Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN INDIVIDU

PRAKTIKUM PENGECORAN LOGAM

PEMBUATAN BENDA KERJA COR MANDREL


BERTINGKAT DAN PULLY SERTA GAMBAR
POLA BENDA KERJA PILIHAN FOOTSTEP

Oleh :

JUMHAN MUNIF NIM. 5201412033

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
NOVEMBER 2014
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan hidayahnya yang
telah diberikan sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan pratik pengecoran logam
individu mandrel bertingkat dan pully. Laporan ini digunakan untuk memenuhi salah satu
syarat kelulusan mata kuliah praktik pengecoran logam yang wajib ditempuh oleh mahasiswa
Program Studi Pendidikan Teknik Mesin pada semester lima ini.
Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dan
dukungan yang telah diberikan selama penyusunan laporan ini. Ucapan terima kasih kami
tujukan kepada :
1. Yoddy Agung Nugraha Selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah Praktik
Pengecoran Logam.
2. Unit Perpustakaan Pusat UNNES yang telah memberikan
pinjaman buku referensi kepada penyusun.
3. Teman-teman yang telah berperan dalam penulisan
laporan ini.
Serta berbagai pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan dan
tidak dapat disebutkan satu-persatu oleh penyusun. Penyusun menyadari bahwa
laporan ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang
membangun sangat diharapkan. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita
semua

Semarang, 4 November 2014

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................ 11


DAFTAR ISI .............................................................................................. 55
BAB I. PENDAHULUAN ......................................................................... 77
A. LATAR BELAKANG ............................................................... 87
B. TUJUAN ................................................................................... 99
C. MANFAAT ................................................................................ 88
BAB II. LADASAN TEORI ..................................................................... 99
BAB III. PELAKSANAAN PRAKTIKUM ............................................ 22
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................. 00
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 89
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 09
LAMPIRAN – LAMPIRAN ..................................................................... 12
DOKUMEN PELAKSANAAN PRAKTIKUM ......................................... 71
DOKUMENTASI PELAKSANAAN PRAKTIKUM ................................ 67
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Pengecoran merupakan suatu proses manufaktur yang menggunakan logam


cair dan cetakan untuk menghasilkan parts dengan bentuk yang mendekati bentuk
geometri produk jadi. Karena keunggulannya yang dapat menghasilkan produk
dengan bentuk yang sederhana sampai rumit dengan berat bervariasi, mulai dari
satuan gram hingga mencapai ton serta proses finishing-nya yang minimum
sehingga dapat mengurangi biaya dan waktu proses, proses ini banyak digunakan
di dunia industri.
Paduan aluminium merupakan paduan yang banyak digunakan dalam
industri pengecoran. Hal tersebut dikarenakan aluminium mempunyai sifat
fluiditas yang tinggi, proses pengecorannya yang mudah, densitasnya yang
rendah, ketahanan aus dan korosi yang baik, koefisien ekspansi termal yang
rendah serta mempunyai sifat mekanik yang baik. Disamping itu, banyaknya
penggunaan aluminium di dalam dunia industri disebabkan karena sifat
aluminium yang ringan sehingga mengurangi konsumsi bahan bakar. Salah satu
produk yang dihasilkan melalui proses pengecoran paduan aluminium adalah
mandrel bertingkat dan pully. Mandril adalah salah satu dari berbagai poros putar
yang berfungsi sebagai sumbu untuk memutar poros yang lebih besar. Sedangkan
pully adalah suatu alat mekanis yang digunakan sebagai sabuk untuk menjalankan
sesuatu kekuatan alur yang berfungsi menghantarkan suatu daya.
Proses Pengecoran (Casting) adalah salah satu teknik pembuatan produk
dimana logam dicairkan dalam tungku peleburan kemudian di tuangkan kedalam
rongga cetakan yang serupa dengan bentuk asli dari produk cor yang akan dibuat
Ada 4 faktor yang berpengaruh atau merupakan ciri dari proses pengecoran, yaitu:
1. Adanya aliran logam cair kedalam rongga cetak
2. Terjadi perpindahan panas selama pembekuan dan pendinginan dari logam dalam

cetakan
3. Pengaruh material cetakan
4. Pembekuan logam dari kondisi cair
Klasifikasi pengecoran berdasarkan umur dari cetakan, ada pengecoran
dengan sekali pakai (expendable Mold) dan ada pengecoran dengan cetakan
permanent (permanent Mold). Cetakan pasir termasuk dalam expendable
mold. Karena hanya bisa digunakan satu kali pengecoran saja, setelah itu cetakan
tersebut dirusak saat pengambilan benda coran. Dalam pembuatan cetakan, jenis-
jenis pasir yang digunakan adalah pasir silika, pasir zircon atau pasir hijau.
Sedangkan perekat antar butir-butir pasir dapat digunakan, bentonit, resin, furan
atau air gelas.

B. TUJUAN

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:


1. Mahasiswa dapat mengetahui perkembangan dunia teknik tentang penggunaan
proses-proses pengecoran logam yang ada.
2. Mahasiswa dapat menganalisis benda kerja mulai dari awal pembuatan sketsa

hingga akhir pengecoran dan finishing.


3. Mahasiswa dapat mengetahui dan mempraktikan teknik dan cara pengecoran
logam menggunakan cetakan pasir.

C. MANFAAT
Manfaat dari hasil praktikum ini diharapkan Mahasiswa dapat
mengetahui tentang berbagai macam jenis pengecoran logam yang ada, terutama
pengecoran logam menggunakan pasir. Mahasiswa dapat menganalisis benda
kerja yang akan dibuat mulai dari awal pembuatan sketsa hingga pengecoran dan
terakhir finishing.
BAB II
LANDASAN TEORI

Proses pengecoran pada dasarnya ialah penuangan logam cair kedalam


cetakan yang telah terlebih dahulu dibuat pola, hingga logam cair tersebut
membeku dan kemudian dipindahkan dari cetakan.

Jenis-jenis pengecoran yang ada yaitu:


1. Sand Casting, Yaitu jenis pengecoran dengan menggunakan cetakan pasir.
Jenis pengecoran ini paling banyak dipakai karena ongkos produksinya murah
dan dapat membuat benda coran yang berkapasitas berton–ton.
2. Centrifugal Casting, Yaitu jenis pengecoran dimana cetakan diputar bersamaan
dengan penuangan logam cair kedalam cetakan. Yang bertujuan agar logam cair
tersebut terdorong oleh gaya sentrifugal akibat berputarnya cetakan. Contoh benda
coran yang biasanya menggunakan jenis pengecoran ini ialah pelek dan benda
coran lain yang berbentuk bulat atau silinder.
3. Die Casting, Yaitu jenis pengecoran yang cetakannya terbuat dari logam.
Sehingga cetakannya dapat dipakai berulang-ulang. Biasanya logam yang dicor
ialah logam non ferrous.
4. Investment Casting, yaitu jenis pengecoran yang polanya terbuat dari lilin (wax),
dan cetakannya terbuat dari keramik. Contoh benda coran yang biasa
menggunakan jenis pengecoran ini ialah benda coran yang memiliki kepresisian
yang tinggi misalnya rotor turbin.
Pengecoran logam adalah proses pembuatan benda dengan mencairkan
logam dan menuangkan ke dalam rongga cetakan. Proses ini dapat digunakan
untuk membuat benda-benda dengan bentuk rumit. Benda berlubang yang sangat
besar yang sangat sulit atau sangat mahal jika dibuat dengan metode lain, dapat
diproduksi masal secara ekonomis menggunakan teknik pengecoran yang tepat.
Pengecoran logam dapat dilakukan untuk bermacam-macam logam seperti, besi,
baja paduan tembaga (perunggu, kuningan, perunggu aluminium dan lain
sebagainya), paduan ringan (paduan aluminium, paduan magnesium, dan
sebagainya), serta paduan lain, semisal paduan seng, monel (paduan nikel dengan
sedikit tembaga), hasteloy (paduan yang mengandung molibdenum, khrom, dan
silikon), dan sebagainya.
Gambar 1. Proses pembuatan benda coran (Surdia,1976: 3)

Untuk membuat coran harus dilakukan proses-proses seperti: pencairan


logam, membuat cetakan, menuang, membongkar, membersihkan dan memeriksa
coran (gambar 1). Pencairan logam dapat dilakukan dengan bermacam-macam
cara, misal dengan tanur induksi, kupola, atau lainnya. Cetakan biasanya dibuat
dengan memadatkan pasir yang diperoleh dari alam atau pasir buatan yang
mengandung tanah lempung. Cetakan pasir mudah dibuat dan tidak mahal asal
dipakai pasir yang sesuai. Cetakan dapat juga terbuat dari logam, biasanya besi
dan digunakan untuk mengecor logam-logam yang titik leburnya di bawah titik
lebur besi.
Pada pengecoran logam, dibutuhkan pola yang merupakan tiruan dari benda
yang hendak dibuat dengan pengecoran. Pola dapat terbuat dari logam, kayu,
stereofoam, lilin, dan sebagainya. Pola mempunyai ukuran sedikit lebih besar dari
ukuran benda yang akan dibuat dengan maksud untuk mengantisipasi penyusutan selama
pendinginan dan pengerjaan finishing setelah pengecoran. Selain itu, pada pola juga dibuat
kemiringan pada sisinya supaya memudahkan pengangkatan pola dari pasir cetak.
Cetakan adalah rongga atau ruang di dalam pasir cetak yang akan diisi
dengan logam cair. Pembuatan cetakan dari pasir cetak dilakukan pada sebuah
rangka cetak. Cetakan terdiri dari kup dan drag. Kup adalah cetakan yang terletak
di atas dan drag adalah cetakan yang terletak di bawah. Hal yang perlu
diperhatikan pada kup dan drag adalah penentuan permukaan pisah yang tepat.

Gambar 2. Proses pembuatan cetakan (Surdia, 1976: 94)

Rangka cetak yang dapat terbuat dari kayu ataupun logam adalah tempat
untuk memadatkan pasir cetak yang yang sebelumnya telah diletakkan pola di
dalamnya. Pada proses pengecoran dibutuhkan dua buah rangka cetak yaitu
rangka cetak untuk kup dan rangka cetak untuk drag. Proses pembuatan cetakan
dari pasir dengan tangan dapat dilihat pada gambar 2.
BAB III
PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Pelaksanaan praktikum pada mata kuliah ini di bagi menjadi:

1. Observasi benda kerja


2. Identifikasi ukuran
3. Sketch
4. Gambar benda kerja
5. Gambar pola sesuai dengan allowance yang diijinkan
6. Pembuatan pola sesuai gambar pola
7. Pembuatan rangka cetak
8. Pelaksanaan pengecoran
9. Evaluasi hasil cor-an
1. Observasi Benda Kerja
Dalam langkah ini yang dilakukan adalah mengobservasi benda kerja yang
bisa dan biasa di cor. Benda kerja yang dipilih adalah kebanyakan berasal dari
benda-benda automotif, kemudian dari benda kerja yang telah dipilih di laporkan
kepada dosen pengampu baik bapak Widi Widayat, S.T, M.T atau bapak
Shohihatur Rohman, S.Pd. Setelah melakukan observasi benda kerja akhirnya
dipilih benda kerja footstep dan dua benda kerja wajib berupa mandrel bertingkat
dan pully.
2. Identifikasi Ukuran

Dalam mengidentifikasi ukuran ini, yaitu adalah melakukan pengukuran


benda kerja baik benda kerja wajib maupun benda kerja pilihan. Ukuran yang di
ukur pada benda kerja adalah keseluruhan ukuran sehingga dapat diperoleh ukuran
yang valid atau benar, sehingga tidak terjadi kesulitan pada langkah selanjutnya.
3. Sketch
Sketch merupakan salah satu langkah yang penting dalam proses
pengecoran, karena dari hasil pengukuran yang telah dilakukan di masukkan
kedalam sketch benda kerja. Jadi luaran sketch yang dikeluarkan adalah berupa
gambar sederhana benda kerja beserta ukuran lengkapnya. Dalam sketch benda
kerja ini juga nantinya dijadikan sebagai acuan dalam mengerjakan langkah
selanjutnya yaitu menggambar benda kerja.
4. Gambar Benda Kerja
Dalam langkah menggambar benda kerja adalah mencantumkan sketch dan
ukuran kedalam gambar yang nantinya dijadikan landasan dalam mengidentifikasi
benda lebih mendalam lagi. Gambar kerja merupakan bahasa para teknisi karena
didalam benda kerja sudah tercantum ukuran-ukuran pada benda kerja asli.
Gambar benda kerja yang dibuat adalah gambar keseluruhan benda kerja berupa
baik gambar manual dan layout gambar menggunakan Auto CAD baik dua
dimensi dan tiga dimensi.
5. Gambar Pola Sesuai Dengan Allowance Yang Diijinkan
Gambar pola di gunakan sebagai gambar untuk membentuk pola cetakan
benda kerja, karena didalam gambar pola juga sama dengan gambar kerja yaitu
tercantum ukuran benda, bedanya antara gambar pola dan gambar kerja adalah
pada gambar pola ukuran yang dimasukkan kedalam gambar berupa ukuran yang
telah di tambahkan lebih atau allowance, sedangkan pada gambar kerja hanya
tercantum ukuran benda kerja sebenarnya tanpa di tambah allowance.
Table 1. Shrinkage Allowance (inch/ft)

Material Dimensi (ft) Shrinkage Allowance (inch/ft)


Besi cor abu-abu 0 s/d 2 0,125
2 s/d 4 0,105
Lebih dari 4 0,083
Baja cor s/d 2 0,251
2 s/d 6 0,191
Lebih dari 6 0,155
Aluminium s/d 4 0,155
4 s/d 6 0,143
Lebih dari 6 0,125
Magnesium s/d 4 0,173
lebih dari 6 0,155
6. Pembuatan Pola Sesuai Gambar Pola
Pembuatan pola sesuai gambar pola merupakan alat penting pada
pengecoran. Pola diperlukan untuk menghasilkan coran yang sama dengan benda
kerja yang dirancang. Sehubungan dengan hal tersebut, maka pola adalah tiruan
benda kerja yang mengandung beberapa modifikasi. Modifikasi yang dilakukan
antara lain penambahan kelebihan (addition of pattern allowances) dan dudukan
inti.
Pembuatan pola mandrel bertingkat dan pully memiliki tingkat kesulitannya
masing-masing, pembuatan mandrel bertingkat dengan menggunakan kayu
memiliki tingkat kesulitan yaitu benda yang panjangnya 150 mm membuat proses
pembuatan pada mesin bubut lebih memakan waktu yang lama, karena benda sulit
diatur untuk dapat berputar simetris dan juga pembuatan bubut tirus juga
memakan waktu karena harus melakukan beberapa kali setting mesin pada bagian
eretan lintang maupun bujur mesin, sedangkan pembuatan pola pully dengan
menggunakan kayu memiliki tingkat kesukaran pembuatan berupa harus
dibuatnya dudukan inti pada masing-masing ujung benda sehingga pada saat
pengecoran dapat langsung menaruh inti yang telah di siaokan sebelumnya.
7. Pembuatan Rangka Cetak
Rangka cetak dibuat untuk memudahkan dalam mencetak pola benda kerja
di dalam pasir. Rangka cetak berbentuk persegi dan berjumlah satu pasang (atas
bawah). Dalam rangka cetak juga dibuat dua kuping yang juga nantinya
berpasangan dengan rangka cetak yang satunya, maksud dari dibuatnya kuping
pada pinggiran rangka cetak adalah sebagai pengunci yang nantinya dapat
meminimalisir pergeseran rangka cetak sehingga akan berpengaruh pada benda
yang akan di cor.
Rangka cetak di buat dengan memaku dua sisi kayu dan dua sisinya lagi di
tempelkan menggunakan engsel. Pada engsel yang telah dibuat salah satu
engselnya di buat mati dan yang satunya lagi dibuat sebagai kunci yang nantinya
dapat membuka engsel pada saat cetakan sudah jadi, hal ini dilakukan guna
memudahkan dalam pembuatan benda kerja, karena cetakan pasir nantinya tidak
tersenggol dan rusak.
8. Pelaksanaan pengecoran

Dalam proses pengecoran, pola yang akan di cor di longgarkan dulu dari
pen yang ada di dalamnya, hal ini di maksudkan untuk dapat memudahkan dalam
pelepasan setelah nanti rangka cetak telah terisi pasir dengan penuh. Langkah
selanjutnya adalah menyiapkan rangka cetak, pasir cetak (pasir halus, pasir kasar,
dan pasir pengikat yang telah di campur dengan air), bedak, pipa pelubang untuk
jalur masuk dan jalur keluar, palu, papan.
 Pertama siapkan rangka cetak yang telah di alasi papan
 kemudian pasang pola benda kerja di dalam rangka cetak dan taburi bedak
secukupnya, diberi bedak adalah supaya benda mudah dilepaskan pada saat
rangka cetak telah selesai.
 Lalu tutupi dengan menggunakan pasir halus. Supaya bentuk kerataan

cetakan baik hasilnya.


 Tekan hingga dirasa cukup, kemudian masukkan pasir pengikat dan pasir
halus lalu tumbuk menggunakan palu hingga pasir mengepres dengan
cetakan. Setelah pasir mengepres dengan cetakan, maka cetakkan satu sisi
telah selesai.
 Balik cetakan tersebut dan letakan pasangan dari pola dan cetakan sesuai

pasangannya lalu kunci rangka cetak pada bagian kuping rangka cetak.
 Pada pola yang telah di gabung dalam cetakan taburkan kembali bedak
diatas pola benda kerja, dimaksudkan sama dengan yang sebelumnya beri
pipa untuk jalur masuk dan keluar aluminium cair, pipa yang berdiameter
kecil untuk jalur masuk dan pipa yang berdiameter besar untuk jalur keluar.
 Tutupi dengan pasir halus tekan kemudian diberi pasir basah dan pengikat
lalu pukul-pukul menggunakan palu, prinsipnya sama seperti langkah
sebelumnya, setelah pasir padat cabut pipa jalur masuk dan jalur keluar.
 Setelah itu buka kunci yang terikat di kuping rangka cetak, buka dan
keluarkan pola cetakan dari cetakan pasir. Untuk mengeluarkannya harus
hati-hati, jika tidak maka cetakan akan rusak dan mengulang dari langkah
awal kembali.
 Setelah dikeluarkan pola dari cetakan pasir selanjutnya adalah menutup atau
menyatukan kembali cetakan pasir tadi.
 Setelah cetakan pasir telah menyatu, buka rangka cetak dari samping engsel
pengunci tadi. Buka dengan hati-hati, jangan sampai merusak cetakan yang
sudah jadi. Cetakan pasir pun jadi dan siap untuk di masukan.
 Alumunium yang telah di cairkan dapat langsung di masukkan kedalam
cetakan pasir dengan sistem dua orang, satu orang membawa alumunium
cair, dan yang satunya lagi mengarahkan pada lubang masuk.
 Masukkan alumunium cair pada lubang masuk hingga cairan alumunium
tersebut keluar dari lubang keluar, setelah keluar maka pemberian
alumunium pun dihentikan.
 Selanjutnya tunggu hingga alumunium kembali mengeras, setelah
alumunium mengeras bongkar dengan cara merusak cetakan pasir. Tunggu
hingga dingin dan setelah dingin bersihkan benda coran dari sisa-sisa pasir
yang masih menempel kemudian sisihkan.
 Proses pengecoran pun telah selesai dan selanjutnya masuk pada proses
finishing.
9. Evaluasi hasil cor-an
Hasil cor-an yang baik adalah cor-an yang sempuna dan
menyerupai bentuk pola aslinya. Kesimetrisan hasil cor-an juga
berpengaruh pada benda kerja yang akan dibuat karena dapat
merubah ukuran yang sebenarnya. Hasil coran yang gagal terjadi
karena beberapa sebab, mungkin dari pola bendanya, sampai
kesalahan pada tahapan pengecoran cetakan pasir. Banyak
kesalahan-kesalahan kecil yang sering diabaikan, contohnya adalah
pada saat penuangan cairan alumunium, penuang panik sehingga
sebelum cairan keluar lewat lubang keluar, cairan alumunium
tersebut sudah kembali mengeras. Jumlah waktu antara cairan
alumunium kembali mengeras adalah sangat singkat, tidak
mencapai lima detik, oleh karena itu pada proses penuangan
haruslah tenang dan tidak tergesa-gesa sehingga hasil yang
diinginkan dapat terwujud.
BAB VI
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil cor-an yang baik adalah hasil cor-an yang menyerupai pola aslinya
dan tidak ada cacat suatu apapun. Hasil yang kurang memuaskan sering terjadi,
dan lebih banyak dibanding hasil yang sempurna. Hal ini terjadi karena dalam
proses pengecorannya masih banyak kesalahan-kesalahan yang terjadi, baik yang
di sengaja maupun tidak.
Benda yang kurang sempurna diantaranya adalah:

1. Banda tidak menyerupai bentuk asli pola


2. Terdapat bintik-bintik pada benda
3. Keropos pada benda
4. Benda tidak simetris
5. Kosong pada bagian dalam benda

1. Benda tidak menyerupai bentuk asli pola

Benda tidak menyerupai bentuk asli pola dapat terjadi karena tidak terisinya
cetakan secara penuh dan sesak. Hal ini dapat terjadi pada proses penuangan
alumunium. Ketidak siapan penuang alumunium cair kedalam cetakan menjadi
faktor utama, berkaitan dengan ketergesa-gesaan serta kepanikan yang dialami
oleh penuang menjadi faktor utama.
2. Terdapat bintik-bintik pada benda
Terdapatnya bintik-bintik pada benda disebabkan karena campuran
alumunium yang kurang baik (terdapat kotoran pada alumunium), proses
pencairan alumunium yang kurang, penuangan yang terhambat. Hal ini dapat
diminimalisir dengan cara mambersihkan bahan alumunium sebelum dicairkan,
mematangkan proses pencairan sampai alumunium meleleh dengan sempurna, dan
ketenangan dalam proses penuangan.
3. Keropos pada benda

Keropos pada benda dapat terjadi karena faktor udara dan pengisian cairan
alumunium. Hal ini terjadi karena pada saat penuangan bahan cair alumunium
kurang dan terlalu memaksakan untuk cairan segera keluar dari lubang keluar,
serta sebab adanya selah pada cetakan sehingga udara yang masuk banyak dan
menjadikan proses pengerasan cairan alumunium semakin cepat.
4. Benda tidak simetris

Ketidak simetrisan benda dapat terjadi karena kurang pasnya pemasangan


rangka cetak pada saat membuat cetakan pola. Hal ini dapat terjadi karena
pengunci cetakan berubah dan geser sehinggan cetakan pun ikut bergeser, dan
peletakan kembali rangka cetak setelah pola benda kerja dikeluarkan yang
mengakibatkan cetakan tidak pas. Sehingga pada saat penuangan cetakan miring
dan tidak simetris dengan pola pasangannya.
5. Kosong pada bagian dalam benda

Kekosongan pada bagian dalam benda ini terjadi karena kurangnya bahan
cairan alumunium sehingga di bagian dalam belum terisi dan bagian luar benda
cairan alumunium sudah mengeras. Hal ini bisa terjadi karena kurangnya dalam
pengambilan bahan cair alumunium, salah dalam teknik memasukkan cairan
alumunium kedalam cetakan pasir, hingga pengerasan yang terlalu cepat karena
udara yang masuk kedalam cetakkan terlalu besar.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Pengecoran logam adalah proses pembuatan benda dengan mencairkan
logam dan menuangkan ke dalam rongga cetakan. Proses ini dapat digunakan
untuk membuat benda-benda dengan bentuk rumit. Benda berlubang yang sangat
besar yang sangat sulit atau sangat mahal jika dibuat dengan metode lain, dapat
diproduksi masal secara ekonomis menggunakan teknik pengecoran yang tepat.
Pengecoran logam dapat dilakukan untuk bermacam-macam logam seperti,
besi, baja paduan tembaga (perunggu, kuningan, perunggu aluminium dan lain
sebagainya), paduan ringan (paduan aluminium, paduan magnesium, dan
sebagainya), serta paduan lain, semisal paduan seng, monel (paduan nikel dengan
sedikit tembaga), hasteloy (paduan yang mengandung molibdenum, khrom, dan
silikon), dan sebagainya.
Dalam proses pengecoran logam banyak hal yang harus diperhatikan agar
dapat meminimalisir kesalahan atau kegagalan yang mungkin terjadi, diantaranya
adalah pada saat pembuatan pola dari mulai pola berbentuk kayu persegi, hingga
pola bisa di gunakan sebagai dasar dalam membuat cetakan pasir, lalu pada saat
penuangan cairan alumunium, pencairan benda alumunium hingga mencair,
pembuatan cetakan menggunakan send casting
B. Saran
Saran untuk penyusun adalah dalam proses mata kuliah pengecoran logam
memang harus di bentuk strategi agar tidak kesulitan pada akhir pertemuan dalam
mata kuliah praktik pengecoran logam, kurangi kesalahan-kesalahan baik dalam
mata kuliah umum maupun praktik di lapangannya.
Saran untuk dosen adalah semoga setelah di adakan perkuliahan praktik
pengecoran logam, dapat di evaluasi lagi kekurangan dan kesalahan yang terjadi
hingga akhir pertemuan dari mata kuliah ini, sehingga dapat terjadi peningkatan
mutu pembelajaran dalam mata kuliah praktik pengecoran logam.
DAFTAR PUSTAKA

Tata surdia., Prof. Ir, M.Sc.Met dan Kenji Chijiiwa, Prof. Dr, Teknik
pengecoran logam, Jakarta, 1982.
Reinal Rachmavial,Ir.,MT.Met, Skripsi Pengaruh Perubahan sistem Saluran
Tuang Terhadap Produk Coran, Trisakti, Jakarta, 1997.
Hastono Reksotenejo., Ir, M.Sc.Eng.Met, Teknologi Cor Gravity Teori Dasar
dan Aplikasi, Jakarta, 1992.
Foundry technology by Beeley,
P.R Casting by ASM Handbook
Vol 15 Casting By John Campbell
High Performance Casting by Elihu F. Bradley

The Principle of Material Selection for Engeneering Design by L. Pat


mangonon
Alumunium Casting Technology by American Foundrymen’s Society,Inc
Manufacturing Engeneering And Technology by Serope Kalpakjian

Anda mungkin juga menyukai