Anda di halaman 1dari 40

KARYA ILMIAH AKHIR ASUHAN KEPERAWATAN POST NATAL CARE

SECTIO CAESAREA PADA NY S DENGAN MASALAH NYERI AKUT


INOVASI TERAPI MUSIK KLASIK DI RUANG KEBIDANAN RSUD
JENDRAL AHMAD YANI METRO TAHUN 2022

KARYA ILMIAH AKHIR

Oleh :
Ela Putri Setiani
142012018011

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG
TA. 2022/2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Angka kesakitan dan kematian ibu merupakan indikator kesehatan umum dan

kesejahteraan masyarakat. Persalinan adalah proses membuka dan

menutupnya servik uteri disertai turunnya janin dan plasenta ke dalam jalan

lahir sampai keluar secara lengkap (berikut selaput-selaputnya). (Wagiyo,

Putrono, 2016).

Proses pengeluaran bayi yang sudah cukup bulan dan dapat hidup diluar

uterus disebut dengan persalinan. Tindakan persalinan memiliki dua metode,

yaitu dengan persalinan normal atau disebut juga pervagina m maupun

persalinan operasi sectio caesarea (SC) (pengeluaran bayi melalui insisi

abdomen) (Purba, 2021). Sectio caesarea yaitu proses pengeluaran bayi

dengan tindakan pembedahan pada perut ibu dikarenakan ibu tidak bisa

melahirkan normal karena adanya indikasi medis meliputi preeclampsia, letak

janin ataupun plasenta previa (Sumaryati, 2018).

Menurut World Health Organization (WHO) standar rata-rata operasi Sectio

Caesarea (SC) sekitar 5-15%. Data WHO Global Survey on Maternal and

Perinatal Health 2011 menunjukkan 46,1% dari seluruh kelahiran melalui SC.

Menurut statistik tentang 3.509 kasus SC yang disusun oleh Peel dan

Chamberlain, indikasi untuk SC adalah disproporsi janin panggul 21%, gawat

janin 14%, Plasenta previa 11%, pernah SC 11%, kelainan letak janin 10%,
pre eklampsia dan hipertensi 7%. Di China salah satu negara dengan SC

meningkat drastis dari 3,4% pada tahun 1988 menjadi 39,3% pada tahun 2010

(World Health Organisation, 2019).

Saat ini di Indonesia persalinan pada usia 16-54 tahun mencapai 78,73%

dengan angka kelahiran menggunakan metode sectio caesarea adalah sekitar

17,6 %. Untuk daerah yang tertinggi menggunakan metode ini adalah wilayah

DKI Jakarta (31,3%) dan terendah di Papua (6,7%) (Riskesdas,2018).

Lampung pada tahun 2017 berjumlah 5.569 operasi dari 200.000 persalinan

atau sekitar 28% dari seluruh persalinan. (Dinkes Provinsi Lampung, 2017).

Music merupakan satu sarana yang sangat bermanfaat dan mudah di peroleh.

Music dapat menenangkan, mengangkat spirit, membuat sedih, dll. Dengan

mempelajari jenis-jenis music yang berbeda dan merasakan efek-efek music

tertentu terhadap tubuh, seseorang dapat secara efektif memilih music pada

saat membutuhkannya musik dengan frekuensi sedang (musik klasik) dapat

berpengaruh terhadap emosi karena musik klasik dapat membuat otak lebih

santai (Campbell, 2012). Menurut Wulff et al 2017, mengatakan bahwa

musik klasik memiliki tempo yang berkisar sekitar 60-80 neats per menit

selaras dengan detak jantung manusia. Musik klasik memiliki manfaat

menjadikan rileks, dapat menimbulkan rasa nyaman, melepaskan rasa

gembira dan sedih serta dapat menurunkan stress.


Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Mendur 2019, tentang Pengaruh

Terapi Musik Klasik Terhadap Intensitas Nyeri Pada Pasien Pasca Operasi

Sectio Caesarea Di RSU GMIM Pancaran Kasih Manado. Dari hasil penelitian

didapatkan hasil bahwa adanya pengaruh pemberian terapi music terhadap

perubahan skala nyeri sebelum dan sesudah diberikan intervensi. Hasilnya,

nyeri sedang sebesar 9 berkurang menjadi 7, nyeri berat sebesar 6 dan setelah

diberikan terapi musik bertambah nyeri ringan sebesar 8. Didukung oleh Uji

Paired Sample T Test dengan hasil rata-rata skala nyeri sebelum diberikan

terapi music klasik (pretest) adalah 6,53 dan rata-rata setelah diberikan terapi

music klasik (postest) adalah 3,73. Hasil uji statistic dengan Paired Sample T

Test menunjukkan nilai sig 0,000 (< 0,05)dengan H0 yang artinya setelah

diberikan terapi music klasik maka tingkat nyeri responden mengalami

penurunan. Intervensi yang diberikan selama 20 menit.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Purwaningtyas 2020,

tentang Efektivitas Pemberian Terapi Musik Klasik Terhadap Penurunan

Intensitas Nyeri Pada Pasien Post Sectio Caesarea Di Ruang Flamboyan 1

RSUD Salatiga. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata nilai skala

nyeri sebelum diberikan terapi musik klasik sebesar 7,60 , kemudian sesudah

diberikan terapi musik klasik menurun menjadi 5,73. Berdasarkan uji paired t-

testpada penelitian ini, didapatkan nilai t hitung sebesar 20,546

dengan p-value 0,000. Oleh karena p-value 0,000 < ɑ (0,05), maka dapat

disimpulkan bahwa ada perbedaan secara signifikan skala nyeri pasien post
section caesarea sebelum dan sesudah diberikan terapi musik klasik di Ruang

Flamboyan 1 RSUD Salatiga.

Sebagai pusat rujukan di kota metro Rumah Sakit Ahmad Yani Metro

memiliki angka terbanyak pasien bersalin dengan Sectio Caesarea sejak tahun

2015 angka SC terus mengalami peningkatan hingga tahun 2017.Tahun 2015

terdapat 342 (38%) kasus dari 893 persalinan, dan tahun 2016 sebanyak 267

(44%) kasus tindakan SC dari 621 persalinan. Tahun 2017 persalinan SC

sebanyak 181 (47%) dari 404 persalinan (data RM RSUD Jendral Ahmad

Yani Metro, 2017 dalam Astriana, 2019).

Berdasarkan hasil prasurvey yang dilakukan di RSUD Jendral Ahmad Yani

Metro, terhadap 2 orang ibu post SC, diketahui bahwa penanganan untuk nyeri

hanya dilakukan dengan menggunakan obat-obatan pereda nyeri dan terapi

non farmakologi pasien hanya untuk miring kanan atau kiri. Belum ada

penanganan nyeri dengan teknik distraksi mendengarkan musik klasik untuk

mengurangi nyeri post SC.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan

Karya Ilmiah Akhir Ners dengan judul “Karya Ilmiah Akhir Asuhan

Keperawatan Post Natal Care Sectio Caesarea Pada Ny S Dengan Masalah

Nyeri Akut Inovasi Terapi Musik Klasik Di Ruang Kebidanan Rsud Jendral

Ahmad Yani Metro Tahun 2022”


B. Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan dan latar belakang diatas maka rumusan masalah

pada penelitian ini adalah “ Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Post Natal

Care Sectio Caesarea Pada Ny S Dengan Masalah Nyeri Akut Inovasi Terapi

Musik Klasik Di Ruang Kebidanan Rsud Jendral Ahmad Yani Metro Tahun

2022”

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Menjelaskan Asuhan Keperawatan Post Natal Care Sectio Caesarea Pada

Ny S Dengan Masalah Nyeri Akut Inovasi Terapi Musik Klasik Di Ruang

Kebidanan Rsud Jendral Ahmad Yani Metro Tahun 2022

2. Tujuan Khusus

a. Memaparkan hasil pengkajian Keperawatan Post Natal Care Sectio

Caesarea Pada Ny S Dengan Masalah Nyeri Akut Inovasi Terapi

Musik Klasik Di Ruang Kebidanan Rsud Jendral Ahmad Yani Metro

Tahun 2022

b. Memaparkan hasil analisa data Post Natal Care Sectio Caesarea Pada

Ny S Dengan Masalah Nyeri Akut Inovasi Terapi Musik Klasik Di

Ruang Kebidanan Rsud Jendral Ahmad Yani Metro Tahun 2022

c. Memaparkan hasil intervensi keperawatan Post Natal Care Sectio

Caesarea Pada Ny S Dengan Masalah Nyeri Akut Inovasi Terapi

Musik Klasik Di Ruang Kebidanan Rsud Jendral Ahmad Yani Metro

Tahun 2022
d. Memaparkan hasil implementasi Keperawatan Post Natal Care Sectio

Caesarea Pada Ny S Dengan Masalah Nyeri Akut Inovasi Terapi

Musik Klasik Di Ruang Kebidanan Rsud Jendral Ahmad Yani Metro

Tahun 2022

e. Memaparkan hasil evaluasi Keperawatan Post Natal Care Sectio

Caesarea Pada Ny S Dengan Masalah Nyeri Akut Inovasi Terapi

Musik Klasik Di Ruang Kebidanan Rsud Jendral Ahmad Yani Metro

Tahun 2022

f. Memaparkan hasil analisis inovasi keperawatan Keperawatan Post

Natal Care Sectio Caesarea Pada Ny S Dengan Masalah Nyeri Akut

Inovasi Terapi Musik Klasik Di Ruang Kebidanan Rsud Jendral

Ahmad Yani Metro Tahun 2022

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman yang

lebih mendalam dalam memberkan asuhan keperawatan khususnya pada

psien sectio caesarea dengan masalah nyeri akut.

2. Bagi Tempat Penelitian

Karya ilmiah ini dapat dijadikan media informasi tentang penyakit yang

diderita pasien dan bagaimana cara penanganannya bagi pasien dan juga

bagi keluarga baik di rumah maupun di rumah sakit khususnya untuk

pasien sectio caesarea dalam penerapan terapi musik klasik untuk

mengurangi rasa nyeri.


3. Bagi Institusi Pendidikan

Dapat digunakan sebagai bahan untuk pelaksanaan pendidikan serta

masukkan dan perbandingan untuk karya ilmiah lebih lanjut asuhan

keperawatan pasien sectio caesarea dalam penerapan terapi musik klasik

untuk mengurangi rasa nyeri.

4. Bagi Pasien dan Keluarga

Pasien dan keluarga mendapatkan informasi dan pengetahuan tentang

Penerapan terapi musik klasik dalam memberikan asuhan keperawatan

pada Ibu Post Partum dengan Post Sectio Caesarea Di Ruang Kebidanan

RSUD Jendral Ahmad Yani Metro Tahun 2022


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Post Partum

1. Pengertian Post Partum

Masa nifas atau post partum disebut juga puerperium yang berasal dari

bahasa latin yaitu dari kata “puer” yang berarti bayi dan “parous” yang

berarti melahirkan. Masa nifas (puerperium) dimulai setelah plasenta

lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan

sebelum hamil (Anggraini, 2015).

Post partum merupakan periode waktu yang diperlukan untuk pulihnya

organ-organ reproduksi kembali pada keadaan semula (tidak hamil)

yang lamanya 6 minggu setelah bayi dilahirkan dapat juga disebut

dengan masa nifas (peurperium) (Rahmi, 2019).

Post partum merupakan masa sesudah persalinan dapat juga disebut

masa nifas. post partum merupakan waktu yang diperlukan untuk

memulihkan kembali organ reproduksinya seperti saat sebelum hamil

atau disebut involusi terhitung dari selesai persalinan hingga dalam

jangka waktu kurang lebih 6 Minggu atau 42 hari (Maritalia, 2017).

2. Tahapan Masa Post Partum

Menurut Purwoastuti (2015:12) masa nifas dibagi menjadi 3 periode

yaitu puerperium dini, purperium intermedial, dan remote puerperium.

Perhatikan penjelasan berikut :


a. Puerperium dini

Puerperium dini merupakan kepulihan ketika ibu telah

diperbolehkan berdiri dan berjalan

b. Puerperium intermedia

Puerperium medial merupakan kepulihan menyeluruh alat-alat

genitalia

c. Remote purperium

Remote puerperium merupakan masa yang diperlukan untuk pulih

dan sehat sempurna, terutama bila selama hamil atau waktu

persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna

mungkin beberapa minggu, bulan, atau tahun.

3. Perubahan Fisiologi Masa Nifas

a. Perubahan sistem reproduksi

Selama masa nifas alat alat internal maupun eksternal berangsur-

angsur kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan

keseluruhan alat genetalia ini disebut involusi. Perubahan-

perubahan yang terjadi antara lain adalah sebagai berikut :

1) Uterus

a) Proses Involusi

Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil

setelah melahirkan. Proses ini dimulai segera setelah

plasenta keluar akibat kontraksi otot polos uterus

b) Kontraksi
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna

segera setelah bayi lahir

c) Afterpains

Kondisi ini banyak terjadi pada primipara, tonus uterus

meningkat sehingga fundus pada umumnya tetap

kencang.Relaksasi dan kontraksi yang periodik sering

dialami multipara dan bisa menimbulkan nyeri yang bisa

bertahan sepanjang awal puerperium(Reeder, Martin &

Griffin, 2014).

2) Tempat Plasenta

Tempat plasenta dan ketuban dikeluarkan, pertumbuhan

endometrium ke atas menyebabkan pelepasan jaringan nekrotik

dan mencegah pembentukan jaringan perut yang menjadi

karakterisstik penyembuhan luka (Indriyani, Asmuji &

Wahyuni 2016).

3) Lochea

Pengeluaran lochea terdiri dari :

a) Lochea rubra: hari ke1-2, terdiri dari darah segagar

bercampur sisa-sisa ketuban, sel-sel desidua, sisa-sisa

vernix kaseosa, lanugo dan meconium

b) Lochea sanguinolenta: hari ke 3-7, terdiri dari : darah

bercampur lender, warna kecoklatan.

c) Lochea serosa: hari ke7-14, berwarna kekuningan.


d) Lochea alba: hari ke-14 sampai selesai jifas, hanya

merupakan cairan putih lochea yang berbau busuk dan

terinfeksi disebut lochea purulent (Walyani & Purwoastuti,

2015).

4) Serviks

Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan, 18

pascapartum, serviks memendek dan konsistensinya menjadi

lebih padat dan kembali ke bentuk semula (Indriyani, Asmuji &

Wahyuni, 2016).

5) Vagina dan Perinium

Estrogen post partum yang menurun berperan dalam penipisan

mukosa vagina dan hilangnya rugae. Vagina yang semula

sangat meregang akan kembali bertahap ke ukuran sebelum

hamil, 6-8 minggu setelah bayi lahir. Rugae akan kembali

terlihat pada sekitar minggu ke 4. Mukosa akan tetap atropik

pada wanita yang menyusui sekurang-kurangnya sampai

menstruasi dimulai kembali (Indriyani,Asmuji & Wahyuni

2016).

b. Sistem Endokrin

1) Hormon plasenta

Dengan terjadi perubahan hormon yang menyebabkan

penurunan hormon-hormon yang diproduksi oleh organ

tersebut

2) Hormon hipofisis dan fungsi ovarium


Waktu dimulainya ovulasi dan menstruasi pada wanita

menyusui dan tidak menyusui berbeda. Kadar prolaktin serum

yang tinggi pada wanita yang menyusui dampaknya berperan

dalam menekan ovulasi (Reeder, Martin & Griffin, 2014).

c. Abdomen

Abdomen akan terlihat menonjol ketika wanita berdiri dihari

pertama setelah melahirkan dan tampak seperti wanita masih

hamil. Diperlukan sekitar waktu 6 minggu untuk dinding abdomen

kembali ke keadaan sebelum hamil (Indriyani, Asmuji & Wahyuni,

2016).

d. Sistem urinarius

Perubahan hormonal pada masa hamil menyebabkan fungsi ginjal

meningkat, sedangkan penurunan kadar steroid setelah wanita

melahirkan menurunkan fungsi ginjal selama post partum. Fungsi

ginjal kembali normal setelah satu bulan melahirkan. Diperlukan

waktu sekitar 8 minggu supaya pelvis ginjal kembali ke keadaan

sebelum hamil (Indriyani, Asmuji & Wahyuni, 2016).

e. Sestem Pencernaan

Seorang wanita dapat merasakan lapar dan siap menyantap

makananya setelah persalinan. Kalsium sangat penting untuk gigi

dan kehamilan pada masa nifas, dimana pada masa ini terjadi

penurunan konsentrasi ion kalsium karena meningkatnya

kebutuhan kalsium pada ibu, terutama pada bayi yang


dikandunganya untuk proses pertumbuhan janin juga ibu dalam

masa laktasi.

f. Sistem Kardiovaskuler

1) Volume darah

Perubahan volume darah tergantung dari beberapa faktor, misal

kehilangan darah selama melahirkan dan mobilitas serta

pengeluaran cairan ekstravaskuler edema fisiologis

2) Curah jantung

Denyut jantung, volume sekuncup dan curah jantung

meningkat selama masa hamil. Segera setelah wanita

melahirkan, keadaan ini akan meningkat bahkan lebih tinggi

selama 30-60 menit karena darah yang biasanya melintasi

sirkuit euro plasenta tiba-tiba kembali ke sirkulasi umum. Nilai

ini meningkat pada semua jenis kelahiran

g. Sistem neurologi

Perubahan neurologis selama masa puerperium merupakan

kebalikan adaptasi neurologis yang terjadi saat wanita hamil dan

disebabkan trauma yang dialami wanita saat melahirkan (Padila,

2015)

h. Sistem Muskuloskeletal

Adaptasi sistem muskuloskeletal ibu yang terjadi selama masa

hamil berlangsung secara terbaik pada masa post partum. Adaptasi

ini menyangkut hal-hal yang membantu relaksasi dan perubahan

ibu akibat pembesaran rahim (Padila, 2015)


i. Sistem Integumen

Hiperpigmentasi di areola dan linea nigra tidak menghilang

seluruhnya setelah bayi lahir. Abdomen dan panggul mungkin

memudar tapi tidak hilang seluruhnya. Rambut kasar yang timbul

selama hamil biasanya akan menetap. Kekuatan kuku biasanya

akan kembali ke keadaan sebelum hamil (Padila, 2015).

4. Perubahan Psikologis Post Partum

Dalam menjalani adaptasi setelah melahirkan, ibu nifas akan

mengalami fase-fase sebagai berikut) (Walyani Elisabeth Siwi &

Purwoastusi Th.Endang, 2015) :

a. Fase taking in yaitu peroide ketergantungan, berlangsung dari hari

pertama sampai hari kedua melahirkan. Pada fase ini ibu sedang

berfokus terutama pada didi sendiri. Ibu akan berulangkali

menceritakan proses persalinan yang dialaminya dari awal sampai

akhir. Ketidaknyamanan yang dialami ibu pada fase ini seperti

mules, nyeri pada jahitan, kurang tidur dan kelelahan merupakan

sesuatu yang tidak dapat dihindari. Hal tersebut membuat ibu perlu

cukup beristirahat untuk mencegah gangguan psikologis yang

dialami seperti menangis, dan mudah tersinggung. Hal ini

membuat ibu cenderung lebih pasif terhadap lingkungannya.

b. Taking hold adalah periode yang berlangsung antara hari ketiga

sampai hari kesepuluh setelah melahirkan. Pada fase ini akan

timbul rasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa


tanggungjawabnya dalam merawat bayi. Ibu mempunyai perasaan

sensitive, sehingga mudah tersinggung dan marah.

c. Letting go adalah periode menerima tanggung jawab akan peran

barunya. Fase ini berlangsung 10 hari setelah melahirkan . terjadi

peningkatan akan perawatan diri dan bayinya. Keinginan merawat

diri dan bayinya sudah meningkat pada fase ini. Ibu akan lebih

percaya diri dalam menjalani peran barunya.

5. Kebutuhan Dasar Ibu Nifas

Menurut Dewi, 2011 dalam Nurvita 2019, kebutuhan-kebutuhan yang

dibutuhkan ibu nifas antara lain sebagai berikut :

a. Nutrisi dan Cairan

Setelah masa nifas klien membutuhkan nutrisi yang cukup, gizi

seimbang, terutama kebutuhan protein dan karbohidrat. Tambahan

protein memerlukan 20 gram protein diata kebutuhan normal

ketika menyusui, jumlah ini hanya 16% dari tambahan 500 kalori

yang dianjurkan. Nutrisi lain yang diperlukan selama laktasi yaitu

asupan cairan. Pada ibu masa nifas yang menyusui dianjurkan

minum 2-3 liter perhari dalam bentuk air putih, susu, dan jus buah

(anjurkan ibu untuk minum setiap kali menyusui).

b. Ambulasi

Ambulasi merupakan kebijaksanaan untuk secepat mungkin

membimbing ibu setelah nifas keluar dari tempat tidurnya secepat

mungkin untuk berjalan. Perawatan puerperium lebih aktif dengan


dianjurkan untuk melakukan mobilisasi dini. Perawatan mobilisasi

dini mempunyai keuntungan sebagai berikut :

1) Melancarkan pengeluaran lokia, mengurangi infeksi

puerperium

2) Mempercepat involusi uterus

3) Melancarkan fungsi alat gastrointestinal dan alat kelamin

4) Meningkatkan kelancaran peredaran darah sehingga

mempercepat fungsi ASI dan pengeluaran sisa metabolisme

c. Eliminasi

Buang Air Kecil (BAK) harus dicepatkan karena pada ibu setelah

melahirkan terutama bagi ibu yang pertama kali melahirkan akan

terasa pedih saat BAK sehingga penderita takut BAK, bila kandung

kemih penuh maka harus diusahakan penderita dapat buang air

kecil sehingga tidak memerlukan penyadapan karena penyadapan

bagaimanapun akan membawa bahaya infeksi. BAK spontan tiap

3-4 jam, bila ibu tidak mampu buang air kecil sendiri, tindakan

yang dilakukan sebagai berikut :

1) Dirangsang dengan mrngalirkan air keran di dekat klien

2) Mengompres air hangat di atas simfisis

3) Saat berendam air hangat klien disuruh BAK

d. Personal Hygiene (kebersihan diri)

Bagian yang paling utama dibersihkan adalah puting susu dan

mammae.

1) Puting susu
Harus diperhatikan kebersihannya dan luka pecah harus segera

diobati. Air susu yang menjadi kering akan menjadi kerak dan

akan merangsang kulit sehingga timbul enzema. Oleh karena

itu, sebaiknya puting susu dibersihkan dengan air yang telah

dimasak, tiap kali sebelum dan sesudah menyusukan bayi,

diobati dengan salep penicillin, lanolin, dan sebagainya

2) Partum Lochea

Lochea merupakan cairan yang keluar dari vagina pada masa

nifas yang tidak lain adalah sekret dari rahim terutama luka

plasenta. Pada 2hari pertama, Lochea berupa darah disebut

lokia rubra. Setelah 3-7 hari merupakan darah encer disebut

Lochea serosa, dan pada hari ke-10 menjadi cairan putih atau

kekuning-kuningan yang disebut Lochea alba. Tanda-tanda

pengeluaran Lochea yang menunjukkan keadaan yang

abnormal adalah sebagai berikut :

a) Pendarahan berkepanjangan

b) Pengeluaran lokia tertahan

c) Rasa nyeri yang berlebihan

d) Terdapat sisa plasenta yang merupakan sumber pendarahan

e) Terjadi infeksi intrauterine

e. Istirahat

Berikut adalah hal-hal yang harus dianjurkan pada ibu setelah

melahirkan :
1) Beristirahat yang cukup untuk mencegah kelelahan yang

berlebihan

2) Sarankan untuk kembali ke kegiatan-kegiatan yang tidak

berat Kurang istirahat akan memengaruhi ibu dalam

beberapa hal,diantaranya adalah sebagai berikut :

a) Mengurangi jumlah ASI yang diproduksi

b) Memperlambat proses involusi uterus dan

memperbanyak pendarahan

c) Menyebabkan depresi dan ketidakmampuan untuk

merawat bayi dan dirinya sendiri

f. Latihan / Senam Nifas

Senam nifas merupakan senam yang dilakukan ibu-ibu setelah

melahirkan setelah keadaan tubuhnya pulih kembali. Senam nifas

bertujuan untuk mempercepat penyembuhan, mencegah timbulnya

komplikasi,serta memulihkan dan menguatkan otot-otot punggung,

otot dasar panggul dan otot perut

B. Konsep Sectio Caesarea

1. Pengertian Sectio Caesarea

Sectio caesarea yaitu cara agar dapat melahirkan janin dengan

membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut.

(Nurarif & Kusuma, 2015).

Sectio caesarea yaitu persalinan yang dilakukan dengan pembedahan


dimana irisan dilakukan di perut untuk mengeluarkan seorang bayi

(Endang Purwoastuti and Siwi Walyani, 2014).

Seksio sesarea adalah suatu persalinan buatan, yaitu janin dilahirkan

melalui insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan

persyaratan, bahwa rahim dalam keadaan utuh serta bobot janin di atas

500 gram. Seksio sesarea adalah cara melahirkan bayi melalui insisi

transabdominal uterus (Solehati & Kosasih, 2015).

2. Jenis-Jenis Sectio Caesarea

Menurut ( Purwoastuti & Walyani 2015:12 ), SC dibagi menjadi beberapa

jenis yaitu :

a. Jenis klasik dengan melakukan sayatan vertical sehingga

memungkinkan ruangan yang lebih besar untuk jalan lahir. Akan

tetapi jenis ini sudah sangat jarang dilakukan hari ini karena sangat

beresiko terhadap terjadinya komplikasi.

b. Sayatan mendatar dibagian atas dari kandung kemih sangat umum

dilakukan pada masa sekarang ini. Metode ini meminimalkan resiko

terjadinya perdarahan dan cepat penyembuhan.

c. Histerektomi Caesar yaitu bedah Caesar diikuti dengan pengangkatan

rahim. Hal ini dilakukan dalam kasus - kasus dimana perdarahan yang

sulit tertangani atau ketika plasenta tidak dapat dipisahkan oleh rahim.

d. Bentuk lain dari bedah Caesar seperti extraperitoneal CS atau porro

CS
3. Etiologi

Indikasi persalinan SC menurut Reeder & Martin (2014) dapat

diklasifikasikan sebagai berikut ini :

a. Ibu dan Janin

Distosia (kemajuan persalinan yang abnormal). Hal ini mungkin

berhubungan dengan ketidaksesuaian antara ukuran panggul

dengan ukuran kepala janin (disproporsi sefalopelvik), kegagalan

kontraksi uterus yang abnormal

b. Ibu

Penyakit ibu yang berat, seperti penyakit jantung berat, diabetes

melitus, pre-eklamsia berat atau eklamsia, kanker serviks, atau

infeksi berat

c. Janin

Gawat janin, seperti janin dengan kasus prolaps tali pusat,

insufisiensi uteroplasenta berat, malpresentasi, seperti letak

melintang, janin dengan presentasi dahi kehamilan ganda dengan

bagian terendah janin kembar adalah posisi melintang bokong

d. Plasenta

Plasenta previa (Pemisahan plasenta sebelum waktunya).

4. Manifestasi Klinis

Menurut Martowirjo (2018), manifestasi klinis pada klien dengan post

Sectio Caesarea antara lain :

a. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan 600-800 ml.

b. Terpasang kateter, urin jernih dan pucat.


c. Abdomen lunak dan tidakada distensi.

d. Bising usus tidak ada.

e. Ketidaknyamanan untukmenghadapi situasi baru

f. Balutan abdomen tampak sedikit noda.

g. Aliran lokhia sedangdan bebas bekuan, berlebihan dan banyak

5. Patofisiologi

Adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses persalinan yang

menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal/spontan, misalnya

karena ketidakseimbangan ukuran kepala bayi dan panggul ibu,

keracunan kehamilan yangparah, pre eklampsia dan eklampsia berat,

kelainan letak bayi seperti sungsang dan lintang, kemudian sebagian

kasus mulut rahim tertutup plasenta yang lebih dikenal dengan

plasenta previa, bayi kembar, kehamilan pada ibu yang berusia lanjut,

persalinan yang berkepanjangan, plasenta keluar dini, ketuban pecah

dan bayi belum keluar dalam 24 jam, kontraksi lemah dan sebagainya.

Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan

pembedahan yaitu Sectio Caesarea(Ramadanty, 2018).

Sectio Caesarea merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan

berat di atas 500 gram dengan sayatan pada dinding uterus yang masih

utuh. Dalam proses operasi, dilakukan tindakan anastesi yang akan

menyebabkan pasien mengalami imobilisasi. Efek anastesi juga dapat

menimbulkan otot relaksasi dan menyebabkan konstipasi.Kurangnya


informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan dan perawatan

post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain

itu dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada

dinding abdomen sehinggga menyebabkan terputusnya inkontiunitas

jaringan, pembuluh darah, dan saraf-saraf disekitar daerah insisi. Hal

ini akan merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin yang

akan menimbulkan rangsangan pada area sensorik sehingga

menyebabkan adanya rasa nyeri sehingga timbullah masalah

keperawatan nyeri (Nanda Nic Noc, 2015).

6. Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Martowirjo (2018), pemeriksaan diagnostik yang dilakukan

pada ibu Sectio Caesarea adalah sebagai berikut :

a. Hitung darah lengkap.

b. Golongan darah (ABO),dan pencocokan silang, tes Coombs Nb.

c. Urinalisis : menentukn kadar albumin/glukosa.

d. Pelvimetri : menentukan CPD.

e. Kultur : mengidentifikasi adanya virus heres simpleks tipe II.

f. Ultrasonografi : melokalisasi plasenta menetukan

pertumbuha,kedudukan, dan presentasi janin.

g. Amniosintess : Mengkaji maturitas paaru janin.

h. Tes stres kontraksi atau non-stres : mengkaji respons janin

terhadap gerakan/stres dari polakontraksi uterus/polaabnormal.


i. Penetuan elektronik selanjutnya :memastikan status janin/aktivitas

uterus.

7. Penatalaksanaan

Menurut Ramadanty (2019), penatalaksanan Sectio Caesarea adalah

sebagai berikut :

a. Pemberian Cairan

Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka

pemberian cairan per intavena harus cukup banyak dan

mengandung elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau

komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan

biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan

jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah

diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.

b. Diet

Pemberian cairan per infus biasanya dihentikan setelah penderita

flatus lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan per oral.

Pemberian minumandengan jumlah yang sedikit sudah boleh

dilakukan pada 6 sampai 8 jam pasca operasi, berupa air putih dan

air teh.

c. Mobilisasi

Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi : Miring kanan dan

kiri dapat dimulai sejak 6 sampai 10 jam setelah operasi, Latihan

pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini


mungkin setelah sadar, Hari kedua post operasi, penderita dapat

didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu

menghembuskannya, Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah

menjadi posisi setengah duduk (semifowler), Selanjutnya selama

berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk

selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada

hari ke-3 sampai hari ke-5 pasca operasi.

d. Katerisasi

Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan rasa tidak

enak pada penderita, menghalangi involusi uterus dan

menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam /

lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.

e. Pemberian Obat-Obatan

Antibiotik cara pemilihan dan pemberian antibiotik sangat

berbeda-beda sesuai indikasi.

f. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan

Obat yang dapat di berikan melalui supositoria obat yang diberikan

ketopropen sup 2x/24 jam, melalui orang obat yang dapatdiberikan

tramadol atauparacetamol tiap 6 jam, melalui injeksi ranitidin 90-

75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu.

g. Obat-obatan lain

Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat

diberikan caboransia seperti neurobian I vit C.

h. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah

dan berdarah harus dibuka dan diganti.

i. Pemeriksaan rutin

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu,

tekanan

darah, nadi,dan pernafasan.

j. Perawatan Payudara

Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu

memutuskan tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang

mengencangkan payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi,

biasanya mengurangi rasa nyeri.

8. Komplikasi

Menurut NANDA NIC-NOC (2015) Sectio Caesarea komplikasi pada

pasien Sectio Caesarea adalah :

a. Komplikasi pada ibu

Infeksi puerperalis, bisa bersifat ringan seperti kenaikan suhu

selama beberapa hari dalam masa nifas, atau bersifat berta seperti

peritonitis, sepsis dan sebagainya. Infeksi postoperatif terjadi

apabila sebelum pembedahan sudah ada gejala-gejala yang

merupakan predisposisi terhadap kelainan itu (partus

lamakhususnya setelah ketuban pecah, tindakan vaginal

sebelumnya). Perdarahan, bisa timbul pada waktu pembedahan jika

cabang cabang arteri uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri.
Komplikasikomplikasi lain seperti luka kandung kencing dan

embolisme paru. suatu komplikasi yang baru kemudian tampak

ialah kuatnya perut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan

berikutnya bisa ruptur uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak

ditemukan sesudah Sectio Caesarea.

b. Komplikasi-komplikasi lain

Komplikasi-komplikasi lain seperti luka kandung kemih, dan

embolisme paru.

c. Komplikasi baru

Komplikasi yang kemudian tampak ialah kurang kuatnya parut

pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa

terjadi ruptur uteri. Kemungkinan peristiwa ini lebih banyak

ditemukan sesudah Sectio Caesarea Klasik.

C. Konsep Dasar Nyeri

1. Pengertian

Nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman yang sangat subjektif dan

hanya orang yang mengalaminya yang dapat menjelaskan dan

mengevaluasi perasaannya (Mubarak, 2015).

Nyeri adalah suatu ketidaknyamanan, bersifat subjektif, sensori,

dan pengalaman emosional yang dihubungkan dengan actual dan

potensial untuk merusak jaringan atau digambarkan sebagai sesuatu

yang merugikan (Solehati & Kosasih, 2015).


Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak

menyenangkan akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun

potensial atau yang digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut

(Sulistyo & Suharti, 2013)

2. Etiologi Nyeri

Menurut Mubarak (2015) ada beberapa penyebab nyeri yaitu :

a. Trauma

1) Mekanik, yaitu rasa nyeri timbul akibat ujung-ujung saraf beba

mengalami kerusakan. Misalnya akibat benturan, gesekan, dan

luka

2) Termal, yaitu nyeri timbul karena ujung saraf reseptor

mendapat rangsangan akibat panas dan dingin. Misal karena

api dan air

3) Kimia, yaitu timbul karena kontak dengan zat kimia yang

bersifat asam atau basa kuat

4) Elektrik, yaitu timbul karena pengaruh aliran listrik yang

kuatmengenai reseptor rasa nyeri yang menimbulkan

kekejangan otot dan luka bakar

b. Peradangan, yakni nyeri terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf

reseptor akibat adanya peradangan atau terjepit oleh

pembengkakan, misalnya abses

c. Gangguan sirkulasi darah dan kelainan pembuluh darah


d. Gangguan pada jaringan tubuh, misalnya karena edema akibat

terjadinya penekanan pada reseptor nyeri

e. Spasme otot, dapat menstimulasi mekanik

3. Fisiologi Nyeri

Fisiologi nyeri merupakan alur terjadinya nyeri dalam tubuh. Rasa

nyeri merupakan sebuah mekanisme yang terjadi dalam tubuh, yang

melibatkan fungsi organ tubuh, terutama sistem saraf sebagai reseptor

nyeri. Reseptor nyeri merupakan organ tubuh yang berfungsi untuk

menerima rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor

nyeri adalah ujung saraf bebas dalam kulit yang berespon hanya

terhadap stimulus kuat secara potensial merusak (Mubarak, 2015).

4. Faktor-Faktor Nyeri

Menurut Yosefni (2015) ada beberapa faktor yang mempengaruhi

nyeri saat menghadapi pasca persalinan (post partum) :

a. Faktor fisiologis

Perjalanan penyakit dapat memengaruhi kondisi fisiologis organ

tertentu dan hal ini berhubungan dengan sistem saraf yang

terdapatpada organ tersebut. Kerusakan atau masalah pada organ

tertentu dapat menimbulkan repons nyeri. Perubahan posisi atau

adanya blok nyeri terhadap saraf yang berhubungan dengan rasa

nyeri tersebut dapat menjadi alternatif asuhan yang diberikan.

b. Faktor psikologis
Persepsi Respon nyeri merupakan hal yang sangat subjektif, hal ini

dikarenakan setiap individu memiliki pengalaman dalam

menghadapi nyeri sebelumnya yang berbeda-beda.

c. Kondisi emosional

Pada saat seseorang mengalami kecemasan yang berlebihan, hal ini

akan merangsang keluarnya katekolamin yang berlebihan dan hal

tersebut dapat menghasilkan sensasi dan persepsi nyeri yang

berlebihan. Pada saat seseorang mengalami nyeri, asuhan yang

utama dapat dilakukan adalah membantu pasien untuk

menghadapinya dengan ketenangan

d. Faktor lingkungan

Faktor lingkungan memengaruhi respons nyeri seseorang dapat

berupa kondisi lingkungan fisik maupun individu yang berada

disekitar pasien. Kondisi lingkungan yang nyaman dapat

mendukung pasien dalam menghadapi nyerinya karena mampu

menciptakan situasi yang nyaman.

5. Klasifikasi Nyeri

Klasifikasi nyeri secara umum dibagi menjadi dua :

a. Nyeri akut

Nyeri akut merupakan nyeri yang dirasakan kurang dari enam

bulan dan menghilang setelah keadaan pulih pada area jaringan

yang rusak dan ditandai dengan peningkatan tegangan otot

b. Nyeri kronis
Nyeri kronis merupakan nyeri yang dirasakan lebih dari enam

bulan dan akan berlanjut walaupun klien diberi pengobatan atau

penyakit tampak sembuh (Mubarak, 2015).

Tabel 2.1

Perbedaan Nyeri Akut & Nyeri kronis

Karakteristik Nyeri Akut Nyeri Kronis


1. Pengalaman Suatu Kejadian Suatu situasi, status
eksistensi nyeri
2. Sumber Sebab eksternal atau Tidak diketahui atau
penyakit yang berasal pengobatan yang terlalu
dari dalam lama
3. Serangan Mendadak Bisa mendadak atau
bertahap, berkembang,
dan tersembunyi
4. Waktu Sampai 6 bulan Lebih dari 6 bulan
sampai bertahun-tahun
5. Pernyataan nyeri Daerah nyeri pada Daerah yang nyeri dan
umumnya tidak yang tidak, intensitasnya
dikertahui dengan pasti menjadi sangat sukar
dievaluasi
6. Gejala klinis Pola-pola respons yang Pola-pola respons
khas dengan gejala- bervariasi
gejala yang lebih jelas
7. Perjalanan Penderita biasanya Berlangsung terus,
mengeluh berkurang intensitas bervariasi atau
setelah beberapa waktu tetap konstan
lama

Sumber : (Mubarak, 2015)

6. Cara Mengukur Nyeri

Intensitas nyeri merupakan gambaran tentang seberapa parah nyeri

dirasakanoleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan

individual,serta kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan

sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan
pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respons

fisiologis tubuh terhadap nyeri itu sendiri.

Skala Wong Baker FACES Rating Scale yang ditujukan untuk klien yang

tidak mampu menyatakan intensitas nyerinya melalui skala angka.

Termasukanak-anak yang tidak mampu berkomunikasi secara verbal dan

klien yang mengalami kognisi berkomunikasi (Mubarak, 2015).

Gambar 2.1
Skala Wajah Wong Baker

Sumber : https://doktersehat.com/wp-content/uploads/2019/03/skala-
nyeridoktersehat.jpg

Dianggap sederhana dan mudah mengerti, sensitif terhadap dosis jenis

kelamin, dan perbedaan etnis. Lebih baik daripada VAS terutama untuk

menilai nyeri akut. Namun, kekurangannya adalah keterbatasan pilihan

kata untuk menggambarkan rasa nyeri, tidak memungkinkan untuk

membedakan tingkat nyeri dengan lebih teliti dan dianggap terdapat jarak

yang sama antar kata yang menggambarkan efek analgesik (Mubarak,

2015).

Gambar 2.2
Skala Numeric Rating Scale
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tidak Nyeri ringan Nyeri Nyeri
nyeri sedang Hebat

Keterangan:

(0) : Tidak nyeri

Nyeri ringan

(1) : Nyeri sangat ringan

(2) : Nyeri tidak nyaman

(3) : Nyeri hebat ditoleransi

Nyeri sedang

(4) : Nyeri menyusahkan

(5) : Nyeri sangat menyusahkan

(6) : Nyeri hebat

Nyeri berat

(7) : Nyeri sangat hebat

(8) : Nyeri sangat menyiksa

(9) : Nyeri tak tertahan

(10) : Nyeri tak diungkapkan

7. Penatalaksanaan

a. Farmakologi

1) Analgesik narkotik, terdiri atas berbagai derivat opium seperti

morfin dan kodein. Narkotik dapat memberikan penurunan nyeri


dan kegembiraan karena obat ini membuat ikatan dengan reseptor

opiat dan mengaktifkan penekan nyeri endogen pada susunan saraf

pusat. Nyeri yang membandel tidak dapat dihilangkan secara

permanen. Nyeri dapat menjadi melemahkan sehingga klien akan

mencoba segala sesuatu untuk mengatasi nyeri.

2) Analgesik non-narkotik, seperti aspirin, asetaminofen, dan

ibuprofen selain memiliki efek antinyeri juga memiliki efek

antiinflamasi dan antipiretik.Obat golongan ini menyebabkan

penurunan nyeri dengan menghambat produksi prostaglandin dari

jaringan yang mengalami trauma inflamasi. Efek samping yang

paling umum terjadi adalah gangguan pencernaan seperti seperti

adanya ulkus gaster dan perdarahan gaster.

b. Non-farmakologi

1) Relaksasi progresif

Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan

stress.Teknik relaksasi memberikan individu kontrol diri ketika

terjadi rasa tidak nyaman atau nyeri, stress fisik, dan emosi pada

nyeri.

2) Stimulasi kutaneus plasebo

Plasebo merupakan zat tanpa kegiatan farmakologis dalam bentuk

yang dikenal oleh klien sebagai obat seperti kapsul, cairan injeksi,

dan sebagainya. Plasebo umumnya terdiri atas larutan gula, larutan

salin normal, atau air biasa

3) Teknik Distraksi
Distraksi merupakan metode untuk menghilangkan nyeri dengan

cara mengalihkan perhatian klien pada hal-hal yang lain sehingga

klien akan lupa terhadap nyeri yang dialami (Mubarak, 2015).

4) Teknik Relaksasi Napas Dalam

Teknik Relaksasi Napas Dalam merupakan intervensi mandiri

keperawatan dimana seorang perawat mengajarkan kepada klien

cara melakukan napas dalam, napas lambat (menahan inspirasi

secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan napas secara

perlahan untuk merilekskan ketegangan otot yang menunjang nyeri

(Widiatie, 2015).

D. Konsep Dasar Musik Klasik

1. Definisi Musik Klasik

Terapi musik adalah suatu proses yang menggabungkan antara aspek

penyembuhan musik itu sendiri dengan kondisi dan situasi baik fisik

atau tubuh, emosi, mental, spiritual, kognitif dan kebutuhan sosial

seseorang (Natalia 2013).Terapi musik juga di jelaskan sebagai salah

satu proses intervensi sistematis dengan terapis yang dapat membantu

penderita untuk meningkatkan kesehatan dengan menggunakan

pengalaman musik dan hubungan yang berkembang sebagai kekuatan

dinamis perubahan ( Bruscia 2014).

Musik klasik merupakan komposisi musik yang lahir pada budaya

Eropa sekitar tahun 1750-1825. Musik klasik bermanfaat untuk


membuat seseorang merasakan rileks, rasa aman dan sejahtera,

melepaskan rasa gembira dan sedih, dan dapat menurunkan tingkat

kecemasan pasien pra operasi dan melepaskan rasa sakit dan

menurunkan tingkat stress (Pratiwi, 2014)

2. Manfaat Musik Klasik

Manfaat terapi musik antara lain:

a. Bisa menutupi bunyi dan perasaan yang tidak menyenangkan

b. Bisa mempengaruhi pernafasan

c. Bisa mempengaruhi denyut jantung, nadi dan tekanan darah

manusia

d. Bisa mempengaruhi suhu tubuh manusia

e. Dapat menimbulkan rasa aman dan sejahtera

f. Dapat mempengaruhi rasa sakit (Evi, 2020)

3. Jenis Terapi Musik Klasik

Jenis terapi musik yaitu musik instrumental dan musik klasik, musik

instrumental bermanfaat menjadikan badan, pikiran, dan mental

menjadi lebih sehat. Musik klasik juga bermanfaat untuk membuat

seseorang menjadi rileks,dan dapat menimbulkan rasa aman dan

sejahtera, melepaskan rasa gembira dan sedih menurunkan tingkat

kecemasan (Aditia, 2012 dalam Evi 2020)


Pada dasarnya semua jenis musik sebenarnya dapat digunakan dalam

usaha menurunkan tingkat nyeri dan kecemasan seseorang, Ada

beberapa jenis musik yang dapat diterapkan. Antara lain Musik Cure,

slow jazz, pop yang populer dan hits, musik klasik Mozart, musik

klasik Vivaldi’s Four Seasons, musik klasik yang diputar bersamaan

dengan suara alam/nature sounds (suara laut, hujan, dan suara air).

Musik yang menempatkan kelasnya sebagai musik bermakna medis

ialah musiki klasik. karena musik klasik memiliki makna magnitude

dalam perkembangan ilmu kesehatan, diantaranya memiliki nada yang

lembut, nadanya memberikan stimulasi gelombang alfa, ketenangan,

danmembuat pendengaranya lebih rileks. Dari berberapa penelitian

tentang pengaruh berbagai jenis musik klasik, akhirnya banyak dari

peneliti tersebut menganjurkan musik klasik mozart yang diciptakan

oleh Wolfgang Amadeus Mozart karena aplikasi medis musik mozart

telah membuktikan hasil yang menabjubkan bagi perkembangan ilmu

kesehatan (Dofi, 2010 & Novita, 2012 dalam Fatmawati 2020). Musik

mozart merupakan jenis musik distraksi yang bertempo 6- ketukan per

menit. Musik yang memiliki tempo antara 60 sampai 80 ketukan per

menit mampu membuat seseorang yang mendengarkannya menjadi

rileks (Sari & Adiltari, 2012dalam Fatmawati 2020).

4. Cara Kerja Terapi Musik

Musik bersifat teraupetik artinya dapat menyembuhkan, salah satu

alasannya karena musik menghasilkan rangsangan ritmis yang


jemudian di tangkap melalui organ pendengaran dan di olah dalam

system saraf tubuh dan kelenjar otak yang selanjutnya mereorganisasi

interpretasi bunyi ke dalam ritme internal pendengarnya. Ritme

internal ini mempengaruhi metabolisme tubuh manusia sehingga

prosesnya berlangsung dengan lebih baik. Dengan metabolisme yang

lebih, dan dengan system kekebalan yang lebih baik menjadi lebih

tangguh terhadap serangan penyakit (Natalina, 2013).

Terapi musik klasik dapat mengatasi nyeri berdasarkan teori Gate

Control, bahwa impuls nyeri dapat diatur atau dihambat oleh

mekanisme pertahanan disepanjang sistem saraf pusat. Teori ini

mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan

dibuka dan impuls dihambat saat sebuah pertahanan ditutup. Salah satu

cara menutup mekanisme pertahanan ini adalah dengan merangsang

sekresi endorfin yang akan menghambat impuls nyeri.

Musik klasik sendiri juga dapat merangsang peningkatan hormon

endorfin yang merupakan substansi sejenis morfin yang diproduksi

oleh tubuh. Endorfin juga sebagai ejektor dari rasa rileks dan

ketenangan yang timbul, midbrain mengeluarkan Gamma Amino

Butyric Acid (GABA) yang berfungsi untuk menghambat hantaran

impuls listrik dari satu neuron ke neuron yang lainnya oleh

neurotransmitter di dalam sinaps. Selain itu, midbrain juga

mengeluarkan enkepalin dan beta 45 endorfin. Zat tersebut dapat


menimbulkan efek analgesia yang akhirnya mengeliminasi

neurotransmitter rasa nyeri pada pusat persepsi dan interpretasi sensori

somatik di otak. Sehingga efek yang bisa muncul adalah nyeri

berkurang (Natalina, 2013).

Mendengarkan musik juga dapat menurunkan stimulus sistem saraf

simpatis. Respon yang muncul dari penurunan aktifitas tersebut adalah

menurunnya heart rate, respiratory rate, metabolic rate, konsumsi

oksigen menurun, ketegangan otot menurun, level sekresi epineprin

menurun, asam lambung menurun, meningkatkan motilitas, penurunan

kerja kelenjar keringat, dan penurunan tekanan darah (Natalina, 2013).

Musik harus diperdengarkan minimal 15 menit supaya memberikan

efek terapeutik. Dalam keadaan perawatan akut, mendengarkan musik

dapat memberikan hasil yang sangat efektif dalam upaya mengurangi

nyeri pasca pembedahan. Waktu pemberian terapi musik pada pasien

pasca pembedahan bisa dimulai 2 jam setelah pasca pembedahan.

Meskipun klien masih di ruang pulih sadar, terapi bisa langsung

diberikan. Intervensi terapi musik direkomendasikan diberikan pada

hari pertama dan kedua pasca operasi, hal tersebut berguna untuk

memicu pengeluaran hormone endorphin sesegera mungkin (Natalina,

2013).

5. Pengaruh Terapi Musik


Musik juga dapat di gunakan untuk relaksasi, meringankan stress, dan

mengurangi kecemasan dikarenakan musik murapakan sebuah

rangsangan pendengaran yang terorganisasi, yaitu melodi, ritme,

harmoni, bentuk, dan gaya. Merupakan salah satu cara dalam

mengurangi nyeri dan kecemasan salah satunya yaitu dengan

mendegarkan musik klasik, musik klasik yaitu musik yang dapat

memperbaiki konsentrasi, ingatan dan persepsi sosial.

Musik juga dapat meningkatkan kreativitas, membangun kepercayaan

diri, mengembangkan suatu keterampilan sosial, dan juga dapat

meningkatkan keterampilan motorik, persepsi, serta perkembangan

psikomotorik, musik juga dapat di jadikan terapi untuk berbagai

kebutuhan (Haruman ,2013). Musik merupakan suatu komponen yang

dinamis yang bisa berpengaruhi baik psikologis maupun fissiologis

bagi pendengarnya (Novita 2012 dalam Evi 2020).

Efek terapi musik pada nyeri adalah distraksi terhadap pikiran tentang

nyeri, menurunkan kecemasan, menstimulusi ritme nafas lebih teratur,

menurunkan ketegangan tubuh, memberikan gambaran positif pada

visual imageri, relaksasi, dan meninggalkan mood yang positif. Tetapi

musik dapat mendorong perilaku kesehatan yang positif, mendorong

kemajuan pasien selama masa pengobatan dan pemulihan (Maharani,

2013).

Anda mungkin juga menyukai