Anda di halaman 1dari 18

Makalah Pramuka

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah


Pramuka adalah perkumpulan gerakan pendidikan kepanduan kebangsaan
Indonesia untuk anak-anak, pemuda dan warga negara Republik Indonesia.
Badan-badan yang sama sifatnya atau yang menyerupai perkumpulan Gerakan
Pramuka dilarang adanya (Keputusan Presiden No. 238 Tahun 1961). Dalam
perkembangannya gerakan pramuka merupakan sebuah gerakan yang bersifat
nasional untuk membangun karakter kebangsaan warga negara Indonesia.
Gerakan Pramuka yang merupakan singkatan dari Gerakan Pendidikan
Kepanduan Praja Muda Karana tidak serta merta bahwa Kepanduan hilang dari
Gerakan Pramuka, karena tidak banyak yang paham bahwa Pramuka merupakan
sebuah singkatan atau yang sering dikenal dengan “Praja Muda Karana” yang
artinya “pemuda yang suka berkarya”. Oleh sebab itu, perlunya pembina bahkan
pelatih memahami hal-hal yang dianggap kecil tersebut untuk membentuk jiwa-
jiwa Pramuka yang diharapkan bangsa Indonesia.
Kita ketahui bahwa Pramuka atau dalam hal ini Kepanduan, memiliki
andil yang cukup besar dalam perjuangan negeri ini, sehingga banyak
pemaknaan-pemaknaan nasionalisme dan kebangsaan yang memang sengaja
disematkan dalam jiwa-jiwa Pramuka melalui berbagai atribut dalam Gerakan
Pramuka itu sendiri. Sehingga, diharapkan dengan penanaman nasionalisme dan
kebangsaan dapat menjadikan warga Indonesia menjadi baik dan memiliki jiwa
nasionalisme, wawasan kebangsaan, serta cinta tanah air. Walaupun dalam
prinsip Kepanduan itu bersifat universal dan sukarela, agak sedikit berbeda
dengan yang kita temui pada Gerakan Pramuka Indonesia. Nasionalisme
ditanamkan dan Pramuka pun telah dikenal oleh anak Indonesia sejak sekolah
dasar hingga mahasiswa. Apalagi walaupun tidak ikut Pramuka, namun seragam
yang dikenakan di sekolah juga wajib memakai seragam pramuka dari
pendidikan dasar dan menengah.
Kebijakan dari pemerintah yang juga berbeda dengan sifat Kepanduan
yaitu sukarela, Pemerintah melalui Kemendikbud mewajibkan Pramuka masuk
dalam ranah pendidikan, khususnya pendidikan formal. Diawali kebijakan pada
masa Orde Baru dengan mewajibkan seragam wajib sekolah dengan seragam
Pramuka pada hari-hari tertentu hingga dengan adanya program pendidikan
karakter serta dikuatkan dengan adanya kurikulum 2013 yang dalam hal ini
Pramuka merupakan ekstrakurikuler wajib di setiap sekolah mulai pendidikan
dasar hingga pendidikan menengah. Hal tersebut sesuai dengan Permendikbud
Nomor 81A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum pada lampiran III,
sehingga Pramuka sama seperti halnya mata pelajaran wajib di sekolah dan
masuk dalam kurikulum wajib sekolah.
Hal tersebut dapat menimbulkan kecemburuan sosial dari ekstrakurikuler
lain yang tidak diwajibkan dalam kurikulum sekolah. Belum lagi dengan
kemampuan sekolah yang belum tentu memiliki pembina Pramuka yang dapat
diandalkan dalam mengelola ekstrakurikuler Pramuka sebagai ekstrakurikuler
wajib. Atau pemberdayaan guru sekolah yang mungkin juga tidak begitu
memahami Pramuka akan berakibat pada kondisi psikis siswa. Sesuatu yang
diwajibkan memang akan memberi dampak ketidaksukaan atau pun keterpaksaan
bagi yang menjalaninya. Namun juga ketika kewajiban itu dijalani dengan baik
dan ikhlas serta dengan penyajian yang baik dan bagus, tidak menutup
kemungkinan juga akan banyak diminati para siswa, sehingga tujuan dari
Pramuka sebagai pembentuk karakter di sekolah dapat tercapai dengan baik.
Namun, bagaimanakah kenyataan di lapangan  mengenai ekstrakurikuler
wajib Pramuka di sekolah? Bagaimana respon siswa sebagai sasaran didik dan
bagaimana peran pembina Pramuka maupun guru yang diberi tugas membina
Pramuka di sekolah? Kemudian juga bagaimana kesiapan dari sekolah mengenai
apa-apa yang dibutuhkan dalam mendukung ekstrakurikuler wajib tersebut.
Karena kurikulum tersebut merupakan kurikulum baru yang memang sebelum-
sebelumnya belum ada di sekolah. Sedangkan Pramuka yang merupakan sebuah
ekstrakurikuler sama halnya dengan ekstrakurikuler lainnya. Menjadi sebuah
permasalahan ketika sebuah sekolah yang dahulunya belum pernah mengadakan
ekstrakurikuler Pramuka dan juga belum memiliki Pembina Pramuka akan
kelabakan mencari Pembina yang mau dan mampu membina ekstrakuler wajib
Pramuka. Yang menjadi masalah lagi adalah bagaimana anggaran sekolah dan
bagaimana juga dengan kesejahteraan para pembina. Atau bahkan ada oknum-
oknum tertentu yang memanfaatkan kebijakan tersebut hanya untuk mencari
keuntungan.
Dalam pelaksanaan Kurikulum 2013 yang Pramuka dijadikan
ekstrakurikuler wajib, dari satu sisi kemungkinan mendapatkan respon baik
dengan pengembangan Pramuka menjadi lebih baik. Namun juga karena
Pramuka merupakan ekstrakurikuler wajib yang harus dilaksanakan di setiap
satuan pendidikan, kemungkinan juga ada yang setengah hati atau merasa
terpaksa. Hal tersebut merupakan tantangan khususnya bagi pembina Pramuka
yang membina di satuan pendidikan. Oleh karena itu perlu dicari solusi
bagaimana menyatukan semua aspek pendidikan yang dapat bersinergi dengan
Pendidikan Kepramukaan.
Kurikulum 2013 merupakan suatu kurikulum yang dibentuk untuk
mempersiapkan lahirnya generasi emas bangsa Indonesia, dengan sistem dimana
siswa lebih aktif dalam kegiatan belajar mengajar (KBM). Inti dari Kurikulum
2013, adalah ada pada upaya penyederhanaan, dan tematik-integratif. Kurikulum
ini disiapkan untuk mencetak generasi yang siap di dalam menghadapi masa
depan. Karena itu kurikulum 2013 disusun untuk mengantisipasi perkembangan
masa depan. Titik beratnya, bertujuan untuk mendorong peserta didik atau siswa,
agar mampu lebih baik dalam melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan
mengkomunikasikan (mempresentasikan), apa yang mereka peroleh atau mereka
ketahui setelah menerima materi pembelajaran. Adapun obyek yang menjadi
pembelajaran dalam penataan dan penyempurnaan kurikulum 2013 menekankan
pada fenomena alam, sosial,seni, dan budaya. Melalui pendekatan itu diharapkan
siswa kita memiliki kompetensi sikap, ketrampilan, dan pengetahuan jauh lebih
baik. Mereka akan lebih kreatif, inovatif, dan lebih produktif, sehingga nantinya
mereka bisa sukses dalam menghadapi berbagai persoalan dan tantangan di
zamannya dan memasuki masa depan yang lebih baik.
Ekstrakurikuler Wajib dalam Kurikulum 2013, sebagaimana di isyaratkan
dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
Nomor 81A Tahun 2013 Tentang Implementasi Kurikulum pada Lampiran III
huruf D menyatakan : “ bahwa Jenis Kegiatan- Kegiatan ekstrakurikuler dapat
berbentuk. 1. Krida; meliputi Kepramukaan, Latihan Dasar Kepemimpinan Siswa
(LDKS), Palang Merah Remaja (PMR), Pasukan Pengibar Bendera Pusaka
(Paskibraka), dan lainnya (Anonimus...).  Selanjutnya dalam Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2014
Tentang  Pendidikan Kepramukaan Sebagai Kegiatan Ekstrakurikuler Wajib
Pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, pada Pasal 2 yaitu :
(1) Pendidikan Kepramukaan dilaksanakan sebagai Kegiatan Ekstrakurikuler
wajib pada pendidikan dasar dan menengah. (2) Kegiatan Ekstrakurikuler wajib
merupakan kegiatan ekstrakurikuler yang harus diikuti oleh seluruh peserta didik
(UU No. 12 Thn 2010).
Berdasarkan uraian diatas, baik dari aspek regulasi Gerakan Pramuka,
Kurikulum 2013 inklud didalamnya Ekstra Kurikuler Wajib kegiatan
Kepramukaan, maupun tempat untuk melaksanakan Ekstra Kurikuler Wajib
yakni Gugus depan serta Pelatih Pembina Pramuka sebagai pembina Pramuka
yang terlatih dengan tugas tambahan sebagai pelatih atau motivator untuk
menggerakkan Pembina Pramuka, agar semua itu berjalannya dengan baik, maka
perlu memerankan pelatih pembina Pramuka secara optimal sesuai dengan
tufoksinya.    

B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis dapat merumuskan permasalahan sebagai
berikut:
1.      Faktor apa saja yang mempengaruhi penerapan ekstrakurikuler wajib di satuan pendidikan?.
2.      Kendala apa saja yang dihadapi untuk menerapkan ekstrakurikuler wajib di stuan pendidikan?.
3.      Usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut?.

C.        Tujuan Pembahasan
Tujuan dari pembahasan dalam makalah ini adalah untuk mengetahui:
1.      Faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan ekstrakurikuler wajib di stuan pendidikan.
2.      Kendala-kendala yang dihadapi untuk menerapkan ekstrakurikuler wajib di stuan pendidikan.
3.      Usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut.

D.      Manfaat Pembahasan
Manfaat dari pembahasan makalah ini adalah untuk:
1.      Satuan pendidikan supaya dapat dapat menerapkan ekstrakurikuler wajib
pramuka dengan sebaik-baiknya sebagai mana yang diamanatkan dalam
kurikulum 2013.
2.      Kwartir Cabang agar dapat melakukan pengawasan dan pendampingan kepada
kakak-kakak pembina di setiap gugus depan yang berada diwilayah kerja
masing-masing karena mengingat masih banyak gugus depan yang masih minim
pembina yang sudah pernah mengikuti kursus kepramukan.  Semacam KMD,
KML, KPD ataupun KPL.
3.      Pemangku Kebijakan, sangat kami harapkan untuk lebih memperhatikan
pramuka terutamanya dari segi pendanaan apalagi sekarang ini sudah menjadi
ekstrakurikuler yang diwajibkan.

BAB II
PEMBAHASAN

A.      Faktor Yang Mempengaruhi Penerapan Ekstra Kurikuler Wajib Di Satuan


Pendidikan
1.        Menjalankan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2010
Semenjak lahirnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun
2010 Tentang Gerakan Pramuka, maka terjadilah geliat perubahan yang
mendasar terhadap kegiatan keramukaan. Gerakan Pramuka tidak hanya
mendapat dukungan yuridis sebagai legal formal membangun eksistensi Gerakan
Pramuka, akan tetapi mendapat pula dukungan finansial dan dukungan lainnya
secara signifikan oleh pemerintah dan masyarakat, sehingga kegiatan
kepramukaan mengalami perkembangan yang sangat pesat. Maka tidak heran
dalam waktu singkat Gerakan  Pramuka menjadi sebuah organisasi yang
memiliki keanggotan yang paling besar dan memiliki tingkat keberhasilan yang
realistis dalam menciptakan kader bangsa dengan memiliki kerakteristik
(kepribadian) keindonesiaan, yang nantinya diharapkan para kader bangsa ini
menjadi pemimpin bangsa yang memiliki kepribadian keindonesiaan dan
membawa Indonesia menjadi sebuah negara yang maju dan berperadaban.
Gugus depan menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12
Tahun 2010 Tentang Gerakan Pramuka pada pasal 1 ayat (5), adalah satuan
pendidikan dan satuan organisasi terdepan penyelenggara pendidikan
kepramukaan (UU No. 12 Thn 2010). Selanjutnya dalam Keputusan Musyawarah
Nasional Nomor 11/Munas/2013 Tentang Anggaran Dasar Gerakan
Pramuka  Pasal 19  menyatakan bahwa :  “ (1) Gugus depan merupakan satuan
pendidikan dan satuan organisasi terdepan. (2) Gugus depan meliputi gugus depan
berbasis satuan pendidikan dan gugus depan berbasis komunitas. (3) Gugus depan
berbasis satuan pendidikan meliputi gugus depan yang berpangkalan di pendidikan
formal. (4) Gugus depan berbasis komunitas meliputi gugus depan
komunitas kewilayahan, agama, profesi, organisasi kemasyarakatan dan
komunitas lain (Munas 2013. Kemudian menurut Keputusan Kwartir Nasional
Gerakan Pramuka Nomor: 231 Tahun 2007 Tentang Petunjuk Penyelenggaraan
Gugusdepan Gerakan Pramuka,  Pasal 1 ayat (4) bahwa : a. Gugus depan
disingkat Gudep adalah suatu kesatuan organik terdepan dalam Gerakan Pramuka
yang merupakan wadah untuk menghimpun anggota Gerakan Pramuka dalam
penyelenggaraan kepramukaan, serta sebagai wadah pembinaan bagi anggota
muda dan anggota dewasa muda. b. Kepramukaan adalah proses pendidikan di
luar lingkungan sekolah dan di luar lingkungan keluarga dalam bentuk kegiatan
menarik, menyenangkan, sehat, teratur, terarah, praktis yang dilakukan di alam
terbuka dengan Prinsip Dasar Kepramukaan dan Metode Kepramukaan, yang
sasaran akhirnya pembentukan watak, ahklak, dan budi pekerti luhur    (Kwartir
Nasional Gerakan Pramuka, Jakarta, 2008, Hal 2).
Pelatih Pembina Pramuka,  adalah “Pembina Pramuka” yang memenuhi
persyaratan melatih (telah mengikuti Kursus Pelatih) dan memiliki pengabdian
tambahan karena memiliki keahlian untuk melatih Pembina Pramuka. Untuk
menjadi Pelatih Pembina Pramuka ada dua jenjang pendidikan yakni: Kursus
Pelatih Pembina Pramuka Tingkat Dasar, dan Kursus Pelatih Pembina Pramuka
Tingkat Lanjutan. Pelatih Pembina merupakan kor (jantung) kegiatan
kepramukaan, makin memahami seorang pelatih  terhadap permasahan
kepramukaan baik yang berhubungan internal  kepramukaan atau yang
berhubungan dengan eksternal kepramukaan, maka eksistensi Gerakan Pramuka
akan lebih maju dan berkembang dengan lebih baik.

2.        Pramuka Wajib Dalam Kurikulum 2013


Pendidikan kepramukaan dalam sistem pendidikan nasional termasuk
dalam jalur pendidikan nonformal yang diperkaya dengan pendidikan nilai-nilai
Gerakan Pramuka dalam pembentukan kepribadian yang berakhlak mulia,
berjiwa patriotik, taat hukum, disiplin, menjunjung tinggi nilai-nilai luhur
bangsa, dan memiliki kecakapan hidup (UU RI Nomor 12 Tahun 2010 Pasal 11).
Pendidikan merupakan proses pembangunan suatu sistem nilai dalam ranah
afektif yang selalu dalam keadaan instatu nascendi (dalam proses menjadi).
Muaranya adalah kepemilikan kualitas sebagai manusia yang layak disebut
manusia dan bersumber daya (Tri Kartika Rina dalam Djarab, 2004: 54).
Pramuka sebagai salah satu kegiatan ekstrakurikuler di sekolah sangat relevan
sebagai wadah penanaman nilai karakter. Nilai karakter yang dapat
dikembangkan melalui kegiatan kepramukaan adalah nilai religius, jujur,
toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu,
semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi,
bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli
sosial, dan tanggung jawab (Pusat Pengembangan Tenaga Kependidikan, 2014:
20).
Dalam Kurikulum 2013, pendidikan Kepramukaan ditetapkan sebagai
kegiatan ekstrakurikuler wajib. Hal ini mengandung makna bahwa pendidikan
Kepramukaan merupakan kegiatan ekstrakurikuler yang secara sistematik
diperankan sebagai wahana penguatan psikologis-sosial-kultural (reinfocement)
perwujudan sikap dan keterampilan kurikulum 2013 yang secara psikopedagogis
koheren dengan pengembangan sikap dan kecakapan dalam pendidikan
Kepramukaan. Dengan demikian pencapaian Kompetensi Inti Sikap Spiritual (KI
1), Sikap Sosial (KI 2), dan Keterampilan (K3) memperoleh penguatan bermakna
(meaningfull learning) melalui fasilitasi sistematik-adaptif pendidikan
Kepramukaan di lingkungan satuan pendidikan (Badan Penelitian dan
Pengembangan, 2014: 1-2).
Dalam implementasi kurikulum 2013, kegiatan ekstrakurikuler
kepramukaan dapat diimplemasikan dalam 3 model, yaitu (1) Sistem Blok yang
dilaksanakan pada awal masuk sekolah; (2) Sistem Aktualisasi proses
pembelajaran setiap mata pelajaran ke dalam Pendidikan Kepramukaan; dan (3)
Sistem Reguler bagi peserta didik yang memiliki minat serta ketertarikan
menjadi anggota Pramuka (Pusat Pengembangan Tenaga Kependidikan, 2014:
11-12). Mengacu Permendikbud RI Nomor 81A tahun 2013 tentang
Implementasi Kurikulum 2013, lampiran III dijelaskan bahwa fungsi kegiatan
ekstrakurikuler Pramuka adalah kegiatan ekstrakurikuler pada satuan pendidikan
memiliki fungsi pengembangan, sosial, rekreatif, dan persiapan karir.
Koherensi proses pembelajaran yang memadukan kegiatan intrakurikuler
dan ekstrakurikuler, didasarkan pada dua alasan dalam menjadikan pendidikan
Kepramukaan sebagai ekstrakurikuler wajib. Pertama, dasar legalitasnya jelas,
yaitu Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka.
Kedua, pendidikan Kepramukaan mengajarkan banyak nilai-nilai, mulai dari
nilai-nilai Ketuhanan, kebudayaan, kepemimpinan, kebersamaan, sosial,
kecintaan alam, hingga kemandirian. Dari sisi legalitas pendidikan Kepramukaan
merupakan imperatif yang bersifat nasional, sebagi hal itu tertuang dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan
Pramuka (Badan Penelitian dan Pengembangan, 2014: 2).
Dari pemaparan tersebut di atas, sebenarnya pemerintah menyadari akan
pentingnya pendidikan untuk generasi penerus bangsa, salah satunya juga
melihat Pramuka. Pramuka atau juga Kepanduan yang telah berperan juga dalam
sejarah bangsa Indonesia, dari pra-kemerdekaan, mempertahankan kemerdekaan
hingga saat ini, dianggap oleh pemerintah sangat relevan dalam membangun
pendidikan karakter. Diperkuat dengan adanya Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2010 tentang Gerakan Pramuka dan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional. Terdapat nilai-nilai positif dalam kegiatan
Pramuka yang dinilai akan membawa nilai positif dalam pembentukan karakter
bangsa. Namun pada kenyataannya, Pramuka yang dijadikan sebagai
ekstrakurikuler wajib di setiap satuan pendidikan memiliki banyak dampak baik
bagi guru maupun peserta didik.
Tidak semua satuan pendidikan siap akan Pramuka menjadi
ekstrakurikuler wajib, karena juga tidak semua satuan pendidikan jangankan
memiliki gugusdepan ekstrakurikuler Pramuka pun tidak semuanya ada, apalagi
memiliki pembina Pramuka yang mau dan mampu membina Pramuka dengan
baik. Akhirnya banyak satuan pendidikan yang mencari pembina Pramuka
dadakan atau bahkan memberdayakan para guru untuk membina Pramuka. Selain
itu juga akan memengaruhi kondisi psikis peserta didik yang setengah hati
mengikuti ekstrakurikuler wajib Pramuka. Pasti ada rasa tidak senang maupun
tidak dengan ikhlas mengikuti kegiatan Pramuka, yang akhirnya menganggap
sepele Pramuka tersebut. Di sinilah pentingnya peran semua komponen satuan
pendidikan dan pembina Pramuka untuk sekreatif mungkin membuat
ekstrakurikuler wajib Pramuka dapat diminati dan disenangi oleh seluruh peserta
didik, sehingga tujuan dari pemerintah mewajibkan ekstrakurikuler Pramuka
untuk membentuk karakter baik peserta didik dapat terwujud dengan baik.
B.       Kendala Yang Dihadapi Untuk Menerapkan Ekstra Kurikuler Wajib Di
Satuan Pendidikan
1.        Rendahnya Mutu Pembina Pramuka
Masalah lain yang dihadapi Gerakan Pramuka saat ini adalah rendahnya
kualitas dan kuantitas Pembina Pramuka. Sudah amat jarang terjadi munculnya
Pembina baru dari para peserta didik yang memiliki pengalaman ketika menjadi
Siaga, Penggalang, Penegak dan Pandega. Banyak Pembina yang muncul karena
jabatannya sebagai guru, misalnya guru olah raga, guru bimbingan, yang
notabene kurang memiliki pengalaman yang cukup sebagai anggota Gerakan
Pramuka sebelumnya. Kurangnya pengalaman mereka sebagai peserta didik
sudah barang tentu berakibat pada lemahnya pemahaman mereka terhadap ide
dasar pendidikan kepramukaan.
Di Kwartir Cabang Aceh Timur kekurangan jumlah Pembina dapat
diketahui dari ratio Pembina berbanding peserta didik sebagai 1 : 60 orang.
Angka tersebut masih jauh dari ketentuan ratio ideal sebesar 1 Pembina untuk 10
orang peserta didik. Keadaan tersebut masih ditambah dengan adanya kenyataan
seorang Pembina merangkap membina pada beberapa sekolah atau Gugus depan.
Hal tersebut sudah barang tentu akan menghambat usaha peningkatan kualitas
proses pendidikan kepramukaan di Gugus depan, karena kurang intensifnya
Pembina melakukan pembinaan pada peserta didiknya.
Memang, dalam rangka meningkatkan kuantitas dan kualitas Pembina
Pramuka diadakan Kursus Mahir Pembina, baik tingkat Dasar maupun Lanjutan.
Tetapi manakala peserta Kursus Mahir Pembina adalah Pembina karbitan,
menjadi Pembina karena jabatan, bagi pelaksanaan proses pendidikan
kepramukaan kurang memadai. Diharapkan Pembina Pramuka muncul dari para
calon-calon Pembina yang benar-benar memiliki pengalaman sebagai peserta
didik atau memahami ide dasar pendidikan kepramukaan. Tidak sekedar
memandang pendidikan kepramukaan sebagai pelengkap kegiatan ekstra
kurikuler di sekolah, melainkan mendudukkan pendidikan kepramukaan dalam
sistem pendidikan nasional, yaitu sebagai penunjang sub sistem pendidikan
persekolahan (formal).
Oleh karena itu dalam rangka meningkatkan kualitas proses pendidikan
kepramukaan sesuai dengan yang dirujuk pada prinsip dasar metodik pendidikan
kepramukaan, maka kemampuan dan ketrampilan para Pembina harus mendapat
perhatian. Tampaknya diperlukan Pembina Pramuka yang benar-benar
memahami dan menguasai pendidikan kepramukaan. Untuk itu harus dihindari
munculnya Pembina Pramuka karbitan apabila Gerakan Pramuka masih ingin
memberikan makna dalam sistem pendidikan nasional di masa mendatang.

2.        Ketinggalan Jaman
Pada tahap perkembangan ilmu dan teknologi serta arus informasi yang
demikian pesat dewasa ini, seakan pendidikan kepramukaan tetap saja berjalan di
tempat. Berbagai materi dan metode yang dikenalkan hampir lebih sepuluh tahun
yang lalu sampai saat ini masih disampaikan kepada para peserta didik tanpa
mengalami pembaharuan. Para Pembina Pramuka dan Pelatih Pembina Pramuka
terlalu berpegang pada pakem yang ada, seakan tidak peduli terhadap kemajuan
di sekilingnya. 
Memang prinsip dasar metodik pendidikan kepramukaan senantiasa harus
dipegang teguh dalam proses pendidikan kepramukaan, karena hal itu merupakan
ciri utama yang membedakan antara pendidikan kepramukaan dengan bentuk
pendidikan lainnya. Namun materi yang diberikan serta metode pembelajarannya
harus selalu dikembangkan mengikuti perkembangan jaman.
Kemampuan mengembangkan materi serta metode pembelajaran itulah
yang saat ini miskin dikuasai oleh para Pembina Pramuka. Kebanyakan dari
mereka dalam proses latihan rutin dari tahun ke tahun selalu hanya
mengandalkan buku rujukan Kursus Pembina Mahir Dasar atau Lanjutan.
Untuk itulah pada kurikulum Kursus Pembina Mahir Dasar dan Kursus
Pembina Mahir Lanjutan perlu dicantumkan pokok bahasan tentang inovasi
teknologi pendidikan kepramukaan, yaitu suatu pokok bahasan yang memberikan
bekal pada Pembina Pramuka agar mampu melakukan pembaharuan di bidang
materi dan metode pembelajaran untuk dapat menyesuaikan dengan
perkembangan jaman. Konteks menyesuaikan jaman artinya adalah melakukan
pembaharuan pendidik-an kepramukaan sesuai dengan minat dan kebutuhan
perkembangan anak dan remaja pada jaman dimana ia hidup.
Berkaitan dengan hal itu, maka akan dapat kita kaji kembali: sejauhmana
keterkaitan keterampilan semaphore, morse, dan tali temali pada pendidikan
kepramukaan dalam era globalisasi informasi serta teknologi canggih dewasa
ini? Memang pada era Baden Powell, awal abad ini, semaphore dan morse
merupakan alat yang ampuh dalam melakukan komunikasi jarak jauh dan tali
temali merupakan keterampilan utama yang diperlukan dalam melakukan
pionering.
Fakta lain menunjukkan bahwa pada perkembangan dewasa ini
pendidikan kepramukaan jauh kalah populer dibanding dengan kelompok pecinta
alam. Perkembangan kegiatan kelompok pecinta alam sudah sedemikian
pesatnya sehingga muncul aktivitas yang menarik bagi remaja seperti panjat
tebing, caving, dan mountainering. Pada perkembangan yang sama sebagian
besar satuan Gerakan Pramuka masih melakukan kegiatan alam terbuka dengan
acara mencari jejak, permainan berbagai macam sandi, wide game yang
dipandang oleh remaja terlalu monoton dan sudah kuno. Padahal sejarah pertum-
buhan Gerakan Pramuka di Indonesia lebih tua dibanding dengan kelompok
pecinta alam. Mengapa hal itu bisa terjadi? Padahal sebagian besar aktivitas
pendidikan kepramukaan adalah di alam terbuka serta diikuti usaha mengenal
dan menanamkan rasa mencintai alam. Keadaan ini tidak akan terjadi manakala
Pembina mampu mengembangkan dan mengemas kegiatan sesuai dengan minat
anak dan remaja sesuai dengan jamannya, bukan jamannya Kakak Pembina.

3.        Perlu Pembaharuan Dalam Metode Pembelajaran Kepramukaan


Untuk itulah sudah saatnya Gerakan Pramuka melakukan kajian mengenai
usaha meningkatkan relevansi pendidikannya, utamanya menyesuaikan materi
dan metode pembelajaran yang sesuai dengan perubahan jaman dan kebutuhan
masyarakat. Usaha itu adalah upaya untuk menarik minat para anak dan remaja
agar tertarik pada pendidikan kepramukaan.
Usaha melakukan pembaharuan materi dan metode pembelajaran itu
kiranya tidak akan bertentangan dengan ide dasar Baden Powell tentang
pendidikan kepanduan atau kepramukaan. Baden Powell kepada para Pembina,
dalam bukunya Penolong untuk Pemimpin Pandu, menyatakan bahwa dalam
pendidikan kepanduan bukan isi pelajarannya yang terpenting tetapi cara-
caranya. Menurut Baden Powell pendidikan kepanduan/kepramukaan adalah
suatu sistem pendidikan yang membimbing anak dan remaja untuk melahirkan
segala sesuatu secara benar, menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik,
memberikan kesempatan pada perkembangan inisiatif, kedisiplinan diri, percaya
diri dan menentukan tujuan sendiri.
Dari pernyataan Baden Powell tersebut tersirat bahwa pendidikan
kepramukaan memiliki sifat universal dalam perspektif tempat maupun waktu.
Pemahaman keuniversalan pendidikan kepramukaan selama ini hanyalah pada
perspektif tempat saja, artinya pendidikan kepramukaan dapat dipergunakan
dimana saja untuk mendidik anak dan remaja dari bangsa di seluruh muka bumi.
Pemahaman keuniversalan yang sempit inilah mengakibatkan kemandegan
pengembangan pendidikan kepramukaan.
Pada perspektif kekinian dan ke depan usaha pembinaan kepribadian dan
watak generasi muda melalui pendidikan kepramukaan tidak akan cukup hanya
memperkenalkan kepada mereka keterampilan semaphore, morse, dan tali temali
sementara nilai dan norma sosial yang berkembang di masyarakat telah diwarnai
dengan suasana teknologi yang serba canggih. Justru pada perspektif kekinian
dan ke depan pendidikan kepramukaan harus mampu mengemas materi dan
metode pembelajarannya yang disesuaikan dengan permasalahan aktual yang
sedang dihadapi dan tantangan yang akan dihadapi oleh bangsa Indonesia.

C.      Usaha Yang Dilakukan Untuk Menerapkan Ekstra Kurikuler Wajib Di


Satuan Pendidikan
1.        Peran Pembina Pramuka Di Gugus Depan
Dalam penerapannya, guru dan pembina Pramuka sudah seharusnya
saling bekerja sama dalam mengembangkan pendidikan Kepramukaan di satuan
pendidikan. Guru sebagai pendidik formal di satuan pendidikan, sedangkan
pembina Pramuka sebagai pendidik non-formal di satuan pendidikan. Oleh
karena pelaksanaan Kurikulum  2013 dikembangkan secara terpadu, guru kelas
atau guru mata pelajaran haruslah mempunyai kompetensi pendidikan
Kepramukaan. Dengan begitu, guru dapat mengaitkan, menghubungkan, dan
memadupadankan tema atau topik mata pelajaran dengan menu ekstrakurikuler
wajib Pendidikan Kepramukaan (Badang Penelitian dan Pengembangan, 2014:
13-14).
Gerakan Pramuka adalah gerakan pendidikan kaum muda yang
menyelenggarakan kepramukaan dengan dukungan dan bimbingan anggota
dewasa (Kwartir Nasional Gerakan Pramuka, 2007: 13). Sehingga, dalam
penyelenggaraan kegiatan Pramuka, tidak boleh lepas dari bimbingan orang
dewasa dalam hal ini pembina, guru, maupun pihak-pihak terkait.  Untuk
meningkatkan kualitas pendidikan Kepramukaan di satuan pendidikan,
diperlukan upaya peningkatan kemampuan kepala sekolah, guru, dan pembina
dalam mengelola pendidikan Kepramukaan. Peningkatan kemampuan tersebut
dapat dilaksanakan melalui pola pengembangan dan penyegaran kompetensi
yang terarah, terpadu, terus menerus, dan berkesinambungan (Badan Penelitian
dan Pengembangan, 2014: 16).
Pembina Pramuka sebagai pendidik wajib memahami bahwa semua
kegiatan pendidikan yang diberikan kepada peserta didik merupakan
pencerminan dari prinsip dasar Kepramukaan. Selain itu Pembina Pramuka wajib
memahami: (1) Prinsip Dasar  Kepramukaan dan Metode Kepramukaan yang
merupakan ciri khas yang membedakan pendidikan Kepramukaan dengan
pendidikan lainnya, (2) Prinsip Dasar dan Metode Kepramukaan merupakan dua
unsur proses pendidikan terpadu yang harus diterapkan dalam setiap kegiatan
(Badan Penelitian dan Pengembangan, 2014: 18).
Ketika kita membahas mengenai pendidikan dan pengajaran di Indonesia,
kita tidak akan lepas dengan peran Bapak Pendidikan Nasional, yaitu Ki Hadjar
Dewantara yang juga dijadikan metode pendidikan dalam Gerakan Pramuka.
Berangkat dari keyakinan akan nilai-nilai tradisional, Ki Hadjar Dewantara yakin
bahwa pendidikan yang khas Indonesia haruslah berdasarkan citra nilai kurtural
Indonesia juga. Maka ia menerapkan tiga semboyan pendidikan yang
menunjukkan kekhasan Indonesia, yakni pertama Ing Ngarsa Sung Tuladha,
artinya seorang pendidik selalu berada di depan untuk memberi teladan; Ing
Madya Mangun Karsa, artinya seorang pendidik selalu berada di tengah-tengah
para muridnya dan terus-menerus memrakarsai/memotivasi peserta didiknya
untuk berkarya, membangun niat, semangat, dan menumbuhkan ide-ide agar
peserta didiknya produktif dalam berkarya; Tut Wuri Handayani, artinya seorang
pendidik selalu mendukung dan menopang (mendorong) para muridnya berkarya
ke arah yang benar bagu hidup masyarakat (Tauhid dalam Samho, 2013: 78).
Senada dengan ketiga semboyan pendidikan tersebut, metode pendidikan yang
cocok untuk membentuk kepribadian generasi muda di Indonesia adalah sepadan
dengan makna paedagogik, yakni Momong, Among, dan Ngemong, yang berarti
bahwa pendidikan itu bersifat mengasuh (Samho, 2013: 78).
Dalam menerapkan metode among, Ki Hadjar Dewantara menyampaikan
pentingnya tritunggal fatwa pendidikan untuk hidup merdeka, yaitu pertama
tetep, antep, dan mantep, artinya pendidikan adalah upaya terencana untuk
membangun ketetapan pikiran dan batin subjek didik; kedua, membentuk
mentalitas ngandel, kandel, kendel,  dan  bandel dalam diri subjek didik, artinya
pendidikan menekankan pengolahan kematangan batiniah menumbuhkan rasa
percaya diri (ngadel) dan membentuk pendirian yang teguh (kandel) pada subjek
didik sehingga mereka menjadi pribadi-pribadi yang berani dan tawakal, tidak
menyerah; ketiga, pendidikan dilaksanakan untuk membangun kondisi neng,
ning, nung, dan nang dalam kesadaran peserta didik, artinya upaya mendidik
membentuk kesucian pikiran dan kebatinan subjek didik (neng), ketenangan hati
(ning), dan membuat mereka menguasai diri (nung), dan kemenagan (nang) atas
ego diri yang cenderung pongah dan serakah (Samho, 2013: 81-82).
Di sinilah perlu diingat untuk para pembina Pramuka atau pun guru yang
dijadikan Pembina Pramuka untuk kembali ke kodrat pembina Pramuka yang
menggunakan prinsip dasar dan metode kepramukaan dalam membina peserta
didik. Pembina Pramuka yang berasal dari lulusan Kursus Mahir Pembina
Pramuka Tingkat Dasar (KMD) maupun lulusan Kursus Mahir Pembina Pramuka
Tingkat Lanjut (KML) minimal telah memiliki pemahaman mengenai prinsip
dasar dan metode kepramukaan, serta memahami apa yang harus dilaksanakan
ketika merencanakan maupun melaksanakan kegiatan Pramuka. Sedangkan untuk
guru yang dijadikan pembina Pramuka, maka perlu harus berlatih dan memahami
prinsip dasar dan metode kepramukaan. Guru di sini harus diawali dengan hati
yang ikhlas dalam menjadi pembina Pramuka. Dipermantab dengan mengikuti
kursus-kursus baik KMD maupun KML dalam usaha memperbaiki kualitas
menjadi pembina Pramuka. Yang menjadi masalah ketika guru yang dijadikan
pembina Pramuka tidak memahami bagaimana Pramuka tersebut dan tidak tahu
apa yang harus dilaksanakan dalam Kepramukaan. Dengan demikian,
pelaksanaan ekstrakurikuler wajib tersebut serasa terpaksa maupun ala kadarnya
atau hanya untuk menggugurkan kewajiban saja.
Bagaimana filosofi “Guru” yang merupakan “Digugu lan ditiru”, juga
dapat dijadikan sebagai pegangan dalam mendidik, mengajar, maupun membina
Pramuka. Bagaimana peserta didik akan tertarik dengan apa yang disampaikan
ketika seorang guru maupun pembina Pramuka tidak yakin akan dirinya atau pun
tidak semangat dalam menyampaikan ilmunya. Sehingga, diperlukan keyakinan
dan semangat yang tinggi yang juga dapat memengaruhi kondisi psikis peserta
didik. Jangan sampai ada ragu-ragu maupun sikap yang kurang berwibawa
maupun sikap kurang menyenangkan diharapan peserta didik, karena juga akan
memengaruhi bagaimana peserta didik tertarik dengan ilmu apa yang kita
sampaikan. Dengan demikian, perlu dipersiapkan baik materi yang akan
disampaikan maupun kondisi penampilan baik guru maupun pembina Pramuka
sebelum memulai kegiatan Pramuka. Selain itu juga selalu berikan motivasi
maupun logika-logika berpikir positif sebagai penguatan hati peserta didik guna
menambah semangat belajar dari peserta didik.
Lokus normatif ekstrakurikuler wajib Pendidikan Kepramukaan dalam
Kurikulum 2013 berada pada konseptual-normatif dari mandat Undang-Undang
RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dengan Undang-
Undang RI Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka. Secara substantif-
pedagogis, filosofi dan tujuan Pendidikan Nasional memiliki koherensi dengan
tujuan Gerakan Pramuka, dalam hal bahwa keduanya mengusung komitmen kuat
terhadap penumbuhkembangan sikap spiritual, sikap sosial, dan
keterampilan/kecakapan  sebagai insan dan warga negara Indonesia dalam
konteks nilai dan moral Pancasila (Badan Penelitian dan Pengembangan, 2014:
7).
Sebenarnya ketika ada kerja sama antara guru mata pelajaran dengan
pembina Pramuka, maka pembelajaran yang diharapkan pemerintah akan
menjadi baik dan sukses terwujud. Kegiatan Pramuka menjadi praktiknya,
sedangkan mata pelajaran sebagai teorinya. Atau pun Pramuka menjadi
pelengkap dari materi pendidikan di satuan pendidikan yang belum didapatkan
dalam materi pada mata pelajaran. Apabila hal tersebut dapat disinergikan, maka
tidak ada kata terpaksa maupun rasa setengah hati baik dari guru maupun peserta
didik dalam ranah pendidikan yang dilaksanakan pada tiap satuan pendidikan.
Dalam hal pendidikan formal di sekolah, yaitu mata pelajaran yang
diajarkan oleh guru. Tidak harus Pramuka menjadi sebuah momok bagi yang
merasa terpaksa. Namun, dapat disinergikan dengan Pramuka. Semisal pada
pendidikan menengah atas, ketika ada mata pelajaran sejarah mengenai sejarah
bangsa Indonesia, pada mata pelajaran sejarah materi yang disampaikan adalah
sejarah Indonesia berkaitan dengan peristiwa-peristiwa fisik. Namun, akan lebih
baik apabila disinergikan juga dengan Pramuka, bahwa di Pramuka merupakan
pelengkap dalam pemantaban materi sejarah tersebut, misalnya adalah mengenai
sejarah bendera kebangsaan Indonesia. Contoh lain sinergitas antara pelajaran
matemarika dengan tekpram, misal mengenai materi triginometri dapat
disinergikan dengan materi menaksir yang dalam hal ini, mata pelajaran
matematika sebagai teori dan tekpram sebagai praktik. Semisal lagi berkaitan
dengan olah raga, adanya praktik berenang dalam mata pelajaran sekolah, maka
dapat dijadikan sebagai syarat pemenuhan pengisian syarat kecakapan umum
(SKU) berkaitan dengan olah raga berenang. Dari beberapa contoh tersebut
sebenarnya telah menunjukkan bahwa Pramuka dan sekolah memiliki relevansi
dalam dunia pendidikan yang sama-sama memberikan dampak positif bagi
pendidikan. Sehingga, Pramuka dan sekolah dapat dipadukan dalam pelaksanaan
Kurikulum 2013.
Pendidikan kepramukaan dalam sistem pendidikan nasional termasuk
dalam jalur pendidikan nonformal yang diperkaya dengan pendidikan nilai-nilai
Gerakan Pramuka dalam pembentukan kepribadian yang berakhlak mulia,
berjiwa patriotik, taat hukum, disiplin, menjunjung tinggi nilai-nilai luhur
bangsa, dan memiliki kecakapan hidup (UU RI Nomor 12 Tahun 2010 Pasal 11).
Jelas sudah bahwa memang Pendidikan Kepramukaan menurut amanat Undang-
Undang Republik Indonesia dimasukkan dalam sistem pendidikan nasional
dalam jalur pendidikan nonformal yang diperkaya dengan pendidikan nilai-nilai.
Sehingga, secara sederhana sebenarnya Pramuka dalam sistem pendidikan
nasional diharapkan lebih pada penguatan pendidikan nilai. Dengan demikian,
peserta didik diharapkan tidak saja hanya baik dan cerdas dalam
intelektualitasnya, namun juga memiliki kecerdasan emosiaonal, memiliki
karakter pribadi luhur yang baik.

2.        Peran Pelatih Pembina Pramuka


Pelatih Pembina Pramuka adalah seorang Anggota Pramuka Dewasa yang
telah mengikuti Kursus Pelatih Pembina Pramuka sebagaimana yang diisyaratkan
dalam Keputusan Kwartir Nasional Gerakan Pramuka Nomor 202 Tahun 2011
Tentang Sistem Pendidikan dan Latihan Gerakan Pramuka pada lampiran Bagian
II pasal  9, yaitu : 2) Kursus Pelatih Pembina Pramuka adalah kursus untuk
menyiapkan tenaga pelatih Pembina Pramuka, terdiri atas 2 (dua) jenjang yang
tidak dapat dipisahkan, yaitu : a)  Jenjang pertama kursus bagi pelatih Pembina
Pramuka adalah Kursus Pelatih Pembina Pramuka Tingkat Dasar (KPD). KPD
hanya boleh diselenggarakan oleh Kwartir Nasional dan Kwartir Daerah. Lulusan
KPD adalah calon Pelatih Pembina Pramuka yang akan bertugas di Kwartir
Cabang. b). Kursus Pelatih Pembina Pramuka Tingkat Lanjutan (KPL),
merupakan jenjang lanjutan dari Kursus Pelatih Pembina Pramuka Tingkat
Dasar   (Kwartir Nasional Gerakan Pramuka, Jakarta, 2011, Hal 4).
Jadi Pelatih Pembina Pramuka adalah anggota Dewasa sebagai Pembina
Pramuka yang terlatih dan memiliki tugas tembahan sebagai pelatih Pembina
Pramuka untuk membentuk para pembina Pramuka yang berkualitas sesuai
dengan tuntutan dan tuntunan jaman.  Oleh karenanya peranan pelatih pembina
Pramuka, sangat penting dalam kemajuan Gerakan Pramuka, karena akan
menjadi sebagai parameter  untuk menentukan maju dan mundurnya Gerakan
Pramuka. Menjadi sebuah kewajaran apabila seorang pelatih pembina Pramuka
senantiasa meng upgrade  dan meng update  pengetahuannya tentang berbagai hal
khsususnya tentang pengetahuan kepramukaan, sehingga seorang pelatih
pembina Pramuka akan senantiasa survive  dalam melatih  dan  actual  dalam
menyampaikan pengetahuannya.

3.        Peran Pelatih Pembina Dalam Menghadapi Ekstra Kurikuler Wajib


Pendidikan Kepramukaan
Ektra Kurikuler wajib Pendidikan Kepramukaan sebagaimana termuat
dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
Nomor 63 Tahun 2014, merupakan Kegiatan Ekstrakurikuler yang harus diikuti
oleh seluruh peserta didik. Kegiatan ekstra kurikuler yang dimaksud bahwa
setiap peserta didik harus mengikuti pendidikan kepramukaan yang dilaksanakan
dalam 3 (tiga) Model meliputi Model Blok, Model Aktualisasi, dan Model
Reguler.
a.        Model Blok
Merupakan kegiatan wajib dalam bentuk perkemahan yang dilaksanakan
setahun sekali dan diberikan penilaian umum.  Penyelenggaraan pendidikan
kepramukaan melalui ekstrakurikuler pada satuan pendidikan dengan
menerapkan model blok adalah bentuk kegiatan pendidikan kepramukaan yang
dilaksanakan pada awal peserta didik masuk di satuan pendidikan. Model blok
ini dilaksanakan pada awal tahun pelajaran dengan alokasi waktu 18 Jam
pelajaran bagi peserta didik dari kelas 1 s.d. VI SD/MI dan 36 jam pelajaran bagi
peserta didik dari kelas VII s.d. IX SMP/MTs dan kelas X s.d. XII
SMA/MA/SMK.
Model blok ini merupakan “Training Orientasi Kepramukaan bagi peserta
didik” sesuai tingkatan dan usianya.  Sistem penyelenggaraan pendidikan
kepramukaan model blok dilakukan dengan menggunakan modul, sehingga
setiap pendidik dapat mengajarkan pendidikan kepramukaan. Pendidik yang
menyampaikan materi pada model ini, sekurang-kurangnya telah mengikuti
Orientasi Pendidikan Kepramukaan (OPK), dan satuan pendidikan telah memiliki
sarana dan prasarana yang mendukung pelaksanaan kegiatan.
Tujuan pelaksanaan pendidikan kepramukaan melalui ekstrakurikuler
model blok adalah :
1.      Pengenalan pendidikan kepramukaan yang menyenangkan dan menantang
kepada seluruh peserta didik pada awal masuk lembaga pendidikan.
2.      Meningkatkan kompetensi (sikap dan keterampilan) peserta didik yang sejalan
dan sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
melalui:
a.        Aplikasi Dwi Satya dan Dwi Darma bagi peserta didik usia Siaga;
b.        Aplikasi Tri Satya dan Dasa Darma khususnya Darma ke-1 dan
c.        Darma ke-2 bagi peserta didik usia Penggalang dan Penegak.

b.        Model Aktualisasi
Merupakan kegiatan wajib dalam bentuk penerapan sikap dan
keterampilan yang dipelajari didalam kelas yang dilaksanakan dalam kegiatan
Kepramukaan secara rutin, terjadwal, dan diberikan penilaian
formal.  Penyelenggaraan pendidikan kepramukaan melalui ekstrakurikuler pada
satuan pendidikan dengan menerapkan model Aktualisasi adalah bentuk kegiatan
pendidikan kepramukaan yang dilaksanakan dengan mengaktualisasikan
kompetensi dasar mata pelajaran yang relevan dengan metode dan prinsip dasar
kepramukaan.
Sistem penyelenggaraan pendidikan kepramukaan model Aktualisasi
dilakukan dengan mengaktualisasikan kompetensi dasar mata pelajaran yang
relevan. Oleh karena itu pendidik harus terlebih dahulu melakukan pemetaan
terhadap kompetensi dasar mata pelajaran yang relevan untuk dapat
diaktualisasikan dalam kegiatan pendidikan kepramukaan. Pendidik yang
menyampaikan materi pada sistem ini, sekurang-kurangnya telah mengikuti
Orientasi Pendidikan Kepramukaan (OPK), dan satuan pendidikan telah memiliki
sarana dan prasarana yang mendukung pelaksanaan kegiatan.
Aktivitas Model Aktualisasi :
1.        Dilaksanakan setiap satu minggu satu kali;
2.        Setiap satu kali kegiatan dilaksanakan selama 120 menit;
3.        Kegiatan model Aktualisasi merupakan kegiatan Latihan Ekstrakurikuler
Kepramukaan;
4.        Pembina kegiatan dilakukan oleh Guru Kelas /Guru Mata pelajaran selaku
Pembina Pramuka dan/atau Pembina Pramuka serta dapat dibantu oleh Pembantu
Pembina (Instruktur Muda/Instruktur Pramuka).
Tujuan pelaksanaan pendidikan kepramukaan melalui ekstrakurikuler
model Aktualisasi adalah :
a.       Pengenalan pendidikan kepramukaan yang menyenangkan dan menantang
kepada seluruh peserta didik;
b.      Media Aktualisasi kompetensi dasar mata pelajaran yang relevan dengan metode
dan prinsip dasar kepramukaan;
c.       Meningkatkan kompetensi (nilai-nilai dan keterampilan) peserta didik yang
sejalan dan sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, melalui Aplikasi Dwi Satya dan Dwi Darma bagi peserta didik usia
Siaga, dan Aplikasi Tri Satya dan Dasa Darma bagi peserta didik usia
Penggalang, dan Penegak.

d.        Model Reguler
Merupakan kegiatan sukarela berbasis minat peserta didik yang
dilaksanakan di Gugus depan.  Penyelenggaraan pendidikan kepramukaan
melalui ekstrakurikuler pada satuan pendidikan dengan menerapkan sistem
reguler adalah bentuk kegiatan pendidikan kepramukaan yang dilaksanakan pada
Gugus depan (Gudep) yang ada di satuan pendidikan dan merupakan kegiatan
pendidikan kepramukaan secara utuh. Oleh karena itu apabila satuan pendidikan
memilih model reguler dan belum memiliki Gudep, maka harus terlebih dahulu
menyiapkan sistem pengelolaan pendidikan kepramukaan melalui Gudep.
Aktivitas model Reguler:
1.        Bersifat sukarela sesuai dengan bakat dan minat peserta didik;
2.        Setiap satu kali kegiatan dilaksanakan selama 2 jam (120 menit) pelajaran;
3.        Dilaksanakan setiap satu minggu satu kali;
4.        Sepenuhnya dikelola oleh Gugus depan Pramuka pada satuan atau gugus satuan
pendidikan.
5.        Pembina kegiatan adalah Guru Kelas /Guru Mata pelajaran selaku Pembina
Pramuka dan/atau Pembina Pramuka serta dapat dibantu oleh Pembantu Pembina
(Instruktur Muda/Instruktur Pramuka) yang telah mengikuti Kursus Mahir Dasar
(KMD).
Tujuan pelaksanaan pendidikan kepramukaan melalui ekstrakurikuler
model reguler adalah meningkatkan kompetensi (nilai-nilai dan keterampilan)
peserta didik yang sejalan dan sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, yang memiliki minat dan ketertarikan sebagai
anggota pramuka, melalui: aplikasi Dwi Satya dan Dwi Darma bagi peserta didik
usia Siaga, dan aplikasi Tri Satya dan Dasa Darma bagi peserta didik usia
Penggalang dan Penegak. 
Kedudukan Ektra Kurikuler wajib Pendidikan Kepramukaan dalam sistem
Kurikulum 2013 merupakan komplemen kurikulum yang dirancang secara
sistematis dan relevan dengan upaya meningkatkan mutu pendidikan. Seluruh
aktivitas didedikasikan pada peningkatan kompetensi peserta didik.
Penyelenggaraan kegiatan kurikuler maupun ekstrakurikuler untuk
mengembangkan kemampuan, bakat dan potensi peserta didik.
Secara konsepsional Kurikulum 2013 memiliki landasan filosofis, teoritis
yang mengikat struktur kurikulum yang komprehensif untuk mencapai
kompetensi inti. Kompetensi meliputi; sikap (spiritual dan sosial), kompetensi
pengetahuan dan kompetensi keterampilan. Setiap proses pendidikan di sekolah,
termasuk penyelenggaraan ekstra kurikuler di sekolah, hendaknya diarahkan
untuk mengembangkan kapasitas ketiga dimensi tersebut.
Pelaksanaan Pendidikan Kepramukaan sebagai ekstra kurikuler wajib di
Sekolah, sejalan dan relevan dengan amanat Sistem Pendidikan Nasional dan
Kurikulum 2013, memerlukan Buku Panduan atau Petunjuk Pelaksanaan yang
dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan yang mengacu pada Peraturan
Menteri No.81A tahun 2013 tetapi ditindaklanjuti dengan adanya SKB
Mendikinas dan Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka tentang Petunjuk
Pelaksanaannya.
Peranan Pelatih pembina Pramuka dalam menghadapi Ekstra Kurikuler
Wajib Pendidikan Kepramukaan sebagaimana yang telah diuraikan di atas,
memberikan sebuah tantangan dan memotivasi untuk memikirkan pola pelatihan
dan mengimplementasikan pola pelatihan tersebut sesuai dengan harapan
Permendikbud, juga tetap harus menjaga nilai-nilai dan kode kehormatan
Pramuka sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga Gerakan Pramuka.
Oleh karenanya pelatih pembina Pramuka harus mengenal lebih dekat
Permendikbud tersebut, selanjutnya harus pula mengerti dan memahami esensi
dan isi permendikbud tersebut baik dari sisi historis maupun dari sisi filosofis,
yuridis dan sosiologis, kemudian merumuskan konsep modul pembelajaran bagi
pembina Pramuka untuk mengimplementasikannya dalam bentuk kegiatan
pendidikan kepramukaan di Gugus depannya masing-masing.

4.        Kesiapan Gugus Depan Dalam Menghadapi Ekstra Kurikuler Wajib


Pendidikan Kepramukaan
Gugus depan merupakan satuan pendidikan dan satuan organisasi
terdepan penyelenggara pendidikan kepramukaan, artinya di Gugus depanlah
kegiatan pendidikan Kepramukaan dilaksanakan, oleh karena itu Gugus depan
harus memiliki kesiapan untuk di jadikan tempat diselenggarakannya  kegiatan
Ekstrakurikuler wajib sebagaimana dalam sistem pendidikannya terbagi dalam
tiga model pendidikan Kepramukaan seperti yang telah penulis uraikan diatas
mempunyai tingkatan dan cara pelaksanaan kegiatan serta pendidikan.   Ketiga
model pendidikan itu juga harus membuat jadwal secara terperinci untuk latihan.  
Jadi dari tiga model kegiatan ekstra kurikuler wajib pendidikan
Kepramukaan, yang sepenuhnya dikelola oleh Gugus depan adalah model
Reguler, sedangkan model Blok dan model Aktualisasi tidak hanya Gugus depan
yang terlibat,  akan tetapi seluruh pontensi yang ada di satuan pendidikan
tersebut terlibat didalamnya.
Oleh karena itu kesiapan Gugus depan dalam melaksanakan ekstra kurikuler wajib
pendidikan Kepramukaan merupakan keniscayaan yang harus dipersiapkan dengan matang oleh
para Pembina Pramuka di Gugus depan baik dari aspek kapasitas (artinya para pembina telah
meng-Upgrade  dan meng-Update  pengetahuannya tentang pendidikan Kepramukaan yang terus
berkembang secara dinamis, Regulasi yang berkaitan dengan Kepramukaan yang terus
mengalami penambahan dan perbaikan, dll.), aspek administrasi Satuan dan Gugus depan
maupun aspek sarana dan prasarana yang memadai.
Melihat kenyataan tersebut, maka penulis mengambil suatu kesimpulan bahwa kesiapan
gugus depan yang ada di lingkungan kwartir cabang Aceh Timur belum siap menghadapai dan
menjalankan ekstrakurikuler wajib pendidikan kepramukaan secara maksimal seperti yang
diamanat dalam undang-undang.
BAB  III
PENUTUP

A.      Simpulan
Pramuka merupakan organisasi kepemudaan yang resmi dari pemerintah
yang memiliki payung hukum mulai dari Keppres RI Nomor 238 Tahun 1961
hingga payung hukum Undang-Undang RI Nomor 12 tahun 2013 tentang
Gerakan Pramuka. Dengan demikian, Pramuka menjadi tangung jawab bersama
dalam pelaksanaannya. Dengan berlakunya Kurikulum 2013 dan sesuai
dengan Lampiran III Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia Nomor 81A Tahun 2013 Tentang Implementasi Kurikulum, Pramuka
dijadikan ekstrakurikuler wajib pada setiap satuan pendidikan mulai dari
pendidikan dasar hingga pendidikan menengah. Oleh sebab itu peran satuan
pendidikan juga sangat penting demi terlaksananya kebijakan tersebut dengan
baik. Dengan ekstrakurikuler wajib Pramuka dalam kurikulum 2013, diharapkan
adanya perpaduan yang baik antara mata pelajaran umum di sekolah dengan
kegiatan Pramuka yang saling mendukung dalam ranah pendidikan karakter.

B.       Saran
Dari pembahasan di atas ada beberapa saran yang dapat penulis
sampaikan pada kesempatan ini, diantaranya:
1.      Gugus depan hendaknya mempersiapkan secara matang untuk melaksanakan
Ekstrakurikuler wajib pendidikan Kepramukaan baik dari sisi personal (para
Pembina Pramuka dengan kapasitas yang meningkat ter-Upgrade dan ter-Update)
maupun sarana dan prasara yang memadai.
2.      Para Pelatih Pembina Pramuka, hendaknya membuat modul pembelajaran untuk
bahan ajar para Pembina Pramuka dalam menerapkan Ekstrakurikuler Wajib
Pendidikan Kepramukaan.
3.      Sebaiknya Kwartir Nasional agar secepatnya membuat Petunjuk Pelaksanaan
Ekstrakurikuler Wajib Pendidikan Kepramukaan yang mengacu kepada
Peraturan Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia tentang Kurikulum
2013 dan  Ekstra Wajib Pendidikan Kepramukaan.
4.      Metode Pelatihan, mengembangkan metode-metode pendidikan dan pelatihan
bagi kepramukaan.  Terjadinya kekakuan dalam sistem pendidikan dan pelatihan
kepramukaan, membuat kegiatan menjadi terkekang oleh ruangan kelas, dan
mengurangi kegiatan-kegiatan di luar ruangan yang merupakan kegiatan
sesungguhnya dari kepramukaan.
 
DAFTAR PUSTAKA

Andri Bob Sunardi., Boy Man. Penerbit Nuansa Muda, Bandung, Tahun 2011.

Anonimus, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor


81A Tahun 2013 Tentang Implementasi Kurikulum : Pedoman Pedoman
Kegiatan Ekstrakurikuler. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia, Jakarta, Tahun 2014.

Anonimus, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor


63 Tahun 2014 Tentang Pendidikan Kepramukaan Sebagai Kegiatan
Ekstrakurikuler Wajib Pada Pendidikan Dasar Dan Pendidikan
Menengah.  Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia,
Jakarta, Tahun 2014.

Anonimus, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2010 Tentang Gerakan


Pramuka. Kementrian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia, Jakarta, Tahun
2014.
Anonimus, Keputusan Musyawarah Nasional Nomor 11/Munas/2013 Tentang Anggaran
Dasar Gerakan Pramuka.  Kwartir Nasional Gerakan Pramuka, Jakarta, Tahun
2014.

Anonimus. Keputusan Kwartir Nasional Gerakan Pramuka Nomor: 231 Tahun 2007


Tentang Petunjuk Penyelenggaraan Gugusdepan Gerakan Pramuka.  Kwartir
Nasional Gerakan Pramuka, Jakarta, Tahun 2008.

Mukson., Buku Panduan Materi Pramuka Siaga. Tahun 2011.

______., Buku Panduan Materi Pramuka Penggalang. Tahun 2011.

Badan Penelitian dan Pengembangan. 2014. Pedoman Penyelenggaraan Ekstrakurikuler


Wajib Pendidikan Kepramukaan di Satuan Pendidikan. Jakarta: Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan.

Djarab, Hendarmin (Ed). 2004. Guru & Pramuka Untuk Bangsa: 85 Tahun Let.Jend. TNI
(Purn) H. Mashudi (Sept. 1919-Sept. 2004). Bandung: Forum Putera Puteri TNI
(FKPPI) dan Fakultas Hukum Unpad.

Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 238 Tahun 1961 tentang Gerakan Pramuka.

Kwartir Nasional Gerakan Pramuka. 2007. Keputusan Kwartir Nasional Gerakan


Pramuka Nomor: 231 Tahun 2007 Tentang Petunjuk Penyelenggaraan
Gugusdepan Gerakan Pramuka.

Lampiran III Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor
81A Tahun 2013 Tentang Implementasi Kurikulum.

Pusat Pengembangan Tenaga Kependidikan. 2014. Pelatihan Implementasi Kurikulum


2013 Kepala Sekolah: Pendidikan Kepramukaan. Jakarta: Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan.

Samho, Bartolomeus. 2013. Visi Pendidikan Ki Hadjar Dewantara: Tantangan dan


Relevansi.  Yogyakarta: Kanisius.

Anda mungkin juga menyukai