1. Permasalahan yang terjadi pada masa perimenopause
Menoragia. Perimenopause merupakan periode transisi alias masa-masa sebelum seorang wanita memasuki masa menopause, yaitu masa berakhirnya menstruasi. Menjelang masa menopause, wanita memang lebih rentan mengalami gangguan siklus menstruasi, salah satunya adalah menoragia. Gejala utama dari kondisi ini adalah gangguan pada siklus menstruasi, salah satunya memicu menoragia. Masa transisi ini bisa menyebabkan ketidakteraturan siklus, seperti menstruasi yang tiba lebih cepat atau lambat serta menstruasi berlangsung lebih singkat atau lebih lamas. Bahkan, semakin mendekati masa menopause, maka menstruasi akan menjadi semakin jarang dan hanya terjadi beberapa bulan sekali Perimenopause tidak hanya memicu gejala gangguan siklus menstruasi, tetapi juga ada beberapa gejala lain yang sering muncul. Kondisi ini ditandai dengan gejala berupa: Hot flashes Wanita yang mengalami perimenopause sering mengeluhkan gejala sensasi gerah atau kepanasan alias hot flashes. Biasanya, sensai ini akan muncul secara mendadak dan bisa sangat mengganggu. Insomnia Menjelang menopause, seorang wanita rentan mengalami gangguan tidur di malam hari alias insomnia. Biasanya, gangguan tidur juga disertai dengan rasa resah dan keluar keringat saat tidur di malam hari. Perubahan Mood Suasana hati alias mood yang berubah-ubah juga sering dialami wanita yang mengalami perimenopause. Pada masa ini, seorang wanita cenderung menjadi lebih mudah tersinggung, serta meningkatnya risiko wanita mengalami depresi. Sakit Kepala Rasa tidak nyaman tidak hanya terasa pada perut, tetapi juga di beberapa bagian tubuh lain. Perimenopause bisa menyebabkan wanita mengalami sakit kepala yang tidak tertahankan. Masalah Seksual Semakin mendekati masa menopause, seorang wanita biasanya akan mengalami masalah seksual. Pada wanita yang mengalami perimenopause, rentan terjadi penurunan gairah seksual dan kesuburan. Kondisi ini juga menyebabkan seorang wanita mengalami nyeri saat berhubungan seksual akibat berkurangnya cairan pelumas pada Miss V. Kadar Kolesterol Perimenopause ternyata juga bisa berdampak pada kadar kolesterol dalam darah. Wanita yang mengalami kondisi ini biasanya disertai dengan peningkatan kadar kolesterol jahat alias LDL. Sayangnya, hal ini juga dibarengi dengan menurunnya kadar kolesterol baik atau HDL. Hal ini harus diwaspadai, sebab tingginya kadar kolesterol jahat dalam darah bisa meningkatkan risiko berbagai penyakit menular, terutama penyakit kardiovaskular.
2. Permasalahan yang terjadi pada masa post menopause / pasca menopause
Pendarahan Post Menopause Perdarahan pascamenopause merupakan keluhan yang cukup sering dialami oleh wanita pascamenopause, sehingga klinisi perlu mengetahui red flag atau tanda bahayanya untuk mengetahui kebutuhan penatalaksanaan lebih lanjut. Perdarahan pascamenopause terjadi pada sekitar 4–11% wanita yang sudah menopause. Meskipun kebanyakan kasus perdarahan pascamenopause merupakan penyakit ringan, 10% kasus disebabkan oleh keganasan, yaitu kanker endometrium. Insidensi kanker endometrium paling tinggi ditemukan pada wanita pascamenopause yang berusia 60–79 tahun. Ada beberapa kondisi yang bisa menyebabkan pendarahan pasca-menopause, di antaranya adalah: Atrofi vagina Ini adalah peradangan yang disusul penipisan jaringan lapisan saluran vagina. Kondisi ini terjadi ketika pasien memiliki kadar hormon estrogen yang rendah. Atrofi endometrium Lapisan rahim meradang atau mengikis, juga disebabkan oleh kadar estrogen yang lebih rendah. Polip pada rahim atau leher vagina Polip adalah pertumbuhan tumor jinak pada rahim atau leher vagina. Hiperplasia endometrium Penelitian membuktikan bahwa kondisi ini, yang melibatkan penebalan lapisan rahim, dapat disebabkan oleh obesitas, terapi pengganti hormon, atau kadar hormon estrogen yang tidak wajar.
3. Masalah seksual yang terjadi pada menopause
Perubahan gairah seksual wanita menopause umumnya disebabkan perubahan kadar hormon dalam tubuh. Saat menopause, kadar hormon estrogen yang memegang peranan penting terhadap fungsi seksual akan mengalami penurunan. Efeknya, wanita menopause lebih sulit untuk terangsang dan mengalami orgasme. Menurunnya kadar hormon estrogen dalam tubuh wanita menopause juga menurunkan aliran darah yang mengalir ke vagina. Efeknya, terjadi penurunan produksi cairan pelumas vagina yang menyebabkan vagina menjadi kering. Kondisi ini membuat hubungan seksual terasa menyakitkan, sehingga membuat wanita menopause enggan untuk melakukan hubungan seksual. Perubahan dalam menjalin hubungan Gejala menopause sering kali berdampak pada cara wanita menjalin hubungan dengan pasangannya. Akibatnya, tidak jarang, wanita merasa kesulitan untuk menjaga keharmonisan dalam hubungan. Dari sudut pandang wanita, berbagi tempat tidur dapat memperparah hot flashes yang muncul. Kondisi ini juga bisa menimbulkan rasa malu dan tidak nyaman, sehingga mungkin akan timbul naluri untuk pergi mencari tempat yang sejuk dan tidur sendirian. Hal tersebut bisa dianggap sebagai penolakan bagi pasangan dan membuatnya merasa diacuhkan. Wanita juga bisa merasa malu dan takut untuk membicarakan apa yang sedang dialami dengan pasangan. Jika dibiarkan, masalah di dalam hubungan bisa terjadi tanpa penyelesaian, sehingga berisiko menimbulkan asumsi dan kesalahpahaman dengan pasangan. Kesulitan menjaga suasana hati Menjelang menopause, perubahan suasana hati bisa semakin mudah terjadi. Gejala ini menyerupai sindrom pramenstruasi (PMS). Wanita yang sedang mengalami gejala ini bisa bertindak secara tidak masuk akal dan mudah marah. Namun, sebagian wanita mungkin akan lebih memilih untuk menyembunyikan perasaannya, sehingga menutup diri dan menjauh dari pasangannya. Pada kondisi ini, dampak menopause bagi pria sebagai pasangan dapat berupa kebingungan apa yang harus ia lakukan untuk membantu meredakan perubahan suasana hati tersebut. Beberapa wanita mungkin akan merasa kecewa karena menganggap pasangannya tidak bisa mengerti dan memberi dukungan yang ia butuhkan. Padahal, sering kali, pria merasa ragu apa yang sebaiknya dilakukan. Jika ditanggapi, ia takut akan semakin memicu rasa marah. Namun, jika ia diam, jarak di dalam hubungan mungkin akan terjadi. Akibatnya, pasangan pun mungkin akan merasa serba salah. Lebih jarang berhubungan intim Masa menopause juga akan membawa banyak perubahan pada kehidupan seksual wanita bersama pasangan. Perubahan hormon saat menopause bisa menyebabkan penurunan libido atau gairah seksual pada wanita. Akibatnya, wanita merasa kehilangan minat untuk berhubungan seks. Bahkan, ia pun mungkin akan merasa kesulitan untuk orgasme. Dilansir dari Healthy Women, berdasarkan data dari the National Health and Social Survey dan the Global Study of Sexual Attitudes and Behaviors, sekitar 47% wanita akan mengalami kesulitan dalam berhubungan intim sebagai dampak dari penurunan gairah seksual. Penurunan gairah seksual setelah menopause ini lah yang umumnya diketahui oleh pria. Akibat hal tersebut, pasangan biasanya beranggapan bahwa masa menopause juga akan berdampak pada kehidupan seksualnya. Pasangan mungkin akan merasa adanya jarak dalam hubungan akibat berkurangnya kedekatan secara fisik di antara mereka.