digunakan difenhidramin 5-20 mg IV, sedangkan
kortikosteroid yang digunakan adalah deksametason 5-10 mg IV
atau hidrokortison 100-250 mg IV.
6. Resusitasi jantung paru (RJP), seandainya terjadi henti jantung
sesuai dengan falsafah ABC dan seterusnya.
Rawat pasien di ICU bila dengan tindakan di atas tidak membaik,
dilanjutkan dengan terapi:
2
1. IVFD Dekstrosa 5% dalam 0,45% NaCl 2-3 L/m permukaan tubuh
2. Dopamin 0,3-1,2 mg/kgBB/jam bila tekanan darah tidak membaik
3. Kortikosteroid 7-10 mg hidrokortison/kgBB intravena dilanjutkan 5
mg/kgBB tiap 6 jam, yang dihentikan setelah 72 jam.
B. Bila disertai spasme bronkus maka pada pasien diberikan inhalasi
beta-2 agnosis.
Jika spasme bronkus menetap aminofilin 4-6 mg/kgBB dilarutkan dalam
NaCl 0,9% 10 ml diberikan perlahan-lahan dalam 20 menit, bila perlu
dilanjutkan dengan infus aminofilin 0,2-1,2 mg/kgBB/jam.
C. Bila disertai edema hebat saluran napas atas maka pada pasien
dilakukan intubasi dan trakeostomi
D. Pemantauan paling sedikit 24 jam
EDUKASI - Keluarga perlu diberitahukan mengenai penyuntikan apapun bentuknya
terutama obat-obat yang telah dilaporkan bersifat antigen (serum,
penicillin, anestesi lokal, dsb) harus selalu waspada untuk timbulnya
reaksi anafilaksis.
- Jangan mencoba menyuntikkan obat yang sama bila sebelumnya pernah
ada riwayat alergi.
PROGNOSIS Qua ad vitam : Malam bila tidak segera ditangani
Qua ad functionam : Dubia
Qua ad sanationam : Dubia
LAMA RAWAT Tergantung derajat renjatan anafilaktik
TINGKAT EVIDENS/
I / II / III / IV A/B/C/D
REKOMENDASI
PENELAAH KRITIS SMF Penyakit Dalam
Lanjut…
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
MALARIA
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 3/5
Guru
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu
TATA LAKSANA Lanjutan…
Dosis doksisiklin
Jumlah tablet per hari menurut berat badan
6-19 20-29 30-44 45-59
<5 kg >60 kg
Hari Jenis obat kg kg kg kg
2 bln - 10-14
0-1 bln >8 thn >15 thn >15 thn
8 thn thn
1-7 Doksisiklin - - 2x25mg 2x50mg 2x75mg 2x100mg
Dosis tetrasiklin
Jumlah tablet per hari menurut berat badan
11- 18-
<5 6-10 31-40 41-49 50-59 >60
17 30
Hari Jenis obat kg kg kg kg kg kg
kg kg
0-1 2-11 1-4 5-8 >8-14 >15 >15 >15
bln bln thn thn thn thn thn thn
Tetrasiklin - - - - 4x125 4x125 4x125 4x125
1-7
mg mg mg mg
Kina + Primakuin
2) Artemeter
Sediaan: ampul berisi 80 mg artemeter dalam larutan minyak
Dosis:
- 3,2 mg/kgBB secara im
- 1,6 mg/kgBB per hari sampai pasien dapat minum obat
- Apabila pasien sudah dapat minum obat dilanjutkan dengan ACT
per oral selama 3 hari + primakuin (sesuai pengobatan lini pertama)
3) Kina parenteral
Sediaan: ampul berisi 500 mg kina hidroklorida 25% per 2 ml
Dosis:
- Loading dose: 20 mg/kgBB dilarutkan dalam 500 ml D5% diberikan
selama 4 jam pertama
- Selanjutnya cairan D5% atau NaCl 0,9% selama 4 jam kedua.
- Dosis maintenance: 10 mg/kgBB dalam 500 ml D5% selama 4 jam,
bergantian dengan cairan D5% atau NaCl 0,9% sampai pasien
dapat minum obat.
- Apabila pasien sudah dapat minum obat diberikan kina per oral
dengan dosis 10 mg/kgBB/kali sebanyak 3 x sehari dengan dosis
total selama 7 hari sejak pemberian kina per infus.
Keterangan:
- Kina tidak boleh diberikan secara bolus intravena karena bersifat
kardiotoksik
- Pada penderita ginjal dosis 1/2-1/3 dosis lazim.
- Dosis maksimal 2.000 mg/hari.
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
MALARIA
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 5/5
Guru
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu
TATA LAKSANA Pengobatan pada ibu hamil
Pengobatan pada ibu hamil prinsipnya sama dengan pengobatan pada
orang dewasa lainnya. Perbedaannya adalah pemberian obat malaria
disesuaikan berdasarkan umur kehamilan. ACT tidak boleh diberikan pada
trimester 1 dan primakuin tidak boleh diberikan sama sekali pada ibu hamil.
Pengobatan malaria falsiparum
Umur kehamilan Pengobatan
Trimester 1 Kina 3x2 tab + Klindamisin 2x300 mg selama 7 hari
Trimester 2 ACT tablet selama 3 hari
Trimester 3 ACT tablet selama 3 hari
Pengobatan malaria vivaks
Umur kehamilan Pengobatan
Trimester 1 Kina 3x2 tab
Trimester 2 ACT tablet selama 3 hari
Trimester 3 ACT tablet selama 3 hari
Pengobatan malaria berat pada ibu hamil dilakukan dengan memberikan
Kina HCl secara parenteral pada trimester 1 dan artesunat/artemeter injeksi
pada trimester 2 dan 3.
EDUKASI - Mengetahui segala hal yang berisiko untuk terkena malaria, habitat
nyamuk Anopheles.
- Hindari gigitan nyamuk dengan memakai kelambu pada saat tidur, spray
atau lotion anti nyamuk.
- Membersihkan daerah yang memungkinkan untuk menjadi sarang
nyamuk.
- Pemberian kemoprofilaksis pada seseorang yang akan melakukan
perjalanan ke daerah endemis malaria dengan doksisiklin dosis 100 mg/
hari, diberikan 1-2 hari sebelum keberangkatan sampai 4 minggu setelah
meninggalkan daerah tersebut. Kontraindikasi pada ibu hamil dan anak <
8 tahun.
PROGNOSIS Qua ad vitam : Bonam
Qua ad functionam : Bonam
Qua ad sanationam : Bonam
Pada malaria berat prognosisnya dubia et malam
LAMA RAWAT Rawat jalan pada pasien tanpa komplikasi
Rawat inap pada malaria dengan komplikasi (malaria berat): 5-10 hari
TINGKAT EVIDENS/
I / II / III / IV A/B/C/D
REKOMENDASI
PENELAAH KRITIS SMF Penyakit Dalam
KEPUSTAKAAN - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit & Penyehatan Lingkungan. Permenkes No.5
Tahun 2013 Tentang Pedoman Tata Laksana Malaria. Jakarta. 2015.
- Harijanto PN. Malaria. In Sudoyo K, Setiyohadi B, Alwi I, et.al, editors.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD
FKUI; 2009.
- Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam. Malaria. In Alwi I, Salim
S, Hidayat R, et.al, editors. Penatalaksanaan di Bidang Ilmu Penyakit
Dalam: Panduan Praktik Klinis. Jakarta: Interna Publishing; 2015.
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
GANGGUAN GINJAL AKUT
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 1/2
RSUD Batara Guru Guru
Kabupaten Luwu
PANDUAN PRAKTIK
KLINIS
(PPK)
DEFINISI Gangguan ginjal akut (GgGA) atau acute kidney injury (AKI) merupakan
kelainan ginjal struktural dan fungsional dalam 48 jam yang diketahui
melalui pemeriksaan darah, urin, jaringan, atau radiologis.
ANAMNESIS 1. Suspek pre renal azotemia: muntah, diare, poliuria akibat glukosuria,
riwayat konsumsi obat termasuk diuretik, anti steroid non-inflamasi
(OAINS), ACE inhibitor, atau angiotensin receptor blocker (ARB).
2. Kolik pinggang yang menjalar ke daerah genital: sugestif obstruksi
ureter.
3. Nokturia dan gangguan berkemih lain dapat muncul pada penyakit
prostat.
4. Suspek post renal: riwayat penyakit prostat, batu ginjal, atau keganasan
pelvis atau paraaorta.
PEMERIKSAAN FISIS Hipotensi ortostatik, takikardi, tekanan vena jugularis menurun, turgor
kulit menurun, dan membran mukosa kering.
Perut kembung dan nyeri suprapubik: pembesaran kandung kemih.
AKI dengan purpura palpable, perdarahan paru, atau sinusitis: sugestif
vaskulitis sistemik.
Reaksi idiosinkrasi (demam, artralgia, rash kemerahan yang gatal):
suspek nefritis intersisial alergi.
Tanda iskemik pada ekstremitas bawah positif: suspek rhadbomiolisis.
KRITERIA Kriteria diagnosis AKI menurut the International Kidney Disease: Improving
DIAGNOSIS Global Outcomes (KDIGO) sebagai berikut:
- Peningkatan serum kreatinin > 0,3 mg/dL dalam 48 jam atau
- Peningkatan serum kreatinin > 1,5x baseline yang terjadi atau
diasumsikan terjadi dalam kurun waktu 7 hari sebelumnya, atau
- Volume urin < 0,5 ml/kgBB/jam selama > 6 jam
Stadium AKI berdasarkan derajat keparahannya
Stadium Kriteria serum kreatinin Kriteria urin output
1 1,5 – 1,9x baseline atau < 0,5 ml/kgBB/jam
> 0,3 mg/dL selama 6-12 jam
2 < 0,5 ml/kgBB/jam
2 – 2,9x baseline
selama > 12 jam
3 3x baseline atau
Meningkat > 4,0 mg/dL atau
Inisiasi terapi pengganti ginjal (TPG) < 0,3 ml/kgBB/jam
atau selama > 24 jam atau
Pasien <18 tahun dengan Anuria selama 12 jam
penurunan LFG <35 mL/menit per
2
1,73 m
LFG: laju filtrasi glomerulus
PEMERIKSAAN 1. Laboratorium: DPL, urinalisis, sedimen urin, serum ureum, kreatinin;
PENUNJANG elektrolit dan pemeriksaan antibody (bila memungkinkan).
2. Radiologis: Foto polos abdomen, USG ginjal dan traktus urinarius.
DIAGNOSIS Penyakit ginjal kronik, syok sepsis, nefropati kontras, glomerulonefritis/
BANDING vaskulitis, haemolytic uremic syndrome (HUS), obstruksi traktus urinarius
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
GANGGUAN GINJAL AKUT
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 2/2
Guru
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu
TATA LAKSANA 1. Asupan nutrisi
Pemberian nutrisi enteral lebih disukai.
Total kalori per hari 20-30 kkal/kgBB pada semua stadium.
Hindari restriksi protein.
Kebutuhan protein per hari:
- AKI non-katabolik tanpa dialisis: 0,8-1 gr/kgBB
- AKI dalam terapi pengganti ginjal (TPG): 1-1,5 gr/kgBB
- AKI hiperkatabolik dengan TPG kontinu maksimal 1,7 gr/kgBB
2. Asupan cairan dan terapi farmakologis
Tentukan status hidrasi pasien, bila tidak ada syok hemoragik infus
kristaloid isotonik.
Pada pasien dengan syok vasomotor berikan vasopresor dengan
cairan intravena.
Pada setting perioperatif atau syok sepsis, sesuai dengan protokol
perioperatif atau syok sepsis.
Diuretik diberikan hanya pada kondisi volume overload.
3. Intervensi dialisis
Indikasi dialisis:
- Terapi yang sudah diberikan tidak mampu mengontrol volume
overload, hiperkalemia, asidosis, ingesti zat toksik.
- Komplikasi uremia berat: asterixis, efusi pericardial, ensefalopati,
uremic bleeding.
Inisiasi dialisis secepatnya pada keadaan gangguan cairan,
elektrolit, keseimbangan asam-basa yang mengancam nyawa.
Pertimbangkan kondisi klinis lain yang dapat dimodifikasi melalui
dialisis (tidak hanya rasio BUN:kreatinin saja).
Gangguan ginjal akut stadium 3.
Diskontinu dialisis bila tidak lagi dibutuhkan (fungsi intrinsik ginjal
telah pulih) atau jika dialisis tidak lagi memenuhi tujuan terapi.
EDUKASI Penjelasan perjalanan penyakit, komplikasi, rencana perawatan dan
tindakan.
Penjelasan tindakan terapi pengganti ginjal, termasuk komplikasi.
Konsultasi gizi.
Modifikasi gaya hidup : berhenti merokok, kurangi asupan protein, lemak
dan garam dan olahraga teratur.
PROGNOSIS Qua ad vitam : bonam - malam
Qua ad functionam : bonam - malam
Qua ad sanationam : bonam - malam
LAMA RAWAT Tergantung pada kondisi, penyebab dan penyakit komorbid pasien. Lama
rawat sekitar 5-10 hari.
TINGKAT EVIDENS/
I / II / III / IV A/B/C/D
REKOMENDASI
PENELAAH KRITIS SMF Penyakit Dalam
KEPUSTAKAAN - Bonventre J, Waikar S. Acute Kidney Injury. In Longo DL, Fauci AS,
Kasper DL, et.al, editors. Harrison’s Principle of Internal Medicine.
18th ed. New York: McGraw-Hill; 2012.
- Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam. Gangguan Ginjal Akut. In
Alwi I, Salim S, Hidayat R, et.al, editors. Penatalaksanaan di Bidang
Ilmu Penyakit Dalam: Panduan Praktik Klinis. Jakarta: Interna
Publishing; 2015.
- Roesli RMA. Diagnosis dan Pengelolaan Gangguan Ginjal Akut. 2nd ed.
Bandung: Pusat Penerbitan Ilmiah IPD FK-Unpad; 2012.
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
PENYAKIT GINJAL KRONIK
No. Dokumen No. Revisi Halaman
…./PPK/RSUDBatara - 1/4
RSUD Batara Guru Guru
Kabupaten Luwu
PANDUAN PRAKTIK
KLINIS
(PPK)
DEFINISI Penyakit ginjal kronik (PGK) atau chronic kidney disease (CKD) adalah
suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan
penurunan fungsi ginjal (laju filtasi glomerulus, LFG) yang progresif, yang
terjadi dalam waktu ≥ 3 bulan dan pada akhirnya berakhir dengan gagal
ginjal.
Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan
fungsi ginjal yang irreversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi
pengganti ginjal yang tetap berupa dialisis atau transplantasi ginjal.
ANAMNESIS Riwayat hipertensi, DM, ISK, batu saluran kemih, hiperurisemia, lupus.
Riwayat hipertensi dalam kehamilan (pre-eklamsia, abortus spontan).
Riwayat konsumsi obat OAINS, penisilamin, antimikroba, kemoterapi,
anti retroviral, atau paparan zat kontras.
Evaluasi sindrom uremia: lemah, nafsu makan menurun, berat badan
menurun, mual, muntah, nokturia, edema perifer, kram otot, kejang,
sampai penurunan kesadaran.
Riwayat penyakit ginjal pada keluarga, juga evaluasi manifestasi sistem
organ seperti auditorik, visual, kulit, dan lainnya untuk menilai
kemungkinan PGK yang diturunkan (sindrom Alport atau Fabry) atau
paparan nefrotoksin dari lingkungan (logam berat).
PEMERIKSAAN FISIS Difokuskan kepada peningkatan tekanan darah dan kerusakan target
organ.
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit: edema, polineuropati.
Gangguan endokrin-metabolik: amenorea, malnutrisi
Gangguan saluran cerna: anoreksia, uremic fetor
Gangguan neuromuskuler: letargi, asterixis, restless leg syndrome,
miopati
Gangguan dermatologi: hiperpigmentasi, pruritus, uremic frost
KRITERIA 1. Kerusakan ginjal struktural atau fungsional selama ≥ 3 bulan
DIAGNOSIS dengan/tanpa penurunan LFG.
2. LFG ≤ 60 ml/menit/1,73m ≥ 3 bulan dengan/tanpa kerusakan ginjal.
2
Terapi Konservatif
Pengobatan hipertensi. Target penurunan tekanan darah yang
dianjurkan < 140/90 mmHg. Dapat diberikan penghambat EKA dan
ARB.
Pembatasan asupan protein, dimulai ketika LFG ≤ 60 ml/menit.
Jumlah asupan protein yang dianjurkan 0,6-0,8 gr/kgBB/hari. Pada
pasien stadium akhir, asupan protein ditingkatkan menjadi 0,9 gr/kgBB/
hari yang terdiri dari protein dengan nilai biologi tinggi.
Retriksi fosfor. diatasi dengan membatasi diet fosfat, yaitu sebanyak
600-800 mg/hari. Memberi pengikat fosfat, misalnya CaCO3 dan
calcium asetat.
Anjuran nutrisi pada PGK berdasarkan LFG
Asupan protein Asupan kalori Fosfat
LFG
(gr/kgBB ideal/hari) (gr/kgBB ideal/hari) (gr/kgBB/hari)
> 60 0,75 Tdk dibatasi
0,6-0,8; termasuk 0,35
25 – 60 g/kgBB/hari protein 30 – 35 < 10
nilai protein tinggi
0,6-0,8; termasuk 0,35
g/kgBB/hari protein
nilai protein tinggi atau
5 – 25 30 – 35 < 10
0,3 g asam amino
esensial atau asam
keton
0,8 (+1 g protein/ gram
< 60 proteinuria atau 0,3
(sindrom g/kgBB tambahan 30 – 35 <9
nefrotik) asam amino esensial
atau asam keton)
Interpretasi:
- Gambaran CRBBB disertai inversi gelombang T pada lead V1-V4
- Terdapat right axis deviation
- Terdapat pola S1 Q3 T3
- Persisten gelombang S pada lead V4-6, menunjukkan adanya RVH
DIAGNOSIS
BANDING
TATA LAKSANA
EDUKASI
PROGNOSIS Qua ad vitam :
Qua ad functionam :
Qua ad sanationam :
LAMA RAWAT
TINGKAT EVIDENS/
REKOMENDASI
PENELAAH KRITIS
KEPUSTAKAAN Tapson VF. Acute pulmonary embolism. N Engl J Med. 2008, 358, 1037-
1052
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
SEPSIS DAN RENJATAN SEPTIK
No. Dokumen No. Revisi Halaman
1/6
RSUD Batara Guru
Kabupaten Luwu
PANDUAN PRAKTIK
KLINIS
(PPK)
DEFINISI Sepsis didefinisikan sebagai disfungsi organ yang mengancam nyawa
akibat disregulasi atau ketidakseimbangan respon tubuh terhadap adanya
infeksi.
Renjatan septik merupakan bagian dari sepsis yang didasari dari kegagalan
sirkulasi dan metabolik selular yang dapat meningkatkan mortalitas dengan
signifikan. Pasien renjatan septik ditandai dengan:
- hipotensi menetap sehingga membutuhkan vasopressor untuk
mempertahankan MAP > 65 mmHg,
- peningkatan nilai laktat > 2 mmol/L meskipun telah mendapat resusitasi
cairan yang adekuat.
ANAMNESIS Menentukan apakah infeksi didapat dari komunitas, nosokomial, atau
apakah pasien imunokompromais.
Demam
Sesak napas
Perubahan status mental, disorientasi, bingung
Perdarahan
Mual, muntah, diare, ileus
PEMERIKSAAN FISIS Hipotensi, sianosis
Nekrosis iskemik jaringan perifer, umumnya jari
Selulitis, pustule, bulla atau lesi hemoragik pada kulit
Ikterus
Pemeriksaan fisis lengkap untuk mencari sumber infeksi
KRITERIA
Tabel 1. Kriteria disfungsi organ atau hipoperfusi jaringan akibat sepsis
DIAGNOSIS
Terdapat salah satu dari di bawah ini akibat sepsis:
Hipotensi akibat sepsis
Kadar laktat > 2 mmol/L
Produksi urin < 0,5 cc/kgBB/jam, lebih dari 2 jam meskipun sudah
diresusitasi cairan adekuat
Acute lung injury dengan PaO2/FiO2< 250 mmHg tanpa ada
pneumonia sebagai sumber infeksi
Acute lung injury dengan PaO2/FiO2< 200 mmHg dengan pneumonia
sebagai sumber infeksi
Kreatinin > 2 mg/dl
Bilirubin > 2 mg/dl
Trombosit < 100.000/ mm3
Koagulopati (INR > 1,5)
Sepsis Bundles
HARUS DILENGKAPI DALAM 3 JAM KEDATANGAN
1. Hitung nilai awal laktat
2. Ambil kultur darah sebelum pemberian antibioik
3. Berikan antibiotik spektrum luas
4. Berikan kristaloid 30 ml/kgBB pada hipotensi atau nilai awal laktat > 4
mmol/L
HARUS DILENGKAPI DALAM 6 JAM KEDATANGAN
5. Berikan vasopresor (untuk hipotensi yang tidak respon pada
resusitasi cairan dini) untuk mempertahankan MAP > 65 mmHg
6. Pada hipotensi yang menetap setelah pemberian cairan yang
adekuat (MAP < 65 mmHg) atau nilai laktat awal > 4 mmol/L, nilai
ulang status volum pasien dan perfusi jaringan berdasarkan tabel 5
7. Nilai ulang laktat bila nilai awal laktat meningkat
Terapi antimikroba
Berikan antibiotik empirik dengan konsentrasi adekuat pada 1 jam pertama
terdiagnosis sepsis. Pemberian antibiotik harus dinilai setiap hari untuk
kemungkinan de-eskalasi. Gunakan kombinasi antibiotik untuk pasien syok
sepsis, pasien netropeni, dan pasien dengan infeksi bakteri patogen MDR
(multi drug resistant). Durasi terapi berkisar 7-10 hari.
Terapi cairan
Cairan inisial untuk resusitasi pasien sepsis dan syok sepsis adalah cairan
kristaloid. Hindari penggunaan HES. Resusitasi awal pasien sepsis dan
syok sepsis yaitu dengan pemberian kristaloid sebanyak 30 ml/kgBB.
Vasopresor
Terapi vasopresor inisial ditargetkan untuk tercapainya nilai minimal MAP >
65 mmHg. Pilihan pertamanya adalah norepinefrin. Epinefrin dapat
ditambahkan atau bahkan menggantikan NE (bila tidak ada), untuk
mencapai target minimal MAP.
Inotropik
Pada pasien dengan disfungsi miokard dapat digunakan dobutamin sebagai
inotropik.
Kortikosteroid
Jangan menggunakan hidrokortison intravena untuk terapi syok sepsis
apalagi bila MAP sudah tercapai dengan penggunaan vasopresor dan/atau
inotropik. Kortikosteroid tidak diberikan.
Terapi Bikarbonat
Tidak menggunakan terapi Natrium bikarbonat untuk tujuan memperbaiki
hemodinamik atau menurunkan dosis vasopresor pada pasien hipoperfusi
akibat asidosis laktat dengan pH > 7,15.
Pengelolaan nutrisi
Selama toleransi baik utamakan pemberian diet melalui oral atau
enteral, puasa atau pemberian dextrose intravena sejak diagnosis sepsis
ditegakkan sebaiknya tidak lebih dari 48 jam. Hindari pemberian diet kalori
penuh pada minggu pertama, sebaiknya mulai dengan dosis rendah dulu
(500 kkal/hari). Pemberian nutrisi enteral lebih baik daripada TPN.
EDUKASI --
PROGNOSIS Qua ad vitam : dubia
Qua ad functionam : dubia
Qua ad sanationam : dubia
LAMA RAWAT Tergantung penyakit dasar dan ada tidaknya penyakit komorbid
TINGKAT EVIDENS/
I / II / III / IV A/B/C/D
REKOMENDASI
PENELAAH KRITIS SMF Penyakit Dalam
KEPUSTAKAAN 1. Singer M, Deutschman CS, et al: The third international consensus
definitions for sepsis and septic shock (sepsis-3). JAMA 2016;
315(8): 801-10.
2. Seymour M, Liu VX, et al: Assesment of clinical criteria for sepsis:
for the third international consensus definition for sepsis and septic
shock (Sepsis-3). JAMA. 2016 Feb 23; 315(8): 762-74.
SMF ILMU PENYAKIT DALAM – RSUD BATARA GURU KAB
LUWU
TATA LAKSANA KASUS
SEPSIS DAN RENJATAN SEPTIK
No. Dokumen No. Revisi Halaman
5/6