Anda di halaman 1dari 72

Tugas Kep.

Anak II

Dosen : Ns. Ida Subardiah P. M.Kep., Sp.Kep.An

Kelas K1/Semester V

Kelompok 4:

1. Vivian Meika A 205140008


2. Khairunnisa 205140007
3. Silvina Wulandari 205140001
4. Santi Sopharina 205140028
5.Sausan Istiviona 205140035
6. Bayu bachtiar 205140017
7. Dito dwi k. 205140015
8. M. Hallaludin 205140034

1. Kerjakan Kasus dibawah ini di Word


Seorang anak laki-laki berusia 14 tahun di rawat di ruang Intensive Care dengan AML
(Akut Mieloblastik Leukemic), terjadi perdarahan akibat rendahnya kadar trombosit.
Selain itu remaja mengalami sesak nafas dan hyperventilasi. Berdasarkan kondisi tersebut
dilakukan pemeriksaan AGD yang didapatkan hasilnya penurunan kadar O2 dalam darah
(Pa O2 69,5 mmHg) dengan saturasi O2 89,7%. Selanjutnya remaja dilakukan
pemasangan non rebirthing mask, namun tidak membantu. Kondisi anak semakin sesak
dan kesadaran mulai menurun. Advis dokter anak segera dilakukan pemeriksaan AGD
kembali dan persiapan dilakukan intubasi.
Tugas:
a. Tentukan masalah keperawatan dan lakukan analisis mengapa hal tersebut terjadi
(pathway)
b. Tentukan diagnose keperawatan yang mungkin muncul
c. Tentukan intervensi keperawatan sesuai dengan diagnose keperawatan yang telah
ditetapkan
d. Cari jurnal terkait penerapan intervensi tersebut

Jawab:
A. -Gangguan Pertukaran Gas

-Hipovolemia

-Resiko perfusi perifer tidak efektif

- Resiko intoleransi aktivitas

(Pathway menyusul)

B. -Gangguan Pertukaran Gas b/d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi d/d saturasi oksigen


menurun, kesadaran menurun, PaO2 menurun.

-Resiko hipovolemia d/d kehilangan cairan secara aktif

-Resiko perfusi perifer tidak efektif d/d perdarahan

- Resiko intoleransi aktivitas d/d gangguan pernafasan

Diagnosis Keperawatan Intervensi

1. Gangguan Pertukaran 1. Monitor frekuensi,irama,kedalaman dan upaya nafas


Gas b/d 2. Monitor pola nafas
ketidakseimbangan 3. Monitor saturasi oksigen
ventilasi-perfusi d/d 4. Monitor nilai AGD
saturasi oksigen 5. Kolaborasi tindakan intubasi
menurun, kesadaran
menurun, PaO2
menurun.
2. Resiko hipovolemia d/d 1. Periksa tanda dan gejala hipovolemia
kehilangan cairan 2. Monitor intake dan output cairan
secara aktif 3. Hitung kebutuhan cairan
4. Kolaborasi Pemberian cairan IV ( NaCL/RL)
5. Kolaborasi Pemberian produk darah

3. Resiko perfusi perifer tidak 1. Monitor status kardiopulmonal( frekuensi dan


efektif d/d perdarahan kekuatan nadi,frekuensi nafas,TD,MAP)
2. Monitor status oksigenasi AGD
3. Monitor status cairan
4. Monitor tingkat kesadaran dan respon pupil
5. Persiapkan intubasi
6. Pasang jalur IV
7. Pasang kateter urine
8. Kolaborasi pemberian transfusi darah

4. Resiko intoleransi aktivitas 1. Monitor kelelahan fisik dan emosional


d/d gangguan pernafasan 2. Latihan pernafasan
3. Pemantauan respirasi
4. Pemantauan tanda vital
5. Pemberian terapi oksigen
Jurnal Keperawatan Flora Volume 15 No 1 Tahun
2022Published byLPPM STIKesFlora

E-ISSN: 2089-4260

P-ISSN: 2828-3651

Homepages:https://jurnal.stikesflora-medan.ac.id/index.php/jkpf

Keperawatan Dengan Masalah Gangguan Intoleransi


Aktivitas Pada Pasien Hepatitis B Di Rumah Sakit Tk II Putri

Hijau Medan Tahun 2021

Glenny Veronika Br Munthe1, Nina Olivia 2, Virginia Syafrinanda 3

Mahasiswa Diploma III Akper Kesdam I/BB


Medan1 Dosen TetapYayasan Akper
KesdamI/BB Medan2,3

email: ninabiomed123@gmail.com,glenny.vm99@gmail.com ,virginiasyafrinand
a27@gmail.com

 
 

ABSTRACT

Background: Hepatitis is a disease caused by several types of viruses that attack and lead
the inflammation and damage to the human liver Cell. Hepatitis B is a serious infection
that transmitted vertically or horizontally through blood and body fluids. Activity
intolerance is the factor of hepatitis B such like excessive activity and unhealthy lifestyle.
To overcome the problem of activity intolerance, it focused on fatigue of daily activities,
the fulfillment needs of self health care and the effort to achieve self relience in
preventing activity intolerance. Methods: The study used case study method that focused
on nursing helath care with activity intolerance for the patiens with Hepatitis B at TK II
Putri Hijau Hospital Medan in 2021. Results : Before the nursing action conducted to
patient I and patient II experienced activity intolerance and after the action was taken the
patiens could return to the activities. Conclusion: After implementing nursing health care
of activity intolerance in patients with Hepatitis B at TK II Putri Hijau Hospital Medan,
the patients were able to carry out the
activities. Suggestion : It is suggested tothe patients with Hepatitis B to do not performex
cessive activities, control healthy lifestyle and payattention to the patients health care.

Keywords : Activity Intolerance, Hepatitis B, Health Care

ABSTRAK

Latar Belakang Penyakit Hepatitis adalah penyakit yang disebabkan oleh beberapa jenis
virus yang menyerangdan menyebabkan peradangan serta merusak sel-sel organ hati
manusia.Hepatitis B merupakan infeksi
serius yang ditularkan secara vertikal maupun horizontalmelalui darah atau cairan tubuh. 
Gangguan intoleransiaktivitas merupakan faktor penyebab dari hepatitis b seperti
aktivitas berlebihan dan gaya hidup tidak sehat.Untuk mengatasi masalah intoleransi
aktivitas lebih berfokus pada kelelahan dalam melakukan aktivitas danpemenuhan
kebutuhan perawatan diri serta upaya untuk mencapai kemandirian dalam
pencegahan masalahgangguan intoleransi aktivitas. Metode penelitian digunakan melalui
pendekatan studi kasus yang difokuskan pada Asuhan Keperawatan Dengan Masalah
Gangguan Intoleransi Aktivitas Pada Pasien Hepatitis B di Rumah Sakit TK II Putri
Hijau Medan 2021. Hasil sebelum dilakukan tindakan keperawatan pasien I dan pasien
II mengalami gangguan intoleransi aktivitas setelah dilakukan tindakan keperawatan pada
pasien I dan pasien II maka pasien dapat beraktivitas kembali. Kesimpulan Setelah
melakukan Asuhan keperawatan dengan masalah gangguan intoleransi aktivitas pada
pasien Hepatitis B di Rumah Sakit TK II Putri Hijau Medan maka
pasien tersebut sudah dapat melakukanaktivitas. Saran untuk pasien Hepatitis B agar tida
kmelakukan aktivitas berlebihan, menjaga pola hidupsehat
dan memperhatikan perawatan klien.

Kata Kunci : Gangguan Intoleransi Aktivitas, Hepatitis B

15

Jurnal Keperawatan Flora Volume 15 No 1 Tahun


2022Published byLPPM STIKesFlora

E-ISSN: 2089-4260

P-ISSN: 2828-3651

Homepages:https://jurnal.stikesflora-medan.ac.id/index.php/jkpf

 
 

PENDAHULUAN

Penyakit Hepatitis adalah penyakit yang disebabkan oleh beberapa jenis


virus yang menyerang dan menyebabkanperadangan serta merusak sel-sel organ hatimanusi
a. Hepatitis dikategorikan
dalam beberapa golongan, diantaranya hepatitisA, B, C, D dan E. Hepatitis dibagi menjadi

2 yaitu hepatitis akut yang berlangsung kurang dari 6 bulanditularkan melalui fecal oral lew
at makanan dan hepatitis kronis yang berlangsung lebih dari 6 bulan di tularkan lewat
cairan parenteral,
seksual, plasenta. Hepatitis akut terdiri dari virushepatitis A dan virus hepatitis E, sedangka
n hepatitis kronis terdiri dari
virus hepatitis B dan virus hepatitis C. Di Indonesiapenyakit Hepatitis yang paling banyak
di derita adalah hepatitis A, B dan hepatitis C (Darsin, 2019).

Menurut World Health Organization tahun (2019)prevalensi Hepatitis B di wilayah


Pasifik Barat sebanyak 6,2% dan wilayah Afrika sebanyak 6,1% dari populasi orang
dewasa yang terinfeksi. Di wilayah Mediterania Timur sebanyak 3,3%, Asia Tenggara
sebanyak 2%, Eropa sebanyak 1,6% dan Amerikasebanyak 0,7% dari populasi umum yang
terinfeksi Hepatitis B.

Angka prevalensi Hepatitis B di Indonesiamencapai4,0-20,3%. Berdasarkan data Kem
enkes tahun2013, secara Nasional terdapat 2.981.075 (1,2%) penduduk di Indonesia
mengidap penyakit Hepatitis, kondisi ini meningkat 2 kali
lipat lebih tinggi dibandingkan tahun 2007.
Untuk penderita Hepatitis B mencapai 649.875 (21,8%) darikeseluruhan penderita hepatit
is. Sementara itu, Sumatera Utaratermasuk salah satu provinsi dari 13 provinsi yang mem
ilikiangka kejadian Hepatitis B yang cukup tinggi yang mencapaisekitar 41.735 penderita 
(Rumini dkk, 2019).

Virus hepatitis B menyebabkan infeksi kronis yang menyerang sekitar 400 juta


orang di dunia. Hasil Riset
Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun (2013) menunjukkanbahwa prevalensi penyakit se
makin meningkat pada penduduk
berusia diatas 15 tahun. Jenis hepatitis yang banyakmenginfeksi penduduk Indonesia adal
ah hepatitis B (21,8%)(Rahmannisa, 2017).Penyakit hepatitis kronis dengan berbagaietiol
ogi terutama akibat infeksi hepatitis B virus (HBV) danhepatitis C virus (HCV) menjadi 
penyebab utamameningkatnya angka kesakitan dan angka kematian diseluruh dunia
(Priwahyuni dkk, 2020).

Tingginya angka infeksi hepatitis


B dapat dikaitkandengan rendahnya angka keberhasilan terapi pasien hepatitisB. Hasil
pengobatan hepatitis B yang
sampai saat ini belumoptimal mengakibatkan sebagian kasus hepatitis B berlanjut kesiros
is hati dan kanker hati, walaupun sebagian besar kasushepatitis b akan sembuh (Dienstag, 
2008 dalamTrisnaningtyas, Sari Setyaningrum, 2017).

Menurut hasil penelitian Setio


(2015) mengatakan bahwahasil pemeriksaan Biomedis dari 10.391 sampel serum
yangdiperiksa, prevalensi HbsAg positif 9,4%, yang berarti bahwa diantara 100
penduduk di Indonesia terdapat 9 sampai 10penderita Hepatitis B di Indonesia
sebesar 7,1 % danmengatakan bahwa penderita Hepatitis B berdasarkan kadarBilirubin a
dalah kadar Bilirubin tidak normal 95 orang (79,2%), kadar SGPT tidak normal 105
orang (87,5%) dan kadar SGOT tidak normal adalah 75 orang (62,5%).

15

Jurnal Keperawatan Flora Volume 15 No 1 Tahun


2022Published byLPPM STIKesFlora

E-ISSN: 2089-4260

P-ISSN: 2828-3651

Homepages:https://jurnal.stikesflora-medan.ac.id/index.php/jkpf

 
 

Hasil Studi Kasus yang dilakukan oleh
Ryandini,Nurachmah,Herawati,Adam dan Sekarsari bahwa 40 %pasien ditegakkan diagnosi
s intoleransi aktivitas yang sangatmengganggu dalam proses pemenuhan kebutuhan sehari-
hari. Temuan yang ada di lahan, sebagian besar pasien mengeluhkan kelelahan dalam
melakukan aktivitas. Menurut SDKI (2016)
kelelahan merupakan tanda gejala yang bersifat mayor yang ditemukan sekitar 80%-
100% untuk validasi diagnosis , Untuk mengatasi masalah intoleransi aktivitas lebih
berfokus pada pemenuhan kebutuhan perawatan
diri serta upaya untukmencapai kemandirian dalam pencegahan masalah gangguanintoleran
si aktivitas.

Penelitian yang dilakukan oleh Hasanah di Rumah Sakit Tingkat II


Putri Hijau Kesdam I/ Bukit Barisan Menunjukkanhasil bahwa dari 108 penderita hepatitis, 
terdapat 85 penderitalaki-laki dan 23 penderita perempuan (Rumini,dkk 2018).

Berdasarkan hasil survey data awal dari Rumah Sakit Tk II Putri Hijau Medan jumlah


Pasien Hepatitis B pada tahun 2020berjumlah 2 orang yang berjenis kelamin laki-
laki yang berusia15– 44 tahun.

Dari data di atas penulis tertarik untuk menerapkan studi kasus pada


pasien dengan masalah gangguan intoleransiaktivitas pada Hepatitis sesuai dengan teori dan
pelaksanaan proses keperawatan yang mendasarinya.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif denganrancangan studi kasus Asuhan
KeperawatanDenganMasalah GangguanIntoleransiAktivitasPada Pasien Hepatitis B dengan 
menggunakanpendekatanproseskeperawatanyangdilakukan peneliti. Subyek penelitian yang 
digunakana adalah 2 pasien dengan 1 kasus dengan masalah keperawatan yang sama.Studi
kasusberjudulAsuhan

Keperawatan Dengan Masalah Gangguan Intoleransi Aktivitas Pada Pasien


Hepatitis B dengan kriteria inklusi: klien dengandiagnosa medis hepatitis b, klien berusia 
>
17 tahun, klien berjenis kelamin perempuan dan laki-laki,klien dengan masalah gangguan 
intoleransi aktivitas, klienbersedia menjadi subjek penelitian. Kriteria eksklusi: Klientida
k bersedia menjadi subjek penelitian, Klien memilikikomplikasi lain.

Fokus studi dalam penelitian ini yaitu Gangguan Intoleransi Aktivitas


Pada Pasien Hepatitis B dengan duapasien dalam kasus yang sama. Laporan ini penulis m
embatasipada Asuhan Keperawatan Dengan Masalah GangguanIntoleransi Aktivitas
Pada Pasien
Hepatitis B Di Rumah SakitTK II Putri Hijau Medan lama sejak pasien pertama kalimasu
k rumah sakit sampai pulang dan atau yang dirawatminimal 3 hari. Penelitian akan
dilakukan pada bulan Desember 2020 dengan April 2021.

Alat atau instrument pengumpulan data dalam wawancaramenggunakan format peng
kajian asuhan keperawatan anaksakit sedangkan dalam observasi menggunakan alat-alat
seperti tensimeter, stetoskop dan timbangan. MetodePengumpulan data dalam karya tulis
studi kasus ini adalahdengan menggunakan instrument Biofisiologis, Observasi,Wawanca
ra, Kuesioner dan Skala penilaian.

HASILPENELITIANDAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

a. Identitas Pasien
N Ident Kasus  Kasus 
itasP I II
o asien

1. Diagno Hepati Hepatit


sa tis b is

    b
Medis

Tabel 4.4 Identitas Pasien

15
 

Jurnal Keperawatan Flora Volume 15 No 1 Tahun


2022Published byLPPM STIKesFlora

E-ISSN: 2089-4260

P-ISSN: 2828-3651

Homepages:https://jurnal.stikesflora-medan.ac.id/index.php/jkpf

2. Nama Ny.K Tn. H

3. Umur 28 Tah 53Tahu


un n

4. Jenis Peremp Laki-


uan laki
Kelami
n

5. Pendidi S1 SMA
kan

6. Pekerja Wirasw Wirasw


an asta as

ta

7. Status Belum Menika


h
Menika
h

8. Agama Kristen Islam

9. Suku Batak Batak


bangsa

10. Bahasa Indones Indones


ia ia

11. Alamat Jl.D.I.P Jl.Gaha


anja ru

itan
Naga
huta

12. Ditangg BPJS BPJS


ung

oleh

13. Tanggal 25 29
April 2 April2
danjam 021 021Pu
kul
masuk :12.00
RS(IG
D) Pukul: WIB

11.15 
WIB

14. Tanggal 25 29
April 2 April2
danjam  021 021Pu
masukr kul
uangan :13.00

Pukul: WIB

13.00 
WIB

15. Tanggal 27 30
April 2 April2
dan 021 021Pu
jampen kul
:14.00
gkajian WIB

Pukul:

14.30 
WIB

anuta menga menga


masaa takan takanb
tmasu nyeri t adan
kruma ekanp terasal
hsakit ada pe emas±
rutbag 10hari
iankan .
an atas
,±2

minggu
.

2. Keluh Sulitb Lemas


anuta erakti ,
masaa vitas sulitbe
t raktivi
,lemas tas,mu
pengk ,pusin al.
ajian g

3. Riway Hepatit Hepatit


atpeny is B is B
akitse
kara

ng

4. Riway Hepatit Hepatit


atkese is B is B
hatany
anglal
uRiwa
5. yatKel
uar
Kelua Kel
ga rgatid uar
akme gati
miliki dak
riway me
atpen mili
yakit kiri
Hepat way
itis b atpe
nya
kit
Hep
atiti
s b

6. Kebias Mende Menont


ngar on Tv
aan
musik

Berdasarkan tabel 4.4 didapatkan dari kedua responden berjenis kelamin laki-laki dan


perempuan mempunyai diagnosis yang sama yaitu Hepatitis b. Pada kasus I dengan pasien
berumur 28 tahun dan kasus II dengn pasien berumur 53 tahun.

b. Keluhan Utama Dan Riwayat Sakit

Tabel 4.5 Keluhan Utama Dan Riwayat

Sakit 

N DataFokus Kasus I Kasus II

o
1. Keluh Klien Klien

Berdasarkan Tabel 4.5 ditemukan keluhan utama dan riwayatpenyakit terhadap kasus I yai
tu klien mengatakan nyeri tekanpada perut bagian kanan atas

±2 minggu, lemas, sulit beraktivitas, pusing dan riwayatpenyakit terdahulu adalah Hepatiti
s b ± 2 tahun yang lalu.Sedangkan klien dengan kasus II ditemukan keluhan utama danriw
ayat penyakit yaitu badan terasa lemas, ± 10 hari, mual dan riwayat penyakit
terdahulu adalah Hepatitis b ±1 tahun yanglalu

c. Analisa Data

15

Jurnal Keperawatan Flora Volume 15 No 1 Tahun


2022Published byLPPM STIKesFlora

E-ISSN: 2089-4260

P-ISSN: 2828-3651

Homepages:https://jurnal.stikesflora-medan.ac.id/index.php/jkpf

 
N Diagn Kriter Peren
oseKe iaHasi canaa
o peraw l ndan 
at Rasio
nal
    an

1 Kasus K. 1. Ti
1:Intole Hasil: ngka
. ransiakt Kliend tkan
ivitasbe apatme tirah
rhubun lakuka barin
gan naktivi g/
dengan tassepe dudu
respons rtibias k
istemik aLema danb
yangme htidak  erika
ngakiba ada nling
tkanper kung
ubahan ante
proses nang
metabo .R/
licsehin Meni
ggacep ngka
at tkani
lelahda stira
nkelem hat d
ahanfisi anke
kditand tena
aidenga ngan
nklien .
mengat Men
akance yedi
pat akan
lelahbil ener
amelak gy y
ukanakt angd
ivitas igun
akan
,klienm untu
engatak kpen
antidak yem
dapatbe buha
raktivit n.
as,klien
tampak Akti
lemas. vitas
dan
posis
idud
uk te
gakd
iyaki
nime
nuru
nkan
alira
ndar
ahke

kaki,
yang
men
cega
hsirk
ulasi
opti
mal
kesel 
hati.

2. U
bahp
osisi
deng
anser
ing
danb
erika
nper
awat
anku
lit
yang
baik. 
R/
Meni
ngka
tkan 
fung
siper
nafas
an

                                                  
dan

 
 

Hasil analisa data diatas bahwa


pada kasus Imengalami masalahgangguan Intol
eransiAktivitas yang berhubunganberhubungan
dengan respon sistemik
yangmengakibatkan perubahanproses metabolic 
sehinggacepat lelah dan kelemahanfisik ditanda
i dengan klienmengatakan cepat lelah bilamelak
ukan aktivitas ,klienmengatakan tidak dapatber
aktivitas,klien tampaklemas . Sedangkan kasus
II mengalami
gangguandengan respon sistemik yangmengaki
batkan perubahanproses metabolic sehinggacep
at lelah dan kelemahanfisik ditandai dengan kli
enmengatakan cepat lelah bilamelakukan aktivit
as ,klienmengatakan tidak dapatberaktivitas,klie
n tampaklemas

f. Diangnosa Keperawatan 
Kasus I Kasus II

Intoleransi aktivitasberhubungandenganrespon Intoleransi aktivitasberhubungandenganrespon

sistemikyangmengakibatkanperubahan sistemikyangmengakibatkanperubahan
prosesmetabolic sehinggacepatlelah prosesmetabolic sehinggacepatlelah
dankelemahanfisikditandaidenganklien dankelemahanfisikditandaidenganklien
mengatakancepatlelahbilamelakukan aktivitas mengatakancepatlelahbilamelakukan aktivitas

,klienmengatakantidak ,klienmengatakantidak
dapatberaktivitas,klientampak lemas . dapatberaktivitas,klientampak lemas .

Berdasarkan tabel 4.9 didapatkan kedua re
spondenmempunyai masalah .intoleransi aktivit
asberhubungan dengan responsistemik yangme
ngakibatkan perubahanproses metabolic.

 
 

g. Intervensi Keperawatan

15

Jurnal Keperawatan Flora Volume 15 No 1 Tahun


2022Published byLPPM STIKesFlora

E-ISSN: 2089-4260

P-ISSN: 2828-3651

Homepages:https://jurnal.stikesflora-medan.ac.id/index.php/jkpf

 
5.
Doro
n gp
engg
2 unaa
ntek
. kriter nikm
iahas anaje
il : mens
tress
1. Kli
seper
endap
time
atmela
nden
kuk
gark
anakti
an
vitass
radio 
eperti
atau
biasa.
kebi
2. mu
asaa
altida
Kasus nklie
kada.
IIIntol n
3. Lem
eransia yang
ahtidak 
ktivitas lain
ada
berhub dapa
ungan tme
dengan mbu
respon atkli
sistemi enter
kyang tidur. 
menga R/
kibatka Meni
nperub ngka
ahanpr tkan 
osesme relak
tabolic sasid
sehing anpe
gacepa nghe
t mata
lelahda n
nkelem ener
ahanfis gyke
ikditan mbal
daiden iperh
ganklie atian
nmeng ,dan
atakan dapa
cepat tmen
lelahbil ingk
amelak atka
ukanak n ko
tivitas ping.

,klienm 1.
engata Tingka
kantida tka nti
k rah bar
dapatb ing/
eraktiv duduk
itas,kli danber
entamp ikanlin
aklema gkung
s. antena
ng.
R/
Menin
gkatka
n istira
hat da
nketen
angan.
Menye
diakan
energy
yangdi
gunak
anuntu
kpeny
embuh
an

.
Aktivit
asdan
posisid
uduk
tegakd
iyakini
menur
unkan
aliran
darah 
ke kak
i,yang

       
mencega
h

meminimalkantekana
npada
areatertentuuntukmen
urunkan
resikokerusakanjaring
an.
3. Tingkatkanaktivitas 
sesuaitoleransi,ba ntu
melakukanlatihanrent
anggeraksendipasif/
aktif.R/
Tirahbaringlamadapat
menurunka nkemamp
uan

, inidapatterjadikarena
keterbatasanaktivitas 
yangmengganggu
periodeistirahat.

4. Berikanlingkungan
yang
tenangbatasipengunju
ngsesuaikeperluan. R/
Meningkatk anistiraha
tdan

ketenangan.  

20

Jurnal Keperawatan Flora Volume 15 No 1 Tahun


2022Published byLPPM STIKesFlora

E-ISSN: 2089-4260

P-ISSN: 2828-3651

Homepages:https://jurnal.stikesflora-medan.ac.id/index.php/jkpf

sirkulasi optimal ke sel hati.
2. Ubah posisi dengan seringdanberikan perawatan kulityang

baik.R/ Meningkatkanfungsi pernafasan danmeminimalka n
tekananpadaarea tertentu untukmenurunkan resiko kerusakan jarin
gan

3. Tingkatka naktivitas sesuaitoleransi,bant umelakukan latihanren
tang gerak sendi pasif/aktif. R/Tirahbaring lamadapat menurunkan 
kemampuan,inidapat terjadi karenaketerbatasan aktivitas yang men
ggangguperiode istirahat.
4. Berikan lingkungan yangtenangbatasi pengunjung

sesuai 

keperluan. R/ Meningkatka n istirahat danketenangan.

5. Dorong penggunaan teknik manajemenstressseperti mendengar
ka n radioatau kebiasaan klienyang

laindapat membuat klien tertidur.R/ Meningkatka nrelaksasi danp
enghematan energy kembali perhatian,dan dapat meningkatkan

koping. 

Berdasakan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa keduapasien mempunyai rencana 
keperawatan yang sama sesuaidengan Doengoes (2012) untuk pasien dengan masalah
keperawatan atau diagnosa Intoleransi aktivitas berhubungan dengan respon sistemik
yang mengakibatkan perubahan prosesmetabolic sehingga cepat lelah dan kelemahan fisi
k ditandaidengan klien mengatakan tidak dapat beraktivitas, klientampak lemas.

Implementasi Keperawatan

Tindakan keperawatan yang dilakukan kepada keduapartisipan merupakan tindakan
keseluruhan yang ada untukpenanganan pasien Hepatitis b karena untuk Asuhan
Keperawatan Dengan Intoleransi Aktivitas pada kasus I dan

20

Jurnal Keperawatan Flora Volume 15 No 1 Tahun


2022Published byLPPM STIKesFlora

E-ISSN: 2089-4260

P-ISSN: 2828-3651

Homepages:https://jurnal.stikesflora-medan.ac.id/index.php/jkpf
 

kasus II memerlukan asuhan keperawatan yang benar.

Evaluasi Keperawatan

Berdasarkan tabel 4.12 dari


evaluasi yang telah dilakukan,peneliti memiliki keterbatasan waktu untuk melakukan evalu
asidalam melakukan implementasi keperawatan. Dari hasil evaluasitersebut diperoleh hasil
yang berbeda antara kasus I dan kasus II. Pada kasus I didapatkan
data hari ke 3 setelah diberikanintervensi keperawatan masalah intoleransi
aktivitas sudah bisadiatasi. Sedangkan pada kasus II didapatkan data hari ke 3setelah diberi
kan intervensi keperawatan masalah intoleransi aktivitas hanya teratasi sebagian sehingga
dilanjutkan kembali oleh perawat ruangan.

Pembahasan

Pada pembahasan ini, peneliti akan membahas “ Asuhankeperawatan dengan masalah
gangguanintoleransiaktivitas padapasien Hepatitis b di Ruang VII” . Penelitian ini telahdila
ksanakan pada kasus I 27 April 2021 sampai dengan 29April 2021 dan kasus II pada tangga
l 30 April 2021 sampai 02Mei 2021. Dalam hal ini pembahasan yang dimaksud adalahmem
bandingkanantaratinjauankasusdengan tinjauan pustaka yang disajikan untukmenjawab
tujuankhususdari penelitian.Dimanasetiaptemuan perbedaan diuraikan dengan konsep dan p
embahasan disusun dengan tujuan khusus. Penelitimelakukan
penelitian terhadap dua partisipan yangsama-sama memiliki penyakit Hepatitis b di Ruang 
VII RumahSakit TK. II Putri Hijau Medan dengan lima tahap sesuai denganproses keperaw
atanyangdikembangkanoleh American Nurse Association(ANA) yaitu pengkajian,diagnosa
keperawatan, intervensikeperawatan,implementasi keperawatandanevaluasi.Doengoes, (201
2)kemudianmengembangkandanmengelompokkan diagnosa keperawatan

serta membantu menciptakan pola komunikasi antar perawatdan dapat memberikan batas
an antara diagnosa keperawatandengan diagnosa medis. Diagnosa keperawatan berfokus 
padarespon klien, sedangkan diagnosa medis berfokus pada proses penyakitya
(Tarwoto, 2006), serta intervensi terkait masalahgangguan intoleransi aktivitas pada
pasien hepatitis b yangbersumber dari jurnal Setio (2015)

Tujuan khusus tersebut meliputi menggali pengkajiankeperawatan, menyusun
perencanaanasuhankeperawatan, merumuskan diagnosa keperawatan, melakukanimplem
entasi yang komprensif, serta melakukan
evaluasikeperawatn. Berikut adalah pembahasan yang disesuaikandengan tujuan khusus d
ari penelitian tersebut.

Pengkajian

Berdasarkan tabel 4.4 didapatkan dari kedua partisipan mempunyai


diagnosa medis yang sama yaitu Hepatitis b sulitdalam melakukan aktivitas yang didasar
kan pada kasus Ididapatkan data klien tidak dapat melakukan aktivitas.Sedangkan pada
kasus II didapatkan data klien sulit dan lelahdalam melakukan aktivitas.

Berdasarkan tabel 4.4 hasil pengkajian kedua partisipanmemiliki beberapa Perbedaa
n yaitu pada kasus I berjenis kelamin perempuan dan kasus II berjenis kelamin laki-laki.
Menurut jurnal dari Hayati (2020) jumlah kejadian Hepatitis bpada laki-
laki lebih banyak dibandingkan dengan perempuan. Hal
ini disebabkan bahwa laki - laki sebagai kepala keluargayang lebih banyak beraktivitas
diluar rumah sehingga mudahuntuk tertular Hepatits b. Berdasarkan Tabel 4.4 hasil
pengkajian kedua partisipan memiliki perbedaan yaitu berjenis kelamin laki-
laki dan perempuan memiliki kebiasaan yangburuk yaitu kurang tidur dan lelah
dalam melakukan aktivitas.

22

Jurnal Keperawatan Flora Volume 15 No 1 Tahun


2022Published byLPPM STIKesFlora

E-ISSN: 2089-4260

P-ISSN: 2828-3651

Homepages:https://jurnal.stikesflora-medan.ac.id/index.php/jkpf

 
 

Berdasarkan hasil pengkajian yang didapat kedua partisipanmemiliki usia pada kasus I
berumur 28 tahun dan kasus IIberumur 53 tahun. Hal ini didukung oleh Sari, Indriastuti,
Asrul dan Elyasari (2015), rentang usia yang paling banyak terinfeksiHepatitis b adalah 26-
35 tahun.

Berdasarkan tabel 4.4 didapat persamaan pekerjaan padakasus I dan kasus II memiliki 
pekerjaan wiraswasta. MenurutSetio, (2016) jumlah kejadian pada Hepatitis b paling banya
kpada pekerjaan sebagai wiraswasta, petani, nelayan, merupakan jenis pekerjaan
yang paling banyak dijumpai menderitaHepatitis b.

Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan tabel 4.9 didapatkan kedua pasien yaitu kasus Idan kasus II memiliki diag
nosa medis serta diagnosakeperawatan yang sama yaitu Hepatitis
b dengan diagnosakeperawatan intoleransi aktivitas berhubungan dengan responsistemik ya
ng mengakibatkan perubahan proses metabolic sehingga cepat lelah
dan kelemahan fisik ditandai dengan klienmengatakan cepat lelah bila melakukan aktivitas ,
klienmengatakan tidak dapat beraktivitas,klien tampak lemas . Hal inididukung oleh
Herdman (2014), Intoleransi aktivitas merupakan faktor penyebab
yang menitikberatkan respon tubuh yang tidakmampu bergerak karena tubuh tidak mampu 
memproduksienergi yang cukup untuk aktivitas sehari-hari.

Rencana Keperawatan

Berdasarkan tabel 4.10 didapatkan dari kedua partisipankeduanya mempunyai rencana
tindakan keperawatan yang sama dari rumah sakit di ruang
VII Rumah Sakit TK II Putri HijauMedan. Rencana tindakan keperawatan di
Rumah Sakit TK IIPutri Hijau Medan hampir sama dengan rencana keperawatanyang ada
pada teori menurut Dongoes (2012). Serta intervensiterkait masalah gangguan

intoleransi aktivitas pada pasien hepatitis


b yang bersumberdari jurnal Setio (2015) meliputi pemenuhan kebutuhan
perawatan diri serta upaya untuk mencapai kemandirian dalampencegahan masalah gang
guan intoleransi aktivitas. penelitimempunyai intervensi untuk melakukan Asuhan Keper
awatanuntuk pasien yang terkena penyakit Hepatitis b.
 

Tindakan Keperawatan

Tindakan keperawatan yang sama dengan rencana di teori Dongoes


(2012). Tindakan keperawatan yang dilakukan untukkedua responen sesuai dengan renca
na tindakan di RumahSakit TK II Putri Hijau Medan yaitu :
Meningkatkan tirahbaring/duduk dan Memberikan lingkungan tenang, Mengubahposisi d
engan sering, Meningkatkan aktivitas sesuaiintoleransi, Membantu melakukan latihan ren
tang gerak sendipasif / aktif, dan dorong penggunaan teknik
manajemen stressseperti mendengarkan radio atau kebiasaan klien yang lain dapat
membuat klien tertidur.

Evaluasi

Pada diagnosa keperawatan Intoleransi aktivitas, setelahdilakukan tindakan keperaw
atan pada tanggal 27 April 2021s/d 29 April 2021 pada kasus I

dan tanggal 30 April s/d 02 Mei 2021


pada kasus II. Keduaresponden tersebut memiliki respon yang berbeda pada saatdilakuka
n tindakan keperawatan.

Berdasarkan tabel 4.12 darei


evaluasi diperoleh hasil yangsama antara kedua responden. Pada kasus I diperoleh pada h
ari pertama pada tanggal 27 April
2021 klien mengatakan sulitdalam melakukan aktivitas. Hasil evaluasi hari kedua padatan
ggal 28 April 2021 klien mengatakan dapat beraktivitassecara perlahan-lahan. Hasil
evaluasi hari ketiga pada tanggal
29 April 2021 klien mengatakan dapat melakukan pergerakansecara perlahan. Sedangkan 
pada kasus II pada tanggal 30

22

Jurnal Keperawatan Flora Volume 15 No 1 Tahun


2022Published byLPPM STIKesFlora

E-ISSN: 2089-4260

P-ISSN: 2828-3651

Homepages:https://jurnal.stikesflora-medan.ac.id/index.php/jkpf
 

April 2021 klien mengatakan klien mengatakan belum dapatMelakukan aktivitas. Hasil eval
uasi hari kedua pada tanggal 01Mei klien mengatakan mulai dapat melakukan aktivitas.
Hasil evaluasi hari ketiga pada tanggal 02 April 2021 klien mengatakan sudah dapat
melakukan aktivitas. Hal ini didukung oleh
Ryandini, Nurachmah, Herawati, Adam dan Sekarsari bahwa 40 % pasien
ditegakkan diagnosa intoleransi aktivitas yang
sangat mengganggu dalam proses pemenuhan kebutuhansehari-hari.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Setelah peneliti melakukan Asuhan keperawatan denganmasalah gangguan intoleransi 
aktivitas pada pasien Hepatitis B di ruang VII Rumah Sakit TK II Putri Hijau Medan pada
kasus I tanggal 27 April 2021 s/d 29 April 2021 dan pada kasus II

tanggal 30 April 2021 s/d 02 Mei 2021 di dapatkan hasil:

Pengkajian

Hasil pengkajian yang didapatkan dari kedua partisipan mempunyai


diagnosa medis yang sama yaitu Hepatitis b sulitdalam melakukan aktivitas yang didasarka
n pada kasus I dan II didapatkan data klien lemas, lelah, pusing, mual
dan tidak dapatmelakukan aktivitas. Jenis kelamin pada kasus I adalah berjeniskelamin
perempuan dan kasus II berjenis kelamin laki-laki. Usiapada kasus I berumur 28 tahun dan
kasus II berumur 53 tahun. Pekerjaan pada kasus I dan kasus II memiliki pekerjaan
wiraswasta.

Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan hasil pengkajian pada kasus I dan II maka diagnosa
keperawatan adalah intoleransi aktivitas berhubungandengan respon sistemik yang mengaki
batkan perubahan prosesmetabolic sehingga cepat lelah dan

kelemahan fisik ditandai dengan klien mengatakan cepat lelahbila melakukan aktivitas ,kl
ien mengatakan tidak dapatberaktivitas,klien tampak lemas .

Rencana Tindakan Keperawatan

Hasil dari rencana tindakan keperawatan yang telahdilakukan yaitu kedua respon da
n memilki rencana tindakanyang sama sesuai dengan SOP rencana tindakan keperawatan
di Rumah Sakit TK II Putri Hijau Medan hampir sama denganrencana keperawatan yang 
ada pada teori menurut Dongoes(2012). peniliti mempunyai intervensi untuk melakukan
Asuhan Keperawatan untuk pasien yang terkena penyakitHepatitis b.

Tindakan Keperawatan

Tindakan keperawatan yang dilakukan untuk keduaresponen sesuai dengan rencana
tindakan di Rumah
Sakit TKII Putri Hijau Medan yaitu : Meningkatkan tirah baring/dudukdan Memberikan
lingkungan
tenang,Mengubah posisi dengansering, Meningkatkan aktivitas sesuai intoleransi, Memb
antumelakukan latihan rentang gerak sendi pasif / aktif, dan dorong penggunaan
teknik manajemen stress seperti mendengarkanradio atau kebiasaan klien yang lain
dapat membuat klien tertidur.

Evaluasi

Pada hasil evaluasi antara kedua partisipan didapatkanhasil yang sama. Pada kasus I
masalah gangguan intoleransiaktivitas klien telah teratasi sedangkan pada kasus II
masalah gangguan
intoleransi aktivitas sebagian teratasi dan intervensidilanjutkan oleh perawat ruangan

Saran
Rumah sakit sebaiknya menyediakan sarana dan prasaranayang lengkap dan baik
guna membantu dalam
melaksanakanasuhan keperawatan sehingga rasa puas bagi keluarga pasien.

22

Jurnal Keperawatan Flora Volume 15 No 1 Tahun


2022Published byLPPM STIKesFlora

E-ISSN: 2089-4260

P-ISSN: 2828-3651

Homepages:https://jurnal.stikesflora-medan.ac.id/index.php/jkpf

Pengembangan ilmu dan teknologi keperawatan hendaknyamenambah keluasan ilmu
dan teknologi dalam bidangkeperawatanterutama
Asuhan Keperawatan denganmasalah gangguan intoleransi aktivitas pada pasien
Hepatitis BKarena Asuhan Keperawatan adalah mengidentifikasi kebutuhanperawatan kese
hatan klien,menentukan prioritas, memberikan intervensi keperawatan
yang dirancang untuk memenuhikebutuhan klien, dan mengevaluasi keefektifan asuhan
keperawatan dalam mencapai hasil dan tujuan klien yangdiharapkan.

Klien dan keluarga diharapkan


selalu memperhatikanperawatan klien yang dilakukan dengan cara salingmemperhatikan
untuk jadwal terapi klien. Supaya asuhankeperawatan klien dapat dilakukan dengan benar
dan berhasil dalam pengobatannya.

DAFTAR PUSTAKA

Alamudi. (2018). Skrining HbsAg pada remaja di Surabayadengan menggunakan rapidt
est, Preventif JurnalKesehatan
Masyarakat,9,(1):30-33, https://scholar.google.co.id

Brunner and Suddarth. (2002). Buku


Ajar Keperawatan MedikalBedah Edisi 8.Jakarta; EGC.

Corwin Elizabeth J.(2001). Buku saku Patofisiologi.EGC.Jakarta

Darsin, & Sesuna.M.(2019).Perancangan Sistem Pendiagnosa Penyakit


Hepatitis Dengan Metode Case Based Reasoning(CBR).Jurnal Sistem InformasiDan

SainsTeknologi.1(2).1-7,https://scholar.google.co.id

Dinarti, dkk. (2013). Trans Info Media.

Jakarta.

Doenges Marilynn, dkk. (2012). Rencana Asuhan Keperawatan.EGC. Jakarta.

Donsu, T.D.J. (2017). Teori


pengetahuan dan perilakumanusia. Yogyakarta : Pustaka Baru Press.

Dirjen Gizi dan KIA, (2016). Sustainable DevelopmentGoals.www.sdgsindonesia.or.i
d Diakses tanggal 17 februari 2017.

Diesntag, J.L.(2008). Hepatitis B virus infection. N Engi JMed 359. 1486- 500

Kementerian Kesehatan R of I. Profil Kesehatan IndonesiaTahun (2013). Jakarta Ke
menterian Kesehatan RI. 2014

Mansjoei Arif.dkk.(2013) Buku Kapita Selekta Kedokteran . Edisi Ketiga


Jilid Kedua,Media Aisculaplus, Jakarta

Price Sylvia Anderson, (1995). Patofisiologi Konsep KlinisProses- Proses Penyakit,
Edisi Keempat, Buku 1, EGC, Jakarta

Rumini,Zein, dan Suroyo.(2018). Faktor Risiko Hepatitis BPada Pasien Di RSUD
Dr.PirngadiMedan.Jurnal Kesehatan.1(1)http://ejournal.helvetia.ac.id/index.php

/jkg

R. Aini and J. Susiloningsih, “
Faktor Resiko yangBerhubungan dengan KejadianHepatitis Bpada PondokPesantren 
Putri IbnulQoyyim Yogyakarta, “ SainsMed,5(1),30- 33,2013
WordHealthOrganization.Sari, Indriastuti,Asrul, Elyasari. (2019). Perbedaan Pengeta
huan Pre DanPost Pendidikan Kesehatan Pada Penghuni Lapas TentangRisiko Kejadi
an Viral Hepatitis Di Lapas Perempuan KelasIII.Jurnal Keperawatan.02 (3).Hal 10. h
ttps://stikesks-kendari.e journal.id/JK/article/view/259

Sudoy Aru. W. dkk, (2006).Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi Keempat, Jilid 1,


FKUI. Jakarta

RisetKesehatan

Dasar.(2013).Trisnaningtyas,Sari,Setyaningrum.(2017).Evaluasi

22

Jurnal Keperawatan Flora Volume 15 No 1 Tahun


2022Published byLPPM STIKesFlora

E-ISSN: 2089-4260

P-ISSN: 2828-3651

Homepages:https://jurnal.stikesflora-medan.ac.id/index.php/jkpf

Terapi Pada Pasien Hepatitis B Di RSUPDr.SARDJITO

YOGYAKARTA.jurnalilmiah Farmasi.13(1).Hal.29.https://journal.uii.ac.id/JIF/
article/view

/12361

SetioR,Rahayu,Rasmaliah.(2015).Karakteristik Penderita Hepatitis B Rawat Inap Di
RumahSakit Umum DaerahDr.PirngadiMedan.jurnalkeperawatan.02(3)Hal.1.http://
repositori.usu.ac.id/handle/1245 6789/178
Sdki.(2016). Kelelahan Berhubungan Dengan Tanda Dan Gejala
Intoleransi aktivitas. Jurnal kesehatan.03(2).hal

21.http://repository.poltekkes- denpasar.ac.id

Hidayat.A.A.(2012).Pengantar Kebutuhan DasarManusia.Jakarta:Selemba Medika

Keliat.(2015).KeperawatanMedikal Bedah,Jakarta.

Elsevier.(2016). https://scholar.google.co.id

Akademi Keperawatan Kesdam I/BB Medan yang telahmembimbing serta membekali
ilmu selama penulis
mengikutipendidikan di Akademi Keperawatan Kesdam I/BB Medan.

UCAPAN TERIMAKASIH

Saya mengucapkanterima kasih kepada Ibu
Nina Olivia, S.Kep., Ns.,M.Biomed selaku Dos
enPembimbing Utama StudiKasus yang telah b
anyakmengorbankan waktu, tenaga dan
pikiran denganpenuh keikhlasan dankesabaran 
dalammemberikan bimbingankepada penulis se
hinggalaporan ini dapatdiselesaikan.

Saya mengucapkanterima kasih kepada Ibu
Virginia Syafrinanda,
S.Kep., Ns., M.Kep selakuDosen PembimbingP
endamping yang telah tulusdalam membimbing 
danmengarahkan penulis selamapenyusunan
Karya TulisIlmiah ini

Saya mengucapkanterima kasih kepada Selu
ruhDosen dan Staff di

22

 
ISSN :2580-0078

Vol. 3 No. 2(Okober, 2019)

EFEKTIVITAS TERAPI OKSIGENASI NASAL KANUL TERHADAP


SATURASI OKSIGEN PADA PENYAKIT ACUTE CORONARY
SYINDROME (ACS) DI INSTALASI
GAWAT DARURAT RSUDULIN BANJARMASIN

Ilmi Darmawan1,Milasari2

S1 Keperawatan Fakultas Keperawatan dan Ilmu Kesehatan Universitas


Muhammadiyah Banjarmasin milasari1989@gmail.com

ABSTRAK

Penyakit ACS merupakan kegawatan jantung dengan gambaranklinis yang beragam, ACS 
merupakan jenis penyakit jantung terbanyak di Indonesia sekitar 420.449 ribu. Penyakit
jantung penyebab kematian
nomor satu di Negara berpenghasilan rendahmenengah. Penyakit ini menghambat pergera
kan darah kaya oksigenkearah jantung yang dapat menyebabkan kematian otot jantung,
sehingga diperlukannya oksigen oleh sel- sel miokardium untuk metabolisme aerob.
Oksigen tambahan dapat meningkatkan suplai ke otot
jantung diharapkan besarnya infark tidak bertambah. Tujuanpenelitian mengetahui perbed
aan sebelum dan sesudah diberikan terapi oksigenasi nasal kanul terhadap perubahan
saturasi oksigen pada pasien ACS. Metode penelitian menggunakan eksperimen semu
dengan rancangan One-group Pra-Post Test Design,
tekhniksampling Purposive Sampling menggunakan uji Paired T-Test, jumlahresponden 22 
orang. Didapatkan nilai rata-rata saturasi oksigensebelum 91.59% dan sesudah 93.9%. H
asil pengukuran saturasioksigen sebelum dan sesudah diberikan terapi oksigenasi nasal
kanul didapatkan nilai p (0,000) <α (0,05). Ada efektifitas pemberiansaturasi oksigen
nasal kanul terhadap saturasi oksigen pada pasien ACS.

Kata kundi: acute coronary syndrome, saturasi oksigen, terapinasal kanul

ABSTRACT

ACS is heart disease with diverse clinical conditions, ACS the mosttype of heart disease in In
donesiaaround

420.449 thaousand. Heart disease is the number one cause of death in low and middle
income countries. This disease inhibit movement of oxygenrich blood toward the
heartwhich can cause death of the heartmuscle, so the need for oxygen by myocardial cell
for aerob metabolism.additional oxygen can
increase supply to the heartmuscle is expected to increase the amount of infarction. The pu
rposeof this study was to determine the difference before and after nasal oxygenation
theraphy given to changes in oxygen saturation in ACS patients. The method research uses
quasy-experiment design with one group pre-post test design, sampling techniq using
porpusive sampling by paired t-test, respondent is 22 people. Is obstained meanoxygen
saturation values before 91.59% and after 93.9%. the results of measuring oxygen
saturation before and after nasal oxygen therapy werw obtained pvalue (0.000) < α (0.05).
there is an effective a giving nasal oxygen saturation to oxygen saturation in ACS patients.

Keywords: acute coronary syndrome, oxygen saturation, nasalcannula therapy
 

journal.umbjm.ac.id/index.php/caring-nursing

68

ISSN :2580-0078

Vol. 3 No. 2(Okober, 2019)

PENDAHULUAN

Penyakit jantung merupakan penyebab kematian manusia nomor satu diNegara berpen
ghasilan rendah dan menengah menyumbang >75% atau sekitar 7,5 juta
kasus dari seluruh kematian di dunia (WHO, 2015). Setiap tahunnyaangka kematian mengala
mi peningkatan akibat penyakit jantung, menurutpenelitian yang dilakukan di Amerika
didapatkan 17,7 juta jiwa kematianakibat dari penyakit jantung (WHO, 2017). Prevalensi pe
nyakit jantung diIndonesia sendiri pada tahun 2017 mencapai angka 420.449 jiwa penderitad
iseluruh rumah sakit (Kemenkes RI, 2017). Provinsi
Kalimantan Selatantahun 2017 didapatkan 4.972 jiwa penderita mengalami penyakit jantung
(Dinkes Prov.Kalsel, 2017). Jumlah penderita penyakit acute coronarysyndrome di IGD RS
UD Ulin Banjarmasin pada tahun 2018 didapatkansebanyak 137 orang diantaranya 109
orang laki- laki dan 28 orang perempuan(Rekam Medic RSUD Ulin Banjarmasin, 2018).

Penyakit ACS memiliki plak yang menempel pada arteri yang rusak,selanjutnya plak d
apat menebal yang menyebabkan ACS juga menjadi lebihtebal, sehingga menghambat perge
rakan darah kaya oksigen ke arah
jantung.Jika plak ini pecah trombosit akan menempel pada luka di arteri danmembentuk pen
yumbatan darah. Gumpalan darah dapat memblokir arterimenyebabkan angina semakin para
h, ketika bekuan darah cukup besar makaarteri akan tertekan menyebabkan infark miokard at
au kematian otot jantung(Novita Joseph, 2018). Diwaktu itulah pemberian oksigen
diperlukan oleh sel miokardial, untuk metabolisme aerob dimana adenosine
triphosphate dibebaskan untuk energy jantung pada waktu istirahat yang membutuhkan70%
oksigen (Kasron, 2012).

Sistem oksigenasi berperan penting dalam mengatur pertukaran oksigen dan


karbondioksida antara udara dan darah. Oksigen diperlukan disemua sel untuk dapat
menghasilkan sumber energi. Karbondioksida yang dihasilkan oleh sel- sel secara
metabolisme
aktif membentuk asam yang harus dibuangoleh tubuh. Dalam melakukan pertukaran gas
sistem kardiovaskuler dan
sistem respirasi bekerja sama, sistem kardiovaskuler bertanggung jawab untukperfusi darah 
melalui paru (Dr, R, Darmanto 2015). Pemberian oksigensendiri mampu mempengaruhi ST
elevasi pada infark anterior yangberdasarkan consensus,

dianjurkan pemberian oksigen dalam 6 jam pertama terapi dan pemberianoksigen lebih dari 
6 jam secara klinis tidak bermanfaat. Oksigen harusdiberikan pada pasien dengan sesak
nafas, tanda gagal jantung, syok atau saturasi oksigen <95%. (Mayes, P.A, 2010).

Pemberian oksigen tambahan dapat meningkatkan suplai sampai keotot jantung, diha
rapkan besarnya infark tidak bertambah dan komplikasi lain tidak terjadi. Pemberian
suplemen oksigen dapat meningkatkan tekananoksigen dalam darah hingga di atas 60
mmHg (Shuvy, 2015).
 

Berdasarkan studi pendahuluan di RSUD Ulin Banjarmasin ruang IGD kasus ACS


cukup tinggi di awal tahun 2019 sebanyak 19 orang di bulan Januari. Dilakukan pengkajian
pada 7 orang pasien yang terdiagnosa ACS terdapat perubahan saturasi oksigen dan
diberikan terapi nasal kanul dengan aliran rendah dan dilakukan
pengukuran tingkat perubahan saturasi oksigensecara berkala sampai waktu 6 jam.
Didapatkan 6 orang kembali normaldalam waktu kurang dari 6 jam dan 1 orang lebih dari
6 jam.

METODE

Penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian quasi eksperimental dengan
rancangan One-group Pra-Post Test Design. Populasi padapenelitian ini seluruh pasien
yang menderita ACS yang di rawat di IGD
RSUD Ulin Banjarmasin. Teknik pengambilan sampling dengannonprobability sampling
menggunakan purposive sampling dandidapatkan sampel sebanyak 22 responden dengan
kriteria inklusi pasien
dengan penyakit ACS dan memiliki penyakit penyerta, pasien mengalamikekurangan oksig
en kurang dari atau sama dengan 94%. Penelitian dilakukan dari tanggal 28 mei-28 Juni
2019 di ruang IGD RSUD Ulin Banjarmasin. Analisis bivariate
dalam penelitian ini menggunakan ujipaired t-test, peneliti ingin mengetahui perbedaan sat
urasi oksigen antara sebelum dan sesudah
pemberian oksigenasi nasal kanul, dimana pemberianoksigenasi subjek yang sama hanya
saja di uji 2 kali yaitu sebelum dansesudah pemberian oksigenasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Responden

Tabel 1. Distribusi frekuensi karakteristik responden    

No Karakteristik Katagori %

 
journal.umbjm.ac.id/index.php/caring-nursing

68

ISSN :2580-0078

Vol. 3 No. 2(Okober, 2019)

1 Jenis Kelamin Laki-laki 16 72.73

perempuan 6 27.27

Jumlah 22 100,0

2 Usia 40-55 9 40.91


56-70 10 45.45

71-90 3 13.64

                22 100.0
Jumlah

Berdasarkan tabel 1 menunjukkan distribusi karakteristik respondenberdasarkan jenis 
kelamin terbanyak adalah laki-laki sebanyak

16 orang (72.73%), dan usia 56-70 tahun sebanyak 10 orang (45.45%).

Laki-laki mempunyai resiko yang lebih besar dibandingkan perempuandan mendapatk
an serangan lebih awal dalam kehidupan dibandingkanperempuan (Nasioanl Heart Lung and
Blood Institute, 2011). Hal ini didukung oleh penelitian dari WHO, 2017 menunjukkan
bahwa hasil penelitiannyaterdapat hubungan antara jenis kelamin pada acute coronary
syndrome pada laki- laki lebih rentan terkena akibat faktor gaya
hidup. Pada kasus diberbagai rumah sakit seluruh Indonesia laki-laki lebih mendominasi
78.5% lebih tinggi dibanding perempuan yang 21.5%.

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Srikrishna, 2015 yang menyebutkan


bahwa jenis kelamin laki-laki lebih banyak terkena
infarkmiokard dibandingkan perempuan hal ini dikarenakan laki-laki lebih rentanmengalami 
artherosklerosis yang disebabkan pada laki-laki lebih seringmengkonsumsi rokok dan juga di
sebabkan oleh kadar High Density Lipoprotein (HDL).

Angka morbiditas akibat penyakit jantung koroner pada laki-laki dua kali lebih besar
dibandingkan perempuan dan kondisi ini hampir 10 tahun lebihdini pada laki-laki dari pada
perempuan, hal
ini disebabkan karena padaperempuan ada hormone estrogen yang bersifat protektif namun s
etelahterjadi menopause insiden penyakit jantung coroner dapat meningkat dan memiliki
risiko yang sama dengan laki-laki (Lewis et al, 2007).

Acute coronary syndrome dapat berpengaruh dengan usia seseorangkarena iskemia
dan infark berulang lebih sering
dijumpai pada usia lanjut >40tahun disebabkan fungsi sistolik ventrikel kiri mengalami penu
runanbermakna pada pasien ACS, pengaruh usia
lanjut menjadi lebih berat dua kalilipat karena usia membuat perubahan pada fungsi endotel 
vaskuler (Canon CPdkk, 2016). Hal ini sejalan dengan penelitian Faridah et al, 2016 bahwak
elompok

umur terbayak yang menderita penyakit jantung koroner akut yaitu 56-65tahun sebanyak 34 
orang.

Menurut PERKI, 2015 faktor risiko pada ACS meliputi usia dan jenis kelamin,
didapatkan usia pria >45 tahun dan wanita >55 tahun,
riwayat keluarga dengan penyakit kardiovaskuler dan faktor risiko yang dapat
dimodifikasi diantaranya meliputi hipertensi, hiperlipidemia, DM,gaya hidup, dan
kebiasaan merokok. Perubahan utama yang terjadi pada penuaan dapat disebabkan
oleh penebalan tunika intima yang disertai tunikamedia yang mengalami fibrosis.
Ketebakan tunika intima meningkat ketika decade keempat dan kemudian menipis
secara bertahap (Cicilia et al,2017).

AnalisaSebelumdanSesudahDiberikan Terapioksigenasi Nasal Kanul

Tabel 2. Statistik responden sebelum dan sesudah

diberikan terapi nasa kanul 

No Kategori Mean Median Mode Stand.

             
Deviation

1 Sebelumdib 91.59 92.00 92 1.221


erikan

ter.oksigen

2 Sesudahdiber 93.9 94.00 94 .000


ikanter.oksig
en

Berdasarkan tabel 2 menunjukkan analisa sebelum dan sesudah diberikan terapi


oksigenasi nasal kanul terhadap saturasi oksigen didapatkannilai mean sebelum sebesar
91.59, dan setelah diberikan terapi oksigenasi nasal kanul selama
6 jam dengan pengukuran secara berkala didapatkan nilai mean sebesar 93.9. pada
hasil pengukuran sebelum dan sesudahdidapatkan nilai rata-rata kenaikan saturasi oksigen
sebesar 2.40.

Pada proses penyakit acute coronary syindrome (ACS) akibat kurangnya suplai


oksigen ke miokard, maka kompensasi dari miokardadalah dengan melakukan metabolism
e anaerob agar jantung tetap dapatmemberikan suplai oksigen ke seluruh tubuh. Salah satu 
tindakan untukmencegah perluasan infark miokard adalah dengan pemberian terapi
oksigen (Thygesen and Verdy, 2012).

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan olehFebriyanti, 2017 m
enunjukkan bahwa rata-rata saturasi oksigen sebelum dan sesudah diberikan oksigenasi
nasal prong selama 10 menit pertama dan10 menit kedua didapatkan nila Pvalue yang sam
a yaitu

journal.umbjm.ac.id/index.php/caring-nursing

68

 
ISSN :2580-0078

Vol. 3 No. 2(Okober, 2019)

0.000 dimana Pvalue < α(0.05) yang artinya ada pengaruh terapi oksigenasi nasal prong
terhadap perubahan saturasi oksigen pada pasien cidera kepala.

Pemberian oksigen di IGD pada pasien ACS didasarkan pada rekomendasi AHA
2010, yang menyatakan bahwa oksigen harus diberikanpada pasien
dengan Unicomplicated ACS
dengan erterial oxyhemoglobinsaturation <94% atau terdapat gejala breathlessness, tanda he
art failure,syok hypoxia atau distress pernapasan. Hal
ini dibuktikan oleh penelitianWilson & Channer, 1997 dalam Metcalfe, 2012 pada 42 pasien 
yangmengalami IMA dengan onset 24 jam teridentifikasi hypoxia dan
berdasarkan evidence dianjurkan untuk diberikan oksigen.

Apabila oksigen diberikan pada


gangguan jantung, maka oksigen mudahmasuk berdifusi kedalam paru-paru. Pada ACS masa
lah utamanya adalahhambatan transport (gannguan cardiac output atau denyut jantung) maka
pemberian oksigen akan meningkatkan saturasi oksigen maka hemoglobinmampu membawa 
oksigen lebih banyak dibandingkan jika seseorang tidakdiberikan oksigen (Suparmi & Ignavi
cius, 2009).

Teori diatas didukung penelitian yang dilakukan oleh Thygesen & Verdy, 2012 di


RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang menunjukkan bahwa denganpemberian terapi oksigen 
nasal kanul dapat mengembalikan saturasi oksigendari kondisi hipoksia ringan ke kondisi
normal
secara bermakna. Penelitian inijuga sejalan dengan penelitian yang dilakukan Budi & Yamin
, 2014 bahwadari 38 responden yang mendapatkan terapi oksigen binasal kanul didapatkanse
banyak
32 (84.2%) responden yang mengalami peningkatan saturasi oksigen dari hipoksia
ringan menjadi normal dan sebanyak 6 (15.8%) responden tetap padahipoksia ringan.

Hal ini didukung dengan teori yang dikemukakan oleh Hudak & Gallo, 2010


bahwa peningkatan FiO2 (persentase oksigen yang diberikan) merupakan metode mudah dan
cepat mencegah terjadinya hipoksia jaringan,dimana dengan meningkatkan FiO2 maka juga 
akan meningkatkan PO2 hal tersebut merupakan faktor yang sangat menentukan saturasi
oksigen,
bila PO2tinggi maka hemoglobin lebih banyak membawa oksigen dan bila pada PO2rendah 
maka hemoglobin juga sedikit membawa oksigen.

Analisis Hasil Pengukuran Saturasi Oksigen Sebelum danSesudah DIberikan
Oksigenasi Nasal Kanul

Tabel 3. Analisis hasil pengukuran saturasi oksigen sebelum dansesudah diberikan oksigen
asi nasal kanul dengan menggunakanuji Paired Sampel T-test

95%

Std.Dev Con.In
terval
Ket Mean N Of the P

Defference

             
LowUp

PrePost 91.59 22 1.221 -2.95 -1.868 .000

93.9 22 .000

Paired Sampel T-test:

                                p (0.000) < α(0,05)

Berdasarkan tabel 3 nilai rata-rata pada saturasi oksigen dengan melakukan


pengukuran pretes dan posttest terhadap responden acutecoronary syndrome dengan
diberikan terapi nasal kanaul didapatkan nilairata-
rata 91.59 dan setelah diberikan terapi nasal kanul selama 6 jampengukuran secara berkala
didapatkan nilai rata- rata 93.9. hasil analisis pengukuran pada
saturasi oksigen sebelum dan sesudah diberikan terapinasal kanul didaptkan nilai p (0.000)
< α (0,05).

Hasil penelitian diatas sejalan dengan penelitian yang dilakukan olehWidiyanto & Y
amin, 2014 terkait pemberian terapi oksigen terhadapperubahan saturasi oksigen melalui
pemeriksaan oksimetri pada pasieninfark miokard akut didapatkan hasil bahwa terdapat pe
ngaruh perubahansaturasi oksigen yang signifikan sebelum pemberian terapi oksigen denga
nsetelah pemberian terapi oksigen pada pasien Infark Miokard Akut (IMA)RSUD Dr. Moe
wardi di Surakarta.

Tradisi pemberian oksigen didukung


oleh AHA (American HeartAssociation) yang merekomendasikan intervensi pemberian
oksigenmerupakan salah satu bagian dari MONA yaitu Morphine, Oksigen,
Nitrat/nitrogliserin dan
Aspirin untuk menurunkan nyeri dada pada ACS(O’Conno, 2010). Pemberian oksigen akan 
meningkatkan tekanan perfusi coroner
sehingga meningkatkan oksigen pada jaringan jantung yangmengalamiiskemik
memperbaiki ketidakseimbangan oksigen dijantung (Kennedy, 2013).

Oksigen harus diberikan pada pasien dengan sesak nafas, gagaljantung, syok atau sat
urasi oksigen <95%. Berdasarkan
consensus terbarutahun 2010 tentang resusitasi jantung dan
journal.umbjm.ac.id/index.php/caring-nursing

68

ISSN :2580-0078

Vol. 3 No. 2(Okober, 2019)

paru, penelitian menunjukkan pemberian


oksigen mampu mempengaruhi STElevasi pada infark anterior berdasarkan
consensus dan dianjurkan pemberian oksigen selama 6 jam pertama terapi. Pemberian
oksigen lebih dari 6 jam secara klinis tidak bermanfaat (Mayes P.A, 2010). Infark
dan kematian merupakan perspektif klinis ACS yang tidak diharapkan, tekanan darah yang
meningkat pada ACS akan menjadi ancaman dan memperberatketidakseimbangan antara sup
lai dan kebutuhan oksigen ke miokard(Leonard, 2009).

KESIMPULAN

1. Didapatkan nilai rata-rata saturasi oksigen pada responden sebelumdiberikan terapi oks
igenasi nasal kanul sebesar 93.9, median 94.00, dan standar deviation 1.221
2. Didapatkan nilai rata-rata saturasi oksigen pada responden sesudahdiberikan terapi oksi
genasi nasal kanul sebesar 93.4, median

94.00 dan standar deviation .000

3. Ada efektifitas sebelum dan sesudah pemberian saturasi oksigenasi nasalkanul terhada
p perubahan saturasi oksigen pada pasien acute coronary syndrome dengan
nilai Pvalue (0.000) < α (0.05)
 

DAFTAR PUSTAKA

Cannon CP, dkk. (2016). ACCF/AHA Key Data Elements And Definitions For
Measuring The Clinical Management And
Outcomes OfPasients With Acute Coronary Syindrome And Coronary Artery
Disease. Circulation.

Cicila, S.M et al. (2017). Hubungan Riwayat


Lama Merokok dan KadarKolesterol Total dengan Kejadian Penyakit Jantung Koron
er diPoliklinik Jantung RSU Pancaran Kasih GMIM Manado. E-Journal Keperawata
n (e-Kp) Volume 5 Nomor1, Februari 2017. Diakses1

Januari 2018.

Febriyanti. W.T. (2017). Pengaruh Terapi Oksigenasi Nasal ProngTerhadap Peruba
han Saturasi Oksigen Pasien Cidera Kepala DiInstalasi Gawat Darurat RSUP Prof.
DR. R. D. Kandou Manado.E-Jurnal Keperawatan (e-Kp) Volume
5 Nomor 1, Februari 2017.(diakses 10 Juli

2019).

Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan. (2015). Buku Saku DataKesehatan

Dr. R.Darmanto. (2015), Respirologi, Penerbit

Buku Kedokteran

Faridah, E.N.,Pangamenan, J.A.& Rampengan,

S.H. (2016). Gambaran Profit Lipid pada Penderita SindromKoroner Akut di RSU
P. Prof.DR.R.D. Kandou Periode Januari-September 2015. Manado. Universitas
SamRatulangi Manado

Hudak & Gallo. (2010). Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik.Jakarta: EGC

Kasron. (2012), Kleainan Dan Penyakit


Jantung Pencegahan SertaPengobatannya. Yogyakarta: Nuha Medika.

Kemenkes RI. (2017). Rekapitulasi


Panyakit Gagal JantungSeluruh Indonesia.
Lewis, S. L., Heitkemper, M.M., Dirksen, S.
R., O’brien, P. G. & Bucher,L. (2007).

Medical Surgical Nursing : Assesment and Management of Clinical


Problems. Seven Edition. Volume 2. Mosby Elsevier.

Lilly Leonard. S. (2011). Pathophysiology of Heart Disease. Edisi 5. Philadelphia:


Lippincott Williams and Wilkins.

Mayes PA. (2010). Pengangkutan dan Penyimpanan Lipid. In: Biokimia


Harper. 27th ed. Jakarta: EGC.

Metcalfe & Kennedy, JW. (2012, 2013) . Clinical Anatomy Series-Lower


Respiratory Tract Anatomy. Scottish Universitas Medical Journal. 1(2). P. 174-179.

National Heart Lung and Blood Institute. (2011). Coronary heart diseaserisk factor
s. National Heart Lung and Blood Institute. Availablefrom:http://
www.nhlbi.nih.gov/healt/healt h-topics/hd/atrisk.html(diakses 03 Juli 2019)

Novita Joseph. (2018) Hidup Sehat Hidup Bahagia. Jakarta

O’Connor, et al. (2010). Part 10: Acute Coronorory Syndromes 2010American Hea
rt AssociationGuidlelinesforCardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardi
ovaskulerCare. Circulatio 122: S787-S817

PERKI, 2015, Pedoman Tatalaksana
Hipertensi pada PenyakitKardiovaskular, edisi pert., Perhimpunan Dokter Spesialis
Kardiovaskular Indonesia, Jakarta.

 
journal.umbjm.ac.id/index.php/caring-nursing

68

ISSN :2580-0078

Vol. 3 No. 2(Okober, 2019)

Shuvy, M., Atar, D., Steg, P.G., Halvorsen, S.,

Jolly, S., Yusuf, S., and Lotan, C., (2015). Oxygen Therapy in acutecoronary syndro
me: are the benefits worth the risk. Eur Heart.

Srikrishna. (2015) Study Of High Sensitive-CRP and Cardiac Marker Enztmes in


Acute Coronary Syindrome

Suparmi, Yulia, Ignatavicius. (2008). Panduan Praktik KeperawatanKebutuhan
Dasar Manusia. Yogyakarta : Citra Aji Parama.

Thygesen, Verdy. (2012). Third Universal Definition of MyocardialInfarction. Ameri
can Heart Association. American HeartAssociation Journal.

Budi. W & Yamin. L.S. (2014). Terapi Oksigen TerhadapPerubahan Saturasi Oksi
gen Melalui Pemeriksaan OksimetriPada PasienInfarkMiokrdAkut(IMA).Prosiding 
Konferensi Nasional II PPNI JawaTengah.http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/
psn12912919/article/viewFile/1135/1 189 (diakses 02 Juli 2019).

World Health Organization (WHO) (2015,


2016). Badan Penelitian danPengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan.
World Health Organization (WHO). (2017). Cardiovascular disease. Diakses
tanggal 16 Juli 2018

journal.umbjm.ac.id/index.php/caring-nursing

68

 
132

Jurnal Care Vol. 4,No.3, Tahun 2016

PERAN LATIHAN PERNAFASAN TERHADAPNILAI KAPASITAS VITAL 
PARU PADA PASIENASMA (LITERATUR REVIEW)

Warsono¹, Faradisa Yuanita Fahmi2 Universitas


Tribhuwana Tunggadewi Malang e-
mail:sony_nita12@yahoo.co.id

ABSTRACT

Asthma is an inflammatory disease of respiratory tract that is characterized by


narrowing of the widespreadairway that caused by bronchospasm, mucosal edema and
viscous mucus hypersecretion which tend to
be relapse,recurrent and reversible. Vital capacity value is oneindication of airway obst
ruction. Management of asthmain addition to pharmacotherapy also with nonpharmaco
logical approach namely breathing exercises. This study’s purpose was to determine the
vital capacity value in patients with asthma. The analysis method of this paper was in
the form of a review because it will be analyzed based on the research being conducted
related to the topic. The whole literatures in this study was concluded its essence as
well as compared to the headline, methods and results of his research. Literature
searches performed on proquest website, PubMed and Google Scholar. The article was
a taken article with the experiments design. Results showed that breathing exercises can
increase the vital lung capacity value of patients with asthma. The suggestion is the
need for information dissemination of breathing exercises which is could be one effort
to improve the health of asthmapatients.

Keywords: asma,breathing, exercise, vital capacity

ABSTRAK

Asma merupakan penyakit inflamasi saluran pernafasan yang ditandai dengan


penyempitan jalan nafas yangmeluas, yang disebabkan oleh
bronkospasme, edemamukosa dan hipersekresi mukus yang kental bersifat kambuh,
berulang dan reversible. Nilai kapasitas vital merupakan salah satu indikasi obstruksi
jalan nafas.Penatalaksanaan asma selain dengan farmakoterapi juga dengan melakukan
pendekatan non farmakologis yakni latihan pernafasan. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui nilai kapasitas vital pada pasien
asma. Tulisan inimenggunakan metode analisis berupa review karena akandianalisa dari 
penelitian yang sedang dilakukan terhadap topik.Semua literatur yang digunakan dalam
penelitian inidisimpulkan esensinya serta dibandingkan pada judul,metode serta hasil
penelitiannya. Penelusuran literatur dilakukan pada website proquest, pubmed,
dan google scholar. Artikel yang diambil merupakan artikel dengan desain eksperimen.
Hasil didapatkan bahwa latihanpernafasan mampu meningkatkan nilai kapasitas vital
paru pada pasien asma.Saran dalam penulisan ini adalah perlunya penyebarluasan
informasi bahwa latihan pernafasan
dapat menjadi salah satu upaya meningkatkankesehatan pasien asma

Kata Kunci :latihan,pernafasan asma,kapasita paru

132

Jurnal Care Vol. 4,No.3, Tahun 2016
 

PENDAHULUAN

Asma merupakan penyakit gangguan inflamasi kronis saluran pernafasan


yang dihubungkan dengan hiperesponsif,keterbatasan aliran udara yang reversible dan
gejala pernafasan yang meliputi bunyi nafas wheezing, dispnoe, batuk, dada
merasa sesak, tachypnoe dan tachycardia. Istilahasma berasal dari kata yunani yang
artinya terengah-engah dan bearti serangan
nafas pendek, yang melanjutkan responabnormal saluran nafas terhadap
berbagai rangsangan yangmenyebabkan penyempitan jalan nafas yang meluas, yang
disebabkan oleh bronkospasme, dan hipersekresi mukus yang kental bersifat kambuh,
berulang dan reversible(Price &Wilson, 2005). Asma merupakan
problem kesehatan diseluruh dunia, yang mempengaruhi kurang lebih 300 juta jiwa. Angka
kematian di dunia akibat
asma diperkirakanmencapai 250.000 orang pertahun yang menyebabkan pasienmemerluka
n perawatan, baik di ruma sakit ataupun di rumah.Hasil penelitian international Study on
Atsma and Alergies inChildhood pada tahun 2005
menunjukkan, prevalensi gejalapenyakit asma di Indonesia melonjak dari sebesar 4,2
%menjadi 5,4 % selama 20 tahun
terakhir, penyakit asmacenderung meningkat dengan kasus kematian yang diprediksi

akan meningkat sebesar 20 % hingga 10 tahun mendatang(Faisal, 2008).

Latihan pernapasan merupakan alternatif untukmemperoleh kesehatan yang diharapkan


bisa mengefektifkan semua organ dalam tubuh secara optimal dengan olah napas dan
olah fisik secara teratur, sehinggahasil metabolisme tubuh
dan energi penggerak untukmelakukan aktivitas menjadi lebih besar dan
berguna(Wardoyo, 2003). Penderita asma memiliki pola pernapasan yang salah
dan cenderung menggunakanpernapasan dada atas dan mengempiskan perut
saatinspirasi. Pada kondisi ini energi yang diperlukantinggi
sedangkan pengembangan paru minimal, karenadiafragma yang terdorong ke atas
akibat perut yangdikempiskan. Cenderung tegang dan panik sewaktu serangan,
yang membuat sukar mengatur kontrolpernapasan dan membuat konstriksi (menyempit
nya) saluran napas bronkus bertambah (Herman, 2007). Latihanpernapasan bertujuan
untuk melatih cara bernapas yang benar, melenturkan
dan memperkuat otot pernapasan,melatih ekspektorasi yang efektif, meningkatkan sirku
lasi dan mempertahankan asma
yang terkontrol (Holloway,Ram, 2004). Tujuan penelitian ini adalah untukmengetahui p
engaruh latihan pernafasan

132

Jurnal Care Vol. 4,No.3, Tahun 2016

terhadap nilai kapasitas vital paru pada pasien asma.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian menggunakan metode penelusuran jurnaldengan sistem literature review 
dengan menggunakan katakunci exercise, breathing, asma, vital capacity. Penelusurandilak
ukan pada website Proques dan google scholar. Reviewjurnal dilakukan pada empat buah a
rtikel

hasil penelitian dengan kriteria


inklusi, tahun tertua adalahtahun 2010 dan tahun termuda adalah tahun 2014, designpen
elitian eksperimen.

HASIL

Hasil literatur review didapatkan bahwa latihan pernafasan dapat


meningkatkan nilai kapasitas vital paru pada pasienasma. Adapun jurnal terkait adalah s
ebagai berikut.

Tabel 1. Daftar Jurnal Rujukan

Judul Jurnal/Peneliti Metode Penelitian Hasil Penelitian

Judul: A StudyEvaluate The Eksperimental dengan Hasil :


Effect
Of Vital Capacity(VC), Force pre test dan post test Analisis statistik menunjuk
d VitalCapacity (FVC) AndPe kanpeningkatan yang signif
ak ExpiratoryFlow Rate (PEF ikan padakelompok
R)In SubjectsPracticingPrana yoga setelah pelatihan
yama yogaselama enam minggu
dalam
beberapaparameter fungsi p
aru-paru. (P<0,001).
Key Word :

Pranayama,     Vital
Kesimpulan:
Capacity,PeakExpiratory Flo
w Rate, Yoga, Penelitian ini menunjukkan 
AutonomicFunctions bahwaterjadi peningkatan y
ang signifikandalam fungsi
paru paru pada
individuyang berlatih prana
Peneliti:AmbereeshaKondam yama. Ini dapatdikaitkan
, dengan aktivitas simpatis
yang menurun dan nada
Chandrasekhar M,Purushotha
parasimpatis
man G,Qairunnisa S, VijayKu
yang meningkat. Ventilasi
mar, SangishettiVijay Prasad
yang lebih baik di seluruh
paru-paru, selama
(2012)
melakukan pernapasan lam
bat dandalam juga berkontri
busi terhadappeningkatan f
ungsi paru paru. Dengande
mikian, pranayama dapat
berguna bagi kedua subyek
baik individu yang sehat
maupun individu/pasien de
nganpenyakit pernapasan,
sehinggauntuk meningkatka
n fungsi pernafasan
dapat digunakansebagai me
dia untuk

penanganan penyakit pernapas
an.

Judul : Study Design :Experimental S Hasil :


tudySample Size
Effect Of Short Term Adastatistikpeningkatanyang
Hath Yoga On LungFunction signifikan
Aerobic dalam PEFR, 12 MWD, da
nkomponen SF-36 setelah 4 
minggu

132

Jurnal Care Vol. 4,No.3, Tahun 2016

Capacity AndQuality Of Life I dengan latihan Maha yoga


nHealthy YoungIndividuals pada orangmuda yang
sehat dibandingkan
dengankelompok kontrol pada 
tingkat

signifikansi 5%.

Kata Kunci :

yoga,fungsiparu-paru, Kesimpulan :
kapasitas
Maha yoga jangka pendek ma
aerobik,kualitas hidup. mpumeningkatkan fungsi paru
-paru,kapasitas aerobik dan ku
alitas hiduppada orang muda 
yang sehatdibandingkan deng
Peneliti: an kelompokkontrol. jadi, sec
ara klinis dapatdiimplikasikan 
Okha,Naghedi, Jamnagar, untuk digunakan dalammenin
Gujarat. (2013) gkatkan kebugaran fisik danps
ikologis pada orang sehat.

Judul :Perbandingan quasy eksperimen pre-post test Kesimpulan :


design
LatihanNapasButeyko dan Up Latihan pernapasan Buteyko
perBody ExerciseTerhadap dan upper body
ArusPuncakEkspirasi padaPas exercise memiliki fungsi yang
ien dengan AsmaBronkial tidak berbeda dalam
meningkatkan nilai
arus puncakekspirasi pada pas
ien asma bronkial.
Keyword:
Penderita dapat menggunakan 
Buteyko, upper bodyexercise,  salahsatu atau kedua teknik lat
aruspuncakekspirasi,asma br ihanpernapasan, karena memil
onchial ikiefektifitas yang sama untuk
meningkatkanaruspuncak eks
pirasi dalam membantu
proses pencegahan asma bron
kial.

Peneliti :

Fawas MurtadhoSantoso,
Harmayetty, AbuBakar

Perbedaan Pre test and post testgroup Hasil :


derajatpeningkatanKapasitas v
ital paksa(kvp)dan design Data
volumeekspirasi paksa detik1 
(vep 1) padasenamasmasatu dianalisis dengan Uji Paired
kali sample t-
test menunjukkan bahwa masi
seminggupada ng-masing kelompok mengha
Sample: silkanpeningkatan terhadap V
penderitaasma persistensedan EP 1, dan KVPsebelum dan se
g semua peserta senamyang sudah perlakuanberbeda
mengikuti Senam Asma dari
bulan secara bermakna ( p<0,05 ).Se
Mei sampai Juli2011 di RSUP dangkan Uji Independent sam
Kata Kunci : ple t-test yang bertujuan untuk
membandingkan
kedua kelompokperlakuan ter
hadap VEP 1,

KVP     menunjukkan     bahwa


nilai

 
132

Jurnal Care Vol. 4,No.3, Tahun 2016

Senamasma,Kapasitas Vital Sanglah Denpasar (p< 0,05). Hal ini berarti


Paksa (KVP),Volume menunjukkansignifikan anta
ra kedua perlakuanterhadap 
EkspirasiPaksa Detik 1 peningkatan

(VEP 1) VEP 1, KVP.

Peneliti: Kesimpulan :

Ketut Darmayasa(2010) senam asma tiga kali


seminggu lebihbaik
daripada senam asma
seminggusekali
terhadap peningkatan
KapasitalVital Paksa
(KVP), Volume
EkspirasiPaksa detik 1 (VE
P 1) pada penderita

asma persisten sedang

Berdasarkan review pada jurnal-jurnal yang telahdikumpulkan, seluruh hasil penelitian me
nunjukkan bahwalatihan pernafasan mampu meningkatkan
nilai kapasitas vitalparu. Keempat jurnal tersebut dapat terlihat bahwameningkatnya nilai
kapasitas vital paru dipengaruhi olehlatihan pernafasan pranayama, latihan
pernafasan buteyko,dan latihan pernafasan diafragma. Dengan demikian dapatdisimpulkan 
bahwa secara evidance latihan pernafasan dapatmeningkatkan nilai kapasitas vital paru.

 
Kelebihan yang dapat dianalisa dari ke-
4 jurnal tersebut diatas adalah bahwa seluruh perlakuan dalam penelitiantersebut
difokuskan pada pasien asma, seluruh jurnaldijelaskan lama waktu perlakuan selama
penelitian, selain ituhampir seluruh penelitian menggunakan sample (>30)

Berdasarkan review dari jurnal yang

terkumpul, tidak satupun artikel penelitian yang mencatat


atau adanya efek samping dari pemberian latihanpernafasan. Tidak ada laporan baik ter
hadap fisik maupun psikologi
pasien. Dengan demikian dapat disimpulkanbahwa terapi ini cukup aman digunakan.

Dari jurnal – jurnal tersebut hanya disebutkan lama durasipelaksanaan waktu saja dan


tidak menjelaskan tentangprosedur pelaksanaannya.Yakni, 1).
Yoga dilakukan dalam4 minggu, 1 minggu dilakukan 5 hari, setiap kali
pertemuan dilakukan selama 60
menit,2).Pranayamaadalah latihan yang dilakukan selama

6 minggu, 3).Pernafasan diafragma dilakukan selam 8minggu

PEMBAHASAN

Kapasitas vital paru merupakan volume udara maksimal yang dapat masuk


dan keluar paru-paru selama sistempernafasan pada manusia. Kapasitas vital

132

Jurnal Care Vol. 4,No.3, Tahun 2016

paru diukur dengan meminta pasien bernafas maksimal danmenghembuskan dengan penuh 
melalui spirometer.

Pada pasien asma, resistensi aliran udara menjadi besar terutama selama


ekspirasi, hal ini melahirkan suatu konsepyang disebut aliran ekspirasi maksimum
yaitu bila seseorangmelakukan ekspirasi dengan sangat kuat, maka aliran
udaraekspirasi mencapai aliran maksimum dimana aliran tidak dapat
ditingkatkan lagi walaupun dengan peningkatan gayabesar. Aliran ekspirasi maksimum
jauh lebih besar bila paru terisi dengan volume udara yang besar daripada bila paruhampir
kosong. Pada volume paru yang menjadi lebih kecil, maka aliran
ekspirasi maksimum juga berkurang.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Ambereesha Kondamet.al (2012) tentang penilaian ka
pasitas vital ini menunjukkanbahwa terjadi peningkatan yang signifikan dalam fungsi paru
paru pada individu yang berlatih
pranayama. ini dapatdikaitkan dengan aktivitas simpatis yang menurun dan nadaparasimpat
is yang meningkat. ventilasi yang lebih baik diseluruh paru-paru, selama melakukan
pernapasan lambat
dandalam juga berkontribusi terhadap peningkatan fungsi paruparu. Dengan

demikian, pranayama dapat berguna bagi kedua subyek baik individu yang


sehat maupun individu/pasien denganpenyakit pernapasan,sehinggauntukmeningkatkan 
fungsi pernafasan dapat digunakan sebagaimedia untuk penanganan penyakit pernapasa
n.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Okha dkk (2013) yoga jangka pendek
mampu meningkatkan fungsi paru-paru, kapasitas aerobik dan kualitas hidup pada
orang muda yang sehat dibandingkan dengan kelompok kontrol. Begitupula pernafasan
diafragma dalam
penelitian lainnya jugamenunjukkan adanya peningkatan kapasitas vital,meskipun ketik
a dibandingkan lebih efektif incentifspirometri.

Hasil dari penelitian – penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti juga sesuai dengan


teori dari Alamsyah (2011)
bahwa pada saat perpanjangan nafas, tubuh akanmemasukkan udara bersih sebanyak – b
anyaknya untukmenangkap oksigen yang selanjutnya akan diikat
oleh darah. Dalam hal itu akan mampu mempengaruhi nilaikapasitas vital menjadi lebih 
baik.

132

Jurnal Care Vol. 4,No.3, Tahun 2016

 
KESIMPULAN

Dengan dilakukannya latihan pernafasan seperti pranayama,buteyko,
diafragma dapat mempengaruhi peningkatankapasital vital paru pada pasien asma.

Direkomendasikan agar latihan pernafasan yang telah terujitersebut diaplikasikan untuk
pasien asma terutama penderita asma dengan derajat persisten sedang.

REFERENSI

Abu, B., Fawas, M.S., Harmayetty. (2007). PerbandinganLatihan nafas Buteyko dan
upper Body Exercise Terhadap arus Puncak Expirasi pada Pasien denganAsma
Bronkial, vol. 23, No. 2, Juni 2008

Alamsyah A. (2005). Pengaruh Latihan PernapasanDiafragma Dengan Latihan Sepeda


Static Pada PasienAsma Persisten Sedang. Jakarta : Universitas Indonesia

Faisal Y., Siti A., Aria K., Afandi, S., ( 2013). Tingkat Kontrol Asma


Di Rumah Sakit PersahabatanBerdasarkan Asthma Control Test Beserta Hubungande
ngan Tingkat Morbiditas dan Faktor Risiko.
StudiLongitudinal di Poli Rawat Jlan Selama Satu Tahun.Jurnal Respirasi Indonesia.V
ol. 33. No. 4

Herman, Deddy. (2007). Senam Nafas SehatSebagaiSalahSatuPilihan TerapiLatih
an pada Penderita AsmaBronchial,http://fisiosby.com/sena m-nafas-sehat-sebagai-
salah-satu- pilihan-terapi-latihan-pada-penderita-asma-bronchial/,diakses pada tang
gal 20April 2013

Holloway , Ram. (2004). Breathing exercises for asthma. Cochrane Database


Syst Rev; 1: CD001277

Kondam, Candrasekar, Purushothaman, Qairunnisa, Kumar (2012) A


Study To Evaluate The Effect Of VitalCapacity (FVC) And Peak
Expiratory Flow Rate(PEFR) In Subjects Practicing Pranayama. Int J Cur
Res Rev, Oct 2012 / Vol 04

Naghedi, Jamnagar, Okha (2013) Effect


Of Short TermHath Yoga On Lung Function Aerobic Capacity And Quality Of Life
In Healthy Young Individuals. Int J CurRes Rev, Foramphysio@gmail.com
Price, S.A& Wilson, L.M.G. (2005). Patofisiologi: Konsep klinis Proses-
Proses Penyakit Edisi 5 Volume 2 Jakarta: EGC

KEGAWATDARURATAN SYOKHIPOVOLEMI
K

Enita
Dewi*SriRahayu**

Abstract

Hypovolemic shock occurs when there is a loss of intravascular fluid volume. In


hypovolemic shock
the volumeis inadequate to fill the vascular space. The most commoncause of hypovolem
ic shock is hemorraghe (an excessive loss of whole blood). The amount of blood loss that
results in shock depends on the efficiency of a person’s compensatory mechanism and
the rapidity of blood loss. Signs and symptoms
of hypovolemic shock should be monitored by nursesperiodically. As a nurse, she should 
understands and hascapability to handle this condition, in every place/ward. The nurses
have to give appropriate interventions or emergencymanagement for treat it.

Key word: emergency, management, hypovolemic shock

 
*Enita Dewi

Dosen Keperawatan FIK UMS. Jl. A. Yani Tromol Post 1Kartasura

** Sri Rahayu

Dosen Keperawatan FIK UMS. Jl. A. Yani Tromol Post 1Kartasura

PENDAHULUAN

Syok hipovolemik kebanyakan akibat darikehilangan darah akut sekitar 20% dari


volume total. Tanpa darah yang cukup atau
penggantian cairan, syokhipovolemik dapat menyebabkan kerusakan irreversiblepada org
an dan system.

Kebanyakan trauma berbahaya ketika terjadinyaperang sekitar tahun 1900an telah m
emberi kesan yangsangat signifikan pada perkembangan prinsippenanganan resusitasi syo
k hemoragik. Ketika Perang Dunia I, W.B.
Cannon merekomendasikan untukmemperlambat pemberian resusitasi cairan sehinggapen
yebab utama terjadinya syok diatasi secarapembedahan. Pemberian kristalloid dan darah
digunakan
secara ekstensif ketika Perang Dunia II untuk menanganipasien dengan keadaan yang tida
k stabil. Pengalamanyang di dapat semasa perang melawan Korea danVietnam memperlih
atkan bahwa resusitasi cairan danintervensi pembedahan awal merupakan langkah
terpenting untuk menyelamatkan pasien dengan traumayang menimbulkan syok hemoragi
k.

SYOK HIPOVOLEMIK

Syok hipovolemik merupakan kondisi medis ataubedah dimana terjadi kehilangan
cairan dengan cepat yang berakhir pada kegagalanbeberapa organ, disebabkan oleh volu
me sirkulasi yangtidak adekuat dan berakibat pada perfusi yang tidakadekuat. Paling seri
ng, syok hipovolemik merupakan akibat kehilangan darah yang cepat (syok hemoragik).

Syok hipovolemik dapat disebabkan


olehkehilangan volume massive yang disebabkan oleh:perdarahan gastro intestinal, inter
nal dan eksternalhemoragi, atau kondisi yang menurunkan volume sirkulasi intravascular
atau cairan tubuh lain, intestinalobstruction, peritonitis, acute pancreatitis, ascites,dehidra
si dari excessive perspiration, diare berat ataumuntah, diabetes insipidus, diuresis, atau
intake cairanyang tidak adekuat.

Kemungkinan besar yang dapat mengancam nyawapada syok hipovolemik berasal 
dari penurunan volumedarah intravascular, yang menyebabkan penurunancardiac output 
dan tidak adekuatnya perfusi jaringan.Kemudian jaringan yang anoxia mendorong perub
ahanmetabolisme dalam sel berubah dari aerob menjadianaerob. Hal ini menyebabkan ak
umulasi asam laktatyang menyebabkan asidosis metabolic.

93

Kegawatdaruratan Syok Hipovolemik(Enita Dewi dan Sri Rahayu)

Ketika mekanisme kompensasi gagal, syok hipovolemik terjadi pada rangkaian


keadaan di bawahini:

1. Penurunan volume cairan intravascular
2. Pengurangan venous return, yang menyebabkan penurunan preload dan
stroke volume
3. Penurunan cardiac output
4. Penurunan Mean Arterial Pressure (MAP)
5. Kerusakan perfusi jaringan
6. Penurunan oksigen dan pengiriman nutrisi ke sel
7. Kegagalan multisistem organ
Secara khas, riwayat pasien meliputi kondisi-kondisiyang menyebabkan penurunan 
volume darah, seperti gastrointestinal hemoragi, trauma, diare berat dan muntah.
Pengkajian
yang didapatkan meliputi: kulitpucat, penurunan sensori, pernafasan cepat dan dangkal,uri
n output kkurang dari 25ml/jam, kulit teraba dingin,clammy skin, MAP dibawah 60 mm
Hg dan nadimelemah, penurunan CVP, penurunan tekanan atrial kanan, penurunan
PAWP, dan penurunan cardiac output.

Kehilangan Kehilangan  Kehilangan 


cairan mini cairansedan cairan berat
mal: g: :

Kehilangan Kehilangan v
volume olume cairan
cairanintrava intravascular  Kehilangan v
skular 10% -  sekitar 25% olume cairan 
15% 40% ataulebi
h

Tanda gejala Tanda gejala Tanda gejala


: : :

▪ tachycar ▪ nadi cepat  ▪ tachycardi


dia ringan dan lemah a yang nyat
, a
▪ tekana ▪ hipotensi  ▪ hipotensi 
n darahs supinasi yang nyata
upinasi 
normal,
▪ penuruna ▪ kulit dingi ▪ nadi perife
n n r lemah dan
sistol lebih menghilang
dari 16
mm
Hg atau
peningkata
n denyut n
adilebih da
ri 20x/m,
▪ peningk ▪ urin outpu ▪ kulit dingi
atan capil t sekitar n dan siano
laryrefill  10sampai sis
lebih dari
3 detik, 30%ml/jam

▪ urin out ▪ sangat ke ▪ urin output 


put lebih  hausan kurang dari 
dari30ml 10%
/jam,
▪ kulit p ▪ gelisah, bi ▪ penuruna
ucat dan ngung, cepat n kesadaran
dingin marah n

Indikasi parameter pada pemeriksaan/ pengkajiandalam mengestimasi kehilangan vo
lume cairan:

 
 

Setelah anamnesis dan pemeriksaan


fisis dlakukan,langkah diagnosis selanjutnya tergantung pada penyebabyang mungkin pad
a hipovolemik, dan stabilitas dari kondisi pasien
itu sendiri. Pemeriksaan laboratoriumawal yang sebaiknya dilakukan antara lain: analisis
Complete Blood Count (CBC), kadar elektrolit

(Na, K, Cl, HCO3, BUN, kreatinin, kadar glukosa), PT,APTT, AGD, urinalisis (pada pas
ien yang mengalamitrauma), dan tes kehamilan. Darah sebaiknya ditentukantipenya dan 
dilakukan pencocokan.

Pasien dengan hipotensi dan/atau kondisi tidak stabil harus pertama kali


diresusitasi
secara adekuat.Penanganan ini lebih utama daripada pemeriksaanradiologi dan menjadi i
ntervensi segera dan membawapasien cepat ke ruang operasi. Langkah diagnosis pasiend
engan trauma, dan tanda serta gejala hipovolemialangsung dapat ditemukan kehilangan d
arah padasumber perdarahan.

Pasien trauma dengan syok hipovolemikmembutuhkan pemeriksaan ultrasonografi


di
unit gawatdarurat jika dicurigai terjadi aneurisma aortaabdominalis. Jika dicurigai terjadi 
perdarahangastrointestinal, sebaiknya dipasang selang nasogastrik,dan gastric lavage har
us dilakukan. Foto polos dadaposisi tegak dilakukan jika dicurigai ulkus perforasi atauSi
ndrom Boerhaave. Endoskopi dapat dilakukan
(biasanya setelah pasien tertangani) untuk selanjutnyamencari sumber perdarahan.

Tes kehamilan sebaiknya dilakukan pada semua pasien perempuan usia subur. Jika
pasien hamil dan sementara mengalami syok,
konsultasi bedah danultrasonografi pelvis harus segera dilakukan padapelayanan kesehat
an yang memiliki fasilitas tersebut.Syok hipovolemik akibat kehamilan ektopik seringter
jadi. Syok hipovolemik akibat kehamilan ektopikpada pasien dengan hasil tes kehamilan
negatif jarang,namun pernah dilaporkan.

Jika dicurigai terjadi diseksi dada karenamekanisme dan penemuan dari foto polos
dada awal,dapat dilakukan transesofageal echocardiography, aortografi, atau CT-scan
dada. Jika dicurigai terjadicedera abdomen, dapat dilakukan pemeriksaan FAST(Focused 
Abdominal Sonography for Trauma) yang
bisadilakukan pada pasien yang stabil atau tidak stabil. CT-Scan umumnya dilakukan
pada pasien yang stabil. Jika dicurigai fraktur tulang panjang, harus   dilakukan
pemeriksaan
radiologi. Hasil pemeriksaan yang dapatmendukung diagnosis, diantaranya: penurunan 
HCT,penurunan Hb, penurunan RBC dan jumlah platelet, peningkatan serum potassium,
sodium, lactatedehydrogenase, creatinin, dan BUN, peningkatan beratjenis urin (> 1.020) 
dan osmolalitas urin; sodium urin <50 mEq/L, penurunan creatinin urin, penurunan pH,p
eningkatan PaCO2, gastroskopi, X-Ray, aspirasi

93

Kegawatdaruratan Syok Hipovolemik(Enita Dewi dan Sri Rahayu)

isi lambung melalui NGT, pemeriksaan


koagulasi padadisseminated intravascular coagulation (DIC).

PENATALAKSANAAN SYOK HIPOVOLEMIK

Tujuan utama dalam mengatasi syok hipovolemikadalah (1) memulihkan volume int
ravascular untukmembalik urutan peristiwa sehingga tidak mengarahpada perfusi
jaringan yang tidak adekuat. (2)meredistribusi volume cairan, dan (3) memperbaikipenye
bab yang mendasari kehilangan cairan secepatmungkin.

Jika pasien sedang mengalami hemoragi, upaya dilakukan untuk menghentikan


perdarahan. Mencakuppemasangan tekanan pada tempat perdarahan ataumungkin diperlu
kan pembedahan untuk menghentikanperdarahan internal.

Pemasangan dua jalur intra vena


dengan kjarumbesar dipasang untuk membuat akses intra vena gunapemberian cairan. Ma
ksudnya memungkinkan pemberian secara simultan
terapi cairan dan komponendarah jika diperlukan. Contohnya : Ringer Laktat dan Natrium
clorida 0,9 %, Koloid (albumin dan dekstran 6%).

Pemberian posisi trendelenberg yang dimodifikasi dengan meninggikan tungkai


pasien, sekitar 20 derajat,lutut diluruskan, trunchus horizontal dan kepala agak dinaikan.
Tujuannya, untuk meningkatkan arus balikvena yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi.

Medikasi akan diresepkan untuk mengatasidehidarasi jika penyebab yang mendasari
adalah dehidrasi. Contohnya,
insulin akan diberikan pada pasiendengan dehidrasi sekunder terhadap hiperglikemia,des
mopresin (DDVP) untuk diabetes insipidus, preparat anti diare untuk diare dan anti
emetic untuk muntah-muntah.

Military anti syoc trousersn (MAST) adalah pakain yang dirancang untuk


memperbaiki perdarahan internaldan hipovolemia dengan memberikan tekanan balikdisek
itar tungkai dan abdomen. Alat ini menciptakantahanan perifer artificial dan membantu m
enahan perfusicoroner.

Penatalaksanaan pra rumah sakit pada pasien dengan syok hipovolemik sering


dimulai pada tempat kejadian atau di rumah. Tim
yang menangani pasien sebelum kerumah sakit sebaiknya bekerja mencegah cedera lebih
lanjut, membawa pasien ke rumah sakit sesegeramungkin, dan memulai penanganan yang
sesuai.Intervensi sebelum ke rumah sakit terdiri dariimmobilisasi (pada pasien trauma), m
enjamin

jalan napas yang adekuat, menjamin ventilasi, danmemaksimalkan sirkulasi. Dalam pena
nganan syok hipovolemik, ventilasi tekanan positif
dapat mengurangialiran balik vena, mengurangi cardiac output, danmemperburuk status/
keadaan syok. Walaupunoksigenasi dan ventilasi penting, kelebihan ventilasi tekanan
positif dapat merusak pada pasien dengan syokhipovolemik. Penanganan yang sesuai
biasanya dapat dimulai tanpa keterlambatan transportasi. Beberapaprosedur, seperti
memulai pemberian infus atau fiksasi ekstremitas, dapat dilakukan ketika
pasien sudahdibebaskan. Namun, tindakan yang memperlambatpemindahan pasien sebai
knya ditunda. Keuntungan pemberian cairan intravena segera pada tempat kejadian tidak
jelas.
Namun, infus intravena dan resusitasi cairanharus dimulai dan dilanjutkan dalam perjala
nan ketempat pelayanan kesehatan.

Intervensi   keperawatan   yang   dapat

dilakukan antara lain:
1. Kaji jumlah kehilangan volume cairan dan mulailakukan penggantian cairan sesuai 
order. Pastikangolongan darah untuk pemberian terapi transfusi
2. Kaji AGD/Analisa Gas Darah, jika pasien mengalamicardiac atau respiratory arrest 
lakukan CPR
3. Berikan terapi oksigen sesuai order.
Monitor saturasioksigen dan hasil AGD untuk mengetahui adanyahypoxemia dan men
gantisipasi diperlukannya intubasidan penggunaan ventilasi mekanik. Atur posisi semi
fowler untuk memaksimalkan ekspansi dada. Jaga pasien tetap tenang dan
nyaman untuk meminimalkankebutuhan oksigen
4. Monitor vital sign, status neurologis, dan ritme jantungsecara berkesinambungan. O
bservasi warna kulit dancek capillary refill
5. Monitor parameter hemodinamik, termasuk CVP, PAWP, dan cardiac output,
setiap
15 menit, untukmengevaluasi respon pasien terhadap treatmen yangsudah diberikan
6. Monitot intake dan output.pasang dower cateter dan kaji urin output setiap jam.
Jika perdarahan berasal dari gastrointestinal
maka cek feses, muntahan, dangastric drainase. Jika output kuranng dari 30 ml/
jampada pasien dewasa pasang infuse, tetapi awasi adnyatanda kelebihan cairan seper
ti peningkatan PAWP. Lapor dokter jika urin output tidak meningkat
7. Berikan transfuse sesuai lorder, monitor Hb secaraserial dan HCT

9953

Kegawatdaruratan Syok Hipovolemik(Enita Dewi dan Sri Rahayu)

 
8. Berikan Dopamin atau norepineprin I.V., sesuai orderuntuk meningkatkan kontraktil
itas jantung dan perfusirenal
9. Awasi tanda-tanda adanya koagulopati seperti petekie,perdarahan, catat segera
10. Berikan support emosional
11. Siapkan pasien untuk dilakukan pembedahan, jikaperlu.

Pemantauan yang perlu dilakukan dalam menentukankecepatan infus:
Nadi: nadi yang cepat menunjukkan adanya hipovolemia. Tekanan darah: bila
tekanan darah < 90 mmHg pada pasien normotensi
atau tekanan darah turun> 40 mmHg pada pasien hipertensi, menunjukkan masihperlunya 
transfusi

cairan. Produksi urin. Pemasangan kateter urindiperlukan untuk mengukur produksi urin. 
Produksi urin harus dipertahankan minimal
1/2 ml/kg/jam. Bilakurang, menunjukkan adanya hipovolemia. Cairan diberikan sampai
vena
jelas terisi dan nadi jelas teraba.Bila volume intra vaskuler cukup, tekanan darah baik,pro
duksi urin

< 1/2 ml/kg/jam, bisa diberikan Lasix 20-40 mg untuk mempertahankan produksi urine.
Dopamin 2-5 µg/kg/menit bisa juga digunakan pengukuran tekanan vena sentral (normal
8-12 cmH2O), dan bila masih terdapat gejala umum pasien seperti gelisah, rasa haus,
sesak, pucat, dan ekstremitas dingin, menunjukkanmasih perlu transfusi cairan.

DAFTAR PUSTAKA

Darmawan, Iyan, Cairan Alternatif untuk ResusitasiCairan: Ringer Asetat, Medica
l Departement PTOtsuka Indonesia, Simposium Alternatif BaruDalam Terapi Resu
sitasi Cairan.

Critical Nursing Made Incredible Easy, LipincotWilliams and Wilkins, A Wolters 
Kluwer,Philadelpia, 2004

FH Feng, KM Fock, Peng, Penuntun PengobatanDarurat, Yayasan Essentia Medi
ca – AndiYogyakarta, Edisi Yogya 1996 hal 5–16

Lewis, Heitkemper, Dirksen, Medical-Surgical Nursing:Assessment and managem
ent of ClinicalProblems,Mosby Inc, Missouri, 2000

 
Sunatrio, S, Larutan Ringer Asetat dalam Praktik Klinis,Simposium Alternatif Bar
u Dalam Terapi ResusitasiCairan, Bagian Anestesiologi FKUI/RSCM,Jakarta, 14 
Agustus 1999.

Thaib, Roesli, Syok Hipovolemik dan Terapi Cairan,Kumpulan Naskah Temu NAs
ional dokter PTT,FKUI, Simposisum hal 17-32

Williams, Hopper, Undestanding Medical-Surgical Nursing, F.A Davis Company,


Philadelphia,
2003Wirjoatmodjo, M, Rehidrasi – Ilmu Penyakit Dalam,Jilid I Edisi Kedua, ED Soepar
man, Balai Penerbit

FKUI, Jakarta, 1987 hal 8–12

9953

Kegawatdaruratan Syok Hipovolemik(Enita Dewi dan Sri Rahayu)

Anda mungkin juga menyukai