Pengantar.
Dalam modul 2.1, Bapak/ Ibu belajar bagaimana mendesain pengalaman belajar dan
lingkungan belajar dengan menanggapi atau merespon kebutuhan belajar murid agar murid
dapat mencapai tujuan pembelajarannya. Dalam modul 2.2 ini, Bapak/Ibu akan belajar
bagaimana menciptakan pengalaman dan lingkungan belajar yang memperhatikan
kebutuhan sosial dan emosional murid.
Mengapa PSE semakin mendesak untuk kita terapkan dan praktikkan? Kita tentu
memahami serta menyadari pentingnya perkembangan murid secara holistik; bukan hanya
intelektual, tetapi juga fisik, emosional, sosial, dan karakter. Meningkatnya jumlah kasus
perundungan, tawuran, penyalahgunaan obat-obatan terlarang, pernikahan usia dini dan
kehamilan di bawah usia, murid yang memiliki motivasi belajar rendah hingga putus
sekolah, murid dengan gangguan emosional seperti stres, kecemasan, depresi, bahkan
kasus bunuh diri pada usia remaja, menunjukkan masih lemahnya perkembangan sosial
dan emosional para murid kita. Maka, pembelajaran yang dapat menumbuhkan kompetensi
sosial dan emosional murid adalah sebuah urgensi dalam proses pendidikan kita.
Sebagai pendidik dan tenaga kependidikan yang memilih untuk menjadi pendidik, yang
mendampingi murid di sekolah sepanjang hari, kita patut memikirkan bagaimana menuntun
mereka untuk mencapai kodratnya, bagaimana membimbing mereka agar dapat
mengeksplorasi dan mengaktualisasikan seluruh potensi dalam dirinya setinggi-tingginya,
baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat, hingga dapat mencapai
keselamatan dan kebahagiaannya.
Di sinilah letak urgensi PSE untuk mendorong tumbuh kembang murid secara holistik.
Pembelajaran yang mampu menciptakan pengalaman belajar bagi murid untuk
menumbuhkan dan melatih lima Kompetensi Sosial dan Emosional (KSE), yaitu: kesadaran
diri, manajemen diri, kesadaran sosial, keterampilan berelasi, dan pengambilan keputusan
yang bertanggung jawab. Dalam modul ini, kita akan mengeksplorasi PSE melalui empat
indikator yaitu, pengajaran eksplisit, integrasi dalam praktek mengajar guru dan kurikulum
akademik, penciptaan iklim kelas dan budaya sekolah, serta penguatan KSE pendidik dan
tenaga kependidikan (PTK) melalui keteladanan, proses belajar, dan kolaborasi dengan
seluruh komunitas sekolah.
Bapak/Ibu CGP, lima KSE bukanlah sesuatu yang baru bagi Bapak/Ibu. Contohnya, saat
mempelajari modul-modul PGP ini, Bapak/Ibu sedang menerapkan lima KSE. Lewat fase
mulai dari diri dan berbagai refleksi dalam pembelajaran, Bapak/Ibu diajak untuk
menerapkan KSE kesadaran diri. Dengan mengatur diri agar dapat menjalankan tugas
sebagai CGP sekaligus sebagai guru di sekolah, Bapak/Ibu menerapkan KSE manajemen
diri. Dengan membangun pemahaman tentang konteks kelas dan sekolah sebelum
menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dalam pelatihan, Bapak/Ibu
menerapkan KSE kesadaran sosial dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab.
Dengan berkolaborasi dengan sesama rekan CGP, rekan sejawat, dan pemimpin di
sekolah maupun komunitas, Bapak/Ibu menerapkan KSE keterampilan berelasi.
Glosarium
Guru yang memiliki kompetensi sosial dan emosional yang baik lebih efektif
dan cenderung lebih resilien/tangguh dan merasa nyaman di kelas karena
mereka dapat bekerja lebih baik dengan murid.
Adanya keterkaitan antara kecakapan sosial dan emosional yang diukur ketika
TK dan hasil ketika dewasa di bidang pendidikan, pekerjaan, pelanggaran
hukum, dan kesehatan mental.
Kesadaran akan proses pendidikan yang dapat menuntun tumbuh kembang murid
secara holistik sudah menjadi perhatian pendidik sejak lama. Kesadaran ini berawal
dari teori Kecerdasan Emosi Daniel Goleman, dikembangkanlah
CASEL (Collaborative for Academic, Social and Emotional Learning) pada tahun 1995
(www.casel.org) sebagai konsep Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE). Konsep
PSE berdasarkan berdasarkan kerangka CASEL tersebut dikembangkan Daniel
Goleman bersama sekelompok pendidik, peneliti, dan pendamping anak. PSE
berbasis penelitian ini, bertujuan untuk mendorong perkembangan anak secara positif
dengan program yang terkoordinasi antara berbagai pihak dalam komunitas sekolah.
Dengan mencermati diagram hasil di atas, kita semakin memahami urgensi PSE, yaitu
peningkatan kompetensi sosial dan emosional, terciptanya lingkungan belajar yang lebih
positif, peningkatan sikap positif dan toleransi murid terhadap dirinya, orang lain dan
lingkungan sekolah. Selain itu, PSE di kelas terbukti dapat menghasilkan pencapaian
akademik yang lebih baik. PSE memberikan pondasi yang kuat bagi murid untuk dapat
sukses dalam berbagai area kehidupan mereka di luar akademik, termasuk kesejahteraan
psikologis (well-being) secara optimal.
Apa itu Well-being ?
Jika kita analisis lebih lanjut, 5 Kompetensi Sosial dan Emosional yang telah kita
bahas berhubungan erat dengan 6 (enam) dimensi Profil Pelajar Pancasila.
Sebagai contoh, ketika seorang murid perlu mengeluarkan ide yang baru dan orisinil
untuk memecahkan masalah (dimensi kreatif) diperlukan juga kemampuan bernalar
kritis untuk melihat permasalahan yang ada. Dalam situasi tersebut, murid tersebut
menerapkan kesadaran diri dan manajemen diri.
Tidak berhenti sampai disitu saja; saat Anda akan mengambil keputusan-
keputusan - baik keputusan hidup yang besar, memilih metode pengajaran,
merancang kegiatan sekolah, memberi konsekuensi pada murid, dan
bentuk-bentuk keputusan lain - dengan kesadaran penuh menjadi dasar
bagi Anda membuat rancangan yang akan membawa kebaikan,
pertimbangan-pertimbangan berdasarkan nilai moral dan etika, memikirkan
konsekuensi, yang dimana Anda akan memiliki rasa bertanggung jawab
atas setiap keputusan yang dibuat apapun hasilnya. Melatih dan
menumbuhkan kesadaran penuh akan membantu individu untuk lebih
terhubung dengan diri dan orang lain. Hal ini akan menjadikannya lebih
responsif dalam hubungan interpersonal dan pengambilan keputusan.
D. Implementasi pembelajaran sosial dan
emosional di kelas dan sekolah
Pembelajaran Sosial dan Emosional adalah pembelajaran yang dilakukan
secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah yang
memungkinkan anak dan pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah
memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap
positif mengenai 5 Kompetensi Sosial dan Emosional.
Mulai dari pengajaran secara eksplisit di kelas hingga kemitraan dengan keluarga
dan komunitas untuk terus mengupayakan proses kolaboratif dan berkelanjutan
Indikator penerapan KSE dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:
Dalam modul 2.2 ini, kita secara khusus membahas 4 indikator pembelajaran sosial
dan emosional yang berkaitan dengan kelas dan sekolah, yaitu:
1. Pengajaran eksplisit
2. Integrasi dalam praktek mengajar guru dan kurikulum akademik
3. Penciptaan iklim kelas dan budaya sekolah
4. Penguatan KSE pendidik dan tenaga kependidikan (PTK) di sekolah
Berikut adalah contoh RPP TK - SMP yang disusun untuk memberikan gambaran
bagaimana integrasi KSE dalam 3 bagian Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), yaitu:
Salah satu upaya mengubah lingkungan sekolah (iklim kelas dan sekolah), adalah
melalui praktik guru dan gaya interaksi mereka dengan murid, atau dengan mengubah
peraturan dan harapan sekolah. Dalam modul 1.4 kita sudah membahas bagaimana
membangun keyakinan kelas dan peraturan sekolah. Di sini kita akan membahas
lebih lanjut bagaimana praktik mengajar guru dan gaya interaksi guru dengan murid.
Lingkungan yang memprioritaskan kualitas relasi antara guru dan murid adalah
salah satu indikator utama dalam penciptaan iklim kelas dan budaya sekolah. Kualitas
relasi guru dan murid yang tercermin dalam sikap saling percaya akan berdampak
pada ketertarikan dan keterlibatan murid dalam pembelajaran. Sikap saling percaya
akan menumbuhkan perasaan aman dan nyaman bagi murid dalam mengekspresikan
dirinya. murid-murid akan lebih berani bertanya, mencari tahu, berpendapat,
mencoba, berkolaborasi sehingga mereka memiliki kesempatan untuk
mengembangkan kompetensi dirinya secara lebih optimal. Selain kualitas relasi guru
dan murid, lingkungan kelas yang aman dan positif juga dapat diciptakan melalui
berbagai kegiatan pembelajaran yang dapat merangkul keberagaman dan perbedaan,
melibatkan murid, dan menumbuhkan optimisme.
Menurut Sri Wahyaningsih, Pendiri Salam (Sanggar Anak Alam) Yogyakarta, yang
diwawancarai September 2021, lingkungan sekolah yang aman dan nyaman adalah
lingkungan yang membangun persepsi bahwa setiap orang memiliki potensi yang
berbeda-beda dan orang lain adalah mitra, bukan saingan. Tugas pendidik adalah
membantu anak-anak menemukan jati diri dan mengembangkan potensinya. Persepsi
tersebut akan mendorong kentalnya kolaborasi antar murid, guru, maupun orang tua.
“Orang tua akan ikut mendukung teman-teman anaknya, karena tidak dilihat sebagai
saingan anaknya. Guru-guru pun menjadi lebih produktif dan suportif, saling
mendorong rekan sejawat untuk mengembangkan diri.”