Kelas : TIP A
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2022
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, Kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ilmiah tepat pada waktu yang telah ditentukan.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Ilmu
Ekonomi dengan judul makalah Defisit Fiskal, Ekspor, Impor dan Jumlah UMKM
Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Harapan kami semoga makalah ini
dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca agar
kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar
menjadi lebih baik lagi.
Penyusun tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya.
Untuk itu, penyusun mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah
ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi.
Demikianlah yang dapat kami sampaikan, kami berharap supaya makalah yang
telah kami buat ini mampu memberikan manfaat kepada setiap pembacanya.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Kinerja ekspor dan impor di bulan Maret 2022 berhasil menembus rekor tertinggi
sepanjang sejarah. Nilai ekspor pada Maret 2022 tercatat mencapai US$26,50
miliar dan nilai ini meningkat signifikan sebesar 29,42% (mtm) atau sebesar
44,36% (yoy). Di saat yang bersamaan, nilai impor pada Maret 2022 mencapai
US$21,97 miliar dengan pertumbuhan sebesar 32,02% (mtm) atau 30,85% (yoy).
Dengan mengacu pada selisih antara ekspor dan impor tersebut, neraca
perdagangan Indonesia pada bulan Maret 2022 kembali mengalami surplus yang
cukup besar yakni mencapai US$4,53 miliar. Surplus ini sekaligus melanjutkan
tren surplus yang sudah terjadi sejak Mei 2020 lalu atau telah terjadi dalam kurun
waktu selama 23 bulan berturut-turut.
Peningkatan nilai tambah dalam aktivitas produksi juga tercermin dalam aktivitas
manufaktur yang terus berada di level ekspansif. Purchasing Managers’ Index
(PMI) Manufaktur Indonesia pada bulan Maret 2022 berada di posisi 51,3. Posisi
tersebut lebih tinggi dibandingkan level Februari 2022 yang sebesar 51,2, serta
masih melanjutkan level ekspansi selama tujuh bulan beruntun. Kenaikan level
PMI Indonesia sejalan dengan PMI Regional ASEAN yang juga mengalami
ekspansi sebesar 51,7, di mana Singapura menempati posisi tertinggi (55,0) dan
diikuti Filipina pada posisi kedua (53,2). Lebih lanjut, level PMI Indonesia masih
berada di atas level PMI negara ASEAN lainnya seperti Malaysia (49,6) dan
Myanmar (47,1). Kinerja PMI yang terus terekspansi ini turut mendorong ekspor
sektor industri pengolahan yang pada Maret 2022 mampu tumbuh sebesar 23,99%
(mtm) atau 29,83 (yoy). Sektor ini juga mendominasi komposisi ekspor Indonesia
dengan porsi mencapai 72,69% dari total ekspor. Sementara itu, dari sisi impor
terlihat bahwa komposisi utamanya didominasi oleh golongan bahan
baku/penolong dengan porsi sebesar 77,46% dengan peningkatan sebesar 32,60%
(mtm) atau 31,53% (yoy). Disusul oleh impor barang modal dengan porsi
mencapai 14,26% yang mengalami pertumbuhan sebesar 20,31% (mtm) atau
30,12% (yoy). Selain itu, impor konsumsi tercatat hanya mencapai 8,28% dari
total impor.
“Dominasi dan kenaikan impor bahan baku menunjukkan bahwa impor Indonesia
ditujukan untuk aktivitas produktif guna mendorong output nasional, sementara
kenaikan pada barang modal menunjukkan perusahaan manufaktur terus
mendorong ekspansi usahanya,” ujar Menko Airlangga. Meskipun surplus neraca
perdagangan terus berlanjut, Pemerintah akan tetap waspada dan terus responsif
dalam menghadapi berbagai tantangan yang mungkin muncul, seperti
melambatnya laju pemulihan ekonomi Zona Euro akibat perang Rusia- Ukraina,
serta penerapan lockdown yang baru saja diterapkan kembali di Tiongkok.
Kondisi ini diperkirakan berpengaruh pada performa ekspor ke depan. Di sisi lain,
kenaikan harga komoditas energi dan bahan pangan juga berpotensi mendorong
inflasi global. Harga minyak mentah tercatat terus meningkat, di mana per Maret
2022 naik sebesar 18,58% (mtm). Di saat yang sama, beberapa harga bahan
pangan global juga mengalami peningkatan, seperti harga kedelai yang naik
8,91% (mtm) dan harga gandum dengan peningkatan sebesar 24,53% (mtm).
“Untuk itu, guna memitigasi dampak transmisi kenaikan harga komoditas global
ke domestik, Pemerintah akan terus mengoptimalkan peran Tim Pengendali
Inflasi Nasional dalam menjaga stabilitas inflasi, dengan menerapkan strategi 4K,
yakni strategi menjaga keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran
distribusi, dan komunikasi yang efektif,” pungkas Menko Airlangga Hartarto.
1.3Tujuan
PEMBAHASAN
Defisit Fiskal
Impor
Rumus
Bendahara Pengeluaran
Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat yang menerbitkan Surat Perintah
Membayar
Industri atau badan usaha yang membeli komoditas mineral logam, tambang batu
bara maupun mineral yang bukan logam, dari badan atau perseorangan yang
memegang perizinan usaha pertambangan.
Anda harus tahu tarif dari PPh pasal 22 ini. Tarifnya adalah:
1. Impor
4. Penjualan produk atau pemberian produk oleh produsen atau importir bahan
bakar minyak, pelumas, serta gas. Pemungutan PPh Pasal 22 kepada
agen/penyalur, sifatnya final. Di luar agen/penyalur, sifatnya tidak final.
5. Pembelian bahan yang diperlukan industri atau ekspor dari pedagang, maka
ditentukan 0,25 % x harga beli (tak termasuk PPN).
6. Impor kedelai, tepung terigu serta gandum oleh importir yang memakai API =
0,5% x nilai impor.
Rumah dan tanahnya untuk atau harganya lebih dari Rp10.000.000.000 dengan
luas bangunan lebih dari 500 m2.
Kendaraan roda empat dengan pengangkutan kurang dari sepuluh orang berupa
lebih dari Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah). Selain itu, juga kapasitas silinder
lebih dari 3.000 cc.
8. Bagi yang tidak memiliki NPWP akan dilakukan pemotongan 100% lebih
tinggi dari tarif PPh Pasal 22 yang tercantum.
Ekspor neto atau nilai ekspor (Export/X) dikurangi impor (Import/I) → (X–M).
Dari rumus tersebut, anda dapat lihat ekspor berhubungan positif dengan PDB,
sedangkan impor memiliki hubungan negatif. Ketika sebuah negara melaporkan
peningkatan surplus perdagangan, maka itu mendorong PDB naik dan
merangsang pertumbuhan ekonomi.
Sebagaimana saya katakan sebelumnya, ekspor dan impor tidak hanya melibatkan
barang dan jasa, tetapi juga mata uang berbeda sebagai alat pembayaran.
Kenaikan ekspor meningkatkan permintaan mata uang domestik, mengarah pada
apresiasi mata uang domestik. Untuk membayar produk yang dibeli, pembeli di
luar negeri harus mengkonversi mata uang mereka dengan mata uang domestik.
Oleh karena itu, ketika ekspor meningkat, itu mendorong permintaan yang lebih
tinggi terhadap mata uang domestik. Apresiasi mengindikasikan daya beli mata
uang domestik terhadap mata uang negara mitra menguat.
Kegiatan ekspor mendongkrak pertumbuhan ekonomi suatu negara. Hal ini diukur
dari pertumbuhan PDB riil dari waktu ke waktu. Dengan meningkatnya ekspor,
otomatis permintaan terhadap produk domestik sehingga mendorong perusahaan
meningkatkan produksi. Peningkatan ini tentunya menciptakan lebih banyak
pekerjaan dan pertumbuhan ekonomi. Dengan keterkaitan komponen tersebut,
terdapat rumus untuk menghitung PDB yaitu:
Dari rumus ini, terlihat kalau ekspor berhubungan positif (menambah) PDB,
sedangkan impor sebaliknya. Jadi, negara yang mengalami surplus perdagangan
akan mendorong PDB naik dan mendongkrak pertumbuhan ekonomi
Selain terhadap pertumbuhan ekonomi, neraca BooT ini juga memengaruhi nilai
tukar. Kenapa berpengaruh?
Jadi, ketika terjadi ekspor impor, tentu mata uang yang digunakan sebagai alat
pembayaran berbeda. Misalnya ketika mengekspor barang ke negara lain, pebisnis
Indonesia akan menerima pembayaran dalam mata uang lain sesuai kesepakatan.
Begitupun ketika mengimpor, penjual dari negara lain biasanya akan meminta
pembayaran dalam mata uang lain seperti dolar AS.
Jadi, pelaku impor maupun ekspor dalam negeri bakal menukar rupiah dengan
mata uang lain. Di sinilah nilai tukar akan dipengaruhi neraca perdagangan. Jika
penukaran rupiah ke mata uang dolar AS banyak, rupiah bisa terdepresiasi.
Sebaliknya jika dolar AS ditukar ke rupiah, maka rupiah akan terapresiasi. Ketika
sebuah negara mengalami defisit perdagangan, nilai tukar cenderung terdepresiasi.
Sebaliknya, surplus perdagangan akan mengarah pada apresiasi mata uang. Tapi,
efeknya mungkin hanya sementara, karena mekanisme harga akan menghasilkan
efek yang berkebalikan.
Atau
Surplus Perdagangan
Ekspor = Impor
Ekspor vs Impor
Fungsi Impor.
Penentu utama impor adalah produk nasional (Y) suatu negara. Semakin tinggi
produk nasional, maka semakin besar impor. Dengan demikian fungsi impor dapat
dinyatakan :
M = Mo + Y
M = Impor
Mo Impor Otonomi
Y = Produk Nasional
atau
AS = AD
Yd (Pendapatan Disposible).
Yd=Y-T
1. Untuk membeli barang buatan dalam negeri dan barang impor, C Cdn+M.
S+T+M=I+G+X
Interaksi antara sisi permintaan dan sisi penawaran secara langsung akan
mempengaruhi arus perdagangan internasional, yang dalam indikator makro
tercermin pada neraca perdagangan (balance of trade) (Mankiw, 2008). Inflasi
memiliki pengaruh besar terhadap fluktuasi nilai tukar. Jika laju inflasi di
Indonesia meningkat cukup besar sementara laju inflasi di Amerika Serikat relatif
tetap maka akan membuat harga produk di Indonesia menjadi semakin mahal.
Kenaikan harga tersebut akan mempengaruhi permintaan terhadap mata uang
rupiah tersebut karena konsumen akan mengalihkan pembelian produk ke negara
Amerika Serikat yang memiliki harga yang relatif murah (Madesha, dkk., 2013).
Selain itu inflasi yang tinggi akan melemahkan daya beli masyarakat terutama
terhadap produksi dalam negeri yang selanjutnya dapat mengurangi kepercayaan
masyarakat terhadap nilai mata uang domestik.
Pada tahun 2011 inflasi di Indonesia tercatat sebesar Rp 3,79 persen, lebih rendah
dari tahun 2012 yang sebesar 4,36 persen, kemudian melonjak tajam ke 8,38
persen di tahun 2013 dikarenakan adanya dampak kenaikan tarif tenaga listrik dan
upah buruh dan di tahun 2014 masih tinggi yaitu sebesar 8,39 persen, hal ini
disebabkan naiknya harga bahan bakar minyak. Namun pada tahun 2015 tingkat
inflasi turun drastis menjadi 3,35 persen akibat dari pesisme konsumen atas
ketersediaan lapangan kerja dan pada tahun 2016 tercatat tingkat inflasi paling
rendah yaitu sebesar 3,02 persen, disebabkan terjadinya penurunan daya beli
masyarakat (Badan Pusat Statistik, 2016:1). Pada umumnya terjadinya inflasi
memicu pertumbuhan impor lebih cepat berkembang dibandingkan dengan
pertumbuhan ekspor (Sukirno, 2002).
Produk itu di antaranya produk besi baja, hortikultura, garam industri, gula,
tepung, jagung dan kentang serta komoditas lainnya. Sehingga beberapa peraturan
yang berkaitan dengan komoditi ekspor dan impor dilakukan revisi yaitu
peraturan Permendag 44 tahun 2019 tentang Ketentuan Impor Produk
Hortikultura, Permedag 72 tahun 2019 tentang Ketentuan Ekspor Dan Impor
Hewan Dan Produk Hewan dan Peraturan Kepala Badan POM nomor 30 tahun
2017 Tentang Pengawasan Pemasukan Obat Dan Makanan Ke Dalam Wilayah
Indonesia.
Kini penerbitan SKA sering kali terkendala dengan kebijakan negara mitra yang
menerapkan lockdown. Dalam rangka menyesuaikan dengan kondisi tersebut, Bea
Cukai menerbitkan kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan
(PMK) nomor 45/PMK.04/2020. Dengan adanya aturan petunjuk pelaksanaan
SKA tersebut, ada kepastian hukum dalam kegiatan perdagangan internasional
dengan negara mitra, khususnya terkait penggunaan Affixed Signature and
Stamp (ASnS).
Aturan-aturan tersebut dibuat untuk menjaga stabilitas perdagangan internasional
dan asas resiprokal dengan negara mitra FTA. Untuk menjaga physical distancing,
Bea Cukai juga mengubah pengaturan penyampaian COO/SKA terkait
penyerahan SKA atau Invoice Declaration beserta Dokumen Pelengkap Pabean
(Dokap) penelitian SKA.
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Estimasi hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Defisit Fiskal, Impor,
Jumlah UMKM memiliki hubungan positif dan berpengaruh signifikan terhadap
Pertumbuhan Ekonomi. Namun, Ekspor memiliki hubungan negatif dan tidak
berpengaruh signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi. Ekspor berhubungan
negatif dan tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, karena
produk ekspor memiliki kualitas yang rendah sehingga barang tersebut
mempunyai nilai jual yang rendah dan tidak bisa bersaing di pasar internasional.
Disamping itu, ekspor masih berbasis komoditi sehingga sulit memanfaatkan
peluang dari permintaan global. Selain rendahnya permintaan ekspor akan
barang/jasa, hal tersebut juga disebabkan oleh harga atau daya saing dunia dan
gejolak perekonomian dunia, seperti perang dagang yang terjadi antara China dan
Amerika baru-baru ini. Selain itu, berdasarkan uji secara keseluruhan
menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara variabel independen defisit
fiskal, Ekspor, Impor dan jumlah UMKM terhadap variabel dependen
Pertumbuhan ekonomi. Hal ini menunjukkan semakin tingginya peranan UMKM
yang menunjukkan kemandirian suatu negara akan meningkatkan pertumbuhan
ekonomi yang tangguh.
DAFTAR PUSTAKA
Harahap, Erni Febrina (2012), Pemberdayaan Masyarakat dalam Bidang Ekonomi Untuk
Mewujudkan Ekonomi Nasional Yang Tangguh dan Mandiri, Jurnal Manajemen dan
Kewirausahaan, Vo. 3 No. 2, Mei 2012. P. 78 – 96. ISSN : 2086 - 5031
Kartikasari, D. (2017). The Effect of Export, Import and Investment to Economic Growth
of Riau Islands Indonesia. International Journal of Economics and Financial Issues, Vol.
7(Issue 4).
Mankiw, G., Quah, E., & Wilson, P. (2014). Pengantar Ekonomi Makro Edisi Asia (Vol. 2).
Jakarta: Salemba Empat.
Nachrowi, N. D., & Usman, H. (2006). Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika
untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. Jakarta: LPFE Universitas Indonesia.
LAMPIRAN