Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN AKHIR

PENGENALAN LAPANGAN PERSEKOLAHAN II

DI SDN 02 MADIUN LOR

Disusun Oleh :

1. Syalma Eka Fitriani (1902101078)


2. Umi Nada Halim (1902101079)
3. Deni Saputra (1902101080)
4. Rico Ardiansyah (1902101081)
5. Kukuh Khoiruddin Hamzah (1902101082)
6. Fanny Fadhillah Al Faizal (1902101083)
7. Fiorennica Agustin (1902101085)
8. Bella Tri Arumsari (1902101086)
9. Fiina Nur Hayati (1902101087)
10. Irmawati Ayu Sudarno (1902101088)
11. Hudi Rizkianto (1902101089)
12. Dina Arina Lutfiana (1902101090)
13. Annisa Maulidina (1902101091)

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PGRI MADIUN

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga program Pengenalan Lapangan Persekolahan (PLP II) dan
penyusunan laporan ini dapat berjalan dengan lancar.Laporan ini disusun sebagai
pertanggung jawaban dari pelaksanaan PLP II yang telah berlangsung pada (tanggal berapa-
sampai tanggal berapa, bulan tahun) di SDN Ngegong. Dalam pelaksanaan PLP II sampai
dengan penyusunan laporan PLP banyak pihak yang telah membantu kelancaran pelaksanaan
kegiatan sehingga tak lupa penyusun menyampaikan terima kasih kepada:

1. Ibu Nur Samsiyah, S.Pd.SD., M.Pd selaku Dosen Pembimbing Lapangan(DPL) yang
telah memberikan bantuan, bimbingan dan masukan selama pelaksanaan PLP II di
SDN 02 Madiun Lor.
2. Bapak Mahfur Gunawan, S.Pd selaku Kepala Sekolah SDN 02 Madiun Lor yangtelah
memfasilitasi seluruh program PLP II kami.
3. Ibu Sisilia Ary Widianti, S.Pd selaku Koordinator PLPII SDN 02 Madiun Lor yang
telah memberikan bantuan dan mengkoordinasikan pelaksanaan PLP II kami.
4. Bapak dan Ibu guru SDN 02 Madiun Lor yang telah memberikan bantuandan
masukan kepada kami ketika praktik mengajar di kelas.
5. Orang tua dan keluarga yang selalu memberikan dukungan moral dan material kepada
kami.
6. Rekan-rekan mahasiswa PLP II di SDN 02 Madiun Lor yang telah bekerja
samamelaksanakan seluruh program PLP II dengan semangat kekeluargaan.
7. Semua pihak yang telah mendukung dan membantu pelaksanaan PLP II di SDN 02
Madiun Lor yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penyusun sadar bahwa banyak sekali kekurangan dalam melaksanakanprogram-program


PLP II, semoga kontribusi ini memberi manfaat bagi SDN 02 Madiun Lor.

Madiun, 20 Desember 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul..................................................................................................................... i

Kata Pengantar..................................................................................................................... ii

Daftar Isi.............................................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................... 1

A. Latar Belakang......................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................... 2
C. Tujuan Penelitian..................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................... 4

A. Kegiatan Pembelajaran Abad 21 di Sekolah........................................................... 4


B. Problem-Based Learning (Konsep Ideal Model Pembelajaran untuk
Peningkatan Prestasi Belajar dan Motivasi Berprestasi) sebagai
Alternatif Pembelajaran di SDN 02 Madiun Lor..................................................... 6
C. Pembelajaran Berbasis HOTS di SDN 02 Madiun Lor........................................... 11

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pengenalan lapangan Persekolahan (PLP) merupaka proses pengamatan atau
observasi dan pemagangan yang dilaksanakan oleh mahasiswa untuk mempelajari aspek
pembelajaran dan pengelolaan Pendidikan di satuan pendidikan. Program ini
memberikan pengenalan kepada calon pendidik agar dapat menerapkan segala teori
pengetahuan, keterampilan, dan wawasan yang diperoleh dari mata kuliah yang telah
diajarkan dan dipraktikan secara langsung dalam kelas yang sesungguhnya.Pelaksanaan
PLP ini memiliki sasaran dalam kegiatan yang terkait dengan pembelajaran maupun
kegiatan yang mendukung berlangsungnya pembelajaran.
Sebagai calon pendidik atau tenaga kependidikan yang sesuai dengan UU Guru dan
Dosen nomor 14 tahun 2005, guru dituntut untuk memiliki sejumlah kompetensi
diantaranya, kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi professional,
serta kompetensi sosial. Sedangkan dalam pelaksanaan pengenalan lapangan
persekolahan (PLP) standar kompetensi yang harus dipenuhi oleh mahasiswa yakni,
mahasiswa dapat memahami karakteristik peserta didik, mahasiswa dapat menguasai
bidang studi, menguasai metodologi pembelajaran yang mendidik, dan memiliki empat
kompetensi sebagai guru yang terdapat dalam undang-undang Guru dan Dosen nomor 14
tahun 2005.
Kegiatan PLP ini dilaksanakan di SDN 02 Madiun Lor KecamatanManguharjo Kota
Madiun. Kegiatan PLP yang dilaksanakan di SD tersebutmencakup penyusunan
perangkat persiapan pembelajaran, praktik mengajarterbimbing, menyusun dan
mengembangkan media pembelajaran, menerapkaninovasi pembelajaran, ujian praktik
mengajar, serta kegiatan-kegiatan lainseperti melaksanakan pembuatan mading,
pelaksanaan kegiatan senambersama, dan lain sebagainya.
Dengan dilaksankannya program PLP diharapkan dapat memberikan dampak yang
bermakna untuk semua pijhak yang terkait, baik pada mahasiswa, sekolah, dan siswa-
siswi di tempat pelaksanaan kegiatan tersebut terlaksana, sehingga dapat meningkatkan
dan mengembangkan tugas dan fungsinya masing-masing.

1
PLP II tidak hanya kegiatan mengajar yang harus ditempuh oleh mahasiswa, tetapi
juga menyangkut kemampuan berpartisipasi membangun atau mengembangkan potensi
pendidikan dimana ia praktik. Partisipasi dapat berupa peran aktif dalam kegiatan-
kegiatan yang ada di sekolah.

B. Rumusan
1. Bagaimana kegiatan pembelajaran abad-21 di SDN 02 Madiun Lor?
2. Bagaimana implementasi Problem Based Learning di SDN 02 Madiun Lor ?
3. Bagaimana pembelajaran berbasis HOTS di SDN 02 Madiun Lor ?
4. Bagaimana pembuatan perangkat pembelajaran Mahasiswa PLP 2 di SDN 02
Madiun Lor ?

C. Tujuan
Dalam program Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Pengenalan Lapangan Persekolahan
(PLP) merupakan suatu program yang memberikankesempatan kepada calon seorang
guru untuk berlatih secara bertahap dansistematis dalam mengenal tugas di lapangan dan
menerapkan berbagai pengetahuan keterampilan, wawasan serta nilai yang dikuasai.
Pembentukankemampuan keguruan pada dasarnya tidak dapat dilakukan
denganpenguasaan teoritis saja, akan tetapi harus diaplikasikan dalam bentuk
praktik.Adapun tujuan praktik pengenalan lapangan persekolahan, antara lain:
1. Tujuan Umum
Pengenalan lapangan persekolahan (PLP) dilaksanakan oleh mahasiswa program
studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD).Praktik dapat direncanakan dan
diprogramkan dengan tujuan untuk menciptakan pribadi calon guru yang memiliki
seperangkat pengetahuan, keterampilan, nilai, serta pola tingkah laku yang sesuai
dan diperlukan oleh profesi keguruan yang terampil mengajar dan memahami
keseluruhan sistem pendidikan serta permasalahan persekolahan. Untuk menunjang
profesionalitas guru, maka seorang guru dituntut memiliki empat kompetensi,
seperti:
a. Kompetensi Pedagogik
b. Kompetensi Profesional
c. Kompetensi Kepribadian
d. Kompetensi Sosial

2
Keempat kompetensi tersebut merupakan materi pokok dalam kegiatan
Pengenalan Lapangan Persekolahan (PLP).Kompetensi itulah yang harus dilatih
secara intensif dan terpadu kepada mahasiswa calon guru atau pendidik.

2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari Pengenalan Lapangan Persekolahan (PLP) adalah untuk
melatih calon guru agar mendapatkan pengalaman nyata di sekolah tentang teknik-
teknik mengajar serta seluruh kegiatan yang berkaitan dengan
persekolahan.Pengenalan Lapangan Persekolahan (PLP) ini juga berguna untuk
mengembangkan kemandirian mahasiswa sebagai guru sampai merasa yakin dan
mantap dalam mengambil alih kegiatan pembelajaran serta untuk meningkatkan
pengetahuan dan pemahaman mahasiswa tentang peserta didik dan kesempatan
dalam memanfaatkan pengetahuan tersebut pada pembelajaran dan pengolahan
kegiatan pembelajaran. Dengan demikian diharapkan para lulusan FKIP siap terjun
dalam pendidikan khususnya dalam proses kegiatan belajar mengajar.
a. Untuk mahasiswa
Manfaat Pengenalan Lapangan Persekolahan (PLP) bagimahasiswa itu
sendiri yaitu agar dapat mengetahui serta melaksanakanlangsung tugas-tugas
sebagai seorang guru dan mendapat pengalamanyang belum didapatkan selama
menempuh pendidikan diperkuliahan.
b. Untuk Universitas PGRI Madiun
Sasaran yang ingin dicapai dengan adanya program PLP II yang
diselenggarakan oleh kampus adalah membentuk dan mewujudkan pribadi calon
guru yang memiliki seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan nilai serta pola
tingkah laku yang diperlukan bagi keguruan atau kependidikan yang dapat
digunakan secara tepat dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran
untuk dunia pendidikan di Indonesia.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. KEGIATAN PEMBELAJARAN ABAD 21 DI SEKOLAH


1. Pembelajaran Berbasis TPACK
Abad 21 ditandai dengan perubahan luar biasa dalam berbagai sisi kehidupan
manusia.Alfin Toffler menyebutnya dengan masyakat gelombang ketiga (the third
wave society) dan John Naisbit menyatakan dengan istilah masyarakat informasi
(information society).Perubahan dunia yang demikian cepat harus diiringi oleh praktik
pendidikan yang relevan dengan tuntutan perubahan tersebut. Pada tahun 2009,
sebuah laporan dengan judul “Learning for the 21st Century” mempublikasikan
“Framework for 21st Century Learning” yang menjelaskan tentang empat kompotensi
atau bidang yang harus dikuasai oleh peserta didik yang meliputi “1) core subject and
21st century themes, 2) learning and innovative skills, 3) information, media and
technology skills and 4) life and career skills” (Marzano & Heflebower, 2012:3).
Empat kompetensi yang disebut sebagai kerangka pembelajaran abad 21 merupakan
upaya untuk menyelaraskan praktik pendidikan dengan tuntutan zaman.
Sejalan dengan hal tersebut, Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan/Kemdikbud RI telah menetapkan Permendikbud nomor
23 tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti yang menjadi dasar dari Gerakan
Literasi Sekolah. Gerakan Literasi Sekolah meliputi lima aspek yaitu “1) basic
literacy, 2) library literacy, 3) media literacy, 4) technology literacy and 5) visual
literacy”. Terkait dengan pembelajaran berdasarkan Kurikulum 2013, dalam
Permendikbud nomor 22 tentang Standar Proses dijelaskan bahwa ada dua prinsip
pembelajaran dalam Kurikulum 2013 yang relevan dengan perkembangan global
yaitu pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi
dan efektivitas pembelajaran dan penyediaan berbagai sumber belajar dan media
pembelajaran terutama media dan sumber belajar berbasis ICT/Multimedia. Dari
uraian di atas terlihat bahwa regulasi pelaksanaan pembelajaran di Indonesia sudah
mengikuti perkembangan yang ada di dunia.
TPACK menjadi alat dan cara yang efektif untuk menggali kemampuan guru
dalam hal penguasaan teknologi dan kemampuan mereka dalam menggunakan

4
teknologi dalam pembelajaran. Demikian juga dengan penelitian Ersan (2016) yang
TPACK (Technological, Pedagogical, Content Knowledge) dicetuskan pertama kali
oleh Shulman (1987) tentang TPACK yang menjelaskan mengenai pemahaman guru
tentang teknologi pendidikan dan interaksi PCK satu dengan yang lain untuk
menciptakan pembelajaran yang efektif menggunakan teknologi. Dalam model ini,
terdapat tiga komponen utama mengenai pengetahuan guru: konten, pedagogi, dan
teknologi. Konsepsi TPACK dijelaskan di sini telah berkembang dari waktu ke waktu
dan melalui serangkaian publikasi, dengan deskripsi paling lengkap dari kerangka
yang ditemukan di Mishra & Koehler (2006) dan publikasi berikutnya oleh Koehler &
Mishra (2008:62).
Technology, Pedagogy, and Content Knowledge (TPACK).TPACK adalah bentuk
pengetahuan yang meliputi tiga komponen utama yaitu konten, pedagogi, dan
teknologi.Pengetahuan teknologi konten pedagogis adalah pemahaman yang muncul
dari interaksi antara konten, pedagogi, dan teknologi pengetahuan.TPACK adalah
dasar pengajaran yang benar-benar bermakna dan sangat terampil dengan teknologi,
ini berbeda dari pengetahuan tentang tiga konsep secara individual. Sebaliknya,
TPACK adalah dasar dari mengajar yang efektif dengan teknologi, memerlukan
pemahaman tentang representasi dari konsep-konsep yang menggunakan teknologi;
teknik pedagogis yang menggunakan teknologi dalam cara yang konstruktif untuk
mengajarkan materi/konten; pengetahuan tentang apa yang membuat konsepkonsep
sulit atau mudah untuk belajar dan bagaimana teknologi dapat membantu
memperbaiki beberapa masalah yang dihadapi siswa; pengetahuan siswa dan teori-
teori Epistemologi; dan pengetahuan tentang bagaimana teknologi dapat digunakan
untuk membangun pengetahuan untuk mengembangkan metode/cara-cara baru atau
memperkuat yang lama.
Guru profesional harus memiliki kompetensi TPACK yang memadai karena
TPACK berada dalam ranah empat kompetensi utama seorang guru yang meliputi
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi
profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi (UU Nomor 14 tahun 2005
Pasal 10). Apalagi jika dikaitkan dengan tren pendidikan global seperti “Framework
21st century learning”, lalu pengintegrasian “4C” dalam pembelajaran yaitu
Communication, Collaboration, Creativity dan Critical Thinking. Marzano &
Heflebower (2012:3- 4) dalam bukunya yang berjudul “Teaching & Assessing 21 st
Century Skills” menjelaskan bahwa ada empat aspek atau bidang yang harus dimiliki
5
oleh seorang lulusan sekolah, yaitu: 1) Subjek dan tema inti, 2) Keterampilan
pembelajaran dan inovasi, 3) Keterampilan informasi, media dan teknologi, 4)
Kecakapan hidup dan karier. Tentunya, hal tersebut harus dimulai dari sisi guru
sebagai fasilitator pembelajaran.Oleh sebab itu, pola pengembangan kompetensi guru
dengan istilah “TPACK” merupakan sebuah jalan cerdas untuk menjamin
terlaksananya pembelajaran sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi.
Sebelum melakukan program-program pemberdayaan dan pengembangan
kompetensi guru, maka diperlukan sebuah penelitian untuk mengetahui dan
menganalisis kondisi ‘TPACK” guru yang akan menjadi landasan perumusan
kebijakan selanjutnya.Penerapan pembelajaran berbasis TPACK sudah diterapkan
pada SDN 02 Madiun Lor. Yang mana dalam pembelajaran berbasis TPACK
diterapkan melalui cara menggunakan laptop, LCD dan speaker aktif. Setiap
pembelajaran dari kelas rendah sampai tinggi penggunaan TPACK memang mash
perlu peningkatan dan perbaikan agar setiap siswa bisa memahami apa yang
disampaikan oleh guru. Mulai dari menariknya media yang digunakan kemudian
pengembangan media tersebut dapat membuat siswa tertarik ketika pembelajaran
berlangsung.Untuk itu, kemampuan guru dalam menguasai teknologi harus
ditingkatkan dan dikembangkan lagi agar bisa menciptakan suasana pembelajaran
yang dulu penggunaan teknologi masih pasif dan kedepannya guru harus
menggabungkan antara materi pembelajaran dengan media teknologi yang sudah
berkembang.

B. PROBLEM-BASED LEARNING (Konsep Ideal Model Pembelajaran untuk


Peningkatan Prestasi Belajar dan Motivasi Berprestasi) sebagai Alternatif
Pembelajaran di SDN 02 Madiun Lor
1. Model Pembelajaran
Sebelum mengulas apa itu PBL, sedikit akan dijelaskan mengenai model
pembelajaran dalam pendidikan serta perbedaan antara pendekatan, metode, dan
strategi pembelajaran, karena semuanya tersebut saling terkait. Pendekatan
pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap
proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses
yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi,
menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu.
Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (a)
6
Pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student
centered approach); (b) Pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat
pada guru (teacher centered approach). (Achmad, 2008)
Selanjutnya metode pembelajaran dijabarkan ke dalam teknik dan gaya
pembelajaran. Dengan demikian, teknik pembelajaran dapat diartikan sebagai cara
yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik.
Misalkan, penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah siswa yang relatif
banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbeda
dengan penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah siswanya terbatas.
Demikian pula, dengan penggunaan metode diskusi, perlu digunakan teknik yang
berbeda pada kelas yang siswanya tergolong aktif dengan kelas yang siswanya
tergolong pasif. Dalam hal ini, guru pun dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam
koridor metode yang sama. (Achmad, 2008). Salah satu contoh metode yang biasa di
gunakan dalam proses pembelajaran di dunia pendidikan kita antara lain lain adalah
metode diskusi. Metode diskusi adalah cara pembelajaran dengan memunculkan
masalah. Metode diskusi ini sering dipertukarkan dalam penggunaannya dengan
metode tanya jawab. Dalam diskusi dapat saja muncul pertanyaan, tetapi pertanyaan
tersebut tidak direncanakan terlebih dahulu.Dalam diskusi terjadi menukar gagasan
atau pendapat untuk memperoleh kesamaan pendapat. (Amiruddin, 2009) Salah satu
contoh metode yang biasa di gunakan dalam proses pembelajaran di dunia
pendidikan kita antara lain lain adalah metode diskusi. Metode diskusi adalah cara
pembelajaran dengan memunculkan masalah. Metode diskusi ini sering
dipertukarkan dalam penggunaannya dengan metode Tanya jawab.Dalam diskusi
dapat saja muncul pertanyaan, tetapi pertanyaantersebut tidak direncanakan terlebih
dahulu.Dalam diskusi terjadi menukargagasan atau pendapat untuk memperoleh
kesamaan pendapat.(Amiruddin, 2009)
Metode lain yang meski dalam era sekarang ini banyak dikatakan sebagai metode
yang sudah ketinggalan jaman, namun mau tidak mau akan secara otomatis
digunakan oleh seoarang pendidik dalam melaksanakan proses pembelajaran. Metode
tersebut adalah metode ceramah.Metode ceramah adalah metode penyampaian bahan
pelajaran secara lisan. Metode ini banyak dipilih guru karena mudah dilaksanakan
dan tidak membutuhkan alat bantu khusus serta tidak perlu merancang kegiatan siswa
(Amiruddin, 2009). Metode Ceramah lazim digunakan dalam model pembelajaran
kovensional. Menurut Djamarah (1996) metode pembelajaran konvensional adalah
7
metode pembelajaran tradisional atau disebut juga dengan metode ceramah, karena
sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru
dengan anak didik dalam proses belajar dan pembelajaran. Dalam pembelajaran
sejarah metode konvensional ditandai dengan ceramah yang diiringi dengan
penjelasan, serta pembagian tugas dan latihan.
1. Problem-Based Learning (PBL)
Pembelajaran berbasis masalah (Problem-based learning), disingkat PBL di
SDN 02 Madiun Lor pada kelas atas (4-5), merupakan salah 10 satu model
pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa.
PBL adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan
suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat
mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan
sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah (Ward, 2002;
Stepien, dkk.,1993 dalam www.lubisgrafura.wordpress.com). Pembelajaran
berbasis masalah (Problem-based learning) merupakan salah satu model
pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa.
PBL adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk
memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiahsehingga siswa
dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan denganmasalah tersebut dan
sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkanmasalah. Pada penerapannya
di di SDN Ngegong pada kelas atas (4-5),materi yang diterapkan dalam PBL ini
yakni pelajaran IPA dimana siswadiminta untuk mendengarkan dan memahami
apa yang diajarkan olehguru, kemudian guru memberi penugasan/latihan soal
untuk dipecahkanbersama-sama.
2. Karakteristik Metode Problem-Based Learning
I Wayan Dasna dan Sutrisno, Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang,
(www,lubisgrafura.wordpress.com) berpendapat bahwaPBL memiliki
karakteristik-karakteristik sebagai berikut: (1) Belajardimulai dengan suatu
masalah; (2) Memastikan bahwa masalah yangdiberikan berhubungan dengan
dunia nyata siswa/mahasiswa; (3)Mengorganisasikan pelajaran diseputar masalah,
bukan diseputar disiplinilmu; (4) Memberikan tanggung jawab yang besar kepada
pebelajar dalammembentuk dan menjalankan secara langsung proses belajar
merekasendiri; (5) Menggunakan kelompok kecil; (6) Menuntut pebelajar

8
untukmendemontrasikan apa yang telah mereka pelajari dalam bentuk
suatuproduk atau kinerja.
Lebih lanjut Dasna menyimpulkan bahwa pembelajaran dengan model PBL
dimulai oleh adanya masalah (dapat dimunculkan oleh siswaatau guru), kemudian
siswa memperdalam pengetahuannya tentang apayang mereka telah ketahui dan
apa yang mereka perlu ketahui untukmemecahkan masalah tersebut. Siswa dapat
memilih masalah yangdianggap menarik untuk dipecahkan sehingga mereka
terdorong berperanaktif dalam belajar.
Masalah yang dijadikan sebagai fokus pembelajaran dapatdiselesaikan siswa
kelas atas SDN 02 Madiun Lor melalui kerja kelompoksehingga dapat memberi
pengalaman pengalaman belajar yang beragampada siswa seperti kerjasama dan
interaksi dalam kelompok, disampingpengalaman belajar yang berhubungan
dengan pemecahan masalah sepertimembuat hipotesis, merancang percobaan,
melakukan penyelidikan,mengumpulkan data, menginterpretasikan data, membuat
kesimpulan,mempresentasikan, berdiskusi, dan membuat laporan. Keadaan
tersebutmenunjukkan bahwa model PBL dapat memberikan pengalaman
yangkaya kepada siswa. Dengan kata lain, penggunaan PBL dapatmeningkatkan
pemahaman siswa tentang apa yang mereka pelajarisehingga diharapkan mereka
dapat menerapkannya dalam kondisi nyatapada kehidupan sehari-hari.
3. Pengaruh Metode Problem-Based Learning TerhadapPeningkatan Aspek-Aspek
Psikologis Siswa (PrestasiBelajar Dan Motivasi Berprestasi)
Hasil belajar adalah seluruh kecakapan dalam segala hal yangdiperoleh
melalui proses belajar mengajar di sekolah yang dinyatakandengan angka dan
diukur dengan menggunakan tes hasil belajar (Briggsdalam leslie, 1979). Senada
dengan pendapat tersebut, Adkinsmendefinisikan hasil belajar sebagai
kemampuan yang dapat diukur secaralangsung dengan tes. (dalam Dorothy C
Adkins, 1974). SedangkanSudjana menyatakan bahwa hasil belajar adalah
kemampuan-kemampuanyang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman
belajarnya.(Sudjana,1995).
Dapat disimpulkan bahwa Hasil belajar yang dicapai oleh siswaditunjukkan
oleh perubahan-perubahan dalam bidang pengetahuan,pemahaman, keterampilan,
analisis, sintesis, tes serta nilai dan sikap.Adanya perubahan itu tercermin dalam
prestasi belajar yang diperolehsiswa.Salah satu aspek kognitif yang dapat diukur
adalah Prestasi HasilBelajar Menurut Winkel (1989) suatu bukti dari keberhasilan
9
dan usahayang dicapai adalah prestasi.Suryabrata (1993) menyatakan
bahwaprestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai seseorang dalam
belajar.Prestasi belajar ini dinyatakan dalam nilai rapor atau indeks prestasi
yangdiperoleh berdasarkan hasil pengukuran proses belajar. Menurut
Chaplin(1981) prestasi belajar merupakan keberhasilan yang bersifat khususdalam
melakukan tugas belajar atau merupakan tingkat penguasaantertentu dalam
menjalankan tugas belajar atau tugas akademik di sekolah.
Prestasi belajar dikumpulkan lewat tes prestasi sebagai hasil akhirdari sebuah
pembelajaran.Sebuah temuan mendeskripsikan bahwa metodePBL lebih Efektif
digunakan dalam sebuah pembelajaran yang diterapkankepada anak didik
dibandingkan dengan metode yang tradisional (metodeceramah dan tanpa
melibatkan keaktifan dan kreatifitas anak didik dalammemperoleh bahan
ajar).Model PBL menuntut siswa untuk belajar aktif,menuntut pembelajar mampu
memecahkan masalah yang dibuatpengajarnya ataupun masalah yang di uat oleh
pembelajar sendiri.hal iniakan memacu prestasi dan hasil belajar pembalajar
secara efektif. Sepertitelah disebutkan bahwa Penerapan metode pemebelajaran
dengan modelPBL (Problem based learning) mempunyai efek pada
kognitif.Selainmempunyai efek pada kognitif, PBL juga mempengaruhi
motivasi(Subramaniam, 2006).
Menurut Atkinson (1992) motivasi berprestasi mempunyai kecenderungan
seseorang mengadakan reaksi untuk mencapai tujuandalam suasana kompetisi
demi mencapai atau melebihi ukuran yang lebihbaik dari sebelumnya.Mc Clelland
(1981) menyatakan bahwa dalammotivasi berprestasi itu berarti kecenderungan
berprestasi dalammenyelesaikan suatu aktivitas atau pekerjaan dengan usaha yang
aktifsehingga memberikan hasil yang terbaik.Kebutuhan berprestasi (N-Ach)
tercermin dari perilaku individu yang selalu mengarah pada suatu
standarkeunggulan (standar of exellence).
Dari karakteristik model pembelajranPBL, yang telah ditarangkan di atas,
yaitu dimulai oleh adanya masalah(dapat dimunculkan oleh siswa atau guru),
kemudian siswa memperdalampengetahuannya tentang apa yang mereka telah
ketahui dan apa yangmereka perlu ketahui untuk memecahkan masalah tersebut.
Siswa dapatmemilih masalah yang dianggap menarik untuk dipecahkan
sehinggamereka terdorong berperan aktif dalam belajar.Hal ini
merangsangseseorang untuk mengadakan reaksi untuk mencapai tujuan dalam
10
suasanakompetisi demi mencapai sesuatu.Sehingga diasumsikan bahwa
modelpembelajaran PBL ini mempunyai kontribusi yang positif
dalammeningkatkan motivasi berprestasi.

C. Pembelajaran Berbasis Hots Di SDN 02 Madiun Lor Kota Madiun


Pentingnya optimalisasi kemampuan berfikir dalam pembelajaran didasarkan
adanya kenyataan bahwa sebagian siswa tidak mampu menghubungkan antara apa yang
mereka pelajari di kelas/di sekolah dengan bagaimana pemanfaatannya dalam kehidupan
nyata. Pembelajaran di sekolah dasar selama ini cenderung menekankan pada aspek
hafalan semata, tanpa diikuti dengan pemahaman dan pengertian yang mendalam.
Dengan kata lain, pembelajaran yang telah siswa lakukan seolah-olah tidak sama atau
terpisah dari kehidupan nyata sehingga menjadikan pembelajaran tersebut tidak
bermakna karena mereka tidak dapat menerapkan apa yang telah mereka pelajari apabila
dihadapkan pada situasi berbeda yang mereka temui di luarkelas/sekolah.
Berdasarkan pengamatan dan studi pendahuluan selama proses pembimbingan PLP
tentang kondisi keterampilan berfikir, didapati bahwa pembelajaran di sekolah dasar
yang ada menunjukan kurang menuntut keterampilan berfikir siswa atau berada pada
daerah Lower Order Thingking Skills (LOTS). Pola belajar LOTS hanya akan menuntut
siswa untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan faktual yang alternative jawabannya hanya
satu dan biasanya jawaban tersebut berupa sesuatu yang dapat ditemukan langsung di
buku atau hapalan. Metode dan pola pembelajaran yang dominan LOTS, pada
perkembangan selanjutnya akan memposisikan siswa sebagai objek belajar pasif. Pada
posisi ideal siswa di tempatkan sebagai subjek belajar aktif, bukan objek pembelajaran
pasif. Pada proses pembelajaran siswa perlu diberi kesempatan untuk membangun
pengetahuan dan pemahaman baru dari pengalaman yang nyata dan bukan memproduksi
ulang pengetahuan. Siswa diajak menggunakan berbagai sumber belajar, yang
ditekankan kepada pengalaman belajar serta pemahaman yang mendalam.Kondisi
pembelajaran yang ada umumnya hanya membiasakan siswa untuk bersikap pasif dalam
menerima fakta, informasi dan materi dari guru tanpa banyak menuntut berfikir.
Gejala ini nampak pada gaya belajar sebagian besar siswa sekolah dasar.
Menggagas Pembelajaran HOTS Pada Anak Usia Sekolah Dasar memberikan pilihan
alternative dalam proses pembelajaran guna mengoptimalisasi potensi dan kemampuan
siswa. Implementasi kurikulum 2013 untuk sekolah dasar menghendaki ada dan
terciptanya pembelajaran yang lebih sesuai dengan tuntutan zaman, dimana telah terjadi
11
pergerseran paradigma belajar abad 21 dalam hal informasi, komputasi, otomasi dan
komunikasi. Di pendidikan dasar hal ini di legalisasi dengan di terbitkannya
Permendikbud nomor 65 tentang standar kompetensi lulusan dan standar isi yang
menyatakan bahwa prinsip pembelajaran yang digunakan dari pembelajaran parsial
menuju pembelajaran terpadu.Hal ini dipertegas dengan di terbitkannya Permendikbud
67 tentang kerangka dasar dan struktur kurikulum yang menyatakan bahwa “Pelaksanaan
Kurikulum 2013 pada SD/MI dilakukan melalui pembelajaran dengan pendekatan
tematik-terpadu dari Kelas I sampai Kelas VI.”
Berdasarkan pemaparan latar belakang pemahaman tersebut, bahwa pendekatan
tematik-terpadu dalam pembelajaran ini dapat di implementasikan dalam pembelajaran
dengan pola HOTS. Mengacu pada pemaparan tentang alur berfikir, manfaat dan pola
belajar tematik terpadu maka guru perlu menggagas pembelajaran yang mampu
mengoptimalisasi kemampuan berfikir siswa salah satunya dengan HOTS. Menjadi suatu
keharusan anak usia sekolah dasar saat ini mampu belajar berfikir (learn to think) dan
bagaimana belajar (how to learn) melalui pengalaman belajarnya (learning experience).
Menurut Sukmadinata (2004:101) pembelajaran adalah upaya untuk mengembangkan
potensi, kecakapan, dan kepribadian siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Johnson
(dalam Oliva, 1992:10) yang menyatakan (instruction) as the interaction between a
teaching agent and one or more individuals intending to learn
Hamalik (2000:57) mendefinisikan pembelajaran sebagai suatu kombinasi yang
tersusun meliputi unsur-unsur manusia, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur
yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran pada dasarnya
adalah proses penambahan informasi dan kemampuan baru. Ketika kita berpikir
informasi dan kemampuan apa yang harus dimiliki oleh siswa, maka pada saat itu juga
kita semestinya berpikir strategi apa yang harus dilakukan agar semua itu dapat tercapai
secara efektif dan efisien. Ini sangat penting untuk dipahami, sebab apa yang harus
dicapai akan menentukan bagaimana cara mencapainya. Kemampuan belajar berfikir
(learn to think) dan bagaimana belajar (how to learn) melalui pengalaman belajarnya
(learning experience) merupakan upaya kompleks yang harus dilakukan oleh siswa.
Pembelajaran di SD saat ini lebih menekankan pada penggunaan Lower Order Thingking
Skills (LOTS) atau kemampuan berpikir tingkat rendah yang hanya mampu menjawab
pertanyaanpertanyaan faktual yang alternatif jawabannya hanya satu dan biasanya
jawaban tersebut berupa sesuatu yang dapat ditemukan langsung di buku atau hapalan,
seperti pertanyaan Siapa?Kapan? Dimana?.
12
Hal ini kurang sejalan dengan tujuan dan prinsip pembelajaran tematik terpadu
(Suhaya, 2014), namun bukan berarti kemampuan berfikir tingkat rendah ini harus
dihilangkan.Kemampuan berfikir tingkat rendah ini harus di kembangkan karena
kemampuan berpikir tingkat rendah merupakan perantara untuk mencapai kemampuan
berpikir yang lebih tinggi.Higher Order Thinking Skills (HOTS) atau keterampilan
berpikir tingkat tinggi adalah kemampuan berpikir dan bernalar untuk menjawab
pertanyaanpertanyaan yang rumit dan atau memecahkan suatu kasus atau masalah.
Keterampilan ini perlu dilatihkan sejak usia sekolah dasar agar siswa terbiasa dengan
cara berpikir tingkat tinggi yang akan menjadi modal pada jenjang pendidikan
berikutnya. Kemampuan berpikir tingkat tinggi juga membuat siswa mampu
menyampaikan gagasan secara argumentatif, logis, dan percaya diri, baik secara tertulis,
lisan, dan tindakan.
Kata kunci pertanyaan untuk melatih berpikir tingkat tingi antara lain: mengapa?
bagaimana caranya? berikan alasan! dengan cara apa? Harus bertindak bagaimana?
seandainya? dan lain-lain. Pada pembelajaran di sekolah, guru biasanya hanya
mengajarkan materi sesuai dengan konvensional.Sementara itu, pembelajaran abad 21
tidak hanya menuntut siswa memahami konten materi tapi lebih mengarah kepada HOTS
(Kivunja, 2014; Motallebzadeh, Ahmadi, & Hosseinnia, 2018).Hal ini membuat
penelitian tentang HOTS ini menjadi penting dikarenakan masih rendahnya HOTS siswa
yang ada di jenjang sekolah dasar.Masalah ini sebenarnya sudah sejak lama, tetapi baru
mulai menjadi fokus para guru dan peneliti semenjak diberlakukannya kurikulum 2013
dan Ujian nasional dengan komposisi soal HOTS yang banyak.Tujuan dari penelitian ini
tentunya untuk mencari solusi peningkatan HOTS siswa SD yang rendah.

13

Anda mungkin juga menyukai