Anda di halaman 1dari 4

Salah satu softskill yang saat ini menjadi perhatian utama untuk dikembangkan

adalah public speaking. Mengapa? Karena public speaking akan memudahkan


kita untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Dengan adanya kemampuan
public speaking, jaringan sosial dapat diperluas dan kemajuan karier pun dapat
ditunjang. Banyak orang berpendapat bahwa public speaking adalah bakat /
kemampuan seseorang dari lahir, padahal kenyataannya kemampuan ini
didapatkan dari banyak berlatih dan terus mempraktikkannya dalam kegiatan
sehari-hari. Ada ungkapan bijak mengatakan bahwa bakat itu hanya ada 1%
dalam diri kita, 99% sisanya adalah ketekunan dan metode berlatih. Masalah
utama yang menjadi penghambat seseorang mengembangkan kemampuan
public sepakingnya adalah rasa takut dan kurang percaya diri. Sebenarnya, rasa
takut itu adalah hal yang wajar. Justru dengan adanya sedikit rasa takut, kita
menyediakan ruang bagi diri kita untuk mengontrol diri kitam mengevaluasi diri
kita sehingga kita bisa memperbaiki diri. Namun apabila rasa takut ini
berlebihan maka akan menjadi masalah.

Bagaimana cara mengatasi rasa takut / stage fright saat harus berbicara di depan
public? Menurut Mudjia Rahardjo dalam buku Fitriana Utami Dewi: Public
Speaking Kunci Sukses Bicara di depan Publik – Teori dan Praktek, ada 8
(delapan) cara untuk mengatasi rasa takut saat harus berbicara di depan banyak
orang/public speaking:

1. Kuasai benar topik yang akan disampaikan.


Dengan menguasai materi atau topik pembicaraan, seseorang  akan merasa
percaya diri. Percaya diri merupakan modal penting bagi seseorang untuk bisa
bicara di hadapan publik dengan tenang dan meyakinkan. Dengan menguasai
pokok masalah yang disampaikan, maka public speaker tidak akan kehilangan
arah dan kendali pembicaraannya.

2. Kenali siapa pendengarnya.


Dengan mengetahui berapa jumlah yang akan hadir, mengapa mereka hadir,
tingkat pengetahuan mereka terkait tema yang dibahas, harapan mereka, jenis
kelamin dan usia rerata mereka. Mengenali hal tersebut menjadi penting terkait
penetapan tingkat kesulitan bahan/materi yang akan disampaikan dan ragam
bahasa yang dipakai.

3. Sebelum memulai, tatap mata dan sapa para pendengar.


Melakukan tatapan mata dan menyapa beberapa peserta menjadikan mereka
merasa diperhatikan dan dihormati. Ciptakan suasana yang nyaman dan
hilangkan kesan ada jarak dengan peserta. Dengan menjadi bagian dari mereka,
seorang pembicara akan diterima dengan baik oleh mereka meski mungkin tema
pembicaraan tidak begitu berbobot.
4. Pandai-pandai menggunakan bahasa tubuh dan penampilan
secara tepat.
Senyum, gerakan tangan, berjalan mendekati peserta dan berpakaian yang tepat
adalah jenis-jenis bahasa non-verbal yang penting untuk diperhatikan oleh
seorang public speaker.

5. Jangan merendahkan diri sendiri.


Hargai diri sendiri saat tampil sebagai public speaking. Jadikan materi dan
presentasi Anda berharga dan dibutuhkan oleh peserta yang hadir.

6. Hindari pembicaraan berbau SARA (suku, agama, dan ras)


Membicarakan topik terkait SARA dan menjadikan sebagai bahan pelecehan
akan menjatuhkan harga diri public speaker di hadapan peserta.

7. Jangan membuat humor tentang seks.


Humor memang diperlukan dalam public speaking, untuk mencairkan dan
menyegarkan suasana. Namun perlu disadari bahwa tidak semua orang senang
dan terbuka tentang humor seks. Hindari sejauh mungkin humor dan
pembicaraan tentang seks, karena hal-hal yang bersifat privat, seperti tentang
seks, tidak patut disampaikan di depan publik.

8. Jangan menyudutkan seseorang dalam pembicaraan Anda.


Setiap manusia pasti ingin dihargai dan dihormati. Menyudutkan atau
mempermalukan seseorang di depan orang banyak, adalah perbuatan yang tidak
terpuji. Tindakan public speaker  ini juga akan menjadikan reputasi yang kurang
bagus dalam penilaian peserta lainnya.

Reference:
Dewi, Fitriana Utami (2013). Public Speaking Kunci Sukses Bicara di depan
Publik Teori dan Praktek. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Pelajar bahasa Inggris harus mempunyai empat skill, yakni membaca/reading,
menulis/writing, mendengarkan/listening, dan berbicara/speaking baik dalam
pendidikan formal maupun non-formal. Keempat skill tersebut harus berjalan
seimbang, dipelajari, dan dipraktikkan oleh pelajar bahasa Inggris. Kenyataan yang
ada tidak seperti apa yang diharapkan. Dalam pendidikan formal, mereka memiliki
kesempatan yang tidak banyak untuk berbicara bahasa Inggris, bahkan tidak
memiliki kesempatan sama sekali. Terdapat permasalahan yang dialami pelajar
bahasa Inggris tingkat intermediate dan pre-advanced. Mereka belum mampu fasih
berbicara bahasa Inggris formal maupun non-formal. Mereka mengalami kesulitan
untuk menyampaikan apa yang ada di pikiran mereka dalam bahasa Inggris. Tidak
hanya itu, sebagian dari mereka tahu apa yang harus mereka bicarakan, tetapi
mereka tidak memiliki kepercayaan diri atau bahkan takut untuk berbicara.
Permasalahan tersebut terjadi karena mereka hanya fokus pada kebahasaan atau
dalam bahasa Inggris disebut linguistics. Mempelajari kebahasaan suatu bahasa
memang penting karena itu adalah ilmu dasar yang harus dipelajari, tetapi skill
berbahasa harus tetap dikuasai terutama berbicara/speaking.
Bahasa adalah alat berkomunikasi yang harus diekspresikan, bukan untuk
disimpan. Berkomunikasi dengan seseorang memang memerlukan aturan
kebahasaan. Keduanya speaking maupun linguistics sama penting, tetapi tujuan
utama dari bahasa sendiri adalah komunikasi. Menyambung isu mengenai kesulitan
pelajar bahasa Inggris dalam berbicara bahasa Inggris, hal tersebut terjadi karena
ketakutan atau ketidakpercayaan diri mereka untuk berbicara bahasa Inggris dan
tidak adanya kemauan untuk berlatih. Kunci utama berbicara adalah kepercayan
diri, entah kosa kata yang digunakan sudah baik dan benar atau belum. Seseorang
tidak akan pernah berbicara jika selalu merasa takut, alhasil pelajar bahasa Inggris
tidak akan pernah mahir berbicara bahasa yang ia pelajari. Berlatih speaking juga
menjadi jembatan untuk mengaplikasikan aturan kebahasaan dalam bentuk
komunikasi oral. Al-Hosni 2014 dalam penelitiannya mengatakan bahwa ada dua
kendala dalam mempelajari bahasa Inggris, yaitu merasa bersalah dan ketakutan
dalam berlatih berbicara/speaking. Maka dari itu, mereka perlu memiliki
kepercayaan diri dalam belajar bahasa Inggris. Jika merasa takut, mereka dapat
berlatih berbicara bahasa Inggris dengan teman maupun guru yang menguasai di
bidangnya.
Selain dapat membentuk kepercayaan diri, berlatih speaking juga dapat
meningkatkan kemampuan skill berbicara itu sendiri. Mereka yang sudah memiliki
kepercayaan diri terus berlatih agar dapat fasih berbicara formal maupun non-
formal karena semuanya memerlukan proses dan usaha. Tidak ada kesuksesan
yang dapat diraih hanya dengan satu kali mengedipkan mata. Monica Lindbald
dalam penelitiannya mengatakan bahwa anak harus mengembangkan kemampuan
oral sebelum belajar membaca dan menulis dalam mempelajari bahasa. Anak dapat
diartikan sebagai pemula bagi pelajar non-native speaker, karena tentunya bahasa
ibu mereka berbeda. Sangatlah jelas apa yang dikatakan Monica bahwa
kemampuan berbicara memang sangat penting karena hal tersebut dapat
mempengaruhi output yang dihasilkan dalam mempelajari bahasa Inggris.
Salah satu output yang diharapkan dari mempelajari bahasa Inggris terutama skill
berbicara yaitu memiliki kemampuan bagus untuk berbicara di depan umum atau
public speaking. Setelah memiliki kepercayaan diri dan kelancaran berbicara, pelajar
bahasa Inggris tentunya ingin memiliki kemampuan yang baik berbicara di depan
umum, dalam acara formal maupun non-formal. Mereka dapat mengikuti lomba
story telling, lomba pidato berbahasa Inggris, atau debat bahasa Inggris. Prestasi
non-akademik juga tidak kalah penting untuk dikejar. Arina Nikita dalam buku
Successful Public Speaking mengatakan bahwa semua orang dari umur 10 hingga
90 tahun sudah menempatkan diri mereka pada situasi dimana mereka harus
berbicara di depan umum. Memiliki kemampuan public speaking tidak harus
mengisi pidato di upacara-upacara penting. Bercerita lucu atau stand up comedy
saat menghadiri pesta, memperkenalkan diri di depan kelas, atau
mempresentasikan karya tulis sudah merupakan berbicara di depan umum.
Belajar bahasa tidak harus di pendidikan formal. Siapapun bisa belajar bahasa
Inggris melalui buku atau teman. Hal tersebut sama dengan belajar berbicara.
Siapapun yang belajar bahasa Inggris dapat berlatih speaking dengan teman yang
tertarik dan memahami bahasa tersebut. Mereka dapat memulai dengan
percakapan sehari-hari, misalnya menanyakan kemana ia akan pergi atau apa yang
sedang ia lakukan. Sesimpel itu, bukan? Berlatih speaking pun tidak harus di dalam
kelas. Siswa SMP yang tertarik untuk belajar bahasa Inggris lebih dari yang mereka
pelajari di kelas juga dapat berlatih speaking dengan teman mereka. Kembali lagi
kuncinya adalah kepercayaan diri. Siswa SMA atau mahasiswa yang menyukai di
bidang bahasa terutama bahasa Inggris tentunya memiliki kesempatan besar yang
tidak boleh disia-siakan. Mereka dikelilingi oleh orang-orang yang menyukai dan ahli
di bidangnya. Selain kepercayaan diri, kemauan mereka juga diperlukan untuk
meningkatkan kemampuannya.
Pelajar bahasa Inggris seharusnya sadar bahwa mereka tidak hanya mencari ilmu,
tetapi juga harus merealisasikan ilmunya. Selain itu, mengasah soft skill juga
penting agar prestasi non-akademik tercapai. Pelajar bahasa Inggris di pendidikan
formal harus merasa malu kepada mereka yang mempelajari bahasa Inggris di luar
pendidikan formal jika mereka memiliki kualitas yang lebih bagus dalam berbicara
bahasa Inggris.
Referensi:
Lindbald, Monica. 2011, Communication Strategies in Speaking English as a Foreign
Language. Swedish.
Gudu, BO. 2015, Teaching Speaking Skills in English Language using Classroom
Activities in Secondary School Level in Eldoret Municipality. Kenya: Moi University
Nikita, Arina. 2011, Successful Public Speaking. Russia.

Anda mungkin juga menyukai