Anda di halaman 1dari 15

PEMBELAJARAN SOSIAL DAN EMOSIONAL

Pengantar.

Dalam modul 2.1, Bapak/ Ibu belajar bagaimana mendesain pengalaman belajar dan
lingkungan belajar dengan menanggapi atau merespon kebutuhan belajar murid agar murid
dapat mencapai tujuan pembelajarannya. Dalam modul 2.2 ini, Bapak/Ibu akan belajar
bagaimana menciptakan pengalaman dan lingkungan belajar yang memperhatikan
kebutuhan sosial dan emosional murid.

Mengapa PSE semakin mendesak untuk kita terapkan dan praktikkan? Kita tentu
memahami serta menyadari pentingnya perkembangan murid secara holistik;  bukan hanya
intelektual, tetapi juga fisik, emosional, sosial, dan karakter. Meningkatnya jumlah kasus
perundungan, tawuran, penyalahgunaan obat-obatan terlarang, pernikahan usia dini dan
kehamilan di bawah usia, murid  yang memiliki motivasi belajar  rendah hingga putus
sekolah, murid dengan gangguan emosional seperti stres, kecemasan, depresi, bahkan
kasus bunuh diri pada usia remaja, menunjukkan masih lemahnya perkembangan sosial
dan emosional para murid kita. Maka, pembelajaran yang dapat menumbuhkan kompetensi
sosial dan  emosional murid adalah sebuah urgensi dalam proses pendidikan kita. 

Sebagai pendidik dan tenaga kependidikan yang memilih untuk menjadi pendidik, yang
mendampingi murid di sekolah sepanjang hari, kita patut memikirkan bagaimana menuntun
mereka untuk mencapai kodratnya, bagaimana membimbing mereka agar dapat
mengeksplorasi dan mengaktualisasikan seluruh potensi dalam dirinya setinggi-tingginya,
baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat, hingga dapat mencapai
keselamatan dan kebahagiaannya.

Di sinilah letak urgensi PSE untuk mendorong tumbuh kembang murid secara holistik.
Pembelajaran yang mampu menciptakan pengalaman belajar bagi murid untuk
menumbuhkan dan melatih lima Kompetensi Sosial dan Emosional (KSE), yaitu: kesadaran
diri, manajemen diri, kesadaran sosial, keterampilan berelasi, dan pengambilan keputusan
yang bertanggung jawab. Dalam modul ini, kita akan mengeksplorasi PSE melalui empat
indikator yaitu, pengajaran eksplisit,  integrasi dalam praktek mengajar guru dan kurikulum
akademik, penciptaan iklim kelas dan budaya sekolah, serta penguatan KSE pendidik dan
tenaga kependidikan (PTK) melalui keteladanan, proses belajar, dan kolaborasi dengan
seluruh komunitas sekolah.

Bapak/Ibu CGP, lima KSE bukanlah sesuatu yang baru bagi Bapak/Ibu. Contohnya, saat
mempelajari modul-modul PGP ini, Bapak/Ibu sedang menerapkan lima  KSE. Lewat fase
mulai dari diri  dan berbagai refleksi dalam pembelajaran, Bapak/Ibu diajak untuk
menerapkan  KSE  kesadaran diri. Dengan mengatur diri agar dapat menjalankan tugas
sebagai CGP sekaligus sebagai guru di sekolah, Bapak/Ibu menerapkan KSE  manajemen
diri. Dengan  membangun pemahaman tentang konteks kelas dan sekolah sebelum
menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang  diperoleh dalam pelatihan, Bapak/Ibu
menerapkan KSE kesadaran sosial dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab.
Dengan berkolaborasi dengan sesama rekan CGP, rekan sejawat, dan pemimpin di
sekolah maupun komunitas, Bapak/Ibu menerapkan KSE keterampilan berelasi. 

Glosarium

Pembelajaran Pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif


Sosial dan oleh seluruh komunitas sekolah. Proses kolaborasi ini
Emosional memungkinkan anak dan pendidik dan tenaga kependidikan di
sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan
dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional agar dapat:

1. memahami, menghayati dan  mengelola emosi  (kesadaran diri)


2. menetapkan dan mencapai tujuan positif  (manajemen diri)
3. merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain
(kesadaran sosial)
4. membangun dan mempertahankan hubungan yang positif 
(keterampilan membangun relasi)
5. membuat keputusan yang bertanggung jawab.  (pengambilan
keputusan yang bertanggung jawab)

CASEL Singkatan dari Collaborative  for Academic  and Social Emotional


Learning adalah sebuah kerangka pembelajaran sosial emosional
yang didirikan tahun 1995 oleh sekelompok pendidik, psikolog, di
antaranya Daniel Goleman (perintis konsep Kecerdasan Emosional)
untuk mengupayakan pembelajaran 5 Kompetensi Sosial Emosional di
pendidikan K - 12
Well-being Kesejahteraan psikologis; sebuah kondisi  individu yang
memiliki sikap yang positif terhadap diri sendiri dan orang lain,
dapat membuat keputusan dan mengatur tingkah lakunya
sendiri, dapat memenuhi kebutuhan dirinya dengan menciptakan
dan mengelola lingkungan dengan baik, memiliki tujuan
hidup dan membuat hidup mereka lebih bermakna, serta
berusaha mengeksplorasi dan mengembangkan dirinya.
MIndfulness Kesadaran penuh, yaitu kesadaran  yang muncul ketika seseorang
memberikan perhatian secara sengaja pada kondisi saat sekarang
dilandasi rasa ingin tahu (tanpa menghakimi) dan kebaikan
Kompetensi Sosial Kompetensi yang  berhubungan dengan pengetahuan, keterampilan,
dan Emosional dan sikap mengenai  aspek sosial dan emosional. Ada  5 kompetensi
sosial dan emosional, yaitu : kesadaran diri, manajemen diri,
kesadaran sosial, keterampilan berelasi, dan pengambilan
keputusan yang bertanggung jawab. Kelima kompetensi sosial
emosional ini ditemukan dalam  program pengembangan anak dan
remaja yang terbukti  efektif untuk menumbuhkan kecerdasan
emosional.
Kesadaran diri Kemampuan untuk memahami perasaan, emosi, dan nilai-nilai diri
sendiri, dan bagaimana pengaruhnya pada perilaku diri dalam
berbagai situasi dan konteks kehidupan.
Manajemen diri Kemampuan untuk mengelola emosi, pikiran, dan perilaku diri secara
efektif dalam berbagai situasi dan untuk mencapai tujuan dan aspirasi.
Kesadaran sosial Kemampuan untuk memahami sudut pandang dan dapat berempati
dengan orang lain termasuk mereka yang berasal dari latar belakang,
budaya, dan konteks yang berbeda-beda.
Keterampilan Kemampuan untuk membangun dan mempertahankan hubungan-
berelasi hubungan yang sehat dan suportif.
Pengambilan Kemampuan untuk mengambil pilihan-pilihan membangun yang
Keputusan yang berdasar atas kepedulian, kapasitas dalam mempertimbangkan
Bertanggung standar-standar etis dan rasa aman, dan untuk mengevaluasi manfaat
Jawab dan konsekuensi dari bermacam-macam tindakan dan perilaku untuk
kesejahteraan psikologis (well-being) diri sendiri, masyarakat, dan
kelompok.
Pengajaran KSE Murid  secara khusus memiliki kesempatan untuk  menumbuhkan,
secara  eksplisit melatih, dan merefleksikan kompetensi sosial dan emosional dengan
cara yang sesuai  dan  selaras dengan perkembangan budaya
Integrasi KSE Tujuan Kompetensi Sosial dan Emosional diintegrasikan ke
dalam praktek dalam konten pembelajaran dan strategi pembelajaran pada materi
mengajar guru dan akademik, musik, seni, dan pendidikan jasmani
kurikulum
akademik
Penciptaan iklim Lingkungan belajar  di seluruh sekolah dan kelas mendukung
kelas dan budaya  pengembangan kompetensi sosial dan emosional, responsif secara
sekolah budaya, dan berfokus pada
upaya membangun hubungan dan komunitas
Penguatan Pendidik dan tenaga kependidikan memiliki kesempatan secara teratur
Kompetensi Sosial untuk mengembangkan kompetensi sosial dan, emosional, dan
dan Emosional budaya yang dimiliki, berkolaborasi satu sama lain, membangun
pendidik dan hubungan saling percaya, dan memelihara komunitas yang erat
tenaga
kependidikan di
sekolah (Adult
SEL)
A. Latar Belakang
Dalam penelitian tentang Pembelajaran Sosial dan Emosional:

 Guru yang memiliki kompetensi sosial dan emosional yang baik lebih efektif
dan cenderung lebih resilien/tangguh dan merasa nyaman di kelas  karena
mereka dapat bekerja lebih baik dengan murid.
 Adanya keterkaitan antara kecakapan sosial dan emosional yang diukur ketika
TK dan hasil ketika dewasa di bidang pendidikan, pekerjaan, pelanggaran
hukum, dan kesehatan mental.

Pembahasan di atas sejalan dengan peran pendidik  yang disampaikan Ki Hajar


Dewantara. Pendidik adalah  penuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-
anak,  agar  mereka  sebagai  manusia dan anggota  masyarakat dapatlah mencapai
keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.    Pemikiran KHD tersebut 
mengingatkan bahwa tugas pendidik sebagai pemimpin pembelajaran adalah
menumbuhkan motivasi mereka untuk dapat membangun perhatian yang berkualitas
pada materi dengan merancang pengalaman belajar yang mengundang dan
bermakna. Kita merencanakan  secara sadar pengetahuan, keterampilan dan sikap
yang dibutuhkan murid-murid untuk mewujudkan kekuatan (potensinya).
Pembelajaran holistik yang memberikan mereka pengalaman untuk dapat
mengeksplorasi dan mengaktualisasikan seluruh potensi dalam dirinya setinggi-
tingginya, baik sebagai manusia maupun anggota masyarakat agar dapat mencapai
keselamatan dan kebahagiaan.

Kesadaran akan  proses pendidikan yang dapat menuntun tumbuh kembang murid
secara holistik  sudah menjadi perhatian pendidik sejak lama. Kesadaran ini berawal
dari teori Kecerdasan Emosi Daniel Goleman, dikembangkanlah
CASEL (Collaborative for Academic, Social and Emotional Learning) pada tahun 1995
(www.casel.org) sebagai konsep Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE). Konsep
PSE berdasarkan berdasarkan kerangka CASEL tersebut dikembangkan Daniel
Goleman bersama sekelompok pendidik, peneliti, dan pendamping anak. PSE
berbasis penelitian ini, bertujuan untuk  mendorong perkembangan anak secara positif
dengan program yang terkoordinasi  antara berbagai pihak dalam komunitas sekolah.

Secara lengkap, hasil penelitian tentang manfaat penerapan pembelajaran sosial

dan emosional adalah sebagai berikut:


Gambar 1. Hasil Pencapaian Penerapan Pembelajaran Sosial dan Emosional

Dengan mencermati diagram  hasil di atas, kita semakin memahami urgensi  PSE, yaitu
peningkatan kompetensi sosial dan emosional, terciptanya lingkungan belajar yang lebih
positif, peningkatan sikap positif dan toleransi murid terhadap dirinya, orang lain dan
lingkungan sekolah. Selain itu, PSE di kelas terbukti dapat menghasilkan pencapaian
akademik yang lebih baik. PSE memberikan pondasi yang kuat bagi murid untuk dapat
sukses dalam berbagai area kehidupan mereka di luar akademik, termasuk kesejahteraan
psikologis (well-being) secara optimal.

Apa itu Well-being ?

Sejak beberapa dekade terakhir, well-being  menjadi perhatian  para praktisi dan


akademisi pendidikan. Apa yang dimaksud dengan well-being?

Well-being berbeda dengan welfare meskipun sama-sama diterjemahkan  menjadi


“kesejahteraan” dalam Bahasa Indonesia.

Menurut kamus Oxford English Dictionary, well-being dapat diartikan sebagai


kondisi nyaman, sehat, dan bahagia. Well-being  adalah sebuah kondisi  individu yang
memiliki sikap yang positif terhadap diri sendiri dan orang lain, dapat membuat
keputusan dan mengatur tingkah lakunya sendiri, dapat memenuhi kebutuhan dirinya
dengan menciptakan dan mengelola lingkungan dengan baik, memiliki tujuan hidup
dan membuat hidup mereka lebih bermakna, serta berusaha mengeksplorasi dan
mengembangkan dirinya.

Noble and McGrath (2016) menyebutkan bahwa well-being murid  yang optimal


dalah keadaan emosional yang berkelanjutan (relatif stabil) yang ditandai
dengan: sikap dan suasana hati yang
secara umum positif, relasi yang positif dengan sesama
murid dan guru, resiliensi, optimalisasi diri, dan tingkat kepuasan
diri yang tinggi berkaitan dengan pengalaman belajar mereka di sekolah.
B. Definisi Pembelajaran Sosial dan
Emosional
Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE) adalah pembelajaran yang dilakukan
secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah. Proses kolaborasi ini
memungkinkan anak dan orang dewasa di sekolah memperoleh dan
menerapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap positif mengenai
aspek sosial dan emosional agar dapat: 

1. Memahami, menghayati, dan  mengelola emosi  (kesadaran diri)


2. Menetapkan dan mencapai tujuan positif  (pengelolaan diri)
3. Merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain (kesadaran sosial)
4. Membangun dan mempertahankan hubungan yang positif (keterampilan
berelasi)
5. Membuat keputusan yang bertanggung jawab. (pengambilan keputusan yang
bertanggung jawab)

Gambar 2 menjelaskan kerangka sistematis dan kolaboratif pembelajaran


kompetensi sosial dan emosional  CASEL:

1. Penciptaan lingkungan belajar yang tepat serta terkoordinasi untuk


meningkatkan pembelajaran akademik, sosial, dan emosional semua murid
2. Kemitraan/kerjasama sekolah-keluarga-komunitas untuk membentuk
lingkungan belajar dan pengalaman yang bercirikan hubungan/relasi yang
saling mempercayai dan berkolaborasi
3. Kurikulum dan pembelajaran yang jelas dan bermakna, dan evaluasi secara
berkala.

Gambar 2. Pembelajaran Sosial Emosional Kolaboratif Seluruh Komunitas Sekolah CASEL


B.2. Kompetensi Sosial dan Emosional
(KSE)
Kerangka Kompetensi Sosial Emosional (CASEL)

Kerangka Kompetensi Sosial dan Emosional (CASEL)


Definisi Contoh
Kesadaran Diri:  Dapat menggabungkan identitas pribadi dan identitas
sosial
kemampuan untuk memahami
 Mengidentifikasi  kekuatan/aset diri dan budaya
perasaan, emosi, dan nilai-nilai diri
 Mengidentifikasi emosi-emosi dalam diri
sendiri, dan bagaimana pengaruhnya
 Menunjukkan integritas dan kejujuran
pada perilaku diri dalam berbagai
 Dapat menghubungkan perasaan, pikiran, dan nilai-
situasi dan konteks kehidupan.
nilai
 Menguji dan mempertimbangkan prasangka dan bias
 Memupuk efikasi diri
 Memiliki pola pikir bertumbuh
 Mengembangkan minat dan menetapkan arah tujuan
hidup

Manajemen Diri: kemampuan  Mengelola emosi diri


untuk mengelola emosi, pikiran, dan  Mengidentifikasi dan menggunakan strategi-strategi
perilaku diri secara efektif dalam pengelolaan stres
berbagai situasi dan untuk mencapai  Menunjukkan disiplin dan motivasi diri
tujuan dan aspirasi  Merancang tujuan pribadi dan bersama
 Menggunakan keterampilan
merancang dan mengorganisir
 Memperlihatkan keberanian untuk mengambil inisiatif
 Mendemonstrasikan kendali diri dan dalam kelompok

Kesadaran Sosial: kemampuan  Mempertimbangkan pandangan/pemikiran orang lain


untuk memahami sudut pandang dan  Mengakui kemampuan/kekuatan orang lain
dapat berempati dengan orang lain  Mendemonstrasikan empati dan rasa welas kasih
termasuk mereka yang berasal dari  Menunjukkan kepedulian atas perasaan orang lain
latar belakang, budaya, dan konteks  Memahami dan mengekspresikan rasa syukur
yang berbeda-beda  Mengidentifikasi ragam norma sosial, termasuk dengan
norma-norma yang menunjukkan ketidakadilan

Keterampilan  Berkomunikasi dengan efektif


Berelasi: kemampuan untuk  Mengembangkan relasi/hubungan positif
membangun dan mempertahankan  Memperlihatkan kompetensi kebudayaan
hubungan-hubungan yang sehat dan  Mempraktikkan kerjasama tim dan pemecahan
suportif masalah secara kolaboratif
 Dapat melawan tekanan sosial yang negatif
 Menunjukkan sikap kepemimpinan dalam kelompok
 Mencari dan menawarkan bantuan apabila
membutuhkan
 Turut membela hak-hak orang lain

Pengambilan Keputusan yang  Menunjukkan rasa ingin tahu dan keterbukaan pikiran


Bertanggung Jawab: kemampuan  Mengidentifikasi/mengenal solusi dari masalah pribadi
untuk mengambil pilihan-pilihan dan sosial
membangun yang berdasar atas  Berlatih membuat keputusan beralasan/masuk akal,
kepedulian, kapasitas dalam setelah menganalisis informasi, data, dan fakta
mempertimbangkan standar-standar  Mengantisipasi dan mengevaluasi konsekuensi-
etis dan rasa aman, dan untuk konsekuensi dari tindakannya
mengevaluasi manfaat dan  Menyadari bahwa keterampilan berpikir kritis sangat
konsekuensi dari bermacam-macam berguna baik di dalam maupun di luar lingkungan
tindakan dan perilaku untuk sekolah
kesejahteraan psikologis (well-  Merefleksikan peran
being) diri sendiri, masyarakat, dan seseorang dalam memperkenalkan kesejahteraan
kelompok psikologis (well-being) diri sendiri, keluarga, dan
komunitas
 Mengevaluasi dampak/pengaruh dari seseorang,
hubungan interpersonal, komunitas, dan kelembagaan

Jika kita analisis lebih lanjut,  5 Kompetensi Sosial dan Emosional yang telah kita
bahas berhubungan erat dengan  6 (enam) dimensi  Profil Pelajar Pancasila. 
Sebagai contoh,  ketika seorang murid perlu mengeluarkan ide yang baru dan orisinil
untuk memecahkan masalah  (dimensi kreatif)  diperlukan juga kemampuan bernalar
kritis  untuk melihat permasalahan yang ada. Dalam situasi tersebut, murid tersebut
menerapkan kesadaran diri dan manajemen diri. 

Selanjutnya, solusi yang dihasilkannya juga perlu mempertimbangkan akhlak


kepada makhluk hidup lain yang dapat dimunculkan dari dimensi beriman, bertakwa
kepada Tuhan yang Maha Esa dan berakhlak mulia. Dalam situasi tersebut, ia
menerapkan KSE kesadaran sosial dan keterampilan berelasi. Dalam mewujudkan
solusinya, ia pun perlu melibatkan orang lain dengan tetap menghargai keragaman
latar belakang yang dimiliki (dimensi gotong royong dan berkebhinekaan global).
Dalam tahap ini, ia menerapkan KSE kesadaran sosial, keterampilan relasi, dan
pengambilan keputusan yang bertanggung jawab.

C. Kesadaran Penuh (mindfulness) sebagai


dasar penguatan 5 (lima) Kompetensi Sosial
dan Emosional
Pada saat kita mengarahkan sepenuhnya perhatian pada kegiatan
yang sedang dilakukan, seperti menonton film, menyimak apa yang
sedang dibicarakan, mengobservasi sekeliling kita, mengajar di
kelas, mendengar penyampaian informasi dalam pertemuan guru,
bahkan membaca modul ini, dan memunculkan rasa ingin tahu apa
adanya dengan rasa penghargaan - contoh  praktik kesadaran
penuh (mindfulness).

C.1. Prinsip Kesadaran Penuh (Mindfulness)


Peran praktik kesadaran penuh (mindfulness)  dapat membantu Anda
dalam menyikapi, memproses, dan merespon permasalahan yang dihadapi
untuk fokus pada situasi saat ini - bukan pada kekhawatiran akan masa
yang akan datang ataupun penyesalan akan masa yang telah berlalu.

Kesadaran penuh itu sendiri dapat diartikan sebagai kesadaran yang


muncul ketika seseorang memberikan perhatian secara sengaja/sadar
pada kondisi saat sekarang. Dilandasi rasa ingin tahu (tanpa menghakimi)
dan kebaikan (dalam Hawkins, 2017, hal. 15) yang sebenarnya telah ada
dalam diri manusia secara alami tanpa perlu diajarkan ataupun
ditumbuhkan. Akan tetapi pikiran merupakan bagian diri kita yang
seringkali sulit dikendalikan. Sehingga kesadaran penuh yang sebenarnya
telah dimiliki secara alami mengalami hambatan untuk benar-benar
dialami.

Peran praktik kesadaran penuh (mindfulness) akan sangat terlihat disini.


Akan tetapi, perlu diingat bahwa praktik kesadaran penuh (mindfulness)
bukan sebagai solusi pemecahan masalah, melainkan praktik yang
membantu Anda dalam menyikapi, memproses, dan merespon
permasalahan yang dihadapi untuk fokus pada situasi saat ini - bukan pada
kekhawatiran akan masa yang akan datang ataupun penyesalan akan
masa yang telah berlalu. Menurut Hawkins (2017), cara yang paling efektif
untuk memahami kesadaran penuh (mindfulness) adalah dengan
‘mengalaminya’ sendiri. Bagaimana supaya kita dapat mengalami
kesadaran penuh? Jawabannya adalah dengan berlatih.

C.2. Praktik Kesadaran Penuh (Mindfulness)

Pada prinsipnya praktik kesadaran penuh merupakan segala aktivitas yang


kita lakukan secara sadar. Apapun bentuk aktivitasnya - yang ditekankan
adalah perhatian yang diberikan saat melakukan aktivitas tersebut. Praktik
paling mendasar dan sederhana adalah melatih dan menyadari napas.
Salah satu teknik menyadari dan melatih napas adalah Teknik STOP
(stop/berhenti-take a deep breath/tarik napas dalam-observe/amati-
proceed/lanjutkan). Teknik ini dapat dilakukan kapan saja dan di mana
saja, dan tanpa membutuhkan peralatan.

C.3. Praktik Kesadaran Penuh Memperkuat 5 Kompetensi Sosial Emosional (KSE)


Ketika Bapak/Ibu hendak mengimplementasikan kompetensi kesadaran
diri, manajemen Diri, kesadaran sosial, keterampilan berelasi, dan
pengambilan keputusan yang bertanggung Jawab, praktik kesadaran
penuh ini menjadi fondasinya. Mempraktikkan kesadaran penuh membawa
fokus kita kembali pada saat ini, yang dimana akan memberikan Anda
waktu dan kesempatan untuk mengenal emosi, perasaan, dan pikiran apa
adanya, tanpa penilaian dan penghakiman, namun dengan kepedulian.
Pengenalan dan penerimaan emosi, perasaan, dan pikiran yang sedang
dialami, akan membuat Anda mampu mengidentifikasi cara pengelolaan
yang tepat. Indikasi pencapaian kompetensi kesadaran diri dan
manajemen diri sudah terlihat.
Selanjutnya, emosi yang telah dikenali, diterima, dan dikelola akan
menumbuhkan empati dan pikiran yang terbuka untuk memahami orang
lain dan situasi di luar diri Anda dengan sikap yang netral. Hal ini membuka
ruang yang luas bagi suatu relasi positif dapat terjalin. Dengan sendirinya,
kompetensi kesadaran sosial dan keterampilan berelasi semakin terasah.

Tidak berhenti sampai disitu saja; saat Anda akan mengambil keputusan-
keputusan - baik keputusan hidup yang besar, memilih metode pengajaran,
merancang kegiatan sekolah, memberi konsekuensi pada murid, dan
bentuk-bentuk keputusan lain - dengan kesadaran penuh menjadi dasar
bagi Anda membuat rancangan yang akan membawa kebaikan,
pertimbangan-pertimbangan berdasarkan nilai moral dan etika, memikirkan
konsekuensi, yang dimana Anda akan memiliki rasa bertanggung jawab
atas setiap keputusan yang dibuat apapun hasilnya. Melatih dan
menumbuhkan kesadaran penuh akan membantu individu untuk lebih
terhubung dengan diri dan orang lain. Hal ini akan menjadikannya lebih
responsif dalam hubungan interpersonal dan pengambilan keputusan.
D. Implementasi pembelajaran sosial dan
emosional di kelas dan sekolah
Pembelajaran Sosial dan Emosional adalah pembelajaran yang dilakukan
secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah yang
memungkinkan anak dan pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah
memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap
positif mengenai  5 Kompetensi Sosial dan Emosional.

Mulai dari pengajaran secara eksplisit di kelas hingga kemitraan dengan keluarga
dan komunitas untuk terus mengupayakan proses kolaboratif dan berkelanjutan
Indikator penerapan KSE dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:

Tabel D. Indikator Penerapan Pembelajaran Sosial dan Emosional


KELAS Pengajaran  eksplisit:
Secara khusus, muurid memiliki kesempatan untuk menumbuhkan, melatih,
dan merefleksikan kompetensi sosial dan emosional dengan cara yang sesuai 
dan selaras dengan perkembangan budaya yang dimiliki

Pembelajaran akademik yang terintegrasi KSE:


Tujuan Kompetensi Sosial dan Emosional diintegrasikan ke dalam konten
pembelajaran dan strategi pembelajaran pada materi akademik,  musik, seni,
dan pendidikan jasmani

Pelibatan dan Suara murid:


Seluruh warga sekolah menghormati dan meningkatkan berbagai perspektif
dan pengalaman murid, dengan melibatkan murid sebagai pemimpin,
pemecah masalah, dan pembuat keputusan
SEKOLAH Iklim kelas dan sekolah yang mendukung:
Lingkungan belajar  di seluruh sekolah dan kelas mendukung pengembangan
kompetensi sosial dan emosional, responsif secara budaya, dan berfokus pada
upaya membangun hubungan dan komunitas

Berfokus pada KSE pendidik dan tenaga kependidikan (PTK):


Pendidik dan tenaga kependidikan memiliki kesempatan secara reguler untuk
mengembangkan kompetensi sosial, emosional budaya mereka sendiri,
berkolaborasi satu sama lain, membangun hubungan saling percaya, dan
memelihara komunitas yang erat

Kebijakan yang mendukung:


Kebijakan dan praktik pendisiplinan dengan instruksi yang jelas, restorative,
sesuai dengan perkembangan anak dan diterapkan secara adil

Dukungan terintegrasi yang berkelanjutan:


Pembelajaran sosial dan emosional terintegrasi dengan mulus ke dalam
rangkaian dukungan akademik dan perilaku dengan menyediakan
kesempatan untuk  memastikan semua kebutuhan murid terpenuhi
KELUARGA Pelibatan kemitraan dengan orangtua:
& KOMUNITAS Keluarga dan Pendidikan dan tenaga kependidikan sekolah memiliki
kesempatan yang regular dan bermakna untuk membangun hubungan dan
berkolaborasi untuk  mendukung perkembangan sosial, emosional dan
akademik, murid

Kemitraan dengan komunitas:


Pendidik dan tenaga kependidikan dan mitra masyarakat menyelaraskan
istilah, strategi, dan komunikasi yang sama seputar pengupayaan dan inisiatif
terkait KSE, termasuk kegiatan di luar sekolah

Terbentuk sistem dalam upaya peningkatan berkelanjutan:


Data implementasi dan artefak dikumpulkan dan digunakan untuk memantau
progress menuju tujuan dan terusmeningkatkan semua system, praktik baik,
dan kebijakan terkait PSE dengan fokus pada kesetaraan

Tabel di atas menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran sosial dan emosional


bukan hanya mencakup ruang lingkup kelas dan sekolah, namun juga melibatkan
keluarga dan komunitas.  Hal ini sejalan dengan prinsip pendidikan Tri Sentra (Tiga
Pusat Pendidikan) salah satu gagasan Ki Hajar Dewantara yang menerangkan bahwa
pendidikan harus berlangsung di tiga lingkungan yaitu, keluarga, sekolah, dan
masyarakat. Dengan kolaborasi dan gotong royong, keluarga, sekolah, dan
komunitas  bersama-sama  mewujudkan pendidikan yang berkualitas untuk
meningkatkan kompetensi dan kesejahteraan psikologis murid-murid kita. 

Dalam modul 2.2 ini, kita secara khusus membahas 4 indikator pembelajaran sosial
dan  emosional yang berkaitan dengan kelas dan sekolah, yaitu: 

1. Pengajaran eksplisit
2. Integrasi dalam  praktek mengajar guru dan kurikulum akademik
3. Penciptaan iklim kelas dan budaya sekolah
4. Penguatan KSE pendidik dan tenaga kependidikan (PTK) di sekolah

Selanjutnya kita akan membahas tiap indikator dan contoh penerapannya.


D.1. Pengajaran Eksplisit
Implementasi PSE dengan pengajaran eksplisit  memastikan murid memiliki kesempatan
yang konsisten untuk menumbuhkan, melatih, dan berefleksi tentang  kompetensi sosial dan
emosional  dengan cara yang sesuai  dan terbuka dengan keragaman budaya.  Pengajaran
eksplisit KSE dapat dilaksanakan dalam bentuk kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler. 
Pendidik dapat menggunakan berbagai proyek,  acara atau  kegiatan sekolah  yang rutin 
untuk mengajarkan kompetensi sosial dan emosional secara eksplisit.

D.2. Integrasi dalam Praktek Mengajar Guru


dan Kurikulum Akademik
Untuk mengintegrasikan KSE dalam praktek mengajar guru dan kurikulum
akademik, tujuan Kompetensi Sosial Emosional dapat diintegrasikan ke dalam konten
pembelajaran dan strategi pembelajaran pada materi akademik, serta musik, seni, dan
pendidikan jasmani.   

Berikut adalah contoh RPP TK - SMP yang disusun untuk memberikan gambaran
bagaimana  integrasi KSE dalam 3 bagian  Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), yaitu:

1. Pembukaan hangat: antara lain dengan memberikan kesempatan pada  murid


untuk berbicara, mendengarkan aktif, memungkinkan interaksi, menciptakan
rasa memiliki, dapat menumbuhkan salah satu kompetensi sosial dan
emosional 
2. Kegiatan inti yang melibatkan: antara lain dengan melakukan diskusi
akademik, pembelajaran kooperatif,  pembelajaran berbasis proyek, refleksi diri
dan penilaian diri, pemberian suara dan pilihan
3. Penutupan optimistik: antara lain dengan refleksi, apresiasi, dan cara-cara
positif lainnya untuk memperkuat pembelajaran

Mari belajar bersama dan buatlah refleksi.

D.3. Menciptakan Iklim Kelas dan Budaya


Sekolah
Indikator ketiga  dalam implementasi pembelajaran sosial dan emosional adalah
menciptakan iklim kelas dan budaya sekolah.

Salah satu upaya mengubah lingkungan sekolah (iklim kelas dan sekolah), adalah
melalui praktik guru dan gaya interaksi mereka dengan murid, atau dengan mengubah
peraturan dan harapan sekolah. Dalam modul 1.4 kita sudah membahas bagaimana
membangun keyakinan kelas dan peraturan sekolah. Di sini kita akan membahas
lebih lanjut bagaimana praktik mengajar guru dan gaya interaksi guru dengan murid. 
Lingkungan yang memprioritaskan kualitas relasi antara guru dan murid adalah
salah satu indikator utama dalam penciptaan iklim kelas dan budaya sekolah. Kualitas
relasi guru dan murid yang tercermin dalam sikap saling percaya akan berdampak
pada  ketertarikan dan keterlibatan murid dalam pembelajaran.   Sikap saling  percaya
akan menumbuhkan perasaan aman dan nyaman bagi murid dalam mengekspresikan
dirinya. murid-murid akan lebih berani bertanya, mencari tahu, berpendapat,
mencoba, berkolaborasi sehingga mereka memiliki kesempatan untuk
mengembangkan kompetensi dirinya secara lebih optimal. Selain kualitas relasi guru
dan murid, lingkungan kelas yang aman dan positif juga dapat diciptakan melalui
berbagai kegiatan pembelajaran yang dapat merangkul keberagaman dan perbedaan,
melibatkan murid,  dan menumbuhkan  optimisme.

Menurut Sri Wahyaningsih, Pendiri Salam (Sanggar Anak Alam) Yogyakarta, yang
diwawancarai September 2021,  lingkungan sekolah yang aman dan nyaman adalah
lingkungan yang membangun  persepsi bahwa setiap orang memiliki potensi yang
berbeda-beda dan orang lain adalah mitra, bukan saingan. Tugas pendidik adalah
membantu anak-anak menemukan jati diri dan mengembangkan potensinya. Persepsi
tersebut akan  mendorong kentalnya kolaborasi antar murid, guru, maupun  orang tua.
“Orang tua akan ikut mendukung teman-teman anaknya,  karena tidak dilihat sebagai
saingan anaknya. Guru-guru pun menjadi lebih produktif dan suportif, saling
mendorong rekan sejawat untuk mengembangkan diri.”

D.4. Penguatan Kompetensi Sosial dan


Emosional Pendidik dan Tenaga
Kependidikan (PTK) di Sekolah
Bapak/Ibu CGP, kita tentunya sepakat dengan ungkapan tersebut. Selain dari
interaksi dengan teman-temannya, murid-murid kita akan belajar dari interaksi mereka
dengan para pendidik dan tenaga kependidikan (PTK)  di sekolah.  Oleh sebab itu,
penguatan kompetensi sosial dan  emosional pendidik dan tenaga kependidikan di
sekolah menjadi salah satu indikator  penting dalam pembelajaran sosial emosional di
sekolah. Pendidik dan tenaga kependidikan perlu memiliki kesempatan secara reguler
untuk mengembangkan kompetensi sosial, emosional dan budaya mereka sendiri,
berkolaborasi, membangun hubungan saling percaya dan memelihara komunitas yang
erat. 

 Berikut langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk memperkuat pembelajaran


sosial emosional pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah:
1. Memodelkan (menjadi teladan):

Mendukung pendidik dan tenaga kependidikan  dalam memodelkan


kompetensi dan  pola pikir di seluruh komunitas sekolah dengan murid,
keluarga murid, mitra komunitas, dan satu sama lain. Ini dapat meliputi:

 Menerapkan kompetensi sosial emosional  dalam peran dan tugas


 Menciptakan budaya mengapresiasi
 Menunjukkan kepedulian

2. Belajar: pendidik dan tenaga kependidikan merefleksikan kompetensi sosial dan


emosional pribadi dan mengembangkan kapasitas untuk mengimplementasikan
kompetensi sosial dan emosional. Kegiatan ini dapat meliputi:
 Membiasakan merefleksikan kompetensi sosial dan emosional pribadi
 Berkolaborasi di tempat kerja
 Mempelajari kemungkinan adanya bias terkait dengan  literasi budaya
 Mengembangkan pola pikir bertumbuh
 Memahami tahapan perkembangan murid
 Meluangkan waktu untuk melakukan self-care (perawatan diri) 
 Mengagendakan sesi  berbagi praktik baik

3. Berkolaborasi: menciptakan struktur berbentuk komunitas pembelajaran profesional


atau pendampingan sejawat bagi pendidik dan tenaga kependidikan untuk
berkolaborasi tentang cara mengasah strategi untuk mempromosikan KSE di seluruh
sekolah. Kegiatan  dapat  meliputi:
●    Membuat kesepakatan bersama-sama
●    Membuat komunitas belajar profesional
●    Membuat sistem  mentoring rekan sejawat
●    Mengintegrasikan kompetensi sosial emosional dalam pelaksanaan rapat guru

Anda mungkin juga menyukai