Anda di halaman 1dari 16

Mata Kuliah : Isu Kontemporer dalam Keperawatan

Fasilitator : Nurhaya Nurdin, S.Kep.,Ns.,MN.,MPH

PERAN PERAWAT
DALAM EVIDENCE-BASED PRACTICE (EBP)

Disusun oleh:

TRI AYU YUNIYANTI (C012171033)

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2017

Kata Pengantar
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa dengan
selesainya tugas mata kuliah Isu Kontemporer dalam Keperawatan yang
berjudul “Peran Perawat dalam Evidence-Based Practice (EBP)”. Banyak
kendala yang dihadapi oleh penulis dalam menyelesaikan tugas ini, namun
berkat bantuan dan kerjasama berbagai pihak, maka tugas ini dapat selesai
pada waktunya.

Akhir kata penulis menyadari bahwa penulisan tugas ini masih jauh dari
kesempurnaan, sehingga kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat
penulis butuhkan. Semoga tugas ini bermanfaat bagi para pembaca sekalian.

Makassar, 10 Desember 2017

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman Sampul
Kata Pengantar .................................................................................... i
Daftar Isi ............................................................................................... ii
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Skenario .......................................................................................... 2
C. Literature review dan Pembahasan .............................................. 3
D. Kesimpulan ..................................................................................... 10
Daftar Pustaka

PERAN PERAWAT
DALAM EVIDENCE-BASED PRACTICE (EBP)
A. LATAR BELAKANG
Patient-Centered Care (PCC) merupakan paradigma baru dalam
pelayanan kesehatan. Bentuk pelayanan kesehatan ini telah lama
diterapkan sebagai salah satu upaya dalam peningkatan mutu pelayanan
kesehatan berfokus pada pasien. Perubahan paradigma ini menuntut
profesi keperawatan untuk berubah, bagaimana praktisi keperawatan dapat
menggunakan EBP sebagai salah satu pendekatan terbaik dalam
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan berfokus pada patient-centre
care(Pashaepoor et al.,2017).
Penelitian keperawatan dimulai dengan karya Florence Nightingale
selama Perang Krim. Karya pertama Florence berjudul Notes on Nursing,
yang menjelaskan aktivitas penelitian yang berfokus pada pentingnya
lingkungan yang sehat dalam mendorong kesehatan fisik dan mental
pasien (patient’s physical and mental wellbeing).Florence mengidentifiksi
dan mengumpulkan data tentang lingkungan, seperti ventilasi, kebersihan,
temperatur atau kesterilan air serta diet untuk menentukan pengaruhnya
terhadap kesehatan klien.Florence juga mengumpulkan data tentang
morbiditas dan mortalitas pada tentara di Perang Krim dan mengidentifikasi
faktor-faktor yang mempengaruhinya. Hasil penelitian tersebut berhasil
mengubah sikap militer dan masyarakat dalam memelihara penderita sakit.
Masyarakat pun mulai menerima tanggung jawab untuk menguji kebersihan
dan kesterilan air konsumsi, perbaikan sanitasi, mengurangi morbiditas dan
mortalitas. Selain itu Florence juga memiliki berbagai metode dalam
pengumpulan dan mempresentasikan data menggunakan diagram
bipolar/ilustrasi grafis yang ia ciptakan sendiri (Aligood, 2014).
Evidence-based practice (EBP) telah menjadi isu internasional selama
beberapa tahun terakhir. World Health Organization dan European
Commission menekankan bahwa pelayanan sosial dan kesehatan harus
berbasis research evidence (Stokke et al.,2014). Saat ini, EBP diharapkan
dapat meningkatkan kualitas pelayanan dan patient safety dalam
kesehatan, sehingga profesi kesehatan dianjurkan untuk menerapkan
praktik berbasis evidence (BostrÖm et al.,2013). Beberapa hasil penelitian
terdahulu menunjukkan bahwa perawat jarang menggunakan hasil-hasil
penelitian dalam praktik sehari-hari mereka, dan mereka cendrung
menggunakan pengetahuan yang berasal dari pengalaman dan interaksi
sosial (Stokke et al.,2014).
Evidence-based practice(EBP) berarti membuat suatu keputusan
dengan teliti, tegas dan bijaksana menggunakan bukti atau data terbaik dari
berbagai sumber dalam mengambil berbagai keputusan yang tepat
(Barends et al., 2017). Sedangkan menurut Kyriakoulis et al. (2016) EBP
adalah interpretasi dari hasil-hasil penelitian terbaik yang dapat diterapkan
pada berbagai pasien dengan latar belakang yang berbada.Perawat
sebagai salah satu profesi kesehatan memiliki peran yang sangat penting
dalam meningkatkan kualitas perawatan dan pelayan
kesehatan,denganmenggunakan evidence dalam praktik sehari-hari
(Flodgren et al.,2012).
Menurut penulis EBP sangat penting, selain merupakan standar
utama dalam meningkatkan keamanan dan kualitas pelayanan kesehatan,
EBP juga meningkatkan keterampilan perawat dalam membuat keputusan
klinis yang tepat bagi perawatan pasien berdasarkan pada evidence.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis akan menjelaskan lebih jauh
tentang pentingnya pengambilan keputusan klinis berbasis evidence bagi
perawat

B. SKENARIO
Ns.T bingung, tidak memahami kenapa harus mengikuti mata kuliah
penelitian dalam keperawatan padahal ia hanya bercita-cita menjadi
perawat pelaksana di ruang perawatan bedah. Ns.T bertanya-bertanya
dalam hati tentang: apa itu penelitian?, apa itu evidence-based practice?,
mengapa mata kuliah ini ada di kurikulum keperawatan?, apa hubungannya
nursing research dan evidence dengan nursing skill?. Ns.T merasa dapat
melakukan praktik keperawatan dengan baik walau hanya dengan
menerapkan apa yang telah dipelajari selama di bangku kuliah baik teori
maupun praktika.
Namun setelah lulus dan bekerja pandangan Ns.T tentang nursing
research dan evidence berubah. Ns.T menghadapi banyak permasalahan
terkait perawatan pasien yang semakin kompleks, sehingga Ns.T mulai
mempertanyakan tentang bagaimana memperbaiki/meningkatkan
perawatan yang diberikan kepada pasien, dan bagaimana Ns.T bisa terlibat
lebih jauh dalam penerapan EBP ditempat kerjanya sehingga kualitas
perawatan dan pelayanan pasien lebih aman dan berkualitas. Ns.T
memutuskan untuk mereview kembali pengetahuannya tentang penelitian
dan EBP, lebih banyak membaca hasil-hasil penelitian yang implikasinya
dapat diterapkan di unit perawatan bedah tempatnya bekerja.

C. LITERATURE REVIEW DAN PEMBAHASAN


Berdasarkan skenario diatas penulis melihat bahwa isu-isu terkait
EBP diawali dengan bagaimana menyiapkan praktisi keperawatan yang
dapat memberikan perawatan yang efektif pada berbagai pelayanan
kesehatan baik nasional maupun internasional. Farokhzadian et al. (2015)
menyatakan bahwa EBP dikenal sebagai gold-standard bagi perawatan
yang aman dan berkualitas. EBP dapat didefinisikan sebagai integrasi
evidence ke dalam struktur organisasi klinis dan menjadikannya sebagai
norma organisasi (Stetler et al.,2014). Sedangkan Pashaeypoor et al.
(2017) menyatakan bahwa EBP adalah sebuah proses, yang dibutuhkan
dalam mengambil keputusan klinis dan sebagai respon terhadap
pertanyaan-pertanyaan klinis.
Pada dekade kedua abad kedua puluh satu ini, sasaran EBP adalah
dokter, pelajar, pendidik, administrator,dan pembuat kebijakan (Cherry
&Jacob,2014). Sedangkan menurut Flodgren et al. (2012) sasaran EBP
adalah profesi kesehatan baik yang bekerja pada tatanan praktik klinik
maupun institusi pendidikan. Manfaat yang diperoleh dari penerapan EBP
antara lain:
1. Dapat meningkatkan kualitas perawatan dan patient safety.
2. Merupakan salah satu kompetensi utama dalam pendidikan profesi
kesehatan.
3. Meningkatkan keterampilan perawat dalam pengkajian kebutuhan
pasien dan menentukan intervensi yang tepat (BostrÖm et al.,2013).
Sejak tahun 2003, EBP dianggap sebagai salah satu kompetensi
utama bagi profesi kesehatan. Ruzafa-Martinez et al. (2013) menemukan
bahwa sistem pendidikan di beberapa negara Eropa mengalami reformasi
dan harmonisasi, dimana mereka mengembangkan sebuah metode
pembelajaran yaitu competence-based education (CBE), dengan
karakteristik utamanya adalah berorientasi pada praktik profesional;
learner-centered; proses pembelajaran sebagai pusat; yang merupakan
sebuah pendekatan konstruktif. Di Spayol, pemerintah telah menetapkan
sebuah revisi kurikulum, model mengajar dan defenisi dari kompetensi
pada semua tingkatan, termasuk pada ilmu pengetahuan kesehatan
(keperawatan, kedokteran, dll). Sedangkan pada lulusan diploma IV
keperawatan, salah satu komptensi yang harus dimiliki adalah keterampilan
menggunakan EBP dalam mengambil keputusan klinis. Di Indonesia,
khususnya Universitas Hasanudin telah memasukkan EBP sebagai salah
satu mata kuliah yang harus ditempuh oleh mahasiswa Program Magister
Ilmu Keperawatan pada semester dua.
Menurut penulis, kurikulum keperawatan harus memuat capaian
kompetensi tentang bagaimana memperoleh dan mengembangkan
pengetahuan, sikap dan keterampilan terkait EBP. Selain itu, EBP
merupakan jembatan penghubung antara penelitian dan praktik saat ini.
Namun menemukan metode mengajar EBP yang tepat merupakan
tantangan tersendiri. Berbagai pendekatan telah digunakan untuk
memperkenalkan dan mengajarkan EBP seperti seminar, klub-klub
perkumpulan membaca jurnal, modul berbasis komputer, belajar jarak jauh,
penggunaan DVD, pembelajaran kelas didaktik,role model, dan sebagainya
(Pashaeypoor et al.,2017). Berbagai metode pembelajaran tersebut
membutuhkan peran serta dan keterampilan mahasiswa untuk mencari,
mengkritisi, dan menentukan apakah hasil-hasil penelitian tersebut dapat
menjawab pertanyaan-pertanyaan klinis. Namun yang tak kalah penting
adalah bagaimana Evidence-based teaching dapat dipindahkan kedalam
praktik klinik.
Pashaeypoor et al.(2017) menjelaskan bahwa salah satu model
pembelajaran kreatif dan efektif yang paling banyak digunakan untuk
membantu mahasiswa mancapai keterampilan EBP adalah Roger’s
diffusion of innovation (DOI). DOI merupakan strategi mengajar yang
dikenal sebagai innovation-decision process terdiri dari; pengetahuan,
persuasi, keputusan, implementasi dan konfirmasi. Bagaimana mahasiswa
menggunakan pengetahuan dan pendekatan persuasi dalam pengambilan
keputusan yang inovatif. Sebelum menerapkan keputusan yang diambil
mahasiswa dapat melakukan konfirmasi dengan mencari informasi yang
lebih banyak tentang keuntungan dan kerugian dari keputusan yang
diambilnya.
Salah satu tantangan yang dihadapi adalah bagaimana
mengimplementasikan EBP yang telah dipelajari pada tatanan klinik?. Hole
et al. (2016) menjelaskan model penerapan EBP pada program magister di
Universitas Bergen sejak tahun 2008. Program magister multi-profesional
ini berlangsung selama dua tahun, full-time study, dengan 60 satuan kredit
semester. Kerangka kerja/ model (gambar 1) ini menjelaskan bagaimana
langkah-langkah dalam menerapkan EBP, dimulai dengan pemanfaatan
evidence, pengetahuan dari hasil penelitian, pengalaman berbasis
pengetahuan, dan partisipasi serta pengetahuan pengguna/user. Ketiga
sumber pengetahuan ini dapat digunakan dalam membentuk praktik klinis
dengan konteks khusus. Hasil penelitian ini menujukkan bahwa satu tahun
setelah lulus, para peserta program magister menjadi “change agent” dalam
meningkatkan kualitas perawatan melalui EBP.
Gambar 1. Model Penerapan EBP
Selain itu, penulis menganjurkan dilakukannya monitoring dan
evaluasi (monev) terhadap evidence-based teaching dengan menggunakan
instrumen yang telah diuji validitas dan reabilitasnya. Salah satu instrumen
yang dapat digunakan adalah Evidence-Based Practice Competence
Questionnaire (EBP-COQ), untuk mengetahui sikap,pengetahuan dan
keterampilan mahasiswa dalam EBP (Ruzafa-Martinez et al.,2013).
Isu selanjutnya adalah bagaiman Ns.T sebagai seorang perawat
dapat memilih, mengintrepetasikan dan mengaplikasikan EBP dalam
praktik keperawatan sehari-hari. Cherry dan Jacob (2014) menyatakan
bahwa penerapan EBP dalam praktik klinis pada berbagai tatanan yang
berbeda dapat menggunakan strategi dibawah ini:
1. Penilaian hambatan terhadap EBP.
Penilaian harus menyeluruh untuk mengidentifikasi pengetahuan,
kepercayaan, prilaku yang biasa terjadi pada sistem yang ada dan
meningkatkan kesadaran akan kebutuhan dalam pengambilan
keputusan tentang perawatan klinis berdasarkan evidence terbaik.
2. Koreksi kesalahpahaman tentang tujuan EBP dan proses.
Kesalahan persepsi tentang EBP termasuk keraguan tentang
kelayakan EBP dalam lingkungan klinis yang sibuk atau gagasan
bahwa EBP adalah suatu cara yang cocok untuk semua perawatan
pasien; keduanya dapat diatasi dengan proses belajar.
3. Mempertanyakan praktik klinis saat ini.
Memulai pertanyaan tentang praktik klinis saat ini untuk memperoleh
data tentang efektifitas dan masalah yang dihadapi.
Namun tidak semudah itu mengintegrasikan evidence ke dalam
praktik, banyak hambatan yang ditemukan oleh perawat. Pada skenario
diatas Ns.T mengalami kesulitan dalam mengembangkan EBP dan
melibatkan kolega atau interprofesional diruangan perawatan tempatnya
bekerja. Menurut Polit dan Hungler (1999) hambatan lain yang dapat
ditemukan dalam penerapan EBP antara lain:
1. Karakteristik penelitian
Faktor-faktor seperti desain penelitian, proses pemilihan sampel,
instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data, atau analisis
data sangat sangat menentukan apakah penelitian keperawatan
tersebut dapat diaplikan dalam praktik sehari-hari.
2. Karakteristik perawat
Kurangnya pengetahuan dan keterampilan perawat dalam mencari,
menilai dan menggunakan evidence dalam praktik klinik serta sikap
resistensi terhadap perubahan.
3. Karakteristik organisasi/tempat kerja
Di beberapa tempat, suasana tempat kerja tidak mendukung adanya
penggunaan hasil penelitian. Dibutuhkan semangatn untuk selalu
ingin tahu terhadap hal baru dan keterbukaan.
4. Karakteristik profesi keperawatan
Masih adanya kesulitan untuk menggabungkan antara perawat klinis
dan perawat peneliti untuk berinteraksi dan berkolaborasi terkait
penelitian.
Hal ini sejalan dengan beberapa hasil penelitian yang penulis
dapatkan, bahwa faktor penghambat dalam mengintegrasikan EBP ke
dalam praktik adalah:
1. Kurangnya pengetahuan perawat, sikap yang tidak mendukung
penerapan EBP dalam praktik klinis, rendahnya self-efficacy perawat
dalam aktivitas EBP, dan kurangnya dukungan dari perawat manager
(Farokhzadian et al.,2015).
2. Karakteristik adopter, karakteristik inovasi, karakteristik komunikasi,
dan karakteristik organisasi (Flodgren et al., 2012).
3. Perawat manager memiliki waktu yang terbatas, dan kurangnya
pemahaman terhadap pentingnya penelitian ilmiah (Barends et
al.,2017).
4. Faktor-faktor individual perawat seperti; tingkat pendidikan, masa
kerja, keyakinan dan kepercayaan diri dalam menerapkan EBP. Selain
itu terdapat faktor organisasi; dukungan pemimpin, iklim organisasi,
dan aksesibilitas (BostrÖm et al.,2013).
Langkah-langkah yang dapat Ns.T lakukan untuk mengembangkan
EBP dan melibatkan kolega dan atau profesi lainnya adalah
memperkenalkan EBP agar perawat lebih memahami pentingnya EBP bagi
bagi kualitas perawatan, mengadakan seminar atau workshop mini tentang
EBP, membuat perkumpulan membaca jurnal, dan Ns.T dapat menjadi role
model di ruang perawatan bedah.
Stategi lain yang dapat dikembangkan adalah mengundang kolega
atau profesi lainnya membentuk kelompok kolaboratif yang dapat
memperkuat penerapan EBP, merupakan wadah untuk membahas
masalah kesehatan pasien, penemuan solusi berbasis evidence. Namun
hal tersebut membutuhkan alokasi sumber daya, kreativitas, dan dedikasi,
khususnya ketersedian individu di lingkungan klinis yang memiliki tanggung
jawab dan keahlian khusus untuk memahami dan menterjemahkan
evidence ke dalam praktik sehingga perlu adanya mentor EBP pada
tatanan klinik serta kemitraan antara institusi pendidikan dan klinik.
Memanfaatkan kolega keperawatan mulai dari perawat pemula
sampai perawat expert (novice to expert), merupakan kerangka kerja yang
dapat mendorong mereka untuk terlibat secara langsung memahami dan
mengintegrasikan EBP dalam praktik sehari-hari (Fisher et al.,2016).
Kerangka kerja ini diperkenalkan oleh Benner (seperti dikutip Alligood,
2014) menggambarkan penguasaan dan pengembangan keterampilan
dalam suatu model situasional yang terdiri dari lima tingkatan, yaitu:
1. Pemula (novice)
Seseorang tidak memiliki pengalaman dalam penguasaan
keterampilan atau pengetahuan keperawatan sebelumnya. Seperti
yang dialami oleh mahasiswa keperawatan, penguasaan dan
pengembangan pengetahuan dan keterampilan keperawatan tertentu
dipelajari setelah mereka dipindahkan dari ruang perawatan satu ke
ruang perawatan lainnya.
2. Pemula Lanjut (advanced beginner)
Memiliki pengalaman yang cukup untuk dapat memahami berbagai
aspek dari suatu situasi, mampu untuk memperhatikan dan mencatat,
dan dipercaya oleh mentornya untuk melakukan suatu tindakan.
Pemula lanjut memiliki kemampuan untuk bertindak terhadap respon
dan tuntutan kebutuhan pasien. Menurut Benner posisi ini tepat bagi
lulusan perawat.
3. Kompeten (competent)
Untuk menjadi seorang perawat yang kompeten, perawat dapat
belajar melalui situasi praktik nyata dengan mencontoh tindakan
perawat lain yang lebih ahli. Ditandai dengan konsistensi,
prediktabilitas dan manajemen waktu. Mampu menunjukkan rasa
tanggung jawab yang besar terhadap pasien, realistis, dapat
menghadirkan dirinya dan mampu berpikir kritis. Dalam pembelajaran
klinis, tahap kompeten sangat penting karena perawat mulai
mengenali pola-pola, menentukan unsur-unsur mana yang perlu
mendapat perhatian atau diabaikan dalam suatu situasia tertentu,
berdasarkan fakta-fakta yang relevan.
4. Mahir (proficient)
Pada tahap ini, seorang perawat mampu melihat suatu situasi dari
berbagai sudut pandang yang berbeda secara holistik, yang
berdasarkan pada aturan-aturan. Ditandai dengan tingginya
kepercayaan diri dalam pengetahuan dan keterampilan, sehingga
perawat mampu mengenali dan mengimplementasikan tindakan yang
tepat sebagai respon pada suatu situasi tertentu. Perawat lebih
banyak terlibat dengan pasien dan keluarga, merupakan tahap transisi
menuju kepakaran.
5. Pakar (expert)
Perawat pakar tidak lagi tergantung pada prinsip analisis (aturan,
pedoman, sop, dll) untuk menghubungkan pemahaman terhadap
suatu situasi tertentu dengan tindakan yang tepat. Karakteristik
perawat pakar adalah sebagai berikut: menunjukkan pemahaman
klinis dan praktik berbasis sumber daya , mengetahui bagaimana
kondisi pasien dengan baik, melihat situasi atau kondisi pasien secara
menyeluruh, mampu melihat hal-hal yang tak terduga.
Kompetensi ini memberikan kesempatan bagi setiap perawat untuk mulai
mempelajari dan memvalidasi pengetahuan dan keterampilan mereka
tentang EBP.
Tak kalah penting dari berbagai strategi di atas adalah meyakinkan
organisasi dan perawat manager tentang pentingnya keterlibatan mereka
dalam mengintegrasikan dan menerapkan EBP pada praktik klinik. Ns.T
dapat mempresentasikan data-data yang menjelaskan manfaat EBP dalam
meningkatkan quality of care dan patient safety. Ns.T juga dapat
menguraikan beberapa peran perawat manager dalam EBP seperti:
1. Sebagai perawat manajer memiliki posisi yang strategis, dapat
menjadi agen pembaharu dalam penerapan EBP di tatanan klinik.
Selain itu perawat manager bertanggung jawab terhadap penerapan
EBP, memastikan bahwa hasil-hasil penelitian mendapatkan
dukungan dari organisasi untuk diterapkan dalam praktik klinik,
memiliki pengaruh terhadap berbagai tim multidisiplin yang
memungkinkan mereka untuk menjadi change-agent dalam sistem
pelayanan kesehatan, dan lebih memahami tentang pentingnya
kebijakan tentang evidence-based intervention (Farokhzadian et
al.,2015).
2. Sebagai perawat manager mendukung terlaksananya EBP secara
berkesinambungan, mengembangkan strategi dan berfokus pada visi,
berperan sebagai role model, serta tempat bertukar pikiran tentang
penerapan evidence dalam praktik sehari-hari (Stetler et al.,2014).
3. Bersama-sama organisasi, perawat manager dapat menciptakan
suasana yang meningkatkan kesadaran akan pentingnya penelitian
ilmiah dan bukti ilmiah dalam proses pengambilan keputusan klinis
terkait perawatan pasien (BostrÖm et al.,2013).
4. Mengembangkan dan menerapkan ronde keperawatan atau ronde
interprofesional berbasis EBP (Flodgren et al.,2012).

D. KESIMPULAN
1. Pada skenario diatas, Ns.T perlu mempersiapkan diri menjadi praktisi
keperawatan yang dapat memberikan pelayanan yang efektif berbasis
EBP guna meningkatkan quality of care and patient-safety.
Kompetensi ini dapat dicapai melalui pendidikan mencakup
keterampilan untuk memperoleh dan mengembangkan pengetahuan,
sikap dan keterampilan terkait EBP.
2. Aplikasi peran perawat dalam evidence-based practice (EBP) sebagai
gold-standard untuk meningkatkan quality of care and patient safety
dapat dilakukan jika ada dukungan dan kemitraan yang signifikan dari
organisasi, institusi pendidikan, profesi kesehatan lainnya dan perawat
itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

Alligood, R. M. (2014). Nursing Theorists And Their Work(8th ed).USA:


elsevier Saunders Inc.

Barends, E., Villanueva, J., Rousseau, D. M., Briner, R. B., Jepsen, D. M.,
Houghton, E., et al. (2017). Managerial attitudes and perceived barriers
regarding evidence-based practice: An international survey. Plos One, 1-
15.https://doi.org/10.1371/journal.pone.0184594

BostrÖm, A. M., Rudman, A., Ehrenberg, A., Gustavsson, J. P., & Wallin, L.
(2013). Factors associated with evidence-based practice among
registered nurses in Sweden : a national cross-sectional study. BMC
Health Service Research, 13(165).https://www.biomedcentral.com/1472-
6963/13/165.

Cherry, B., & Jacob, S.R (2014). Contemporary nursing: issues, trends &
management. Ecosystems and Human Well-being: A Framework for
Assessment (Vol. 6). https://doi.org/10.1007/s13398-014-0173-7.2

Farokhzadian, J., Nayeri, N. D., Borhani, F., & Zare, M. R. (2015). Nurse
leader's Attitudes, Self Efficacy and training Needs for Implementing
Evidence-Based Practice : Is It Time for a Change toward Safe Care? Br
J Med Med Res, 7(8), 662-6671.doi: 10.9734/BJMMR/2015/16487.

Fisher, C., Cusack, G., Cox, K., Feigenbaum, K., & Wallen, G. R. (2016).
Developing Competency to Sustain Evidence-Based Practice. J Nurs
Adm, 46(11), 581-585.doi: 10.1097/NNA.0000000000000408.

Flodgren, G., Rojas-Reyes, M., Cole, N., & Foxcroft, D. R. (2012). Effectiveness
of organisatitional infrastructures to promote evidence-based nursing
practice. Cochrane Library(2).doi : 10.1002/14651858.CD002212.pub2.

Hole, G. O., Brenna, S. J., Graveholt, B., Cilisca, D., & Nortvedt, M. W. (2016).
Educating change agents : a qualitative descriptive study of graduates of
a Master's program in evidence-based practice. BMC Medical Education,
16(71).doi : 10.1186/s12909-016-0597-1.

Kyriakoulis, K., Patelarau, A., Laliotis, A., Andrew, W. C., Matalliotakis, M.,
Tsiou, C., et al. (2016). Educational strategies for teaching evidence-
based practice to undergraduate health students : systematic review.
Journal of Educational Evaluation for Health Proffesions, 13(34).
https://dx.doi.org/10.3352/jeehp.2016.13.34.
Pashaeypoor, S., Ashktrob, T., Rassouli, M., & Alavi_Majd, H. (2017).
Experiences of nursing students of evidence-based pravtice education
according to roger's diffusion of innovation model : a directed content
analysis. Journal of Advances in Medical Education & Professionalism,
5(4), 203-208.

Ruzafa-Martinez, M., Lopez-Iborra, L., Moreno-Casbas, T., & Madrigal-Torres,


M. (2013). Develompment and validation of competence in evidence
based practice questionnaire (EBP-COQ) among nursing students. BMC
Medical Education, 13(19), 1-12.https://www.biomedcentral.com/1472-
6920/13/19.

Stetler, C. B., Ritchie, J. A., Rycroft-Malone, J., & Charns, M. P. (2014).


Leadership for Evidence_Based Practice : Strategic and Functional
Behaviours for Instituonalizing EBP. Worlswidw on Evidence-Based
Nursing, 11(4), 219-226.doi : 10.1111/wvn.12044.

Stokke, K., Olsen, N. R., Espehaug, B., & Nortvedt, M. W. (2014). Evidence
based practice beliefs and implementation among nurses : a cross-
sectional study. BioMed Central Nursing, 13(8), 1-
15.https://www.biomedcentral.com/1472-6955/13/18.

Anda mungkin juga menyukai