Anda di halaman 1dari 14

Mata Kuliah : Issue Kontemporer dalam Keperawatan

Dosen : Hapsah, S.Kep.,Ns.,M.Kep

ESSAY ANALAISIS
PERAN PENDIDIKAN PERAWAT DAN JENJANG KARIR PERAWAT
DALAM MENCIPTAKAN PELAYANAN KEPERAWATAN PROFESIONAL

OLEH
WAHYU HIDAYAT
C012171043

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
TAHUN 2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia
yang diberikan sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul
Essay Analisis: Peran Pendidikan Keperawatan dan Jenjang Karir Perawat
dalam Menciptakan Pelayanan Keperawatan yang Professional dengan tepat
waktu. Makalah ini membahas tentang hubungan yang saling terkait antara
satu dengan yang lainnya dalam hal pelayanan keperawatan yang
profesional.
Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada segala
pihak yang turut berpartisipasi dalam membantu penyusunan makalah ini.
Saya menyadari dalam penyusunannya masih terdapat beberapa
kekurangan, maka dari itu kritik dan saran sangat saya butuhkan sebagai
masukan bagi saya dalam pembuatan makalah selanjutnya. Semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.
A. Latar Belakang
Perkembangan pendidikan keperawatan di Indonesia telah melewati
masa yang sangat panjang. Sampai sekarang ini, pertumbuhan
pendidikan keperawatan di Indonesia bak jamur di musim hujan dengan
banyaknya sekolah keperawatan yang didirikan. Mulai dari akademi
keperawatan, sekolah tinggi ilmu kesehatan hingga kalangan lingkup
universitas juga membuka program studi keperawatan.
Awal mula perkembangan pendidikan keperawatan pada tahun 1906
dengan diadakannya pendidikan juru rawat di RS PGI Cikini yang
selanjutnya diikuti oleh RSCM pada tahun 1912 dan menjadi sekolah
perawat pertama di Indonesia (Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2010).
Pendidikan keperawatan profesional mulai didirikan pada tahun 1962
dengan didirikannya akademik keperawatan (AKPER) milik departemen
kesehatan (DepKes) di Jakarta untuk menghasilkan perawat professional
pemula.
Pada tahun 1985, terbentuk Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK)
di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, dimana pada tahun ini
merupakan momentum kebangkitan profesi keperawatan di Indonesia.
Pendirian ini dipelopori oleh tokoh-tokoh keperawatan Indonesia dibantu
beberapa pakar dari konsorsium ilmu kesehatan dan badan kesehatan
dunia (WHO). Tujuan pendirian PSIK adalah menghasilkan perawat
professional, agar perawat dapat bermitra dengan dokter dan dapat
bekerja secara ilmiah, tidak hanya berdasarkan instruksi dokter saja.
Pada tahun 1999, atas dasar rekomendasi Kemenkes dan PPNI
dikeluarkanlah SK No. 427/dikti/kep/1999 oleh Direktorat Pendidikan
Tinggi yang menjelaskan bahwa keperawatan dapat dikembangakan
setinggi-tingginya karena memiliki dasar pendidikan yang kuat (Lestari,
2014).
Berdasarkan kebutuhan pengembangan pelayanan keperawatan,
pada tahun 2003 dibuka program spesialis keperawatan maternitas dan
keperawatan komunitas sesuai dengan surat keputusan Rektor UI
455/SK/R/2003 tanggal 25 september 2003 yang terdiri dari dua tahapan
program yaitu tahapan akademik magister dan tahap profesi spesialis.
Pada tahun ajaran 2005/2006, di bukanya dua spesialis baru, yaitu
spesialis keperawatan medical bedah dengan SK Rektor UI Nomor
037/SK/R/UI/2005 tanggal 28 Januari 2005 dan spesialisasi Keperawatan
JIwa dengan SK Rektor UI Nomor 036/SK/R/UI/2005 tanggal 28 Januari
2005 (Simamora, 2009).
Walaupun demikian, pertumbuhan kuantitas pendidikan keperawatan
yang tidak terkendali di Indonesia, tidak sejalan dengan kualitas perawat
yang dihasilkan. Menurut data Dirjen Perguruan Tinggi (2011) dalam surat
edarannya terdapat 909 perguruan tinggi yang menyelenggarakan
pendidikan keperawatan yang terdiri dari 600 perguruan tinggi yang
menyelenggarakan program studi keperawatan jenjang D3 dan 309
perguruan tinggi yang menyelenggarakan program studi keperawatan
jenjang S1. Sedangkan jumlah pendidikan tinggi yang
menyelenggaarakan program profesi ners sampai sekarang ini berjumlah
288 (AIPNI, 2017).
Disisi lain, organisasi profesi telah mengeluarkan kurikulum pendidikan
untuk diterapkan disemua institusi pendidikan keperawatan namun
ketidakseragaman pelaksanaan standar dan kualitas pengelolaan di
beberapa institusi di Indonesia berujung pada mutu lulusan yang pada
akhirnya berdampak pada kinerja perawat dalam memberikan pelayanan
keperawatan kepada masyarakat.
Belum optimalnya praktek keperawatan professional pada kalangan
klinis mengakibatkan kualitas pelayanan yang diberikan kepada pasien
dan keluarga. Pelayanan keperawatan dianggap hanya sebagai rutinitas
dan merupakan sebuah untuisi semata dalam memberikan asuhan
keperawatan, bukan sebagai tuntutan tugas dan tanggungjawabnya
sebagai seorang perawat (tri rini puji lestari). Selain itu perawat lebih
menerapkan apa yang mereka pelajari saat di pendidikan dalam
pemberian pelayanan keperawatan kepada pasien Estabrooks (1991),
Egerod & Hansen (2005) dan Pravikol et al. (2005) (dikuti dalam
Eizenberg, 2011). Hal ini berarti bahwa kualitas pendidikan keperawatan
yang didapatkan sebelumnya sangat mempengaruhi kinerja perawat
dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
Dengan demikian, proses pendidikan seorang perawat sangat
menentukan pelayanan keperawatan professional yang tentunya akan
berpengaruh terhadap jenjang karir perawat itu sendiri. Pengembangan
karir profesional perawat merupakan sebuah sistem untuk meningkatkan
kinerja dan profesionalisme seorang perawat melalui peningkatan
kompetensinya (Permenkes, 2017). Jenjang karir itu sendiri merupakan
suatu bentuk penghargaan dari pencapaian yang diperoleh sesuai
tingkatan kompetensi dan memiliki batasan kewenangan klinis. Bila
jenjang karir tidak diterapkan di rumah sakit maka akan menimbulkan
dampak pada kepuasan kerja perawat dan motivasi kerjanya. Tujuan dari
pengembangan jenjang karir meningkatkan moral kerja, mengurangi
kebuntuan karir, menurunkan jumlah perawat yang keluar dari
pekerjaannya, menata system promosi berdasarkan persyaratan dan
kriteria yang telah ditetapkan sehingga mobilitas karir berfungsi baik dan
benar (Kolibu, Hariyanto, & Pusparahaju, 2014). Dengan demikian,
kualitas pelayanan professional yang diberikan perawat mampu
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
Penulis tertarik untuk melihat peran pendidikan keperawatan dan
jenjang karir perawat dalam menciptakan pelayanan keperawatan yang
professional sebagai tema dalam essay ini. Penulisan essay ini bertujuan
memberikan gambaran tentang kualitas pelayanan keperawatan di
Indonesia dan memberikan solusi berdasarkan aturan yang berlaku saat
ini. Alasan saya memilih tema tersebut karena di Indonesia sendiri,
penjenjangan karir perawat belum maksimal sehingga pelayanan
keperawatan masih belum optimal. Masih banyak perawat di RS yang
bekerja tidak sesuai kompetensi yang dimiliki sehingga mengakibatkan
sebagian perawat memiliki tingkat beban kerja yang tinggi dan berdampak
pada kepuasan perawat dan kualitas pelayanan yang diberikan kepada
keluarga menjadi tidak maksimal. Tujuan dari
B. Scenario
Ns. “Y” berusia 24 tahun merupakan lulusan perawat dengan latar
pendidikan profesi ners pada perguruan tinggi negeri di Sulawesi Selatan.
Ns. “Y” adalah fresh graduate yang saat ini berstatus sebagai Pegawai
Negeri Sipil (PNS) yang bekerja ruang VIP di RSU Provinsi Sulawesi
Barat. Dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien dan
keluarga, Ns. “Y” bertindak sebagai perawat pelaksana. Namun terkadang
Ns. “Y” melakukan tindakan invasif.
Ns. “Y” pada dasarnya mengetahui tugas pokoknya sebagai perawat
pelaksana. Hanya saja dalam ruangan VIP tersebut, Ns. “Y” merupakan
satu-satunya perawat yang memiliki latar belakang pendidikan profesi
ners. Sehingga perawat senior yang berada dalam satu ruangan sering
melimpahkan tindakan mereka ke Ns. “Y”. Alasan perawat senior
melakukan hal tersebut adalah Ns. “Y” memiliki pendidikan lebih tinggi
dibanding mereka dan dianggap memiliki keterampilan yang lebih baik.
Ns. “Y” selain sebagai seorang perawat yang bekerja di rumah sakit,
dia juga menjadi tenaga pendidik pada Program Studi S.1 Ilmu
keperawatan dan Program Studi Profesi Ners pada salah satu institusi
pendidikan swasta yang ada di Sulawesi Barat. Ns. “Y” tidak hanya
mengajar di ruang kelas dan laboratorium keperawatan, dia juga
melakukan bimbingan pada mahasiswa yang sedang praktik di rumah
sakit. Ns. “Y” melakukan pengajaran di kampus tersebut tidak memiliki
NIDK dan sertifikat pendidik, hanya berdasarkan pada surat keputusan
yang dikeluarkan oleh pimpinan institusi tempat ia mengajar.
Sebagai seorang pengajar di institusi, kadangkala Ns. “Y”
mendapatkan jadwal mengajar yang bertepatan dengan jadwal dinas di
rumah sakit. Seringkali Ns. “Y” izin meninggalkan ruangannya untuk
memenuhi tuntutan sebagai tenaga pendidik. Sebagai gantinya, pasien
Ns. “Y” yang ada di ruang tersebut di rawat oleh perawat yang lain.

C. Pembahasan
Berdasarkan scenario di atas dapat dijelaskan bahwa Ns. “Y”
merupakan lulusan baru yang berstatus PNS dengan pengetahuan dan
keterampilan yang masih fresh. Walaupun demikian, Ns. “Y” dapat
dikatakan minim akan pengalaman klinik. Pengalaman tersebut hanya
didapatkan saat menempuh pendidikan yang kita ketahui bersama tidak
menjamin seorang perawat terampil dalam memberikan pelayanan
keperawatan.
Dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien dan keluarga,
Ns. “Y” bertindak sebagai perawat pelaksana. Namun terkadang Ns. “Y”
melakukan tindakan invasif. Tindakan invasive adalah suatu tindakan
medis yang dapat merusak jaringan tubuh. Jika dalam kasus Ns. “Y”
mendapatkan pendelegasian tugas atau mandat dari dokter maka
tindakan Ns. “Y” adalah benar (Permenkes, 2008). Namun jika sebaliknya
berarti kemungkinan Ns. “Y” melakukan kelalaian atau bahkan
malpraktek tergantung sejauh mana dampak yang ditimbulkan (Indar,
2014).
Ns. “Y” merupakan satu-satunya perawat dengan latar belakang
pendidikan profesi ners yang berarti perawat di RS tersebut. Rendahnya
pendidikan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada
pasien dan keluarga mempengaruhi pelayanan keperawatn yang
diberikan, sehingga kualitas pelayanan kesehatan tidak mengalami
peningkatan. Didalam kode etik perawat telah dijelaskan bahwa seorang
perawat harus meningkatkan kompetensi yang dimiliki dengan terus
belajar (Nursalam, 2014). Hal ini berarti bahwa setiap perawat dituntut
untuk terus mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki
melalui pendidikan formal dan informal.
Sikap perawat senior di ruang VIP dengan sering melimpahkan
tindakan keperawatan ke Ns. “Y”. Hal ini berarti beban kerja Ns. “Y” akan
meningkat seiring pelimpahan tindakan yang didapatkan. Beban kerja
yang meningkat tentunya mempengaruhi kualitas pelayanan
keperawatan. Menurut Nursalam (2014), pendelegasian yang berlebihan
akan memperoleh hasil yang baik. Sejalan dengan penellitian tentang itu
bahwa beban kerja yang tinggi dapat menurunkan tingkat kepuasan kerja
perawat sehingga mempengaruhi kualitas pelayanan yang diberikan
kepada pasien (Riyanto, 2017)
Untuk mengatasi masalah tersebut perlu kejelasan tugas dan
tanggung jawab untuk masing-masing perawat yang bekerja. Menerapkan
jenjang karir professional perawat merupakan solusi yang dapat
diterapkan untuk meningkatkan kinerja dan profesionalisme seorang
perawat melalui peningkatan kompetensi (Permenkes, 2017). Dengan
diterapkannya jenjang karir maka masing-masing perawat akan
mengetahui kewenangan klinis yang dapat dilakukan dalam memberikan
asuhan keperawatan.
Dalam kasus tersebut juga diungkit masalah perbedaan pendidikan
dan keterampilan yang dimiliki Ns. “Y”. Penerapan jenjang karir mampu
mencegah munculnya persepsi seperti ini. Dalam system jenjang karir,
telah di atur pendidikan formal berjenjang dan pendidkan informal yang
relevan bahkan pengalaman praktik klinik yang diakui (Permenkes, 2017).
Artinya bahwa seorang perawat yang memiliki latar belakang pendidikan
diploma, tidak mesti berada dibawah perawat yang berpendidikan profesi
ners melainkan mampu memiliki posisi yang lebih tinggi karena jenjang
karir seseorang tidak hanya dipengaruhi oleh pendidikan formal perawat.
Selanjutnya perawat yang memiliki keterbatasan pada beberapa
tindakan, akan difasilitasi dalam system jenjang karir dalam bentuk
Pengembangan Profesional Berkelanjutan bagi Perawat (CPD). Proses ini
akan membantu perawat dalam mempertahankan dan meningkatkan
kompetensi yang dimiliki oleh perawat (Permenkes, 2017). Sebagaimana
dikemukakan dalam sebuah penelitian bahwa perawat yang ikut dalam
pengembangan professional mampu mampu meningkatkan kompetensi
yang dimiliki (Tri, M. H., & Rr, T. S.H., & Efy, A., 2017)
Kemudian menjadi perawat pendidik merupakan bagian dari system
jenjang karir yang ada. Namun dalam kasus Ns. “Y”, syarat untuk
menjadi perawat pendidik dikalangan institusi keperawatan tidak dipenuhi
baik menurut PMK No. 40 Tahun tentang Pengembangan Jenjang Karir
Perawat Klinis 2017 maupun menurut Permenristekdikti No. 2 Tahun 2016
tentang Registrasi Pendidik Pada Perguruan Tinggi. Di dalam system
jenjang karir, telah dijelaskan bahwa perawat pendidik merupakan
perawat yang memberikan pendidikan keperawatan di institusi
keperawatan dengan syarat minimal Perawat Klinik III (PK III)
(Permenkes, 2017). Sedangkan Ns. “Y” jika kita melihat statusnya, dia
berada pada PK I yang berarti tidak memenuhi syarat untuk menjadi
perawat pendidik. Dan persyaratan untuk menjadi tenaga pendidik
menurut permenristekdikti harus memiliki sertifikat pendidik dan
NIDN/NIDK/NUP (Permenristekdikti, 2016). Ns. “Y” adalah seorang PNS
yang mana harus memiliki NIDK. Namun dalam kasus ini, Ns. “Y” tidak
disyaratkan untuk memeliki NIDK karena belum mencapai masa
pengajaran selama 2 tahun. Akan tetapi syarat untuk memiliki NIDK yang
lain yang tidak dipenuhi oleh Ns. “Y”adalah memiliki ijazah minimum
magister untuk mengajar di program sarjana. Selain itu juga Ns. “Y” tidak
memiliki sertifikat pendidik sehingga dapat disimpulkan Ns. “Y” tidak
memiliki kualifikasi untuk menjadi perawat pendidik baik di institusi
maupun klinik. Jika ini diteruskan maka kualitas pendidikan keperawatan
akan menjadi buruk karena proses pendidikan yang berjalan tidak sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan. Tentunya ini akan berdampak
pada mutu lulusan keperawatan yang dihasilkan.
Maka dari itu, Ns. “Y” perlu diberikan pemahaman tentang aturan yang
ada agar tidak terjadi kesalahan dalam system pendidikan keperawatan.
Selain itu, karena institusi tempat Ns. “Y” bekerja merupakan institusi
swasta dibawah naungan kopertis, maka perlu pemeriksaan langsung dari
Kopertis Wilayah IX Sulawesi sebagai bentuk pengendalian dan
pengawasan system pendidikan perguruan tinggi.
Pada paragraf terakhir dijelaskan bahwa Ns. “Y” sering meninggalkan
pasien dan keluarga demi melakukan pengajaran kepada mahasiswa
keperawatan. hal ini berarti Ns. “Y” meninggalkan tugas pokok sebagai
seoarang perawat dan tidak memperhatikan prinsip keperawatan
Benefecince dan Nonmaleficence. Benefience adalah salah satu prinsip
etik keperawatan yang menekankan pada pemberian tindakan pada
pasien dengan mempertimbangkan aspek manfaat yang dapat diperoleh
bagi pasien. Sedangkan Non maleficence merupakan prinsip yang
menjelaskan bahwa tindakan keperawatan yang diberikan pada seorang
pasien adalah tindakan yang tidak memberikan dampak merugikan bagi
pasien dan keluarganya (Macklin 1987 dikutip dalam Weiss & Tappen,
2015). Melimpahkan tindakan keperawatan yang harusnya dilakukan
tentunya beresiko menimbulkan kerugian pada pasien, karena perawat
yang diberikan pelimpahan wewenang tindakan tersebut juga memiliki
tugas dan tanggung jawab sendiri terhadap pasiennya. Hal ini dapat
memicu timbulnya pelayanan keperawatan yang tidak professional dan
mutu pelayanan rumah sakit akan menurun.
Hal yang perlu dilakukan adalah, melaporkan Ns. “Y” manajer
keperawatan yang berada dalam ruangan tersebut untuk ditindaklanjuti.
Solusi adalah meninjau ulang jadwal dinas dan jadwal mengajar Ns. “Y”,
jika bersamaan maka Ns. “Y” tidak meninggalkan tugas pokoknya sebagai
perawat. Apabila masalah ini masih berlanjut maka manajer ruangan akan
melakukan analisis kasus Ns. “Y” menggunakan DECIDE, untuk
diserahkan kepada komite etik keparawatan yang ada di RS tersebut
sebagai tindakan lanjut dari permasalahan Ns. “Y”.

D. Kesimpulan
Untuk mengatasi permasalahan pelayanan keperawatan professional
perlu penanganan serius untuk menyelesaikan akar masalahnya. Perawat
yang professional pertama kali dibentuk dalam proses pendidikan.
sehingga penyelenggara pendidikan keperawatan yang ada Indonesia
perlu berbenah diri mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan agar
pendidikan yang berjalan sesuai dengan yamg diharapkan. Institusi
pendidikan keperawatan diharapkan memiliki kesadaran akan
tanggungjawab dari proses pendidikan yang diberikan, kualifikasi pendidik
yang sesuai syarat, serta fasilitas pendidikan harus dipersiapkan dengan
baik oleh institusi pendidikan agar menghasilkan lulusan keperawatan
yang bermutu. Selain itu, system penjenjang karir perawat mampu
mendorong perawat-perawat Indonesia untuk memberikan pelayanan
yang prima sehingga pelayanan keperawatan professional dapat
terwujud. Terkait dengan itu, penyelenggaran penjenjangan karis harus
segera dimaksimalkan diberbagai tatanan pelayanan kesehatan
khususnya pelayanan keperawatan. Perlu dukungan dan kerjasama dari
berbagai pihak dalam mewujudkan pendidikan pelayanan professional
karena menciptakan pelayanan keperawatan yang professional
merupakan tanggungjawab moral bersama dari pemerintah sebagai
penentu kebijakan, institusi pendidikan, dan instansi pelayanan
kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA

AIPNI. (2017). Asosiasi Institusi Pendidikan Ners Indonesia. Retrieved From


http://aipni-ainec.com/id/anggota_list//15
Dirjen Perguruan Tinggi, (2011). Surat Edaran Nomor 1643/ET/2011 Perihal
Moratorium Program-Program Studi Bidang Kesehatan. Jakarta
Eizenberg, M. M. (2011). Implementation of evidence-based nursing practice:
Nurses’ personal and professional factors? Journal of Advanced Nursing,
67(1), 33–42. https://doi.org/10.1111/j.1365-2648.2010.05488.x
Indar. (2014). Dimensi Etika dan Hukum Keperawatan. Makassar: Masagena
Press
Kolibu, F. K., & Hariyanto, T., & Pusparahaju, A. (2014). Jurnal Kedokteran
Brawijaya: Pengembangan Model Jenjang Karir Perawat di Unit Rawat
Inap Rumah Sakit. Volume 1. Retrieved From
http://jkb.ub.ac.id/index.php/jkb/article/view/516
Kozier., & Erb., & Berman., & Snyder. (2010). Fundamental Keperawatan:
Konsep, Proses & Praktik (L. H. Dwi Widiarti, Eka Annsa Mardilla, Nike
Budi Subekti, Ed.) (7th ed.). Jakarta: EGC
Lestari, T. R. P. (2014). Pendidikan Keperawatan: Upaya Menghasilkan
Tenaga Perawat Berkualitas. Retrieved From
https://jurnal.dpr.go.id/index.php/aspirasi/article/view/452/349
Nursalam. (2014). Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik
Keperawatan Profesional (4th ed.). Jakarta Selatan: Salemba Medika.
Permenkes RI. (2008). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Jakarta
Permenkes RI. (2017). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Jakarta
Permenristekdikti. (2016). Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan
Pendidikan Tinggi Republik Indonesia. Jakarta
Riyanto, M.( 2017). Pengaruh Teamwork, Burnout Dan Beban Kerja
Terhadap Kepuasan Kerja Perawat RS PKU Muhammadiyah Bantul,
DIY. Retrieved from https://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/4253
Simamora, R. H. (2009). Buku Ajar Pendidikan dalam Keperawatan. Jakarta :
EGC.

Tri, M. H., & Rr, T. S.H., & Efy, A. (2017). Jurnal Keperawatan Indonesia:
Pengembangan Profesional Keperawatan Berhubungan dengan
Kemampuan Perawat dalam Mengatasi Nyeri Pasien. Jurnal
Keperawatan Indonesia. Volume 20. Retrieved from:
http://dx.doi.org/10.7454/jki.v20i1.501

Weiss, S. A., & Tappen, R. M. (2015). Essentials of Nursing Leadership and


Management (6th ed.). Philadelphia: Davis Company

Anda mungkin juga menyukai