Anda di halaman 1dari 1

Penulisan buku ini diawali oleh kekhawatiran penulis akan hilang dan punahnya budaya

Mandailing khususnya retorika pada acara-acara adat baik pada acara siriaon, siluluton
maupun siulaon yang merupakan sebagian dari kekayaan dan kearifan lokal masyarakat
Mandailing--yang tentunya retorika itu memiliki sejarah dan nilai sastra yang tinggi yang
terlalu penting untuk direvitalisasi. Kekhawatiran penulis ini tentunya tidak berlebihan karena
perubahan zaman, dinamika masyarakat dan massifnya akulturasi berbasis budaya dan agama
serta percampuran budaya yang hampir saja meninggalkan budaya Mandailing aslinya.
Kekhawatiran lainnya juga disebabkan oleh fakta empiris bahwa, bahasa daerah dan budaya
Mandailing sejauh ini tidak dilembagakan oleh otoritas dan masyarakatnya sehingga bahasa
Mandailing tidak melembaga.

Anda mungkin juga menyukai